Subsitusi Dedak Dengan Pod Kakao Yang Difermentasi Dengan Aspergillus Niger Terhadap Performans Broiler Umur 6 Minggu

TINJAUAN PUSTAKA

Pod Kakao
Pod kakao yaitu hasil samping dari pengolahan biji coklat dan merupakan
salah satu limbah dari hasil panen yang sangat potensial untuk dijadikan salah satu
pakan ternak. Pod kakao dapat menggantikan sumber-sumber energi dalam
ransum tanpa mempengaruhi kondisi ternak (Smith dan Adegbola, 1982).
Pod kakao mengandung lignin dan teobromin tinggi (Aregheore, 2000),
selain juga mengandung serat kasar yang tinggi (40,03%) dan protein yang rendah
(9,71%) (Laconi, 1998). kulit kakao mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa
1,14% dan lignin 20%-27,95%. Lignin yang berikatan dengan selulosa
menyebabkan selulosa tidak bisa dimanfaatkan oleh ternak. Untuk meningkatkan
kualitas ransum yang rendah dapat dilakukan dengan menfermentasi pod kakao
dengan Aspergillus niger.Dengan adanya fermentasi maka kualitas dan nilai gizi
ransum akan meningkat ( Amirroenas ,1990).
Dari buah segar akan dihasilkan limbah kulit buah Kakao sebesar 75%
(Siregar, 1996). Kulit buah Kakao terdiri dari 10 alur (5 dalam dan 5 dangkal)
berselang seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada yang kasar, warna buah
beragam ada yang merah hijau, merah muda dan merah tua (Poedjiwidodo, 1996).
Tanaman kakao di Sumatera Utara memiliki peran yang penting karena
50% dari luas arealnya merupakan perkebunan rakyat. Produksi tanaman kakao

dari beberapa kabupaten di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Luas Tanaman dan Produksi Kakao Tanaman Perkebunan Rakyat.
Kabupaten
Regency

TBM
Not Yet
Productive
(2)
4 546,00
788,68
929,25
940,50
1 152,25
55,64
40,00
620,46

186,70
203,00
1 517,00
2 075,70
391,00
1 469,00
1 108,60
54,00
161,90
359,60
22,00

Luas Tanaman / Area (Ha)
TTM
TM
UnproProductive
Ductive
(3)
(4)
3 896,50

630,00
3 542,70
220,50
2 410,25
230,00
1 735,50
53,50
1 617,98
84,75
74,74
14,25
447,00
,4 427,20
726,05
5 180,70
10,50
274,00
2 441,50
,5 477,70
259,50

2 277,00
2 367,25
96,00
470,00
18,00
129,00
74,00
76,25
1,25
1 305,00
54,00
729,00
55,00

Jumlah
Total

Produksi
Production
(Ton)


(1)
(5)
(6)
1. Nias
9 072,50
3 390,50
2. Mandailing Natal
4 551,88
2 533,71
3. Tapanuli Selatan
3 569,50
1 889,50
4. Tapanuli Tengah
2 729,50
1 636,00
5. Tapanuli Utara
2 854,98
929,09
6. Toba Samosir

144,63
61,81
7. Labuhan Batu
487,00
238,32
8. Asahan
5 773,71
4 477,40
9. Simalungun
5 377,90
5 508,80
10.Dairi
477,00
200,70
11. Karo
3 958,50
2 500,65
12. Deli Serdang
7 812,90
6 317,74

13. Langkat
2 668,00
1 852,00
14. Nias Selatan
3 932,25
1 834,80
15. Hbg Hasundutan
1 596,60
318,38
16. Pakpak Bharat
257,00
51,90
17.Samosir
239,40
57,77
18. Serdang Bedagai
1 718,60
1 116,98
19. Batu Bara
806,00

757,36
20. Padang Lawas
Utara
229,50
448,00
37,00
714,50
330,90
21. Padang Lawas
90,75
88,50
7,30
186,55
47,10
22. Labuhan Batu
Selatan
15,00
127,00
142,00
73,30

23. Labuhan Batu
Utara
20,00
280,00
300,00
165,70
24. Nias Utara
24. Nias Barat
*)
Jumlah/Total 2010
16 976,53 39 822,77
2 571,60
59 370,90
36 289,78
2009
19 744,94 42 618,26
3 727,75
66 090,95
38 249,11
2008

18 906,73 39 667,74
1 646,75
60 221,22
36 042,11
2007
15 786,30 38 098,73
2 543,45
56 428,48
35 313,82
Sumber/Source : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara/Plantation Office of Sumatera
Utara Province
Keterangan/Note: -) Data tidak tersedia/Data not available
*)
Angka Sementara/Preliminary figures

Universitas Sumatera Utara

Perbandingan kandungan nutrisi pod kakao tanpa fermentasi dan kulit
kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit kakao tanpa fermentasi dan kulit kakao yang

difermentasi dengan Aspergillus niger.
Nutrien
Pod kakao
Bahan kering (%)
89,403
Energi metabolis (kkal/kg)
Protein kasar (%)
7,351
Lemak kasar (%)
1,423
Serat kasar (%)
33,103
Abu (%)
9,893

Pod kakao fermentasi
83,701¹
1767,8642²
12,89¹
2,961¹
21,031¹
9,051¹

Sumber : 1. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak FP USU (2010)
: 2. Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2011)
: 3. Siregar (2009)

Fermentasi
Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan
asam amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang
dapat dipecah dalam proses dalam fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam
amino dapat difermentasi oleh beberap jenis bakteri tertentu (Friaz, 1992).
Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim dari
mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi
kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan
menghasilkan produk tertentu (Saono, 1976).
Fermentasi makanan adalah kondisi perlakuan dan penyimpanan produk
dalam lingkungan dimana beberapa tipe organisme dapat berkembangbiak. Proses
fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya
dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat nutrien atau mineral bagi
mikroorganisme

seperti

hidrat

arang,

protein,

vitamin,

dan

lain-lain

(Adams and Moss, 1995). Proses fermentasi makanan dapat dilakukan melalui

Universitas Sumatera Utara

kultur media padat atau semi padat dan media cair, sedangkan kultur terendam
dilakukan dengan menggunakan media cair dalam bio-reaktor atau fermentator.
Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu
terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya seluosa dan hemiselulsa
menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang,
selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil
metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1983).

Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan
mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, family Moniliaceae, ordo monoliales,
dan kelas fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat,
diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam
glukonat,

dan

pembuatan

beberapa

enzim

seperti

amylase,

pektinase,

amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35oC –
37oC (optimum),
memerlukan

6oC - 8oC (minimum), 45oC - 47oC (maksimum) dan
oksigen

yang

cukup

(aerob)

(Media Komunikasi Permi Malang, 2007).
Aspergillus niger termasuk ke dalam kelas Ascomycetes. Di dalam industri
Aspergillus niger banyak dipakai dalam proses produksi asam sitrat. Sedangkan di
dalam laboratorium spesies ini digunakan untuk mempelajari tentang metabolisme
pada jamur dan kegiatan enzimatis. Pada penelitian ini digunakan Aspergillus
niger karena spesies ini termasuk fungi berfilamen penghasil selulase dan crude
enzyme secara komersial serta penanganannya mudah dan murah. Fungi-fungi
tersebut sangat efisien dalam memproduksi selulase. Ciri-ciri umum dari

Universitas Sumatera Utara

Aspergillus niger antara lain:

a) warna konidia hitam kelam atau hitam

kecoklatan dan berbentuk bulat, b) bersifat termofilik, tidak terganggu
pertumbuhannya karena adanya peningkatan suhu, c) dapat hidup dalam
kelembaban
menggunakan

nisbi,

d)

enzim

dapat

menguraikan

benzoat-4

hidroksilase

benzoat
menjadi

dengan

hidroksilasi

4-hidroksibenzoat,

e) memiliki enzim 4-hidroksibenzoat hidroksilase yang dapat menghidrolisa
4-hidroksibenzoat menjadi 3,4-dihudroksi benzoat, f) natrium dan formalin dapat
menghambat pertumbuhan Aspergilus niger, g) dapat hidup dalam spons (spons
Hyrtios Proteus), h) dapat merusak bahan pangan yang dikeringkan atau bahan
makanan yang memiliki kadar garam tinggi, i) dapat mengakumulasi asam sitrat
( Gandjar, 2006).
Manfaat fermentasi dengan teknologi ini antara lain: a) meningkatkan
kandungan protein, b) menurunkan kandungan serat kasar, c) menurunkan
kandungan tanin (zat penghambat pencernaan).

Broiler
Broiler merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya
pemenuhan kebutuhan protein hewani karena broiler memiliki pertumbuhan dan
pertambahan berat badan yang sangat cepat, efisiensi ransum cukup tinggi, ukuran
badan besar dengan bentuk dada yang lebar, padat dan berisi sehingga sangat
efisien diproduksi. Dalam jangka waktu 5 - 6 minggu ayam broiler tersebut dapat
mencapai berat hidup 1,4 – 1,6 kg dan bila dipelihara umur 7 - 8 minggu broiler
dapat mencapai berat hidup 1,8 – 2,0 kg. Secara umum broiler dapat memenuhi
selera konsumen atau masyarakat, selain dari pada itu broiler lebih dapat
terjangkau masyarakat karena harganya relatif murah (Rasyaf, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur
5 sampai 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging
(Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Ciri – ciri Day Old Chick (DOC) Kualitas Baik
Beberapa ciri Day Old Chick yang berkualitas yang baik berdasarkan
penampilannya secara umum dari luar (general appearance) sebagai berikut:
a) bebas dari penyakit (free diseases) terutama penyakit pullorum, omphalitis dan
jamur, b) berasal dari induk yang matang umur dan dari pembibit yang
berpengalaman, c) day old chick terlihat aktif, mata cerah dan lincah, d) day old
chick memiliki kekebalan dari induk yang tinggi, e) kaki besar dan basah seperti
minyak, f) bulu cerah, tidak kusam dan penuh, g) anus bersih, tidak ada kotoran
atau pasta putih, h) keadaan tubuh ayam normal, i) berat badan sesuai dengan
standar strain, biasanya di atas 37 g (Fadilah, 2000).
Kebutuhan Nutrisi Broiler
Kartadisastra (1994), menyatakan jumlah ransum yang diberikan sangat
bergantung dari jenis ayam yang dipelihara, sistem pemeliharaan dan tujuan
produksi. Disamping itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan
dengan genetik dan lingkungan tempat ternak itu dipelihara. Ayam membutuhkan
sejumlah unsur nutrisi untuk keperluan hidup dan produksi yaitu protein yang
mengandung asam amino seimbang dan berkualitas, energi yang berintikan
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral (Rasyaf, 1997).
Pada penyusunan formulasi ransum secara praktis, perhitungan kebutuhan
nutrien hanya didasarkan pada kebutuhan energi dan protein, sedangkan

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan nutrien yang lain disesuaikan. Apabila ternak menunjukkan gejala
defisien maka perlu ditambahkan suplemen terutama vitamin dan mineral. Tingkat
kandungan energi ransum harus disesuaikan dengan kandungan proteinnya,
karena protein sangat penting untuk pembentukan jaringan tubuh dan produksi.
Apabila energi terpenuhi namun proteinnya kurang maka laju pertumbuhan dan
produksi akan terganggu. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan keseimbangan
antara tingkat energi dan protein sehingga penggunaan ransum menjadi efisien
(Suprijatna et al., 2005).
Perbedaan ransum yang diberikan tergantung pada kebutuhan broiler pada
fase pertumbuhannya. Kebutuhan zat makanan broiler pada fase yang berbeda
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Broiler Fase Starter dan Finisher.
Zat Nutrisi
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
Kalsium (%)
Pospor (%)
EM (kkal/kg)

Starter
22
4–5
3–5
1
0.7
3050

Finisher
20
3–4
3–5
1
0.7
3050

Sumber: NRC (1994).

Ransum Broiler
Apabila energi dalam ransum berlebihan maka konsumsi ransum akan
sangat sedikit. Hal ini mengakibatkan defisiensi yang sangat hebat dari asam
amino, mineral dan vitamin. Oleh karena itu untuk menyusun ransum diperlukan
kandungan energi dan protein yang seimbang (Sudaryani dan Santosa, 1995).
Energi yang umum digunakan dalam ransum unggas adalah energi
metabolisme. Tinggi rendahnya energi metabolisme dalam ransum ternak unggas
akan mempengaruhi banyak sedikitnya ayam mengkonsumsi ransum. Ransum

Universitas Sumatera Utara

yang energinya semakin tinggi semakin sedikit dikonsumsi demikian sebaliknya
bila energi ransum rendah akan dikonsumsi semakin banyak untuk memenuhi
kebutuhannya (Murtidjo, 1992). Menurut Parakkasi (1990) ransum ternak dapat
dikatakan baik bila dikonsumsi secara normal dan dapat mensuplai nutrisi dalam
perbandingan jumlah dan bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi biologis dan
tubuh berjalan normal. Tujuan utama pemberian makanan adalah untuk menjamin
pertambahan bobot badan yang paling ekonomis selama periode pertumbuhan dan
perkembangan (Anggorodi, 1985).
Dedak Padi
Dedak padi (bekatul) merupakan hasil dari proses penggilingan padi yang
digiling, jumlahnya sekitar 10% dari total berat padi. Pemanfaatan dedak sebagai
bahan pakan ternak mempunyai kandungan karbohidrat atau sumber energi yang
cukup tinggi dan protein lebih kurang 13%. (Parakkasi, 1995).
Kandungan nilai gizi dari dedak padi dapat kita lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Nutrisi Dedak Padi
Nutrisi
Energy metabolis (Kkal/kg)
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)

Kandungan
1745
11,90
12,10
10
11,7

Sumber: NRC (1994)

Jagung
Jagung sampai saat ini merupakan butiran yang paling banyak digunakan
dalam ransum unggas di Indonesia. Jagung merupakan salah satu bahan makanan
terbaik bagi unggas yang digemukkan karena jagung memiliki energi netto yang
tinggi (Anggorodi, 1985).

Universitas Sumatera Utara

Kandungan nutrisi pada jagung dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Nutrisi Jagung
Nutrisi
Energy metabolis (Kkal/kg)
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)
Sumber: NRC (1994).

Kandungan
3361
8,6
4,0
2,2
11,7

Tepung Ikan
Tepung ikan merupakan sumber protein utama bagi unggas, karena bahan
tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam jumlah
cukup dan teristimewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik.
Penggunann tepung ikan dalam ransum unggas sering kali harus dibatasi untuk
mencegah bau ikan yang meresap kedalam daging atau telur (Anggorodi, 1985).
Kandungan nutrisi pada tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Tepung Ikan
Nutrisi
Energy metabolis (Kkal/kg)
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)
Sumber: NRC (1994).

Kandungan
2580
52,60
6,8
2,2
11,7

Bungkil Kedelai
Bungkul kedelai merupakan sumber protein terbesar pada pakan ternak.
Bungkil kedelai murupakan limbah dari hasil pertanian yang bisa dimamfaatkan
sebagai pakan ternak (Anggarodi, 1985).
Kandungan nutrisi pada bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 7.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 7. Komposisi Bungkil Kedelai
Nutrisi
Energy metabolis (Kkal/kg)
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)
Sumber: NRC (1994).

Kandungan
2577
44,6
1,1
4,4
5,9

Minyak
Sumber energi paling banyak digunakan dalam ransum unggas adalah
lemak dan minyak yang diperoleh dari industri pengolahan daging, hasil ikutan
pembuatan sabun, pemirnian minyak tumbuhan atau minyak tumbuhan itu sendiri.
Minyak tumbuhan memiliki nilai energi metabolis yang lebih tinggi dibandingkan
dengan lemak hewan dan lebih mudah dicerna (Anggorodi, 1985).
Peformans Broiler
Konsumsi ransum
Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi
yang ada dalam ransum tersebut. Secara biologis ayam mengkonsumsi pakan
untuk proses hidupnya. Kebutuhan energi untuk fungsi - fungsi tubuh dan
memperlancar reaksi - reaksi asam amino dari tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa
ternak ayam dalam mengkonsumsi makanannya digunakan untuk kebutuhan
ternak tersebut (Wahyu, 1985).
Pertumbuhan broiler yang cepat ada kalanya didukung oleh konsumsi
ransum yang lebih banyak pula. Masalah konsumsi ransum memang harus
disadari bahwa broiler ini senang makan. Bila ransum yang diberikan tidak
terbatas atau ad libitum, ayam akan makan sepuasnya hingga kenyang
(Rasyaf, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Tingkat protein dan energi metabolisme yang berbeda berpengaruh
terhadap konsumsi pakan, selisih kandungan energi metabolisme pada setiap
pakan perlakuan tidak jauh berbeda, sehingga ayam pada tiap perlakuan
cenderung mengkonsumsi pakan yang sama ( Wahyu (1988).
Pertumbuhan dan pertambahan bobot badan broiler
Laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh banyaknya konsumsi
ransum dan energi yang diperoleh. Energi merupakan perintis pada produksi
ternak dan hal tersebut terjadi secara alami. Variasi energi yang disuplai pada
ternak akan digambarkan pada laju pertumbuhan (Donald et al., 1995).
Menurut Anggorodi (1990), pertumbuhan pada hewan merupakan suatu
fenomena universal yang bermula dari suatu sel telur yang dibuahi dan berlanjut
sampai hewan mencapai dewasannya. Pertambahan bobot badan dan bobot dari
jaringan seperti berat daging, tulang, jantung, otak dan jaringan lainnya, diartikan
sebagai pertumbuhan.
Pertambahan berat badan kerap kali digunakan sebagai pegangan
berproduksi bagi peternak dan para ahli. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa ada
bibit ayam yang memang pertambahan berat badannya hebat, tetapi hebat pula
makanannya. Padahal biaya untuk ransum adalah yang terbesar bagi suatu
peternakan ayam. Oleh karena itu, pertambahan berat badan haruslah pula
dikaitkan dengan konsumsi ransumnya (Rasyaf, 1993).
Pertumbuhan biasanya mulai perlahan - lahan kemudian berlangsung lebih
cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali terhenti. Pola seperti ini
menghasilkan kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid (S). Tahap cepat

Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan

terjadi

pada

saat

kedewasaan

tubuh

hampir

tercapai

(Anggorodi, 1990).
Pertumbuhan broiler dipengaruhi oleh ransum, bangsa dan lingkungan.
Pertumbuhan berlangsung pada waktu tertentu dan berjalan cepat sampai ternak
mencapai tingkat dewasa kelamin, setelah ini pertumbuhan berangsur - angsur
turun dan sampai periode tertentu akan berhenti. Pertumbuhan ini adalah juga
pertambahan dalam bentuk dan bobot jaringan - jaringan tubuh seperi urat daging,
tulang, jantung, otak dan semua jaringan lainnya (Anggorodi, 1995).
Kartadisastra (1994), menyatakan bahwa bobot badan ayam (tergantung
strainnya) akan menentukan jumlah konsumsi ransumnya. Semakin besar bobot
badan ayam, semakin banyak jumlah konsumsi ransumnya. Disamping strain,
jenis dan tipe ayam juga menentukan.
Siregar dan Sabrani (1970) menyatakan bahwa serat kasar yang berlebihan
dapat mengurangi efisiensi penggunaan nutrien lain, sebaliknya apabila serat
kasar ransum terlalu rendah, mengakibatkan ransum tidak dapat dicerna dengan
baik. Wahju, (1992) yang menyatakan bahwa Serat kasar yang tidak tercerna
dapat membawa nutrien lain yang keluar bersama ekskreta.
Konversi Ransum
Menurut Rasyaf (1993), konversi ransum adalah ransum yang habis
dikonsumsi ayam dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan
bobot badan (pada waktu tertentu) semakin baik mutu ransum semakin kecil
konversinya.
Semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu satuan
produksi maka makin buruklah konversi ransum. Baik buruknya konversi ransum

Universitas Sumatera Utara

ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya mutu ransum, temperatur, lingkungan
dan tujuan pemeliharaannya serta genetik (Tillman et al., 1986).
Semakin baik mutu ransum semakin kecil pula konversi ransumnya. Baik
tidaknya mutu ransum ditentukan oleh seimbang tidaknya zat – zat gizi dalam
ransum itu diperlukan oleh tubuh ayam. ransum yang kekurangan salah satu unsur
gizi akan mengakibatkan ayam akan memakan ransumnya secara berlebihan untuk
mencukupi kekurangan zat yang diperlukan tubuhnya (Sarwono, 1996).
Rasyaf (2003) menjelaskan bahwa, konversi pakan adalah jumlah ransum
yang dikonsumsi seekor ayam dalam waktu tertentu untuk membentuk daging
atau berat badan. Faktor yang mempengaruhi tingkat konversi pakan antara lain
strain, kualitas pakan, keadaan kandang dan jenis kelamin.

Universitas Sumatera Utara