Perbaikan Gudang Bahan Baku Utama PT Asw

PERBAIKAN GUDANG BAHAN BAKU UTAMA PT ASWI PERKASA
BERDASARKAN METODE 5S
Meity Martaleo*1, Eric Angga Budiyono2, dan Dedy Suryadi3
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri
Universitas Katolik Parahyangan
Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung 40141
E-mail: meity.martaleo@gmail.com1

ABSTRAK
Salah satu bagian penting dalam industri manufaktur yaitu gudang, baik gudang bahan baku
maupun gudang barang jadi. Perancangan sistem gudang yang baik dapat memberikan dampak
yang signifikan terhadap tingkat efisiensi keseluruhan proses manufaktur yang ada dalam suatu
perusahaan. PT Aswi Perkasa merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi dua jenis
produk, yaitu dompet dan tas. Kedua produk dipasarkan dengan menggunakan merek dagang
Chatelain, Milk Teddy, dan Planet Ocean. Masalah utama yang ada pada PT Aswi Perkasa
adalah terjadinya penumpukan bahan baku utama, yaitu PVC, busa, satin, dan dinir.
Penumpukan ini dikarenakan adanya kebijakan perusahaan untuk tidak mengulang pemesanaan
tipe bahan baku utama yang sama sejak tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk merancang
sistem pergudangan dengan menggunakan metode 5S sehingga penumpukan bahan baku dapat
diminimasi dan performansi gudang dapat ditingkatkan. Berdasarkan metode 5S diperoleh
rancangan formulir evaluasi untuk menilai kondisi gudang dan budaya kerja para karyawan

saat ini. Dengan mengacu dari hasil penilaian kondisi saat ini, maka dibuat usulan perbaikan
gudang bahan baku utama yang memperhatikan kaidah keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Usulan perbaikan yang diberikan terdiri dari rancangan tata letak gudang, perhitungan ongkos
material handling (OMH), dan penyusunan jadwal piket.
Kata Kunci: gudang, metode 5S, budaya kerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

PENDAHULUAN
Pada industri manufaktur, gudang memegang peranan penting pada kelancaran seluruh proses
produksi yang terjadi di perusahaan. Aktivitas yang terjadi di gudang antara lain penerimaan
bahan mentah, pengambilan bahan mentah untuk kegiatan produksi, penyimpanan produk jadi
dan/atau setengah jadi, dan pengiriman produk jadi ke konsumen (Blanchard, 2004). Karena
banyaknya aktivitas yang dilakukan di gudang, maka penataan bahan mentah atau produk jadi di
gudang menjadi faktor penting dalam penentuan tingkat efisiensi aktivitas gudang tersebut.
PT Aswi Perkasa adalah industri manufaktur yang memproduksi dompet dan tas dengan merek
dagang Chatelain, Milk Teddy, dan Planet Ocean. Ketiga merek yang diproduksi mempunyai
kode berbeda untuk setiap bulannya. Kode-kode tersebut dibuat berdasarkan rancangan produksi
yang telah dibuat dua bulan sebelum proses produksi dilakukan. Rancangan produksi tersebut
selanjutnya dikirimkan ke departemen pemasaran untuk melalui proses pemesanan bahan baku
utama yang dibutuhkan dalam proses produksi. Masalah yang dihadapi oleh perusahaan saat ini
adalah luas gudang yang tetap dengan jumlah bahan baku yang terus bertambah. Penambahan

bahan baku ini disebabkan oleh jumlah pemesanan bahan baku, kebijakan perusahaan dalam
pemesanan bahan baku, dan persetujuan antara perusahaan dengan pemasok.

Sistem penentuan letak bahan baku saat ini menggunakan randomized storage system, di mana
tidak terdapat lokasi tertentu dalam penempatan bahan baku di gudang. Hal ini menyebabkan
kebingungan pada pekerja dalam proses pencarian bahan baku dan waktu yang digunakan relatif
lebih lama karena bahan baku tidak memiliki lokasi yang tetap. Selain menghabiskan waktu dan
tenaga, kondisi gudang bahan baku utama saat ini berpotensi menyebabkan terjadinya
kecelakaan kerja karena tingginya tumpukan bahan baku melebihi tinggi badan pekerja.

LANDASAN TEORI
Wastes atau muda adalah segala jenis pemborosan yang dapat terjadi atau terjadi di stasiun kerja.
Pemborosan yang dimaksud adalah semua proses yang tidak memberikan nilai tambah pada
produk (Imai, 1997). Salah satu muda yang banyak terjadi di gudang adalah inventori, baik
dalam bentuk barang setengah jadi, barang jadi, maupun bahan mentah. Pemborosan yang ada
pada perusahaan manufaktur sebagian besar berasal dari gudang atau lebih tepatnya jumlah
inventori yang ada pada gudang tersebut.
Metode 5S merupakan metode manajemen yang telah diterapkan cukup lama untuk membantu
penataan dan pengaturan setiap aspek di perusahaan sehingga keefektifan dan produktivitas
perusahaan tidak menurun (Osada, 2000). Metode 5S juga dapat digunakan sebagai ilmu

perilaku sehari-hari dan tidak terbatas pada lingkup perusahaan saja. Pendapat ini didasari pada
pemikiran bahwa kehidupan manusia sehari-hari yang teratur dapat memberikan dampak yang
sama pada sikap terhadap pekerjaan. Tahapan dalam metode 5S dapat dilihat pada Gambar 1,
terdiri dari lima proses yang harus dilewati untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Seiri (Sort)

Seiton (Set in Order)

Seiso (Shine)

Seiketsu (Standardize)

Shitsuke (Sustain)

Gambar 1. Flow Chart Hubungan Bagian Metode 5S
Warehouse (gudang) merupakan tempat penyimpanan persediaan yang ada di perusahaan yang
digunakan untuk mendukung berjalannya proses di logistik. Menurut Meyers (2000) terdapat
beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dari sebuah bangunan untuk gudang, meliputi:
lokasi, ukuran, penempatan gedung, keadaan jalan, layout, aisle, alat-alat yang digunakan untuk

material handling, cahaya, kelembaban, dan sirkulasi udara. Terdapat beberapa tujuan utama
pergudangan (Blanchard, 2004) yaitu pengawasan, perpindahan, pemeliharaan, dan
penyimpanan.

Menurut Tompkins (2003) penentuan lokasi penyimpanan produk dalam sebuah warehouse
dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu dedicated/fixed slot storage dan randomized slot storage.
Dedicated slot storage menata gudang dengan menyimpan setiap jenis/tipe barang di sebuah
lokasi tertentu dan tidak ada barang lain disimpan di lokasi tersebut. Metode ini tidak memenuhi
sasaran utilisasi lahan secara penuh, namun dapat memudahkan pekerja untuk mengingat lokasi
suatu barang.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian diawali dengan melakukan evaluasi kondisi gudang saat ini dengan metode 5S melalui
penyusunan assessment form yang terdiri dari titik kontrol, kriteria penilaian, kriteria evaluasi,
dan penentuan tahap atau level yang dialami oleh kondisi gudang saat ini. Penentuan tahap atau
level tersebut dilakukan bersama-sama dengan pihak perusahaan yang diwakili oleh kepala
gudang.
Evaluasi performansi terhadap tata letak gudang juga dilakukan dengan menghitung OMH
(Ongkos Material Handling) gudang saat ini. Data yang dibutuhkan untuk membuat evaluasi
performansi gudang adalah layout gudang dan frekuensi keluar/masuk bahan baku dari/keluar

gudang. Pengambilan data dilakukan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juli sampai September
2012. Setelah melakukan evaluasi terhadap kondisi gudang saat ini, maka perlu dibuat analisis
untuk mengetahui akar masalah yang terjadi di gudang bahan baku utama dengan mengacu pada
hasil assessment form dan OMH.
Langkah-langkah perbaikan dirancang sesuai dengan metode 5S serta turut memperhatikan tata
letak dan kerapian kondisi gudang bahan baku utama. Penataan tata letak gudang juga
menggunakan metode warehousing sehingga penumpukan bahan baku di gudang dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi awal gudang bahan baku utama PT Aswi Perkasa tidak menunjang untuk proses
pergudangan yang baik karena tata letak gudang yang tidak sistematis, terlihat dari sisa bahan
baku yang menumpuk serta tidak adanya sistem pembuangan bahan baku. Inventori dapat
menjadi salah satu muda dalam proses manufaktur apabila tidak dikelola dengan baik. Penilaian
kondisi gudang saat ini secara objektif dipilih menggunakan metode 5S (Osada, 2000), dimulai
dengan pengambilan data awal menggunakan formulir yang disebut Assessment Form (Korkut
et.al., 2009).
Kegunaan formulir ini tidak terbatas pada pengambilan data awal saja, namun berfungsi juga
sebagai alat pembanding antara kondisi awal dengan kondisi setelah perbaikan dilakukan.
Pembuatan formulir didukung oleh tiga faktor, yaitu sumber data yang didapatkan, perubahan

titik kontrol berdasarkan kondisi perusahaan, dan kolaborasi dengan pihak perusahaan. Hasil
penilaian kondisi awal gudang bahan baku utama PT Aswi Perkasa dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Assessment Form Hasil Penilaian Kondisi Awal Gudang
Kriteria Penilaian Sort
No. Titik Kontrol
1 Material
2 Sisa material
3 Metode stratifikasi
4 Standar pembuangan
Kriteria Penilaian Set In Order
No Titik Kontrol
1 Label material
2 Jumlah material
3 PVC
4 Busa

Kriteria Penilaian
Tidak ada material yang tidak dibutuhkan
Sisa material diatur pada tempat yang sudah disediakan
Metode stratifikasi yang digunakan sesuai dengan kebutuhan pabrik

Ada standar pembuangan yang jelas

Tahap
0
0
0
1

Kriteria Penilaian
Label pada material dapat terlihat dengan jelas
Kuantitas material dapat diketahui secara akurat dan mudah
PVC diatur sesuai dengan ketebalan
Busa diatur sesuai dengan ketebalan

Tahap
2
0
0
0


Tabel 1. Assessment Form Hasil Penilaian Kondisi Awal Gudang (lanjutan)
Kriteria Penilaian Shine
No. Titik Kontrol
1 Lantai
2 Material
3 Gudang
Kriteria Penilaian Standardize
No. Titik Kontrol
1 Ventilasi
2 Perlindungan dari kotoran
3 Kontrol visual material (1): Label
4 Kontrol visual material (2): Garis pembatas
5 Kontrol visual material (3): Jumlah
Kriteria Penilaian Sustain
No. Titik Kontrol
1 Aturan dan prosedur
2 Pelatihan pekerja

Kriteria Penilaian
Lantai pada gudang terlihat bersih dari kotoran

Material yang ada pada gudang bersih dari kotoran
Kebersihan pada gudang terjaga dengan baik

Tahap
2
2
2

Kriteria Penilaian
Ventilasi pada gudang terjaga dengan baik (tidak ada bau-bauan)
Ada standar perlindungan kotoran pada material
Penempatan label yang jelas
Garis pembatas antar material dapat terlihat dengan jelas
Terdapat kontrol visual dengan jumlah yang jelas

Tahap
2
2
2
0

1

Kriteria Penilaian
Aturan dan prosedur dipatuhi oleh setiap pekerja
Pekerja mendapatkan pelatihan untuk melakukan metode 5S

Tahap
2
0

Ada empat jenis bahan baku utama yang digunakan PT Aswi Perkasa, yaitu PVC, busa, satin,
dan dinir. Pada bagian sort dilakukan pemilahan bahan baku yang terdapat pada gudang.
Pemilahan dilakukan dengan membagi bahan baku menjadi tiga tipe, yaitu bahan baku yang
masih digunakan, bahan baku yang akan digunakan, dan bahan baku yang sudah tidak digunakan
lagi. Inti dari pemilahan ini adalah untuk membuang bahan baku yang sudah tidak digunakan dan
menyediakan tempat untuk bahan baku yang sedang digunakan dan yang akan digunakan dalam
proses produksi. Dengan menggunakan metode stratifikasi, ditetapkan tiga kriteria tingkatan
frekuensi penggunaan bahan baku yaitu tinggi (4-5 kali seminggu), sedang (2-3 seminggu), dan
rendah (kurang dari 2 kali seminggu). Sisa bahan baku yang disimpan di gudang dapat dibuang
apabila sudah lebih dari tiga bulan sejak penggunaan terakhir.

Tahap set in order mempunyai fokus untuk menata bahan baku di dalam gudang sehingga waktu
yang digunakan untuk mencari bahan baku yang diinginkan dapat dikurangi. Selain itu, dengan
melakukan penataan diharapkan keadaan gudang lebih rapi dan enak dilihat. Metode penataan
gudang menggunakan warehouse layout model: dedicated slot storage. Kondisi awal dan
rancangan layout gudang bahan baku dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Rancangan
layout perbaikan memberikan penurunan OMH sebesar 60 satuan ongkos. Perhitungan OMH
diperoleh dari hasil perkalian antara jarak dengan frekuensi keluar/masuk bahan baku ke pintu
gudang. Penurunan OMH tersebut berarti tingkat performansi gudang bertambah karena luas
lahan yang digunakan semakin efisien dan biaya penanganan material yang dikeluarkan
perusahaan semakin kecil.

Satin
PVC 0.35
Sisa Bahan

Busa 0.5
Busa 0.3
Sisa Bahan

Busa1.0

Busa 0.3
Dinir

Gang

Dinir
PVC 1.00
PVC 1.20

PVC 0.75
Busa 0.5
Busa 1.0

PVC 0.35

PVC 1.00
PVC 0.75
PVC 1.20

Satin

Gambar 2. Kondisi Awal

Gambar 3. Rancangan Layout Perbaikan

Shine merupakan bagian dari metode 5S yang bertujuan untuk menjaga kebersihan lingkungan
kerja. Kebersihan lingkungan kerja akan menimbulkan situasi kerja yang lebih mendukung dan
mengurangi kecelakaan kerja. Metode yang digunakan pada bagian shine adalah pengadaan
jadwal piket bagi pekerja gudang. Kebiasaan untuk selalu membersihkan dan memastikan area
kerja dalam keadaan bersih dan rapi akan menimbulkan budaya kerja yang positif bagi
perusahaan secara keseluruhan. Piket pekerja dapat dilakukan khusus untuk pekerja gudang dan
memiliki durasi satu minggu dengan pemilihan koordinator piket secara bergiliran.

Bagian selanjutnya adalah standardize, di mana perlu adanya standar agar metode 5S dapat
dijalankan dengan lancar. Standar yang dimaksud adalah kontrol visual pada gudang, ventilasi,
dan perlindungan dari kotoran. Ada tiga jenis kontrol visual yang akan digunakan yaitu untuk
garis pembatas, jumlah material, dan label. Visual display merupakan aspek penting dalam
meningkatkan performansi dalam gudang bahan baku dan harus dapat dilihat secara jelas pada
jarak tertentu. Faktor yang mempengaruhi kejelasan visual display adalah ukuran huruf, tipe
huruf, warna huruf, dan warna latar (McCormick, 1987).
Secara keseluruhan, sustain merupakan bagian terakhir dari metode 5S namun bukan berarti
proses perbaikan berhenti sampai dengan tahap ini. Tahap sustain merupakan bagian penting
untuk melakukan pengecekan terhadap jalannya empat tahap sebelumnya. Waktu yang
diperlukan untuk melakukan satu siklus metode 5S secara baik kurang lebih lima bulan, di mana
pada akhir periode tersebut dilakukan evaluasi dengan menggunakan assessment form yang
dipakai pada saat penilaian kondisi awal gudang. Dari hasil penilaian setelah implementasi
metode 5S maka apabila perlu akan dilakukan langkah-langkah perbaikan untuk mencapai
kondisi perusahaan yang ideal sesuai dengan prinsip 5S.

KESIMPULAN
Kondisi awal gudang bahan baku utama PT Aswi Perkasa tidak mendukung proses manufaktur
perusahaan secara keseluruhan. Hal ini terlihat dari rendahnya utilisasi lahan yang digunakan
sehingga terjadi penumpukan bahan baku. Perbaikan tata letak gudang dilakukan dengan
menggunakan metode 5S, yang terdiri dari penilaian kondisi gudang saat ini dan perbaikan tata
letak gudang untuk meminimasi penumpukan bahan baku di PT Aswi Perkasa.

DAFTAR PUSTAKA
Blanchard, Benjamin S. 2004. Logistics Engineering and Management 6th Edition, Pearson
Prentice Hall.
Imai, Masaki. 1997. Gemba Kaizen: A Common Sense, Low-Cost Approach To Management,
McGraw-Hill.
Korkut, D.S., Cakicier, N., Erdinler E.S., Ulay, G., Dogan, A.M. 2009. 5S Activities and Its
Application at A Sample Company, African Journal of Biotechnology Vol. 8(8), pp.
1720-1728.
McCormick, Ernest J. 1970. Human Factors Engineering 3rd Edition, McGraw-Hill Book
Company.
Meyers and Stephens. 2000. Manufacturing Facilities Design & Material Handling 4th Edition,
Pearson Prentice Hall.
Osada, Takashi. 2000. Sikap Kerja 5S Cetakan Ketiga , Penerbit PPM.
Proctor, Robert W., Zandt, Trisha Van. 2008. Human Factors in Simple and Complex Systems
2nd Edition, CRC Press.
Tompkins, J.A., White, A.W., Bozer, Y.A., Frazelle, E.H., Tanchoco, J.M.A., Trevino, T. 2003.
Facility Planning 3rd Edition, John Wiley & Sons, Inc.