Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Pestisida
Pestisida sesungguhnya telah digunakan sekitar 500 tahun sebelum

masehi. Sulfur, dalam catatan sejarah, merupakan pestisida pertama. Arsen, air
raksa, dan timah hitam baru digunakan sekitar abad ke-15 untuk membasmi
serangga pengganggu. Sementara itu, DDT ditebar pada tahun 1939. Kini, lebih
dari 2,5 ton pestisida digunakan setiap tahun (Arisman,2009).
Mengingat peranannya yang sangat besar, perdagangan pestisida ini
semakin ramai. Berdasarkan data pencatatan dari Badan Proteksi Lingkungan
Amerika Serikat, saat ini 2.600 bahan aktif pestisida yang telah beredar di
pasaran. Sebanyak bahan aktif tersebut, 575 berupa herbisida, 610 berupa
insektisida, 670 berupa fungisida dan nematisida, 125 berupa rodentisida dan 600
berupa disinfektan. Lebih dari 35 ribu formulasi telah dipasarkan di dunia
(Sudarmo,2007).
Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk
mengendalikan, menolak, memikat atau membasmi organisme pengganggu. Nama

ini berasal dari pest (hama) yang diberi akhiran –cide (pembasmi). Sasarannya
bermacam-macam seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan atau
mikroba yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya bersifat toksik (racun)
(Rahayuningsih, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama
adalah sangat luas yaitu serangga, tungau, jamur, tumbuhan pengganggu, penyakit
tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian
nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus,
burung dan hewan lain yang dianggap merugikan (Sudarmo,2007).
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan
alam khususnya kekayaan alam hayati, dan pestisida digunakan secara efektif,
maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan
Pemerintah No.74 Tahun 2001. Dalam peraturan pemerintah tersebut yang disebut
sebagai pestisida adalah bahan beracun dan berbahaya semua zat kimia dan bahan
lain serta jasadrenik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas atau
mencegah hama penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil

pertanian, memberantas gulma, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan
tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang tergolong pupuk, memberantas atau
mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan, mencegah atau memberantas
hama air, memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah
tangga, memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman,
tanah dan air (Sudarmo,2007).
Pestisida merupakan bahan-bahan kimia yang tidak terlepas dari
penggunaannya untuk mengendalikan hama dan jasad pengganggu lainnya.
Pestisida tidak saja membawa dampak positif terhadap peningkatan produk

Universitas Sumatera Utara

pertanian, tapi juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya
(Diana, 2000).
Menurut The United States Federal Environment Pesticide Control Act,
pestisida adalah semua zat atau campuran zat khusus untuk memberantas atau
mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma,
virus, bakteri, jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau
semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan

tanaman atau pengering tanaman (Sudarmo,2007).
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007
mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik
serta virus yang digunakan untuk :
1. Memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian tanaman
atau hasil pertanian.
2. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak
diinginkan.
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman, tidak termasuk pupuk.
4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan
ternak.
5. Memberantas dan mencegah hama-hama air.
6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik
dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.

Universitas Sumatera Utara

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan

penggunaan pada tanaman, tanah atau air (Djojosumarto,2008).
Pestisida telah digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) di Indonesia sejak sebelum PD II. Penggunaan
pestisida di subsektor tanaman pangan dan holtikultura meningkat sangat pesat
sejak dilakukan program bimbingan masal pada akhir dasawarsa 1960-an.
(Rahayuningsih, 2009).
2.2

Formulasi Pestisida
Pestisida yang diperdagangkan tidak berada dan digunakan dalam bentuk

yang murninya melainkan harus diproses terlebih dulu oleh pabrik sebelum dapat
digunakan. Pembuat pestisida senantiasa akan memproses senyawa-senyawa
murni dengan cara mencampurkannya dengan bahan-bahan lain seperti bahan
pengemulsi, bahan pelarut, atau bahan pembasah tertentu. Proses ini dikenal
dengan nama formulasi. (Rini, 1999)
Beberapa jenis

formulasi


pestisida

yang umum

digunakan dan

diperdagangkan akan dijelaskan secara rinci, diantaranya :
1. Emulsi Pekat
Bahan ini merupakan formulasi cairan yang bahan aktifnya dapat larut
dalam pelarut yang tidak larut dalam air, misalnya minyak. Oleh karena itu jika
dicampur dengan air, formulasi ini akan membentuk emulsi pekat. Untuk

Universitas Sumatera Utara

mengurangi pembentukan emulsi, zat penahan emulsi dicampurkan ke dalam
formulasi oleh pabrik.

2. Serbuk Basah
Serbuk basah merupakan formulasi pestisida yang kering dengan
kandungan bahan aktif yang cukup tinggi. Apabila formulasi ini dicampur dengan

air, akan terbentuk dua lapisan yang terpisah dengan serbuknya terapung di bagian
atas. Untuk menghindari hal ini, formulasi dicampur dengan bahan pembasah.
Pestisida

dalam

bentuk

formulasi

ini

sering

digunakan

untuk

mengendalikan berbagai jenis jasad pengganggu. Jika dibandingkan dengan
formulasi emulsi pekat, serbuk basah harganya relatif lebih murah, mudah

disimpan dan diangkut, dan lebih aman bagi para pemakai. Bagaimanapun
formulasi ini lebih mudah untuk terhisap oleh pemakai pada saat kerja-kerja
penyiapannya. Untuk menghindarinya, para pemakai harus menggunakan penutup
hidung dan alat-alat keselamatan lainnya.
3. Serbuk Larut Air
Seperti halnya formulasi serbuk basah, formulasi ini merupakan formulasi
kering. Perbedaannya dengan serbuk basah ialah formulasi ini dapat membentuk
larutan jika dicampur dengan air sedangkan serbuk basah hanya terjadi
pencampuran saja. Formulasi ini biasanya mengandung 50% bahan aktif.

Universitas Sumatera Utara

Kadangkala bahan pembasah atau bahan perata diperlukan jika akan digunakan
untuk menyemprot tanaman yang memiliki permukaan batang/daun yang licin
atau berbulu.

4. Suspensi
Telah dijelaskan bahwa terdapat jenis – jenis pestisida yang dapat larut
dalam air atau pelarut minyak. Di sampng itu ada beberapa jenis pestisida yang
hanya larut pada jenis-jenis pelarut organik yang sulit untuk diperoleh sehingga

formulasinya sangat mahal dan sulit untuk diperdagangkan.
Untuk mengatasi masalah ini maka bahan murninya harus dicampur
dahulu dengan serbuk tertentu dan sedikit air sehingga terbentuk campuran
pestisida dengan serbuk halus yang basah. Campuran ini dapat bercampur dengan
rata jika dilarutkan dalam air sebelum disemprotkan. Komposisi seperti ini dikenal
dengan suspensi.
5. Debu
Debu merupakan formulasi pestisida yang paling sederhana untuk
memudahkan pemakaiannya dan juga merupakan formulasi kering yang
mengandung konsentrasi bahan aktif yang sangat rendah yaitu berkisar antara 110%.
6. Butiran

Universitas Sumatera Utara

Formulasi ini menyerupai debu tetapi dengan ukutan yang lebih besar dan
dapat digunakan langsung tanpa dicairkan atau dicampurkan dengan bahan
pelarut. Bahan aktif dari formulasi ini pada mulanya berbentuk cair tetapi setelah
dicampur dengan bahan butiran akan menyerap atau melekat pada butiran. Jumlah
bahan aktif yang terdapat pada formulasi ini biasanya berkisar antara 2-45%.
7. Aerosol

Bahan aktif jenis ini harus larut dan mudah menguap dengan ukuran
butiran yang kurang dari 10 mikron sehingga mudah terhisap manusia sewaktu
bernafas. Senyawa ini akan menyerap ke dalam jaringan pernafasan di paru-paru.
Oleh karena itu, bernafas sewaktu penyemprotan tidak dianjurkan.
8. Umpan
Umpan merupakan makanan atau bahan-bahan tertentu yang telah
dicampur racun. Bahan makanan ini menjadi daya penarik jasad pengganggu
sasaran. Umpan boleh digunakan di rumah-rumah, kantor, kebun, sawah untuk
mengendalikan tikus,lalat,lipas,burung, ataupun siput.
9. Gas
Fumigan merupakan formulasi yang berada dalam bentuk gas atau cairan
yang mudah menguap. Gas ini dapat terhisap atau diserap oleh kulit. Fumigan
sering digunakan untuk mengendalikan hama-hama gudang, hama-hama, dan
jamur patogen yang berada di dalam tanah.
2.3

Jenis-Jenis Pestisida

Universitas Sumatera Utara


Pestisida yang lazim digunakan adalah fungisida, herbisida, insektisida
dan

rodentisida.

Secara

kimiawi,

pestisida

digolongkan

sebagai

organoklorin,organofosfat,piretrin, dan karbamat (Arisman,2009).
Dari banyaknya jenis jasad pengganggu yang bisa mengakibatkan fatalnya
hasil pertanian, pestisida ini diklasifikasikan lagi menjadi beberapa macam sesuai
dengan sasaran yang akan dikendalikan. (Rini, 1999)
1. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
bisa mematikan semua jenis serangga. Untuk membunuh serangga, insektisida
masuk dalam tubuh serangga melalui lambung, kontak, dan alat pernafasan.
Sedangkan dilihat dari cara kerjanya, insektisida dibedakan atas peracun fisik,
peracun protoplasma, dan peracun pernafasan.
2. Fungisida
Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan
dapat digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi / cendawan. Fungisida
sistemik adalah senyawa kimia yang bila diaplikasikan pada tanaman akan
bertranslokasi ke bagian lain. Aplikasi dapat melalui penetrasi daun, melalui tanah
untuk selanjutnya diabsorbsi oleh akar, atau injeksi melalui batang.
3. Bakterisida

Universitas Sumatera Utara

Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif beracun
yang dapat membunuh bakteri. Bakterisida biasanya sistemik karena bakteri
melakukan perusakan dalam tubuh inang.
4. Akarisida
Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau,
caplak, dan laba-laba. Tungau adalah binatang kecil yang besarnya kurang dari
0,5 mm, berkaki 8, dan berkulit lunak dengan kerangka khitin. Warnanya
bermacam-macam, ada yang merah, kuning dan ada pula yang hijau.
5. Herbisida
Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma. Kehadiran gulma dalam
areal pertanaman sangat tidak dikehendaki karena akan menyaingi tanaman yang
ditanam dalam memperoleh unsur hara, air, dan matahari.
Ditinjau dari cara kerjanya, herbisida dibedakan atas herbisida kontak dan
herbisida sistemik.
a. Herbisida kontak akan mematikan jaringan gulma yang terkena.
Herbisida ini diaplikasikan dengan penyemprotan dan sangat sesuai
untuk mengendalikan gulma setahun atau gulma semusim. Misalnya
ceplukan, wedusan atau babadotan dan bayam duri. Gulma ini akan
mati secara keseluruhan bila kontak dengan herbisida ini. Namun bila

Universitas Sumatera Utara

diaplikasikan pada gulma tahunan yang mati hanya bagian atasnya.
Jadi hanya seperti dibabat, sedangkan akarnya tetap hidup.
b. Herbisida sistemik diabsorbsi oleh akar atau daun masuk ke dalam
jaringan pembuluh kemudian diedarkan ke bagian lain sehingga gulma
mengalami kematain total. Maka dari itu, aplikasinya dapat dengan
cara penyemprotan daun atau penyemprotan ke akar tanaman. Gulma
tahunan misalnya alang-alang, teki, dan sembung dapat sangat efektif
dikendalikan dengan herbisida sistemik.
Adapun jenis pestisida yang digunakan dalam proses penyemprotan
pestisida di perkebunan kelapa sawit PT. LANGKAT NUSANTARA KEPONG
yaitu :
Tabel 2.1 Jenis Pestisida
NO

MERK DAGANG

JENIS
PESTISIDA

BAHAN AKTIF

1

Amiron

Herbisida

Metil metsulfuron
20%

2

Metsulindo

Herbisida

Metil metsulfuron
20%

3

Momento

Herbisida

Metil metsulfuron
20 %

4

Kenlon

Herbisida

Triklopir Butoksi
Etil Ester 480g/l

5

Kenfosat

Herbisida

Isoprapilamina
Glifosat 490-972

6

Prima up

Herbisida

Isopropilamina
Glifosat 480gr/lt

Universitas Sumatera Utara

7

Starlon

Herbisida

Heristimix
Triklopir Butoksi
Etil Ester . 665

8

Trister

Herbisida

Triklopir Butoksi
Etil Ester . 480 –
GZ

2.3.1

Amiron
Amiron merupakan Herbisida sistemik pra tumbuh & purna tumbuh yang

bersifat selektif untuk mengendalikan gulma : berdaun lebar dan golongan teki tekian antara lain: (Ludwigia octovalvis, Monochoria vaginalis, Marsilea crenata)
pada tanaman monokultur (karet, kelapa sawit, teh,kakao, kopi dan pada budidaya
Padi Sawah).

2.3.2

Metsulindo
Metsulindo merupakan bahan kimia yang efektif terhadap gulma pada

karet (Ageratum conyzoides, Borreria latifolia, Synedrella nodi flora, Paspalum
conjugatum), kelapa sawit (Leguminosa, Borreria latifolia), kacangan penutup
tanah (Calopogonium mucunoides), padi (Limnochoris flava). Metsulindo adalah
herbisida berbahan metil metsulfuron yang paling cepat larut, memiliki spektrum
penggunaan yang luas untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, gulma berkayu
dan pakis-pakisan seperti Nephrolepis bisserata dan Lunathyrium japonicum.
Herbisida jenis metsulindo ini secara biologis aktif pada dosis rendah
sehingga biaya penggunaan per hektar menjadi ekonomis. Dapat pula
diformulasikan dalam bentuk tepung yang mudah larut dalam air dan tidak

Universitas Sumatera Utara

meninggalkan endapan serta dapat dicampur dengan herbisida lain yang berbahan
aktif glifosat dan paraquat untuk meningkatkan spektrum pengendalian pada
gulma berdaun sempit.
Metsulindo memiliki rumus kimia C14H15N5O6S. Identifikasi bahaya yang
ditimbulkan dari herbisida jenis ini yakni dapat menyebabkan keracunan melalui
mulut, kulit, dan pernafasan dan akibatnya terhadap kesehatan dapat
menyebabkan muntah dan diare. Bahan jenis ini memiliki bentuk padat, bau agak
menyengat dan berwarna putih sampai krim. Toksisitas pada bahan kimia ini yaitu
LD50 (oral) : >500mg/kg, LD50 (dermal) : >1000 mg/kg, dan LC50 (pernafasan)
: >5.3 mg/L.
2.3.3 Momento
Momento adalah salah satu Herbisida pencampur pengendali gulma daun
lebar di semua tanaman. Herbisida jenis ini lebih ampuh mengendalikan semua
gulma yang ada di perkebunan dan merupakan herbisida selektif sehingga aman
bagi tanaman. Herbisida ini juga mampu memaksimalkan pertumbuhan tanaman
karena tanaman terbebas dari gulma sejak awal tanaman sampai panen sekaligus
dapat meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan hama dan penyakit karena
tanaman sehat dan kuat.
Herbisida jenis ini memiliki rumus kimia C14H15N5O6S. Identifikasi
bahaya yang dapat ditimbulkan yaitu dapat menyebabkan keracunan melalui
mulut, kulit, dan pernafasan serta dapat menyebabkan iritasi ringan pada mata dan
tidak pada kulit. Momento berbentuk padat (tepung), bau agak menyengat dan

Universitas Sumatera Utara

berwarna putih. Toksisitas pada bahan kimia jenis ini yaitu LD50 (oral) :
>500mg/kg, LD50 (dermal) : >1000 mg/kg, dan LC50 (pernafasan) : >5.3 mg/L
2.3.4

Kenlon
Kenlon adalah herbisida purna tumbuh sistemik berbentuk pekatan yang

dapat diemulsikan berwarna coklat terang untuk mengendalikan gulma umum
pada pertanaman Kelapa Sawit (TBM). Herbisida ini diserap melalui daun dan
akar gulma, dan selanjutnya ditranslokasikan kesemua jaringan gulma. Herbisida
Kenlon 480 EC sangat cocok digunakan untuk persiapan maupun pemeliharaan
tanaman kelapa sawit. Herbisida ini juga dapat dicampur dengan herbisida lain
seperti glifosat maupun parakuat untuk hasil pengendalian gulma yang maksimal.
2.3.5

Kenfosat
Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna

kekuningan, untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, berdaun sempit pada
pertanaman Kelapa Sawit (TBM).
2.3.6

Prima Up
Prima Up merupakan salah satu herbisida sistemik purna tumbuh dengan

bahan aktif Isopropilamina Glifosat 480gr/lt. Herbisida jenis ini berbentuk larutan
dalam air berwarna kuning kecoklatan untuk mengendalikan alang-alang pada
lahan tanpa tanaman.
2.3.7

Starlon
Starlon adalah herbisida purna tumbuh yang sistemik, berbentuk pekatan

yang dapat diemulsikan berwarna coklat untuk mengendalikan semak dan gulma
berkayu, berdaun lebar pada tanaman kelapa sawit. Keunggulan dari starlon

Universitas Sumatera Utara

adalah dapat diserap melalui daun dan diangkut keseluruh gulma, dapat dicampur
dengan herbisida lain seperti:glifosat, sulfosat atau paraquat untuk mengendalikan
seluruh jenis gulma campuran, formulasi lebih stabil dan tercampur merata,
formulasi tidak cepat rusak akibat terpapar sinar matahari dibandingkan dengan
triklopir merek lain, tidak menyebabkan pengendapan pada penyimpanan lama
serta sangat efektif untuk mengendalikan gulma berkayu dan bergetah.
2.3.8

Triester 480 EC
Triester 480 EC adalah herbisida sistemik purna tumbuh berwarna ungu

tua berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan gulma pada
tanaman sawit (TBM), karet dan kakao. Herbisida ini dapat mengendalikan gulma
daun lebar semak-semak dan gulma berkayu yang bandel, Aplikasi mudah, bisa
dengan spray (semprot) atau oles pada batang atau tunggul kayu serta dapat
dicampur dengan herbisida lainnya seperti : SUPREMO 480 SL, SUPRETOX 278
SL dan ABOLISI 885 SL.
Berdasarkan LDKB (Lembar Data Keselamatan Bahan), herbisida jenis ini
apabila kontak dengan bahan akan timbul gejala seperti iritasi mata dan kulit
dengan atau tanpa efek sistemik. Jika tertelan, gejalanya seperti sakit kepala,
pusing, mual dan muntah. Akibatnya terhadap kesehatan dapat menyebabkan sakit
kepala, lemah, mual, hilang selera makan, muntah dan mencret. Triester berbentuk
cair dan memiliki warna coklat. Toksisitas pada bahan kimia jenis ini yaitu LD50
(oral) : 1099.06 mg/kg (tikus jantan) dan 1709.12 mg/kg tikus betina, LD50
(dermal) : >5000 mg/kg (tikus) dan LC50 (pernafasan) : >4.8 mg/L udara (tikus).

Universitas Sumatera Utara

2.4

Toksisitas Pestisida
Semua senyawa pestisida adalah beracun bagi hewan mamalia meskipun

tingkat keracunannya berbeda-beda dari jenis yang satu ke jenis yang lainnya.
Terdapat perbedaan yang sangat nyata anatara toksisitas dengan bahaya
keracunan. Toksisitas adalah daya racun yang dimiliki oleh senyawa pestisida –
dengan perkataan lain seberapa kuat daya racunnya terhadap sejenis hewan pada
kondisi percobaan yang dilakukan di laboratorium. Bahaya keracunan adalah
bahaya atau risiko keracunan dari seseorang pada waktu sejenis pestisida sedang
digunakan (Soetikno,1999).
Bagi para pemakai pestisida, bahaya keracunan lebih penting jika
dibandingkan dengan toksisitasnya. Bahaya keracunan tidak saja tergantung pada
toksisitas senyawa pestisida tetapi juga kesempatan akan kemungkinan terjadinya
kecelakaan terkena sejumlah racun dari pestisida yang digunakan. Kemungkinan
resiko keracunan akibat penggunaan pestisida dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
keracunan yang akut, yang diakibatkan oleh kelalaian dalam menangani dan
menggunakan pestisida, jumlah yang sedikit namun berulang kali dan lama atau
menghisap/menelannya (Soetikno,1999).
Keracunan yang akut banyak kaitannya dengan orang-orang yang bekerja
langsung di bagian pembuatan dan formulasi pestisida di pabrik-pabrik agrokimia
dan juga yang langsung menggunakannya. Adapun keracunan kronik lebih erat
kaitannya dengan masyarakat luas sebagai konsumen hasil-hasil pertanian baik
dengan memakan buah-buahan atau sayur-sayuran (Soetikno,1999).
2.5

Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan

Universitas Sumatera Utara

Pestisida masuk dalam tubuh manusia bisa dengan cara sedikit demi
sedikit dan mengakibatkan keracunan. Menurut World Health Organization
(WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida.
Diperkirakan 5.000-10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal,
seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver
(Djojosumarto,2008).
Di Jepang, terdapat kira-kira 1078 kejadian keracunan pestisida. Dari
angka tersebut, kira-kira 30% telah disebabkan oleh senyawa organofosforus, 15%
herbisida, dan 10% organosulfur. Di Malaysia, kejadian keracunan pestisida juga
banyak dilaporkan terjadi. Hampir lebih dari 54% petani pengguna pestisida
pernah mengalami keracunan pestisida meskipun tingkat keracunannya berbedabeda mulai dari yang ringan hingga yang berat (Soetikno,1992).
Pada umumnya terdapat 4 penyebab utama terjadinya keracunan pestisida
pada manusia, yakni:
a. Pestisida secara sengaja diminum atau dimakan untuk tujuan bunuh
diri.
b. Kelalaian para pengguna pestisida khususnya di kalangan petani yang
bekerja tanpa mengindahkan langkah-langkah keselamatan yang perlu
diambil.
c. Kelalaian para petugas penyimpan pestisida yang secara tidak sengaja
lalai dalam menyimpan pestisida bukan pada tempatnya, dalam botol-

Universitas Sumatera Utara

botol yang mudah terjangkau oleh anak-anak, atau dalam botol bekas
minuman.
d. Melalui bahan-bahan makanan yang mengandung sisa pestisida dalam
jumlah yang cukup tinggi (Soetikno,1992).
Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia atau bahanbahan lain yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida itu bersifat racun.
Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidakbijaksanaan
dalam penggunaan pestisida dapat menimbulkan dampak negatif. Adapun dampak
negatif dari penggunaan pestisida terhadap kesehatan dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelompok yaitu keracunan akut ringan, akut berat, dan kronis
(Djojosumarto,2008).
Keracunan ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan,
badan terasa sakit, diare. Keracunan akut berat menimbulkan gejala mual,
menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil, dan
denyut nadi meningkat. Selanjutnya keracunan yang sangat berat dapat
mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan dapat menyebabkan kematian
(Djojosumarto,2008).
Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak
menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun keracunan kronis dalam
jangka waktu lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan
kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida di antaranya

Universitas Sumatera Utara

iritasi kulit dan mata, kanker, keguguran, cacat pada bayi serta gangguan saraf,
hati, ginjal dan pernafasan (Djojosumarto,2008).
2.6

Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia
Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni

(Djojosumarto, 2004):
1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)
Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam
tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit
merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Lebih dari 90% dari kasus
keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Tingkat
bahaya kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
a. Toksisitas dermal (dermal LD50) pestisida yang bersangkutan : makin
rendah angka LD50, makin berbahaya.
b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit: makin pekat
pestisida, makin berbahaya.
c. Formulasi pestisida: misalnya formulasi EC dan ULV lebih mudah
diserap kulit daripada formulasi butiran.
d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar: mata, misalnya, mudah sekali
meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan
pestisida daripada kulit telapak tangan.
e. Luas kulit yang terpapar pestisida: makin luas kulit yang terpapar,
makin besar resikonya.

Universitas Sumatera Utara

f. Lamanya kulit terpapar: makin lama kulit terpapar, makin besar
resikonya.
g. Kondisi fisik seseorang: makin lemah kondisi fisik seseorang, makin
tinggi resiko keracunannya.
Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:
a.

Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung

oleh droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan
baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida.
b.

Pencampuran pestisida.

c.

Mencuci alat-alat aplikasi

2. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation)
Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung
merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat
halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang
lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di selaput lendir atau
kerongkongan.
Pestisida yang berbentuk gas mudah masuk ke dalam paru-paru dan sangat
berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat
mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50 mikron mungkin
tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat menimbulkan gangguan pada selaput lendir
hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh:
1. Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara
2. Lamanya pemaparan

Universitas Sumatera Utara

3. Kondisi fisik seseorang (pengguna)
Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat
saluran pernafasan adalah :
a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang tertutup
atau yang ventilasinya buruk.
b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, aerosol,
terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk tepung mempunyai
resiko tinggi.
c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan).
3. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral)
Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi
dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat
terjadi karena :
a. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
b. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung
tangan yang terkontaminasi pestisida.
c. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.
d. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida.
e. Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam berkas wadah
makanan atau disimpan tanpa label sehingga salah ambil (dikira bukan
pestisida).
f. Meniup nozzle yang tersumbat langsung dengan mulut.

Universitas Sumatera Utara

Kejadian-kejadian seperti yang telah disebutkan diatas pada umumnya
disebabkan karena kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya
kesadaran bahwa pestisida adalah racun. Kadang-kadang para pekerja penyemprot
pestisida, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan
penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan.

2.7

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida
Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida

yaitu:
a. Umur
Semakin lama seseorang hidup maka umur seseorang juga akan semakin
bertambah. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, maka kadar rata-rata
kilinestrase dalam darah akan semakin rendah sehingga akan mempermudah
terjadinya keracunan pestisida.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi terjadinya gangguan kesehatan dalam
hal ini. Jenis kelamin laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan jenis kelamin
wanita. Pada umumnya, wanita lebih banyak enzim kholinesterase. Namun
demikian, tidak dianjurkan bagi wanita untuk menyemprot pestisida, karena pada
saat kehamilan kadar cholinesterase cenderung menurun.
c. Masa Kerja
Pada penyemprot pestisida, semakin lama bekerja maka semakin sering
kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan pestisida akan semakin tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida
akan berlangsung mulai dari seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah
melakukan penyemprotan (dalam Rusli Asri Djau,2009).
2.8

Pemeriksaan Enzim Cholinesterase
Pemeriksaan cholinesterase digunakan untuk monitoring keracunan

pestisida. Aktivitas cholinesterase dapat menurun. Untuk dapat mengevaluasi
dengan baik, nilai dasar pasien sebelum paparan seharusnya diperiksa terlebih
dahulu. Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat hampir sama yaitu
menghambat penyaluran impula syaraf dengan cara mengikat cholinesterase.
Hambatan ini dapat terjadi beberapa jam sampai beberapa minggu. Ketika
pestisida memasuki tubuh manusia atau hewan, pestisida menempel pada enzim
cholinesterase. Karena kholinesterase tidak dapat memecahkan asetil kholin,
impuls syaraf mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu reaksi yang cepat dari
otot-otot dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada saat otot pada system
pernafasan tidak berfungsi, terjadilah kematian.
2.9 Pemeriksaan Kesehatan Berkala
Menurut

PERMENAKERTRANS

No.Per.02/MEN/1980

tentang

pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan dan
kesehatan kerja, pemeriksaan kesehatan berkala (rutin) adalah pemeriksaan
kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh
dokter.
Pemeriksaan

kesehatan

berkala

(rutin)

dimaksudkan

untuk

mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam

Universitas Sumatera Utara

pekerjaannya serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari
pekerjaan yang seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha
pencegahan.
Sesuai dalam PERMENAKERTRANS No.Per.02/MEN 1980 pasal 3 ayat
3 menyebutkan bahwa pemeriksaan kesehatan berkala meliputi pemeriksaan fisik
lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan
laboratorium rutin serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Bukit Lawang (Studi Deskriptif Mengenai Peran Masyarakat Terhadap Kelestarian Hutan Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kec. Bahorok Kabupaten Langkat)

7 91 96

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

6 76 75

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 15

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 2

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 7

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 3

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 7

Kontribusi Wisata Perairan Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Sumatera Utara

1 2 16

Kontribusi Wisata Perairan Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 0 2

Pelatihan menjadi pemandu Wisata (Guide) Di desa Bukit lawang, Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

1 6 60