Teknik Pembuatan Ukiyo-E

(1)

1

TEKNIK PEMBUATAN UKIYO-E

UKIYO-E NO SEISAKU NO GIJUTSU

Dikerjakan Kertas karya

O

L

E

H

122203040

RYAN HARDIANTO

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

2

TEKNIK PEMBUATAN UKIYO-E UKIYO-E NO SEISAKU NO GIJUTSU

KERTAS KARYA

Kertas karya ini diajukan kepad apanitia ujian program pendidikan Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Medan, untuk melengkapi salah satu syara tkelulusan Diploma III dalam bidang Bahasa Jepang.

Dikerjakan

OLEH:

NIM:122203040 RYAN HARDIANTO

Pembimbing Pembaca

Drs.Nandi S

NIP. 196008221988031002 NIP.196009191988031001 Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum

PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG DIII

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

3

PENGESAHAN

DiterimaOleh

Panitiaujian program pendidikan Non-GelarSastraBudaya FakultasIlmuBudayaUniversitas Sumatera Utara Medan, UntukmelengkapisalahsatusyaratujianDploma III dalambidang studiBahasaJepang.

Pada : Tanggal :

Hari :

Program Diploma SastraBudaya FakultasIlmuBudaya

Universitas Sumatera Utara Dekan

Nip.195110131976031001 Dr. SyahronLubis, M.A

PanitiaUjian:

No. Nama TandaTangan

1. Zulnaidi, SS.,M.Hum ( )

2. Drs. Nandi S. ( )


(4)

4

Disetujui oleh :

Program Diploma Sastra Dan Budaya

FakultasIlmuBudaya

Universitas Sumatera Utara

Medan

Program studi D III BahasaJepang

Ketua Program Studi

Nip. 196708072005011001

Zulnaidi, SS,M.Hum


(5)

5

KATA PENGANTAR

Dengan berbagai upaya dan kerja keras, akhirnya penulisan skripsi dengan judul “Teknik Pembuatan Ukiyo-e” dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi taufiq dan hidayahNya selama proses penulisan kertas karya ini berlangsung. Dalam penulisan kertas karya ini penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1 Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2 Zulnaidi SS, M.Hum., Ketua Prodi D3 Bahasa Jepang sekaligus staff pengajar di Jurusan D3 Bahasa Jepang yang banyak membantu penulis selama proses belajar mengajar di perkuliahan.

3 Drs. Nandi S, Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengoreksi serta memberikan masukan dan arahan dalam penulisan kertas karya ini.

4 Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, Dosen Pembaca yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengoreksi serta membaca kertas karya ini. 5 Serta kedua orangtua saya ayahanda tercinta Ramli dan ibunda tercinta

Suminem beserta kedua saudara saya Erwin Syaputra dan Irmayanti yang tak henti-hentinya memberi dukungan kepada penulis selama proses perkuliahan hingga proses penulisan kertas karya ini. Kepada teman-teman seangkatan saya yang sama-sama berjuang selama 3 tahun menjalani perkuliahan di Universitas Sumatera Utara. Dan juga semua pihak yang


(6)

6

tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga kertas karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Juli 2015

Ryan Hardianto


(7)

7 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ..i

DAFTAR ISI ... ..ii

BAB I PENDAHULUAN ... ..1

1.1 Alasan Pemilihan Judul ... ... ..1

1.2 Tujuan Penulisan ... ..3

1.3 Batasan Masalah ... ..4

1.4 Metode Penulisan ... ..4

BAB II GAMBARAN UMUM UKIYO-E ... ..5

2.1 Pengertian Ukiyo-e ... ..5

2.2 Sejarah Ukiyo-e ... ..5

2.2.1 Periode Awal ... ..5

2.2.2 Periode Pertengahan ... ..6

2.2.3 Periode Lanjut ... ..7

2.2.4 Periode Akhir ... ..8

2.3 Seniman Ukiyo-e Yang Terkenal Di Periode Edo ... 11

BAB III TEKNIK PEMBUATAN UKIYO-E ... 15

3.1 Teknik Pembuatan Ukiyo-e Secara Tradisional ... 15

3.2 Teknik Pembuatan Ukiyo-e Secara Modern ... 21

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 25

4.1 Kesimpulan... 25

4.2 Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27


(8)

28 ABSTRAK

Lukisan Ukiyo-e merupakan suatu keahlian mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika didalam blok kayu sehingga memperlihatkan efek 3-dimensi, termasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi pandangan akan benda, suasana, alam atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah sehingga menciptakan peradaban yang lebih maju.

Ukiyo-e ( 浮 世 絵 ) adalah sebutan untuk teknik cukil kayu atau woodcut yang berkembang di Jepang pada zaman Edo yang digunakan untuk menggambarkan lukisan pemandangan, keadaan alam dan kehidupan sehari-hari di dalam Masyarakat di Jepang. Dalam bahasa jepang, “Ukiyo” berarti zaman sekarang, sedangakan “e” adalah gambar atau lukisan.

Ukiyo-e sudah ada pada masa Kan-Ei ( 1624-1644), genre lukisan pada masa itu menggambarkan para pencari keindahan dari berbagai macam kelas sosial yang memenuhi seluruh hiburan yang ada di sepanjang sungai Komagawa di Kyoto.

Sejarah Ukiyo-e di zaman Edo terjadi pada periode awal berlangsung sejak kebakaran besar zaman Meireki sampai zaman Horeki. Pelukis yang terkenal di saat itu adalah Hanshita-eshi dan Hishikawa Moronobu. Masuk ke periode pertengahan ditandai dengan Nishiki-e sekitar tahun ke-2 zaman Meiwa hingga zaman Bunka. Kemudian di periode lanjut seniman Ukiyo-e Katsushika Hokusai membuat kumpulan lukisan yang dikenal sebagai 36 Pemandangan Gunung Fuji. Di periode akhir lukisan yang sangat terkenal adalah genre atau aliran orang asing yang disebut Yokohama-e, karena pada masa ini orang Jepang tertarik oleh kebudayanan asing yang dibawa oleh Kapal Hitam. Seniman yang terkenal saat


(9)

29

itu Kawanabe Kyosai dan Tsukioka Yoshitoshi. Di periode akhir Ukiyo-e

mengalamin penurunan akibat Modrenisasi. Ukiyo-e tidak mampu bertahan ketika Masyarakaat Edo dihancurkan oleh gerakan Westernisasi radikal yang merubah Jepang dalam masa Meiji (1868-1912).

Lukisan Ukiyo-e banyak terlukis makna-makna di dalam Haiku. Lukisan

Ukiyo-e yang paling mempunyai makna khusus adalah lukisan bertemakan tiga Burung. Lukisan Burung yang pertama Bebek Mandarin Oshidori yang memiliki makna sebagai kesetian dan kebahagian yang tertulis dikalimat Haiku. Hal ini dikarenakan, kehidupan bebek di dunia nyata memiliki hanya memiliki satu pasangan seumur hidup. Lukisan kedua Burung Bangu Jepang Tsuru memiliki makna perdamaian, keharmonisan dan kemakmuran didalam kehidupan masyarakat. Lukisan ketiga Burung Kutilang Uso bermakna keberubuntungan. Hingga sekarang orang Jepang mempercayai makna Haiku yang terlukis didalam

Ukiyo-e.

Dalam pembuatan Ukiyo-e digunakan dua teknik yaitu secara Tradisional dan secara Modern. Pembuatan Ukiyo-e secara tradisional dengan modern memiliki persamaan dalam mengukir diatas kayu, tetapi berbeda dalam teknik pewarnaannya. Dalam pewarnaan secara tradisional warna yang di pakai menggunakan warna alam yang didasarin oleh air sebagai warna alami, sedangakan pewarnaan secara modern sudah menggukan warna tinta kimia dan printing.


(10)

30 要旨

浮 世 絵というのは木製のブロックで考えを表情して3ヂメンソン

の結果をみせられて、その中にも物や雰囲気や自然の見方の想像力と実力 を実現して、あるいは美しさを引き出せる作品であり、それからいい状勢 になる。

浮世絵は江戸時代に成立した絵画のジャンルでおる。現代において 一般的には多色刷りの木版画錦絵のことを指すことが多いである。人々の 日常の生活や自然景色などを多く描いている。浮世という言葉には現代風 という意味もあり。絵は絵画意味である。

浮世絵はかんえいの時代(1624-1644)もあった。そのときの絵画

は打つくしを求める人が書いてある。その人はいろいろなしゃかい 階 級かいきゅう

のがも川きょとからそんざい

えど時代の浮世絵の歴史には時期に発生して、大規模な火災のめい れき時代からほれき時代まで続いた。

存在している。

その時に大人気の画家「はんしたえし」と「ひしきかわもろのぶ」。. 中期でにしきえの二年目でされて、はめいわ時代からぶんか時代までであ る。

そして次の時代で絵浮世絵画家のかつしかほくさいは三十六の富士山の景 色として知られている絵を書いていた。


(11)

31

なぜならその時代に日本人は黒い船に持っている海外の文化に興味があ る。

その時の人気がある画家は「かわなべきょさい」と「つきおかよしとし」 である。

浮世絵の時代の終わりに近代化のせいで減っていた。

浮世絵とはえどの社会が明治時代(1868-1912)に日本を変わっ た西洋かにこわれていたとき生き残ることができない。

浮世絵ははいくの中にたくさん意味が書かれている。一番持別もちべつ

一番目絵の作品はおしどり忠実と幸せな意味であること。これもはいくの 中にかかれていた。

浮世

絵は三鳥の絵である。

おしどり日常の生活中では死ぬまで一生の恋である。

二番目絵の作品は、つるある意味平和,豊か,穏やかな生活であることで ある。

三番目の絵の作品は、うそ運が良いという意味である。今まで日本人はは いくの中に書かれていることが信じている。

浮世絵では、二つの技術で作られている、伝統的と現時点です。伝 統的の浮世絵と現時点の浮世絵は同じ木から作られる物であって、ただ色 塗り技術違う.伝統的の色塗りの場合は水基づいて自然なあり、現時点に はもう化学インクや印刷物でおる。


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Alasan Pemilihan Judul

Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kesehariannya berintraksi dengan sesamanya dengan menghasilkan apa yang disebut peradaban. Semenjak terciptanya peradaban dan seiring dengan terus berkembangnya peradaban tersebut, maka melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan serta seni yang tercipta. Salah satunya adalah lukisan.

Lukisan adalah karya seni yang proses pembuatannya di lakukan dengan memulaskan cat dengan alat kuas dan juga pisau palet, yaitu memulaskan berbagai warna, dengan kedalaman warna tertentu juga komposisi warna tertentu dari bahan warna pigmen. Manusia telah melukis selama 6 kali lebih lama dibandingkan penggunaan tulisan, sebagai contoh lukisan-lukisan yang berada di gua-gua tempat tinggal manusia prasejarah.

Dalam perkembangannya lukisan masih memperhatikan kebutuhan rasa untuk berkarya, dengan menuangkan segala aspek bahan, warna, efek-efek yang dihasilkan dalam kebutuhan untuk menghias atau memberikan aksen tambahan dalam estetika ruangan, lukisan sering menjadi aksen utama dan berkelas atas nilai seninya. Meski sebenarnya sebuah karya seni yang bernilai tidak selalu indentik dengan nilai ekonominya. Salah satu diantaranya adalah lukisan Ukiyo-e.

Lukisan Ukiyo-e merupakan salah satu bentuk seni yang mempunyai banyak bentuk dan keindahan yang tercipta dari seniman dulu hingga sekarang.

Ukiyo-e (浮世絵) adalah sebutan untuk teknik cukil kayu yang berkembang di


(13)

2

pemandangan, keadaan alam dan kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Dalam bahasa Jepang, "Ukiyo" berarti "zaman sekarang," sedangkan "e" berarti gambar atau lukisan. Istilah Ukiyo-e sekarang semata-mata digunakan untuk lukisan berwarna-warni (nishiki-e) yang dihasilkan teknik cukil kayu, tetapi sebenarnya pada zaman dulu istilah Ukiyo-e juga digunakan untuk lukisan asli yang digambar dengan menggunakan kuas.

Kepopuleran Ukiyo-e di zaman Edo sangat meningkat tajam. Ciri khas

Ukiyo-e terletak pada harganya yang murah, terwujud dalam bentuk cetak blok kayu yang di produksi secara massal dan mudah di dapat. Komposisi yang cermat dan kehalusan lebih memberikan dampak. Pada mulanya, Ukiyo-e hanya cetak hitam monokrom yang muncul di pasaran, namun kemudian “cetak merah” pun muncul, dengan menggunakan merah sebagai warna utama, di tambah pula kuning dan hijau, terbuka lah wawasan baru dalam sejarah lukisan Jepang.

Penjualan cetakan Ukiyo-e dalam kuantitas besar, merupakan fenomena yang sejalan dengan penyebaran karya sastra dalam bentuk buku cetakan yang disebut Ukiyo-zoushi. Adapun yang menjadi tema lukisan Ukiyo-e adalah hal-hal yang biasa dan populer di kalangan rakyat, atau hal-hal yang biasa disukai oleh rakyat di zaman Edo.

Seniman yang memiliki aliran yang berperan penting dalam pengembangan lukisan Ukiyo-e yang di sebut aliran Yakusha-e (potret aktor), dan juga memberikan sumbangan dalam perkembangan Kabuki. Muncul nya seniman wanita dalam lukisan yang beraliran (potret). Karya-karya mereka dianggap berhasil menggambarkan kepribadian aktor Kabuki di zaman Edo, sehingga lukisan Ukiyo-e semangkin populer dikalangan masyarakat.


(14)

3

Di Jepang, seniman Ukiyo-e memiliki hubungan dengan Haiku. Karena itu, hampir seluruh seniman Ukiyo-e adalah penyair Haiku. Dalam pembuatan lukisan Ukiyo-e para seniman akan memberikan makna-makna Haiku yang terkandung dalam Ukiyo-e. Haiku adalah salah satu bentuk puisi tradsional Jepang yang paling penting, yang memiliki 17 sukukata terbagi dalam tiga baris dengan tiap baris terdiri dari 5, 7, dan 5 sukukata. Ada tiga Haiku makna khusus yang tertulis dalam lukisan Ukiyo-e bertemakan lukisan burung. Seniman Ukiyo-e

memilih tema khusus burung dikarenakan binatang tersebut yang paling sering digunakan dalam penulisan Haiku dan juga gambar dalam lukisan Ukiyo-e. Dalam teknik pembuatan lukisan Ukiyo-e digunakan teknik secara tradisional dan teknik secara modern. Maka dari itu, penulis merasa tertarik menulis mengenai lukisan

Ukiyo-e, dalam kertas karya yang berjudul “Teknik Pembuatan Ukiyo-e”.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan judul kertas karya ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Ukiyo-e, macam-macam

lukisan Ukiyo-e, dan seniman-seniman Ukiyo-e di zaman edo

2. Untuk mengetahui teknik pembuatan lukisan Ukiyo-e secara tradisional dan modern

1.3Pembatasan Masalah

Pada penulisan kertas karya ini. Penulis akan memfokuskan pembahasannya pada teknik pembuatan Ukiyo-e. Untuk mendukung pembahasan


(15)

4

yang lebih jelas dan memiliki akurasi data yang jelas, maka Penulis juga memaparkan sejarah Ukiyo-e, seniman-seniman Ukiyo-e di zaman edo.

1.4 Metode Penulisan

Dalam penulisan kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan, yakni dengan cara mengumpulkan data-data dan sumber-sumber bacaan yang ada yakni berupa buku sebagai refernsi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas kemudian dirangkum dan di deskripsikan ke dalam kertas karya ini. Selain itu, penulis juga memanfaatkan Informasi Teknologi Internet sebagai referensi tambahan agar data yang didapatkan menjadi lebih akurat dan lebih jelas.


(16)

5 BAB II

GAMBARAN UMUM UKIYO-E

2.1 Pengertian Ukiyo-e

Ukiyo-e adalah nama lukisan klasik di Jepang yang muncul pada periode Edo (1600-1868). mungkin lukisan hanyalah karya seni yang biasa dan sudah umum di negara-negara manapun, tapi Ukiyo-e berbeda dengan lukisan biasa karena dibuat di atas balok kayu dengan tehnik cukil sehingga menampakkan efek 3-dimensi. Secara etimologi Ukiyo-e berasal dari huruf uki (mengambang), yo

(dunia), dan e (gambar). Ukiyo-e populer di kalangan kelas menengah di awal periode Edo, subjek utama Ukiyo-e pada masa itu cenderung terfokus pada teater-teater kabuki. Sebenarnya, lingkungan sosial yang menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya Ukiyo-e sudah ada pada masa Kan-Ei (1624-1644), genre lukisan pada masa itu menggambarkan para pencari kenikmatan dari berbagai macam kelas sosial yang memenuhi distrik-distrik hiburan di sepanjang sungai Kamogawa di Kyoto dan kritik wanita penghibur sehingga muncul gaya hidup bebas dengan Ukiyo-e atau (dunia yang mengambang), bersamaan dengan itu muncullah genre Ukiyo-e yang mengagungkan gaya hidup seperti itu.

2.2 Sejarah Ukiyo-e

2.2.1 Periode Awal

Periode awal Ukiyo-e berlangsung sejak Kebakaran besar zaman Meireki sampai zaman Horeki. Bentuk awal Ukiyo-e adalah lukisan asli yang di gambar dengan menggunakan kuas serta lukisan hasil reproduksi teknik cungkil kayu dengan memakai hanya satu warna.


(17)

6

Di pertengahan ababke-17, seniman yang menggambar lukisan asli untuk teknik cungkil kayu disebut Hanshita-eshi (版下絵師 pelukis sketsa).

Hishikawa Moronobu adalah salah satu pelukis sketsa yang terkenal di zaman itu yang membuat buku bergambar dan ilustrasi untuk buku. Salah satu karya nya yang sangat terkenal berjudul Mikaeri Bijin-zu (見返り美人図 Wanita Cantik

Menoleh ke Belakang).

2.2.2 Periode Pertengahan

Periode pertengahan ditandai dengan kelahiran Nishiki-e sekitar tahun ke-2 zaman Meiwa hingga tahun ke-3 zaman Bunka.

Pada tahun 1765, kalender bergambar disebut E-goyomi populer di kalangan penyair haiku di Edo, sampai-sampai diadakan pertemuan untuk tukar menukar kalender bergambar. Pelukis Ukiyo-e Suzuki Harunobu mengantisipasi minat masyarakat dengan membuat Ukiyo-e menggunakan tinta beraneka warna.

Seni lukisan Ukiyo-e mencapai zaman keemasan berkat tenkik cetak warna Ukiyo-e secara full-color.

Di zaman Anei, Ukiyo-e yang menggambarkan wanita secara realistik (Bijinga) karya Kitao Shigemasa menjadi sangat populer. Katsukwa Shunsho menggambar lukisan potret aktor kabuki terkenal (Yakusha-e) hingga sangat mirip dengan aslinya. Pelukis Ukiyo-e bernama Kitagawa Utamaro melahirkan banyak sekali karya-karya berupa Bijinga dan Ōkubi-e (lukisan potret setengah badan aktor dan wanita cantik) yang terkenal sangat mendetil dan digambar dengan elegan.


(18)

7

Pada tahun ke-2 zaman Kansei pemerintah mengeluarkan peraturan tentang bahan cetak yang membatasi peredaran bahan-bahan cetak di kalangan masyarakat. Pada tahun ke-7 zaman Kansei, setelah seluruh harta benda yang dimiliki disita pemerintah, penerbit Ukiyo-e bernama Tsutaya Jūzaburō berusaha

bangkit kembali. Tsutaya Jūzaburō mengumpulkan uang dengan cara menjual lukisan Ukiyo-e karya Tōshūsai Sharaku. Lukisan karya Tōshūsai Sharaku menjadi sangat terkenal berkat pose aktor kabuki yang selalu digambar berlebih-lebihan walaupun lukisannya sendiri kurang laku. Kumpulan lukisan aktor kabuki karya Utagawa Toyokuni yang dikenal sebagai Yakusha Butai Sugata-e (役者舞 台姿絵, lukisan potret aktor di atas panggung) justru lebih laku. Murid-murid Utagawa Toyokuni kemudian mendirikan aliran Utagawa yang merupakan aliran terbesar dalam seni Ukiyo-e.

2.2.3 Periode Lanjut

Periode lanjut Ukiyo-e menunjuk pada masa sekitar tahun ke-4 zaman Bunka hingga tahun ke-5 zaman Ansei. Setelah Kitagawa Utamaro tutup usia, lukisan wanita cantik (Bijinga) makin digambar secara lebih erotis seperti terlihat dalam karya-karya Keisai Eisen.

Murid Katsukawa Shunshō yang bernama Katsushika Hokusai membuat kumpulan lukisan yang dikenal sebagai 36 Pemandangan Gunung Fuji. Kumpulan lukisan Hokusai dibuat untuk mengikuti tren orang Jepang yang mulai senang bepergian di dalam negeri. Utagawa Hiroshige mengikuti kesuksesan Hokusai

dengan kumpulan lukisan yang dikenal sebagai Tōkaidō gojūsan-tsugi (東海道五 十三次, 53 Pemberhentian di Tōkaidō). Karya Hokusai dan Hiroshige dikenal


(19)

8

sebagai genre Meisho-e (lukisan tempat terkenal) atau Fūkeiga (lukisan pemandangan).

Lukisan potret aktor kabuki yang tergolong dalam genre Yakusha-e tetap diteruskan oleh Utagawa Kunisada yang merupakan murid Utagawa Toyokuni. Karya Utagawa Kunisada justru makin mempertegas ciri khas genre Yakusha-e

berupa garis-garis keras dan dinamis yang dirintis sang guru.

Bersamaan dengan kepopuleran Kusazōshi (buku bergambar dengan cerita memakai aksara hiragana) lahir karya-karya Ukiyo-e genre Musha-e yang menggambarkan tokoh-tokoh samurai, seperti terlihat dalam lukisan karya Utagawa Kuniyoshi. Ilustrasi tokoh-tokoh kisah Batas Air yang digambar oleh Utagawa Kuniyoshi menjadi sangat populer, bahkan sampai membuat orang Jepang keranjingan cerita Batas Air.

2.2.4 Periode Akhir

Periode akhir Ukiyo-e menunjuk pada masa sekitar tahun 6 zaman Ansei sampai tahun ke-45 zaman Meiji. Lukisan Ukiyo-e yang populer pada masa ini adalah genre lukisan orang asing yang disebut Yokohama-e, karena orang Jepang menaruh minat pada budaya asing yang dibawa oleh Kapal Hitam.

Akibat kekacauan yang ditimbulkan Restorasi Meiji, lukisan Ukiyo-e

mulai banyak yang mengetengahkan tema-tema lukisan kabuki yang mengumbar brutalisme dan lukisan makhluk "aneh tapi nyata" Tsukioka Yoshitoshi yang merupakan murid Utagawa Kuniyoshi dan Ochiai Yoshiiku membuat kumpulan lukisan berjudul 28 Pembunuhan Terkenal dan Prosa (英名二十八衆句 Eimei


(20)

9

nijūhachi shūku). Kumpulan lukisan bertema sadis berlumuran darah seperti ini digolongkan ke dalam genre Muzan-e.

Kawanabe Kyōsai dari aliran Kanō juga banyak melahirkan karya-karya legendaris di masa ini. Genre baru Ukiyo-e yang disebut Kōsenga dimulai Kobayashi Kiyochika dengan ciri khas objek lukisan yang digambar tanpa garis tepi (outline). Lukisan Ukiyo-e untuk anak-anak seperti yang dibuat Utagawa Yoshifuji digolongkan ke dalam genre Omocha-e. Gambar hasil penggandaan bisa digunakan anak-anak untuk bermain, seperti lembaran permainan yang sekarang sering menjadi bonus majalah anak-anak. Utagawa Yoshifuji begitu mengkhususkan diri pada genre Omocha-e, sehingga mendapat julukan "Omocha Yoshifuji" (Yoshifuji ahli mainan). Tsukioka Yoshitoshi dikenal sebagai

grandmaster terakhir Ukiyo-e. Karya-karyanya sangat bergaya Barat dan bersentuhan halus. Dari tangannya lahir karya-karya seperti surat kabar Ukiyo-e (nishiki-e shimbun), lukisan bertema sejarah (rekishiga), dan lukisan bertema erotis (fūzokuga). Prihatin dengan kemunduran Ukiyo-e, murid-muridnya disuruh untuk belajar hal-hal lain selain Ukiyo-e. Salah seorang murid Yoshitoshi yang bernama Kaburaki Kiyokata berhasil menjadi pelukis Jepang yang sangat terkenal.

Pada abad ke-19 sepeninggal 2 seniman Ukiyo-e yang terkenal yaitu Hokusai dan horishige, Ukiyo-e mengalami penurunan, karena modernisasi dari pemerintahan Jepang secara besar-besaran. Ukiyo-e kalah dengan tekhnik fotografi yang berkembang. Ukiyo-e tidak mampu bertahan ketika masyarakat Edo dihancurkan oleh gerakan Westernisasi radikal yang merubah Jepang dalam masa Meiji (1868-1912). Memasuki periode Meiji, Jepang mulai mempelajari


(21)

10

tehnik fotografi barat. sehingga pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai Ukiyo-e mulai diganti dengan pewarna kimia yang di impor dari Jerman, Warna-warna cerah yang dihasilkan dari warna merah dari Jerman menjadi sering dipakai dalam menghasilkan karya Ukiyo-e, gambar-gambar ini lebih dikenal dengan gambar mera atau “Aka-e”. Seniman seperti Yoshitoshi menjadi seniman yang terkenal dalam era ini, dimana dia menggambarkan cerita-cerita rakyat, penggambaran kesatria, bahkan hantu atau iblis. Hasil karyanya yang terkenal adalah seri dari “100 aspek dari Bulan”. Lalu ada Kiyochika yang menggambarkan modernisasi dari kota Tokyo.

pada abad ke-20 selama periode Taiso dan showa, Ukiyo-e mengalami kebangkitan dan perubahan menjadi lukisan Shin Hanga (new print), dan Sousaku Hanga (creative print). Shin Hanga diperkenalkan oleh seorang pelukis yaitu Watanabe Shozaburo, Lukisan ini mencampurkan unsur tradisional Ukiyo-e

dengan elemen dari barat seperti pencahayaan dan perspektif.

Shin Hanga yang bergaya renaissance banyak dieksport ke Amerika sedangkan

Sousaku Hanga merupakan konsep lukisan baru yang benar-benar berbeda dari proses pembuatan Ukiyo-e tradisional. Sayangnya tehnik dan gaya lukisan

Sousake Hanga sangat mirip dengan tehnik lukisan barat.

Pelukis Ukiyo-e tradisional berusaha segala macam cara untuk bertahan dari kemajuan teknologi tapi gagal. Hingga sekarang hanya beberapa lukisan


(22)

11

2.3 Seniman Ukiyo-e Yang Terkenal Di Periode Edo

Toshusai Sharaku, adalah seorang seniman cetak yang misterius. Berasal dari Jepang, dia terkenal di negaranya dan di seluruh dunia sebagai seorang master

Ukiyo-e yang terkemuka. Tidak ada yang mengetahui pasti kapan tanggal lahir atau tanggal kematiannya, nama aslinya, atau bahkan berita yang pasti mengenainya. Ada beberapa isu, bahwa Sharaku bukanlah nama orang, namun sebuah proyek yang diluncurkan oleh sekelompok seniman untuk membantu rumah pencetak dari balok kayu yang telah menolong mereka. Nama Sharaku

sendiri berarti “omong kosong” dalam bahasa Jepang, dan digunakan sebagai guyonan bagi orang-orang yang mengetahui bahwa tidak ada Sharaku yang sebenarnya.

Seni Ukiyo-e Sharaku ini aktif pada jaman Edo (sekarang Tokyo) sekitar 200 tahun yang lalu, pertengahan tahun 1794 hingga awal 1795. Karirnya begitu singkat, karena seni bertema Kabuki ini disinyalir telah memicu beberapa permusuhan di dalam dunia kesenian Jepang. Setiap karyanya yang ditampilkan memiliki kekuatan garis serta tajam menggunakan warna kontras yang mengeksploitasi kemungkinan teknik secara keseluruhan oleh seniman cetak. Dengan demikian, menghasilkan potret yang ekspresif dan impresif. Karyanya kebanyakan, meskipun menggunakan penggambaran aktor kabuki, merupakan kebenaran dari rakyat yang dibawanya. kritik dan protes yang membuat para pembeli merasa tidak nyaman dan mengakibatkan karyanya sempat tidak dikenal di Jepang, hingga akhirnya ditemukan kembali oleh seorang sarjana Jerman pada tahun 1910. Pendekatan yang kaya dan interpretasi personal setiap seniman dalam menghadapi karya Sharaku bukan konfirmasi ulang dari kualitas pelopor dan daya


(23)

12

pikat seniman Ukiyo-e yang tidak biasa ini. Mereka juga memberikan contoh penampilan resonansi menarik yang hadir di antara Ukiyo-e, desain grafis, dan seni kontemporer.

Katsushika Hokusai (葛飾北斎), Karyanya mendapatkan apresiasi yang lebih besar dari dunia Barat dibandingkan dari negerinya sendiri. Sejumlah nama besar pelukis dunia juga dianggap menjadikannya sumber inspirasi. Dia seniman pelukis, pemahat, dan terutama seniman grafis dengan teknik Ukiyo-e pada zaman Edo.

Hokusai (1760-1849) lahir di Distrik Honjo, Edo (sekarang Tokyo). Dia dikenal sebagai pelukis buku sketsa 15 jilid berjudul Hokusai Manga (terbit tahun 1814) dan cetakan Ukiyo-e “36 Pemandangan Gunung Fuji” (sekitar tahun 1823-1829) termasuk “Ombak Besar di Lepas Pantai Kanagawa” yang terkenal. Hokusai Manga berisi sketsa-sketsa yang inventif dan diterbitkan sejak 1814. Gaya karikaturnya sering dianggap sebagai perintis manga modern. Sedangkan seri lukisan 36 Pemandangan Gunung Fuji adalah karya Ukiyo-e ini Hokusai yang begitu terkenal sehingga ia menambah jumlah 10 lukisan lagi menjadi 46 buah.

Ukiyo-e secara harafiah diartikan sebagai “lukisan zaman sekarang” atau lukisan bertema kehidupan sehari-hari. Hokusai dianggap sebagai salah satu tokoh penting dalam bidang Ukiyo-e. Selain itu, Hokusai juga terkenal untuk gambar erotisnya dalam gaya shunga. “Fukujusō” karyanya, sebuah rangkaian sejumlah 12 gambar yang merayakan keagungan tubuh dan hasrat, dianggap sebagai salah satu dari tiga karya shunga terbaik. Karyanya inilah yang disebut-sebut menjadi inspirasi penting bagi impresionis Eropa seperti Claude Monet.


(24)

13

Hokusai mempunyai karier yang panjang. Namun banyak karya pentingnya yang justru dibuat saat usianya di atas 60 tahun.

Utagawa Kuniyoshi (歌川 国芳), adalah seorang pelukis Ukiyo-e dari akhir zaman Edo di Jepang. Katsushika Hokusai adalah pelukis yang seangkatan dengannya. Julukannya adalah Pelukis Gambar Aneh dari Akhir Keshogunan Tokugawa (bakumatsu no kisō no eshi).

Kuniyoshi senang menggambar tokoh sejarah, legenda, dan hikayat. Karyanya terdiri dari berbagai macam genre, mulai dari gambar aktor kabuki (yakusha-e), gambar samurai (musha-e), gambar wanita cantik (bijinga), lukisan pemandangan (fūkeiga), lukisan tempat terkenal,(meisho-e) hingga gambar erotis (shunga) dan karikatur (giga). Lukisan ukuran besar (triptika) menjadi ciri khas Kuniyoshi, tiga lembar kertas berukuran ōban (36 x 25 cm) dijajarkan menjadi satu untuk gambar ikan paus, kerangka manusia, hingga hantu ukuran besar.

Kuniyoshi diketahui sangat mencintai kucing. Kucing peliharaannya banyak sekali, dan dirinya diketahui suka menggambar sambil memeluk kucing. Sejumlah lukisan Kuniyoshi menggambarkan personifikasi kucing (kucing bertingkah laku seperti manusia). Bukan hanya kucing, binatang-binatang lain seperti anjing rakun, burung gereja, dan gurita juga digambarkan bertingkah laku seperti manusia. Melalui binatang yang dilukisnya, Kuniyoshi berusaha menggambarkan keadaan kehidupan rakyat biasa di Edo. Karyanya diperkirakan sebagai salah satu cikal bakal manga dan gekiga.

Ciri khas lain lukisan Kuniyoshi adalah semangat bermain-main dalam bentuk lukisan ilusi (yose-e). Sepintas lalu, bila lukisannya diamati yang terlihat adalah wajah satu orang atau seekor binatang. Namun bila diamati lebih lanjut, di


(25)

14

dalam lukisan tersembunyi sejumlah wajah atau beberapa ekor binatang sekaligus. Lukisannya sering berupa potret diri Kuniyoshi yang dikelilingi berbagai tokoh dan hewan dari dalam imajinasinya

Karya utama Utagawa Kuniyoshi:

1. Ōyanotarō Mitsukuni melawan hantu kerangka yang dipanggil Putri Takiyasha (Sōma no furudairi)

2. Kelihatan menakutkan, padahal orang yang sangat ramah (Mikake wa kowai ga tonda ii hito da)

3. Lukisan serbuan malam, adegan ke-11 Chūshingura (Chūshingura


(26)

15 BAB III

TEKNIK PEMBUATAN UKIYO-E

Dalam membahas teknik pembuatan Ukiyo-e, terbagi atas dua bagian, yaitu secara Tradisonal dan secara Modern.

3.1 Teknik Pembuatan Ukiyo-e Secara Tradisional

Pembuatan Ukiyo-e dengan tradisional adalah salah satu teknik cetak relief yang berasa dari Jepang. Teknik cetak relief pembuatan Ukiyo-e di periode Edo

ditemukannya cara membuat batas-batas (kento) pada objek lukisan yang memudahkan pewarnaan lukisan secara berulang kali dan tersedianya kertas

Washi berkualitas tinggi yang tahan melewati proses pewarnaan yang tumpang tindih. Washi (和紙) adalah kertas yang dibuat dengan metode tradisional di Jepang. Dibandingkan kertas produksi mesin, serat dalam Washi lebih panjang sehingga washi bisa dibuat lebih tipis, namun tahan lama (tidak lekas lusuh atau robek).

Di Jepang, Washi digunakan dalam berbagai jenis benda kerajinan dan seni seperti origami, shodō dan Ukiyo-e. Dalam pembuatan lukisan Ukiyo-e

banyak menggunakan kertas washi bermerek dari provinsi Echizen dan Iyo yang menggunakan bahan baku dari tanaman perdu yang disebut Kōzo (Broussonetia Kazinoki). Sesuai dengan perkembangan zaman, pembuatan Ukiyo-e juga mulai melibatkan beberapa orang seniman dengan bidang yang sangat terspesialiasi, seperti pelukis yang hanya menggambar sketsa, seniman pencungkil kayu, dan seniman yang memberi warna pada lukisan. Secara teknis, ciri khas Ukiyo-e


(27)

16

dibandingkan teknik cukil kayu lainnya adalah penggunaan warna alam yang didasari oleh air sebagai tinta warna yang dominan dengan warna hitam, merah, hijau. Alat-alat lain untuk mendukung proses cetak ini pun dibuat dari bahan alam, seperti baren yang terbuat dari lapisan daun. Penggunaan Ukiyo-e

tradisional pun tidak jauh berbeda dengan nilai utilitas karya-karya grafis massa pada masa kini.

a. Percetakan Warna

Pada tahun 1745, ditemukan sebuah teknik untuk menggunakan serangkaian blok, dan setiap blok akan mencetak warna yang berbeda-beda dalam satu helai kertas. Hasil cetakan dari teknik ini dinamakan Benizuri-e (gambar-gambar yang dicetak dalam warna merah) karena warna paling dominan adalah warna merah, yang diambil dari bunga sari Safflower (benibana), dengan total tidak lebih dari 2 hingga 3 warna. Tahun 1764 cetakan berwarna yang penuh akhirnya dapat dihasilkan. Perkembangan ini sangat erat kaitannya dengan meroketnya popularitas Suzuki Harunobi (1725 – 1770). Pada tahun 1766 hampir semua pelukis Ukiyo-e melukis dengan menggunakan gaya Harunobu. Cetakan jenis baru ini, disebut Nishiki-e (gambar-gambar kain brokat), atau Edo-e

(gambar-gambar Edo), mewakili tahap akhir perkembangan teknik dari cetakan berwana pada masa Edo. Periode Keemasan Ukiyo-e Akhir abad ke-18 merupakan periode konsolidasi, daripada inovasi, dalam Ukiyo-e. Namun, perkembangan format oban dan pengenalan Diptychs dan Tryptychs pada akhirnya menghasilkan komposisi Ukiyo-e yang lebih kompleks. Setelah 1790, gambar-gambar Ukiyo-e


(28)

17

menjadi populer dalam waktu yang sangat singkat. Kitagawa Utamaro (1753-1806) dan Sharaku (yang aktif mulai dari pertengahan 1794 hingga awal 1795) membawakan unsur realisme dalam gambar-gambar mereka, dan menimbulkan perasaan kedekatan yang lebih dalam dengan subjek mereka, melalui penggunaan format Ookubi-e ( format dengan menitik beratkan lukisan pada bagian wajah sehingga tampil lebih besar dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya ) atau bust portrait. Perempuan-perempuan dalam gambar Utamaro, seringkali ditampilkan dengan sangat menawan, dan kadang-kadang malah sensual. Setelah tahun 1800, muncullah perubahan selera yang radikal, seiring dengan hilangnya inspirasi dalam hal ide rancangan serta menurunnya kualitas cetakan. Di masa ini, lukisan tubuh-tubuh pendek dengan pundak bungkuk dan garis-garis yang tajam, menggantikan bentuk-bentuk tubuh yang tinggi dan elegan dari tahun 1770an dan 1780an. Pola-pola kimono menjadi lebih kasar dan tajam, gambar-gambar aktor pun menjadi semakin dibesar-besarkan, dan tampak menyeramkan. Salah satu alasan dari perubahan ini adalah perubahan dalam publik pembeli hasil cetakan, yang semakin lama semakin banyak dan semakin tidak mempedulikan kualitas, yang pada akhirnya membuat cetakan-cetakan Ukiyo-e diproduksi secara cepat dan dalam jumlah yang besar.

Penulis menyimpulkan pencetakan warna pembuatan Ukiyo-e mengunakan warna-warna alami seperti Bunga Benibana yang berdominan dengan warna-warna merah dan hijau.


(29)

18

Ase o fuku onna karya Kitagawa Utamaro

Lukisan potret Ichikawa Omezō karya Tōshūsai Sharaku


(30)

19 b. Pemandangan Alam

Kemunculan gambar-gambar pemandangan alam merupakan salah satu perkembangan terakhir dalam sejarah Ukiyo-e. Sebelum gambar Katsushika Hokusai (1760-1849) berjudul Fugaku Sanjurokkei (1823, 36 Pemandangan Gunung Fuji), pemandangan alam tidaklah dipandang sebagai salah satu subjek lukisan dalam Ukiyo-e. Seorang seniman yang aktif selama kurang lebih 60 tahun, Hokusai mengembangkan gaya lukisan yang sepenuhnya individual, mengkombinasikan pengaruh Cina dan barat, dengan sejumlah unsur dari aliran lokal seperti Kano, Tosa, dan tradisi Rimpa. Dia juga seorang pelukis yang luar biasa, yang menggunakan sejumlah teknik yang rumit untuk menciptakan serangkaian gambar yang mengesankan dalam kumpulan karyanya yang terkenal yaitu 13 volume Hokusai manga (1814-1849, Sketsa-sketsa Hokusai). Saingan utama Hokusai dalam hal pemandangan alam hanyalah Ando Hiroshige (1797-1858). Gambarnya yang terkenal seperti Tokaido Gojusantsugi (1833-1834, ‘53 Stasiun di jalan Tokaido’) telah membuat dia terkenal, dan pada saat yang bersamaan memunculkan sejumlah pemalsu. Dalam gambar tersebut, dan karyanya yang lain, Hiroshige menampilkan perhatiannya yang besar terhadap atmosfir, cahaya dan cuaca. Sebagai sebuah elemen yang menyatu erat dengan budaya pada masa Edo. Ukiyo-e tidak mampu bertahan ketika masyarakat Edo dihancurkan oleh gerakan westernisasi radikal yang merubah Jepang dalam masa Meiji (1868-1912).


(31)

20

Bebek mandarin Oshidori karya Kitagawa Utamaro

Bangau jepang tsuru karya Ando Hiroshige


(32)

21

3.2 Teknik Pembuatan Ukiyo-e Secara Modern

Pembuatan lukisan Ukiyo-e dengan teknik Woodcut adalah teknik cetak tinggi yang menggunakan bahan dasar sebuah papan kayu yang diratakan permukaanya. Jenis kayu dan bentuk kayu yang digunakan tergantung selera penciptanya sendiri. Adapun urutan kerja atau proses kerja pembuatan Ukiyo-e

dengan teknik ini adalah:

1. Pada suatu bidang gambar. Rencana atau desain ini harus dibuat terlebih dahulu, sebab tanpa melalui fase ini dapat saja proses pembuatannya nanti akan terhambat atau bahkan akan gagal.

2. Memilah gambar mana yang akan dijadikan sebagai penghantar tinta dan mana yang bukan.

3. Memindahkan rencana atau desain tersebut ke permukaan atau bidang papan kayu yang akan dicukil atau ditoreh.

4. Menoreh atau mencukil bagian yang tidak digunakan untuk pewarnaan tinta (bagian negatif) dengan menggunakan pisau atau alat cukil (woodcut). Teknik mencukil ini hendaknya memperhatikan arah serat kayu, disamping itu kondisi alat cukilnya juga harus tajam.

5. setelah pekerjaan menoreh atau mencukil diangap selesai, maka acuan cetak telah terwujud, dengan demikian acuan siap untuk mewarnai atau tinta cetak terlebih dahulu.

Pada prinsipnya setiap acuan atau bagian yang positif akan dipergunakan dalam proses pencetakan warna hanya untuk satu warna saja. Oleh karena itu bila ingin membuat karya yang multi-warna atau poli warna, maka acuan yang dipergunakan untuk menghantarkan warna harus sesuai dengan jumlah warna full


(33)

22

color dengan percetakan warna secara Printing. Tentunya tanpa menyiapkan atau merencanakan desain yang lengkap atau rinci akan mengalami kesulitan dalam mencari ketepatan atau kesempurnaan hasil cetakannya.

Dengan demikian untuk memudahkan dan mencari ketepatan atau kesempurnaan hasil karya, pertama-tama harus dibuat desain induk yang telah lengkap dengan warna yang dikehendaki, yang kemudian dibuat separasi gambar kerja. Sehingga untuk setiap warna diterapkan terpisah pada bidang bahan acuan yang berlainan. Alat yang digunakan dalam pembuatan Ukiyo-e dengan teknik Woodcut antara lain sebagai berikut:

1. Pisau Cukil, alat ini dipergunakan untuk mencukil bagian dari kayu yang tidak dipergunakan untuk menghantarkan tinta. Bentuk ujung pisau cukil bervariasi, yaitu berbentuk lengkung kecil, dan lengkung sedang, berbentuk “v” kecil dan “v” besar, berbentuk datar, dan berbentuk serong. 2. Kaca, alat ini digunakan untuk mengaduk atau tempat mengolah tinta. 3. Kapi atau Palet, alat ini digunakan untuk mengaduk atau mencampur tinta

di permukaan kaca.

4. Rol, alat ini terbuat dari karet dengan pegangan kayu ada pula yang besi. Rol karet ini berfungsi untuk menghantarkan tinta dari kaca setelah mengalami fase pengolahan diterapkan ke kayu yang telah dicukil dengan pisau cukil.

5. Hand-Press, adalah alat yang digunakan untuk mencetak acuan kebidang kertas.


(34)

23

Perbedaan pembuatan lukisan Ukiyo-e secara tradisional dan modern berbeda dalam teknik pewarnaannya. Secara tradisional menggunakan warna alam sedangakan modern sudah menggunakan warna kimia dan printing.

Contoh Karya Lukisan Ukiyo-e Modren:

Kimono karya haruyo morita


(35)

24


(36)

25 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Lukisan Ukiyo-e merupakan suatu keahlian mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika didalam blok kayu, termasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi pandangan akan benda, suasana, alam atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah sehingga menciptakan peradaban yang lebih maju.

2. Ukiyo-e (浮 世 絵 ) adalah sebutan untuk teknik cukil kayu yang berkembang di Jepang pada zaman Edo yang digunakan untuk menggandakan lukisan pemandangan, keadaan alam dan kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Dalam bahasa Jepang, "Ukiyo" berarti "zaman sekarang," sedangkan "e" berarti gambar atau lukisan.

3. Ukiyo-e sudah ada pada masa Kan-Ei (1624-1644), genre lukisan pada masa itu menggambarkan para pencari kenikmatan dari berbagai macam kelas sosial yang memenuhi distrik-distrik hiburan di sepanjang sungai Kamogawa di Kyoto.

4. Ukiyo-e mengalami penurunan, karena modernisasi. Ukiyo-e kalah dengan tekhnik fotografi yang berkembang.Ukiyo-e tidak mampu bertahan ketika masyarakat Edo dihancurkan oleh gerakan Westernisasi radikal yang merubah Jepang dalam masa Meiji (1868-1912). memasuki periode Meiji, Jepang mulai mempelajari tehnik fotografi barat. sehingga pewarna alami


(37)

26

yang biasa digunakan untuk mewarnai Ukiyo-e mulai diganti dengan pewarna kimia yang di impor dari Jerman.

5. Pembuatan Ukiyo-e secara tradisional dengan modern memiliki persamaan dalam mengukir balok atas kayu, tetapi berbeda dengan teknik pewarnaannya. Dalam pewarnaan secara tradisional warna yang di pakai menggunakan warna alam yang didasari oleh air sebagai warna alami, sedangakan pewarnaan secara modern sudah menggunakan warna tinta cetak atau Printing.

4.2 Saran

Penulis menyarankan, supaya seni melukis cukil kayu Ukiyo-e tidak hilang akibat modernisasi. Diharuskan generasi muda di Jepang tetap menjaganya dengan cara di kombinasikan dengan Film, Anime, Serial Televisi, dan juga video game, karena Negara Jepang terkenal dengan teknologinya.


(38)

27

DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Onong Uchajana. 2001. Kebudayaan dan Seni Jepang. Yogyakarta: PT. Gramedia

Liang gie, 2002. Woodcut China Modern. Jakarta: PT. Elex Media Kompindo. Widodo, Herman. 2000. Pembuatan Cukil Kayu. Jakarta: PT. Erlangga. Id.m.wikipedia.org/wiki/Cukil_kayu

https://jpf.or.id/en.node/Ukiyo-e https://senirupakasa.wordpres.com https://zenbunnippon.wordpres.com


(1)

22

color dengan percetakan warna secara Printing. Tentunya tanpa menyiapkan atau merencanakan desain yang lengkap atau rinci akan mengalami kesulitan dalam mencari ketepatan atau kesempurnaan hasil cetakannya.

Dengan demikian untuk memudahkan dan mencari ketepatan atau kesempurnaan hasil karya, pertama-tama harus dibuat desain induk yang telah lengkap dengan warna yang dikehendaki, yang kemudian dibuat separasi gambar kerja. Sehingga untuk setiap warna diterapkan terpisah pada bidang bahan acuan yang berlainan. Alat yang digunakan dalam pembuatan Ukiyo-e dengan teknik Woodcut antara lain sebagai berikut:

1. Pisau Cukil, alat ini dipergunakan untuk mencukil bagian dari kayu yang tidak dipergunakan untuk menghantarkan tinta. Bentuk ujung pisau cukil bervariasi, yaitu berbentuk lengkung kecil, dan lengkung sedang, berbentuk “v” kecil dan “v” besar, berbentuk datar, dan berbentuk serong. 2. Kaca, alat ini digunakan untuk mengaduk atau tempat mengolah tinta. 3. Kapi atau Palet, alat ini digunakan untuk mengaduk atau mencampur tinta

di permukaan kaca.

4. Rol, alat ini terbuat dari karet dengan pegangan kayu ada pula yang besi. Rol karet ini berfungsi untuk menghantarkan tinta dari kaca setelah mengalami fase pengolahan diterapkan ke kayu yang telah dicukil dengan pisau cukil.

5. Hand-Press, adalah alat yang digunakan untuk mencetak acuan kebidang kertas.


(2)

23

Perbedaan pembuatan lukisan Ukiyo-e secara tradisional dan modern berbeda dalam teknik pewarnaannya. Secara tradisional menggunakan warna alam sedangakan modern sudah menggunakan warna kimia dan printing.

Contoh Karya Lukisan Ukiyo-e Modren:

Kimono karya haruyo morita


(3)

24


(4)

25 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Lukisan Ukiyo-e merupakan suatu keahlian mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika didalam blok kayu, termasuk mewujudkan kemampuan serta imajinasi pandangan akan benda, suasana, alam atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah sehingga menciptakan peradaban yang lebih maju.

2. Ukiyo-e (浮 世 絵 ) adalah sebutan untuk teknik cukil kayu yang berkembang di Jepang pada zaman Edo yang digunakan untuk menggandakan lukisan pemandangan, keadaan alam dan kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Dalam bahasa Jepang, "Ukiyo" berarti "zaman sekarang," sedangkan "e" berarti gambar atau lukisan.

3. Ukiyo-e sudah ada pada masa Kan-Ei (1624-1644), genre lukisan pada masa itu menggambarkan para pencari kenikmatan dari berbagai macam kelas sosial yang memenuhi distrik-distrik hiburan di sepanjang sungai Kamogawa di Kyoto.

4. Ukiyo-e mengalami penurunan, karena modernisasi. Ukiyo-e kalah dengan tekhnik fotografi yang berkembang.Ukiyo-e tidak mampu bertahan ketika masyarakat Edo dihancurkan oleh gerakan Westernisasi radikal yang merubah Jepang dalam masa Meiji (1868-1912). memasuki periode Meiji, Jepang mulai mempelajari tehnik fotografi barat. sehingga pewarna alami


(5)

26

yang biasa digunakan untuk mewarnai Ukiyo-e mulai diganti dengan pewarna kimia yang di impor dari Jerman.

5. Pembuatan Ukiyo-e secara tradisional dengan modern memiliki persamaan dalam mengukir balok atas kayu, tetapi berbeda dengan teknik pewarnaannya. Dalam pewarnaan secara tradisional warna yang di pakai menggunakan warna alam yang didasari oleh air sebagai warna alami, sedangakan pewarnaan secara modern sudah menggunakan warna tinta cetak atau Printing.

4.2 Saran

Penulis menyarankan, supaya seni melukis cukil kayu Ukiyo-e tidak hilang akibat modernisasi. Diharuskan generasi muda di Jepang tetap menjaganya dengan cara di kombinasikan dengan Film, Anime, Serial Televisi, dan juga video game, karena Negara Jepang terkenal dengan teknologinya.


(6)

27

DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Onong Uchajana. 2001. Kebudayaan dan Seni Jepang. Yogyakarta: PT. Gramedia

Liang gie, 2002. Woodcut China Modern. Jakarta: PT. Elex Media Kompindo. Widodo, Herman. 2000. Pembuatan Cukil Kayu. Jakarta: PT. Erlangga. Id.m.wikipedia.org/wiki/Cukil_kayu

https://jpf.or.id/en.node/Ukiyo-e https://senirupakasa.wordpres.com https://zenbunnippon.wordpres.com