Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

(1)

(2)

(3)

Master Data Evaluasi Hasil Pemerikasaan Kesehatan Pekerja

No Jenis Kelamin Umur Masa Kerja

Riwayat

Kesehatan Merokok Enzim Cholinesterase Tingkat Keracunan

1 1 50 30 2 2 2 2

2 1 52 30 2 2 2 2

3 1 45 25 2 2 2 1

4 1 54 30 2 2 2 2

5 1 40 20 2 2 2 1

6 1 53 30 2 2 2 2

7 1 52 30 1 2 2 2

8 1 53 30 1 2 2 2

9 1 55 35 1 2 2 2

10 1 44 20 1 2 2 2

11 1 55 35 1 2 2 3

12 1 52 30 2 2 2 2

13 2 47 25 2 1 2 2

14 2 55 35 2 1 2 3

15 2 48 25 1 1 2 2


(4)

OUTPUT

Statistics

Jenis Kelamin Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Perempuan 12 75.0 75.0 75.0

Laki-laki 4 25.0 25.0 100.0

Total 16 100.0 100.0

Usia Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <50 7 43,8 43,8 43,8

>50 9 56,3 56,3 100,0

Total 16 100,0 100,0

Masa Kerja Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <30 6 37,5 37,5 37,5

>30 10 62,5 62,5 100,0


(5)

Kebiasaan Merokok Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid merokok 4 25,0 25,0 25,0

tidak merokok 12 75,0 75,0 100,0

Total 16 100,0 100,0

Tingkat Keracunan Pekerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ringan 2 12.5 12.5 12.5

akut 12 75.0 75.0 87.5

berat 2 12.5 12.5 100.0

Total 16 100.0 100.0

Riwayat Kesehatan Pekerja Riwayatkesehatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sehat 6 37,5 37,5 37,5

sakit 10 62,5 62,5 100,0


(6)

Tingkat Keracunan * Riwayat Kesehatan Crosstabulation Riwayatkesehatan

Total sehat Sakit

tingkatkeracunan ringan Count 1 1 2

Expected Count .8 1.3 2.0

% within tingkatkeracunan 50.0% 50.0% 100.0% % within riwayatkesehatan 16.7% 10.0% 12.5%

% of Total 6.3% 6.3% 12.5%

akut Count 4 8 12

Expected Count 4.5 7.5 12.0

% within tingkatkeracunan 33.3% 66.7% 100.0% % within riwayatkesehatan 66.7% 80.0% 75.0%

% of Total 25.0% 50.0% 75.0%

berat Count 1 1 2

Expected Count .8 1.3 2.0

% within tingkatkeracunan 50.0% 50.0% 100.0% % within riwayatkesehatan 16.7% 10.0% 12.5%

% of Total 6.3% 6.3% 12.5%

Total Count 6 10 16


(7)

% within tingkatkeracunan 37.5% 62.5% 100.0% % within riwayatkesehatan 100.0% 100.0% 100.0%


(8)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, Wiku. 2014. Sistem Kesehatan. Penerbit: Raja Grafindo. Yogyakarta. Aditama, Yoga, Tjandra. 2002. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Penerbit:

Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Anies. 2014. Kedokteran Okupasi. Penerbit: AR-RUZZ MEDIA. Yogyakarta. Adriyani, Retno. 2006. Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat

Penggunaan Pestisida Pertanian. Jurnal. Surabaya: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Airlangga.

Cahyono, Budi, Achadi. 2010. Keselamatan Kerja Bahan Kimia Industri. Penerbit: Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Djau, Asri, Rusli. 2009. Faktor Resiko Kejadian Anemia dan Keracunan Pestisida

Pada Pekerja Penyemprot Gulma di Kebun Kelapa Sawit PT.Agro Indomas Kab. Seruyan Kalimantan Tengah Tahun 2009. Skripsi.

Semarang: Universitas Diponegoro.

Djojosumarto, Panut. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Penerbit: Percetakan Konisius. Yogyakarta.

__________________ 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Penerbit: AgroMedia Pustaka. Surabaya.

Ester, Monica. 2006. Bahaya Bahan Kimia Pada Kesehatan Manusia dan

Lingkungan. Penerbit: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Irianto, Koes. 2008. Pencegahan Penanggulangan Keracunan. Penerbit: Yrama Widya. Bandung.


(9)

Kurniawidjaja, Meily. 2012. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Penerbit: Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Malaka, Tan. 1996. Biomonitoring. Penerbit: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Mukono. 2002. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kerja. Penerbit: Erlangga. Jakarta.

Nugroho, Agung. 2008. Berpetualang di Dunia Kimia. Penerbit: Insan Madani. Yogyakarta.

Rahayuningsih, Edia. 2009. Perilaku Pestisida di Tanah. Penerbit: Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Raini, Mariana. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan

Pestisida. Jurnal. Cirebon: Fakultas Kedokteran.

Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

OHSAS 18001. Penerbit: Dian Rakyat. Jakarta.

Sartono. 2012. Racun dan Keracunan. Penerbit: HIPOKRATES. Jakarta.

Sastroutomo, Soetikno. 1992. Pestisida Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Soedirman & Suma’mur. 2014. Kesehatan Kerja Dalam Perspektif Hiperkes dan

Keselamatan Kerja. Penerbit: Erlangga. Jakarta.

Sudarmo, Subiyakto. 2007. Pestisida. Penerbit: Kanisius. Yogyakarta.

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).


(10)

Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia Kuliah Kedokteran. Penerbit: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Widyastuti, Palupi. 2002. Bahaya Bahan Kimia Pada Kesehatan Manusia. Penerbit: Penerbit Buku Kedokteram EGC. Jakarta.

Wudianto, Rini. 1999. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penerbit: PT. Penebar Swadaya. Bogor.


(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan penggunaan data sekunder dan dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui evaluasi hasil pemeriksaan rutin pekerja yang diambil pada saat yang sama dan data sekunder yang berupa data operasional perusahaan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat, yang merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini karena pada perusahaan ini belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya dan terdapat masalah kesehatan yang serius khususnya pada bagian penyemprot pestisida

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2014 - Juli 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 1997).


(12)

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja yang berada pada bagian penyemprot pestisida kebun kelapa sawit di PT. Langkat Nusantara Kepong, yaitu sebanyak 16 pekerja penyemprot pestisida.

3.3.2 Sampel

Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan secara total populasi dimana seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Pengambilan sampel ini dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang ada dimana seluruh sampel berinteraksi langsung dengan bahan kimia.

3.4 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dilihat dari tingkat keracunan yang dialami pekerja. Menurut Panut Djojosumarto, tingkat keracunan terbagi menjadi keracunan ringan, keracunan akut berat, dan keracunan kronis.

1. Keracunan ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit, diare.

2. Keracunan akut berat menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil, dan denyut nadi meningkat. Selanjutnya keracunan yang sangat berat dapat mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan dapat menyebabkan kematian.

3. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun keracunan kronis dalam jangka waktu lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan.


(13)

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengambilan data yang diperoleh dari perusahaan seperti jumlah pekerja dan sejarah perusahaan. Data sekunder umumnya berupa umur, jenis kelamin, masa kerja, dan data klinik perusahaan.

Data klinik perusahaan dilihat dari form pemeriksaan di klinik perusahaan itu sendiri yang didasarkan dari riwayat penyakit terdahulu dan merokok. Apabila keracunan yang dialami pekerja sangat berat, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan enzim cholinesterase.

Data klinik perusahaan diperoleh pada tanggal 18 Mei 2014 dan pemeriksaan kesehatan ini dilanjutkan kembali pada tanggal 8 Januari 2015. Namun pemeriksaan kesehatan pada tanggal 8 Januari 2015 sudah berbeda prosedur pemeriksaannya dibandingkan dengan pemeriksaan pada tanggal 18 Mei 2014. Pemeriksaan kesehatan ini hanya dilakukan dengan 2 atau 3 sampel pekerja saja tetapi melibatkan beberapa pekerja di bagian lain yang beresiko terhadap kesehatan, seperti misalnya pekerja di bagian gudang bahan pupuk, pemupuk, gudang bahan kimia, pencampur bahan kimia dan penyemprot pestisida.


(14)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum LokasiPenelitian

PT. Langkat Nusantara Kepong merupakan perusahaanswastahasil kerjasama KLK (Kuala Lumpur Kepong) dengan PTPN II yang didirikan sejak tahun2009. Perusahaan ini dipimpin oleh seorang presiden direktur yang bernama Patrick Kee (warga negara Malaysia) yang terdiri dari 8 kebun dan 1 PKS (Pabrik Kelapa Sawit).

Total luas kebun sawit sekitar 2100 hektar. Salah satu unit kebunnya adalah kebun Bukit Lawang yang dipimpin oleh seorang manager yang bernama Bapak Ganda Purba.

Perusahaan ini berlokasi di Kabupaten Langkat, Kecamatan Bahorok dan memiliki karyawan sebanyak 303 orang. Luas areal kelapa sawit yaitu 1303 Ha. dimana 1 Ha terdiridari 138 pokoksawit. Budidaya kelapa sawit yang ada di perusahaan ini terdiri dari 689 Ha tanaman tahun 2011 dan 614 Ha tanaman tahun 1995-2005.

Proses pemeliharaan tanaman kelapa sawit meliputi perawatan tanaman, pemupukan, penyemprotan bahan kimia, perawatan jalan dan jembatan, serta pemeliharaan sarana dan pra sarana untuk pekerja, antara lain perumahan, kesehatan dan lain-lain. Pada bagian penyempotan bahan kimia, terdapat 16 pekerja yang ditugaskan untuk menyemprot.


(15)

Perusahaan ini sedang menerapkan peraturan ISPO. ISPO (Indonesia Sustainibility Palm Oil) adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta member perhatian terhadap masalah lingkungan.

Pelaksanaan ISPO akan dilakukan dengan memegang teguh prinsip pembinaan dana advokasi serta bimbingan kepada perkebunan kelapa sawit yang merupakan tugas pemerintah. Oleh karena itu tahap pertama dari pelaksanaan sertifikasi ISPO adalah klasifikasi. Klasifikasi ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian 07 Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan sedangkan sertifikasi merupakan tuntutan perdagangan internasional yang dilaksanakan sesuai ketentuan internasional yang antara lain memenuhi kaedah International Standard Organization (ISO).

4.2 Letak Geografis Perusahaan

Lokasi PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) Kebun Bukit Lawang berada di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Lokasi kebun memanjang dari utara ke selatan, kiri kanan berbatasan dengan desa-desa dan terdiri dari 2 divisi.


(16)

Sumber: PT.LNK Kebun Bukit Lawang

Gambar 4.1 Peta PT.LNK Kebun Bukit Lawang

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Distribusi jenis kelamin responden pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014

Jenis Kelamin Jumlah Orang %

Perempuan 12 75,0

Laki-laki 4 25,0

Total 16 100

Berdasarkan tabel di atas, bahwa jenis kelamin pekerja penyemprot pestisida paling banyak yaitu pekerja yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang (75,0%) dan sisanya berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (25,0%).

4.3.2 Usia Pekerja

Usia pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:


(17)

Tabel 4.2 Distribusi usia responden pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit LawangTahun 2014

Usia (Tahun) Jumlah Orang %

≤50 7 43,8

>50 9 56,3

Total 16 100

Berdasarkan tabel di atas, bahwa usia pekerja penyemprot pestisida paling banyak pada usia >50 tahun sebanyak 7 orang (43,8%) dan usia ≤50 tahun sebanyak 9 orang (56,3%).

4.3.3 Masa Kerja Pekerja

Masa kerja pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Distribusi masa kerja responden pada pekerja penyemprot pestisida di PT.LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014

Masa Kerja (Tahun) Jumlah Orang %

≤30 6 37,5

>30 10 62,5

Total 16 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa masa kerja pekerja penyemprot pestisida dengan masa kerja >30 tahun sebanyak 10 orang (62,5%) dan masa kerja ≤30 tahun sebanyak 6 orang (37,5%).

4.3.4 Kebiasaan Merokok Pekerja

Kebiasaan merokok pada pekerja penyemprot pestisida di PT.LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:


(18)

Tabel 4.4 Distribusi kebiasaan merokok responden pada pekerja penyemprot pestisida di PT.LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014

Merokok Jumlah Orang %

Merokok 4 25,0

Tidak Merokok 12 75,0

Total 16 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kebisaaan merokok pekerja penyemprot pestisida terbanyak adalah tidak merokok yaitu sebanyak 12 orang (75,0%) dan kebiasaan merokok sebanyak 4 orang (25,0%)

4.3.5 Enzim Cholinesterase

Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar enzim cholinesterase pada pekerja penyemprot pestisida diketahui bahwa kadar enzim cholinesterase pekerja secara keseluruhan adalah tidak normal dengan jumlah responden sebanyak 16 orang (100%).

4.3.6 Tingkat Keracunan Pekerja

Tingkat keracunan pekerja pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5 Distribusi tingkat keracunan responden pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014

Tingkat Keracunan Jumlah Orang %

Ringan 2 12,5

Akut Berat Kronis 12 2 75,0 12,5

Total 16 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa tingkat keracunan pekerja penyemprot pestisida yang paling banyak adalah tingkat keracunan akut berat


(19)

sebanyak 12 orang (75,0%), tingkat keracunan ringan 2 orang (12,5%) dan tingkat keracunan kronis 2 orang (12,5%).

4.3.7 Riwayat Kesehatan Pekerja

Riwayat kesehatan pekerja pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Distribusi riwayat kesehatan responden pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014

Riwayat Kesehatan Jumlah Orang %

Sehat 6 37,5

Sakit 10 62,5

Total 16 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa riwayat kesehatan pekerja penyemprot pestisida yang paling banyak adalah sakitsebanyak 10 orang (62,5%) dan sehat sebanyak 6 orang (37,5%).

4.3.8 Hasil Tabulasi Silang Tingkat Keracunan dengan Riwayat Kesehatan

Tabel 4.7 Hasil tabulasi silang tingkat keracunan dengan riwayat kesehatan pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa tingkat keracunan yang dialami oleh pekerja penyemprot pestisida yaitu tingkat keracunan akut berat sebanyak 12

Tingkat Keracunan

Pestisida

Riwayat Kesehatan Jumlah Orang

% Sehat % Sakit %

Ringan Akut Berat Kronis 1 4 1 50,0 33,3 50,0 1 8 1 50,0 66,7 50,0 2 12 2 100,0 100,0 100,0


(20)

orang dengan riwayat kesehatan sakit sebanyak 8 orang (66,7%) dan sehat sebanyak 4 orang (33,3%).


(21)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Hasil Penelitian

5.1.1 Jenis Kelamin Pekerja

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jenis kelamin pekerja paling banyak yaitu pekerja yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang (75,0%) dan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (25,0%). Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya masih sangat banyak perempuan yang bekerja di bagian penyemprotan pestisida. Maka dari itu, lebih banyak perempuan yang mengalami keracunan pestisida dibandingkan laki-laki.

5.1.2 Usia Pekerja

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa usia pekerja penyemprot pestisida terbanyak pada usia >50 tahun yaitu sebanyak 7 orang (43,8%). Semakin bertambahnya umur seseorang maka semakin banyak yang dialaminya, dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya, dengan bertambahnya umur seseorang maka fungsi metabolisme akan menurun dan ini juga akan berakibat menurunnya aktifitas kholinesterase darahnya sehinggga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Usia juga berkaitan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin tua umur seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuh akan semakin berkurang.

5.1.3 Masa Kerja

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa masa kerja pekerja penyemprot pestisida pada umumnya >30 tahun yaitu sebanyak 10 orang (62,5%). Semakin


(22)

lama pekerja menjadi penyemprot pestisida, maka semakin lama pula kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi. Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan.

5.1.4 Kebiasaan Merokok Pekerja

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa kebiasaan merokok pada pekerja penyemprot pestisida terbanyak adalah tidak merokok yaitu sebanyak 12 orang (75,0%) dan kebiasaan merokok sebanyak 4 orang (25,0%). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kebiasaan merokok tidak bisa dijelaskan dengan keracunan pestisida.

5.1.5 Enzim Cholinesterase

Berdasarkan hasil pemeriksan kadar enzim cholinesterase dapat dilihat bahwa kadar enzim cholinesterase pekerja penyemprot pestisida secara keseluruhan adalah tidak normal dengan jumlah responden sebanyak 16 orang (100%). Perhitungan kadar enzim cholinesterase ini didasarkan pada perhitungan dengan satuan kU/L rumah sakit perusahaan dengan kadar normal 4,6-11,5. Aktivitas enzim cholinesterase mengalami penurunan seiring dengan tingginya kadar zat organofosfat dalam darah.

5.1.6 Tingkat Keracunan Pekerja

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa tingkat keracunan pekerja yang paling banyak adalah keracunan akut berat yaitu sebanyak 12 orang (75,0%). Pekerja dengan tingkat keracunan akut berat dapat disebabkan karena kurangnya


(23)

keperdulian pekerja terhadap penggunaan APD. Pekerja tidak menggunakan APD secara lengkap dari awal dimulainya jam kerja hingga selesai bekerja. Beberapa pekerja ada yang tidak menggunakan masker dan sarung tangan. Hal ini dikarenakan pekerja merasa risih, dan tidak terbiasa. Terdapat juga pekerja yang tidak mencuci tangan dengan air dan sabun setelah selesai kontak langsung dengan bahan kimia.

Pada pekerja dengan tingkat keracunan kronis sebanyak 2 orang (12,5%), pekerja tidak menggunakan APD sama sekali. Sepatu yang mereka gunakan bukan sepatu khusus untuk proses penyemprotan. Penggunaan masker tidak digunakan dengan baik, melainkan pekerja menutupi hidung ketika menyemprot hanya menggunakan baju dan jilbab sebagai pelindung. Pekerja juga ada yang tidak mengganti pakaian setelah selesai melakukan pekerjaan. Hal ini semakin memicu terpaparnya pestisida pada pekerja

Pekerja dengan tingkat keracunan ringan sebanyak 2 orang (12,5%), pekerja menggunakan APD secara lengkap, namun tidak digunakan hingga jam kerja berakhir. Kebanyakan dari pekerja hanya menggunakan APD dengan kurun waktu beberapa jam saja. Hal ini dikarenakan pekerja merasa risih, panas dan ada yang beranggapan bahwa dapat memperlambat pekerjaan mereka.

Menurut penelitian Rusli Asri Djau (2008), keracunan pestisida dapat diketahui melalui pemeriksaan kadar cholinesterase darah. Faktor- faktor yang berpengaruh terjadinya keracunan pestisida adalah faktor dari dalam tubuh dan dari luar tubuh, Berdasarkan hasil pemeriksaan darah pada petani di Kab. Magelang pada tahun 2006 dengan jumlah sampel yang diperiksa 550 orang


(24)

menunjukan keracunan (99,8%) dengan rincian keracunan berat (18,2%), keracunan sedang (72,73%) dan keracunan ringan (8,9 %).

Kontaminasi pestisida melalui kulit merupakan hal yang sering terjadi, meskipun tidak berakhir dengan keracunan pada umumnya responden tidak menyadari bahwa mereka sudah terkontaminasi pestisida, keracunan karena partikel pestisida atau butiran semprot terhisap melalui hidung.

Pemeriksaan enzim cholinesterase sebaiknya dilakukan sebelum penyemprotan dilaksanakan agar dapat diketahui dan dibandingkan kadar enzim cholinesterasenya. Tinggi rendahnya aktivitas enzim cholinesterase menjadi indikator tinggi rendahnya tingkat keracunan. Ketika seseorang terpapar pestisida, cholinesterase akan berikatan dengan pestisida tersebut. Cholinesterase disintesis dalam hati atau liver. Penurunan aktivitas cholinesterase dalam eritrosit dapat berlangsung hingga 1-3 minggu, sedangkan penurunan aktivitas cholinesterase dalam trombosit dapat berlangsung 12 minggu atau 3 bulan. Berdasarkan hal tersebut maka pemeriksaan enzim cholinesterase ini sebaiknya rutin dilakukan selama 3 bulan sekali.

5.1.7 Riwayat Kesehatan Pekerja

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa riwayat kesehatan pekerja penyemprot pestisida yang paling banyak adalah sakit sebanyak 10 orang (62,5%). Riwayat kesehatan sakit merupakan riwayat kesehatan yang dimiliki pekerja seperti misalnya asma, kolesterol, hipertensi, dan lain-lain. Hal ini tentu semakin memicu terjadinya keracunan pestisida pada pekerja, ditambah lagi jika dilihat dari jenis pestisida yang digunakan. Beberapa jenis pestisida yang


(25)

digunakan dapat menekan aktifitas cholinesterase dalam plasma darah. Pada orang-orang yang selalu terpapar pestisida menyebabkan naiknya tekanan darah dan kholesterol.


(26)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang tahun 2014, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Umur responden sebagai pekerja penyemprot pestisida terbanyak adalah >50 tahun yaitu sebanyak 7 orang (43,8%) dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan sebanyak 12 orang (75,0%) dan dengan masa kerja >30 tahun sebanyak 10 orang (62,5%).

2. Pekerja penyemprot pestisida yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 4 orang (25,0%)

3. Pekerja penyemprot pestisida dengan kadar cholinesterase tidak normal yaitu secara keseluruhan sebanyak 16 orang (100%)

4. Pekerja penyemprot pestisida yang memiliki riwayat kesehatan sakit sebanyak 10 orang (62,5%), dapat memicu terjadinya keracunan pestisida pada pekerja ditambah lagi jika dilihat dari jenis pestisida yang digunakan. 5. Pekerja penyemprot pestisida yang memiliki tingkat keracunan terbanyak yaitu tingkat keracunan akut berat sebanyak 12 orang (75,0%). Seseorang dapat dikatakan menderita tingkat keracunan akut apabila mengalami gejala seperti mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil, dan denyut nadi meningkat.


(27)

6. Pemakaian pestisida yang tidak aman dan tidak terkontrol dapat menimbulkan dampak berbahaya terhadap kesehatan pekerja penyemprot pestisida.

6.2 Saran

1. Bagi Pekerja

a. Para pekerja memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan dirinya selama bekerja dan menerapkan personal hygiene yang baik yaitu mencuci tangan dengan air dan sabun setelah kontak langsung dengan bahan kimia, pakaian bersih dari bahan kimia lainnya serta selalu mencuci pakaian kerja setelah seharian bekerja.

b. Selama pekerja melakukan penyemprotan pestisida sebaiknya pekerja menghindari kontak langsung dengan bahan kimia dengan cara menggunakan APD lengkap seperti misalnya masker, sarung tangan, kacamata dan sepatu boot.

c. Bagi pekerja dengan kadar enzim cholinesterase tidak normal, dianjurkan untuk menghindari kontak dengan pestisida atau dipindahkan bekerja non bahan kimia untuk sementara waktu hingga saat dimana hasil cek ulang diketahui dan kadar enzim cholinesterase mencapai kategori normal.

2. Bagi Perusahaan

a. Perusahaan sebaiknya selalu mengawasi para pekerja penyemprot pestisida agar selalu bekerja secara aman dan benar.


(28)

b. Perusahaan sebaiknya melakukan briefing terlebih dahulu terkait penggunaan APD yang baik dan benar terhadap pekerja

c. Kelengkapan APD pekerja sebaiknya perlu diperhatikan sebelum pekerja penyemprot pestisida melakukan pekerjaan.

d. Perusahaan sebaiknya memberikan peningkatan pemahaman kepada pekerja terkait dengan personal hygiene pekerja.

e. Apabila telah terbukti terjadi keracunan pestisida pada pekerja penyemprot pestisida, sebaiknya perusahaan cepat tanggap dan sigap untuk memindahkan atau mengalihkan pekerja penyemprot pestisida ke pekerjaan yang minim kaitannya dengan bahan kimia.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pestisida

Pestisida sesungguhnya telah digunakan sekitar 500 tahun sebelum masehi. Sulfur, dalam catatan sejarah, merupakan pestisida pertama. Arsen, air raksa, dan timah hitam baru digunakan sekitar abad ke-15 untuk membasmi serangga pengganggu. Sementara itu, DDT ditebar pada tahun 1939. Kini, lebih dari 2,5 ton pestisida digunakan setiap tahun (Arisman,2009).

Mengingat peranannya yang sangat besar, perdagangan pestisida ini semakin ramai. Berdasarkan data pencatatan dari Badan Proteksi Lingkungan Amerika Serikat, saat ini 2.600 bahan aktif pestisida yang telah beredar di pasaran. Sebanyak bahan aktif tersebut, 575 berupa herbisida, 610 berupa insektisida, 670 berupa fungisida dan nematisida, 125 berupa rodentisida dan 600 berupa disinfektan. Lebih dari 35 ribu formulasi telah dipasarkan di dunia (Sudarmo,2007).

Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest (hama) yang diberi akhiran –cide (pembasmi). Sasarannya

bermacam-macam seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan atau mikroba yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya bersifat toksik (racun) (Rahayuningsih, 2009).


(30)

Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama adalah sangat luas yaitu serangga, tungau, jamur, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan (Sudarmo,2007).

Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan pestisida digunakan secara efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2001. Dalam peraturan pemerintah tersebut yang disebut sebagai pestisida adalah bahan beracun dan berbahaya semua zat kimia dan bahan lain serta jasadrenik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah hama penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas gulma, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang tergolong pupuk, memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan, mencegah atau memberantas hama air, memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air (Sudarmo,2007).

Pestisida merupakan bahan-bahan kimia yang tidak terlepas dari penggunaannya untuk mengendalikan hama dan jasad pengganggu lainnya. Pestisida tidak saja membawa dampak positif terhadap peningkatan produk


(31)

pertanian, tapi juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya (Diana, 2000).

Menurut The United States Federal Environment Pesticide Control Act, pestisida adalah semua zat atau campuran zat khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Sudarmo,2007).

Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007 mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan untuk :

1. Memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian.

2. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan.

3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.

4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak.

5. Memberantas dan mencegah hama-hama air.

6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.


(32)

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air (Djojosumarto,2008).

Pestisida telah digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) di Indonesia sejak sebelum PD II. Penggunaan pestisida di subsektor tanaman pangan dan holtikultura meningkat sangat pesat sejak dilakukan program bimbingan masal pada akhir dasawarsa 1960-an. (Rahayuningsih, 2009).

2.2 Formulasi Pestisida

Pestisida yang diperdagangkan tidak berada dan digunakan dalam bentuk yang murninya melainkan harus diproses terlebih dulu oleh pabrik sebelum dapat digunakan. Pembuat pestisida senantiasa akan memproses senyawa-senyawa murni dengan cara mencampurkannya dengan bahan-bahan lain seperti bahan pengemulsi, bahan pelarut, atau bahan pembasah tertentu. Proses ini dikenal dengan nama formulasi. (Rini, 1999)

Beberapa jenis formulasi pestisida yang umum digunakan dan diperdagangkan akan dijelaskan secara rinci, diantaranya :

1. Emulsi Pekat

Bahan ini merupakan formulasi cairan yang bahan aktifnya dapat larut dalam pelarut yang tidak larut dalam air, misalnya minyak. Oleh karena itu jika dicampur dengan air, formulasi ini akan membentuk emulsi pekat. Untuk


(33)

mengurangi pembentukan emulsi, zat penahan emulsi dicampurkan ke dalam formulasi oleh pabrik.

2. Serbuk Basah

Serbuk basah merupakan formulasi pestisida yang kering dengan kandungan bahan aktif yang cukup tinggi. Apabila formulasi ini dicampur dengan air, akan terbentuk dua lapisan yang terpisah dengan serbuknya terapung di bagian atas. Untuk menghindari hal ini, formulasi dicampur dengan bahan pembasah.

Pestisida dalam bentuk formulasi ini sering digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis jasad pengganggu. Jika dibandingkan dengan formulasi emulsi pekat, serbuk basah harganya relatif lebih murah, mudah disimpan dan diangkut, dan lebih aman bagi para pemakai. Bagaimanapun formulasi ini lebih mudah untuk terhisap oleh pemakai pada saat kerja-kerja penyiapannya. Untuk menghindarinya, para pemakai harus menggunakan penutup hidung dan alat-alat keselamatan lainnya.

3. Serbuk Larut Air

Seperti halnya formulasi serbuk basah, formulasi ini merupakan formulasi kering. Perbedaannya dengan serbuk basah ialah formulasi ini dapat membentuk larutan jika dicampur dengan air sedangkan serbuk basah hanya terjadi pencampuran saja. Formulasi ini biasanya mengandung 50% bahan aktif.


(34)

Kadangkala bahan pembasah atau bahan perata diperlukan jika akan digunakan untuk menyemprot tanaman yang memiliki permukaan batang/daun yang licin atau berbulu.

4. Suspensi

Telah dijelaskan bahwa terdapat jenis – jenis pestisida yang dapat larut dalam air atau pelarut minyak. Di sampng itu ada beberapa jenis pestisida yang hanya larut pada jenis-jenis pelarut organik yang sulit untuk diperoleh sehingga formulasinya sangat mahal dan sulit untuk diperdagangkan.

Untuk mengatasi masalah ini maka bahan murninya harus dicampur dahulu dengan serbuk tertentu dan sedikit air sehingga terbentuk campuran pestisida dengan serbuk halus yang basah. Campuran ini dapat bercampur dengan rata jika dilarutkan dalam air sebelum disemprotkan. Komposisi seperti ini dikenal dengan suspensi.

5. Debu

Debu merupakan formulasi pestisida yang paling sederhana untuk memudahkan pemakaiannya dan juga merupakan formulasi kering yang mengandung konsentrasi bahan aktif yang sangat rendah yaitu berkisar antara 1-10%.


(35)

Formulasi ini menyerupai debu tetapi dengan ukutan yang lebih besar dan dapat digunakan langsung tanpa dicairkan atau dicampurkan dengan bahan pelarut. Bahan aktif dari formulasi ini pada mulanya berbentuk cair tetapi setelah dicampur dengan bahan butiran akan menyerap atau melekat pada butiran. Jumlah bahan aktif yang terdapat pada formulasi ini biasanya berkisar antara 2-45%.

7. Aerosol

Bahan aktif jenis ini harus larut dan mudah menguap dengan ukuran butiran yang kurang dari 10 mikron sehingga mudah terhisap manusia sewaktu bernafas. Senyawa ini akan menyerap ke dalam jaringan pernafasan di paru-paru. Oleh karena itu, bernafas sewaktu penyemprotan tidak dianjurkan.

8. Umpan

Umpan merupakan makanan atau bahan-bahan tertentu yang telah dicampur racun. Bahan makanan ini menjadi daya penarik jasad pengganggu sasaran. Umpan boleh digunakan di rumah-rumah, kantor, kebun, sawah untuk mengendalikan tikus,lalat,lipas,burung, ataupun siput.

9. Gas

Fumigan merupakan formulasi yang berada dalam bentuk gas atau cairan yang mudah menguap. Gas ini dapat terhisap atau diserap oleh kulit. Fumigan sering digunakan untuk mengendalikan hama-hama gudang, hama-hama, dan jamur patogen yang berada di dalam tanah.


(36)

Pestisida yang lazim digunakan adalah fungisida, herbisida, insektisida dan rodentisida. Secara kimiawi, pestisida digolongkan sebagai organoklorin,organofosfat,piretrin, dan karbamat (Arisman,2009).

Dari banyaknya jenis jasad pengganggu yang bisa mengakibatkan fatalnya hasil pertanian, pestisida ini diklasifikasikan lagi menjadi beberapa macam sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan. (Rini, 1999)

1. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. Untuk membunuh serangga, insektisida masuk dalam tubuh serangga melalui lambung, kontak, dan alat pernafasan. Sedangkan dilihat dari cara kerjanya, insektisida dibedakan atas peracun fisik, peracun protoplasma, dan peracun pernafasan.

2. Fungisida

Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan dapat digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi / cendawan. Fungisida sistemik adalah senyawa kimia yang bila diaplikasikan pada tanaman akan bertranslokasi ke bagian lain. Aplikasi dapat melalui penetrasi daun, melalui tanah untuk selanjutnya diabsorbsi oleh akar, atau injeksi melalui batang.


(37)

Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif beracun yang dapat membunuh bakteri. Bakterisida biasanya sistemik karena bakteri melakukan perusakan dalam tubuh inang.

4. Akarisida

Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-laba. Tungau adalah binatang kecil yang besarnya kurang dari 0,5 mm, berkaki 8, dan berkulit lunak dengan kerangka khitin. Warnanya bermacam-macam, ada yang merah, kuning dan ada pula yang hijau.

5. Herbisida

Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma. Kehadiran gulma dalam areal pertanaman sangat tidak dikehendaki karena akan menyaingi tanaman yang ditanam dalam memperoleh unsur hara, air, dan matahari.

Ditinjau dari cara kerjanya, herbisida dibedakan atas herbisida kontak dan herbisida sistemik.

a. Herbisida kontak akan mematikan jaringan gulma yang terkena. Herbisida ini diaplikasikan dengan penyemprotan dan sangat sesuai untuk mengendalikan gulma setahun atau gulma semusim. Misalnya ceplukan, wedusan atau babadotan dan bayam duri. Gulma ini akan mati secara keseluruhan bila kontak dengan herbisida ini. Namun bila


(38)

diaplikasikan pada gulma tahunan yang mati hanya bagian atasnya. Jadi hanya seperti dibabat, sedangkan akarnya tetap hidup.

b. Herbisida sistemik diabsorbsi oleh akar atau daun masuk ke dalam jaringan pembuluh kemudian diedarkan ke bagian lain sehingga gulma mengalami kematain total. Maka dari itu, aplikasinya dapat dengan cara penyemprotan daun atau penyemprotan ke akar tanaman. Gulma tahunan misalnya alang-alang, teki, dan sembung dapat sangat efektif dikendalikan dengan herbisida sistemik.

Adapun jenis pestisida yang digunakan dalam proses penyemprotan pestisida di perkebunan kelapa sawit PT. LANGKAT NUSANTARA KEPONG yaitu :

Tabel 2.1 Jenis Pestisida

NO MERK DAGANG JENIS

PESTISIDA

BAHAN AKTIF

1 Amiron Herbisida Metil metsulfuron

20%

2 Metsulindo Herbisida Metil metsulfuron

20%

3 Momento Herbisida Metil metsulfuron

20 %

4 Kenlon Herbisida Triklopir Butoksi

Etil Ester 480g/l

5 Kenfosat Herbisida Isoprapilamina

Glifosat 490-972

6 Prima up Herbisida Isopropilamina


(39)

7 Starlon Herbisida Heristimix Triklopir Butoksi Etil Ester . 665

8 Trister Herbisida Triklopir Butoksi

Etil Ester . 480 – GZ

2.3.1 Amiron

Amiron merupakan Herbisida sistemik pra tumbuh & purna tumbuh yang bersifat selektif untuk mengendalikan gulma : berdaun lebar dan golongan teki - tekian antara lain: (Ludwigia octovalvis, Monochoria vaginalis, Marsilea crenata) pada tanaman monokultur (karet, kelapa sawit, teh,kakao, kopi dan pada budidaya Padi Sawah).

2.3.2 Metsulindo

Metsulindo merupakan bahan kimia yang efektif terhadap gulma pada karet (Ageratum conyzoides, Borreria latifolia, Synedrella nodi flora, Paspalum

conjugatum), kelapa sawit (Leguminosa, Borreria latifolia), kacangan penutup

tanah (Calopogonium mucunoides), padi (Limnochoris flava). Metsulindo adalah herbisida berbahan metil metsulfuron yang paling cepat larut, memiliki spektrum penggunaan yang luas untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, gulma berkayu dan pakis-pakisan seperti Nephrolepis bisserata dan Lunathyrium japonicum.

Herbisida jenis metsulindo ini secara biologis aktif pada dosis rendah sehingga biaya penggunaan per hektar menjadi ekonomis. Dapat pula diformulasikan dalam bentuk tepung yang mudah larut dalam air dan tidak


(40)

meninggalkan endapan serta dapat dicampur dengan herbisida lain yang berbahan aktif glifosat dan paraquat untuk meningkatkan spektrum pengendalian pada gulma berdaun sempit.

Metsulindo memiliki rumus kimia C14H15N5O6S. Identifikasi bahaya yang

ditimbulkan dari herbisida jenis ini yakni dapat menyebabkan keracunan melalui mulut, kulit, dan pernafasan dan akibatnya terhadap kesehatan dapat menyebabkan muntah dan diare. Bahan jenis ini memiliki bentuk padat, bau agak menyengat dan berwarna putih sampai krim. Toksisitas pada bahan kimia ini yaitu LD50 (oral) : >500mg/kg, LD50 (dermal) : >1000 mg/kg, dan LC50 (pernafasan) : >5.3 mg/L.

2.3.3 Momento

Momento adalah salah satu Herbisida pencampur pengendali gulma daun lebar di semua tanaman. Herbisida jenis ini lebih ampuh mengendalikan semua gulma yang ada di perkebunan dan merupakan herbisida selektif sehingga aman bagi tanaman. Herbisida ini juga mampu memaksimalkan pertumbuhan tanaman karena tanaman terbebas dari gulma sejak awal tanaman sampai panen sekaligus dapat meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan hama dan penyakit karena tanaman sehat dan kuat.

Herbisida jenis ini memiliki rumus kimia C14H15N5O6S. Identifikasi

bahaya yang dapat ditimbulkan yaitu dapat menyebabkan keracunan melalui mulut, kulit, dan pernafasan serta dapat menyebabkan iritasi ringan pada mata dan tidak pada kulit. Momento berbentuk padat (tepung), bau agak menyengat dan


(41)

berwarna putih. Toksisitas pada bahan kimia jenis ini yaitu LD50 (oral) : >500mg/kg, LD50 (dermal) : >1000 mg/kg, dan LC50 (pernafasan) : >5.3 mg/L

2.3.4 Kenlon

Kenlon adalah herbisida purna tumbuh sistemik berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan berwarna coklat terang untuk mengendalikan gulma umum pada pertanaman Kelapa Sawit (TBM). Herbisida ini diserap melalui daun dan akar gulma, dan selanjutnya ditranslokasikan kesemua jaringan gulma. Herbisida Kenlon 480 EC sangat cocok digunakan untuk persiapan maupun pemeliharaan tanaman kelapa sawit. Herbisida ini juga dapat dicampur dengan herbisida lain seperti glifosat maupun parakuat untuk hasil pengendalian gulma yang maksimal.

2.3.5 Kenfosat

Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air berwarna kekuningan, untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, berdaun sempit pada pertanaman Kelapa Sawit (TBM).

2.3.6 Prima Up

Prima Up merupakan salah satu herbisida sistemik purna tumbuh dengan bahan aktif Isopropilamina Glifosat 480gr/lt. Herbisida jenis ini berbentuk larutan dalam air berwarna kuning kecoklatan untuk mengendalikan alang-alang pada lahan tanpa tanaman.

2.3.7 Starlon

Starlon adalah herbisida purna tumbuh yang sistemik, berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan berwarna coklat untuk mengendalikan semak dan gulma berkayu, berdaun lebar pada tanaman kelapa sawit. Keunggulan dari starlon


(42)

adalah dapat diserap melalui daun dan diangkut keseluruh gulma, dapat dicampur dengan herbisida lain seperti:glifosat, sulfosat atau paraquat untuk mengendalikan seluruh jenis gulma campuran, formulasi lebih stabil dan tercampur merata, formulasi tidak cepat rusak akibat terpapar sinar matahari dibandingkan dengan triklopir merek lain, tidak menyebabkan pengendapan pada penyimpanan lama serta sangat efektif untuk mengendalikan gulma berkayu dan bergetah.

2.3.8 Triester 480 EC

Triester 480 EC adalah herbisida sistemik purna tumbuh berwarna ungu tua berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan gulma pada tanaman sawit (TBM), karet dan kakao. Herbisida ini dapat mengendalikan gulma daun lebar semak-semak dan gulma berkayu yang bandel, Aplikasi mudah, bisa dengan spray (semprot) atau oles pada batang atau tunggul kayu serta dapat dicampur dengan herbisida lainnya seperti : SUPREMO 480 SL, SUPRETOX 278 SL dan ABOLISI 885 SL.

Berdasarkan LDKB (Lembar Data Keselamatan Bahan), herbisida jenis ini apabila kontak dengan bahan akan timbul gejala seperti iritasi mata dan kulit dengan atau tanpa efek sistemik. Jika tertelan, gejalanya seperti sakit kepala, pusing, mual dan muntah. Akibatnya terhadap kesehatan dapat menyebabkan sakit kepala, lemah, mual, hilang selera makan, muntah dan mencret. Triester berbentuk cair dan memiliki warna coklat. Toksisitas pada bahan kimia jenis ini yaitu LD50 (oral) : 1099.06 mg/kg (tikus jantan) dan 1709.12 mg/kg tikus betina, LD50 (dermal) : >5000 mg/kg (tikus) dan LC50 (pernafasan) : >4.8 mg/L udara (tikus).


(43)

2.4 Toksisitas Pestisida

Semua senyawa pestisida adalah beracun bagi hewan mamalia meskipun tingkat keracunannya berbeda-beda dari jenis yang satu ke jenis yang lainnya. Terdapat perbedaan yang sangat nyata anatara toksisitas dengan bahaya keracunan. Toksisitas adalah daya racun yang dimiliki oleh senyawa pestisida – dengan perkataan lain seberapa kuat daya racunnya terhadap sejenis hewan pada kondisi percobaan yang dilakukan di laboratorium. Bahaya keracunan adalah bahaya atau risiko keracunan dari seseorang pada waktu sejenis pestisida sedang digunakan (Soetikno,1999).

Bagi para pemakai pestisida, bahaya keracunan lebih penting jika dibandingkan dengan toksisitasnya. Bahaya keracunan tidak saja tergantung pada toksisitas senyawa pestisida tetapi juga kesempatan akan kemungkinan terjadinya kecelakaan terkena sejumlah racun dari pestisida yang digunakan. Kemungkinan resiko keracunan akibat penggunaan pestisida dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu keracunan yang akut, yang diakibatkan oleh kelalaian dalam menangani dan menggunakan pestisida, jumlah yang sedikit namun berulang kali dan lama atau menghisap/menelannya (Soetikno,1999).

Keracunan yang akut banyak kaitannya dengan orang-orang yang bekerja langsung di bagian pembuatan dan formulasi pestisida di pabrik-pabrik agrokimia dan juga yang langsung menggunakannya. Adapun keracunan kronik lebih erat kaitannya dengan masyarakat luas sebagai konsumen hasil-hasil pertanian baik dengan memakan buah-buahan atau sayur-sayuran (Soetikno,1999).


(44)

Pestisida masuk dalam tubuh manusia bisa dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000-10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver (Djojosumarto,2008).

Di Jepang, terdapat kira-kira 1078 kejadian keracunan pestisida. Dari angka tersebut, kira-kira 30% telah disebabkan oleh senyawa organofosforus, 15% herbisida, dan 10% organosulfur. Di Malaysia, kejadian keracunan pestisida juga banyak dilaporkan terjadi. Hampir lebih dari 54% petani pengguna pestisida pernah mengalami keracunan pestisida meskipun tingkat keracunannya berbeda-beda mulai dari yang ringan hingga yang berat (Soetikno,1992).

Pada umumnya terdapat 4 penyebab utama terjadinya keracunan pestisida pada manusia, yakni:

a. Pestisida secara sengaja diminum atau dimakan untuk tujuan bunuh diri.

b. Kelalaian para pengguna pestisida khususnya di kalangan petani yang bekerja tanpa mengindahkan langkah-langkah keselamatan yang perlu diambil.

c. Kelalaian para petugas penyimpan pestisida yang secara tidak sengaja lalai dalam menyimpan pestisida bukan pada tempatnya, dalam


(45)

botol-botol yang mudah terjangkau oleh anak-anak, atau dalam botol-botol bekas minuman.

d. Melalui bahan-bahan makanan yang mengandung sisa pestisida dalam jumlah yang cukup tinggi (Soetikno,1992).

Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia atau bahan-bahan lain yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida itu bersifat racun. Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidakbijaksanaan dalam penggunaan pestisida dapat menimbulkan dampak negatif. Adapun dampak negatif dari penggunaan pestisida terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu keracunan akut ringan, akut berat, dan kronis (Djojosumarto,2008).

Keracunan ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit, diare. Keracunan akut berat menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil, dan denyut nadi meningkat. Selanjutnya keracunan yang sangat berat dapat mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan dapat menyebabkan kematian (Djojosumarto,2008).

Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun keracunan kronis dalam jangka waktu lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida di antaranya


(46)

iritasi kulit dan mata, kanker, keguguran, cacat pada bayi serta gangguan saraf,

hati, ginjal dan pernafasan (Djojosumarto,2008).

2.6 Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia

Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni (Djojosumarto, 2004):

1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Lebih dari 90% dari kasus keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Tingkat bahaya kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Toksisitas dermal (dermal LD50) pestisida yang bersangkutan : makin rendah angka LD50, makin berbahaya.

b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit: makin pekat pestisida, makin berbahaya.

c. Formulasi pestisida: misalnya formulasi EC dan ULV lebih mudah diserap kulit daripada formulasi butiran.

d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar: mata, misalnya, mudah sekali meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan pestisida daripada kulit telapak tangan.

e. Luas kulit yang terpapar pestisida: makin luas kulit yang terpapar, makin besar resikonya.


(47)

f. Lamanya kulit terpapar: makin lama kulit terpapar, makin besar resikonya.

g. Kondisi fisik seseorang: makin lemah kondisi fisik seseorang, makin tinggi resiko keracunannya.

Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah: a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida.

b. Pencampuran pestisida. c. Mencuci alat-alat aplikasi

2. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation)

Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di selaput lendir atau kerongkongan.

Pestisida yang berbentuk gas mudah masuk ke dalam paru-paru dan sangat berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50 mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh:

1. Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara 2. Lamanya pemaparan


(48)

3. Kondisi fisik seseorang (pengguna)

Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernafasan adalah :

a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang tertutup atau yang ventilasinya buruk.

b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk tepung mempunyai resiko tinggi.

c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan). 3. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral)

Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena :

a. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.

b. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.

c. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.

d. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida.

e. Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam berkas wadah makanan atau disimpan tanpa label sehingga salah ambil (dikira bukan pestisida).


(49)

Kejadian-kejadian seperti yang telah disebutkan diatas pada umumnya disebabkan karena kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun. Kadang-kadang para pekerja penyemprot pestisida, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan.

2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida

Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida yaitu:

a. Umur

Semakin lama seseorang hidup maka umur seseorang juga akan semakin bertambah. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, maka kadar rata-rata kilinestrase dalam darah akan semakin rendah sehingga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida.

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin sangat mempengaruhi terjadinya gangguan kesehatan dalam hal ini. Jenis kelamin laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan jenis kelamin wanita. Pada umumnya, wanita lebih banyak enzim kholinesterase. Namun demikian, tidak dianjurkan bagi wanita untuk menyemprot pestisida, karena pada saat kehamilan kadar cholinesterase cenderung menurun.

c. Masa Kerja

Pada penyemprot pestisida, semakin lama bekerja maka semakin sering kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan pestisida akan semakin tinggi.


(50)

Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai dari seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan (dalam Rusli Asri Djau,2009).

2.8 Pemeriksaan Enzim Cholinesterase

Pemeriksaan cholinesterase digunakan untuk monitoring keracunan pestisida. Aktivitas cholinesterase dapat menurun. Untuk dapat mengevaluasi dengan baik, nilai dasar pasien sebelum paparan seharusnya diperiksa terlebih dahulu. Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat hampir sama yaitu menghambat penyaluran impula syaraf dengan cara mengikat cholinesterase.

Hambatan ini dapat terjadi beberapa jam sampai beberapa minggu. Ketika pestisida memasuki tubuh manusia atau hewan, pestisida menempel pada enzim cholinesterase. Karena kholinesterase tidak dapat memecahkan asetil kholin, impuls syaraf mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu reaksi yang cepat dari otot-otot dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada saat otot pada system pernafasan tidak berfungsi, terjadilah kematian.

2.9Pemeriksaan Kesehatan Berkala

Menurut PERMENAKERTRANS No.Per.02/MEN/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja, pemeriksaan kesehatan berkala (rutin) adalah pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter.

Pemeriksaan kesehatan berkala (rutin) dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam


(51)

pekerjaannya serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan yang seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.

Sesuai dalam PERMENAKERTRANS No.Per.02/MEN 1980 pasal 3 ayat 3 menyebutkan bahwa pemeriksaan kesehatan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu.


(52)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan perkembangan dan pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma. Pestisida secara umum digolongkan kepada jenis organisme yang akan dikendalikan populasinya. Insektisida, herbisida, fungsida dan nematosida digunakan untuk mengendalikan hama, gulma, jamur tanaman yang patogen dan nematoda.

Dalam bidang perkebunan, pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman. Penggunaannya yang sesuai aturan dan dengan cara yang tepat adalah hal mutlak yang harus dilakukan mengingat bahwa pestisida adalah bahan yang beracun. (Soetikno,1992)

Penggunaan pestisida di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sebagian besar pestisida digunakan dalam sektor pertanian dan perkebunan untuk mengendalikan jasad pengganggu yang dapat menurunkan hasil panen. Beberapa jenis pestisida digunakan juga untuk mengendalikan jasad pengganggu dan pembawa penyakit pada hewan ternak. (Soetikno,1992)

Menurut Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) Amerika, pada saat ini tercatat sebanyak 2600 bahan aktif pestisida yang diperdagangkan di Negara ini. Dari jumlah ini, 575 berupa herbisida, 610 insektisida, 670 fungisida dan nematisida, 125 rodentisida, dan 600 jenis disinfektan.(Soetikno,1992)

Di Indonesia, kebutuhan akan pestisida juga meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya bahan aktif yang beredar di


(53)

pasaran. Di pihak lain penggunaan pestisida membawa bencana yang sangat hebat terhadap kesehatan pekerja khususnya pada pekerja yang kontak langsung dengan pestisida, seperti pekerja penyemprot pestisida. Menurut WHO setiap setengah juta kasus pestisida terhadap manusia, 5000 diakhiri dengan kematian.

PT.Langkat Nusantara Kepong merupakan perusahaan yang memiliki 16 pekerja penyemprot pestisida. Setiap pekerja mempunyai basis borong pekerja sebanyak 12 pompa untuk 1 orang per hari. 1 pompa digunakan untuk menyiram sebanyak 8 pokok sawit.

Penyemprotan pestisida yang tidak memenuhi aturan akan menimbulkan berbagai macam dampak diantaranya dampak kesehatan bagi manusia yaitu timbulnya keracunan pada penyemprot pestisida khusunya di kebun kelapa sawit.

Pada perkebunan kelapa sawit di PT. Langkat Nusantara Kepong, beberapa pekerja penyemprot pestisida mengalami keracunan yang diakibatkan oleh bahan kimia yang terkandung dalam pestisida itu sendiri.

Efek keracunan yang dialami pekerja seperti mual, muntah, demam, pusing, iritasi pada mata, iritasi pada kulit, dan lain-lain. Adapun jenis pestisida yang digunakan oleh pekerja yaitu amiron, metsulindo, momento, kenlon, kenfosat, prima up, starlon dan trister.

Di kalangan pekerja penyemprot pestisida, kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya keracunan pestisida adalah faktor dari dalam tubuh (internal) dan dari luar tubuh (eksternal). Faktor dari dalam tubuh antara lain umur, jenis kelamin, genetik, status gizi, kadar


(54)

hemoglobin, tingkat pengetahuan dan status kesehatan, sedangkan faktor dari luar tubuh memiliki peranan yang besar.

Faktor dari luar tubuh antara lain banyaknya jenis pestisida yang digunakan, jenis pestisida, dosis pestisida, frekuensi penyemprotan, masa kerja menjadi penyemprot, lama menyemprot, pemakaian alat pelindung diri, cara penanganan pestisida, kontak terakhir dengan pestisida, ketinggian tanaman, suhu lingkungan, waktu menyemprot dan tindakan terhadap arah angin. (dalam Rusli Asri Djau,2009)

Kesehatan Kerja merupakan masalah kesehatan yang makin penting. Menurut data International Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Data ILO tahun 1999 menyebutkan bahwa penyebab utama kematian pada tenaga kerja adalah kanker akibat kerja (34%). (Aditama,2001)

Menurut WHO (World Health Organization) hanya sekitar 5 sampai 10% pekerja di negara berkembang dan 20% pekerja di negara industri mendapat pelayanan kesehatan yang memadai. WHO juga memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 25 juta kasus keracunan pestisida atau sekitar 68.493 kasus setiap hari. (Aditama,2001).

Kesehatan kerja adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara pekerjaan dan kesehatan. Hubungan ini dapat terjadi dua arah. Arah pertama ialah bagaimana pekerjaan mempengaruhi kesehatan, sedangkan arah yang kedua ialah bagaimana kesehatan mempengaruhi pekerjaan. (Kuswadji,1996)


(55)

Dalam hal pertama dipelajari masalah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Dalam hal kedua dipelajari bagaimana pekerja yang sakit agar tetap dapat menjalankan pekerjaannya secara produktif. (Kuswadji,1996)

Kesehatan kerja mempunyai maksud memberikan perlindungan terhadap pekerja sekaligus melindungi aset perusahaan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan, dan setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin keselamatannya, serta sumber produksi dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien sehingga proses produksi berjalan dengan lancar.

Untuk menjamin kesehatan pekerja, PT.Langkat Nusantara Kepong telah melakukan pemeriksaan kesehatan yang diperuntukkan bagi pekerja, khususnya pekerja penyemprot pestisida. Pemeriksaan kesehatan di perusahaan ini dilakukan pada tanggal 18 Mei 2014 dan dilanjutkan kembali pada tanggal 8 Januari 2015. Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan secara berkala, bertujuan untuk mengetahui gejala-gejala atau masalah kesehatan yang dialami pekerja serta agar diperoleh data kesehatan pekerja sebagai bentuk pendeteksian dini terhadap resiko paparan bahan kimia.

Pemeriksaan kesehatan berkala adalah rikes pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter. Sebagaimana disebutkan dalam PERMENAKERTRANS No.Per.02/MEN/1980 (Pasal 3 ayat 1), dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja, sesudah berada dalam


(56)

pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.

Sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan UU No.36 Tahun 2009 pasal 85 yang menyebutkan bahwa : (1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan. (2) Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu.

Upaya kesehatan kerja dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi seperti evaluasi pemeriksaan kesehatan. Evaluasi pemeriksaan kesehatan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaan tertentu, ditinjau dari segi kesehatan, mendeteksi gangguan kesehatan yang mungkin berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan kerja, serta identifikasi penyakit akibat kerja. Berapa banyak pekerja yang terganggu kesehatannya akibat bahan beracun dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kesehatan. (Kuswadji,1996)

Berdasarkan pemaparan tersebut yang berkaitan dengan pentingnya pemeriksaan kesehatan berkala, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jelas tentang evaluasi hasil pemeriksaan kesehatan berkala terhadap pekerja penyemprot pestisida.


(57)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian adalah bagaimana evaluasi hasil pemeriksaan kesehatan pekerja penyemprot pestisida?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Melakukan evaluasi hasil pemeriksaan kesehatan berkala terhadap kesehatan pekerja penyemprot pestisida di PT. LANGKAT NUSANTARA KEPONG.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengevaluasi hasil pemeriksaan kesehatan berkala terhadap pekerja penyemprot pestisida.

b. Mengevaluasi kondisi kesehatan pekerja penyemprot pestisida.

c. Memberi rekomendasi sebagai upaya untuk menjaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja pekerja penyemprot pestisida.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Instansi/Perusahaan

Manfaat penelitian bagi instansi/perusahaan adalah sebagai masukan serta merekomendasikan upaya kesehatan yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan para pekerja khususnya bagi pekerja yang kontak langsung dengan bahan-bahan kimia.


(58)

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi, bahan pembanding, dan bahan referensi untuk diadakan penelitian selanjutnya.

1.4.3 Bagi Penulis

Manfaat penelitian bagi penulis adalah memberi pengalaman langsung bagi penulis dalam melaksanakan penelitian serta penerapan dan pengembangan ilmu yang didapat di perkuliahan.


(59)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat tahun 2014 untuk mengevaluasi kondisi kesehatan pekerja.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini sebanyak 16 orang dan sampel dilakukan secara total sampling sebanyak 16 orang.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari perusahaan seperti jumlah pekerja dan sejarah perusahaan. Data sekunder umumnya berupa umur, jenis kelamin, masa kerja dan data klinik perusahaan. Data klinik perusahaan dilihat dari form pemeriksaan di klinik perusahaan itu sendiri yang didasarkan dari riwayat penyakit terdahulu dan merokok. Apabila keracunan yang dialami pekerja sangat berat, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan enzim cholinesterase.

Berdasarkan distribusi frekuensi menunjukan bahwa jenis kelamin pekerja paling banyak adalah perempuan sebanyak 12 orang (75,0%), diikuti dengan usia pekerja terbanyak >50 tahun sebanyak 9 orang (56,3%), dengan masa kerja terbanyak >30 tahun (62,5%) kebiasaan merokok pekerja yaitu tidak merokok sebanyak 12 orang (75,0%) dan kadar enzim cholinesterase pekerja secara keseluruhan tidak normal yaitu sebanyak 16 orang (100%) dengan pekerja yang mengalami tingkat keracunan akut berat sebanyak 12 orang (75,0%), tingkat keracunan ringan 2 orang (12,5%) dan tingkat keracunan kronis 2 orang (12,5%), serta riwayat kesehatan terbanyak adalah sakit sebanyak 10 orang (62,5%).

Disarankan pekerja penyemprot pestisida untuk menghindari kontak dengan pestisida atau dipindahkan bekerja non bahan kimia untuk sementara waktu hingga saat dimana hasil cek ulang diketahui dan kadar enzim cholinesterase mencapai kategori normal.


(60)

ABSTRACT

The research was conducted on pesticide spraying workers at PT.LNK Kebun Bukit Lawang, Bahorok Subdistrict, in 2014, in order to evaluate their working condition.

The researh was descriptive with cross sectional design. The population was 16 workers, and all of them were used as the samples, using total sampling technique.

The data were gathered by using data obtained from the company such as the number of workers and the history of the company. Clinical data of the company were viewed from assessment form in the company clinic, based on the history of the previous illness and smoking. When the workers were intoxicated seriously, they had to be checked in the laboratory for examining the cholinesterase enzyme.

Based on the distribution frequency, it was found that 12 respondents (75%) were women, 9 respondents (56,3%) were >50 years old with (62,5%) of them had length of service of less than 30 years, 12 respondents (75%) did not smoke, and 16 respondents (100%) had abnormal cholinesterase enzyme with 12 of them (75%) suffered from seriously acute intoxication, two of them (12,5%) suffered from mild intoxication, two of them (12,5%) suffered from chronic intoxication, and 10 respondents (62,5%) had the most history of illness.

It is recommended that the workers in the pesticide spraying avoid contact with pesticides or move to non-chemical department temporarily until they are free from cholinesterase enzyme and return to normal.


(61)

EVALUASI HASIL PEMERIKSAAN KESEHATAN BERKALA

TERHADAP KESEHATAN PEKERJA PENYEMPROT PESTISIDA DI PT. LANGKAT NUSANTARA

KEPONG DESA BUKIT LAWANG

KECAMATAN BAHOROK

KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh :

WINI ANGGRAINI NIM. 111000257

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(62)

EVALUASI HASIL PEMERIKSAAN KESEHATAN BERKALA

TERHADAP KESEHATAN PEKERJA PENYEMPROT PESTISIDA DI PT. LANGKAT NUSANTARA

KEPONG DESA BUKIT LAWANG

KECAMATAN BAHOROK

KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2014

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

WINI ANGGRAINI NIM. 111000257

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(63)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “EVALUASI HASIL

PEMERIKSAAN KESEHATAN BERKALA TERHADAP KESEHATAN PEKERJA PENYEMPROT PESTISIDA DI PT. LANGKAT NUSANTARA KEPONG DESA BUKIT LAWANG KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN

LANGKAT TAHUN 2014” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya

saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2015 Yang membuat pernyataan


(64)

(65)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat tahun 2014 untuk mengevaluasi kondisi kesehatan pekerja.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini sebanyak 16 orang dan sampel dilakukan secara total sampling sebanyak 16 orang.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari perusahaan seperti jumlah pekerja dan sejarah perusahaan. Data sekunder umumnya berupa umur, jenis kelamin, masa kerja dan data klinik perusahaan. Data klinik perusahaan dilihat dari form pemeriksaan di klinik perusahaan itu sendiri yang didasarkan dari riwayat penyakit terdahulu dan merokok. Apabila keracunan yang dialami pekerja sangat berat, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan enzim cholinesterase.

Berdasarkan distribusi frekuensi menunjukan bahwa jenis kelamin pekerja paling banyak adalah perempuan sebanyak 12 orang (75,0%), diikuti dengan usia pekerja terbanyak >50 tahun sebanyak 9 orang (56,3%), dengan masa kerja terbanyak >30 tahun (62,5%) kebiasaan merokok pekerja yaitu tidak merokok sebanyak 12 orang (75,0%) dan kadar enzim cholinesterase pekerja secara keseluruhan tidak normal yaitu sebanyak 16 orang (100%) dengan pekerja yang mengalami tingkat keracunan akut berat sebanyak 12 orang (75,0%), tingkat keracunan ringan 2 orang (12,5%) dan tingkat keracunan kronis 2 orang (12,5%), serta riwayat kesehatan terbanyak adalah sakit sebanyak 10 orang (62,5%).

Disarankan pekerja penyemprot pestisida untuk menghindari kontak dengan pestisida atau dipindahkan bekerja non bahan kimia untuk sementara waktu hingga saat dimana hasil cek ulang diketahui dan kadar enzim cholinesterase mencapai kategori normal.


(66)

ABSTRACT

The research was conducted on pesticide spraying workers at PT.LNK Kebun Bukit Lawang, Bahorok Subdistrict, in 2014, in order to evaluate their working condition.

The researh was descriptive with cross sectional design. The population was 16 workers, and all of them were used as the samples, using total sampling technique.

The data were gathered by using data obtained from the company such as the number of workers and the history of the company. Clinical data of the company were viewed from assessment form in the company clinic, based on the history of the previous illness and smoking. When the workers were intoxicated seriously, they had to be checked in the laboratory for examining the cholinesterase enzyme.

Based on the distribution frequency, it was found that 12 respondents (75%) were women, 9 respondents (56,3%) were >50 years old with (62,5%) of them had length of service of less than 30 years, 12 respondents (75%) did not smoke, and 16 respondents (100%) had abnormal cholinesterase enzyme with 12 of them (75%) suffered from seriously acute intoxication, two of them (12,5%) suffered from mild intoxication, two of them (12,5%) suffered from chronic intoxication, and 10 respondents (62,5%) had the most history of illness.

It is recommended that the workers in the pesticide spraying avoid contact with pesticides or move to non-chemical department temporarily until they are free from cholinesterase enzyme and return to normal.


(67)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapakan kepada Allah SWT, dengan limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Skripsi ini. Pastinya, penyelesaian

Skripsi dengan judul “EVALUASI HASIL PEMERIKSAAN KESEHATAN

BERKALA TERHADAP KESEHATAN PEKERJA PENYEMPROT

PESTISIDA DI PT. LANGKAT NUSANTARA KEPONG DESA BUKIT LAWANG KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN LANGKAT TAHUN

2014” ini tidak akan terlepas dari peran serta dan dukungan orang-orang terdekat

saya yang selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya.

1. Terimakasih kepada Bapak Prof. Drs. Subhilhar, M.A.,Ph.D sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Terimakasih kepada Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes sebagai ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara.

4. Terimakasih kepada Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku dosen pembimbing 1 yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.


(68)

5. Terimakasih kepada Ibu Ir. Kalsum, MKes selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Terimakasih kepada Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt. MS selaku dosen penguji 1 yang telah memberikan bimbingan, arahan serta masukan selama proses ujian skripsi hingga skripsi ini selesai dengan baik.

7. Terimakasih kepada Ibu Umi Salmah, SKM., Mkes selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan bimbingan, arahan serta masukan selama proses ujian skripsi hingga skripsi ini selesai dengan baik.

8. Terimakasih kepada ibu bidan klinik perusahaan yang telah membantu saya dengan memberikan banyak informasi dan data-data yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.

9. Terimakasih kepada PT. LNK Kebun Bukit Lawang yang telah memberikan saya izin untuk melakukan penelitian di perusahaannya . 10. Terimakasih kepada Dokter Putri selaku dokter perusahaan PT. LNK

Kebun Bukit Lawang yang telah mau memberikan data-data dan informasi yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.

11. Terimakasih untuk Orang tua dan seluruh keluarga saya tersayang karena selalu memberikan bimbingan, dukungan serta doa yang selalu dipanjatkan dalam setiap keadaan untuk saya. Semoga Allah selalu melimpahkan Rahmat, Hidayah serta kesehatan untuk Bapak, Ibu, Alfi dan Nazwa.


(69)

12. Terimakasih untuk semua teman dari departemen K3 Fadil, Dante, Cici, Tia, Amita, Sarma, Anggi, Ivori, Legia, Wahana, Bayu, Eko, Ali, Sabrina, Arum, Jumirsa, Friska, dan lainnya.

13. Teman dari kelompok PBL dan LKP.

14. Teman seperjuangan Meutia, Annisa, Putri, Ivan, Ival, Cica, Fitri, Rizki Fadhillah, Fadhlan, Syahfrianda. Terimakasih atas doa, dukungan serta waktu kalian semua untuk saling berbagi ilmu. Semoga kita semua menjadi orang yang sukses.

Saya merasa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Tak lupa pula saya ucapkan mohon maaf jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Kritik, saran dan masukan yang membangun saya harapkan agar dapat memperbaiki isi Skripsi ini. Akhir kata semoga dapat memberikan manfaat pada semua pihak.

Medan, Juli 2015 Penyusun


(70)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK ... ABSTRACT ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... RIWAYAT HIDUP ...

i ii iii iv v viii x xi xii xiii

BAB I PENDAHULUAN ...

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Perumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.3.1 Tujuan Umum ... 1.3.2 Tujuan Khusus ... 1.4 Manfaat Penelitian ...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1 Pestisida ... 2.2 Formulasi Pestisida ... 2.3 Jenis-Jenis Pestisida ... 2.3.1 Amiron ... 2.3.2 Metsulindo ... 2.3.3 Momento ... 2.3.4 Kenlon ... 2.3.5 Kenfosat ... 2.3.6 Prima Up ... 2.3.7 Starlon ... 2.3.8 Triester 480 EC ... 2.4 Toksisitas Pestisida ... 2.5 Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan ... 2.6 Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia ... 2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida ... 2.8 Pemeriksaan Enzim Cholinesterase ... 2.9 Pemeriksaan Kesehatan Berkala ...

1 1 6 6 6 7 7 8 9 11 14 18 19 20 20 21 21 21 21 22 23 25 28 29 30


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK ... ABSTRACT ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... RIWAYAT HIDUP ...

i ii iii iv v viii x xi xii xiii

BAB I PENDAHULUAN ...

1.1Latar Belakang ... 1.2Perumusan Masalah ... 1.3Tujuan Penelitian ... 1.3.1Tujuan Umum ... 1.3.2Tujuan Khusus ... 1.4Manfaat Penelitian ...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1 Pestisida ... 2.2 Formulasi Pestisida ... 2.3 Jenis-Jenis Pestisida ... 2.3.1 Amiron ... 2.3.2 Metsulindo ... 2.3.3 Momento ... 2.3.4 Kenlon ... 2.3.5 Kenfosat ... 2.3.6 Prima Up ... 2.3.7 Starlon ... 2.3.8 Triester 480 EC ... 2.4 Toksisitas Pestisida ... 2.5 Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan ... 2.6 Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia ... 2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida ... 2.8 Pemeriksaan Enzim Cholinesterase ...

1 1 6 6 6 7 7 8 9 11 14 18 19 20 20 21 21 21 21 22 23 25 28 29


(2)

BAB III METODE PENELITIAN ...

3.1 Jenis Penelitian ... 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 3.2.1 Tempat ... 3.2.2 Waktu Penelitian ... 3.3 Populasi dan Sampel ... 3.3.1 Populasi ... 3.3.2 Sampel ... 3.4 Aspek Pengukuran ... 3.5 Teknik Pengumpulan Data ...

BAB IV HASIL PENELITIAN ...

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...………... 4.2 Letak Geografis Lokasi Penelitian ...………. 4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ...….……….. 4.3.1 Jenis Kelamin Pekerja ...………..……….. 4.3.2 Usia Pekerja ...…...……… 4.3.3 Masa Kerja Pekerja ...….………... 4.3.4 Kebiasaan Merokok .…..………... 4.3.5 Enzim Cholinesterase ....…..……….. 4.3.6 Tingkat Keracunan Pekerja ...……. 4.3.7 Riwayat Kesehatan Pekerja ... 4.4 Hasil Tabulasi Silang ...

BAB V PEMBAHASAN ……….….

5.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 5.1.1 Jenis Kelamin Pekerja ... 5.1.2 Usia Pekerja ... 5.1.3 Masa Kerja ... 5.1.4 Kebiasaan Merokok ... 5.1.5 Enzim Cholinesterase ...………. 5.1.6 Tingkat Keracunan Pekerja ... 5.1.7 Riwayat Kesehatan ...

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………...…..

6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ...

31 31 31 31 31 31 31 32 32 33 34 34 35 36 36 36 37 37 38 38 39 39 40 40 40 40 41 41 41 42 44 45 45 46

DAFTAR PUSTAKA ………..………..…………...

LAMPIRAN

48


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Tabel 4.4

Tabel 4.5

Tabel 4.6

Tabel 4.7

Jenis Pestisida ... Distribusi jenis kelamin responden pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 ... Distribusi usia responden pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 ... Distribusi masa kerja responden pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 ... Distribusi kebiasaan merokok responden pada pekerja

penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 ... Distribusi tingkat keracunan responden pada pekerja

penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 ... Distribusi riwayat kesehatan responden pada pekerja

penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 ... Hasil tabulasi silang tingkat keracunan dengan riwayat

kesehatan pada pekerja penyemprot pestisida di PT. LNK Kebun Bukit Lawang Tahun 2014 ...

17 36

37 37

38

38

39


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Peta PT.LNK Kebun Bukit Lawang ...………... 36


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.

Lampiran 2. Lampiran 3.

Surat Izin Penelitian

Surat Keterangan Selesai Penelitian Output


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Wini Anggraini

Tempat Lahir : Binjai

Tanggal Lahir : 03 Maret 1994

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Nama Ayah : Ir. Heri Purnomo

Suku Bangsa Ayah : Jawa

Nama Ibu : Ir. Yunida

Suku Bangsa Ibu : Melayu

Pendidikan Formal

1. SD/ Tamatan tahun : SDN 020267 Binjai/2005 2. SLTP/ Tamatan tahun : SMP N 1 Binjai/2008 3. SLTA/Tamatan tahun : SMA N 1 Binjai/2011 4. Lama studi di FKM USU : 2011-2015


Dokumen yang terkait

Bukit Lawang (Studi Deskriptif Mengenai Peran Masyarakat Terhadap Kelestarian Hutan Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kec. Bahorok Kabupaten Langkat)

7 91 96

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 15

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 2

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 7

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

1 4 23

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 3

Evaluasi Hasil Pemeriksaan Kesehatan Berkala Terhadap Kesehatan Pekerja Penyemprot Pestisida Di PT. Langkat Nusantara Kepong Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2014

0 0 7

Kontribusi Wisata Perairan Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Sumatera Utara

1 2 16

Kontribusi Wisata Perairan Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 0 2

Pelatihan menjadi pemandu Wisata (Guide) Di desa Bukit lawang, Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat

1 6 60