Hubungan Kadar Matrix Metalloproteinase-3 dengan Gangguan Pendengaran pada Pasien Artritis Reumatoid Chapter III VI

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini analitik dengan pendekatan cross-sectional dimana
dilakukan

satu

kali

pengukuran

pada

variabel

dependen

dan

independennya.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji
Adam Malik Medan. Diagnosis AR ditegakkan di Sub Divisi Reumatologi
Departemen

Ilmu

Penyakit

Dalam.

Pemeriksaan

telinga,

hidung,

tenggorok, kepala, dan leher dilakukan di Departemen Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher (T.H.T.K.L.). Pemeriksaan immunoassay
MMP-3 dilakukan di Departemen Patologi Klinik. Pengambilan sampel

dilakukan sejak bulan Maret 2015 hingga Mei 2016.
3.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh pasien AR yang didiagnosis berdasarkan
kriteria ARA oleh dokter ahli konsultan reumatologi.
3.3.2 Sampel penelitian
Sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok AR GP
(+) dan AR GP (-). Pasien AR dengan gangguan pendengaran
dimasukkan kedalam kelompok AR GP (+). Sedangkan pasien AR tanpa
gangguan pendengaran dimasukkan kedalam kelompok AR GP (-)
sebagai pembanding. Kriteria seleksi sampel terdiri atas:

Universitas Sumatera Utara

Kriteria inklusi
1. Pasien laki-laki maupun perempuan yang berusia 16-55 tahun.
2. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian dengan menandatangani
informed consent.
Kriteria eksklusi
1. Menderita penyakit


sistemik

lain seperti:

diabetes

mellitus,

hipertensi, hiperlipidemia, dll.
3.3.3 Besar sampel
Sampel ditentukan dengan menggunakan rumus dua populasi tidak
berpasangan, yaitu:

Keterangan:

(�� + ��) �
�1 = �2 = 2 �

(�1 − �2 )


2



= 1,96 (Batas kepercayaan 95%)



= 0,84 (Kekuatan uji 80%)

s

= simpang baku kedua kelompok (dari pustaka)

�1 -�2 = perbedaan klinis yang diinginkan

2

(1,96 + 0,84) 71

�1 = �2 = 2 �

(98,30 − 36,17)
�1 = �2 = 21 orang
Berdasarkan rumus diatas ditentukan jumlah sampel yang diteliti sejumlah
42 orang, yang terdiri atas 21 orang pada kelompok AR GP (+) dan 21

orang pada kelompok AR GP (-).
3.4 Variabel Penelitian
- Variabel dependen

: kadar MMP-3

- Variabel independen : ganguan pendengaran

Universitas Sumatera Utara

3.5 Definisi Operasional
3.5.1 Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien sesuai dengan yang
tercatat pada rekam medis, yaitu:

1)

Laki-laki

2)

Perempuan

3.5.2 Usia

dihitung

dalam

tahun

menurut

ulang


tahun

terakhir.

Perhitungan usia berdasarkan kalender Masehi dan dibagi atas:
1) ≤20 tahun
2) 21-30 tahun
3) 31-40 tahun
4) ≥40 tahun
3.5.3 Durasi penyakit adalah waktu sejak pertama kali dirasakannya
keluhan sampai saat penelitian dilakukan, dibagi atas:
1)

≤5 tahun

2)

6-10 tahun

3)


≥11 tahun

3.5.4 Matrix Metalloproteinase-3 (MMP-3 atau stromelysin-1) adalah
proteinase yang disekresikan oleh fibroblas dan kondrosit sinovial.
Aktivitasnya menyebabkan degradasi protein inti aggrecan, protein
tulang rawan, fibronektin, dan kolagen tipe IV, VII, IX, dan XI.
Pemeriksaan immunoassay kadar MMP-3 total plasma pasien
dilakukan dengan metode ELISA. Diukur dengan Chemwell® 2910
Automated EIA and Chemistry Analyzer (Awareness

Technology

Inc, Palm City, FL, USA). Kadar MMP-3 dinyatakan dalam ng/mL.
3.5.5 Gangguan

pendengaran

adalah


berkurangnya

kemampuan

mendengar baik sebagian atau seluruhnya, pada salah satu atau
kedua telinga, baik derajat ringan atau lebih berat dengan ambang
pendengaran rerata lebih dari 26 dB pada frekuensi 500, 1000,
2000 dan 4000 Hz (Soetirto, Hendarmin, dan Bashirudddin, 2010).
Gangguan pendengaran diklasifikasikan berdasarkan: SNHL jika
hantaran udara (Air Conduction/AC) dan hantaran tulang (Bone

Universitas Sumatera Utara

Conduction/BC) >25 dBHL, CHL jika didapatkan Air-Bone Gap
(ABG) ≥10 dBHL pada sedikitnya dua frekuensi yang berurutan,
atau MHL jika AC dan BC>25 dBHL dengan ABG
≥10 dBHL pada
sedikitnya dua frekuensi yang berurutan (Katz, et al., 2009). Subjek
dinyatakan mengalami gangguan pendengaran jika salah satu atau
kedua telinganya mengalami gangguan pendengaran. Untuk

menilai perbedaan rerata AC, BC, ABG, dan ambang dengar
diambil nilai ambang tertinggi diantara kedua telinga. Pada
penelitian ini, jenis gangguan pendengaran dibagi menjadi:
1) SNHL (Sensorineural Hearing Loss/gangguan pendengaran
sensorineural)
2) CHL (Conductive Hearing Loss/gangguan pendengaran
konduktif)
3) Mixed-HL (mixed Hearing Loss/gangguan pendengaran
campuran)
3.5.6 Derajat gangguan pendengaran diklasifikasikan berdasarkan ISO.
Adapun interpretasi hasil berdasarkan International Standard
Organization (ISO) tentang derajat gangguan pendengaran adalah:
pendengaran normal (≤25 dBHL), gangguan pendengaran ringan
(26-40 dBHL), gangguan pendengaran sedang (41-60 dBHL),
gangguan

pendengaran

berat


(61-80

dBHL),

gangguan

pendengaran sangat berat (≥81 dBHL) (Soetirto, Hendarmin, dan
Bashirudddin, 2010). Pada penelitian ini, derajat gangguan
pendengaran dibagi menjadi:
1) Sangat Berat
2) Berat
3) Sedang
4) Ringan
5) Normal

Universitas Sumatera Utara

3.5.7 Ambang hantaran udara adalah hasil penilaian terhadap jalur
pendengaran secara keseluruhan dan biasanya diukur dengan
mengunakan earphone. Saat suara disajikan melalui earphone
sensitivitas pendengaran dapat dinilai pada masing-masing telinga
secara terpisah. Hasil pengukuran dinyatakan dalam desibel (dB)
(Katz, et al., 2009).
3.5.8 Ambang hantaran tulang adalah hasil penilaian yang diukur dengan
menempatkan vibrator pada tulang dimana telinga diperiksa secara
terpisah. Biasanya dengan menyajikan suara masking pada telinga
yang tidak diperiksa. Tujuan pemeriksaan hantaran tulang adalah
untuk mem-bypass telinga luar dan telinga tengah dan untuk
menstimulasi koklea secara langsung. Hasil pengukuran dinyatakan
dalam desibel (dB) (Katz, et al., 2009).
3.5.9 Air-Bone Gap (ABG) adalah selisih 10 dB atau lebih antara
hantaran udara dan hantaran tulang pada 2 frekuensi berurutan
(Katz, et al., 2009).
3.5.10 Rerata Ambang Dengar (AD) adalah tingkat intensitas terendah
tiap frekuensi yang masih dapat didengar dengan pemeriksaan
audiometri nada murni, dengan satuan desibel (dB) dan yang
digunakan adalah ambang dengar hantaran udara. Dalam
menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar
hantaran udara saja yaitu dengan menggunakan rumus:

AD = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz
4
(Soetirto, Hendarmin, dan Bashirudddin, 2010)
3.5.11 Timpanogram adalah suatu penyajian berbentuk grafik dari
kelenturan relatif sistem timpano-osikular (Greenfield, Lassman,
dan Levine, 1996; Katz, et al., 2009). Tipe A terdapat pada fungsi
telinga tengah yang normal. Mempunyai bentuk khas, dimana
puncak imitans berada pada titik 0 daPa dan penurunan imitans
yang tajam dari titik 0 ke arah negatif atau positif. Tipe As terdapat

Universitas Sumatera Utara

pada otosklerosis dan keadaan membran timpani yang berparut.
Timpanogram kelihatan seperti tipe A (normal), dimana puncak
berada atau dekat titik 0 daPa, tapi dengan ketinggian puncak
yang secara signifikan berkurang. Huruf s dibelakang A berarti
stiffness atau shallowness. Tipe Ad terdapat pada keadaan
membran timpani yang flaksid atau diskontinuitas (kadang-kadang
sebagian) dari tulang-tulang pendengaran. Timpanogram kelihatan
seperti tipe A (normal), tetapi dengan puncak lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan normal. Huruf d di belakang A berarti deep
atau discontinuity. Tipe B terdapat pada kavum timpani yang berisi
cairan, misalnya pada otitis media efusi. Timpanogram tidak
memiliki puncak dan cenderung mendatar atau sedikit membulat.
ECV dalam batas normal, terdapat sedikit atau tidak ada
abnormalitas pada telinga tengah. Bila tidak ada puncak tetapi
ECV > normal, ini menunjukkan adanya perforasi pada membran
timpani. Tipe C terdapat pada keadaan membran timpani yang
retraksi dan malfungsi dari tuba eustachius. Tekanan telinga
tengah negatif, titik puncak berada pada titik > -150 daPa (Jerger,
1970; Stach, 1998). Pada penelitian ini, tipe timpanogram
diklasifikasikan berdasarkan Jerger’s Classification, yaitu:
1) Tipe A
2) Tipe As
3) Tipe Ad
4) Tipe B
5) Tipe C

Universitas Sumatera Utara

3.6 Alat dan Bahan Penelitian
Penelitian ini membutuhkan beberapa bahan dan peralatan sebagai
berikut:
1) Catatan medis penderita dan status penelitian penderita
2) Formulir persetujuan ikut penelitian
3) Kuesioner penelitian
4) Lampu kepala merk Ryne
5) Spekulum telinga merk Hartmann
6) Otoskop merk Riester
7) Larutan Peroksida 3 % (H2O2 3%)
8) Alat penghisap (suction) merk Thomas Medipump tipe 1132 GL
9) Kanul penghisap nomor 6 dan 8 tipe Fergusson
10) Spekulum hidung merk Renz
11) Spatel lidah merk Renz
12) Kaca laringoskopi dan kaca rinoskopi merk Renz
13) Pengait serumen merk Renz
14) Quantikine® ELISA kits dari R&D System (Minneapolis, USA)
15) Chemwell®

2910

Automated

EIA

and

Chemistry

Analyzer

(Awareness Technology Inc, Palm City, FL, USA)
16) AD-28 Interacoustics Clinical Audiometer (Interacoustics, Assens,
Denmark)
17) Interacoustics
Assens,

AA222

Impedans

Audiometer

(Interacoustics,

Denmark)

Alat dan bahan assay:
1. Microplate MMP3
2. Konsentrat buffer pembilas
3. Standar Human MMP3 rekombinan
4. Pengencer assay
5. Biotinylated anti-Human MMP3
6. Konsentrat HRP-Streptavidin

Universitas Sumatera Utara

7. Reagen TMB One-Step Substrate
8. Stop solution
9. Pembaca microplate
10. Pipet
11. Silinder 100 mL and 1 liter
12. Kertas pengering
13. Cairan terdestilasi atau terionisasi
14. Tabung untuk mempersiapkan standar atau pengenceran sampel.
Persiapan standar:
1. Putar vial standar MMP3. Siapkan 200 ng/mL standar MMP3
dengan menambahkan 400 μL pengencer assay kedalam vial.
Campurkan bubuk dengan pencampuran lembut
2. Tabung diberikan label 1-6
3. Siapkan standar 1 dengan menambahkan 250 μL 200 ng/mL
standar kedalam 250 μL pengencer assay kedalam tabung 1.
Campur hingga merata
4. Ambil 400 μL pengencer assay kedalam tabung lainnya
5. Siapkan standar 2 dengan memindahkan 200 μL dari tabung 1 ke
dalam tabung 2. Campur hingga merata.
6. Siapkan standar 3 dengan memindahkan 200 μL dari tabung 2 ke
tabung 3. Campur hingga merata.
7. Lanjutkan pengenceran hingga didapatkan standar 0 (0 pg/mL)
Persiapan sampel assay:
Plasma pasien AR diambil dengan menggunakan sitrat sebagai
antikoagulan. Partikel-partikel disingkirkan dengan sentrifugasi dan
dibekukan pada suhu 23°C.
Prosedur assay:
1. Tambahkan 100 μL setiap standar dan sampel kedalam tabung
yang sesuai. Tutup tabung dan inkubasikan selama 2,5 jam pada

Universitas Sumatera Utara

suhu ruangan atau satu malam

pada suhu

4°C dengan

pencampuran yang lembut.
2. Buang larutan tersebut dan bilas 4 x, dengan larutan pembilas.
Bilas dengan mengisi setiap tabung dengan larutan pembilas (300
mikro L) menggunakan pipet multichannel atau auto washer.
Mengangkat larutan dengan sempurna pada setiap tahap berguna
untuk memperoleh hasil yang baik. Setelah pembilasan terakhir,
angkat sisa larutan dengan mengaspirasinya. Balikkan cakramnya
dan keringkan dengan kertas pengering.
3. Tambahkan 100 mikroL Biotinylated MMP3 Detection Antibody
pada setiap tabung. Inkubasikan selama 1 jam pada suhu ruangan
dengan pancampuran lembut.
4. Buang larutan tersebut. Ulangi pembilasan seperti pada langkah 2.
5. Tambahkan 100 μL larutan HRP-Streptavidin pada masing-masing
tabung. Inkubasikan selama 45 menit pada suhu ruangan dengan
pencampuran lembut.
6. Keluarkan larutan. Ulangi pembilasan seperti pada langkah 2
7. Tambahkan 100 μL Reagen TMB One-Step Substrate pada
masing-masisng tabung.
8. Inkubasikan selama 30 menit pada suhu ruangan di ruangan yang
gelap dengan pencampuran lembut.
9. Tambahkan 50 μL stop solution pada setiap tabung. Dilakukan
pembacaan pada 450 nm.

Prosedur pemeriksaan audiometri nada murni
Untuk pemeriksaan audiometri nada murni,

perlu diperhatikan

beberapa syarat antara lain (Kolegium Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L., 2008):
1. Alat audiometer yang telah distandardisasi oleh American National
Standards Institute (ANSI).
2. Suasana yang tenang. Bila perlu ruangan kedap suara.
3. Pemeriksa yang sabar dan teliti.

Universitas Sumatera Utara

Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik maka prosedur yang
perlu diperhatikan antara lain (Kolegium Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L.,
2008):
1. Penderita ditempatkan sedemikian rupa sehingga ia tidak melihat
gerakan tangan pemeriksa, karena hal ini akan mempengaruhi
penderita bahwa nada tes sedang disajikan.
2. Untuk mengurangi interferensi dari suara-suara latar belakang yang
berasal dari sekitarnya maka tempat yang terbaik adalah ruangan
kedap suara akan tetapi bila tidak ada maka tes dilakukan di
ruangan tersembunyi.
3. Instruksi kepada penderita harus jelas misalnya “anda akan
diperiksa dan akan mendengar bunyi yang kadang-kadang keras
dan kadang-kadang lemah melalui earphone. Bila mendengar bunyi
itu, tekan tombol dan acungkan tangan. Kalau mendengar di
sebelah kanan acungkan tangan kanan dan kalau didengar pada
telinga kiri maka acungkan tangan kiri”.
4. Earphone harus diletakkan secara tepat diatas liang telinga
luar,warna merah di sebelah kanan dan warna biru di sebelah kiri.
5. Telinga yang diperiksa terlebih dahulu harus yang berfungsi lebih
baik. Bila oleh penderita mengatakan kedua telinga sama tulinya,
maka yang diperiksakan terlebih dahulu adalah telinga kanan.
6. Penyajian nada tes tidak boleh dengan irama yang konstan dan
lamanya interval antara dua bunyi harus selalu diubah-ubah.
7. Pemeriksaan pertama dimulai pada frekuensi 1000 Hz karena nada
ini dapat memberi hasil akurat yang konsisten. Kemudian periksa
nada-nada lebih tinggi 2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 6000 Hz, dan
8000 Hz.
Untuk menentukan nilai ambang tiap-tiap frekuensi dilakukan sebagai
berikut (Kolegium Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L., 2008):
1. Putar tombol (dial) pada kedudukan 0 dB dan sajikan bunyi selama
1-2 detik. Bila tidak ada respon, intensitas dinaikkan 5 dB, demikian

Universitas Sumatera Utara

seterusnya sampai ada respon. Jika sudah ada respon, turunkan
intensitasnya 5 dB sebagai cross check dan bila tidak mendengar
maka inilah nilai ambang frekuensi tersebut. Untuk telinga kanan
diberikan kode O dan telinga kiri diberi kode X pada audiogram.
2. Cara yang sama dilakukan untuk frekuensi-frekuensi yang lain.
Prosedur pemeriksaan timpanometri
Alat pemeriksaan (probe) dimasukkan ke dalam liang telinga. Alat
tersebut memancarkan sebuah nada dengan frekuensi 220 Hz. Alat
lainnya mendeteksi respon dari membran timpani terhadap nada tersebut.
Secara bersamaan, probe yang menutupi liang telinga menghadirkan
berbagai jenis tekanan udara. Pertama positif, kemudian negatif ke dalam
liang telinga. Jumlah energi yang dipancarkan berhubungan langsung
dengan compliance. Compliance menunjukkan jumlah mobilitas di telinga
tengah. Compliance yang rendah menunjukkan kekakuan atau obstruksi
pada telinga tengah. Data-data yang didapat membentuk sebuah gambar
dua dimensi pengukuran mobilitas membran timpani. Pada telinga normal,
kurva yang timbul menyerupai gambaran lonceng (Stach, 1998).
Tekanan telinga tengah dinilai dengan bermacam-macam tekanan
pada liang telinga yang ditutup probe sampai SPL berada pada titik
minimum. Hal ini menggambarkan penghantaran bunyi yang maksimum
melalui telinga tengah. Tetapi bila tekanan udara dalam salah satu liang
telinga lebih dari (tekanan positif) atau kurang dari (tekanan negatif)
tekanan dalam kavum timpani, imitans sistem akan berubah dan aliran
energi berkurang. Pada tekanan yang bervariasi diatas atau di bawah titik
maksimum, SPL nada pemeriksaan di dalam liang telinga bertambah,
menggambarkan sebuah penurunan dalam penghantaran bunyi yang
melalui telinga tengah (Stach, 1998).

Universitas Sumatera Utara

3.7 Kerangka Kerja
Kerangka kerja penelitian ini diperlihatkan pada Gambar 3.1 berikut.
Seluruh pasien AR yang didiagnosis
berdasarkan kriteria ARA oleh dokter
ahli konsultan reumatologi
Dicatat jenis kelamin, umur,
dan durasi penyakitnya
Pemeriksaan T.H.T.K.L. rutin

Normal

Eksklusi

Tidak

Pemeriksaan audiometri
nada murni

Pemeriksaan Timpanometri

Didapatkan gangguan
pendengaran

Tidak didapatkan gangguan
pendengaran

Kelompok AR GP (+)
(n=21 orang)

Kelompok AR GP (-)
(n=21 orang)

Pemeriksaan immunoassay MMP-3
plasma darah
Gambar 3.1 Kerangka Kerja
Keterangan Gambar 3.1:
Seluruh pasien AR yang didiagnosis berdasarkan kriteria ARA oleh
dokter ahli konsultan reumatologi dicatat jenis kelamin, umur, dan durasi
penyakitnya. Kemudian dilakukan pemeriksaan T.H.T.K.L. rutin di
Departemen T.H.T.K.L. Pasien yang pada pemeriksaan T.H.T.K.L. rutin
dinyatakan tidak normal dieksklusikan. Sedangkan pasien yang pada
pemeriksaan T.H.T.K.L. rutin dinyatakan normal dilakukan pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

audiologi yang terdiri atas pemeriksaan audiometri nada murni dan
timpanometri. Pasien yang pada hasil pemeriksaan audiometri nada
murninya didapatkan gangguan pendengaran dimasukkan ke dalam
kelompok AR GP (+) yaitu sebanyak 21 pasien. Sedangkan pasien yang
pada hasil pemeriksaan audiometri nada murninya tidak didapatkan
gangguan pendengaran dimasukkan ke dalam kelompok AR GP (-)
sebagai pembanding yaitu sebanyak 21 orang. Kemudian dilakukan
pengambilan darah pada kedua kelompok tersebut untuk pemeriksaan
immunoassay MMP-3 plasma.
3.8 Analisis Data
Hasil pemeriksaan audiometri nada murni yang berupa jenis dan
derajat gangguan pendengaran disajikan dalam bentuk grafik. Untuk
mengetahui perbedaan rerata ambang hantaran udara, rerata ambang
hantaran tulang, rerata air-bone gap, maupun rerata ambang dengar
digunakan independent t-test. Hasil pemeriksaan timpanometri yang
berupa tipe timpanogram disajikan dalam bentuk grafik. Rerata kadar
MMP-3 disajikan dalam bentuk grafik kemudian digunakan independent ttest untuk mengetahui perbedaan rerata kadar MMP-3 pada kedua
kelompok. Program Statistical Product and Service Solutions (SPSS)
digunakan untuk uji statistik. Dinyatakan bermakna secara statistik jika
diperoleh nilai p0,05).
Pasien-pasien tersebut sedang menjalani pengobatan dengan obat anti
inflamasi, baik steroid maupun non-steroid. Obat Anti Inflamasi NonSteroid (OAINS) yang digunakan yaitu natrium diklofenak, ibuprofen,
meloksikam, atau parasetamol. Obat golongan steroid yang digunakan
yaitu metilprednisolon atau prednison. Obat lain yang dikonsumsi adalah
golongan Disease Modifying Antirheumatic Drugs (DMARDs) yaitu
metotreksat atau klorokuin. Pasien-pasien tersebut mengkonsumsi obat
secara tunggal maupun kombinasi.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1 Proporsi Jenis Kelamin, Usia, dan Durasi Penyakit

Jenis Kelamin
Usia (tahun)

Durasi
(tahun)

Laki-laki

Perempuan
≤20
21-30
31-40
≥41
penyakit ≤5
6-10
≥11

Kelompok AR GP
(+)
n
%
5
23,8
16
76,2
1
4,8
7
33,3
5
23,8
8
38,1
14
66,7
7
33,3
0
0

Kelompok AR GP
(-)
n
%
5
23,8
16
76,2
1
4,8
7
33,3
5
23,8
8
38,1
17
81,0
3
14,3
1
4,8

4.3 Proporsi Jenis dan Derajat Gangguan Pendengaran pada
Kelompok AR dengan Gangguan Pendengaran
Pemeriksaan audiometri nada murni mendapatkan rerata ambang
dengar kelompok AR GP (+) yaitu 38,39±3,37 dBHL dan kelompok AR GP
(-) yaitu 20,48±0,72 dBHL. Dengan menggunakan independent t-test,
didapatkan perbedaan yang bermakna (p