Peran Sekretori Imunoglobulin A dan Neutrofil pada Kejadian Early Onset-Ventilator Acquired Pneumonia Berdasarkan Analisis dari Spesimen yang Diambil dengan Kurasan Bronkoalveolar

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Hospital Acquired Pneumonia (HAP), adalah pneumonia yang
didapat di rumah sakit setelah mendapat perawatan lebih dari 48 jam,
yang sebelumnya tidak ada. Kondisi ini merupakan infeksi nosokomial
yang perlu mendapat perhatian, karena berhubungan dengan peningkatan
angka morbiditas, mortalitas, lama rawatan dan biaya perawatan di rumah
sakit. Insiden HAP mencapai 5-15 kasus per 1000 pasien rawat inap dan
angka mortalitasnya mencapai 20-50% (Ranes, 2005; Augustyn, 2007;
Tejerina, 2009). Insiden HAP juga menjadi 6-20 kali lebih tinggi pada
pasien yang menggunakan ventilator mekanik di Instalansi Perawatan
Intensif (IPI), yang disebut Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) (Vincent,
2007; Timsit, 2011).
Ventilator

Acquired

Pneumonia


(VAP)

adalah

pneumonia

yang terjadi pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik setelah
> 48 jam. Bila pneumonia terjadi > 48 jam (2 hari), disebut VAP awitan dini
(early

onset-VAP), dan bila pneumonia terjadi > 120 jam (5 hari), disebut

VAP awitan lambat (late onset-VAP). Kondisi ini juga mempunyai kaitan
yang erat dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, serta
menambah lama rawatan (Ibrahim, 2000; Rea-Neto, 2008).
Khusus untuk negara-negara Asia, Chawla, 2008, telah melakukan
survei terhadap epidemiologi, diagnosis dan penatalaksanaan HAP dan
VAP di 10 negara (China, Hong Kong, India, Malaysia, Pakistan, Philipina,
Singapore, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand). Insidens HAP dan VAP

di negara Asia lebih tinggi dibanding di negara barat. Kondisi ini
menyebabkan penambahan lama rawatan dan biaya rawat inap, dengan
mortalitas sebesar 33-50%, bahkan dapat mencapai 70%. Khusus untuk
VAP, insiden dan prevalennya di negara Asia mencapai 3,5-46/1000
pasien per harinya. Di Malaysia, infeksi nosokomial mencapai 14% dari
jumlah rawatan dan 21% daripadanya adalah HAP (Chung, 2011); di
Thailand, insidens VAP di ruang rawat IPI dewasa, mencapai angka
1

2
10,8/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari, dan di IPI neonati:
70,3/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari (Chawla, 2008). Di India,
insidens VAP mencapai 46/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari,
dengan rincian 33% VAP awitan cepat (di bawah 96 jam), dan 67% VAP
awitan lambat (di atas 96 jam) (Chawla, 2008). Di Korea Selatan, insidens
VAP 3,5-7,1/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari; di Hongkong
10,6/1000 pasien dengan ventilator mekanik/hari. Di Cina, insidens VAP
40,2%, pada pasien dengan ventilator mekanik (Song, 2008). Beberapa
penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa angka mortalitas pasien VAP
yang dirawat di Instalansi Perawatan Intensif (IPI) meningkat 3-10 kali

dibandingkan dengan pasien tanpa VAP (Chastre, 2002, Hunter, 2006;
Torres, 2008; Vardakas, 2012). Namun sangat disayangkan, angka
insidens VAP di Indonesia belum ada.
Pengamatan terhadap lama rawatan pasien pneumonia di beberapa
negara seperti Amerika Serikat, melaporkan bahwa lama rawatan
bertambah rata-rata 4-13 hari, dengan jumlah kasus 250.000-300.000
kasus dalam setahun, dan menghabiskan biaya $ 5000-20.000/kasus
(Erbay, 2004), bahkan dapat meningkat hingga mencapai $ 40.000/rawat
inap VAP, dan dalam setahun mencapai $ 1,2 milyar (Augustyn, 2007;
Koenig, 2006).
Oleh karena itu, diperlukan strategi pencegahan VAP, yang akan
berhasil bila patogenesis dan epidemiologinya dipahami dengan baik
(Medford, 2009). Insiden VAP ini menunjukkan peningkatan sebesar 70%
pada pneumonia yang disebabkan oleh patogen Multi Drug Resistence
(MDR), seperti Pseudomonas aeruginosa, atau pada kejadian sepsis.
Patogen penyebab VAP, sekitar 87% adalah patogen gram negatif,
terutama Acinetobacter baumanii (39%), Pseudomonas aeruginosa (31%)
dan Klebsiella spp (20%) (Mai, 2007; Ahl, 2010; Liu, 2011).
Angka keberhasilan terapi pada infeksi berbagai patogen masih
rendah, karena sering diikuti dengan kejadian resistensi terhadap

antibiotik yang digunakan (Duflo, 2002; El-Herte, 2012; Hamilton, 2012).
Secara endemik, sebagian besar patogen masuk dengan cara kolonisasi

2

3
pada orofaring oleh flora normal, atau oleh patogen eksogen yang ada di
lingkungan ruang IPI, terutama dari tangan atau pakaian petugas yang
bekerja di ruang IPI. Selain itu, juga adanya kontaminasi patogen dengan
alat-alat ventilator mekanik seperti pipa endotrakeal, pipa ventilator, alat
pengisap dahak, air di rumah sakit atau udara pendingin ruangan. Aspirasi
cairan lambung berpotensi untuk menimbulkan kolonisasi patogen gram(). Biofilm endotracheal tube (ETT) memberikan kontribusi terhadap
kolonisasi kuman patogen pada trakea (Koerner, 2004), dan berperan
penting pada VAP awitan lambat >120 jam oleh patogen resisten. Mikroaspirasi dari orofaring, lambung atau sekresi trakea sekitar balon ETT,
sering menjadi penyebab endogen VAP. Kolonisasi P. aeruginosa paling
sering dijumpai dan kerap berasal dari orofaring yang terdorong saat
intubasi pada awal pemasagan ventilator mekanik, dan kemudian
berkembang menjadi VAP setelah 48-96 jam.

Di samping itu, VAP


endemik yang disebabkan oleh Legionella sp, Aspergillus dan virus SARS,
sering terjadi akibat kontaminasi alat-alat diagnostik atau alat terapi
pernapasan seperti bronkoskop, alat uap nebulizer, air atau udara
(Aguald-Ohman, 2007; Jones, 2010; Restrepo, 2013).
Infeksi yang terjadi pada VAP, mempunyai keterkaitan dengan
sistem

imunitas

yang

terdapat

pada

sistem

respirasi.


Secretory

Immunogblobulin A (s-IgA), merupakan komponen immunitas humoral
yang sangat mendasar pada sistem respirasi, yang akan mengikat
patogen di permukaan mukosa dan jumlahnya 65-80% lebih banyak
daripada di dalam serum (sistemik). Interaksi antara s-IgA dengan
beberapa faktor imunitas alami (Innate Immunity) pada sekresi mukosa,
dapat melindungi permukaan mukosa dari infeksi (Mayer, 2003; Bals,
2004; Noble, 2006; Gottesman, 2009). Penelitian terhadap aktivitas s-IgA
trakeabronkial secara in-vitro, menunjukkan bahwa aktivitas s-IgA akan
meningkat bila ada patogen, dan bervariasi secara kuantitas maupun
kualitas. S-IgA melindungi mukosa dari patogen, karena dapat bereaksi
dengan molekul adhesi dari patogen potensial tersebut, sehingga akan
mencegah adheren dan kolonisasi patogen tersebut dalam sel pejamu

3

4
(Diebel, 2009). Selain itu s-IgA berfungsi sebagai opsonin, dan bersama
neutrofil, monosit serta


makrofag memiliki reseptor yang sama, untuk

dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen, yang akan menetralisir
toksin dan virus, sehingga mencegah kontak komponen berbahaya
tersebut dengan jaringan dan sel pada sistem respirasi. S-IgA juga dapat
mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif (Mayer, 2003; Furst,
2008; Diebel, 2009).
Pada sirkulasi mikrosistemik, neutrofil polimorfonuklear (PMN)
masuk dari vaskular ke dalam jaringan yang mengalami inflamasi dan
beradhesi untuk mengaktifkan sel endotel. Aktivitas transmigrasi sirkulasi
neutrofil yang berlebihan memegang peranan penting terhadap kejadian
acute lung injury (ALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS)
secara cepat. Jumlah neutrofil pada orang dewasa tidak merokok dalam
keadaan normal, ≤ γ% dari jumlah total PMN. Neutrofil ini mempunyai
fungsi dari dua sisi yang berbeda, yaitu sebagai komponen pertahanan
tubuh bersama makrofag dan s-IgA menghancurkan kuman, tetapi di sisi
lain, peningkatan neutrofil secara berlebihan dapat merusak jaringan paru
dan memperburuk fungsi paru, sehingga dapat menyebabkan ARDS dan
memperburuk kondisi VAP (Halbertsma, 2005; Oeckler, 2007; Diebel

2009). Namun hasil pengamatan lain menyatakan bahwa, jumlah neutrofil
pada cairan BAL pasien dengan ventilator mekanik adalah sekitar ± 5763% (Barreiro,1996).
Sampel s-IgA dan neutrofil saluran napas bawah, serta biakan
patogen, dapat diperoleh dengan melakukan bronkoskopi prosedur
bilasan bronkoalveolar (BAL). Pengambilan sampel melalui BAL dipilih,
karena BAL mempunyai sensitivitas 97% dan spesivisitas 100%
dibandingkan pengambilan sampel trakeobronkial dan sputum (Chec’h,
2006; Zaccard, 2009; Meyer, 2012; Rasmin, 2012).
Penilaian adanya VAP, dilakukan dengan menggunakan Clinical
Pulmonary Infection Score (skor CPIS: 0-10). Skor CPIS digunakan untuk
menilai kondisi klinis pasien, dan dugaan kuat adanya VAP ditetapkan
dengan menggunakan 5 variabel, yaitu: bentuk dan jumlah sputum, luas

4

5
konsolidasi pada foto toraks, suhu, jumlah leukosit,

kebutuhan oksigen


yg meningkat (American Thoracic Society/ATS, 2005). Skor CPIS > 6,
dinyatakan sebagai VAP (+) (Tan, 2007; Shan, 2011; Parks, 2012; Harde,
2013;). Hasil penelitian lain melakukan penegakkan diagnosis VAP,
berdasarkan pengamatan terhadap skor CPIS, dibandingkan dengan
penilaian klinis lainnya. Skor CPIS, memiliki sensitivitas 93% dan
spesifisitas 100%, bila biakan patogen yang diambil menggunakan cairan
BAL (Pugin, 1991)
Tingkat keparahan penyakit pasien yang masuk ke IPI, dapat
diketahui dan diamati sejak awal dengan menggunakan skor Simplified
Acute Physiology Score (SAPS). Skor SAPS diperoleh dengan menilai;
umur, denyut jantung, tekanan darah, suhu, mode setting ventilator
mekanik yang digunakan, oksigen darah, oksigen yang dibutuhkan, jumlah
produksi urin, jumlah leukosit, elektrolit, bilirubin, Glasgow Coma Scale/
GCS, penyakit kronis sebelumnya dan pascabedah (lampiran 5). Skor
SAPS banyak digunakan untuk menilai keparahan penyakit pasien yang
dirawat di ruang IPI < dari 3 hari, untuk pertanda dan mengevaluasi risiko
pada awal masa rawat di ruang IPI dan dihubungkan dengan adanya
infeksi (Le-Gall, 2005; Prakash, 2006; Jeon, 2010), yang diprediksi dapat
mempengaruhi kejadian VAP. Skor SAPS juga digunakan untuk
memprediksi mortalitas yang terjadi di rumah sakit. Dinyatakan bahwa

mortalitas akan mencapai 25 % bila skor SAPS mencapai angka 40,
dan mortalitas akan meningkat sampai 50% bila skor SAPS mencapai
angka 52 poin (Apostolopoulou, 2003; ATS, 2005,).
Namun, kenyataannya sebagian pasien mengalami VAP, sedangkan
yang lain tidak. Karena itu, timbul pertanyaan mengapa kondisi ini dapat
terjadi?. Apa yang terjadi dengan pertahanan imunitas lokal pada saluran
napas distal?. Apakah setiap patogen penyebab memberikan kontribusi
tersendiri terhadap kemampuan menghancurkan imunitas lokal?. Dengan
latar belakang ini, ingin dilakukan penelitian yang akan mengamati dan
mengetahui serta memastikan peran s-IgA dan neutrofil yang diambil dari
saluran pernapasan distal dengan melakukan bronkoskpi prosedur BAL,

5

6
berkenaan dengan aktivitasnya sebagai pertahanan imunitas adaptive dan
innate pada sistem pernapasan distal, yang selama ini diduga lebih
dominan dibandingkan pertahanan humoral yang lain (65-80%), terhadap
kejadian VAP akibat pemasangan ventilator mekanik. Selanjutnya ingin
diketahui sejauh mana pengaruh nilai SAPS ataupun adanya infeksi

dengan berbagai jenis patogen, terhadap kadar kadar s-IgA dan
persentase neutrofil pada kejadian VAP. Penelitian ini akan dilakukan
secara kohort prospektif yang bersifat observasi analitik.

1.2. Rumusan Masalah (Pertanyaan Penelitian)
1.2.1. Apakah s-IgA dari saluran napas bawah (yang diekspresikan oleh
kadar s-IgA), berperan penting sebagai faktor penentu dalam
mempertahankan imunitas saluran napas bawah terhadap kejadian
VAP awitan dini?
1.2.2. Apakah neutrofil dari saluran napas bawah (yang diekspresikan
oleh persentase neutrofil), berperan penting sebagai faktor penentu
dalam mempertahankan imunitas saluran napas bawah terhadap
kejadian VAP awitan dini?
1.2.3. Sejauh mana skor SAPS akan mempengaruhi kadar s-IgA dari
saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini?
1.2.4. Sejauh mana skor SAPS akan mempengaruhi persentase neutrofil
dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini?
1.2.5. Sejauh mana infeksi oleh berbagai patogen, akan mempengaruhi
kadar s-IgA dari saluran napas bawah pada kejadian VAP awitan
dini?
1.2.6. Sejauh mana infeksi oleh berbagai patogen, akan mempengaruhi
persentase neutrofil dari saluran napas bawah pada kejadian VAP
awitan dini?

6

7

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran s-IgA dan neutrofil dari saluran napas
bawah pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik, terhadap
kejadian VAP awitan dini.

1.3.2.

Tujuan Khusus

1.3.2.1. Untuk mengetahui peran s-IgA dari saluran napas bawah yang
diekspresikan

oleh

kadar

s-IgA,

dalam

mempertahankan

imunitas saluran napas bawah terhadap kejadian VAP awitan
dini.
1.3.2.2. Untuk mengetahui peran neutrofil dari saluran napas bawah, yang
diekspresikan oleh persentase neutrofil dalam mempertahankan
imunitas saluran napas bawah terhadap kejadian VAP awitan
dini.
1.3.2.3. Untuk mengetahui pengaruh skor SAPS terhadap kadar s-IgA dari
saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan dini
1.3.2.4. Untuk mengetahui pengaruh skor SAPS terhadap persentase
neutrofil dari saluran napas bawah, pada kejadian VAP awitan
dini.
1.3.2.5. Untuk mengetahui pengaruh infeksi berbagai jenis patogen
terhadap kadar s-IgA dari saluran napas bawah, pada kejadian
VAP awitan dini.
1.3.2.6. Untuk mengetahui pengaruh infeksi berbagai jenis patogen
terhadap persentase neutrofil dari saluran napas bawah, pada
kejadian VAP awitan dini.

1.4.
1.4.1.

Manfaat Penelitian
Memberikan sumbangsih keilmuan dan pemahaman yang lebih
baik mengenai sistem imunitas lokal respirasi dan pulmonologi,
berkenaan dengan patogenesis VAP awitan dini, sehingga
7

8
memungkinkan penegakan diagnosis dan tindakan pencegahan
yang lebih awal, serta prediksi prognosis dari VAP awitan dini.
1.4.2. Untuk pelayanan kesehatan, gambaran hubungan antara kadar
s-IgA, persentase neutrofil dengan skor SAPS dan jenis patogen
penyebab VAP, dapat digunakan untuk lebih cepat mendiagnosa
kejadian VAP awitan dini, dan melaksanakan pemilihan terapi
yang adekuat, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan
(morbiditas)

dan

angka

kematian

(mortalitas)

VAP,

serta

diharapkan dapat mempersingkat lama rawat, baik di IPI ataupun
di rumah sakit.
1.4.3. Biakan patogen dari cairan BAL pada penelitian ini, akan
memberikan pola patogen pada kejadian VAP, di unit ruang rawat
IPI

rumah

sakit.

Dengan

demikian,

rumah

sakit

dapat

merencanakan penyediaan obat-obatan, terutama antibiotik yang
tepat dan sesuai dengan kebutuhan, untuk penatalaksanaan VAP
di unit ruang rawat IPI.
1.4.4. Memberikan dan menambah informasi untuk melanjutkan riset
terhadap sistem imunitas lokal sistem respirasi, dalam upaya
pencegahan VAP.

1.5. Orisinalitas
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, peneliti belum menemukan
penelitian tentang pemeriksaan dan manfaat s-IgA in-vivo sebagai
komponen imunitas lokal di dalam sistem respirasi saluran napas bawah,
bronkus terminal dan alveoli. Penelitian lain oleh Brandtzaeg (1974)
menemukan

bahwa

pada

s-IgA

BAL,

lebih

banyak

ditemukan

dibandingkan IgM. Di samping itu, hasil penelitian Steffen (1992), yang
meneliti respon

s-IgA pada air ludah binatang (anjing) yang diberi

vaksin oral yang berisi Mycoplasma pulmonis, menunjukkan adanya
peningkatan jumlah s-IgA

air ludah dan diharapkan juga

merangsang peningkatan s-IgA pada alveoli. Penelitian Wiggins,1994,
8

9
terhadap kuantitas s-IgA dari sputum, aspirasi trakea pada pasien
bronkitis kronis, menyatakan bahwa s-IgA sputum dan aspirasi trakea
tidak dapat dijadikan acuan baku (standard). Oleh karena itu, Wiggins
mengusulkan agar pengamatan terhadap kuantitas s-IgA lebih baik
dilakukan dengan menggunakan BAL (s-IgA mencapai 97,0%). Schmekel,
1995, meneliti konsentrasi s-IgA, albumin dan urea dari BAL pada orang
sehat tidak merokok, dengan 150 ml NCl 0,9%, 37 oc, mendapatkan kadar
s-IgA sebesar 2800 ug/L. Peneliti lain Daniele,1999 meneliti kadar s-IgA
pada binatang (anjing), dan melaporkan komposisi imunoglobulin pada
cairan BAL. Diebel sejak 2004 sampai 2009, melakukan penelitian
berturut-turut, tentang peran s-IgA dan sel-sel inflamasi secara in vitro di
laboratorium.
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain,
terutama di Indonesia, kecuali yang diacu secara tertulis dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.

1.6. Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Berdasarkan keterangan di atas, maka diharapkan hasil penelitian
ini akan mempunyai potensi hak atas kekayaan intelektual, yang
mendapatkan bahwa sekretori-IgA bersama-sama dengan neutrofil pada
sistem

respirasi,

merupakan

imunitas

humoral

yang

dapat

mempertahankan alveoli dan saluran napas bawah dari infeksi dan
terhadap kejadian VAP awitan dini, pada pasien yang menggunakan
ventilator mekanik. Sekretori-IgA juga mampu menekan atau menetralisir
reaksi inflamasi yang berlebihan dari peningkatan jumlah neutrofil,
yang dapat memperburuk prognosis VAP awitan dini, dan peningkatan
angka mortalitas

9

10

1.7. Publikasi Internasional
no Judul Artikel

Nama

Nasional/

Jurnal/

Internasional

Jadwal

Simposium

1

The

role

of

neutrophils

in APSR 2014

Internasional

12-16

early onset-Ventilator Acquired

November

Pneumonia (VAP), based on

2014

analysis

of

specimen

from

Broncho Alveolar Lavage (BAL)

2

The

role

Immunoglobulin
onset

-

secretory APSR 2014

of
A

in

Ventilator

Pneumonia

event?,

analysis

of

12-16
November

early

2014

Acquired

(VAP)

ARDS?)

Internasional

(and

based

specimen

on
from

Broncho Alveolar Lavage (BAL)

3

The

role

of

Immunoglobulin A
onset-

Ventilator

Pneumonia

secretory APSR 2014

Internasional

12-16
November

in early-

2014

Acquired

(and ARDS?),

based on analysis of patogens
from Broncho-Alveolar Lavage
(BAL)

4

The

role

of

secretory International

Immunoglobulin A, neutrophils Journal

of

and pathogens in early onset- PharmTech
Ventilator Acquired Pneumonia

Research

based on analysis of specimen
from Broncho-Alveolar Lavage

10

Internasional
(Scopus)

20 April 2015

Dokumen yang terkait

Perbandingan Kadar Serum Seruloplasmin pada Preeklamsia Berat Early Onset dan Late Onset

0 77 72

Perbandingan Kadar Serum Seruloplasmin Pada Preeklamsia Berat Early Onset Dan Late Onset

0 78 13

Gambaran Kejadian Ventilator Associated Pneumonia pada Pasien yang Menggunakan Ventilator ≥ 48 Jam di ICU RSUP H. Adam Malik pada Bulan Agustus 2014 – Juni 2015

5 51 65

Peran Sekretori Imunoglobulin A dan Neutrofil pada Kejadian Early Onset-Ventilator Acquired Pneumonia Berdasarkan Analisis dari Spesimen yang Diambil dengan Kurasan Bronkoalveolar

0 0 30

Peran Sekretori Imunoglobulin A dan Neutrofil pada Kejadian Early Onset-Ventilator Acquired Pneumonia Berdasarkan Analisis dari Spesimen yang Diambil dengan Kurasan Bronkoalveolar

0 0 5

Peran Sekretori Imunoglobulin A dan Neutrofil pada Kejadian Early Onset-Ventilator Acquired Pneumonia Berdasarkan Analisis dari Spesimen yang Diambil dengan Kurasan Bronkoalveolar

0 0 43

Peran Sekretori Imunoglobulin A dan Neutrofil pada Kejadian Early Onset-Ventilator Acquired Pneumonia Berdasarkan Analisis dari Spesimen yang Diambil dengan Kurasan Bronkoalveolar Chapter III VI

0 1 51

Peran Sekretori Imunoglobulin A dan Neutrofil pada Kejadian Early Onset-Ventilator Acquired Pneumonia Berdasarkan Analisis dari Spesimen yang Diambil dengan Kurasan Bronkoalveolar

0 0 17

Peran Sekretori Imunoglobulin A dan Neutrofil pada Kejadian Early Onset-Ventilator Acquired Pneumonia Berdasarkan Analisis dari Spesimen yang Diambil dengan Kurasan Bronkoalveolar

0 0 16

Kadar imunoglobulin A sekretori pada penderita tonsilitis kronik sebelum dan setelah tonsilektomi

0 0 5