Analisis Usaha Subtitusi Dedak Padi Dengan Kulit Buah Kakao Yang Difermentasi Aspergillus niger Dalam Ransum Itik Raja Umur 0 – 7 Minggu

(1)

ANALISIS USAHA SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN KULIT BUAH KAKAO YANG DIFERMENTASI Aspergillus niger DALAM

RANSUM ITIK RAJA UMUR 0 – 7 MINGGU

SURIONO

060306030

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISIS USAHA SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN KULIT BUAH KAKAO YANG DIFERMENTASI Aspergillus niger DALAM

RANSUM ITIK RAJA UMUR 0 – 7 MINGGU

SKRIPSI

Oleh :

SURIONO

060306030

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

ANALISIS USAHA SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN KULIT BUAH KAKAO YANG DIFERMENTASI Aspergillus niger DALAM

RANSUM ITIK RAJA UMUR 0 – 7 MINGGU

SKRIPSI

Oleh :

SURIONO

060306030/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

Judul Skripsi : Analisis Usaha Subtitusi Dedak Padi Dengan Kulit Buah Kakao Yang Difermentasi Aspergillus niger Dalam Ransum Itik Raja Umur 0 – 7 Minggu

Nama : Suriono

NIM : 060306030

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ristika Handarini, MP Ketua Program Studi Peternakan


(5)

ABSTRAK

SURIONO., 2011 “Analisis Usaha Subtitusi Dedak Padi Dengan Kulit Buah Kakao Yang Difermentasi Aspergillus niger Dalam Ransum Itik Raja Umur 0 – 7 Minggu ”, di bawah bimbingan Bapak Zulfikar Siregar selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Armyn Hakim Daulay selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dimulai dari akhir bulan Juni 2011 sampai awal bulan Agustus 2011.

Analisis usaha subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum itik raja dapat meningkatkan keuntungan.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui nilai ekonomi kulit buah kakao yang dicapai dengan penambahan Aspergillus niger dalam ransum itik raja umur 0 – 7 minggu, yang dapat dilihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba- rugi, income overfeed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio). Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan R0 Ransum formulasi dengan perbandingan dedak padi dan kulit buah kakao fermentasi 10% : 0%, R1 Ransum formulasi dengan perbandingan dedak padi dan kulit buah kakao fermentasi 5% : 5%, R2 Ransum formulasi dengan perbandingan dedak padi dan kulit buah kakao fermentasi 10% : 0%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum pada perlakuan R0, R1, R2, memberikan hasil yang berbeda terhadap total biaya produksi (Rp): 21.625, 21.136, dan 21.180, total hasil produksi (Rp): 24.400, 23.860 dan 24.685, laba – rugi (Rp): 2.776, 2.724 dan 3.506, income over feed cost (IOFC) (Rp): 9.436, 9.396 dan 10.176, B/C ratio: 1,13, 1,13 dan 1,16

Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum itik raja dapat meningkatkan keuntungan, serta dapat untuk diterapkan dalam usaha peternakan itik raja. Ransum yang diberikan pada level 10% memberikan hasil yang baik.

Kata kunci : analisis usaha, , kulit buah kakao fermentasi, Aspergillus niger dan itik raja


(6)

ABSTRACT

SURIONO., 2011 " Economy analysis of Substitution Rice Bran With cacao fod fermented by Aspergillus niger in raja ducks feed 0-7 week’’. Under advised of Mr. Zulfikar Siregar as chief of counsellor commission and Mr. Armyn Hakim Daulay as member of counsellor commission.

This research was conducted at Livestock Biology Laboratory of Animal Science, Agriculture Faculty, North Sumatra University, started from June 2011 until August 2011.

Economy analysis of Substitution Rice Bran With cacao fod fermented by Aspergillus niger in raja ducks feed 0-7 week can increase profits.

The objective of the research to determine the economic value of cacao fod fermented by Aspergillus niger in raja ducks feed 0-7 week, which can be seen from the sum cost of production, sum output, income statement, income over feed cost (IOFC), benefit cost ratio (B / C ratio). This research method using a Completely Randomized Design (CRD) consisting of 3 treatments and 6 replications. Rations R0 treatment formulation with a ratio of rice bran and cacao fod fermented 10%: 0%, R1 Rations formulation with a ratio of rice bran and cacao fod fermented 5%: 5%, R2 Rations formulation with a ratio of rice bran and cacao fod fermented 10%: 0%

The results showed that the substitution of rice bran with cacao fod fermented with Aspergillus niger in the ration on the treatment of R0, R1, R2, giving different results to the sum cost of production (USD): 2.625, 21.136, and 21.180, the sum production output (USD): 24.400, 23.860 and 24.685, the profit - loss (USD): 2.776, 2.724 and 3.506, income over feed cost (IOFC) (USD): 9.436, 9.396 and 10.176, B / C ratio: 1,13, 1,13 and 1,16.

The conclusion from the results of this study indicate that of substitution rice bran with cacao fod fermented with Aspergillus niger in the ration of raja duck can increase profits, and worthy to be applied in a raja duck farm. Rations given to the level of 10% gives good results.

Key words: : Economy analysis, cacao fod fermented, Aspergillus niger and raja duck.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Stabat Lama, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 27 November 1987 dari ayah Sabar dan ibu Parti. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara.

Tahun 2000 penulis tamat dari SD 053977 Stabat Lama, Tahun 2003 tamat dari SLTP Negeri 4 Stabat, Tahun 2006 tamat dari SMA Persiapan Stabat dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Undangan atau Panduan Minat Prestasi (PMP). Penulis memilih Program Studi Peternakan pilihan pertama.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten laboratorium program studi peternakan dan asisten Teknologi Informasi Komputer di FP USU dari tahun 2008-2011, pengikuti pelatihan-pelatihan serta pernah mendapatkan karya ilmiah hibah penelitian inovasi dan kreativitas mahasiswa se USU pada tahun 2009. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Muslim Peternakan sebagai sekertaris pada tahun 2008-2009.

Pada tanggal 1 November 2009 sampai 31 Desember 2009 penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kelompok Tani Ternak sapi potong KM 18 Binjai Timur, Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara. Pada bulan Juli sampai Agustus 2010 penulis bekerja sebagai asisten pabrik pakan ternak ruminansia di CV Milaraya jalan Tanjung Pura Tandem Hilir. Pada bulan Juni sampai Agustus 2011 penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Ilmu Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis mengucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul sikripsi saya ini adalah “Analisis Usaha Subtitusi Dedak Padi Dengan Kulit Buah Kakao Yang Difermentasi Aspergillus niger Dalam Ransum Itik Raja Umur 0 – 7 Minggu”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Kepada Bapak Prof.Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut membantu.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di program studi peternakan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, 2011


(9)

DAFTAR ISI

... Hal.

ABSTARK... i

ABSTRACT... . ii

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Analisa Usaha... ... 5

Biaya Produksi... ... 5

Penerimaan dan Pendapatan ... 6

Analisis Laba/Rugi ... 8

IncomeOverFeedCost (IOFC)... . 9

B/C Ratio (BenefitCostRatio)... 10

Kulit Kakao ... 11

Aspergillus niger ... 12

Itik Raja... 13

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat Penelitian ... 15

Bahan ... 15

Alat ... 15

Metode Penelitian ... 16

Parameter Penelitian... ... 17

Total Biaya Produksi... ... 17

Total Hasil Produksi... ... 18

Rugi/Laba... 18

IncomeOverFeedCost (IOFC)... 18

B/C Ratio (BenefitCostRatio)... 18


(10)

Persiapan Kandang dan Peralatannya... 19

Random DOD (Day Old Duck)... ... 19

Penyusunan Ransum... ... 19

Pemeliharaan Itik.... ... 20

Pengambilan Data ... 20

Analisis Data... ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Usaha ... 21

Total Biaya Produksi ... 21

Biaya Pembelian Bibit ... 21

Biaya Ransum ... 22

Biaya Obat – obatan ... 23

Biaya/Upah tenaga kerja... 23

Biaya Sewa Kandang ... 24

Biaya Fumigasi ... 24

Total Hasil Produksi ... 26

Hasil Penjualan Itik Raja ... 26

Hasil Penjualan Kotoran Itik Raja ... 27

Analisis Keuntungan ( Laba/Rugi ) ... 28

IncomeOverFeedCost (IOFC) ... 29

Analisis Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio) ... 30

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(11)

DAFTAR TABEL

No. ... Hal. 1. Proyeksi Luas Area Perkebunan Rakyat Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2006 – 2009...... 5

2. Kandungan nutrisi kulit buah kakao tanpa fermentasi dan kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger... 6

3. Kebutuhan gizi itik pedaging... 8

4. Rataan bobot badan awal DOD ... 21

5. Biaya pembelian bibit DOD ... 22

6. Jumlah Konsumsi ransum Itik selama penelitian (g/ekor) ... 22

7. Biaya ransum Itik selama penelitian (Rp/ekor) ... 23

8. Biaya obat – obatan tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 23

9. Biaya tenaga kerja selama penelitian (Rp/ekor) ... 24

10. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp/ekor) ... 24

11. Biaya fumigasi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 25

12. Total biaya produksi Selama Penelitian ... 25

13. Total biaya produksi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 25

14. Ratan bobot badan akhir itik (g/ekor)... 26

15. Hasil penjualan itik (Rp/ekor) ... 26

16. Hasil hasil penjualan kotoran itik tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 27

17. Total hasil produksi ... 27

18. Total hasil produksi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 28


(12)

20. Income Over Feed Cost (IOFC) tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 30 21. B/C ratio tiap perlakuan ... 30 22. Rekapitulasi hasil penelitian ... 31


(13)

LAMPIRAN

No. Hal.

1. Harga bahan-bahan ransum dan obat-obatan serta vitamin selama

penelitian ……….. 38

2. Formula ransum itik raja masa stater ………... 39

3. Formula ransum itik raja masa finisher ……… 42

4. Data konsumsi ransum itik Raja 1-49 hari ………... 45

5. Data pertambahan bobot badan itik Raja 1-49 hari ………. 46

6. Analisis Usaha Perlakuan R0………. 47

7. Analisis Usaha Perlakuan R1………... 48


(14)

ABSTRAK

SURIONO., 2011 “Analisis Usaha Subtitusi Dedak Padi Dengan Kulit Buah Kakao Yang Difermentasi Aspergillus niger Dalam Ransum Itik Raja Umur 0 – 7 Minggu ”, di bawah bimbingan Bapak Zulfikar Siregar selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Armyn Hakim Daulay selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dimulai dari akhir bulan Juni 2011 sampai awal bulan Agustus 2011.

Analisis usaha subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum itik raja dapat meningkatkan keuntungan.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui nilai ekonomi kulit buah kakao yang dicapai dengan penambahan Aspergillus niger dalam ransum itik raja umur 0 – 7 minggu, yang dapat dilihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba- rugi, income overfeed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio). Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan R0 Ransum formulasi dengan perbandingan dedak padi dan kulit buah kakao fermentasi 10% : 0%, R1 Ransum formulasi dengan perbandingan dedak padi dan kulit buah kakao fermentasi 5% : 5%, R2 Ransum formulasi dengan perbandingan dedak padi dan kulit buah kakao fermentasi 10% : 0%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum pada perlakuan R0, R1, R2, memberikan hasil yang berbeda terhadap total biaya produksi (Rp): 21.625, 21.136, dan 21.180, total hasil produksi (Rp): 24.400, 23.860 dan 24.685, laba – rugi (Rp): 2.776, 2.724 dan 3.506, income over feed cost (IOFC) (Rp): 9.436, 9.396 dan 10.176, B/C ratio: 1,13, 1,13 dan 1,16

Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum itik raja dapat meningkatkan keuntungan, serta dapat untuk diterapkan dalam usaha peternakan itik raja. Ransum yang diberikan pada level 10% memberikan hasil yang baik.

Kata kunci : analisis usaha, , kulit buah kakao fermentasi, Aspergillus niger dan itik raja


(15)

ABSTRACT

SURIONO., 2011 " Economy analysis of Substitution Rice Bran With cacao fod fermented by Aspergillus niger in raja ducks feed 0-7 week’’. Under advised of Mr. Zulfikar Siregar as chief of counsellor commission and Mr. Armyn Hakim Daulay as member of counsellor commission.

This research was conducted at Livestock Biology Laboratory of Animal Science, Agriculture Faculty, North Sumatra University, started from June 2011 until August 2011.

Economy analysis of Substitution Rice Bran With cacao fod fermented by Aspergillus niger in raja ducks feed 0-7 week can increase profits.

The objective of the research to determine the economic value of cacao fod fermented by Aspergillus niger in raja ducks feed 0-7 week, which can be seen from the sum cost of production, sum output, income statement, income over feed cost (IOFC), benefit cost ratio (B / C ratio). This research method using a Completely Randomized Design (CRD) consisting of 3 treatments and 6 replications. Rations R0 treatment formulation with a ratio of rice bran and cacao fod fermented 10%: 0%, R1 Rations formulation with a ratio of rice bran and cacao fod fermented 5%: 5%, R2 Rations formulation with a ratio of rice bran and cacao fod fermented 10%: 0%

The results showed that the substitution of rice bran with cacao fod fermented with Aspergillus niger in the ration on the treatment of R0, R1, R2, giving different results to the sum cost of production (USD): 2.625, 21.136, and 21.180, the sum production output (USD): 24.400, 23.860 and 24.685, the profit - loss (USD): 2.776, 2.724 and 3.506, income over feed cost (IOFC) (USD): 9.436, 9.396 and 10.176, B / C ratio: 1,13, 1,13 and 1,16.

The conclusion from the results of this study indicate that of substitution rice bran with cacao fod fermented with Aspergillus niger in the ration of raja duck can increase profits, and worthy to be applied in a raja duck farm. Rations given to the level of 10% gives good results.

Key words: : Economy analysis, cacao fod fermented, Aspergillus niger and raja duck.


(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Peternakan merupakan subsektor yang berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya kebutuhan protein hewani. Kebutuhan protein hewani terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya zat gizi.

Secara nasional unggas merupakan penyumbang terbesar dalam upaya pemenuhan protein asal hewani. Pada tahun 2009 total produksi daging diperkirakan sebanyak 2,5 juta ton yang terdiri dari daging sapi dan kerbau 0,5 juta ton, kambing dan domba 0,1 juta ton, babi 0,2 juta ton, ayam buras 0,3 juta ton, ayam ras pedaging 1,0 juta ton dan ternak lainnya 0,1 juta ton. Dengan demikian produksi daging terbesar disumbang oleh ayam ras pedaging 46,6%, sapi dan kerbau 20,4%, ayam buras 13,0%, dan babi 10,1%. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2008) produksi daging mengalami peningkatan yaitu 8% persen dan peningkatan terbesar berasal dari ternak domba 15,3%, diikuti ternak kuda 5,6%, kerbau 5,4%, babi 4,9%, kambing 4,2%, ayam buras 3,4%, ayam ras petelur 3,1%, sapi 3,1% dan itik 2,9% (Program Swasembada Daging Sapi 2014).

Penyediaan bahan pakan dalam jumlah yang cukup dan mengandung nilai nutrisi yang mencukupi bagi kelangsungan hidup dan produksi ternak. Seiring dengan kemajuan teknologi sekarang ini, dapat dilakukan peningkatan produksi pada ternak terutama pada ternak itik pedaging unggul. Semua cara tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas bahan ransum yang diberikan kepada itik pedaging agar dapat menghasilkan produksi maksimal.


(17)

Disamping untuk meningkatkan kualiatas bahan ransum, sekarang ini banyak dilakukan pengolahan bahan pakan ternak dengan memanfaatkan limbah-limbah atau hasil samping pertanian dan perkebunan, terutama limbah-limbah hasil perkebunan kakao yang melimpah di Indonesia salah satunya di daerah Sumatera Utara.

Tanaman kakao di Sumatera Utara memiliki peran penting sebagai komoditas sosial karena 50% dari luas arealnya merupakan perkebunan rakyat, di samping komoditi ekspor. Sampai tahun 2005 kakao yang telah ditanam di wilayah Indonesia seluas 668.919 Ha dan 57.930,82 Ha (8,66%) berada di Sumatera Utara dengan produksi buah segar sebesar 160.015,29 ton/tahun. Dari buah segar akan dihasilkan limbah kulit buah kakao sebesar 75% (Siregar 2009). Dari data Dinas perkebunan Sumatera Utara (2008), luas areal perkebunan kakao rakyat di Sumatera Utara pada tahun 2009 seluas 78,889 Ha, dengan laju pertumbuhan dari tahun 2005 – 2009 mencapai 1,87%.

Kulit buah kakao memiliki peran yang cukup penting dan berpotensi dalam penyediaan pakan ternak. Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan ternak dapat diberikan dalam bentuk tepung setelah diolah. Pemanfaatan kulit kakao sebagai ransum, memberi peluang bagi petani mendapatkan keuntungan ganda.

Proses pengolahan kulit buah kakao ada dua cara yaitu dengan fermentasi dan tanpa fermentasi. Proses pengolahan dengan fermentasi sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak, limbah kulit buah kakao perlu difermentasi terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh unggas dan untuk meningkatkan kadar protein dari 6 - 8% menjadi 12 - 15%.


(18)

Melakukan pengunaan bahan ransum lain perlu dilakukan untuk menyiasati peningkatan produksi ternak, yaitu dengan penambahan kulit kakao yang di fermentasi Aspergillus niger dalam ransum itik raja sehingga terjadi peningkatan efeisiensi penggunaan dedak dalam ransum. Efisiensi penggunaan ransum berarti meningkatkan nilai tambah usaha peternakan. Penggunaan kulit buah kakao yang di fermentasi Aspergillus niger dalam ransum, diharapkan dapat meningkatkan daya cerna sehingga zat-zat nutrisi lebih banyak diserap oleh tubuh untuk pertumbuhan maupun produksi ternak. Memanfaatkan kulit buah kakao yang di fermentasi Aspergillus niger dalam ransum itik tersebut diharapkan dapat menghasilkan ransum yang berkualitas tinggi.

Pemanfaatan hasil samping perkebunan yaitu kulit buah kakao yang di fermentasi Aspergillus niger diharapkan mampu memenuhi kebutuhan akan nutrisi untuk ternak terutama itik raja agar dapat terwujud penggunaan bahan ransum murah, efesien dan efektif sehingga dapat tercapainya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui nilai ekonomi kulit buah kakao dengan penambahan Aspergillus niger dalam ransum itik raja umur 0 – 7 minggu.

Hipotisis Penelitian

Subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao yang di fermentasi Aspergillus niger dalam ransum itik raja dapat meningkatkan keuntungan.


(19)

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi bagi peneliti dan peternak serta masyarakat pada umumnya, berkenaan dengan penggunaan kulit buah kakao yang di fermentasi Aspergillus niger dapat bernilai ekonomis dalam ransum itik raja umur 0 – 7 minggu.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Usaha

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya. Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994) gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

Analisis usaha mutlak dilakukan bila seseorang hendak memulai usaha. Analisis usaha dilakukan untuk mengukur atau menghitung apakah usaha tersebut menguntungkan atau merugikan. Analisis usaha memberi gambaran kepada peternak untuk melakukan perencanaan usaha. Dalam analisis usaha diperlukan beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar dapat berubah sesuai dengan perkembangan waktu (Supriadi, 2009).

Biaya Produksi

Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Maka dapat


(21)

dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen (Nuraini, 2003).

Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada itik di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : gaji pekerja bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan jumlah produksi itik pedaging yang diusahakan.Semakin banyak itik semakin besar pula biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam produksi peternakan secara total. Pada pemeliharaan itik pedaging, biaya pakan mencapai 60% - 70% dari total biaya produksi (Rasyaf, 1995).

Menurut (Lipsey et al., 1995) biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya tidak tetap.

Penerimaan dan Pendapatan

Perusahaan yang beroperasi atau mempunyai kegiatan sesuai dengan didirikannya perusahaan tersebut akan mengharapkan adanya penerimaan pendapatan dari operasi perusahaan yang dilaksanakan. Bagi perusahaan yang memproduksi barang, maka penerimaan pendapatan berasal dari penjualan barang tersebut. Demikian juga dengan perusahaan jasa, penerimaan pendapatan perusahaan tersebut berasal dari usaha penjualan jasa yang dilakukan perusahaan


(22)

tersebut (Agus, 1990). Pendapatan merupakan jumlah penerimaan dikurangi dengan biaya produksi (rasyaf,1996).

Penerimaan adalah hasil penjualan (output) yang diterima produsen. Penerimaan dari suatu proses produksi dapat dihitung dengan mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual produksi tersebut (Budiono, 1990). Penerimaan merupakan jumlah hasil peternakan seperti penjualan hasil ternak dikalikan dengan harga merupakan jumlah yang diterima(rasyaf,1996).

Penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha, seperti panen tanaman dan barang olahannya serta panen dari peternakan dan barang olahannya seperti hasil penjualan ternak dan tambahan modal hasil penjualan ternak(kadarsan, 1995). Penerimaan atau nilai produksi ( R atau S) yaitu jumlah produksi dikalikan dengan harga produksi dengan satuan rupiah(Suratiah,2009).

Nuraini (2003) melaporkan, didalam pelaksanaan operasi perusahaan, kadang-kadang terdapat adanya penerimaan diluar operasi perusahaan, seperti penerimaan bunga bank karena perusahaan mempunyai rekening giro, penerimaan dari penjualan mesin dan peralatan yang tidak dipergunakan lagi. Namun demikian penerimaan tersebut tidak diperhitungkan, karena kegiatan tersebut tidak berasal dari kegiatan operasi perusahaan. Besarnya penerimaan total dari perusahaan akan tergantung kepada banyaknya penjualan produk atau jasa. Dengan demikian maka besarnya penerimaan pendapatan akan tergantung kepada dua variabel, yaitu variabel harga dan variabel jumlah yang dijual.


(23)

Analisa Laba-Rugi

Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha (Murtidjo, 1995).

Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya. Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).

Keuntungan (laba) suatu usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : K = TR-TC

dimana :

K = keuntungan

Total Revenue = total penerimaan Total Cost = total pengeluaran

Laporan laba rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama (Kasmir dan Jakfar, 2005).


(24)

Income Over Feed Cost(IOFC)

Untuk mengetahui efisiensi penggunaan ransum secara ekonomis, selain memperhitungkan bobot badan yang dihasilkan dan efisiensi ransum, faktor efisiensi biaya juga perlu diperhitungkan. Income over feed cost (IOFC) adalah salah satu cara untuk mengetahui efisiensi biaya yang diperoleh dari hasil penjualan produksi dikurangi biaya ransum. Perhitungan IOFC ini terlepas dari biaya lain yang belum diperhitungkan seperti upah tenaga kerja, fasilitas kandang, bibit dan lain sebagainya yang tidak termasuk ke dalam kriteria yang diamati dalam biaya variabel.

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. Income Over Feed Cost ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).

IOFC = (Bobot badan akhir itik – bobot badan awal x harga jual itik/kg) – (Total konsumsi pakan x harga pakan perlakuan/kg)


(25)

B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

Efisiensi usaha ditentukan dengan menggunakan konsep benefit cost ratio (BCR), yaitu imbangan antara total penghasilan (out put) dengan total biaya (input). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo - karo et al., 1995).

Benefit/Cost ratio adalah merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Semakin besar B/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh petani mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efiisien (Soekartawi,2003).

B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total penerimaan dengan total pengeluaran. Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana

B/C Ratio > 1 : Efisien B/C Ratio = 1 : Impas

B/C Ratio < 1 : Tidak efisien

Total hasil produksi (pendapatan) B/C-Ratio =


(26)

Kulit Kakao

Kakao merupakan tanaman primadona di Indonesia saat ini. Luas perkebunan kakao di Indonesia sudah mencapai 817.000 ha (BadanPusat Statistik, 2005). Hasil ikutan pengolahan buah kakao terdiri atas 75% kulit buah kakao,22% kulit biji kakao dan 3% plasenta (Darwis et al., 1999).

Tabel 1. Proyeksi Luas Areal Perkebunan Rakyat Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006 - 2009

Jenis Tanaman Angka dasar 2005 Luas Areal/Ha Laju pertumbuhan

2006 2007 2008 2009

Kakao Kelapa Kelapa sawit 73,259 129,494 908,002 75,389 128,173 912,910 76,889 128,273 914,910 78,389 128,373 916,910 78,889 128,473 918,910 1,87 0,20 0,30

Sumber data : Dinas Perkebunan Sumatera Utara tahun 2008 ( tahun 2006 adalah data sementara).

Hasil ikutan pertanian dan perkebunan pada umumnya mempunyai kualitas yang rendah karena berserat kasar tinggi dan dapat mengandung antinutrisi. Kulit buah kakao mengandung lignin dan teobromin tinggi (Aregheore, 2000), selain juga mengandung serat kasar yang tinggi (40,03%) dan protein yang rendah (9,71%) (Laconi, 1998). Menurut Amirroenas (1990), kulit kakao mengandung selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95%. Lignin yang berikatan dengan selulosa menyebabkan selulosa tidak bisa dimanfaatkan oleh ternak. Upaya meningkatkan kualitas dan nilai gizi bahan ransum berserat yang berkualitas rendah merupakan upaya strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan.

Penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan ternak telah banyak dilakukan peneliti seperti Martini (2002) kulit buah kakao dapat diberikan pada broiler sampai level 10% karena terbatasnya penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan


(27)

ternak unggas disebabkan tingginya kandungan serat kasar karena unggas tidak mampu menghasilkan enzim selulase yang dapat mendegradasi selulosa menjadi glukosa. Selanjutnya dijelaskan bahwa faktor pembatas pemberian kulit buah kakao sebagai pakan ternak adalah terdapatnya anti nutrisi theobromin pada kulit buah kakao. Theobromin merupakan alkaloid tidak berbahaya yang dapat dirusak dengan pemanasan atau pengeringan, tetapi pemberian pakan yang mengandung theobromin secara terus menerus dapat menurunkan pertumbuhan (Tarka et al., 1998). Oleh karena itu untuk memaksimalkan penggunaan kulit buah kakao pada ternak maka perlu ditingkatkan kualitasnya salah satunya dengan jalan fermentasi. Perbandingan kandungan nutrisi kulit buah kakao tanpa fermentasi dan kulit kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat dilihat pada tabel 2 Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit kakao tanpa fermentasi dan kulit kakao yang

difermentasi dengan Aspergillus niger

Nutrien Kulit Buah Kakao Kulit Buah kakao fermentasi

Bahan kering (%) 89,403 83,701¹

Energi metabolis (kkal/kg) - 1767.8642²

Protein kasar (%) 7,351 12,89¹

Lemak kasar (%) 1,423 2,961¹

Serat kasar (%) 33,103 21,031¹

Abu (%) 9,893 9,051¹

Sumber : 1. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak FP USU (2010) Sumber : 2. Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2011) Sumber : 3. Siregar (2009)

Aspergilus niger

Dalam melakukan fermentasi digunakan mikroba, salah satu mikroba tersebut adalah Aspergillus niger. Aspergillus termasuk dalam kelompok jamur (kapang), kapang ini sangat baik dikembangkan karena tumbuh cepat dan tidak memerlukan zat pemacu tumbuh (Winarno, 1996).


(28)

Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan pembuatan enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35ºC - 37ºC (optimum), 6ºC - 8ºC (minimum), 45ºC - 47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik) (Media Komunikasi Permi Malang, 2007).

Kapang yang sering digunakan dalam teknologi fermentasi antara lain Aspergillus niger. Aspergillus niger merupakan salah satu jenis Aspergillus yang tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan (Gray, 1970). Proses fermentasi menggunakan kapang, selain pembentukan miselium selalu diikuti oleh pembentukan spora yang berguna untuk pembuatan inokulum pada proses fermentasi. Inokulum yang berupa spora merupakan starter yang baik dalam fermentasi (Purwadaria et al., 1994). Keberadaan spora dapat membuat turunnya daya cerna produk fermentasi dibandingkan dengan sel miselium dan merupakan bahan pencemar bagi kesehatan manusia, sehingga untuk alasan ini mutan yang hilang kemampuan berspora pada suhu tertentu akan mempunyai keuntungan.

Itik Raja

Itik Raja merupakan itik jantan hasil persilangan dari Itik Mojosari dan itik Alabio yang telah dilakukan oleh BPTU Palaihari Kalimantan Selatan maupun BPT Ciawi Bogor. Penamaan itik Raja kerena itik ini memiliki keunggulan


(29)

pertumbuhan yang lebih cepat dari pada itik jantan lainnya, dagingnya lebih tebal, dan aromanya tidak terlalu amis seperti itik lainnya (Supriyadi, 2009).

Hasil penelitian mengenai itik belum banyak dipublikasikan,sehingga cara pemeliharaan itik dengan intensif di Indonesia masih belum bisa dilakukan. Petani peternak masih berpendapat bahwa pemeliharaan itik dengan cara ekstensif lebih menguntungkan (Wahyu, 1985).

Tabel 3. Kebutuhan gizi itik pedaging

Zat Satuan 0 - 4 minggu 4 - 6 minggu

Protein % 20 - 21 19 - 20

Energi Kkal/kg 2.800 – 2.900 2.900 - 3.000

Sumber : Supriyadi (2009).

Itik Raja memiliki ciri - ciri sebagai berikut : 1) Warna bulu coklat kehitam - hitaman dengan kombinasi warna putih pada bagian bawah dada dan perut. 2) Pada bagian leher terdapat bintik - bintik putih memanjang dari bawah mulut hingga bawah perut. Pada bagian sayap terdapat beberapa lembar bulu suri yang mengkilap berwarna biru kehitaman. 3) Pada bagian kepala terdapat garis putih, tepatnya di atas mata menyerupai alis. 4) Warna paruh dan kaki hitam, tetapi ada juga yang paruhnya berwarna hitam dan kakinya berwarna kuning. Hal ini merupakan kelainan dari suatu persilangan yang tidak dapat 100 % seragam.


(30)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini berlangsung selama 7 minggu dimulai dari Bulan Juni sampai dengan Agustus 2011.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Day Old Duck (DOD) sexing anak jantan Itik Raja sebanyak 90 ekor. Bahan pakan penyusun ransum terdiri dari tepung jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak nabati, bungkil inti sawit, tepung kulit buah kakao fermentasi, kapur dan top mix. Air minum untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh. Air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan saat transportasi. Formalin 40% dan KMnO4 (kalium permanganat) untuk fumigasi kandang.Kapang Aspergillus niger sebagai bahan fermentasi kulit buah kakao. Vitamin seperti neobro dan vitachick ® sebagai suplemen tambahan.

Alat

Alat yang digunakan adalah kandang baterai berukuran 100cm x 100cm x 50cm, jumlah kandang sebanyak 18 unit dan tiap unit di isi 5 ekor DOD, peralatan kandang terdiri dari 18 unit tempat minum dan 18 unit tempat pakan, timbangan salter dengan kapasitas 5 kg dengan kesetaraan 0,01g untuk menimbang pertambahan bobot badan itik, alat penerangan dan pemanas berupa lampu pijar 40 watt sebanyak 18 buah, alat pembersih kandang (sapu,sekop,hand sprayer dan


(31)

lainnya), pisau, plastik, ember, thermometer sebagai alat pengukur suhu, alat tulis, buku data dan kalkulator.

Metode Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan dan setiap ulangan terdiri atas 5 ekor itik. Perlakuan yang diteliti adalah:

Ro = Ransum formulasi dengan perbandingan dedak padi dan kulit buah kakao fermentasi 10% : 0%

R1 = Ransum formulasi dengan perbandingan dedak padi dan kulit buah kakao fermentasi 5% : 5%

R2 = Ransum formulasi dengan perbandingan dedak padi dan kulit buah kakao fermentasi 0% : 10%

Ulangan yang didapat berasal dari rumus : t (n - 1) ≥ 15

3 (n - 1) ≥ 15 3n - 3 ≥ 15

3n ≥ 18

n ≥ 6 n ≥ 6


(32)

Dengan susunan sebagai berikut :

R21 R04 R01 R14 R15 R24

R05 R16 R13 R22 R25 R02

R12 R23 R26 R03 R06 R11

Model matematik percobaan yang digunakan adalah :

Yij = µ + σi + ∑ij

Dimana :

i = 1, 2, 3,…i = perlakuan j = 1, 2, 3,…j = ulangan

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j µ = nilai tengah umum

σi = pengaruh perlakuan ke-i

∑ij = efek j galat pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Parameter Peneletian

1. Total Biaya Produksi

Total Biaya Produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, yang diperoleh dengan cara menghitung : Biaya bibit, biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya pembuatan kandang, biaya sewa lahan, dan biaya obat-obatan.


(33)

IOFC = (Bobot badan akhir itik – bobot badan awal x harga jual itik/kg) – (Total konsumsi pakan x harga pakan perlakuan/kg) 2. Total Hasil Produksi

Total Hasil Produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung penjualan itik dan kotoran.

3. Laba – Rugi (L/R)

Analisa laba-rugi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut menguntungkan atau rugi dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan (total reserve) dan total pengeluaran (total cost).

4. Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara pertambahan bobot badan akibat perlakuan (dalam Kg bobot hidup) dengan harga jual, sedangkan biaya ransum adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertumbuhan bobot badan ternak (Prawirokusumo, 1990).

5. Analisis B/C-Ratio (benefit / cost ratio)

B/C ratio adalah merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Semakin besar B/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh petani mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efiisien (Soekartawi,2003).


(34)

Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah sistem baterai, terdiri dari 18 unit, setiap unit terdapat 5 ekor DOD (Day Old Duck). Sebelum DOD dimasukkan, kandang dibersihkan dengan air dan detergen kemudian didesinfektan menggunakan Rodalon dan fumigasi menggunakan formalin 40% dan KMnO4. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum serta alat penerangan. Istirahat kandang dilakukan selama 1 minggu. Air gula diberikan pada saat DOD baru tiba untuk mengurangi cengkaman stres selama perjalanan.

2. Random DOD (Day Old Duck)

Sebelum DOD dimasukkan kedalam kandang, terlebih dahulu dilakukan homogenitas berat awal DOD, kemudian dilakukan pengambilan secara acak (random) yang bertujuan untuk memperkecil nilai keragaman dan menghilangkan subjektivitas serta untuk menghindari bias (galat percobaan) lalu ditempatkan pada masing-masing unit sebanyak 5 ekor.

2. Penyusunan Ransum

Bahan penyusun ransum yang digunakan terdiri dari tepung jagung, dedak padi, bungkil kedelai, tepung ikan, bungkil inti sawit, minyak nabati, tepung kulit kakao fermentasi, kapur dan top mix.

Bahan penyusun ransum yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai komposisi susunan ransum yang telah ditentukan dalam formulasi tiap perlakuan. Metode yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara manual dan


(35)

ransum disusun dua kali seminggu untuk mencegah terjadinya ketengikan pada ransum.

3. Pemeliharaan Itik

Itik dipelihara dalam kandang perlakuan yang diberi pemanas dan penerangan (lampu pijar 45 watt). Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum.

4. Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan setiap minggu selama penelitian (7 minggu). 5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari setiap pengamatan ditabulasi kemudian dianalisa. Analisis yang dilihat adalah analisis laba rugi, analisis IOFC dan analisis B/C ratio.


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

AnalisisUsaha

1.Total Biaya Produksi

Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung : biaya bibit, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja, biaya, biaya sewa kandang dan biaya fumigasi.

1.1.Biaya Pembelian Bibit

Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit Day Old Duck (DOD) sebanyak 90 ekor dengan harga sebesar Rp. 3000/ekor. Sehingga didapat harga beli bibit DOD sebesar Rp. 270.000,-. Rataan bobot badan awal DOD dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rataan bobot badan awal DOD

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 38 35,5 36 38 35,5 39 222 37

R1 34,8 36,8 36,6 37 37,2 38,4 220,8 36,8 R2 36,6 35,2 39,2 39 37,2 33,2 220,4 36,7 Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan

Bobot badan awal bibit Day Old Duck ( DOD) itik raja merupakan acuan utama total hasil produksi yang diterima (laba/rugi) setelah diperoleh bobot badan akhir dari perlakuan. Biaya pembelian bibit DOD itik Raja/perlakuan, dapat di lihat pada tabel 5.


(37)

Tabel 5. Biaya pembelian bibit DOD (Rp/perlakuan)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 90.000 15.000 R1 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 90.000 15.000 R2 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 90.000 15.000 Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan

1.2.Biaya Ransum

Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan ransum yang diperoleh dari perkalian antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan harga ransum perkilogram, sehingga diperoleh biaya ransum yang dikonsumsi selama penelitian. Ransum yang terdiri dari bahan tepung jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak, bungkil inti sawit, kulit kakao fermentasi, kapur, topmix dan minyak makan. Harga ransum tiap perlakuan sebesar Rp 3.931/kg pada perlakuan R0, Rp 3.825/kg pada perlakuan R1 dan Rp 3.745/kg pada perlakuan R2. Jumlah ransum itik raja selama penelitian tertera pada tabel 6.

Tabel 6. Jumlah ransum itik raja selama penelitian (g/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 3.243 3.547 3.521 3.415 3.426 3.350 20.502 3.417 R1 3.160 3.410 3.122 3.632 3.655 3.325 20.304 3.384 R2 3.612 3.342 3.790 3.480 3.265 3.318 20.807 3.468 Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan

Setelah diketahui jumlah ransum yang digunakan selama penelitian maka dapat diketahui total biaya konsumsi selama penelitian. Biaya konsumsi ransum dapat dihitung dari total jumlah ransum yang dikonsumsi itik raja tiap perlakuan selama penelitian dikalikan dengan harga ransum tiap perlakuan. Dan biaya seluruh konsumsi ransum selama penelitian tertera pada tabel 7.


(38)

Tabel 7. Biaya ransum itik raja selama penelitian (Rp/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 12.748 13.943 13.841 13.424 13.468 13.468 80.892 13.482 R1 12.087 13.043 11.942 13.892 13.980 12.718 77.663 12.944 R2 13.527 12.516 14.194 13.033 12.227 12.426 77.922 12.987 Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan

1.3.Biaya Obat – obatan

Biaya obat – obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat – obatan yang diberikan selama penelitian. Obat – obatan yang diberikan adalah vitachick, neobro dan gula merah sebagai sumber tambahan vitamin dan energi yang dicampurkan kedalam air minum. Dengan rincian harga vitachick sebanyak 2 bungkus dengan harga perbungkus Rp 5000 dan neobro sebanyak 2 bungkus dengan harga perbungkus Rp 5000 untuk ukuran sedang dan 1 bungkus ukuran besar dengan harga Rp 18000 serta pembelian gula merah sebesar Rp 5.000. Pemberian air gula untuk memberikan energi pada anak itik yang baru datang serta vitamin diharapkan agar nafsu makan dan daya tahan tubuh itik raja dapat bertahan dari berbagai macam jenis penyakit yang dapat menyerang itik raja tersebut.

Tabel 8. Biaya obat – obatan tiap perlakuan (Rp/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 436,8 436,8 436,8 436,8 436,8 436,8 2620,8 436,8 R1 436,8 436,8 436,8 436,8 436,8 436,8 2620,8 436,8 R2 436,8 436,8 436,8 436,8 436,8 436,8 2620,8 436,8 Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan

1.4.Biaya/Upah tenaga kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara itik raja selama penelitian. Berdasarkan Upah Minimum Regional Propinsi Sumatera Utara (UMRP) sebesar Rp. 1.035.000,00/bulan. Dengan


(39)

asumsi 1 orang tenaga kerja dapat menangani 5000 ekor itik raja . Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk 90 ekor itik raja sebesar Rp. 30.429,00 selama 49 hari. Biaya atau upah tenaga kerja tertera pada tabel 9.

Tabel 9. Biaya tenaga kerja selama penelitian (Rp/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 1.690,5 1.690,5 1.690,5 1.690,5 1.690,5 1.690,5 10.143 1.690,5 R1 1.690,5 1.690,5 1.690,5 1.6905 1.690,5 1.690,5 10.143 1.690,5 R2 1.690,5 1.690,5 1.690,5 1.6905 1.690,5 1.690,5 10.143 1.690,5 Keterangan: Upah tenaga kerja berdasarkan UMRP SUMUT (Upah Minimum Regional Propinsi Sumatera Utara) sebesar Rp. 1.035.000,00/bulan.

Dengan asumsi 1 orang tenaga kerja dapat menangani 5000 ekor itik raja .

1.4. Biaya Sewa Kandang

Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang diperhitungkan berdasarkan nilai dari sewa kandang sehingga diperoleh sewa kandang selama penelitian. Biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang selama penelitian sebesar Rp. 250.000. Dan biaya untuk sewa kandang untuk itik raja tertera pada tabel 10.

Tabel 10. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 2.777,8 2.777,8 2.777,8 2.777,8 2.777,8 2.777,8 16.666,7 2.777,8 R1 2.777,8 2.777,8 2.777,8 2.777,8 2.777,8 2.777,8 16.666,7 2.777,8 R2 2.777,8 2.777,8 2.777,8 2.777,8 2.777,8 2.777,8 16.666,7 2.777,8

Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan

1.5.Biaya Fumigasi

Biaya fumigasi adalah biaya yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan–bahan yang diperlukan dalam melakukan fumigasi. Seperti pembelian formalin dan KMNO4. Dengan rincian harga formalin sebanyak


(40)

1 liter seharga Rp 10.000 dan KMNO4 dengan harga Rp 15.000. Biaya untuk melaksanakan fumigasi tertera pada tabel 11.

Tabel 11. Biaya fumigasi tiap perlakuan (Rp/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 287,4 287,4 287,4 287,4 287,4 287,4 1724,4 287,4 R1 287,4 287,4 287,4 287,4 287,4 287,4 1724,4 287,4 R2 287,4 287,4 287,4 287,4 287,4 287,4 1724,4 287,4 Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan 1.6. Total seluruh biaya produksi selama penelitian adalah

Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya produksi. Maka biaya produksi tertera pada tabel 12.

Tabel 12. Total biaya produksi selama penelitian

Berdasarkan total biaya produksi maka dapat diketahui total biaya produksi untuk tiap perlakuan selama penelitian. Dan jumlah total biaya selama penelitian tiap perlakuan tertera pada tabel 13.

Tabel 13. Total biaya produksi tiap perlakuan (Rp/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 20.941 22.136 22.034 21.617 21.660 21.361 129.749 21.625 R1 20.280 21.236 20.134 22.085 22.173 20.911 126.818 21.136 R2 21.719 20.708 22.386 21.225 20.420 20.618 127.077 21.180 Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan

Total Biaya Produksi Rupiah (Rp)

Biaya pembelian bibit 270.000,00

Biaya pembelian ransum 1.143.061.00

Biaya obat – obatan 38.000,00

Biaya/upah tenaga kerja 30.429,00

Biaya sewa kandang 250.000,00

Biaya fumigasi 25.000,00


(41)

2. Total Hasil Produksi

Total hasil produksi adalah semua perolehan dari hasil penjualan yaitu penjualan itik raja dan penjualan kotoran itik raja.

2.1. Hasil Penjualan itik raja

Penjualan itik raja diperoleh dari harga jual itik raja hidup perkilogram. Harga waktu penjualan yaitu sebesar Rp 18.000/kg dikali bobot badan akhir itik raja yaitu sebesar 113.400 gram atau sebesar 113,4 kilogram. Sehingga diperoleh hasil penjualan itik raja yaitu sebesar Rp 2.041.200,00. Rataan bobot badan akhir dan hasil penjualan itik raja tertera pada tabel 14 dan tabel 15.

Tabel 14. Ratan bobot badan akhir itik raja (g/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 1.253 1.355 1.346 1.300 1.309 1.283 7.846 1.308 R1 1.200 1.288 1.184 1.363 1.379 1.252 7.666 1.278 R2 1.372 1.269 1.455 1.335 1.245 1.266 7.941 1.324 Keterangan: Jumlah anak itik umur 1 hari (DOD) sebanyak 5 ekor/unit percobaan

Tabel 15. Hasil penjualan itik raja (Rp/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 22.558 24.397 24.224 23.404 23.562 23.085 141.230 23.538 R1 21.605 23.189 21.305 24.534 24.829 22.529 137.990 22.998 R2 24.692 22.838 26.186 24.030 22.406 22.784 142.938 23.823 Keterangan: Harga jual itik raja Rp 18.00/Kg

: Jumlah itik raja sebanyak 5 ekor/unit percobaan

Dari tabel 15 diperoleh hasil penjualan itik raja rata-rata pada R0 sebesar Rp 23.538/ekor, R1 sebesar Rp 22.998/ekor dan R2 sebesar Rp 23.823/ekor. Dari ketiga perlakuan diatas penerimaan terbesar pada perlakuan R2 sebesar Rp 23.823, ini di sebabkan pada perlakuan R2 mempunyai berat badan rata-rata itik 1,324 kg


(42)

lebih tinggi dari perlakuan R0 sebesar 1,308 dan R1 sebesar 1,278 sehingga memperoleh penerimaan lebih besar dibandingkan dengan perlakuan R0 dan R1. 2.2. Hasil Penjualan Kotoran itik raja

Penjualan kotoran itik raja diperoleh dari harga jual kotoran itik raja perkilogram. Harga waktu penjualan yaitu sebesar Rp 3.000 /goni dikali total bobot kotoran itik raja sebanyak 25 goni. Maka harga penjualan seluruh kotoran itik raja adalah Rp 75.000.

Tabel 16. Hasil penjualan kotoran itik raja tiap perlakuan (Rp/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 862,07 862,07 862,07 862,07 862,07 862,07 5.172 862 R1 862,07 862,07 862,07 862,07 862,07 862,07 5.172 862 R2 862,07 862,07 862,07 862,07 862,07 862,07 5.172 862 Keterangan: Harga jual kotoran itik raja Rp 120/Kg

Tabel 17. Total hasil produksi

Total Hasil Produksi Rupiah (Rp)

Hasil penjualan itik raja 2.041.200.00

Hasil penjualan kotoran itik raja 75.000,00

Total 2.116.200,00

Total hasil produksi usaha itik raja yang diperoleh dari hasil penerimaan penjualan itik raja dan kotoran dengan mengalikan harga produksinya sebesar Rp 2.185.788 yang terdiri dari hasil penjualan itik raja sebesar Rp 2.110.788 dan hasil penjualan kotoran itik raja sebesar Rp 75.000.

Penerimaan adalah hasil penjualan (output) yang diterima produsen. Penerimaan dari suatu proses produksi dapat dihitung dengan mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual produksi tersebut (Budiono, 1990).


(43)

Penerimaan bersumber dari penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan hasil olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya (Kadarsan, 1995).

Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil produksi, hasil penjualan itik raja ditambah hasil penjualan kotoran itik raja. Maka total hasil produksi tiap perlakuan tertera pada tabel 18.

Tabel 18. Total hasil produksi tiap perlakuan (Rp/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 23.420 25.259 25.086 24.266 24.424 23.947 146.402 24.400 R1 22.467 24.051 22.167 25.396 25.691 23.391 143.162 23.860 R2 25.554 23.700 27.048 24.892 23.268 23.646 148.110 24.685 Keterangan: Jumlah itik raja sebanyak 5 ekor/unit percobaan

3. Analisis Usaha Berdasarkan Data – data Diatas 3.1. Analisis Laba – Rugi

Analisis usaha atau laba – rugi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut untung atau rugi dengan cara menghitung selisih antara total hasil produksi dengan total biaya produksi.

Keuntungan = Total Hasil Produkksi – Total Biaya Produksi = Rp 2.116.200,00 – Rp 1.786.445,00

= Rp 379.755,00

Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan ternak ditambah penjualan kotoran ternak memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya produksi yaitu biaya bibit, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya/upah tenaga kerja, biaya sewa kandang dan biaya fumigasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murtidjo (1995) yaitu keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar dari


(44)

pada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha (Soekartawi 1995).

Diketahui bahwa total biaya produksi lebih kecil dibandingkan dengan total hasil produksi. Pada perlakuan R0 dengan rata-rata keuntungan sebesar 2.776 dan R2 dengan rata-rata 3.506. Dari hasil yang diperoleh perlakuan R2 memiliki keuntungan terbesar dengan level 10% pemberian kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger . Analisis usaha itik raja selama 49 hari penelitian memberikan keuntungan. Berikut dapat dilihat keuntungan (laba / rugi) pada tabel 19.

Tabel 19. Keuntungan (laba / rugi) tiap perlakuan (Rp/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 2.479 3.124 3.053 2.649 2.764 2.586 16.654 2.776 R1 2.187 2.815 2.033 3.311 3.518 2.480 16,344 2.724 R2 3.835 2.992 4.662 3.667 2.849 3.028 21.033 3.506 Keterangan: Jumlah itik raja sebanyak 5 ekor/unit percobaan

3.2. Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan usaha peternakan dengan dikurangi biaya pakan. Income Over Feed Cost (IOFC) ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan merupakan biaya terbesar dalam usaha pemeliharaan ternak.


(45)

Tabel 20. Income Over Feed Cost (IOFC) tiap perlakuan (Rp/ekor)

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 9.125 9.813 9.735 9.295 9.450 9.200 56.619 9.436 R1 8.891 9.483 8.704 9.976 10.179 9.145 56.378 9.396 R2 10.508 9.691 11.289 10.297 9.511 9.763 61.059 10.176 Keterangan: Jumlah itik raja sebanyak 5 ekor/unit percobaan

Berdasarkan tabel diatas diperoleh rataan IOFC pada perlakuan R2 sebesar Rp 10.176 dan rataan IOFC pada perlakuan R1 sebesar Rp 9.396 serta R0 sebesar 9.436.

Prawirokusumo (1990) yang menyatakan bahwa Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan penjualan itik raja dengan biaya pakan yang digunakan selama usaha pemeliharaan ternak.

3.3. Analisis Benefit/Cost Ratio (B/C Ratio)

Analisis B/C Ratio digunakan dalam suatu usaha untuk mengetahui layak atau tidak usaha itu untuk dilanjutkan ke periode berikutnya atau sebaliknya usaha tersebut dihentikan karena kurang layak.

Tabel 21. B/C ratio tiap perlakuan

Prlk Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5 6

R0 1,12 1,14 1,14 1,12 1,13 1,12 6,77 1,13 R1 1,11 1,13 1,10 1,15 1,16 1,12 6,77 1,13 R2 1,18 1,14 1,21 1,17 1,14 1,15 6,99 1,16 Keterangan: Jumlah itik raja sebanyak 5 ekor/unit percobaan

B/C ratio yang diperoleh analisis usaha subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao yang difermentasi aspergillus niger dalam ransum itik raja layak untuk dilanjutkan karena rataan dari semua perlakuan memiliki hasil rataan sebesar 1.14 (B/C > 1). Dengan nilai rataan B/C ratio tertinggi terdapat pada perlakuan R2 yaitu sebesar 1,16 dan nilai rataan B/C ratio terendah diperoleh pada


(46)

perlakuan R0 dan R1 sebesar 1,13. Hal ini sesuai dengan pernyataan Karo – karo et al (1995) bahwa suatu usaha dapat dikatakan memberikan keuntungan bila nilai B/C ratio diatas 1 (> 1).

Semakin besar nilai B/C ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C ratio maka semakin tidak efisien usaha tersebut. Sesuai dengan pernyataan Kadariah (1987) yang menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan layak apabila total biaya pengeluaran lebih kecil dibandingkan dengan total biaya pemasukan.

3.4. Rekapitulasi Hasil Penelitian

Berdasarkan data-data diatas maka dapat dilihat rekapitulasi hasil penelitian seperti pada tabel 22

Tabel 22. Rekapitulasi hasil penelitian Perlakuan

Parameter Penelitian Yang Diamati Total biaya

produksi

Total hasil

produksi Laba IOFC

B/C Ratio R0 21.624,73 24.400,37 2.775,64 6.114,16 1,13 R1 21.136,30 23.860,37 2.724,07 6.150,78 1,13 R2 21.179,54 24.685,07 3.505,53 6.811,60 1,16

Dari tabel rekapitulasi hasil penelitian diatas dapat dilihat perbedaan hasil dari tiap perlakuan. Pada perlakuan R0, R1 dan R2 menunjukkan total hasil penelitian yang berbeda-beda yaitu 21.624,73, 21.136,30 dan 21.179,54. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan biaya produksi salah satunya biaya ransum. Ransum merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan yaitu 60 - 70%, biaya ransum rata-rata pada R0 sebesar Rp 3.931,00, R1 sebesar Rp 3.825,00 dan R2 sebesar Rp 3.745,00. Dilihat dari biaya ransum, biaya terendah pada R2 dan tertinggi R0, pada hasil penelitian total biaya produksi terendah R1 dan tertinggi masih pada R0 disini mengalami perbedaan pada tiap perlakuan, ini disebabkan oleh pebedaan


(47)

jumlah konsumsi ransum dan berat badan akhir itik pada setiap perlakuan. Perbedaan jumlah ransum, harga ransum dan berat badan akhir itik mempengaruhi perbedaan total biaya produksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rasyaf (1995) Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada itik di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : gaji pekerja bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan jumlah produksi itik pedaging yang diusahakan.Semakin banyak itik semakin besar pula biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam produksi peternakan secara total. Pada pemeliharaan itik pedaging, biaya pakan mencapai 60% - 70% dari total biaya produksi.

Keuntungan (laba) yang diperoleh pada perlakuan R2 lebih tinggi yaitu sebesar Rp 3.505,33 dan terendah pada perlakuan R1 dan R0 sebesar Rp 2.724,07 dan 2.775,65. Hal ini disebabkan kenaikan bobot badan itik pada perlakuan R2 lebih besar daripada bobot badan pada perlakuan R0 dan R2 dan biaya ransum dari perlakuan R2 lebih kecil di bandingkan dengan biaya ransum pada perlakuan R0 dan R1.

Untuk mengetahui efisiensi penggunaan ransum secara ekonomis, selain memperhitungkan bobot badan yang dihasilkan dan efisiensi ransum, faktor efisiensi biaya juga perlu diperhitungkan. Income over feed cost (IOFC) adalah salah satu cara untuk mengetahui efisiensi biaya yang diperoleh dari hasil penjualan produksi dikurangi biaya ransum. Perhitungan IOFC ini terlepas dari biaya lain yang belum diperhitungkan seperti upah tenaga kerja, sewa kandang,


(48)

bibit dan lain sebagainya yang tidak termasuk ke dalam kriteria yang diamati dalam biaya tetap, maka IOFC pada penelitian diperoleh biaya tertinggi pada R2 sebesar Rp 6.811,60 dan biaya terendah yaitu pada R0 sebesar Rp 6.114,16. Ini di sebabkan karena, perbedaan biaya ransum pada perlakuan yang tidak sama sehingga nilai IOFC pada setiap perlakuan berbeda-beda. Bukan biaya ransum tetapi total pendapatan juga mempengaruhi nilai IOFC pada perlakuan. Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. Income Over Feed Cost ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).

Pada B/C ratio, nilai tertinggi diperoleh pada R2 sebesar 1.16 dan nilai terendah diperoleh pada R0 dan R1 sebesar 1,13. B/C ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Pada hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata B/C ratio 1,14 ini berati setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1000,00 maka akan mendapatkan keuntungan tambahan sebesar Rp 140,00. Semakin besar B/C ratio dalam usaha, maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh peternak mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efiisien (Soekartawi,2003). Maka subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao yang difermentasi dengan aspergillus niger dari segi analisis usaha itik raja layak digunakan.


(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Subtitusi dedak padi dengan kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum itik raja dapat meningkatkan keuntungan, serta dapat untuk diterapkan dalam usaha peternakan itik raja. Ransum yang diberikan pada level 10% memberikan hasil yang baik.

Saran

Dari hasil penelitian disarankan kepada para peternak untuk menggunakan kulit buah kakao fermentasi pada level 10% yang dapat menggantikan dedak padi sebagai bahan pakan ternak.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Agus. 1990. Analisis Pulang Pokok, UGM-Press, Yogyakarta.

Aregheore, E.M. 2000. Crop residues and agroindustrial byproduct in four Pacific Islandcountries, availability, utilization and potential value in ruminant nutrition. Asian – Aust. J. of Anim. Sci. 13 (Supplement B): 266-269.

Amirroenas D. E. 1990. Mutu ransum berbentuk pellet dengan bahan serat biomasa pod kakao (Theobroma cacao L.) untuk pertumbuhan sapi perah jantan. Tesis Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gray, W.D. 1970. The Use of Fungi as Food and in Food Processing. Ohio: CRC Press.

Badan Pusat Statistik. 2005. Statistic of Year Book Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Budiono. 1990. Ekonomi Mikro Edisi Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.1 Edisi Kedua Cetakan ke II BEFE, Yogyakarta.

Darwis, A.A., E. Sukara, R. Purwati & T. Tedja. 1999. Biokonversi limbah lignoselulosa oleh Trichoderma viride dan Aspergillus niger. Laporan Penelitian PAU Bioteknologi,Instititut Pertanian Bogor, Bogor.

Dinas Perkebunan Sumatera Utara. 2008. Promosi Investasi Perkebunan Di Sumatera Utara. Medan.

Hansen dan Mowen. 2001. Manajemen Biaya. Salemba Empat Patria, Jakarta.

Kadarsan, H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pemembiayaan Perusahaan Agribisnis. Cetakan ke Dua. PT Gramedia,Jakarta.

Kadariah. 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.


(51)

Karo – Karo, S., Junias Sirait and Henk Knipsheer. 1995. Farmers Shares, Marketing Margin and Demand for Small Ruminant In North Sumatera, Working Paper No.150 November.

Kasmir dan Jakfar. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group,

Jakarta.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. 2010. Departemen Peternakan FP USU, Medan.

Laconi, E.B. 1998. Peningkatan mutu pod cacao melalui amoniasi urea dan biofermentasi dengan Panecrochaete chrysosporium serta penjabarannya ke dalam formulasi ransum ruminansia. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Lipsey, R., P. Courant, D. Purvis dan P. Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara, Jakarta.

Martini. 2002. Pemanfaatan kulit buah coklat sebagai pakan alternatif dalam ransum broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. Media Komunikasi Permi Cabang Malang. 2007. Kecil Itu Indah (Aspergillus

niger).

Murtidjo, B. A. 1995. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta. Nuraini. I. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro. Universitas Muhammadiyah, Malang.

Prawirokusumo, S., 1990. Ilmu Gizi Komperatif. BPFE, Yogyakarta.

Purwadaria, T., T. Haryati, A.P. Sinurat, J. Darma, and T. Pasaribu. 1995. In vitro nutrient value of coconut meal fermented with Aspergillus nigerNRRL 337 at different enzimatic incubation temperatures. 2nd Conference on Agricultural Biotechnology Jakarta, 13-15 June 1995.

Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.


(52)

Soekartawi. 2003. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Siregar, Z., 2009. Pemanfaatan hasil samping perkebunan dengan penambahan mineral dan hidrolisat bulu ayam. Universitas Sumatera Utara, Medan. Suharno, B dan Nazaruddin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Supriyadi. 2009. Panen Itik Pedaging Dalam 6 Minggu. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suratiah, K. 2009. Ilmu Usaha Tani. Penebar swadaya. Jakarta

Tarka, S.M., B.L. Zoumas and G.A. Trout. 1998. Examination of effect cocoa shell with theobromin in lamb. Nutrition Report International.

Wahyu, J., 1985. Ilmu Nutrisi Unggas, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta


(53)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Harga bahan-bahan ransum dan obat-obatan serta vitamin selama penelitian

Bahan-bahan Ransum Harga Keterangan

Tepung jagung 3500/Kg Poultry Shop Sumber Ternak

Tepung ikan 6000/Kg Poultry Shop Sumber Ternak

Bungkil kedelai 7000/Kg Poultry Shop Sumber Ternak Bungkil Kelapa 2500/Kg Poultry Shop Sumber Ternak

Dedak Padi 2000/Kg Kilang padi stabat

Bungkil Inti Sawit 1500/Kg Bapak warisman

kapur 400/Kg

UD. Sembiring Simpang Kuala

Kulit Buah Kakao Fermentasi 1000/Kg Fermentasi sendiri

Top mix 8000/Kg Poultry Shop Sumber Ternak

Minyak nabati 12000/Kg Pajak sore padang bulan Vitachick 5000/bungkus Poultry Shop Sumber Ternak

Neobro 5000/bungkus Poultry Shop Sumber Ternak

Keterangan :

 Poultry Shop Sumber Ternak Jalan Jamin Ginting Padang Bulan, Medan.

 Harga kulit buah kakao fermentasi untuk 40 kg = Rp 40.000,00, dengan asumsi pembelian kulit buah kakao kering 40 kg dengan harga Rp 300/Kg = Rp 12.000,00, biaya penggilingan 200/kg x 40 kg = Rp 8000,00,

dan biaya pembuatan media pengembangan Aspergillus niger Rp 20.000,00.


(54)

(55)

Perlakuan R1

BAHAN

%

BAHAN KOMPOSISI BAHAN PAKAN FORMULA RANSUM

HARGA/Kg PK(%) EM SK(%) LK(%) Ca(%) P(%) HARGA/Kg PK(%) EM SK(%) LK(%) Ca(%) P(%) T.jagung 38.7 3500 8.6 3370 2 3.9 0.02 0.8 1,355 3.3282 1304.19 0.774 1.5093 0.0077 0.3096 T.ikan 10 6000 55 2970 1 9 7.7 3.9 600 5.5 297 0.1 0.9 0.77 0.39 B.kedelai 13.2 7500 45 2240 6 0.9 0.32 0.67 990 5.94 295.68 0.792 0.1188 0.0422 0.0884 B.Kelapa 7 3500 21 1540 15 1.8 0.2 0.6 245 1.47 107.8 1.05 0.126 0.014 0.042 Dedak 5 2000 13 1630 12 13 0.12 1.5 100 0.65 81.5 0.6 0.65 0.006 0.075

Bis 15.7 1700 16 2810 15 6.49 0.56 0.84 267 2.512 441.17 2.355 1.0189 0.0879 0.1319

kapur 2.3 400 38 9 0.874

K.Kakao F 5 1000 12.89 1767.864 21.5 2.96 0 0 50 0.6445 88.3932 1.075 0.148 0 0

Top mix 1 7000 12 70 0 0 0 0 0.12 0

M. nabati 2.1 12000 8800 252 0 184.8 0 0 0 0


(56)

Perlakuan R2 BAHAN

%

BAHAN KOMPOSISI BAHAN PAKAN FORMULA RANSUM

HARGA/Kg PK(%) EM SK(%) LK(%) Ca(%) P(%) HARGA/Kg PK(%) EM SK(%) LK(%) Ca(%) P(%) T.jagung 38.2 3500 8.6 3370 2 3.9 0.02 0.8 1,337 3.2852 1287.34 0.764 1.4898 0.0076 0.3056 T.ikan 10 6000 55 2970 1 9 7.7 3.9 600 5.5 297 0.1 0.9 0.77 0.39 B.kedelai 13 7000 45 2240 6 0.9 0.32 0.67 910 5.85 291.2 0.78 0.117 0.0416 0.0871 B.Kelapa 6 3500 21 1540 15 1.8 0.2 0.6 210 1.26 92.4 0.9 0.108 0.012 0.036 Dedak 0 2000 13 1630 12 13 0.12 1.5 - 0 0 0 0 0 0

Bis 17.7 1700 16 2810 15 6.49 0.56 0.84 301 2.832 497.37 2.655 1.1487 0.0991 0.1487

kapur 2.3 400 38 9 0.874

K.Kakao F 10 1000 12.89 1767.864 21.5 2.96 0 0 100 1.289 176.7864 2.15 0.296 0 0

Top mix 1 8000 12 80 0 0 0 0 0.12 0

M. nabati 1.8 12000 8800 216 0 158.4 0 0 0 0


(57)

Lampiran 3. Formula Ransum itik raja masa Finisher Perlakuan R0

BAHAN

%

BAHAN KOMPOSISI BAHAN PAKAN FORMULA RANSUM

HARGA/Kg PK(%) EM SK(%) LK(%) Ca(%) P(%) HARGA/Kg PK(%) EM SK(%) LK(%) Ca(%) P(%) T.jagung 44 3500 8.6 3370 2 3.9 0.02 0.8 1,540 3.784 1482.8 0.88 1.716 0.009 0.352 T.ikan 10 6000 55 2970 1 9 7.7 3.9 600 5.5 297 0.1 0.9 0.77 0.39 B.kedelai 11.6 7000 45 2240 6 0.9 0.32 0.67 812 5.22 259.84 0.696 0.1044 0.037 0.078 B.Kelapa 3.5 3500 21 1540 15 1.8 0.2 0.6 123 0.735 53.9 0.525 0.063 0.007 0.021 Dedak 10 2000 13 1630 12 13 0.12 1.5 200 1.3 163 1.2 1.3 0.012 0.15

Bis 15.4 1700 16 2810 15 6.49 0.56 0.84 262 2.464 432.74 2.31 0.9995 0.086 0.129

kapur 2.1 400 38 8 0.798

K.Kakao F 0 1000 12.89 1767.864 21.5 2.96 0 0 - 0 0 0 0 0 0

Top mix 1 8000 12 80 0 0 0 0 0.12 0

M. nabati 2.4 12000 8800 288 0 211.2 0 0 0 0


(58)

Perlakuan R1

BAHAN

%

BAHAN KOMPOSISI BAHAN PAKAN FORMULA RANSUM HARGA/Kg PK(%) EM SK(%) LK(%) Ca(%) P(%) HARGA/Kg PK(%) EM SK(%) LK(%) Ca(%) P(%) T.jagung 44 3500 8.6 3370 2 3.9 0.02 0.8 1,540 3.784 1482.8 0.88 1.716 0.009 0.352 T.ikan 10 6000 55 2970 1 9 7.7 3.9 650 5.5 297 0.1 0.9 0.77 0.39 B.kedelai 11.6 7000 45 2240 6 0.9 0.32 0.67 812 5.22 259.84 0.696 0.1044 0.037 0.078 B.Kelapa 3.5 2500 21 1540 15 1.8 0.2 0.6 88 0.735 53.9 0.525 0.063 0.007 0.021 Dedak 5 1600 13 1630 12 13 0.12 1.5 80 0.65 81.5 0.6 0.65 0.006 0.075

Bis 15.5 1500 16 2810 15 6.49 0.56 0.84 233 2.48 435.55 2.325 1.006 0.087 0.13

kapur 2.1 400 38 6 0.798

K.Kakao F 5 1000 12.89 1767.864 21.5 2.96 0 0 50 0.6445 88.3932 1.075 0.148 0 0

Top mix 1 8000 12 80 0 0 0 0 0.12 0

M. nabati 2.3 12000 8800 184 0 202.4 0 0 0 0


(59)

Perlakuan R2

BAHAN

%

BAHAN KOMPOSISI BAHAN PAKAN FORMULA RANSUM HARGA/Kg PK(%) EM SK(%) LK(%) Ca(%) P(%) HARGA/Kg PK(%) EM SK(%) LK(%) Ca(%) P(%) T.jagung 44 3500 8.6 3370 2 3.9 0.02 0.8 1,540 3.784 1482.8 0.88 1.716 0.009 0.352 T.ikan 10 6000 55 2970 1 9 7.7 3.9 650 5.5 297 0.1 0.9 0.77 0.39 B.kedelai 11.6 7000 45 2240 6 0.9 0.32 0.67 812 5.22 259.84 0.696 0.1044 0.037 0.078 B.Kelapa 3.5 2500 21 1540 15 1.8 0.2 0.6 88 0.735 53.9 0.525 0.063 0.007 0.021 Dedak 0 1500 13 1630 12 13 0.12 1.5 - 0 0 0 0 0 0

Bis 15.6 1500 16 2810 15 6.49 0.56 0.84 234 2.496 438.36 2.34 1.0124 0.087 0.131

kapur 2.1 400 38 6 0.798

K.Kakao F 10 1500 12.89 1767.864 21.5 2.96 0 0 150 1.289 176.786 2.15 0.296 0 0

Top mix 1 8000 12 80 0 0 0 0 0.12 0

M. nabati 2.2 12000 8800 176 0 193.6 0 0 0 0


(60)

Lampiran 4. Data konsumsi ransum itik Raja 1-49 hari

PERLAKUAN MG 1 MG 2 MG 3 MG 4 MG 5 MG 6 MG 7 TOTAL RATAAN

TO1 71.86 217.83 431.01 536.89 633.49 685.12 666.80 3243 463.29

T02 116.85 298.09 493.72 633.80 744.66 608.72 651.16 3547 506.71

T03 99.42 285.76 501.06 636.25 624.56 683.46 690.49 3521 503.00

T04 99.42 300.48 524.18 586.96 566.66 627.57 709.72 3415 487.86

T05 69.72 264.82 456.07 524.54 748.60 654.65 707.59 3426 489.43

T06 105.02 307.72 418.68 550.68 603.81 655.00 709.10 3350 478.57

T11 106.08 243.56 431.44 527.31 576.28 566.46 708.86 3160 451.43

T12 101.74 268.73 455.96 646.28 657.37 601.02 678.91 3410 487.14

T13 106.97 256.23 442.88 534.87 562.06 650.83 568.16 3122 446.00

T14 106.27 305.06 545.71 587.56 707.19 668.49 711.73 3632 518.86

T15 110.11 263.47 488.97 722.30 634.17 754.98 681.00 3655 522.14

T16 81.95 255.92 413.92 587.54 634.65 628.98 722.04 3325 475.00

T21 112.52 302.70 471.42 632.96 711.33 662.20 718.88 3612 516.00

T22 98.29 297.77 488.03 624.05 602.74 619.50 611.62 3342 477.43

T23 115.12 295.38 513.37 657.00 691.62 716.23 801.29 3790 541.43

T24 109.11 324.12 462.43 571.43 731.39 621.27 660.24 3480 497.14

T25 99.09 275.05 441.91 586.44 606.94 553.75 701.81 3265 466.43


(61)

Lampiran 5. Data pertambahan bobot badan itik Raja 1-49 hari

Perlakuan MG 1 MG 2 MG 3 MG 4 MG 5 MG 6 MG 7 TOTAL RATAAN

TO1 43.6 134 212.8 246.6 218.6 156.8 202.8 1215.2 173.6

T02 61.6 151.2 251.4 268.4 247.8 168.8 170.6 1319.8 188.5429

T03 67.2 158.8 231.8 262 229.6 187.6 172.8 1309.8 187.1143

T04 57.8 159.2 244 250.2 176.8 199.8 174.4 1262.2 180.3143

T05 50.2 127.6 221 225.6 242.2 182.4 224.2 1273.2 181.8857

T06 68.95 148.75 233.5 232.75 216.75 191.75 150.25 1242.7 177.5286

T11 51.7 137.5 220.25 235.25 185 179.25 156.5 1165.45 166.4929

T12 50.2 134 225 233.5 203.5 221 184.25 1251.45 178.7786

T13 51 127.8 232.2 253 172.8 157 153.2 1147 163.8571

T14 51 177.4 258.6 239.6 248 187.4 164 1326 189.4286

T15 52.2 151.8 262.2 268.8 241.6 201.8 163.8 1342.2 191.7429

T16 49.6 139.2 202.8 233.8 233.2 175.4 180.6 1214.6 173.5143

T21 54.4 144.6 237.8 285.8 215.4 211.4 185.8 1335.2 190.7429

T22 45.6 139.4 234 240.4 210.6 181.8 181.8 1233.6 176.2286

T23 60.4 177.8 243 264 243.4 232.4 194.6 1415.6 202.2286

T24 54.4 164.8 240 260.2 197.8 226 152.8 1296 185.1429

T25 54.8 146.8 246.2 248.8 178.6 182.2 150.2 1207.6 172.5143


(62)

Lampiran 6. Analisis Usaha Perlakuan R0

No Uraian Ulangan

1 2 3 4 5 6

Biaya Produksi (Rp/ekor)

Bibit 3,000.00 3,000.00 3,000.00 3,000.00 3,000.00 3,000.00

Ransum 12,748.23 13,943.26 13,841.05 13,424.37 13,467.61 13,168.85

1 Obat – obatan 436.8 436.8 436.8 436.8 436.8 436.8

Tenaga kerja 1,690.50 1,690.50 1,690.50 1,690.50 1,690.50 1,690.50

Sewa kandang 2,777.80 2,777.80 2,777.80 2,777.80 2,777.80 2,777.80

Fumigasi 287.40 287.40 287.40 287.40 287.40 287.40

Total 20,940.73 22,135.76 22,033.55 21,616.87 21,660.11 21,361.35

Hasil Produksi (Rp/ekor)

2 Penjualan itik 22,557.60 24,397.20 24,224.40 23,403.60 23,562.00 23,085.00

Penjualan kotoran itik 862.07 862.07 862.07 862.07 862.07 862.07

Total 23,419.67 25,259.27 25,086.47 24,265.67 24,424.07 23,947.07

3 Laba/Rugi (Rp) 2,478.94 3,123.51 3,052.92 2,648.80 2,763.96 2,585.72

4 IOFC 9,125.37 9,813.14 9,735.35 9,295.24 9,449.99 9,199.75


(1)

Perlakuan R2 BAHAN

%

BAHAN KOMPOSISI BAHAN PAKAN FORMULA RANSUM

HARGA/Kg PK(%) EM SK(%) LK(%) Ca(%) P(%) HARGA/Kg PK(%) EM SK(%) LK(%) Ca(%) P(%) T.jagung 44 3500 8.6 3370 2 3.9 0.02 0.8 1,540 3.784 1482.8 0.88 1.716 0.009 0.352

T.ikan 10 6000 55 2970 1 9 7.7 3.9 650 5.5 297 0.1 0.9 0.77 0.39

B.kedelai 11.6 7000 45 2240 6 0.9 0.32 0.67 812 5.22 259.84 0.696 0.1044 0.037 0.078 B.Kelapa 3.5 2500 21 1540 15 1.8 0.2 0.6 88 0.735 53.9 0.525 0.063 0.007 0.021

Dedak 0 1500 13 1630 12 13 0.12 1.5 - 0 0 0 0 0 0

Bis 15.6 1500 16 2810 15 6.49 0.56 0.84 234 2.496 438.36 2.34 1.0124 0.087 0.131

kapur 2.1 400 38 6 0.798

K.Kakao F 10 1500 12.89 1767.864 21.5 2.96 0 0 150 1.289 176.786 2.15 0.296 0 0

Top mix 1 8000 12 80 0 0 0 0 0.12 0

M. nabati 2.2 12000 8800 176 0 193.6 0 0 0 0


(2)

Lampiran 4. Data konsumsi ransum itik Raja 1-49 hari

PERLAKUAN MG 1 MG 2 MG 3 MG 4 MG 5 MG 6 MG 7 TOTAL RATAAN

TO1 71.86 217.83 431.01 536.89 633.49 685.12 666.80 3243 463.29

T02 116.85 298.09 493.72 633.80 744.66 608.72 651.16 3547 506.71

T03 99.42 285.76 501.06 636.25 624.56 683.46 690.49 3521 503.00

T04 99.42 300.48 524.18 586.96 566.66 627.57 709.72 3415 487.86

T05 69.72 264.82 456.07 524.54 748.60 654.65 707.59 3426 489.43

T06 105.02 307.72 418.68 550.68 603.81 655.00 709.10 3350 478.57

T11 106.08 243.56 431.44 527.31 576.28 566.46 708.86 3160 451.43

T12 101.74 268.73 455.96 646.28 657.37 601.02 678.91 3410 487.14

T13 106.97 256.23 442.88 534.87 562.06 650.83 568.16 3122 446.00

T14 106.27 305.06 545.71 587.56 707.19 668.49 711.73 3632 518.86

T15 110.11 263.47 488.97 722.30 634.17 754.98 681.00 3655 522.14

T16 81.95 255.92 413.92 587.54 634.65 628.98 722.04 3325 475.00

T21 112.52 302.70 471.42 632.96 711.33 662.20 718.88 3612 516.00

T22 98.29 297.77 488.03 624.05 602.74 619.50 611.62 3342 477.43

T23 115.12 295.38 513.37 657.00 691.62 716.23 801.29 3790 541.43

T24 109.11 324.12 462.43 571.43 731.39 621.27 660.24 3480 497.14


(3)

Lampiran 5. Data pertambahan bobot badan itik Raja 1-49 hari

Perlakuan MG 1 MG 2 MG 3 MG 4 MG 5 MG 6 MG 7 TOTAL RATAAN

TO1 43.6 134 212.8 246.6 218.6 156.8 202.8 1215.2 173.6

T02 61.6 151.2 251.4 268.4 247.8 168.8 170.6 1319.8 188.5429

T03 67.2 158.8 231.8 262 229.6 187.6 172.8 1309.8 187.1143

T04 57.8 159.2 244 250.2 176.8 199.8 174.4 1262.2 180.3143

T05 50.2 127.6 221 225.6 242.2 182.4 224.2 1273.2 181.8857

T06 68.95 148.75 233.5 232.75 216.75 191.75 150.25 1242.7 177.5286

T11 51.7 137.5 220.25 235.25 185 179.25 156.5 1165.45 166.4929

T12 50.2 134 225 233.5 203.5 221 184.25 1251.45 178.7786

T13 51 127.8 232.2 253 172.8 157 153.2 1147 163.8571

T14 51 177.4 258.6 239.6 248 187.4 164 1326 189.4286

T15 52.2 151.8 262.2 268.8 241.6 201.8 163.8 1342.2 191.7429

T16 49.6 139.2 202.8 233.8 233.2 175.4 180.6 1214.6 173.5143

T21 54.4 144.6 237.8 285.8 215.4 211.4 185.8 1335.2 190.7429

T22 45.6 139.4 234 240.4 210.6 181.8 181.8 1233.6 176.2286

T23 60.4 177.8 243 264 243.4 232.4 194.6 1415.6 202.2286

T24 54.4 164.8 240 260.2 197.8 226 152.8 1296 185.1429

T25 54.8 146.8 246.2 248.8 178.6 182.2 150.2 1207.6 172.5143


(4)

Lampiran 6. Analisis Usaha Perlakuan R0

No Uraian Ulangan

1 2 3 4 5 6

Biaya Produksi (Rp/ekor)

Bibit 3,000.00 3,000.00 3,000.00 3,000.00 3,000.00 3,000.00

Ransum 12,748.23 13,943.26 13,841.05 13,424.37 13,467.61 13,168.85

1 Obat – obatan 436.8 436.8 436.8 436.8 436.8 436.8

Tenaga kerja 1,690.50 1,690.50 1,690.50 1,690.50 1,690.50 1,690.50

Sewa kandang 2,777.80 2,777.80 2,777.80 2,777.80 2,777.80 2,777.80

Fumigasi 287.40 287.40 287.40 287.40 287.40 287.40

Total 20,940.73 22,135.76 22,033.55 21,616.87 21,660.11 21,361.35

Hasil Produksi (Rp/ekor)

2 Penjualan itik 22,557.60 24,397.20 24,224.40 23,403.60 23,562.00 23,085.00

Penjualan kotoran itik 862.07 862.07 862.07 862.07 862.07 862.07

Total 23,419.67 25,259.27 25,086.47 24,265.67 24,424.07 23,947.07

3 Laba/Rugi (Rp) 2,478.94 3,123.51 3,052.92 2,648.80 2,763.96 2,585.72

4 IOFC 9,125.37 9,813.14 9,735.35 9,295.24 9,449.99 9,199.75


(5)

Lampiran 7. Analisis Usaha Perlakuan R1

No Uraian Ulangan

1 2 3 4 5 6

Biaya Produksi (Rp/ekor)

Bibit 3,000.00 3,000.00 3,000.00 3,000.00 3,000.00 3,000.00

Ransum 12,087.00 13,043.25 11,941.65 13,892.40 13,980.38 12,718.13

1 Obat – obatan 436.8 436.8 436.8 436.8 436.8 436.8

Tenaga kerja 1,690.50 1,690.50 1,690.50 1,690.50 1,690.50 1,690.50

Sewa kandang 2,777.80 2,777.80 2,777.80 2,777.80 2,777.80 2,777.80

Fumigasi 287.40 287.40 287.40 287.40 287.40 287.40

Total 20,279.50 21,235.75 20,134.15 22,084.90 22,172.88 20,910.63

Hasil Produksi (Rp/ekor)

2 Penjualan itik 21,604.50 23,188.50 21,304.80 24,534.00 24,829.20 22,528.80

Penjualan kotoran itik 862.07 862.07 862.07 862.07 862.07 862.07

Total 22,466.57 24,050.57 22,166.87 25,396.07 25,691.27 23,390.87

3 Laba/Rugi (Rp) 2,187.07 2,814.82 2,032.72 3,311.17 3,518.39 2,480.24

4 IOFC 8,891.10 9,482.85 8,704.35 9,975.60 10,179.23 9,144.68


(6)

Lampiran 8. Analisis Usaha Perlakuan R2

No Uraian Ulangan

1 2 3 4 5 6

Biaya Produksi (Rp/ekor)

Bibit 3,000.00 3,000.00 3,000.00 3,000.00 3,000.00 3,000.00

Ransum 13,526.94 12,515.79 14,193.55 13,032.60 12,227.43 12,425.91

1 Obat – obatan 436.8 436.8 436.8 436.8 436.8 436.8

Tenaga kerja 1,690.50 1,690.50 1,690.50 1,690.50 1,690.50 1,690.50

Sewa kandang 2,777.80 2,777.80 2,777.80 2,777.80 2,777.80 2,777.80

Fumigasi 287.40 287.40 287.40 287.40 287.40 287.40

Total 21,719.44 20,708.29 22,386.05 21,225.10 20,419.93 20,618.41

Hasil Produksi (Rp/ekor)

2 Penjualan itik 24,692.40 22,838.40 26,186.40 24,030.00 22,406.40 22,784.40

Penjualan kotoran itik 862.07 862.07 862.07 862.07 862.07 862.07

Total 25,554.47 23,700.47 27,048.47 24,892.07 23,268.47 23,646.47

3 Laba/Rugi (Rp) 3,835.03 2,992.18 4,662.42 3,666.97 2,848.54 3,028.06

4 IOFC 10,508.47 9,690.68 11,289.15 10,297.14 9,511.01 9,762.55