Pelaksanaa Penyeledikan dan Penyidikan Kepolisian Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi di Polres Kota Medan)

12

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Negara Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dimana sedang
gencar-gencarnya melakukan perubahan di segala sektor baik disektor ekonomi
maupun disektor pembangunan. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut mampu
membawa dampak positif di berbagai bidang seperti bidang ekonomi dan
pembangunan, tetapi juga mampu membawa dampak negatif yakni menimbulkan
suatu kejahatan atau tindak pidana.
Kejahatan atau tindak pidana merupakan gejala-gejala sosial yang terjadi di
tengah-tengah

masyarakat.

Kejahatan

berkembang

seiring


bertumbuh

dan

berkembangnya masyarakat tersebut. Beberapa kejahatan yang terjadi di masyarakat
dapat diambil contohnya berupa kejahatan dibidang seksual seperti tindak pidana
pencabulan.
Untuk wilayah Kota Medan, tindak pidana pencabulan saja sudah tergolong
cukup besar jumlahnya. Dalam 5 (lima) tahun terakhir peningkatan jumlah tindak
pidana pencabulan di Kota Medan cukup besar baik pelakunya orang dewasa bahkan
pelakunya anak-anak, berikut penjabarannya:

Universitas Sumatera Utara

13

Tabel. Jumlah Kejahatan Seksual Di Kota Medan
No


TAHUN

KASUS

1

2009

89

2

2010

98

3

2011


109

4

2012

136

5

2013

171

Sumber Data Primer: Kepolisian Resor Kota Medan Unit Reskrim Perlindungan
Perempuan Dan Anak (PPA)

Tabel di atas merupakan pembuktian bahwa tindak pidana pencabulan di Kota
Medan sudah tergolong cukup besar dan cepat meningkat dalam kurun waktu 5 (lima)
tahun tersebut. Banyaknya peristiwa tindak pidana pencabulan di Kota Medan sesuai

tabel di atas membuat tindak pidana pencabulan itu telah menjadi penyakit di
masyarakat pada saat sekarang ini dan dapat juga dilihat bahwa tindak pidana
pencabulan tersebut setiap tahunnya meninggkat cukup pesat di Kota Medan.
Negara Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana termuat dalam
konstitusi Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sebagai prinsip
negara hukum (Rechtstaat) mengandung asas-asas supremasi hukum, persamaan
dimuka umum, penegakan hukum yang tidak bertentangan dengan aturan yang telah

Universitas Sumatera Utara

14

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, dan bukan Negara berdasar
kekuasaan (Machtstaat)1.
Demi terwujudnya hukum yang baik karena Indonesia merupakan negara
hukum yang harus menciptakan rasa aman, damai, tentram dan adil, maka penegak
hukumnya seperti Kepolisian harus menjalankan wewenangnya sesuai dengan
undang-undang yang mengaturnya.
Pasal 1 butir 5 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia berbunyi:

Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah status kondisi dinamis
masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses
pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang
ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta
terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,
mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentukbentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.2
Pasal 1 butir 6 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia berbunyi:
Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,
serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.3

1

Abdurrahman, Beberapa Aspek Tentang Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta,UI,1980),

Hal. 1
2


Undang-undang No. 2 Tahun 2002, Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Infomedia Publishing 2013, Hal. 3
3
Ibid, Hal. 3

Universitas Sumatera Utara

15

Undang-undang tersebut sudah jelas diatur agar kepolisian menjalankan
tugasnya dengan sebaik mungkin. Pada prinsipnya jika terjadi suatu tindak pidana,
maka kepolisian harus segera melakukan tindakan. Dari beberapa tindak pidana
tersebut, hanya ada beberapa tindak pidana yang dapat dituntut atas adanya
pengaduan dari korbannya langsung dan itu disebut dengan delik.
Dalam penelitian ini telah diambil sebuah peristiwa pidana yang akan diteliti
yaitu tindak pidana pencabulan. Dikarenakan tindak pelaku pidana pencabulan
dilakukan oleh anak-anak maupun orang dewasa terhadap seorang anak perempuan
yang masih dibawah umur, maka penegakan hukum harus dijalankan sesuai dengan
peraturan yang menjadi tujuan dari sebuah peraturan itu sendiri. Khususnya kepada

anak yang menjadi pelaku tindak pidana pencabulan itu sendiri, juga harus mendapat
perlindungan kepadanya bukan serta-merta memidanakan anak tersebut karena telah
melakukan tindak pidana. Karena di dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran
strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi. Kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan
terbaik bagi kelangsungan hidup umat manuisa. Konsekuensi dari ketentuan Pasal
28B Undang-Undang Dasar Tahun 1945 perlu ditindaklanjuti dengan membuat
kebijakan pemerintah yang bertujuan melindungi anak4.

4

Penjelasan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
(Bandung, Fokusmedia,2012), Hal. 49

Universitas Sumatera Utara

16

Anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak, anak korban dan anak

saksi. Pengertian anak adalah anak yang berkonflik dengan hukum, dimuat dalam
Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 angka 3: anak yang berkonflik
dengan hukum yang selanjutnya disebut anak, adalah anak yang telah berumur 12
(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana. Pasal 1 angka 4 dan angka 5 menjelaskan bahwa anak
korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami
penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak
pidana, sedangkan anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar,
dilihat, dan/atau dialaminya sendiri. Adapun perbedaan perumusan pengertian anak
dengan Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak, adalah anak tidak disyaratkan
belum pernah kawin, dan tidak menggunakan istilah anak nakal, namun
menggunakan istilah anak yang berkonflik dengan hukum5.
Demi terciptanya sistem peradilan pidana anak Indonesia yang sehat, maka
dari itu menurut Pasal 2 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 harus memuat beberapa
asas hukum sebagai berikut:

5


Abintoro Prakoso, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak, (Yogyakarta, Laksbang
Grafika, 2013), Hal. 19

Universitas Sumatera Utara

17

1. Asas Perlindungan (huruf a)
Pasal tersebut menyatakan “pelindungan” meliputi kegiatan yang bersifat
langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara
fisik dan/atau psikis.
2. Asas Keadilan (huruf b)
Pasal tersebut menyatakan “keadilan” adalah bahwa setiap penyelesaian
perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak.
3. Asas Nondiskriminasi (huruf c)
Pasal tersebut menayatakan “nondiskirminasi” adalah perlakuan yang berbeda
didasarkan pada suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan
bahasa, status, hukum anak, urutan kelahiran anak, serta kondisi fisik dan/atau
mental.
4. Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak (huruf d)

Pasal tersebut menyatakan ”kepentingan terbaik bagi anak” adalah segala
pengambil keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup
dan tumbuh kembang anak.
5. Asas Penghargaan Terhadap Pendapat Anak (huruf e)
Pasal tersebut menyatakan ”penghargaan terhadap pendapat anak” adalah
penghormatan atas hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan
pendapatnya dalam pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal
yang memengaruhi kehidupan anak.

Universitas Sumatera Utara

18

6. Asas Kelangsungan Hidup Dan Tumbuh Kembang Anak (huruf f)
Pasal tersbut menyatakan ” kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak”
adalah hak asasi yang paling mendasar bagi Anak yang dilindungi oleh
negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua.
7. Asas Pembinaan (huruf g)
Pasal tersebut menyatakan ”pembinaan” adalah kegiatan untuk meningkatkan
kualitas, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan

perilaku, pelatihan keterampilan, profesional, serta kesehatan jasmani dan
rohani anak baik di dalam maupun di luar proses peradilan pidana. Yang
dimaksud dengna ”pembimbingan” adalah pemberian tuntutan untuk
meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual,
sikap dan perilaku, pelatihan keterampailan, profesional, serta kesehatan
jasmani dan rohani klien pemasyarakatan.
8. Asas Proporsional (huruf h)
Pasal tersebut menyatakan “proporsional” adalah segala perlakuan terhadap
anak harus memperhatikan batas keperluan, umur, dan kondisi anak.
9. Asas Perampasan Kemerdekaan Dan Pemidanaan Sebagai Upaya Terakhir (huruf
i)
Pasal tersebut menyatakan “perampasan kemerdekaan dan pemidanaan
sebagai upaya terakhir” adalah pada dasarnya anak tidak dapat dirampas
kemerdekaannya, kecuali terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara.

Universitas Sumatera Utara

19

10. Asas Penghindaran Pembalasan (huruf j)
Pasal tersebut menyatakan “penghindaran pembalasan” adalah prinsip
menjauhkan upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana.6
Seorang anak yang telah menjadi pelaku tindak pidana pencabulan, hakhaknya juga harus diberikan sebagaimana telah ditegaskan dalam Undang-undang
No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak adalah merupakan
tumpuan harapan masa depan bangsa, negara, masyarakat, ataupun keluarga, oleh
karena kondisinya sebagai anak, maka diperlukan perlakuan khusus agar dapat
tumbuh dan berkembang secara wajar baik fisik, mental dan rohaninya7. Setiap anak
dalam proses peradilan pidana berhak :
a. diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai
dengan umumnya,
b. dipisahkan dari orang dewasa,
c. memperoleh bantuan hokum dan bantuan lain secara efektif,
d. melakukan kegiatan rekreasional
e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakukan lain yang kejam, tidak
manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya,
f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup,
g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya akhir dan
dalam waktu yang paling singkat,
h. memperoleh keadilan di muka pngadilan Anak yang objektif, tidak memihak,
dan dalam sidaing yang tertutup untuk umum,
i. tidak dipublikasikan identitasnya,

6

Penjelasan Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,

Pasal 2.
7

Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia (Selanjutnya disebut dengan Darwan prinst I),
(Bandung, Aditya Bakti, 1997), Hal. 98

Universitas Sumatera Utara

20

j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh
Anak.
k. memperoleh advokasi sosial,
l. memperoleh kehidupan pribadi,
m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat,
n. memperoleh pendidikan,
o. memperoleh pelayanan kesehatan, dan
p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.8
Bismar Siregar mengatakan bahwa masalah perlindungan hukum bagi anakanak merupakan salah satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia,
dimana masalahnya tidak semata-mata bisa didekati secara yuridis saja tetapi juga
perlu pendekatan yang lebih luas yaitu ekonomi, sosial, dan budaya 9. Sedangkan
Menurut J.C. Hudic, guru besar hukum pidana anak di Universitas Negeri Utrecht
menyatakan tentang tindakan terbaik apa yang harus ditempuh untuk menyelesaikan
perkara anak, sebagai berikut;
“Pada umumnya dapat saya kemukakan bahwa suatu penuntutan pidana itu
dilakukan apabila kesulitan dari pembuat muda itu jelas berpusat pada tindak
pidan yang dilakukan apabila kesulitan. Akan tetapi apabila tindak pidana itu
merupakan gejala dari suatu keadaan yang tidak dikehendaki (tidak baik), suatu
hal yang berkebetulan, salah satu dari sekian banyak bentuk perbuatan yang
jelek, yang bersumber pada keadaan keluarga maka hasilnya akan lebih baik
apabila ditempuh jalan pemberian tindakan secara hukum perdata berupa
penyerahan lepada negara untuk dibina”10.
Harus lebih ditegaskan bahwa anak yang menjadi pelaku tindak pidana
pencabulan juga harus dilindungi hak-haknya pada saat menjalani proses peradilan
terlebih-lebih saat menjalani proses peradilan tahap penyelidikan dan penyidikan di

8

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentan Sistem Peradilan Pidana Anak
Bismar Siregar, Hukum Dan Hak-Hak Anak, (Jakarta, Rajawali Pers, 1986), Hal. 22
10
Sudarto, Kapita Selecta Hukum Pidana, (Bandung, Alumni, 2006), Hal. 142-143
9

Universitas Sumatera Utara

21

kepolisian. Dimana kepolisian menjalankan proses penyelidikan dan penyidikan
terhadap anak pelaku tindak pidana pencabulan harus melihat dari segi yang terbaik
bagi anak.
Pertumbuhan jumlah tindak pidana pencabulan yang semakin meningkat,
aparat penegak hukum khususnya kepolisian yang menangani tindak pidana
pencabulan khususnya di Kota Medan tidaklah mudah melainkan mereka sedikit
mengalami hambatan, hambatan itu terjadi pada saat penyidikan tindak pidana
pencabulan mengingat bahwa kepolisian merupakan gerbang pertama dalam sistem
peradilan

sehingga

kepolisian

diberikan

tugas

dan

wewenang

melakukan

penyelidikan dan penyidikan yang sesuai diatur dalam Undang-undang No.2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hambatan yang dialami oleh
pihak kepolisian saat melaksanakan penyidikan merupakan hambatan yang bisa
dikatakan tidak mudah untuk diatasi, akan tetapi kepolisian tetap harus menjalankan
tugasnya tersebut demi terwujudnya tujuan hukum.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, sangat menarik untuk dilakukan
penelitian menjadi sebuah tesis dengan judul: ”Pelaksaanan Penyelidikan Dan
Penyidikan Kepolisian Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik pokok
permasalahan yang akan diteliti di dalam tesis ini sebagai berikut:
1. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan dan
penyebab meningkatnya tindak pidana pencabulan di Kota Medan ?

Universitas Sumatera Utara

22

2. Bagaiamana kebijakan Kepolisian Resor Kota Medan dalam menjalankan
pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap anak pelaku tindak pidana
pencabulan dilihat dari UU No. 2 Tahun 2002 dan UU No. 11 Tahun 2012 ?
3. Bagaimana hambatan-hambatan yang terjadi dalam penyidikan Kepolisian
khususnya terhadap tindak pidana pencabulan di Kota Medan ?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada judul dan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini
dapat dikemukakan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya tindak
pidana pencabulan dan penyebab meningkatnya tindak pidana pencabulan di
Kota Medan.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan kebijakan Kepolisian Resor Kota Medan
dalam menjalankan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap anak
pelaku tindak pidana pencabulan dilihat dari UU No. 2 Tahun 2002 dan UU
No. 11 Tahun 2012.
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan hambatan-hambatan yang terjadi dalam
penyidikan Kepolisian khususnya terhadap tindak pidana pencabulan di Kota
Medan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan akan karya ilmiah serta
memberi kontribusi kepada akademisi yang dapat dipergunakan sebagai refrensi

Universitas Sumatera Utara

23

tambahan bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian yang akan datang
khsusunya terhadap Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan Kepolisian Terhadap
Tindak Pidana Pencabulan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para penegak hukum
sebagai pandangan dan pertimbangan untuk melakukan tugas dan wewenang terhadap
Pelaksanaan Penyelidikan Dan Penyidikan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana
Pencabulan. dan juga terhadap masyarakat untuk mengetahui secara jelas dampak
negatif dari tindak pidana pencabulan.
E. Keaslian Penulisan
Untuk menghindari terjadinya plagiarisme penelitian terhadap judul dan
masalah yang sama, maka sebelum dilakukannya penelitian ini, telah dilakukan
penelusuran di perrpustakaan Universitas Sumatera Utara

dan di Perpustakaan

Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Hasil penelusuran tersebut mendapatkan beberapa hasil judul penelitian yang
menyangkut pencabulan namun dari

beberapa judul tersebut tidak mempunyai

kesaamaan baik judul dan masalah yang akan diteliti dalam penulisan ini. Dari
penelusuran yang dilakukan, ditemukan beberapa judul tesis terdahulu yang
membahas seputar tindak pidana peencabulan, yaitu:
1. Bob Sadiwijaya (NIM:097005043) dengan judul: Penegakan Hukum Pidana
Dalam Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak (Studi Putusan No.
396/Pid.B/2012/PN-LP Di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam).

Universitas Sumatera Utara

24

2. Erwin Eriizal (NIM: 087005095) dengan judul: Kebijaksanaan Hakim Dalam
Perlindungan Korban Pada Kejahatan Pencabulan Anak di Pengadilan Negeri
Medan.
Bebrapa judul dan kajian yang dibahas pada penelitian-penelitian di atas, tidak
terdapat kesamaan dengan permasalahan yang diteliti dalam penulisan iini. Dengan
demikian, peneliti dapat mempertanggungjawabkan akan keaslian penulisan ini.
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Teori berasal dari bahasa Yunani yang secara etimologi yang berarti
memandang, memperhatikan pertunjukan, sedangkan secara terminologi teori adalah
pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai peristiwa, kejadian yang
sebenarnya, serta dapat di definisikan sebagai pendapat, cara atau aturan untuk
melakukan sesuatu11.
Teori bisa juga mengandung subjektivitas, apalagi berhadapan dengan suatu
fenomena yang cukup kompleks seperti hukum ini. Oleh karena itulah muncul
berbagai aliran dalam ilmu hukum, sesuai sudut pandangan yang dipakai oleh
orangg-orang yang tergabung dalam aliran-aliran tersebut12.
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori
mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan
pertimbangan, pegangan teoritis13.

11

www.referensimakalah.com/2012/08/pengertian-teori-ilmiah-dan-teori-ilmiah.html
unduh pada tanggal 10 Mei 2014
12
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000), Hal. 253
13
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian. (Bandung, Mandar Maju, 1994), Hal. 80

di

Universitas Sumatera Utara

25

Kerangka teori merupakan landasan berpikir yang digunakan untuk mencari
pemecahan suatu masalah. Setiap penelitian membutuhkan titik tolak atau landasan
untuk memecahkan dan membahas masalahnya, untuk itu perlu disusun kerangka
teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari mana masalah
tersebut diamati14.
Kegunaan teori hukum dalam penelitian sebagai pisau analisis pembahasan
tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah penelitian15.
Penelitian ini berkaitan dengan pelaksaanaan tugas dan wewenang kepolisian
terhadap tindak pidana pencabulan. Pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian itu
ditujukan untuk mewujudkan rasa keadilan tanpa memihak baik untuk korban
maupun untuk pelakunya.
Dari penjelasan di atas, penelitian ini memakai teori berupa:
a. Teori Kriminologi
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
kejahatan.

Sutherland

merumuskan

kriminologi

sebagai

keseluruhan

ilmu

pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial (The body of
knowledge regarding crime as a social phenomenon). Sutherland menyatakan bahwa
kriminologi mencakup proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan

14

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidan Sosial, (Yogyakarta, Universitas Gajah Mada
Pers, 2003), Hal. 39-40
15
Mukti fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, (Yogyakarta, Pustaka Relajar, 2004), Hal. 16

Universitas Sumatera Utara

26

reaksi atas pelanggaran hukum. Kriminologi olehnya dibagi menjadi tiga cabang ilmu
utama, yaitu:
1) Sosiologi hukum
Kejahatan itu adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam
dengan suatu sanksi. Jadi yang menentukan bahwa suatu perbuatan itu
adalah kejahatan adalah hukum. Di sini menyelidiki sebab-sebab
kejahatan harus pula meneyelidiki factor-faktor apa yang menyebabka
perkembangan hokum (khususnya hokum pidana).
2) Etiologi kejahatan
Merupakan cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab musabab
dari kejahatan. Dalam kriminologi, etiologi kejahatan merupakan
kajian yang paling utama.
3) Penology
Pada dasarnya merupakanilmu tentang hukuman, akan tetapi
Sutherland memasukkan hak-hak yang berhubungan dengan usaha
pengendalian kejahatan baik represif maupun preventif.16
Teori kriminologi yang diambil untuk membahas permasalahan yang diteliti
dalam penelitian ini adalah Strain Theory yang dikemukakan oleh Robert K.
Merton.17 Menurut Merton, di dalam suatu masyarakat yang berorientasi kelas,
kesempatan untuk menjadi yang teratas tidaklah dibagikan secara merata. Sedikitnya
anggota kelas bawah mencapainya. Merton menekankan pentingnya dua unsur di
setiap masyarakat, yaitu (1) cultural aspiration atau culture goals, yang diyakini
berharga untuk diperjuangkan, dan (2) institutionalized means atau accepted ways
untuk mencapai tujuan itu. Strain Theory berasumsi bahwa orang itu taat hukum,

16

Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2001), Hal.

17

Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, Ibid. Hal. 61

10

Universitas Sumatera Utara

27

tetapi di bawah tekanan besar mereka akan melakukan kejahatan, disparitas antara
tujuan dan sarana inilah yang memberikan tekanan tadi.18
b. Teori Tujuan Hukum
Menurut L. J. Van Apeldoorn, tujuan hukum adalah tata tertib masyarakat
yang damai dan adil19, oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan hukum dibutuhkan
penegakan hukum
Ada 3 tujuan hukum:
1) Kepastian Hukum
Pembentukan sebuah peraturan yang dilakukan oleh pemerintah ditengah
masyarakat ditujukan tidak lain untuk mencapai kepastian hukum. Kepastian hukum
diharapkan dapat menjadi pedoman, baik bagi masyarakat maupun bagi aparat
penegak hukum dalam mengambil keputusan20.
Dengan adanya kepastian hukum tersebut, maka masyarakat tahu akan hak
dan kewajibannya. Tanpa kepastian hukum masyarakat tidak tahu berbuat apa, tidak
tahu mana perbuatan yang dilarang dan mana perbuatan yang tidak dilarang oleh
hukum.
Pembentukan hukum diharapkan harus mampu mewujudkan suasana
kepastian hukum ditengah masyarakat dan para penegak hukum dan memang
kepastian hukum sangat diinginkan oleh masyarakat. Hukum bertugas menciptakan

18

Ibid
L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta, Pradnya Paramita, 2001), Hal. 16
20
Bahan Kuliah Kelas Pararel A dan B, Teori Hukum Program Studi Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2011, Bismar Nasution dan Mahmul Siregar
19

Universitas Sumatera Utara

28

kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat21. Kepastian hukum
akan membuat masyarakat akan lebih tentram, damai dan tertib.
Berarti kepastian hukum menuntut untuk tepat hukumnya, subjek dan
objeknya serta tepat ancaman yang diberikan.
2) Kemanfaatan Hukum
Kemanfaatan hukum sangat diperlukan apalagi terhadap pelaksanaan
penegakan hukum yang dilakukan para penegak hukum. Jangan sampai penegakan
hukum membuat masyarakat resah akan kemanfaatan hukum itu sendiri. Hukum itu
cenderung kepada peraturan perundang-undangan saja namun pada prakteknya
peraturan itu tidak sesuai dilaksanakan.
Menurut Satjipto Rahardjo, teori kemanfaatan hukum bisa dilihat sebagai
perlengkapan masyarakat untuk mnciptakan ketertiban dan keteraturan. Oleh karena
itu, ia bekerja dengan memberi petunjuk tingkah laku dan berupa norma (aturanaturan hukum)22.
3) Keadilan Hukum
Membicarakan hukum adalah membicarakan hubungan antar manusia.
Membicarakan hubungan antar manusia adalah membicarakan keadilan.
Dengan demikian setiap pembicaraan mengenai hukum, jelas atau samarsamar, senantiasa merupakan pembicaraan mengenai keadilaan pula. Kita
tidak dapat membicarakan hukum hanya sampai kepada wujudnya sebagai
suatu bangunan yang formal. Kita juga perlu melihatnya sebagai ekspresi dari
cita-cita keadilan masyarakatnya23.
21

Sudiknomertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta, Liberty, 1988),

22

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung, Alumni, 1991), Hal. 13
Satjipto Rahardjo, Op.cit, Hal. 159

Hal. 58
23

Universitas Sumatera Utara

29

Proses

pencapaian

keadilan

tersebut,

diperlukan

penyeimbangan-

penyeimbangan dalam hal penegakan hukum guna membatasi kebutuhan-kebutuhan
hidup manusia satu dengan yang lain.
Cita-cita keadilan yang hidup dalam hati rakyat dan yang dituju oleh
pemerintah merupakan simbol dari harmonisasi yang tidak memihak antara
kepentingan-kepentingan individu yang satu terhadap yang lain 24. Keadilan terpenuhi
bila institusi-institusi suatu masyarakat diatur untuk mencapai keseimbangan dan
kebahagian dengan pertimbangan-pertimbangan moral dan keadilan25.
2. Landasan Konsepsional
Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh
suatu proses yang berjalan dalam suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian
untuk keperluan analitis26. Kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa
konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum27.
Bertolak belakang dari kerangka teori yang dijabarkan sebelumnya, berikut
disusun kerangka konsep yang dapat dijadikan sebagai pedoman penelitian ini, yaitu
sebagai berikut:

24

R. Abdussalam, Prospek Hukum Pidana Indonesia Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan
Masyarakat, (Jakarta, Restu Agung, 2006), Hal. 16
25
Ibid, Hal. 17
26
Satjipto Rahardjo, Konsep Ilmu Hukum, (Bandung, Citra Adithya Bakti, 1996), Hal. 397
27
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995), Hal. 7

Universitas Sumatera Utara

30

a. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga
polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan28.
b. Kepolisian Resor Kota Medan adalah wilayah kerja polisi untuk menjalankan
fungsinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c. Tindak Pidana adalah perbuatan yang bersifat melanggar atau melawan
hukum dan dapat diberikan sanksi dan merugikan masyarakat. Perbuatan akan
menjadi tindak pidana, apabila perbuatan itu melawan hukum, merugikan
masyarakat, dilarang oleh aturan pidana, dan pelakunya diancam dengan
pidana29.
d. Pencabulan adalah salah satu jenis tindak pidana dimana perbuatan cabul itu
dilakukan melanggar kesusilaan terhadap orang dengan nafsu birahi seperti
cium-ciuman, meraba-raba buah dada, memasukkan suatu benda kealat
kemaluan orang, menyetubuhi dengan memaksa atau tanpa ada daya
perlawanan dari korban dibawah umur.
e. Anak Pelaku Tindak Pidana adalah anak yang melakukan suatu peristiwa
pidana atau kejahatan.
f. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa pidana yang diduga sebagai tindak pidana guna

28

UU No. 2 Tahun 2002, Op.cit. Hal. 2
Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2, (Jakarta,
Pradnya Paramita, 1997), Hal. 16
29

Universitas Sumatera Utara

31

menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur undang-undang ini30.
g. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yagn diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya31.
G. Metode Penelitian
Metode berasal dari bahasal Yunani yaitu “methods” yang berarti jalan dan
cara, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk dapat
memahami objek yan gmenjadi sasaran ilmu yang bersangkutan32.
Penelitian berasal dari bahasa Inggris yaitu research, yang berasal dari kata re
(kembali) dan to search (mencari). Dengan demikian secara logawiyah berarti
“mencari kembali”33. Penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk
mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten 34. Menurut
Soemitro Ronny Hanintijo, pada saat melakukan penelitian seseorang harus
memperhatikan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya35.

30

M. Karjadi, R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan
Resmi dan Komentar, (Bogor, POLITEIA, 1998), Hal. 3
31
Ibid
32
Koentjara Ningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta, Gramedia, 1997), Hal.
16
33
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1997),
Hal. 27
34
Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, (2001), Op.cit, Hal. 1
35
Soemitro Ronny Hanintijo, Metode Penelitian Hukum dan Juru Materi, (Jakarta, Ghalia
Indonesia, 2005), Hal. 9

Universitas Sumatera Utara

32

Menurut Sunaryati Hartono36, metode penelitian adalah cara atau jalan atau
proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan teoriteori yang logis analitis (logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus dan teori suatu
ilmu (atau beberapa cabang ilmu) tertentu, untuk menguji kebenaran (atau
mengadakan verifikasi) suatu hipótesis atau teori tentang gejala-gejala atau peristiwa
ilmiah, peristiwa sosial atau peristiwa hukum tertentu.
Sesuai dengan permasalahan yang ingin diteliti untuk menjawab tujuan dalam
penelitian ini, maka langkah-langkah metode penelitian yang dipergunakan adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yuridis empiris adalah metode
penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer.37 Penelitian ini bersifat
penelitian deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan fakta-fakta
menyangkut permasalahan dalam penelitian ini baik dalam kerangka sistematisasi
maupun

sinkronisasi

berdasarkan

aspek

yuridis

dengan

tujuan

menjawab

permasalahan yang menjadi objek penelitian38.

36

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung,
Alumni, 1994), Hal. 105
37
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta, Rajawali Pers, 2001), Hal. 14
38
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, cetakan ketiga, (Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2001), Hal. 116-117

Universitas Sumatera Utara

33

2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari data primer
dam data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier.
a. Data Primer
Data diambil secara langsung di lapangan melalui wawancara dari beberapa
narasumber

yang

dapat

membantu

menerangkan

dan

menjelaskan

pokok

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.
b. Data Sekunder
1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri atas:
a) Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
b) Peraturan Kapolri No. 12 tahun 2009 tentang Pengawasan Dan Pengendalian
Penanganan Perkara Tindak Pidana DI Lingkungan Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
c) Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak
pidana Sebagai Pengganti Perkap No. 12 tahun 2009;
d) Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
e) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
f) Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
2) Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer terdiri atas buku-buku teks; jurnal-jurnal ilmiah;

Universitas Sumatera Utara

34

majalah; laporan dari Kepolisian Resor Kota Medan; termasuk makalahmakalah dan media Internet
3) Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus
umum, kamus hukum, kamus bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Studi lapangan
Teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan yang langsung
turun ke lokasi penelitian untuk mencari data di lapangan (field research)
sebagai data primer yang akan mendukung dan memperkuat argumentasiargumentasi yang dibahas dalam penelitian ini. Penelitian ini dicapai
dengan cara wawancara langsung yaitu mengumpulkan data dari nara
sumber yang berasal dari pejabat Kepolisian Republik Indonesia Resor
Kota Medan, beberapa masyarakat Kota Medan. Teknik ini dilakukan
dengan cara:
1) Observasi (pengamatan), mengumpulkan data tentang pelaksanaan
penyelidikan dan penyidikan dengan cara mencatat.
2) Wawancara, yaitu mengumpulkan data dari nara sumber diantaranya
berasal dari pejabat Kepolisian Resor Kota Medan Unit Perlindungan

Universitas Sumatera Utara

35

Perempuan dan Anak (PPA), tersangka, masyarakat serta instansiinstansi yang terkait dalam penelitian ini.
b. Studi Pustaka
Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui studi pustaka (library
research) yaitu mencari data atau informasi yang menyangkut masalah
yang ingin diteliti dalam penelitian dengan mempelajari buku-buku,
jurnal, majalah, surat kabar, dan berbagai tulisan atau media informasi
yang berhubungan dengan masalah yang ingin diteliti.
Data hasil studi lapangan (field research) dan studi pustaka (library research)
tersebut akan digunakan secara bersamaan untuk menjawab permasalahan yang
diteliti secara optimalisasi.
4. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri yang sama.
Populasi dapat berupa himpunan orang, benda (hidup atau mati), kejadian, kasuskasus, waktu, atau tempat, dengan sifat atau ciri yang sama.39 Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh kasus tindak pidana pencabulan yang ada di Kepolisian
Resor Kota Medan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun yaitu dari tahun 2009 hingga
2013.

39

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1997),

Hal. 118

Universitas Sumatera Utara

36

b. Sampel
Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi40. Sampel dalam
penelitian ini adalah kasus tindak pidana pencabulan yang ada di Kepolisian Resor
Kota Medan mulai dari tahun 2009 hingga 2013. Oleh karena banyaknya jumlah
kasus tindak pidana pencabulan yang ada di Kepolisian Resor Kota Medan, observasi
yang dilakukan terhadap beberapa kasus tindak pidana pencabulan tersebut hanya
diambil sebagian saja karena peneliti tidak mampu untuk melakukan observasi
terhadap seluruh kasus tindak pidana pencabulan tersebut. Sehingga peneliti
mengambil sampel sebanyak 10 (sepuluh) kasus tindak pidana pencabulan.
5. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif yakni mengumpulkan fakta-fakta di
lapangan kemudian dihubungkan dengan menjelaskan, menguraikan teori-teori,
doktrin-doktrin, dan pasal-pasal di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Kapolri (PERKAP), Kitab Undangudang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-udang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undangundang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Data yang telah
dianalisis secara kualitatif tersebut, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan secara
deduktif (logika berpikir mulai dari umum ke khusus) dengan menyatukan
permasalahan yang diteliti dan dioptimalisasi sehingga didapat penjelasan
permasalahan dalam penelitian ini.
40

Ibid, Hal. 119

Universitas Sumatera Utara