Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 05 PAILIT 2012 PN NIAGA.SMG)

38

BAB II
AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP
PERSEROAN TERBATAS
A. Pengertian dan Kedudukan Hukum Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha yang paling diminati,
karena pertanggung jawaban yang bersifat terbatas, perseroan juga memberikan
kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) untuk mengalihkan perusahaannya
kepada setiap orang dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada
perusahaan tersebut. Kata “perseroan” menunjuk kepada modal yang terdiri atas sero
(saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang
saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya.
Ketentuan perundang-undangan PT saat ini dapat dilihat pada Undang-Undang No 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 55
Undang-Undang PT mendefenisikan Perseroan Terbatas

sebagai: “Badan

hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha
dengan modal


tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham

dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang serta peraturan pelaksanaanya”.56

55

Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan
Terbatas, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 42
56
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Rajawali Pers,
Jakarta, 2010, hal. 7

38

Universitas Sumatera Utara

39


Dari batasan yang diberikan tersebut

ada lima hal pokok yang dapat

diketahui :
1. Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum
2. Didirikan berdasarkan perjanjian.
3. Menjalankan usaha tertentu
4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham.
5. Memenuhi persyaratan Undang-Undang.
Menurut Pasal 7 ayat (1) UUPT, menyatakan bahwa, “Perseroan didirikan
oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta Notaris yang dibuat dalam bahasa
Indonesia. Ini mempertegas kembali makna perjanjian sebagaimana diatur dalam
ketentuan umum

mengenai perjanjian yang ada dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Perjanjian pendirian PT yang dilakukan oleh para pendiri ditulis
dalam akta Notaris yang disebut dengan “akta pendirian”. Akta pendirian pada

dasarnya mengatur berbagai macam hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri
perseroan dalam mengelola dan menjalankan perseroan tersebut. Hak-hak dan
kewajiban tersebut disebut dengan “anggaran dasar” perseroan, sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 8 ayat 1 UUPT.
Undang-undang Perseroan Terbatas mewajibkan pengesahan akta pendirian
suatu PT disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM, sebelum PT tersebut dapat
memiliki status badan hukum, yang memiliki hak dan kewajiban dan harta kekayaan

Universitas Sumatera Utara

40

tersendiri.57 Saat pengesahan tersebut merupakan satu-satunya saat mulai berlakunya
sifat kemandirian.
Keberadaan status badan hukum baru diperoleh oleh perseroan apabila
memperoleh pengesahan dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak,
kewajiban dan harta kekayaan pribadi para pendiri dan pemegang saham, maupun
pengurusnya. Menurut Pasal 157 ayat (3) UUPT mengatakan bahwa, “Perseroan
yang telah berbadan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya UUPT ini wajib menyesuaikan

anggaran dasarnya dengan ketentuan UUPT”.
Dengan demikian secara teoritis, sejak diundangkan UUPT, para pemilik PT
dianggap sudah tahu konsekuensinya apabila tidak disesuaikan dengan UUPT, PT
tersebut dapat dibubarkan oleh pengadilan. Didalam Pasal 157 ayat (4) dikatakan,
“Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasar dalam jangka waktu yang
ditentukan dapat dibubarkan

berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan

kejaksaan atau pihak yang berkepentingan”. Kalau suatu PT tidak menyesuaikan
anggaran dasar dalam jangka waktu setahun, maka secara otomatis perseroan
dinyatakan tidak mempunyai legalitas sebagai badan hukum. Sebagai badan hukum,
perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti yang ditentukan dalam UUPT.
Unsur-unsur tersebut adalah :58

57

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Rajawali Pers,
Jakarta, hal. 44
58

M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 234

Universitas Sumatera Utara

41

1. Organisasi yang teratur
2. Harta kekayaan sendiri
3. Melakukan hubungan hukum sendiri
4. Mempunyai tujuan sendiri
Sesuai UUPT, status badan hukum diperoleh sejak akta pendirian disahkan
oleh Menteri Kehakiman. Ini berarti secara prinsipnya pemegang saham tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh perikatan yang dibuat oleh dan atas
nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh karenanya tidak bertanggung jawab
atas setiap kerugian yang diderita oleh suatu perseroan. Para pemegang saham
tersebut hanya bertanggung jawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang telah
diambil bagian olehnya.
Sedikit

berbeda dengan ketentuan UUPT Tahun 1999, bahwa pada saat


perseroan belum memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman, PT belum
memiliki pemegang saham, yang dikenal hanyalah pendiri yang namanya tercantum
dalam akta pendirian PT) yang diwajibkan untuk melakukan penyetoran atas modal
yang telah dijanjiakan untuk melakukan penyetoran atas modal yang telah dijanjikan
dalam akta pendirian perseroan dan pengurus perseroan. Sebelum PT memperoleh
pengesahan dari Menteri, dalam perseroan sebenarnya terjadi suatu hubungan
persekutuan dengan

firma diantara para pendiri dan pengurus perseroan yang

melakukan tindakan atau perbuatan hukum dengan pihak ketiga, untuk dan atas nama

Universitas Sumatera Utara

42

perseroan.59 Apabila PT telah mendapat pengesahan dari Menteri, maka

setiap


tindakan dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus dan atau pendiri PT
sebagai tindakan dan perbutan hukum PT, dan karenanya akan mengikat PT sebagai
suatu badan hukum.60
Perseroan Terbatas sebagai subjek hukum

yang telah berbadan hukum,

mempunyai kekayaan terpisah dari kekayaan perseroannya yang juga dapat
dinyatakan pailit. Dengan pernyataan pailit, organ badan hukum tersebut akan
kehilangan hak untuk mengurus kekayaan badan hukum. Pengurusan harta kekayaan
badan hukum yang dinyatakan pailit beralih kepada kurator. Selanjutnya dalam Pasal
113 Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyatakan
bahwa apabila yang dinyatakan pailit suatu PT, koperasi dan badan hukum lainnya,
maka pengurus yang mempunyai kewajiban untuk mempertanggung jawabakan
kepailitan tesebut.
Sebagai badan hukum, pada prinsipnya PT dapat memiliki segala hak dan
kewajiban yang dapat dimiliki oleh setiap orang perorangan, dengan pengecualian
hal-hal yang bersifat pribadi yang hanya mungkin dilaksanakan oleh orangperorangan. Guna melaksanakan segala hak dan kewajiban yang dimilikinya, maka
PT telah mempunyai fungsi dan tugas masing-masing didalam organ PT yang

berbeda satu dan yang lainya. Organ-organ tersebut dikenal dengan sebutan : Rapat
umum pemegang saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris.
59

Harianto Mustari, Pertanggung Jawaban Direksi Terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas,
Mitra Ilmu, Surabaya, 2012, hal. 16
60
Ibid, 18

Universitas Sumatera Utara

43

Apabila masing-masing organ dapat berperan baik, maka perseroan akan
berjalan dengan baik, dan para pemegang saham PT akan terjamin kepentingannya
dalam PT tersebut.
1. Rapat Umum Pemegang Saham
Rapat umum pemegang saham, yang selanjutnya disebut RUPS, merupakan
organ perseroan yang paling tinggi dan berkuasa untuk menentukan arah dan tujuan
PT. RUPS memiliki segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan

Komisaris PT.61
RUPS mempunyai hak untuk memperoleh segala macam keterangan yang
diperlukan yang berkaitan dengan kepentingan dan jalannya perseroan.
2. Direksi
Direksi merupakan badan pengurus PT yang paling tinggi, serta yang berhak
dan berwenang untuk menjalankan suatu perusahaan, bertindak untuk dan atas nama
PT, baik didalam maupun diluar pengadian. Direksi bertanggung jawab penuh atas
kepengurusan dan jalannya PT untuk kepentingan dan tujuan PT.
Direksi berkewajiban untuk mengelola jalannya suatu perusahaan dengan
baik. Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi jalannya pengelolaan perseroan
Direksi, serta pada kesempatan-kesempatan tertentu turut membantu Direksi dalam
menjalankan tugasnya. Sedangkan Rapat umum peegang saham PT, berfungsi untuk

61

Robintan Sulaiman & Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan, Jakarta, 2000 Pusat
Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, hal. 11

Universitas Sumatera Utara


44

melaksanakan secara menyeluruh atas setiap pemenuhan kewajiban dari Direksi dan
Komisaris PT atas aturan yang ditetapkan.62
Keanggotaan Direksi dalam PT, diangkat melalui RUPS, untuk jangka waktu
yang telah ditentukan dalam anggaran dasar, serta menurut tata cara yang ditentukan
dalam anggaran dasar

PT. untuk pertama kalinya sususnan keanggotaan direksi

dicantumkan dalam Akta pendirian PT. Didalam menjalankan tugasnya Direksi
diberikan hak dan kekuasaan penuh, dengan konsekuensi bahwa setiap tindakan dan
perbuatan yang dilakukan oleh direksi akan dianggap dan diperlukan sebagai
tindakan dan perbuatan PT, sepanjang mereka bertindak sesuai dengan apa yang
ditentukan dalam anggaran dasar PT.
Selama Direksi tidak melakukan pelanggaran atas anggaran dasar PT, maka
PT yang akan menanggung semua akibat dari perbuatan direksi tersebut. Sedangkan
bagi tindakan-tindakan Direksi yang merugikan PT yang dilakukannya diluar batas
dan kewenangan yang diberikan kepadanya oleh anggaran dasar, tidak diakui oleh
PT, maka Direksi bertanggung jawab secara pribadi atas setiap tindakannya diluar

batas kewenangan yang diberikan dalam anggaran dasar PT.
3. Dewa Komisaris
Dalam Undang-Undang

Perseroan

Terbatas

komisaris

meliputi

dua

pengertian, yaitu organ PT yang lazim dikenal dengan dewan komisaris dan anggota
dewan komisaris.

62

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Dreksi Atas Kepailitan Perseroan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003, hal 9.

Universitas Sumatera Utara

45

UUPT memberikan hak sepenuhnya kepada pendiri maupun pemegang saham
PT untuk menentukan sendiri wewenang dan kewajiban komisaris dalam PT.
Didalam UUPT menugaskan bahwa komisaris

bertugas untuk mengawasi

kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan PT serta memberikan nasihat kepada
Direksi PT. Pada komisaris diberikan

kewenangan untuk menyetujui atau tidak

menyetujui tindakan-tindakan tertentu yang akan dilakukan oleh Direksi PT,
termasuk untuk menyetujui laporan tahunan yang akan disampaikan kepada
pemegang saham untuk dibahas dalam RUPS tahunan PT.
Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan
tugas untuk kepentingan PT. segala kesalahan dan kelalaian oleh Komisaris dalam
melaksanakan tugasnya, mempunyai pertanggung jawaban secara pribadi dari
komisaris bersangkutan kepada PT dan pemegang saham PT.

B. Prosedur dan Persyaratan Permohonan Kepailitan
Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang
mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh
pengadilan. Dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat
membayar utangnya.63
Ini berarti bahwa sebelum adanya suatu keputusan pernyataan pailit oleh
pengadilan , seorang debitur tidak dapat dinyatakan berada dalam keadaan pailit.

63

Rudy Lontoh, Penyelesaian Utang Melalui Pailit Atau Penundaan Pembayaran Utang,
Alumni, Bandung, 2001, hal. 2

Universitas Sumatera Utara

46

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) menyebutkan
bahwa, “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim
pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PKPU menyebutkan bahwa, “Kreditur adalah orang yang mempunyai hutang karena
perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan”. Selanjutnya
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
menyebutkan bahwa, “Debitur adalah orang yang mempunyai hutang karena
perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka
pengadilan”. Selanjutnya di dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan PKPU menyebutkan bahwa, “Debitur pailit adalah debitur
yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan”, sedangkan Pasal 1 ayat (5)
Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang menyebutkan
bahwa, “Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang
diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit di
bawah pengawas hakim pengawas sesuai dengan undang-undang ini”.
Dalam setiap proses kepailitan suatu PT, pihak kreditur merupakan salah satu
pihak di samping pihak peruahaan tersebut sebagai pihak debitur. Pihak kreditur itu
sendiri terdiri dari beberapa kelompok sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

47

1. Kreditur separatis.
2. Kreditur preferens yang bukan separatis.
3. Kreditur konkuren.64
Dengan

adanya pengumuman putusan pailit tersebut, maka berlakulah

ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari ketentuan tersebut
jelas syarat dinyatakan pailit diantaranya “debitur telah berhenti membayar utangutangnya”.
Pengertian telah berhenti menunjukan

bahwa keadaan tidak mampu

membayar diprediksi yang bersangkutan memang tidak memiliki dana atau tidak
mencukupi untuk melunasi utangnya, sedangkan tidak mau membayar kemungkinan
dana yang bersangkutan sebenarnya ada atau cukup untuk melakukan kewajibannya,
hanya debitur kemungkinan mempunyai pertimbangan tertentu sehingga tidak
melakukan pembayaran. 65
Oleh karena itu kemungkinan terjadi asset PT sebenarnya melebihi dari
cukup, mungkin juga berlimpah tetapi berhenti membayar utangnya,

sehingga

dinyatakan dalam keadaan pailit dengan putusan pengadilan. Berkenaan dengan
ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PKPU tersebut, yang perlu diketahui adalah kepada Pengadilan Niaga mana
permohonan itu harus dialamatkan dan meliputi tempat kedudukan hukum terakhir

64

Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007), Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 65
65
Munir Fuady, Perseroan Terbatas, Paradigma Baru, Jakarta, 2003, hal. 216

Universitas Sumatera Utara

48

Debitur. Dalam hal debitur adalah PT, maka yang harus mengajukan permohonan
pailit adalah direksi perusahaan tersebut, namun harus berdasarkan keputusan RUPS.
Debitur yang dimohonkan kepailitan harus memiliki persyaratan. Pasal 1
Faillissement verordening (Fv.) sebelum dirubah menyebutkan syarat, bahwa
debitur“ dalam keadaan telah berhenti membayar hutang-hutangnya”, sedangkan
dalam Pasal 2 Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
mensyaratkan “Debitur yang mempunyai dua

atau lebih Kreditur dan tidak

membayar sedikitnya satu utangnya yang telah jatuh waktunya dan dapat ditagih”.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa tidak ada dasar hukum dalam
peraturan hukum kepailitan untuk menolak pemohon pernyataan pailit yang diajukan
oleh kreditur separatis terhadap debitur

semata-mata karena ia adalah kreditur

separatis. Permohonan kepailitan dapat dilakukan sendiri maupun atas permintaan
seseorang atau 2 krediturnya, dan harus diajukan oleh seseorang penasihat hukum
yang memiliki ijin praktek.66 Permohonan pailit dapat diajukan kepengadilan, dengan
mendaftarkan permohonan melalui panitera pengadilan.

Panitera mendaftarkan

permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan
diajukan. Pengadilan mempelajari permohonan tersebut dan paling lambat 2 x 24 jam
atau 2 (dua) hari sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, harus telah
menetapkan hari persidangan.

66

Chatamarrasjid Ais, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Aktual Hukum
Perusahaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 118

Universitas Sumatera Utara

49

Sidang pemeriksaan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20
(dua puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. Atas permohonan
debitur dan berdasar alasan yang cukup, pengadilan dapat menunda penyelenggaraan
sidang sampai dengan paling lama 25 (dua puluh lima) hari terhitung sejak tanggal
permohonan didaftarkan. Pemeriksaan permohonan kepailitan dilakukan dalam
sidang tertutup.
Pada saat proses pemeriksaan berlangsung, atau selama putusan atas
permohonan pailit, sebelum ditetapkan, maka setiap kreditur atau kejaksaan dapat
mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk :
1. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitur, atau
2. Menunjuk kurator sementara untuk :
a. Mengawasi pengelolaan usaha debitur
b. Mengawasi pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan
kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan persetujuan
kurator.67
Permohonan pernyataan kepailitan dapat diajukan debitur, jika persyaratan
kepailitan tersebut telah terpenuhi yaitu :
1. Debitur Tersebut Mempunyai Dua Atau Lebih Kreditur
Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan PKPU, salah satu syarat yang harus dipenuhi ialah debitur harus mempunyai dua
atau lebih. Keharusan dua kreditur
67

yang disyaratkan dalam Undang-Undang

Raharyu Hartini, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang, 2008, hal. 39

Universitas Sumatera Utara

50

Kepailitan merupakan pelaksanaan dari Pasal 1132 KUH Perdata. Alasan mengapa
seseorang debitur tidak dapat dinyatakan pailit jika ia hanya mempunyai seorang
kreditur adalah bahwa tidak ada keperluan untuk membagi asset debitur diantara para
kreditur. Kreditur berhak dalam perkara ini atas semua asset debitur (PT).
Jika debitur hanya memiliki satu kreditur, maka seluruh harta kekayaan yang
dinyatakan pailit menjadi jaminan atas pelunasan utang debitur (PT) tersebut dan
tidak diperlukan pembagian secara pari passu pro rata parte, dan terhadap debitur
tidak dapat dituntut pailit karena hanya mempunyai satu kreditur. Walaupun banyak
tagihannya, bukan pengajuan permohonan kepailitan terhadap debitur yang harus
ditempuh, tetapi gugatan biasa, dengan atau tanpa sitaan serta eksekusi biasa yang
spesifik terhadap debitur.68
Jadi yang dititik beratkan dalam

kepailitan bukan berapa banyak

piutang/tagihan yang dipunyai satu kreditur terhadap satu Debitur, tetapi berapa
banyak jumlah kreditur dari debitur yang bersangkutan. Ketentuan mengenai adanya
syarat dua kreditur atau lebih kreditur di dalam permohonan pernyataan pailit, maka
terhadap definisi

mengenai kreditur harus diketahui terlebih dahulu. Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU tidak memberikan
defenisi yang jelas mengenai kreditur. Pengertian kreditur dapat dilihat dari
penjelasan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PKPU yaitu yang dimaksud dengan kreditur dalam ayat ini adalah baik kreditur
konkuren, kreditur separatis maupun kreditur preferen. Khusus mengenai kreditur
68

Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta 2007, hal 5

Universitas Sumatera Utara

51

separatis dan kreditur preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan
pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta
debitur dan haknya untuk didahulukan. Bilamana terdapat sindikasi kreditur maka
masing-masing kreditur adalah kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
2 Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.69
Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan yang baru ini, maka kreditur
separatis dan kreditur peferen dapat tampil sebagai kreditur konkuren tanpa harus
melepaskan hak-hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas
piutangnya, tetapi bahwa benda yang menjadi agunan tidak cukup untuk melunasi
utang debitur pailit.
2. Harus Ada Utang
Syarat lain yang harus dipenuhi bagi seorang pemohon pernyataan pailit ialah
harus adanya utang. Undang-Undang Kepailitan tidak menentukan apa yang
dimaksud dengan utang. Dengan demikian, para pihak yang terkait dengan suatu
permohonan pailit dapat berselisih mengenai ada atau tidak adanya utang.
Pada umumnya Undang-undang Kepailitan atau bankruptcy law yang
berkaitan dengan utang debitur (debt) atau piutang atau tagihan kreditur (claims).
Seorang kreditur mungkin saja memiliki lebih dari satu piutang atau tagihan yang
berbeda-beda itu diperlukan pula secara berbeda-beda didalam proses kepailitan.
Menurut Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
69

Martiman Prodjohamidjojo, Proses Kepailitan Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti
ndang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 TentangPerubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan.
Mandar Maju, Bandung, 1999, hal. 23

Universitas Sumatera Utara

52

PKPU menentukan, “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal tersebut”.
Menurut Pasal 1233 dan 1234 KUH Perdata menyatakan bahwa utang adalah
kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam
mata uang Indonesia ataupun mata uang asing, baik secara langsung ataupun yang
akan timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh
debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.70
Tujuan dari pada Undang-Undang Kepailitan adalah untuk mewujudkan
penyelesaian masalah utang piutang secara cepat, adil, terbuka dan efektif.UndangUndang Kepailitan telah mengatur tata cara pengurusan tagihan, tetapi dalam praktek
banyak ditemui berbagai kesulitan. Syarat lain

untuk mengajukan perkara kepailitan

adalah adanya utang yang jatuh tempo yang dapat ditagih yang jatuh tempo yang
belum dibayar lunas serta memiliki kekurangan-kekurangan dua kreditur. Adanya
suatu utang akan dibuktikan oleh kreditur bahwa debitur mempunyai utang yang
dapat ditagih karena sudah jatuh tempo ataupun karena dimungkinkan oleh
perjanjiannya untuk dapat ditagih. Menyadari telah timbulnya kesimpang siuran
mengenai pengertian utang karena tidak diberikannya defenisi atau pengertian
70

Widjanarko, Dampak Implementasi Undang-Undang Kepailitan Terhadap Sektor
Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 8, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 1999,
hal. 73.

Universitas Sumatera Utara

53

mengenai apa yang dimaksud dengan ”utang”. Menurut
UU No 37 Tahun 2004 tentang kepailitan

Perpu No 1 Tahun 1998,

dan penundaan pembayaran utang

(Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU) telah memberikan
defenisi atau pengertian mengenai utang sesuai dengan Pasal 1 angka 6.71
Dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan PKPU dijabarkan bahwa yang dimaksud dengan utang dalam hukum kepailitan
adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik
dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun
yang akan timbul dikemudian hari, yang timbul karena perjanjian atau UndangUndang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak
kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.
Pengertian mengenai utang di dalam hukum kepailitan Indonesia mengikuti
setiap perubahan aturan kepailitan yang ada. Didalam Faillissement sverordening
tidak diatur tentang pengertian utang. Tetapi penjelasan Pasal 1 ayat 1 UndangUndang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU hanya menyebutkan bahwa
utang yang tidak dibayar oleh debitur sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini,
adalah utang pokok atau bunganya. Berdasarkan pengertian utang, permohonan
pernyataan kepailitan dikabulkan apabila debitur mempunyai dua kreditur dan tidak
membayar membayar lunas sedikitnya satu utang yang teah jatuh waktu dan dapat

71

Parwoto Wignjo Sumarto, Hukum Kepailitan Selayang Pandang, PT. Tatanusa, Jakarta,
2003, hal. 168

Universitas Sumatera Utara

54

ditagih. Dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan sendiri
maupun atas permintaan satu atau lebih krediturnya.
Di samping prinsip utang menganut konsep utang dalam arti luas, utang yang
dijadikan dasar mengajukan kepailitan harus memenuhi unsur sebagai berikut:
1. Utang tersebut telah jatuh tempo
2. Utang tersebut dapat ditagih
3. Utang tersebut tidak dibayar
Dengan jangka waktu yang sudah diperjanjikan atau terdapat hal-hal lain di
mana utang tersebut dapat ditagih sekalipun belum jatuh tempo. Utang yang belum
jatuh tempo dapat ditagih dengan menggunakan acceleration clause atau accelaration
provision”. Suatu utang dapat ditagih jika utang tersebut bukan utang yang timbul
dari perikatan alami. Perikatan yang pemenuhannya tidak dapat dituntut di muka
pengadilan dan yang lazimnya disebut perikatan alami (natuurlijke verbintenis) tidak
dapat digunakan sebagai alasan untuk mengajukan permohonan pailit.
Sedangkan maksud dari ditegaskannya bahwa utang dalam kepailitan
merupakan utang yang tidak dibayar lunas adalah untuk memastikan bahwa utang
yang telah dibayar akan tetapi belum melunasi kewajiban maka utang tersebut bisa
dijadikan dasar untuk mengajukan kepailitan. Penegasan ini karena sering terjadi
akal-akalan dari debitur yakni

debitur tetap melakukan pembayaran akan tetapi

besarnya angsuran pembayaran tersebut masih jauh dari yang seharusnya. Hal ini
berangkat dari pengalaman pelaksanaan peraturan kepailitan lama yakni dalam
faillessement verordening (fv), dimana dalam fv mensyaratkan bahwa debitur telah

Universitas Sumatera Utara

55

berhenti membayar utang dan jika debitur masih membayar utang walaupun hanya
sebagian dan masih jauh kata lunas, maka hal itu tidak dapat dikatakan debitur telah
berhenti membayar.
Dalam acara proses kepailitan prinsip utang tersebut sangat menentukan, oleh
karena tanpa adanya utang tidaklah mungkin perkara kepailitan akan bisa diperiksa.
Walaupun

telah ada kepastian

penafsiran utang dalam revisi Undang-Undang

Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 dimana utang didefenisikan dalam arti luas yang
berarti telah pararel dengan konsep KUH Perdata, akan tetapi perubahan konsep
utang ini menjadi

terdistorsi ketika dikaitkan dengan hakikat kepailitan dalam

Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang hanya bertujuan
untuk mempermudah mempailitkan subjek hukum dimana syarat kepailitan hanyan
memiliki dua variabel, yakni adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih
kembali serta memiliki setidak-tidaknya dua kreditur.
Sehingga kemudahan mempailitkan subjek hukum seakan dipermudah lagi
dengan konsep utang dalam arti luas tersebut, dan kelemahan UU ini sering disalah
gunakan, dimana kepailitan bukan sebagai instrumen

hukum untuk melakukan

distribusi asset debitur akan tetapi digunakan sebagai alat untuk menagih utang atau
bahkan untuk mengancam subjek hukum kendatipun tidak berkaitan dengan utang.
3.Utang Yang Jatuh Tempo Dan Dapat Ditagih
Suatu utang telah jatuh tempo dan harus dibayar jika utang tersebut telah
jatuh tempo atau sudah waktunya untuk dibayar. Dalam perjanjian biasanya diatur
kapan suatu utang harus dibayar. Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang

Universitas Sumatera Utara

56

debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan
pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut
tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan

kepada kreditur

sesuai dengan peraturan pemerintah.
Didalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan PKPU menyebutkan syarat untuk dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan
yaitu :
1. Terdapatnya minimal 2 (dua) kreditur
2. Debitur tidak mampu membayar utang
3. Utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih
Syarat yang ada pada poin ketiga, menunjukan bahwa adanya utang yang
telah jatuh tempo dan dapat ditagih menunjukan bahwa kreditur sudah mempunyai
hak untuk menuntut deditur untuk memenuhi prestasinya. Suatu utang dikatakan
sebagai utang yang telah jatuh waktu atau utang yang expired, yaitu utang dengan
sendirinya menjadi utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Penagihan disini
diartikan suatu pemberitahuan oleh pihak Kreditur bahwa pihak Kreditur ingin
supaya Debitur melaksanakan janjinya, yaitu dengan segera atau pada suatu waktu
yang disebut dalam pemberitahuan itu. Menurut Jono, ”hak ini menunjukan adanya
utang yang harus lahir dari perikatan sempurna yaitu adanya schuld dan haftung
Ketentuan adanya syarat utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih suatu
utang dikatakan sebagai utang yang telah jatuh tempo yaitu utang yang dengan

Universitas Sumatera Utara

57

sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih. Sedangkan utang yang telah dapat
ditagih belum tentu merupakan utang yang telah jatuh waktu.72
Pengertian jatuh tempo mempunyai pengertian batas waktu pembayaran
atau penerimaan sesuatu dengan yang ditetapkan sudah lewat waktu atau kadaluarsa.
Pengaturan suau utang jatuh tempo dan dapat ditagih dan juga wanprestasi dari salah
satu pihak dapat mempercepat jatuh tempo utang yang diatur didalam perjanjian.
Ketika terjadi jatuh tempo utang telah diatur pembayarannya, maka pembayaran
utang dapat dipercepat dan menjadi jatuh tempo dan dapat ditagih seketika itu juga
sesuai dengan syarat dan ketentuan perjanjian.
Dalam praktek pengadilan niaga muncul beberapa kriteria debitur tidak
membayar utangnya antara lain :
b. Ketika debitur tidak membayar utangnya karena berhenti membayar utangnya.
c. Debitur tidak membayar utangnya ketika debitur tidak membayar seketika dan
sekaligus lunas kepada para krediturnya.
d. Debitur membayar utang ketika debitur berhenti melakukan pembayaran tidak
memenuhi kewajibannya sebagaimana telah diperjanjikan.
e. Debitur tidak melakukan pembayaran atas utangnya meskipun terhadap
perjanjian awal yang telah dilakukan amandemen.73

72

M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan, Prisip Norma Dan Praktek Di Pengadilan. Surabaya
2007, hal. 47
73
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2002, hal. 71

Universitas Sumatera Utara

58

Menurut ketentuan Pasal 138 Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PKPU, kreditur yang piutangnya dijaminkan dengan hak tanggungan,
gadai ataupun hak agunan atas kebendaan lainnya dan dapat membuktikan bahwa
sebagian piutangnya tersebut kemungkinan tidak akan dapat dilunasi dari hasil
penjualan barang agunan, dapat meminta hak-hak yang dimiliki kreditur konkuren
atas bagian piutangnya tersebut, tanpa mengurangi hak untuk didahulukan atas barang
yang menjadi agunan piutangnya.

C. Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Perseroan Terbatas
Akibat yang terpenting dari pernyataan pailit adalah bahwa organ PT demi
hukum kehilangan haknya untuk berbuat bebas terhadap harta kekayaannya, begitu
pula hak untuk mengurusnya. Ia tidak boleh lagi melakukan kepengurusan PT dengan
sekehendaknya sendiri dan perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan itikad buruk
untuk merugikan para Kreditur, ia dapat dituntut pidana. Jadi dapat

ditarik

kesimpulan, bahwa PT hanya kehilangan haknya untuk berbuat bebas terhadap
kekayaannya dan haknya untuk
kecakapannya

untuk

mengurusnya, tidak kehilangan hak-hak dan

mengadakan

perbuatan-perbuatannya

persetujuan-persetujuan,

namun

demikian

tidak mempunyai akibat hukum atas kekayaannya yang

tercakup dalam kepailitan.
Apabila PT melanggar ketentuan tersebut, maka perbuatannya tidak mengikat
kekayaannya

tersebut,

kecuali

keuntungan bagi budel pailit.

perikatan

yang

bersangkutan

mendatangkan

Sejak putusan pernyataan pailit diucapkan oleh

Universitas Sumatera Utara

59

Pengadilan Niaga,

pengurusan dan pemberesan budel pailit ditugaskan kepada

kurator.
1. Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Harta Kekayaan PT
Jika suatu perusahaan sebagai kreditur mempailitkan perusahaan atau ikut
sebagai kreditur dalam suatu kepailitan debiturnya, maka oleh hukum

hal ini

dianggap hanya sebagai salah satu cara menagih hutang dari debiturnya. Sehingga
tidak banyak berpengaruh dari segi hukum kepada kreditur yang nota bene suatu
perusahaan terbuka.74
Akan tetapi jika yang dipailitkan suatu perusahaan terbuka, maka beberapa
akibat hukum yang akan terjadi adalah ssebagai berikut:
1. Terkena kewajiban pelaporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada
publik tentang adanya permohonan pailit tersebut.
2. Sebelum pelaporan dilakukan, pihak yang mengetahui adanya informasi tentang
kepailitan terkena peraturan-peraturan ketentuan tentang insider trading
3. Terkena ketentuan tentantang suspensi dan delisting dari bursa efek dimana
saham diperjualbelikan sesuai dengan ketentuan bursa yang bersangkutan.
Kepailitan mengakibatkan seluruh benda berada dalam sitaan umum sejak saat
putusan pernyataan pailit diucapkan kecuali :
a. Benda yang sehubungan dengan pekerjaan, perlengkapan di dalam PT yang
digunakan.

74

Munir Fuady, Hukum Kepailitan 1998 Dalam Teori Dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999, hal. 90

Universitas Sumatera Utara

60

b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannnya sendiri sebagai
penggajian dari sesuatu jasa, gaji ataupun dana pensiun, sejauh yang ditentukan
oleh hakim pengawas.
c. Uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberi
nafkah menurut UU.
Didalam Pasal 1 ayat (1) UUPT menegaskan bahwa perseroan terbatas adalah
badan hukum.

Dengan statusnya sebagai badan hukum maka berarti perseroan

berkedudukan sebagai subyek hukum yang mampu mendukung hak dan
kewajibannya sebagaimana halnya dengan orang dan mempunyai harta kekayaan
tersendiri terpisah dari harta kekayaan para pendirinya, pemegang saham, dan para
pengurusnya.
Sebagaimana ditetapkan Pasal 21 Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PKPU, kepailitan meliputi seluruh kekayaan PT pada saat putusan
pailit ditetapkan dan juga mencakup semua kekayaan yang diperoleh PT selama
berlangsungnya kepailitan. Dari konsekuensi Pasal tersebut maka setiap dan seluruh
peserikatan antara debitur

(PT) yang dinyatakan pailit oleh

pihak ketiga yang

dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta
pailit kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta
kekayaan itu.
Oleh karena itu maka gugatan-gugatan yang diajukan dengan tujuan untuk
memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit. Dalam hal debitur pailit hanya
dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan. Apabila pencocokan tidak

Universitas Sumatera Utara

61

disetujui, maka pihak yang tidak setuju pencocokan tersebut dapat mengambil alih
kedudukan debitur pailit dalam gugatan yang sedang berlangsung ersebut. Meskipun
gugatan tersebut hanya memberikan akibat hukum dari pencocokan tersebut, namun
hal itu sudah cukup dapat dijadikan sebagai salah satu bukti yang dapat mecegah
berlakunya daluwarsa atas hak dalam gugatan tersebut.
Pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan
tersebut menguntungkan harta PT yang sudah pailit (Pasal 25 Undang-Undang 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU). Tuntutan mengenai hak atau kewajiban
yang menyangkut harta pailit harus diajukan kepada kurator. Maka apabila tuntutan
tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap PT pailit, penghukuman tersebut
tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit (Pasal 26 Undang-Undang 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU).
Perseroan Terbatas yang dinyatakan pailit kehilangan segala hak perdata
untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukan ke dalam harta
pailit.Hal ini menunjukan bahwa debitur tidaklah dibawah pengampuan dan tidak
kehilangan kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya,
kecuali apabila perbuatan hukum itu menyangkut perusahaan dan pengalihan harta
benda yang telah ada.
2. Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Kepengurusan PT
Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia baik

Universitas Sumatera Utara

62

sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Ada beberapa perbedaan PT yang sudah pailit dalam melaksanakan kegiatan
usahanya jika dibandingkan dengan PT tidak dalam keadaan pailit, yakni organ-organ
pengurus dalam melakukan kegiatan untuk dan atas nama PT adalah kurator.75
Kurator inilah yang menjalankan tindakan pengurusan PT tersebut. Namun
demikian tidak menutup kemungkinan kurator masih tetap memanfaatkan organ
direksi dalam pengurusan PT selama masih dalam kepailitan. Banyak pendapat yang
mengatakan bahwa dengan pailitnya PT, maka kewenangan Direksi saja yang beralih
kepada kurator. Proposisi ini misalnya kewenangan kurator untuk Melakukan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dan tanpa persetujuan komisaris. Hal ini berarti
didalam kewenangan kurator tercakup semua kewenangan organ PT.
Dengan beralihnya kewenangan dari direksi kepada kurator untuk mengelola
perseroan maka konsekuensi dari hal itu adalah bahwa kurator adalah juga bertindak
sebagai direksi sehingga tugas dan kewajiban serta tanggung jawab direksi perseroan
menjadi tugas dan tanggung jawab kurator.76 Setelah kurator menentukan pilihannya
di dalam memaksimalkan nilai harta pailit, baik dengan cara menjualnya maupun
dengan cara melanjutkan usaha debitur pailit, maka hal yang selanjutnya dilakukan
adalah pembagian aset.

75

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Rajawali Pers,
Jakarta, hal. 65
76
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,
Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 6

Universitas Sumatera Utara

63

Pada prinsipnya, aset baru akan dibagi-bagi kepada kreditur setelah seluruh
aset debitur terjual dan menjadi cash, yaitu apabila cash (uang tunai) sudah cukup
tersedia untuk membayar utang-utangnya. Undang-Undang Kepailitan menetukan
bahwa setelah melakukan pencocokan utang, maka dibayarkan jumah utang mereka
atau segera setelah daftar pembagian penutup memperoleh hukum tetap, maka
berakhirlah kepailitan.
Badan hukum itu bukan makhluk hidup sebagaimana halnya manusia. Badan
hukum tidak mempunyai daya pikir dan kehendak. Oleh karena itu PT tidak dapat
melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. PT harus bertindak dengan
perantaraan orang-orang biasa, akan tetapi orang yang bertindak itu tidak bertindak
untuk dirinya melainkan untuk dan atas pertanggungan gugat badan hukum.77
Pertanggung jawaban PT merupakan pertanggung jawaban secara timbal
balik, maka yang dijatuhi putusan kepailitan adalah perseroannya, bukan
pengurusnya, sepanjang direksi atau pegawai lainnya bertindak atas pertanggungan
secara badan hukum. Menurut Pasal 90 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan, dalam hal kepailitan PT terjadi karena
kesalahan atau kelalaian direksi,78 dan kekayaan perseroan

tidak cukup untuk

menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota direksi secara
tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu.

77

Ali Rido, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan
Koperasi, Yayasan Wakap, Alumni, Bandung, 2010, hal. 17
78
Ibid, hal. 35

Universitas Sumatera Utara

64

Dalam hal kepailitan terhadap Perseroan Terbatas yang menjadi permasalahan
yang esensial adalah apakah Perseroan Terbatas tersebut tetap dapat beroperasi atau
demi hukum akan bubar. Dalam kepailitan badan hukum Perseroan Terbatas,
beroperasi atau tidaknya perseroan setelah putusan pailit dibacakan tergantung pada
cara pandang

kurator terhadap prospek usaha perseroan pada waktu yang akan

datang. Hal ini dimungkinkan karena berdasar ketentuan di dalam Pasal 104 UndangUndang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Berdasarkan

Pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepailitan

Badan Hukum Perseroan Terbatas di Indonesia tidak secara

otomatis membuat

perseroan kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaan
perseroan tersebut karena kepailitan

PT

menurut hukum Indonesia tidak

menyebabkan terhentinya operasional PT. Akan tetapi dalam hal perusahaan yang
dilanjutkan

ternyata tidak berprospek dengan baik, maka hakim pengawas akan

memutuskan untuk menghentikan beroperasinya PT dalam permohonan seorang
Kreditur. Setelah perseroan tersebut dihentikan, maka Kurator mulai menjual aktiva
boedel pailit tanpa memerlukan bantuan/persetujuan PT yang pailit.
Akan tetapi Pasal tersebut di atas tidak berlaku apabila di dalam

rapat

pencocokan piutang tidak ditawarkan perdamaian atau jika rencana perdamaian yang
ditawarkan tidak diterima atau pengesahan perdamaian ditolak sehingga demi hukum
harga pailit berada dalam keadaan insolvensi. Dengan demikian eksistensi PT yang
dipailitkan segera berakhir dengan percepatan pemberesan proses likuidasi tersebut.
Eksistensi yuridis dari PT yang telah dipailitkan adalah masih tetap ada eksistensi

Universitas Sumatera Utara

65

badan hukummnya. Dengan dinyatakan pailit tidak mutatis mutandis badan hukum
PT menjadi tidak ada. Suatu argumentasi yuridis mengenai roposisi ini setidaknya
ada dua landasan, yang pertama kepailitan terhadap PT tidak mesti berakhir dengan
likuidasi dan pembubaran badan PT. kedua adalah proses kepailitan PT, maka PT
tersebut masih dapat melakukan transaksi hukum terhadap pihak kedua, di mana
tentunya yang melakukan perbuatan hukum perseroan tersebut adalah kurator
sehingga tidak mungkin jika badan hukum perseroan telah tiada.
Didalam PT yang dalam status insolvensi masih eksis badan hukumnya, hanya
saja PT dalam likuidasi tidak boleh menjalankan bisnis baru melainkan hanya
menjalankan dalam penyelesaian tugas-tugasnya dalam rangka proses pemberesan
dan likuidasi tersebut dan tidak bisa melakukan kegiatan diluar tugasnya. Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 119 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa dalam hal
perseroan bubar, maka PT tidak dapat melakukan

melakukan perbuatan hukum

kecuali diperlukan dalam proses insolvensi.
Kepailitan Perseroan Terbatas (PT) sebagai suatu lembaga apabila terjadi
karena kesalahan atau kelalaian Direksi, maka setiap anggota Direksi secara tanggung
renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut (Direksi bertanggung jawab yang
sesuai dengan Pasal 92 UUPT.
Adapun

kewenangan

Direksi

PT

demi

hukum

berakhir

dengan

dipailitkannnya PT tersebut, dimana kewenangan direksi beralih kepada kurator
sepanjang kewenangan direksi berkaitan dengan kepengurusan dan perbuatan
pemilikan harta kekayaan PT yang pailit. Mengenai peran direksi dalam PT pailit,

Universitas Sumatera Utara

66

Fred B.G Tumbuan mengatakan bahwa dalam mencermati tugas antara direksi PT
pailit mempunyai tugas mengusahkan tercapainnya maksud dan tujuan PT pailit.
Kriteria tanggung jawab direksi :
a. Tanggung jawab itu hanya timbul jika perusahaan itu melalui prosedur
kepailitan;
b. Harus ada kesalahan/kelalaian;
c. Tanggung jawab itu bersifat residual, artinya tanggung jawab itu timbul jika
nanti ternyata aset perusahaan yang diambil itu tidak cukup;
d. Tanggung jawab itu secara renteng artinya walaupun hanya seorang direktur
yang bersalah, direktur lain dianggap turut bertanggung jawab;
e. Presumsi bersalah dengan beban pembuktian terbalik.
Jadi Jadi dalam hal badan usaha yang berbentuk badan hukum sebagai pelaku
usaha jatuh pailit, maka seluruh kekayaan badan usaha tersebut yang menjadi
tanggungan utang-utangnya. Kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa kepailitan
tersebut akibat kesalahan atau kelalaian direksi, maka secara tanggung renteng setiap
anggota direksi ikut bertanggung jawab secara pribadi terhadap kerugian badan usaha
jika nanti aset perusahaan tidak cukup untuk membayar tagihan-tagihan Kreditur.
Rapat Umum Pemegang Saham mempunyai kekuasaan tertinggi dalam
perseroan yang diserahkan kepada direksi dan komisaris dalam menjalankan tugasnya
dan wewenangnya. Meskipun dikatakan sebagai organ perseroan yang memegang
kekuasaan tertinggi, tidak berarti ia lebih tinggi dari organ lainnya. Untuk bisa
mengukur tanggung jawab dari pemegang saham, harus dilihat apa kewenangan yang

Universitas Sumatera Utara

67

dimiliki oleh pemegang saham. UUPT memberikan wewenang kepada pemegang
saham menggunakan konsep residu (teori sisa) yakni bahwa wewenang pemegang
saham adalah RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada
direksi dan komisaris dalam batasan UU dan anggaran dasar.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai tanggung jawab :
a. Pemegang saham hanya bertanggung jawab pada saham yang dimiliki dan tidak
bertanggung jawab terhadap secara pribadi.
b. Pemegang saham akan dituntut bila, karena itikad buruk baik langsug maupun
tidak langsung memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi.
c. Pemegang saham terlibat dalam perbuatan melawan hukum oleh perseroan.
d. Pemegang saham baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan perseroan tidak cukup untuk melawan hutang perseroan.
Organ PT yang cukup penting lainnya adalah komisaris. UUPT menentukan
keberadaan komisaris merupakan keharusan dalam sebuah PT tersebut. Berbeda
dengan ketentuan sebelum UUPT, yakni dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) yang tidak mengharuskan adanya lembaga komisaris ini, walaupun
dalam prakteknya kebanyakan PT yang didirikan berdasarkan ketentuan-ketentuan
KUHD tersebut pada waktu itu terdapat lembaga komisaris.
Lembaga komisaris menurut UUPT merupakan lembaga PT yang independen
dari pengaruh kepentingan pemegang saham. Komisaris bertugas demi kepentingan
PT itu sendiri. Hal ini berbeda dengan konsep yang lama yang terdapat dalam KUHD
dimana komisaris adalah mewakili kepentingan pemegang saham. Didalam Pasal 98

Universitas Sumatera Utara

68

ayat (1) UUPT secara tegas menyebutkan bahwa komisaris wajib dengan itikad baik
dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan untuk kepentingan usaha
PT.
Fungsi komisaris sebagaimana diatur dalam UUPT mempunyai tugas
mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan PT serta memberikan nasihat
kepada direksi. Dalam anggaran dasar PT juga sering menyatakan hal yang sama
mengenai tugas komisaris. UUPT tidak mengatur lebih lanjut bagaimana cara
melaksanakan

pengawasan

tersebut.

Didalam

keputusan

dikatakan

bahwa

pengawasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh atasan untuk melakukan
penilaian terhadap hasil pekerjaan bawahan yang harus seuai dengan yang ditetapkan
sebelumnya.
Apabila terjadi sutu penyimpangan, perlu dilakukan tindakan untuk
memperbaikinya. Penilaian terhadap bawahan hanya dapat dilakukan apabila tersedia
informasi yang diperlukan. Yang jelas selama komisaris bertindak sebagaimana
layaknya direksi PT, maka seluruh hubungan hukum direksi perseroan berlaku juga
bagi diri komisaris tersebut, termasuk pula pertanggung jawaban secara pribadi.79
3. Akibat Hukum Putusan Pailit perseroan terbatas (PT) Terhadap Pihak
Ketiga
Kepailitan mempunyai peranan untuk menyelesaikan bermacam-macam
tagihan yang diajukan oleh kreditur yang masing-masing mempunyai kepentingan
yang berbeda. Proses kepailitan mempunyai sasaran utama untuk mengatur
79

Moenaf. H. Regar, Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan, Bumi Aksara,
Jakarta, 2000, hal. 64

Universitas Sumatera Utara

69

pertentangan-pertentangan yang saling berkaitan diantara kelompok yang berbeda
yang masing-masing mempunyai klaim atas asset-aset dan penghasilan debitur pailit.
Sehingga upaya penyelesaian kewajiban pembayaran utang, hukum kepailitan
dianggap sebagai ketentuan yang lebih mengutamakan kepentingan kreditur.
Bagi para kreditur yang tidak memegang jaminan, adanya kepailitan dapat
memberikan manfaat berupa pengurangan biaya bagi para kreditur pada umumnya
dalam mengajukan tagihan kepada debitur. Penagihan secara kolektif diharapkan
dapat mengurangi biaya yang mungkin timbul seandainya penagihan diadakan secara
individu oleh masing-masing kreditur. Kreditur preferen juga dapat
manfaat yang timbul dari kepailitan. Bagi kreditur

merasakan

preferen, kepailitan dapat

meningkatkan pengumpulan asset debitur pailit.
Disamping itu kepailitan juga mempunyai dampak menguntungkan bagi
kreditur terutama bagi kreditur lain yang mempunyai tagihan besar khususnya
kreditur konkuren, mempunyai kekhawatiran bahwa dengan adanya kepailitan maka
utang debitur pada mereka tidak dapat ditagih karena asset debitur tidak seimbang
dengan jumlahnya. Berbeda dengan perbuatan hukum yang dilakukan debitur dengan
pihak ketiga dalam jangka waktu lebih dari 1 tahun sebelum putusan pailit , dimana
kurator pailit, maka yang wajib membuktikannya adalah kurator.
Adapun akibat-akibat hukum dari putusan pailit terhadap harta kekayaan
debitur maupun harta kekayaan kreditur adalah sebagai berikut :80
1. Putusan Pailit Dapat Dijalankan Terlebih Dahulu
80

M. Hadi Subhan, Op.Cit

Universitas Sumatera Utara

70

Putusan pengadilan merupakan serta merta dan dapat dijalankan terlebih
dahulu, meskipun terhadap putusan pailit dan dilakukan suatu upaya hukum lebih
lanjut. Apabila putusan paiit dibatalkan sebagai akibat adanya upaya hukum tersebut,
segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator
menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan, maka tetap ah dan mengikat
bagi debitur.
2. Sitaan Umum
Harta kekayaan debitur yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum
(public attachement, gerechtelijk beslag)

beserta apa yang diperoleh selama

kepailitan. Dalam Pasal 21 UUK-PKPU dijelaskan bahwa kepailitan meliputi seluruh
kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu
yang diperoleh selama kepailitan.
Sita umum terhadap harta kepailitan tidak memerlukan suatu tindakan khusus
untuk melakukan sitaan tersebut. Dengan adanya sitaan umum tersebut, maka harta
pailit dalam status dihentikan dari segala transaksi dan perbuatan hukum lainnya
sampai harta pailit tersebut diurus oleh kurator. Dalam sitaan

Dokumen yang terkait

Analisis Permohonan Pailit Terhadap Perseroan Terbatas oleh Tenaga Kerja ( Studi Putusan Pengadilan Niaga Nomor. 01/Pailit/2012/PN.Niaga.Mdn Jo Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor.401 K/Pdt.Sus/2012 Jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor.195 P

16 158 185

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

1 38 128

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Eksekusi Putusan Pengadilan Agama...

1 40 5

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88

Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 05 PAILIT 2012 PN NIAGA.SMG)

0 2 15

Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 05 PAILIT 2012 PN NIAGA.SMG)

0 0 2

Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 05 PAILIT 2012 PN NIAGA.SMG)

0 0 37

Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 05 PAILIT 2012 PN NIAGA.SMG)

0 0 5