Teknik Pembuatan Ukiyo-E
5 BAB II
GAMBARAN UMUM UKIYO-E 2.1 Pengertian Ukiyo-e
Ukiyo-e adalah nama lukisan klasik di Jepang yang muncul pada periode Edo (1600-1868). mungkin lukisan hanyalah karya seni yang biasa dan sudah umum di negara-negara manapun, tapi Ukiyo-e berbeda dengan lukisan biasa karena dibuat di atas balok kayu dengan tehnik cukil sehingga menampakkan efek 3-dimensi. Secara etimologi Ukiyo-e berasal dari huruf uki (mengambang), yo (dunia), dan e (gambar). Ukiyo-e populer di kalangan kelas menengah di awal periode Edo, subjek utama Ukiyo-e pada masa itu cenderung terfokus pada teater-teater kabuki. Sebenarnya, lingkungan sosial yang menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya Ukiyo-e sudah ada pada masa Kan-Ei (1624-1644), genre lukisan pada masa itu menggambarkan para pencari kenikmatan dari berbagai macam kelas sosial yang memenuhi distrik-distrik hiburan di sepanjang sungai Kamogawa di Kyoto dan kritik wanita penghibur sehingga muncul gaya hidup bebas dengan Ukiyo-e atau (dunia yang mengambang), bersamaan dengan itu muncullah genre Ukiyo-e yang mengagungkan gaya hidup seperti itu.
2.2 Sejarah Ukiyo-e 2.2.1 Periode Awal
Periode awal Ukiyo-e berlangsung sejak Kebakaran besar zaman Meireki sampai zaman Horeki. Bentuk awal Ukiyo-e adalah lukisan asli yang di gambar dengan menggunakan kuas serta lukisan hasil reproduksi teknik cungkil kayu dengan memakai hanya satu warna.
(2)
6
Di pertengahan ababke-17, seniman yang menggambar lukisan asli untuk teknik cungkil kayu disebut Hanshita-eshi (版下絵師 pelukis sketsa).
Hishikawa Moronobu adalah salah satu pelukis sketsa yang terkenal di zaman itu yang membuat buku bergambar dan ilustrasi untuk buku. Salah satu karya nya yang sangat terkenal berjudul Mikaeri Bijin-zu (見 返 り 美 人 図 Wanita Cantik Menoleh ke Belakang).
2.2.2 Periode Pertengahan
Periode pertengahan ditandai dengan kelahiran Nishiki-e sekitar tahun ke-2 zaman Meiwa hingga tahun ke-3 zaman Bunka.
Pada tahun 1765, kalender bergambar disebut E-goyomi populer di kalangan penyair haiku di Edo, sampai-sampai diadakan pertemuan untuk tukar menukar kalender bergambar. Pelukis Ukiyo-e Suzuki Harunobu mengantisipasi minat masyarakat dengan membuat Ukiyo-e menggunakan tinta beraneka warna.
Seni lukisan e mencapai zaman keemasan berkat tenkik cetak warna Ukiyo-e sUkiyo-ecara full-color.
Di zaman Anei, Ukiyo-e yang menggambarkan wanita secara realistik (Bijinga) karya Kitao Shigemasa menjadi sangat populer. Katsukwa Shunsho menggambar lukisan potret aktor kabuki terkenal (Yakusha-e) hingga sangat mirip dengan aslinya. Pelukis Ukiyo-e bernama Kitagawa Utamaro melahirkan banyak sekali karya-karya berupa Bijinga dan Ōkubi-e (lukisan potret setengah badan aktor dan wanita cantik) yang terkenal sangat mendetil dan digambar dengan elegan.
(3)
7
Pada tahun ke-2 zaman Kansei pemerintah mengeluarkan peraturan tentang bahan cetak yang membatasi peredaran bahan-bahan cetak di kalangan masyarakat. Pada tahun ke-7 zaman Kansei, setelah seluruh harta benda yang dimiliki disita pemerintah, penerbit Ukiyo-e bernama Tsutaya Jūzaburō berusaha
bangkit kembali. Tsutaya Jūzaburō mengumpulkan uang dengan cara menjual
lukisan Ukiyo-e karya Tōshūsai Sharaku. Lukisan karya Tōshūsai Sharaku menjadi sangat terkenal berkat pose aktor kabuki yang selalu digambar berlebih-lebihan walaupun lukisannya sendiri kurang laku. Kumpulan lukisan aktor kabuki karya Utagawa Toyokuni yang dikenal sebagai Yakusha Butai Sugata-e (役者舞 台 姿 絵, lukisan potret aktor di atas panggung) justru lebih laku. Murid-murid Utagawa Toyokuni kemudian mendirikan aliran Utagawa yang merupakan aliran terbesar dalam seni Ukiyo-e.
2.2.3 Periode Lanjut
Periode lanjut Ukiyo-e menunjuk pada masa sekitar tahun ke-4 zaman Bunka hingga tahun ke-5 zaman Ansei. Setelah Kitagawa Utamaro tutup usia, lukisan wanita cantik (Bijinga) makin digambar secara lebih erotis seperti terlihat dalam karya-karya Keisai Eisen.
Murid Katsukawa Shunshō yang bernama Katsushika Hokusai membuat kumpulan lukisan yang dikenal sebagai 36 Pemandangan Gunung Fuji. Kumpulan lukisan Hokusai dibuat untuk mengikuti tren orang Jepang yang mulai senang bepergian di dalam negeri. Utagawa Hiroshige mengikuti kesuksesan Hokusai
dengan kumpulan lukisan yang dikenal sebagai Tōkaidō gojūsan-tsugi (東海道五
(4)
8
sebagai genre Meisho-e (lukisan tempat terkenal) atau Fūkeiga (lukisan pemandangan).
Lukisan potret aktor kabuki yang tergolong dalam genre Yakusha-e tetap diteruskan oleh Utagawa Kunisada yang merupakan murid Utagawa Toyokuni. Karya Utagawa Kunisada justru makin mempertegas ciri khas genre Yakusha-e berupa garis-garis keras dan dinamis yang dirintis sang guru.
Bersamaan dengan kepopuleran Kusazōshi (buku bergambar dengan cerita memakai aksara hiragana) lahir karya-karya Ukiyo-e genre Musha-e yang menggambarkan tokoh-tokoh samurai, seperti terlihat dalam lukisan karya Utagawa Kuniyoshi. Ilustrasi tokoh-tokoh kisah Batas Air yang digambar oleh Utagawa Kuniyoshi menjadi sangat populer, bahkan sampai membuat orang Jepang keranjingan cerita Batas Air.
2.2.4 Periode Akhir
Periode akhir Ukiyo-e menunjuk pada masa sekitar tahun 6 zaman Ansei sampai tahun ke-45 zaman Meiji. Lukisan Ukiyo-e yang populer pada masa ini adalah genre lukisan orang asing yang disebut Yokohama-e, karena orang Jepang menaruh minat pada budaya asing yang dibawa oleh Kapal Hitam.
Akibat kekacauan yang ditimbulkan Restorasi Meiji, lukisan Ukiyo-e mulai banyak yang mengetengahkan tema-tema lukisan kabuki yang mengumbar brutalisme dan lukisan makhluk "aneh tapi nyata" Tsukioka Yoshitoshi yang merupakan murid Utagawa Kuniyoshi dan Ochiai Yoshiiku membuat kumpulan lukisan berjudul 28 Pembunuhan Terkenal dan Prosa (英 名 二 十 八 衆 句 Eimei
(5)
9
nijūhachi shūku). Kumpulan lukisan bertema sadis berlumuran darah seperti ini
digolongkan ke dalam genre Muzan-e.
Kawanabe Kyōsai dari aliran Kanō juga banyak melahirkan karya-karya legendaris di masa ini. Genre baru Ukiyo-e yang disebut Kōsenga dimulai Kobayashi Kiyochika dengan ciri khas objek lukisan yang digambar tanpa garis tepi (outline). Lukisan Ukiyo-e untuk anak-anak seperti yang dibuat Utagawa Yoshifuji digolongkan ke dalam genre Omocha-e. Gambar hasil penggandaan bisa digunakan anak-anak untuk bermain, seperti lembaran permainan yang sekarang sering menjadi bonus majalah anak-anak. Utagawa Yoshifuji begitu mengkhususkan diri pada genre Omocha-e, sehingga mendapat julukan "Omocha Yoshifuji" (Yoshifuji ahli mainan). Tsukioka Yoshitoshi dikenal sebagai grandmaster terakhir Ukiyo-e. Karya-karyanya sangat bergaya Barat dan bersentuhan halus. Dari tangannya lahir karya-karya seperti surat kabar Ukiyo-e (nishiki-e shimbun), lukisan bertema sejarah (rekishiga), dan lukisan bertema erotis (fūzokuga). Prihatin dengan kemunduran Ukiyo-e, murid-muridnya disuruh untuk belajar hal-hal lain selain Ukiyo-e. Salah seorang murid Yoshitoshi yang bernama Kaburaki Kiyokata berhasil menjadi pelukis Jepang yang sangat terkenal.
Pada abad ke-19 sepeninggal 2 seniman Ukiyo-e yang terkenal yaitu Hokusai dan horishige, Ukiyo-e mengalami penurunan, karena modernisasi dari pemerintahan Jepang secara besar-besaran. Ukiyo-e kalah dengan tekhnik fotografi yang berkembang. Ukiyo-e tidak mampu bertahan ketika masyarakat Edo dihancurkan oleh gerakan Westernisasi radikal yang merubah Jepang dalam masa Meiji (1868-1912). Memasuki periode Meiji, Jepang mulai mempelajari
(6)
10
tehnik fotografi barat. sehingga pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai Ukiyo-e mulai diganti dengan pewarna kimia yang di impor dari Jerman, Warna-warna cerah yang dihasilkan dari warna merah dari Jerman menjadi sering dipakai dalam menghasilkan karya Ukiyo-e, gambar-gambar ini lebih dikenal dengan gambar mera atau “Aka-e”. Seniman seperti Yoshitoshi menjadi seniman yang terkenal dalam era ini, dimana dia menggambarkan cerita-cerita rakyat, penggambaran kesatria, bahkan hantu atau iblis. Hasil karyanya yang terkenal adalah seri dari “100 aspek dari Bulan”. Lalu ada Kiyochika yang menggambarkan modernisasi dari kota Tokyo.
pada abad ke-20 selama periode Taiso dan showa, Ukiyo-e mengalami kebangkitan dan perubahan menjadi lukisan Shin Hanga (new print), dan Sousaku Hanga (creative print). Shin Hanga diperkenalkan oleh seorang pelukis yaitu Watanabe Shozaburo, Lukisan ini mencampurkan unsur tradisional Ukiyo-e dengan elemen dari barat seperti pencahayaan dan perspektif.
Shin Hanga yang bergaya renaissance banyak dieksport ke Amerika sedangkan Sousaku Hanga merupakan konsep lukisan baru yang benar-benar berbeda dari proses pembuatan Ukiyo-e tradisional. Sayangnya tehnik dan gaya lukisan Sousake Hanga sangat mirip dengan tehnik lukisan barat.
Pelukis Ukiyo-e tradisional berusaha segala macam cara untuk bertahan dari kemajuan teknologi tapi gagal. Hingga sekarang hanya beberapa lukisan Ukiyo-e yang tersisa dengan teknik cungkil kayu di Jepang.
(7)
11
2.3 Seniman Ukiyo-e Yang Terkenal Di Periode Edo
Toshusai Sharaku, adalah seorang seniman cetak yang misterius. Berasal dari Jepang, dia terkenal di negaranya dan di seluruh dunia sebagai seorang master Ukiyo-e yang terkemuka. Tidak ada yang mengetahui pasti kapan tanggal lahir atau tanggal kematiannya, nama aslinya, atau bahkan berita yang pasti mengenainya. Ada beberapa isu, bahwa Sharaku bukanlah nama orang, namun sebuah proyek yang diluncurkan oleh sekelompok seniman untuk membantu rumah pencetak dari balok kayu yang telah menolong mereka. Nama Sharaku sendiri berarti “omong kosong” dalam bahasa Jepang, dan digunakan sebagai guyonan bagi orang-orang yang mengetahui bahwa tidak ada Sharaku yang sebenarnya.
Seni Ukiyo-e Sharaku ini aktif pada jaman Edo (sekarang Tokyo) sekitar 200 tahun yang lalu, pertengahan tahun 1794 hingga awal 1795. Karirnya begitu singkat, karena seni bertema Kabuki ini disinyalir telah memicu beberapa permusuhan di dalam dunia kesenian Jepang. Setiap karyanya yang ditampilkan memiliki kekuatan garis serta tajam menggunakan warna kontras yang mengeksploitasi kemungkinan teknik secara keseluruhan oleh seniman cetak. Dengan demikian, menghasilkan potret yang ekspresif dan impresif. Karyanya kebanyakan, meskipun menggunakan penggambaran aktor kabuki, merupakan kebenaran dari rakyat yang dibawanya. kritik dan protes yang membuat para pembeli merasa tidak nyaman dan mengakibatkan karyanya sempat tidak dikenal di Jepang, hingga akhirnya ditemukan kembali oleh seorang sarjana Jerman pada tahun 1910. Pendekatan yang kaya dan interpretasi personal setiap seniman dalam menghadapi karya Sharaku bukan konfirmasi ulang dari kualitas pelopor dan daya
(8)
12
pikat seniman Ukiyo-e yang tidak biasa ini. Mereka juga memberikan contoh penampilan resonansi menarik yang hadir di antara Ukiyo-e, desain grafis, dan seni kontemporer.
Katsushika Hokusai (葛 飾 北 斎), Karyanya mendapatkan apresiasi yang lebih besar dari dunia Barat dibandingkan dari negerinya sendiri. Sejumlah nama besar pelukis dunia juga dianggap menjadikannya sumber inspirasi. Dia seniman pelukis, pemahat, dan terutama seniman grafis dengan teknik Ukiyo-e pada zaman Edo.
Hokusai (1760-1849) lahir di Distrik Honjo, Edo (sekarang Tokyo). Dia dikenal sebagai pelukis buku sketsa 15 jilid berjudul Hokusai Manga (terbit tahun 1814) dan cetakan Ukiyo-e “36 Pemandangan Gunung Fuji” (sekitar tahun 1823-1829) termasuk “Ombak Besar di Lepas Pantai Kanagawa” yang terkenal. Hokusai Manga berisi sketsa-sketsa yang inventif dan diterbitkan sejak 1814. Gaya karikaturnya sering dianggap sebagai perintis manga modern. Sedangkan seri lukisan 36 Pemandangan Gunung Fuji adalah karya Ukiyo-e ini Hokusai yang begitu terkenal sehingga ia menambah jumlah 10 lukisan lagi menjadi 46 buah.
Ukiyo-e secara harafiah diartikan sebagai “lukisan zaman sekarang” atau lukisan bertema kehidupan sehari-hari. Hokusai dianggap sebagai salah satu tokoh penting dalam bidang Ukiyo-e. Selain itu, Hokusai juga terkenal untuk gambar erotisnya dalam gaya shunga. “Fukujusō” karyanya, sebuah rangkaian sejumlah 12 gambar yang merayakan keagungan tubuh dan hasrat, dianggap sebagai salah satu dari tiga karya shunga terbaik. Karyanya inilah yang disebut-sebut menjadi inspirasi penting bagi impresionis Eropa seperti Claude Monet.
(9)
13
Hokusai mempunyai karier yang panjang. Namun banyak karya pentingnya yang justru dibuat saat usianya di atas 60 tahun.
Utagawa Kuniyoshi (歌 川 国 芳), adalah seorang pelukis Ukiyo-e dari akhir zaman Edo di Jepang. Katsushika Hokusai adalah pelukis yang seangkatan dengannya. Julukannya adalah Pelukis Gambar Aneh dari Akhir Keshogunan Tokugawa (bakumatsu no kisō no eshi).
Kuniyoshi senang menggambar tokoh sejarah, legenda, dan hikayat. Karyanya terdiri dari berbagai macam genre, mulai dari gambar aktor kabuki (yakusha-e), gambar samurai (musha-e), gambar wanita cantik (bijinga), lukisan pemandangan
(fūkeiga), lukisan tempat terkenal,(meisho-e) hingga gambar erotis (shunga) dan
karikatur (giga). Lukisan ukuran besar (triptika) menjadi ciri khas Kuniyoshi, tiga lembar kertas berukuran ōban (36 x 25 cm) dijajarkan menjadi satu untuk gambar ikan paus, kerangka manusia, hingga hantu ukuran besar.
Kuniyoshi diketahui sangat mencintai kucing. Kucing peliharaannya banyak sekali, dan dirinya diketahui suka menggambar sambil memeluk kucing. Sejumlah lukisan Kuniyoshi menggambarkan personifikasi kucing (kucing bertingkah laku seperti manusia). Bukan hanya kucing, binatang-binatang lain seperti anjing rakun, burung gereja, dan gurita juga digambarkan bertingkah laku seperti manusia. Melalui binatang yang dilukisnya, Kuniyoshi berusaha menggambarkan keadaan kehidupan rakyat biasa di Edo. Karyanya diperkirakan sebagai salah satu cikal bakal manga dan gekiga.
Ciri khas lain lukisan Kuniyoshi adalah semangat bermain-main dalam bentuk lukisan ilusi (yose-e). Sepintas lalu, bila lukisannya diamati yang terlihat adalah wajah satu orang atau seekor binatang. Namun bila diamati lebih lanjut, di
(10)
14
dalam lukisan tersembunyi sejumlah wajah atau beberapa ekor binatang sekaligus. Lukisannya sering berupa potret diri Kuniyoshi yang dikelilingi berbagai tokoh dan hewan dari dalam imajinasinya
Karya utama Utagawa Kuniyoshi:
1. Ōyanotarō Mitsukuni melawan hantu kerangka yang dipanggil Putri Takiyasha (Sōma no furudairi)
2. Kelihatan menakutkan, padahal orang yang sangat ramah (Mikake wa kowai ga tonda ii hito da)
3. Lukisan serbuan malam, adegan ke-11 Chūshingura (Chūshingura
(1)
9
nijūhachi shūku). Kumpulan lukisan bertema sadis berlumuran darah seperti ini digolongkan ke dalam genre Muzan-e.
Kawanabe Kyōsai dari aliran Kanō juga banyak melahirkan karya-karya legendaris di masa ini. Genre baru Ukiyo-e yang disebut Kōsenga dimulai Kobayashi Kiyochika dengan ciri khas objek lukisan yang digambar tanpa garis tepi (outline). Lukisan Ukiyo-e untuk anak-anak seperti yang dibuat Utagawa Yoshifuji digolongkan ke dalam genre Omocha-e. Gambar hasil penggandaan bisa digunakan anak-anak untuk bermain, seperti lembaran permainan yang sekarang sering menjadi bonus majalah anak-anak. Utagawa Yoshifuji begitu mengkhususkan diri pada genre Omocha-e, sehingga mendapat julukan "Omocha Yoshifuji" (Yoshifuji ahli mainan). Tsukioka Yoshitoshi dikenal sebagai grandmaster terakhir Ukiyo-e. Karya-karyanya sangat bergaya Barat dan bersentuhan halus. Dari tangannya lahir karya-karya seperti surat kabar Ukiyo-e (nishiki-e shimbun), lukisan bertema sejarah (rekishiga), dan lukisan bertema erotis (fūzokuga). Prihatin dengan kemunduran Ukiyo-e, murid-muridnya disuruh untuk belajar hal-hal lain selain Ukiyo-e. Salah seorang murid Yoshitoshi yang bernama Kaburaki Kiyokata berhasil menjadi pelukis Jepang yang sangat terkenal.
Pada abad ke-19 sepeninggal 2 seniman Ukiyo-e yang terkenal yaitu Hokusai dan horishige, Ukiyo-e mengalami penurunan, karena modernisasi dari pemerintahan Jepang secara besar-besaran. Ukiyo-e kalah dengan tekhnik fotografi yang berkembang. Ukiyo-e tidak mampu bertahan ketika masyarakat Edo dihancurkan oleh gerakan Westernisasi radikal yang merubah Jepang dalam masa Meiji (1868-1912). Memasuki periode Meiji, Jepang mulai mempelajari
(2)
10
tehnik fotografi barat. sehingga pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai Ukiyo-e mulai diganti dengan pewarna kimia yang di impor dari Jerman, Warna-warna cerah yang dihasilkan dari warna merah dari Jerman menjadi sering dipakai dalam menghasilkan karya Ukiyo-e, gambar-gambar ini lebih dikenal dengan gambar mera atau “Aka-e”. Seniman seperti Yoshitoshi menjadi seniman yang terkenal dalam era ini, dimana dia menggambarkan cerita-cerita rakyat, penggambaran kesatria, bahkan hantu atau iblis. Hasil karyanya yang terkenal adalah seri dari “100 aspek dari Bulan”. Lalu ada Kiyochika yang menggambarkan modernisasi dari kota Tokyo.
pada abad ke-20 selama periode Taiso dan showa, Ukiyo-e mengalami kebangkitan dan perubahan menjadi lukisan Shin Hanga (new print), dan Sousaku Hanga (creative print). Shin Hanga diperkenalkan oleh seorang pelukis yaitu Watanabe Shozaburo, Lukisan ini mencampurkan unsur tradisional Ukiyo-e dengan elemen dari barat seperti pencahayaan dan perspektif.
Shin Hanga yang bergaya renaissance banyak dieksport ke Amerika sedangkan Sousaku Hanga merupakan konsep lukisan baru yang benar-benar berbeda dari proses pembuatan Ukiyo-e tradisional. Sayangnya tehnik dan gaya lukisan Sousake Hanga sangat mirip dengan tehnik lukisan barat.
Pelukis Ukiyo-e tradisional berusaha segala macam cara untuk bertahan dari kemajuan teknologi tapi gagal. Hingga sekarang hanya beberapa lukisan Ukiyo-e yang tersisa dengan teknik cungkil kayu di Jepang.
(3)
11
2.3 Seniman Ukiyo-e Yang Terkenal Di Periode Edo
Toshusai Sharaku, adalah seorang seniman cetak yang misterius. Berasal dari Jepang, dia terkenal di negaranya dan di seluruh dunia sebagai seorang master Ukiyo-e yang terkemuka. Tidak ada yang mengetahui pasti kapan tanggal lahir atau tanggal kematiannya, nama aslinya, atau bahkan berita yang pasti mengenainya. Ada beberapa isu, bahwa Sharaku bukanlah nama orang, namun sebuah proyek yang diluncurkan oleh sekelompok seniman untuk membantu rumah pencetak dari balok kayu yang telah menolong mereka. Nama Sharaku sendiri berarti “omong kosong” dalam bahasa Jepang, dan digunakan sebagai guyonan bagi orang-orang yang mengetahui bahwa tidak ada Sharaku yang sebenarnya.
Seni Ukiyo-e Sharaku ini aktif pada jaman Edo (sekarang Tokyo) sekitar 200 tahun yang lalu, pertengahan tahun 1794 hingga awal 1795. Karirnya begitu singkat, karena seni bertema Kabuki ini disinyalir telah memicu beberapa permusuhan di dalam dunia kesenian Jepang. Setiap karyanya yang ditampilkan memiliki kekuatan garis serta tajam menggunakan warna kontras yang mengeksploitasi kemungkinan teknik secara keseluruhan oleh seniman cetak. Dengan demikian, menghasilkan potret yang ekspresif dan impresif. Karyanya kebanyakan, meskipun menggunakan penggambaran aktor kabuki, merupakan kebenaran dari rakyat yang dibawanya. kritik dan protes yang membuat para pembeli merasa tidak nyaman dan mengakibatkan karyanya sempat tidak dikenal di Jepang, hingga akhirnya ditemukan kembali oleh seorang sarjana Jerman pada tahun 1910. Pendekatan yang kaya dan interpretasi personal setiap seniman dalam menghadapi karya Sharaku bukan konfirmasi ulang dari kualitas pelopor dan daya
(4)
12
pikat seniman Ukiyo-e yang tidak biasa ini. Mereka juga memberikan contoh penampilan resonansi menarik yang hadir di antara Ukiyo-e, desain grafis, dan seni kontemporer.
Katsushika Hokusai (葛 飾 北 斎), Karyanya mendapatkan apresiasi yang lebih besar dari dunia Barat dibandingkan dari negerinya sendiri. Sejumlah nama besar pelukis dunia juga dianggap menjadikannya sumber inspirasi. Dia seniman pelukis, pemahat, dan terutama seniman grafis dengan teknik Ukiyo-e pada zaman Edo.
Hokusai (1760-1849) lahir di Distrik Honjo, Edo (sekarang Tokyo). Dia dikenal sebagai pelukis buku sketsa 15 jilid berjudul Hokusai Manga (terbit tahun 1814) dan cetakan Ukiyo-e “36 Pemandangan Gunung Fuji” (sekitar tahun 1823-1829) termasuk “Ombak Besar di Lepas Pantai Kanagawa” yang terkenal. Hokusai Manga berisi sketsa-sketsa yang inventif dan diterbitkan sejak 1814. Gaya karikaturnya sering dianggap sebagai perintis manga modern. Sedangkan seri lukisan 36 Pemandangan Gunung Fuji adalah karya Ukiyo-e ini Hokusai yang begitu terkenal sehingga ia menambah jumlah 10 lukisan lagi menjadi 46 buah.
Ukiyo-e secara harafiah diartikan sebagai “lukisan zaman sekarang” atau lukisan bertema kehidupan sehari-hari. Hokusai dianggap sebagai salah satu tokoh penting dalam bidang Ukiyo-e. Selain itu, Hokusai juga terkenal untuk gambar erotisnya dalam gaya shunga. “Fukujusō” karyanya, sebuah rangkaian sejumlah 12 gambar yang merayakan keagungan tubuh dan hasrat, dianggap sebagai salah satu dari tiga karya shunga terbaik. Karyanya inilah yang disebut-sebut menjadi inspirasi penting bagi impresionis Eropa seperti Claude Monet.
(5)
13
Hokusai mempunyai karier yang panjang. Namun banyak karya pentingnya yang justru dibuat saat usianya di atas 60 tahun.
Utagawa Kuniyoshi (歌 川 国 芳), adalah seorang pelukis Ukiyo-e dari akhir zaman Edo di Jepang. Katsushika Hokusai adalah pelukis yang seangkatan dengannya. Julukannya adalah Pelukis Gambar Aneh dari Akhir Keshogunan Tokugawa (bakumatsu no kisō no eshi).
Kuniyoshi senang menggambar tokoh sejarah, legenda, dan hikayat. Karyanya terdiri dari berbagai macam genre, mulai dari gambar aktor kabuki (yakusha-e), gambar samurai (musha-e), gambar wanita cantik (bijinga), lukisan pemandangan (fūkeiga), lukisan tempat terkenal,(meisho-e) hingga gambar erotis (shunga) dan karikatur (giga). Lukisan ukuran besar (triptika) menjadi ciri khas Kuniyoshi, tiga lembar kertas berukuran ōban (36 x 25 cm) dijajarkan menjadi satu untuk gambar ikan paus, kerangka manusia, hingga hantu ukuran besar.
Kuniyoshi diketahui sangat mencintai kucing. Kucing peliharaannya banyak sekali, dan dirinya diketahui suka menggambar sambil memeluk kucing. Sejumlah lukisan Kuniyoshi menggambarkan personifikasi kucing (kucing bertingkah laku seperti manusia). Bukan hanya kucing, binatang-binatang lain seperti anjing rakun, burung gereja, dan gurita juga digambarkan bertingkah laku seperti manusia. Melalui binatang yang dilukisnya, Kuniyoshi berusaha menggambarkan keadaan kehidupan rakyat biasa di Edo. Karyanya diperkirakan sebagai salah satu cikal bakal manga dan gekiga.
Ciri khas lain lukisan Kuniyoshi adalah semangat bermain-main dalam bentuk lukisan ilusi (yose-e). Sepintas lalu, bila lukisannya diamati yang terlihat adalah wajah satu orang atau seekor binatang. Namun bila diamati lebih lanjut, di
(6)
14
dalam lukisan tersembunyi sejumlah wajah atau beberapa ekor binatang sekaligus. Lukisannya sering berupa potret diri Kuniyoshi yang dikelilingi berbagai tokoh dan hewan dari dalam imajinasinya
Karya utama Utagawa Kuniyoshi:
1. Ōyanotarō Mitsukuni melawan hantu kerangka yang dipanggil Putri Takiyasha (Sōma no furudairi)
2. Kelihatan menakutkan, padahal orang yang sangat ramah (Mikake wa kowai ga tonda ii hito da)
3. Lukisan serbuan malam, adegan ke-11 Chūshingura (Chūshingura jūichidanme yasatsu no zu)