Fenomena Sekkusu Shinai Shokogun Di Jepang Dewasa Ini Chapter III IV

BAB III
DAMPAK DAN USAHA MENGATASI FENOMENA SEKKUSU SHINAI
SHOKOGUN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG
Seperti halnya masalah sosial lainnya, fenomena Sekkusu shinai shokogun
ini turut memberi dampak terhadap kaum muda, masyarakat, juga negara dalam
kehidupan sosial masyarakat Jepang.
Adapun dampak dari fenomena Sekkusu shinai shokogun tersebut adalah
sebagai berikut:
3.1 Diri Sendiri (Pelaku Sekkusu Shinai Shokogun )
Disadari atau tidak fenomena Sekkusu shinai shokogun memiliki dampak
negatif bagi pelakunya. Dampak negatif bagi pelaku Sekkusu shinai shokogun
akan terasa nanti kalau telah memasuki usia tua. Pelaku Sekkusu shinai shokogun
akan hidup sendiri tidak ada pendamping hidup. Selain itu dampak yang
ditimbulkan oleh fenomena Sekkusu shinai shokogun untuk diri sendiri yaitu
membuat diri kesepian, tidak memiliki keturunan, membuat hidup tidak teratur,
dan hilangnya hasrat untuk berhubungan seks untuk selamanya, serta menjadi
masyarakat yang individualis.
Usaha yang dilakukan diri sendiri atau pelaku Sekkusu shinai shokogun
untuk mengatasi masalah yang terjadi:
1. Melakukan Konsultasi
Kaum muda Jepang harus sering melakukan konsultasi tentang baiknya menjalin

hubungan lawan jenis, pernikahan, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan
yang membuat kaum muda Jepang saat ini menghidari, tidak melakukan bahkan

39
Universitas Sumatera Utara

tidak memiliki hasrat untuk melakukan hubungan seksual atu hubungan intim
kepada konsultan yang berkompeten dalam bidangnya.
2. Mengubah Pola Pikir
Kaum muda Jepang harus mengubah pola pikirnya terhadap pernikahan
dan menjalin sebuah hubungan yang serius. Pola pikir dimana pernikahan
memberikan kebahagian, kesenangan, dan hal-hal baik lainnya. Bukannya
pernikahan membuat seseorang tidak bebas, terkekang, dan hal-hal yang seakan
pernikahan membuat seseorang tidak berkembang. Mengembalikan pola pikir
bahwa perikahan banyak gunanya, bukan pernikahan tidak ada gunanya.
3. Mengurangi Jam dalam Bekerja
Seseorang baik laki-laki maupun perempuan harus mengurangi jam
bekerjanya. Seseorang tidak harus menghabiskan waktunya hanya untuk urusan
pekerjaan saja. Untuk mengembalikan hasrat atau keinginan untuk melakukan
hubungan seksual atau hubungan intim. Pemikiran untuk membuat ikatan atau

menikah kembali ada kepada yang belum menikah. Seseorang yang sudah
menikah akan mengembalikan keadaan kondusif seperti biasanya dalam hubungan
intim antar pasangan.

3.2 Masyarakat
Masyarakat Jepang yang terkenal dengan komitmen untuk membuat ikatan
tidak sekuat dulu lagi. Jeff Kingston, seorang pengamat Jepang, menyatakan saat
ini kohesi sosial diantara masyarakat Jepang telah melemah. Masyarakat tidak lagi
terlalu peduli tentang orang-orang yang tinggal di lingkungan sekitarnya atau pun
mencampuri urusan orang. Banyaknya contok kasus fenomena Sekkusu shinai

40
Universitas Sumatera Utara

shokogun yang terjadi pada kaum muda Jepang. Dan ketika pemerintah

mengadakan survei yang terlihat dimana hasilnya, begita banyaknya laki-laki
maupun perempuan dalam beberapa bulan terakhir tidak melakukan hubungan
seks akibat kekelahan bekerja dan alasan-alasan lainnya.
Peningkatan jumlah kasus fenomena Sekkusu shinai shokogun pada kaum

muda di Jepang dari waktu ke waktu akhirnya mulai menggugah perhatian
masyarakat untuk lebih peduli terhadap kaum muda yang enggan untuk membuat
sebuah ikatan pernikahan.
Meningkatnya setiap tahun fenomena Sekkusu shinai shokogun yang
terjadi di Jepang merupakan hal yang meresahkan juga bagi masyarakat Jepang
sendiri dan memberikan dampak yang sangat besar dalam kehidupan sosial
masyarakat Jepang.
Dampak yang ditimbulkan oleh fenomena Sekkusu shinai shokogun bagi
masyarakat Jepang diantaranya yaitu:
1. Bisa mempengaruhi masyarakat lain untuk mengikuti pola pikir pelaku
Sekkusu shinai shokogun yang nantinya membuat statistiknya

bertambah banyak.
2. Menambah masalah sosial dalam masyarakat di Jepang yang
sepenuhnya belum teratasi satu persatu.
3. Membuat masyarakat yang menghabiskan waktu untuk bekerja saja
semakin apatis terhadap melakukan hubungan intim apalagi sampai
melakukan pernikahan.
Usaha untuk mengatasi berkembangnya fenomena Sekkusu shinai
shokogun oleh masyarakat, diantaranya:


41
Universitas Sumatera Utara

1. Melestarikan Tradisi Perjodohan Omiai
Walaupun mempunyai jam kerja yang padat, seseorang ingin segera
menikah dan membangun rumah tangga. Bisa mengikuti omiai untuk mencari
jodoh atau pasangan hidup.

Omiai sendiri bisa dikatakan perjodohan yang melibatkan orang tua dari

kedua belah pihak. Ada juga yang melakukannya seperti kencan buta, bedanya
pada kencan tersebut, satu sama lain saling menceritakan diri masing-masing dan
mengharapkan terjadinya persetujuan untuk menikah. Di zaman modern ini, ada
yang menyediakan jasa perantara untuk omiai. Jasa pertama, orang yang ingin
melakukan omiai mengajukan proposal ke perantara. Kemudian perantara tersebut
memilih dua pasangan yang cocok menurut latar belakang masing-masing. Pada
pertemuan pertama biasanya hanya sekedar basa-basi dengan saling bertukar
informasi. Kemudian di akhir pertemuan akan di putuskan akan dilanjutkan atau
tidak. Hal ini pun juga harus disetujui oleh orang tua dari kedua belah

pihak. Kedua pasangan yang akan di jodohkan bertemu secara langsung di tempat
yang kesannya pribadi seperti ruang privat hotel, rumah pihak pria, maupun
wanita. Pakaian yang dikenakan pun harus formal dan biasanya beberapa orang
memakai pakaian tradisonal Jepang. Kedua belah pihak melakukan acara makan
bersama. Dan setelah acara pendahuluan itu selesai, biasanya para orang tua akan
meninggalkan pasangan tersebut berbincang bincang berdua untuk saling
mengenal. Jasa kedua memilih cara yang lebih simple. Perantara akan menggelar
pesta yang diikuti oleh anggota omiai dengan harapan dalam pesta tersebut
mereka saling berinteraksi dan bertukar informasi sehingga mendapatkan

42
Universitas Sumatera Utara

pasangan yang cocok. Biasanya pada saat omiai, pasangan tidak membicarakan
hal seperti mantan kekasih, pandangan politik, masalah pendapatan, dan agama.
Setelah dilakukan pertemuan secara berkala, maka pasangan akan memutuskan
akan menikah atau tidak. Jika akhirnya memutuskan untuk menikah, maka si
perantara akan mendapatkan 10% dari mas kawin sebagai tanda terima kasih dan
bisa menjadi pendamping mempelai sebagai pengganti peran orang tua.


Peran masyarakat Jepang sangat dibutuhkan untuk melestarikan atau
menjaga serta melakukan terus menurus tradisi perjodohan omiai ini. Tradisi
perjodohan omiai ini dapat membantu sesorang mendapat pasangan dan menikah
setelah saling menemukan kecocokan satu sama lainnya.

2. Membuka Jasa Konsultasi

Masyarakat dapat membantu pemerintah untuk mengatasi atau mengurangi
fenomena Sekkusu shinai shokogun yang menjangkiti kaum muda Jepang saat ini.
Masyarakat dapat membantunya dengan membuka jasa konsultasi yang berkaitan
dengan berkurang ketertarikam kaum muda Jepang untuk melakukan seks saat ini.
Salah satunya membantu seseorang kesulitan dalam mendapatkan jodoh,
mempertemukan kedua klien dalam menumbuhkan rasa untuk memiliki gairah
lagi, atau menjadi perantara antara kedua orang kesulitan dalam menentukan
keputusan dalam menikah dan lainnya.

3. Membuka Kelas Konseling

Dengan membuka kelas konseling merupakan kesempatan untuk
menyatukan laki-laki dan perempuan bersama-sama. Dengan itu mereka bisa


43
Universitas Sumatera Utara

menikmati anggur untuk memecahkan ketegangan dan berkomunikasi lebih, dan
akhirnya dapat berinteraksi dan bisa meningkat ke arah yang lebih tinggi lagi
yaitu pernikahan atau menjalin hubungan dalam ikatan.

3.3 Negara dan Pemerintah
Fenomena Sekkusu shinai shokogun bagi pemerintah Jepang merupakan
masalah sosial yang sangat mengkhawatirkan. Fenomena tersebut sangat
berdampak besar terhadap negara Jepang saat ini dan masa akan datang.
Dampak yang ditimbulkan oleh fenomena Sekkusu shinai shokogun bagi negara
Jepang diantaraya:
1. Berkurangnya angka usia produktif akibat berkurang angka kelahiran
yang penduduk Jepang hasilkan.
2. Berkurangnya

jumlah


populasi

Jepang

akibat

berkurangnya

ketertarikan untuk menikah.
3. Mengganggu ekonomi negara Jepang karena berkurangnya pekerja
muda.
Usaha yang dilakukan pemerintah Jepang untuk mengurangi atau
mengatasi berkembangnya fenomena Sekkusu shinai shokogun.
1. Mengadakan Biro Perjodohan
Pada anggaran fiskal tahun 2014, pemerintah Jepang menyisihkan
anggaran sebesar 40 juta yen atau sekitar Rp.4,4 miliar untuk proyek-proyek
meningkatkan pernikahan dan kelahiran pada kaum muda Jepang, termasuk acara
perjodohan. Acara perjodohan disebut michikon. Dalam acara ini, sebanyak 200
pasang muda-mudi dipertemukan untuk berjodoh. Acara dikemas seromantis


44
Universitas Sumatera Utara

mungkin untuk membangun chemistry atau kecocokan satu sama lainnya di antara
pasangan muda-mudi tersebut.
2. Cuti Untuk Pria
Salah satunya kebijakaan lain yang ditegakkan pemerintah Jepang untuk
menanggulangi dampak fenomena Sekkusu shinai shokogun, pria yang istrinya
melahirkan diberikan kesempatan atau dibolehkan atau didorong agar mengambil
cuti pekerjaan untuk menemani istri mereka dan meningkatkan keintiman dalam
hubungan keluarga tersebut.
3. Pemerintah Jepang Mengeluarkan Kebijakan yang Mendukung Setiap
Warga Negaranya Memiliki Anak
Pemerintah Jepang juga telah mengusahakan serangkaian kampanye dan
kebijakan untuk mendorong pasangan yang telah menikah dan punya anak untuk
punya anak lagi. Pemerintah Jepang akan membantu warga yang mempunyai anak
lagi.
4. Penelitian
Keberhasilan pemerintah Jepang dalam memberikan kesejahteraan bagi
semua masyarakatnya, terutama untuk kaum muda tidak terlepas dari peran

lembaga penelitian setempat. Lembaga punya divisi penelitian yang melakukan
riset terkait dengan perkembangan masalah kaum muda yang di hadapi
pemerintah Jepang saat ini.
5. Pulang Kerja Lebih Cepat dan Tunjangan untuk Anak
Pemerintah memberikan kebijakan membuat perusahaan menetapkan
bahwa staf mereka harus pulang dari kantor pada pukul enam sore hingga
meningkatkan tunjangan anak.

45
Universitas Sumatera Utara

6. Peningkatan Gaji dan Promosi Pekerja Wanita
Peningkatan gaji dan promosi di Jepang bertujuan agar para wanita tidak
perlu keluar kerja setelah menikah karena mereka dihargai hampir sama dengan
para pekerja pria. Selain itu, hak cuti melahirkan juga boleh diambil oleh pihak
pria agar para wanita dengan karir bagus juga tidak keluar dari tempat mereka
kerja dengan alasan merawat anak. Setelah anak lebih dari satu tahun bisa
dimasukkan ke penitipan anak meskipun biayanya mahal, namun dengan gaji
wanita yang cukup tinggi masalah tersebut dapat terselesaikan.


46
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Sekkusu shinai shokogun merupakan fenomena sosial di Jepang yang
dimana masyarakatnya tidak tertarik melakukan hubungan seks dan
menikah. Fenomena Sekkusu shinai shokogun membuat angka kelahiran
di Jepang semakin rendah dari tahun ke tahun. Beberapa faktor penyebab
terjadinya fenomena Sekkusu shinai shokogun yaitu: kelelahan akibat
bekerja, ketakutan membuat sebuah ikatan pasti, kondisi ekonomi yang
menuntut harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup,
perubahan pandangan terhadap pernikahan serta melemah interaksi sosial
antar kaum muda Jepang.
2. Jepang adalah salah satu negara dengan tingkat perekonomian terbesar di
dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, meski
begitu Jepang tidak terlepas dari masalah-masalah sosial yang harus
dihadapi. Hal tersebut merupakan salah satu dampak dari perkembangan
industri

yang

pesat

sehingga

turut

mengubah

pola

perilaku

masyarakatnya. Dampak yang ditimbulkan oleh fenomena Sekkusu shinai
shokogun

adalah

dampak diri sendiri, masyarakat, dan negara atau

pemerintah. Upaya untuk mengatasi masalah fenomena Sekkusu shinai
shokogun ini

dari diri sendiri, masyarakat, dan dari pemerintah.

Masyarakat dan pemerintah haru saling besinergi membantu untuk
mengatasi masalah sosial ini.

47
Universitas Sumatera Utara

4.2 Saran
1. Jika di negara berkembang sedang digalakkan program keluarga berencana
karena tingginya angka kelahiran, maka di negara maju yang memiliki
tingkat

kelahiran

rendah

seharusnya

pemerintahnya

lebih

giat

mensosialisasikan tentang pentingnya menikah dan melanjutkan keturunan
bagi kelangsungan negara khususnya masyarakat itu sendiri.
2. Baik masyarakat maupun pemerintah harus lebih meningkatkan lagi
kepedulian sosial dan menekan sikap individualis karena masalah sosial
yang terjadi bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau instansi-instansi
tertentu, melainkan semua pihak. Program-program untuk menangani
masalah sosial tidak akan berhasil jka tidak ada dukungan dari semua
pihak yang terkait.
3. Pemerintah Jepang harus sekuat tenaga berupaya mengatasi fenomena
Sekkusu shinai shokogun tidak berkembang karena akan menambah

masalah lainnya nanti di masa yang akan datang di Jepang dan berupaya
mencarikan solusi terbaik dalam masalah ini.

48
Universitas Sumatera Utara