Monitoring Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pusat Kesehatan Masyarakat
Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2014 mendefensikan Puskesmas
adalah sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

2.2. Tugas Puskesmas dalam Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat dengan menyelenggarakan fungsi:
1. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

tingkat pertama di

wilayah kerjanya, dan
2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah
kerjanya.

2.2.1. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok,
dan masyarakat. Dalam menyelenggarakan fungsi nya puskesmas berwenang untuk:

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat
dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama
dengan sektor lain terkait
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia di puskesmas
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan pelayanan kesehatan, dan

i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.
2.2.2. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP adalah suatu
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat

penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan. Dalam menyelenggarakan fungsi
nya puskesmas berwenang untuk:
a. Menyelenggarakan

pelayanan

kesehatan

dasar

secara


komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu.
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan
preventif
c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat
d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan
keselamatan pasien, petugas dan pengunjung
e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi
f. Melaksanakan rekam medis
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
pelayanan kesehatan
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan
i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama di wilayah kerjanya, dan
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem
rujukan.


2.3. Unsur-unsur dalam Puskesmas
2.3.1. Kepala Puskesmas
Uraian tugas kepala Puskesmas adalah :
a. Menyusun dan merencanakan rencana operasional pembinaaan puskesmas
meliputi program dan kegiatan puskesmas berdasarkan petunjuk teknis kegiatan
untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
b. Mengkoordinasikan dan membina pelaksanaan urusan dinas

kesehatan

yang

menjadi tugas pokok dan fungsi puskesmas berdasarkan petunjuk teknis kegiatan
untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
c. Mengendalikan pelaksanaan urusan dinas kesehatan yang menjadi tugas pokok
dan fungsi puskesmas berdasarkan petunjuk teknis kegiatan untuk kelancaran
pelaksanaan tugas.
d.

Menyelenggarakan dan atau memfasilitasi kerja sama dengan satuan kerja

perangkat daerah, instansi, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dalam
pelaksanaan urusan dinas kesehatan sesuai dengan Renja dan Renstra puskesmas
agar terlaksananya program kesehatan di daerah.

e. Mengevaluasi dan menilai secara periodik hasil-hasil pelaksanaan urusan dinas
kesehatan yang menjadi tugas pokok dan fungsi puskesmas berdasarkan peraturan
dan prosedur yang berlaku agar diperoleh hasil kerja yang benar dan akurat.
f. Mengendalikan perencanaan, pemanfaatan serta pencatatan anggaran dan
kekayaan daerah pada Puskesmas berdasarkan DPA Puskesmas sebagai acuan
anggaran pelaksanaan seluruh kegiatan Puskesmas.

g. Melaksanakan pembinaan sikap perilaku dan disipilin pegawai, peningkatan
kompetensi dan penilaian kinerja setiap pegawai, selaku individu dan dalam
organisasi puskesmas dalam urusan pemerintah daerah di bidang kesehatan
berdasarkan peraturan – peraturan tentang disiplin pegawai agar tercipta situasi
kerja yang kondusif.
h. Menyajikan dan melaporkan akuntabilitas hasil kinerja dan hasil penilaian
kinerja, sebagai suatu pertanggungjawaban kepala puskesmas dalam pelaksanaan
urusan dinas kesehatan sesuai petunjuk pelaksanaan pekerjaan agar tercapai
tingkat kinerja yang diharapkan.

i. Mengatur dan mendistribusikan tugas kepada bawahan agar terbagi habis.
j. Melaksanakan tugas lain dalam rangka mendukung penyelenggaraan urusan di
bidang kesehatan sesuai dengan situasi yang terjadi agar tercipta situasi yang
kondusif dibidang kesehatan.
k. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas kesehatan sesuai
dengan perintah yang diberikan baik secara lisan maupun tulisan untuk
menciptakan situasi yang kondusif di bidang kesehatan.
2.3.2. Tenaga Administrasi
Tenaga Administrasi Umum mempunyai tugas melaksanakan tugas
memberikan pelayanan mengagenda surat masuk dan keluar, mengetik dan mengirim
surat, menginventaris barang, melakukan peremajaan data di PKM
a. Petugas loket puskesmas mempunyai tugas melaksanakan tugas mempersiapkan
kartu berobat, memberikan pelayanan kartu berobat, merekap jumlah kunjungan,

menginformasikan mekanisme pelayanan, serta mengumpulkan dan menyerahkan
dana kunjungan pasien ke bendahara puskesmas.
Uraian tugas petugas loket adalah :
a. Mempersiapkan peralatan loket
b. Melakukan pelayanan pendaftaran/mengisi kartu status pasien.
c. Menerima pembayaran retribusi/karcis.

d. Menyusun kartu berobat ke dalam kotak atau rak.
e. Merekap kunjungan pasien.
f. Menyetor hasil penerimaan pembayaran retribusi.
g. Membuat kartu berobat pasien.
h. Memberikan penjelasan pada pasien tentang alur pelayanan puskesmas.
i. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada atasan baik lisan maupun tertulis
sesuai hasil kerja sebagai pertanggungjwaban tugas.
j. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan untuk kelancaran
pelaksanaan tugas.
b. Bendahara Keuangan Puskesmas
Tenaga bendahara keuangan puskesmas mempunyai tugas melaksanakan tugas
memberikan pelayanan administrasi keuangan di puskesmas.
Uraian tugas bendahara keuangan adalah :
a. Mencatat arus penerimaan dan pengeluaran keuangan puskesmas dalam buku
kas umum.

b. Mendokumentasikan rincian penerimaan dan pengeluaran keuangan dalam
buku kas bantu.
c. Mendistribusikan pengeluaran keuangan dalam buku kas bantu.
d. Menerima dan mencatat hasil penerimaan retribusi puskesmas kepada

bendahara kabupaten.
e. Menyetor hasil penerimaan retribusi puskesmas kepada bendahara kabupaten.
f. Merekap dan mendokumentasikan laporan bulanan penerimaan dan
pengeluaran retribusi puskesmas.
g. Membuat dan mendokumentasikan perencanaan anggaran dan realisasi
penggunaan dana operasional puskesmas.
h. Membuat SPJ atas realisasi penggunaan dana operasional puskesmas.
i. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penggunaan keuangan
puskesmas mingguan.
j. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada atasan baik lisan maupun tertulis
sesuai hasil kerja sebagai pertanggungjwaban tugas.
k. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan untuk kelancaran
pelaksanaan tugas.
2.3.3. Apoteker /Asisten Apoteker
Apoteker/Asisten

Apoteker

mempunyai


tugas

melaksanakan

urusan

puskesmas dengan memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menerima
resep, meracik dan mempersiapkan obat sesuai kebukestuhan, memberikan
penjelasan tentang pemakaian obat, merencanakan kebutuhan obat dan vaksin,

mencatat pemakaian dan kebutuhan obat, mengelola pemasukan dan pengeluaran
obat, mengevaluasi pengadaan sediaan farmasi , alat kesehatan, konsultasi kesehatan,
penyuluhan

kesehatan

kepada

masyarakat,


mempertanggungjawabkan

dan

melaporkan hasil kinerja kepada kepala puskesmas untuk menciptakan masyarakat
yang sehat, kuat dan sejahtera.
Uraian tugas Apoteker/Asisten Apoteker adalah :
a. Membuat rencana kerja tahunan program asisten apoteker sesuai dengan juklak
dan juknis yang ada untuk dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik
kepada masyarakat.
b. Memberikan obat kepada pasien sesuai resep dokter untuk kesembuhan pasien.
c. Merencanakan kebutuhan obat dan vaksin sesuai dengan tingkat kebutuhan untuk
mencukupi kebutuhan pasien.
d. Mencatat pemasukan dan pengeluaran obat dan vaksin sesuai dengan rencana
program untuk mencukupi kebutuhan pengobatan.
e. Mengevaluasi sediaan farmasi, alat kesehatan sesuai dengan juknis untuk
mengontrol pengeluaran sediaan farmasi dan alat kesehatan.
f. Mendistribusikan obat ke pustu, polindes dan poskesdes sesuai jumlah permintaan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
g. Melakukan pengawasan dan pembinaan toko obat di wilayah kerja sesuai juklak

dan juknis untuk memantau peredaran obat di masyarakat.
h. Pembinaan obat tradisional dan kosmetik di wilayah kerja sesuai juklak dan
juknis untuk memantau peredaran obat di masyarakat.

i. Memberikan konsultasi kesehatan terhadap pasien dan masyarakat sesuai dengan
masalah yang pasien keluhkan untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
kesehatan.
j. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki untuk meningkatkan pengetahuan pasien di bidang obat – obatan dan
kesehatan.

2.4. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN resmi diluncurkan pada tanggal 1
Januari 2014 yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial
yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat
yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Thabrany (2014) menyebutkan bahwa dalam kondisi dimana layanan
kesehatan menjadi komoditas dagang, bahkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah
yang sudah berlangsung selama puluhan tahun, solusi yang paling rasional dan
realistis adalah membangun suatu sistem yang mampu “membelikan” layanan
kesehatan yang dibutuhkan oleh rakyat, itulah sistem yang kini kenal dengan Jaminan
Kesehatan Nasional, JKN.

Peraturan Presiden RI Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
menyebutkan bahwa Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan
kesehatan agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada
setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

2.5. Dasar Hukum (Perundangan) JKN
Adapun yang menjadi dasar hukum (perundangan) terbentuknya JKN adalah
atas dasar pertimbangan serta mengingat :
1. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 213 tentang Jaminan Kesehatan Nasional
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SistemJaminan Sosial Nasional
3. Undang-Undang Nomor 24Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.
4. Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945.
5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SistemJaminan Sosial Nasional.
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BadanPenyelenggara Jaminan
Sosial.

2.6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) badan
hukum

publik

yang

bertanggung

jawab

kepada

presiden

dan

berfungsi

menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia
termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat selama 6 (enam)

bulan. Dasar hukum pembentukan BPJS Kesehatan adalah UURI Nomor 40 tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UURI Nomor 24 tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS bertujuan untuk mewujudkan
terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak
bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Selain fungsi di atas BPJS Kesehatan juga mempunyai beberapa tugas penting
untuk mendukung program JKN sebagai berikut :
1. Melakukan dan/ atau menerima pendaftaran Peserta JKN
2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja
3. Menerima bantuan iuran dari pemerintah
4. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta
5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial
6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan program jaminan sosial dan memberikan informasi mengenai
penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.

2.7. Manfaat dan Iuran JKN
Adapun manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan
perorangan mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan
medis yang diperlukan. Manfaat Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud terdiri
atas manfaat medis dan manfaat non medis

Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputipemberian pelayanan:
a. Penyuluhan kesehatan perorangan
b. Imunisasi dasar
c. Keluarga berencana; dan
d. Skrining kesehatan
Iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh
Pemerintah. Iuran jaminan kesehatan bagi peserta pekerja penerima upah dibayar oleh
pemberi kerja dan pekerja. Iuran jaminan kesehatan bagi peserta pekerja bukan
penerima upah dan peserta bukan pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan
yang mana besaran iuran diatur dengan Peraturan Presiden.

2.8. Prinsip Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) mengacu pada prinsipprinsip sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu:
1. Kegotongroyongan
Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), prinsip gotong royong berarti
peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat
membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaannya bersifat wajib untuk
seluruh penduduk.

2. Nirlaba
Dana yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
(BPJS Kesehatan) adalah dana amanah yang dikumpulkan dari masyarakat secara
nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Tujuan utamanya adalah untuk
memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.
3. Keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang
berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4. Portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan
yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga
dapat terlindungi.Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah,
serta kelayakan penyelenggaraan program.
6. Dana Amanah
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan
penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana
tersebut untuk kesejahteraan peserta.

7. Hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesarbesar kepentingan peserta.
2.8.1. Kebijakan Kesehatan
Kebijakan kesehatan (Health Policy) adalah hal-hal yang mencakup tindakan
yang mempengaruhi institusi, organisasi, pelayanan, dan upaya pendanaan sistem
kesehatan (Gill,1994).Walt (1994) dalam Ayuningtyas (2014) memaknai kebijakan
kesehatan melingkupi berbagai upaya dan tindakan pengambilan keputusan yang
meliputi aspek teknis medis dan pelayanan kesehatan, serta keterlibatan pelaku/aktor
baik pada skala individu maupun organisasi atau institusi dari pemerintah, swasta,
LSM dan representasi masyarakat lainnya yang membawa dampak pada kesehatan.
Urgensi kebijakan kesehatan sebagai bagian dari kebijakan publik semakin
menguat mengingat karekteristik unik yang ada pada sektor kesehatan sebagai berikut
(Ayuningtyas, 2014):
a. Sektor kesehatan amat kompleks karena menyangkut hajat hidup orang banyak
dan kepentingan masyarakat luas. Dengan perkataan lain, kesehatan menjadi hak
dasar setiap individu yang membutuhkannya secara adil dan merata, artinya setiap
individu tanpa terkecuali berhak mendapatkan akses dan pelayanan kesehatan
yang layak apa pun kondisi dan status finansialnya.
b. Consumer Ignorance, keawaman, masyarakat membuat posisi dan relasi
“masyarakat – tenaga medis” menjadi tidak sejajar dan cenderung berpola
paternalistik, artinya masyarakat atau pasien tidak memiliki posisi tawar yang

baik, bahkan hampir tanpa daya ataupun daya pilih.
c. Kesehatan memiliki sifat uncertainty atau ketidakpastian. Kebutuhan akan
pelayanan kesehatan sama sekali tidak berkait dengan kemampuan ekonomi
rakyat. Siapapun ia baik dari kalangan berpunya maupun miskin papa ketika jatuh
sakit tentu akan membutuhkan pelayanan kesehatan. Ditambah lagi, seseorang
tidak akan pernah tahu kapan ia akan sakit dan berapa biaya yang akan ia
keluarkan. Disinilah pemerintah harus berperan untuk menjamin setiap warga
negara mendapatkan pelayanan kesehatan ketika membutuhkan, terutama bagi
masyarakat miskin.
d. Karekteristik lain dari sektor kesehatan adalah adanya eksternalitas, yaitu
keuntungan yang dinikmati atau kerugian yang diderita oleh sebagian masyarakat
karena tindakan kelompok masyarakat lainnya. Dalam hal kesehatan, dapat
berbentuk eksternalitas positif atau negatif.
Karena begitu strategis dan pentingnya sektor kesehatan, World Health
Organization (WHO) menetapkan 8 (delapan) elemen yang harus tercakup dan
menentukan kualitas dari sebuah kebijakan kesehatan, yaitu (Ayuningtyas, 2014) :
1. Pendekatan holistik, kesehatan sebaiknya didefinisikan sebagai sesuatu yang
dinamis dan lengkap dari dimensi fisik, mental, sosial, dan spiritual. Artinya,
pendekatan dalam kebijakan kesehatan tidak dapat semata-mata mengandalkan
upaya kuratif, tetapi harus lebih mempertimbangkan upaya preventif, promotif
dan rehabilitatif.

2. Partisipatori, partisipasi masyarakat akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas
kebijakan, karena melalui partisipasi masyarakat dapat dibangun collective action
(aksi bersama masyarakat) yang akan menjadi kekuatan pendorong dalam
pengimplementasian kebijakan dan penyelesaian masalah.
3. Kebijakan publik yang sehat, yaitu setiap kebijakan harus diarahkan untuk
mendukung terciptanya pembangunan kesehatan yang kondusif dan berorientasi
kepada masyarakat.
4. Ekuitas, yaitu harus terdapat distribusi yang merata dari layanan kesehatan. Ini
berarti negara wajib menjamin pelayanan kesehatan setiap warganya tanpa
memandang status ekonomi maupun status sosialnya karena kesehatan hak asasi
manusia dan merupakan peran negara yang paling minimal dalam melindungi
warga negaranya.
5. Efisiensi,

yaitu

layanan

kesehatan

harus

berorientasi

proaktif

dengan

mengoptimalkan biaya dan teknologi
6. Kualitas, artinya pemerintah harus menyediakan pelayanan kesehatan yang
berkualitas bagi seluruh warga negara. Disamping itu, dalam menghadapi
persaingan pasar bebas dan menekan pengaruh globalisasi

dalam sektor

kesehatan, pemerintah perlu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bertaraf
internasional.
7. Pemberdayaan masyarakat, terutama pada daerah terpencil, dan daerah perbatasan
untuk mengoptimalkan kapasitas sember daya yang dimiliki. Pemberdayaan ini
dilakukan dengan mengoptimalkan social capital.

8. Self-Reliant, kebijakan kesehatan yang ditetapkan sebisa mungkin dapat
memenuhi keyakinan dan kepercayaan masyarakat akan kapasitas kesehatan di
wilayah sendiri. Pengembangan teknologi dan riset bertujuan untuk membantu
memberdayakan masyarakat dan otoritas nasional dalam mencapai standar
kesehatan yang ditetapkan di masing-masing negara.
2.8.2. Peserta dan Kepesertaan dalam JKN
Peserta Jaminan Kesehatan meliputi PBI Jaminan Kesehatan dan bukan PBI
Jaminan Kesehatan. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong
fakir miskin dan orang tidak mampu yang ditetapkan dengan ketentua peraturan
perundang-undangan.Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan merupakan peserta yang
tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yang terdiri dari
1. Pegawai Negeri Sipil
2. Anggota TNI
3. Anggota Polri
4. Pejabat Negara
5. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
6. Pegawai swasta
7. Pekerja yang tidak termasuk nomor 1 sampaidengan nomor 6yang menerima
upah.
b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya :
1. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerjamandiri dan

2. Pekerja yang tidak termasuk nomor 1 yang bukanpenerima Upah
c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya :
1. Investor
2. Pemberi Kerja
3. penerima pension
4. Veteran
5. Perintis Kemerdekaan
6. Bukan Pekerja yang tidak termasuk nomor 1 sampaidengan nomor 5 yang
mampu membayar iuran.
Selanjutnya menyangkut kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan
dilakukan secara bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk. Pentahapan
sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014paling sedikit meliputi :
a. PBI Jaminan Kesehatan
b. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan
dan anggotakeluarganya
c. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Polri dan anggota
keluarganya
d. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi Kesehatan
Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya
e. Peserta Jaminan Pemeliharaan KesehatanPerusahaan Persero (Persero)
Jaminan SosialTenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan anggota keluarganya

2. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS
Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.
2.8.3. Fasilitas Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Menurut Permenkes Nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada
Jaminan Kesehatan Nasional Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan,
baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat. Adalah hal yang baru dan
inofatif

dalam era JKN dimana Fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan untuk peserta JKN disebut dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). FKTP
dimaksud adalah:
1. Puskesmas atau yang setara
2. Praktik Dokter
3. Praktik dokter gigi
4. Klinik Pratama atau yang setara,
5. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara
Dari hal di atas kita sudah dapat melihat bahwa kedudukan dan posisi
puskesmas di era JKN ini benar-benar sudah harus merevitalisasi diri menghadapi
tantangan yang ada menyangkut pelayanan kesehatan yang maksimal dan
ketersediaan alat kesehatan yang memadai sesuai standard.

2.8.4. Sumber Daya Manusia pada Puskesmas
Berdasarkan Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
masyarakat disebutkan dan dijelaskan bahwa :
1.

Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non
kesehatan.

2.

Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan sebagaimana
dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah
pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya,
karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja.

3.

Jenis Tenaga Kesehatan paling sedikit terdiri atas :
a. Dokter atau dokter layanan primer
b. Dokter gigi
c. Perawat
d. Bidan
e. Tenaga kesehatan masyarakat
f. Tenaga kesehatan lingkungan
g. Ahli teknologi laboratorium medik
h. Tenaga gizi dan
i. Tenaga kefarmasian.

4.

Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan,
administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di
puskesmas.

5.

Tenaga kesehatan di puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak
pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan
memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.

6.

Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas harus memiliki surat izin
praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.8.5. Obat dan Alat Kesehatan Puskesmas
Aturan serta ketentuan pelayanan obat, penyediaan obat serta penggunaan
obat diatur pada pada Permenkes No. 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan
program Jaminan Kesehatan Nasional dimana :
1. Pelayanan obat
a. Pelayanan obat untuk Peserta JKN di FKTP dilakukan oleh apoteker di
instalasi farmasi klinik pratama/ruang farmasi di Puskesmas/apotek sesuai
ketentuan perundang-undangan. Dalam hal di puskesmas belum memiliki
apoteker maka pelayanan obat dapat dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian
dengan pembinaan apoteker dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b. Pelayanan obat untuk Peserta JKN di FKRTL dilakukan oleh apoteker di
instalasi farmasi rumah sakit/klinik utama /apotek sesuai ketentuan
perundang-undangan.

c. Pelayanan obat untuk peserta JKN pada fasilitas kesehatan mengacu pada
daftar obat yang tercantum dalam Fornas dan harga obat yang tercantum
dalam e-katalog obat.
d. Pengadaan obat menggunakan mekanisme e-purchasing berdasarkan ekatalog atau bila terdapat kendala operasional dapat dilakukan secara manual.
e. Dalam hal jenis obat tidak tersedia di dalam Formularium Nasional dan
harganya tidak terdapat dalam e-katalog, maka pengadaannya dapat
menggunakan mekanisme pengadaan yang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
2. Penyediaan obat
Penyediaan obat di fasilitas kesehatan dilaksanakan dengan mengacu kepada
Fornas dan harga obat yang tercantum dalam e-katalog obat. Pengadaan obat
dalam e-katalog menggunakan mekanisme e-purchasing, atau bila terdapat
kendala perasional dapat dilakukan secara manual. Dalam hal jenis obat tidak
tersedia dalam Fornas dan harganya tidak terdapat dalam e-katalog, maka
pengadaannya dapat menggunakan mekanisme pengadaan yang lain sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.
3. Penggunaan obat di luar formularium nasional
Pada pelaksanaan pelayanan kesehatan, penggunaan obat disesuaikan dengan
standar pengobatan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila dalam
pemberian pelayanan kesehatan, pasien membutuhkan obat yang belum tercantum
di formularium nasional, maka

dapat diberikan dengan ketentuan sebagai

berikut:
a. Penggunaan obat di luar formularium nasional di FKTP dapat digunakan
apabila sesuai dengan indikasi medis dan sesuai dengan standar pelayanan
kedokteran yang biayanya sudah termasuk dalam kapitasi dan tidak boleh
dibebankan kepada peserta.
b. Penggunaan obat di luar Formularium nasional di FKRTL hanya
dimungkinkan setelah mendapat rekomendasi dari Ketua Komite Farmasi dan
Terapi dengan persetujuan Komite Medik atau Kepala/Direktur Rumah Sakit
yang biayanya sudah termasuk dalam tarif INA CBGs dan tidak boleh
dibebankan kepada peserta.
Alat kesehatan pada puskesmas sesuai dengan Permenkes No.75 tahun 2014
diatur sesuai dengan jenis ruangan layanan kesehatan yang ada yakni :
a. Ruangan Pemeriksanaan Umum
b. Ruangan Tindakan dan Ruangan Gawat Darurat
c. Ruangan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), KB dan Imunisasi
d. Ruangan Persalinan
e. Ruangan Rawat Pasca Persalinan
f. Ruangan Kesehatan Gigi dan Mulut
g. Ruangan Promosi Kesehatan
h. Ruangan ASI
i. Laboratorium
j. Ruangan Farmasi

k. Ruangan Rawat Inao
l. Ruangan Sterilisasi
2.8.6. Keuangan pada JKN
Menurut Permenkes Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional dimana diatur tentang :
1. Dana Kapitasi ; adalah besaran pembayaran per bulan yang dibayar di muka
kepada FKTP oleh BPJS Kesehatan berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar
tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.
2. Pengelolaan Dana Kapitasi ; adalah tata cara penganggaran, pelaksanaan, penata
usahaan dan pertanggungjawaban dana kapitasi yang diterima oleh FKTP dari
BPJS Kesehatan.

2.9. Pelayanan Kesehatan pada JKN
Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan
kesehatan yang bersifat menyeluruh (comprehensive) berdasarkan kebutuhan medis
yang diperlukan. Pelayanan kesehatan dalam program JKN diberikan secara
berjenjang, efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali
biaya.
Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan
atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat
ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua

atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.
2.9.1. Pelayanan Promotif dan Preventif Puskesmas
Pelayanan promotif dan preventif yang diberikan puskesmas meliputi:
1. Penyuluhan kesehatan perorangan
2. Penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup
bersih dan sehat
3. Imunisasi dasar
a. Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB(DPT-HB), Polio, dan Campak.
4. Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan
tubektomi bekerjasama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.
5. Skrining kesehatan,diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi
risiko

penyakit

dan

mencegah

dampak

lanjutan

dari

risiko

penyakit

tertentu.Ketentuan mengenai tata cara pemberian pelayanan skrining kesehatan
jenis penyakit, dan waktu pelayanan skrining kesehatan diatur dengan Peraturan
Menteri.
6. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh
pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
7. Senam sehat.
8. Deteksi dini kanker leher rahim.
9. Screening kesehatan.

2.9.2. Pelayanan Kuratif dan Rehabilitatif
Sedangkan pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang diberikan meliputi :
1.

Administrasi pelayanan.

2.

Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

3.

Tindakan medis non spesialistik, baik operatifmaupun non operatif

4.

Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

5.

Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis

6.

Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama.

7.

Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi

2.10. Monitoring dan Evaluasi
2.10.1. Monitoring
Pengertian monitoring berdasarkan ensiklopedia bebas dari Wikipedia
adalah “pemantauan”, adalah pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai kesadaran
(awareness) tentang apa yang ingin diketahui, pemantauan berkadar tingkat tinggi
dilakukan agar dapat membuat pengukuran melalui waktu yang menunjukkan
pergerakan ke arah tujuan atau menjauh dari itu. Monitoring akan memberikan
informasi tentang status dan kecenderungan bahwa pengukuran dan evaluasi yang
diselesaikan berulang dari waktu ke waktu, pemantauan umumnya dilakukan untuk
tujuan tertentu, untuk memeriksa terhadap proses berikut objek atau untuk
mengevaluasi kondisi atau kemajuan menuju tujuan hasil manajemen atas efek

tindakan dari beberapa jenis antara lain tindakan untuk mempertahankan manajemen
yang sedang berjalan.
Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan
atas objektif program/memantau perubahan, yang fokus pada proses dan keluaran.
Monitoring menyediakan data dasar untuk menjawab permasalahan, sedangkan
evaluasi adalah memposisikan data-data tersebut agar dapat digunakan dan
diharapkan memberikan nilai tambah.
Subarsono (2005) menyebutkan bahwa dalam membutuhkan data dan
informasi sebagai bahan untuk melakukan penilaian terhadap proses implementasi
kebijakan diperlukan metode sebagai berikut :
a. Metode Dokumentasi, yakni dari berbagai laporan kegiatan, seperti laporan
tahunan/semseteran/bulanan.
b. Metode Survei, seperangkat instrumen pertanyaan disiapkan sebelum melakukan
survei, tujuannya menjaring data dari stokeholders, terutama kelompok sasaran.
c. Metode observasi lapangan, mengamati data empiris di lapangan dan bertujuan
untuk lebih meyakinkan dalam membuat penilaian tentang proses dari kebijakan.
d. Metode wawancara pada para stakeholders, pedoman wawancara yang
menanyakan berbagai aspek yang berhubungan dengan implementasi kebijakan
perlu dipersiapkan.
e. Metode campuran, misalnya antara metode dokumentasi dan survei, atau metode
survei dan observasi, atau dengan menggunakan ketiga atau bahkan keempat
metode di atas

f. Fokus Group Discusson (FGD), melakukan pertemuan dan diskusi dengan para
stakeholder yang bervariasi. Dengan cara demikian maka berbagai informasi yang
lebih valid akan dapat diperoleh melalui cross check data dan informasi dari
berbagai sumber
BPJS Kesehatan menyebutkan fungsi monitoring adalah sebagai berikut :
1. Ketaaatan

(Compliance)

Monitoring

menentukan

apakah

tindakan

administrator,staf dan semua yang terlibat mengikuti standar dan prosedur yang
telah ditetapkan
2. Pemeriksaan (auditing), monitoring menetapkan apakah sumber dan layanan yang
diperuntukkan bagi pihak tertentu (target) telah mencapai mereka
3. Laporan (accounting), monitoring menghasilkan informasi yang membantu
menghitung hasil perubahan sosial dan masyarakat sebagai akibat implemetasi
kebijaksanaan sesudah periode waktu tertentu.
4. Penjelasan (explanation) Monitoring menghasilkan informasi yang membantu
menjelaskan bagaimana akibat kebijaksanaan dan mengapa antara perencanaan
dan pelaksanaannya tidak cocok.
Sedangkan prinsip prinsip monitoring menurut WHO (World Bank Group)
adalah sebagai berikut :
a. Monitoring harus dilakukan secara terus menerus
b. Monitoring harus menjadi umpan terhadap perbaikan kegiatan program organisasi
c. Monitoring harus memberi manfaat baik terhadap organisasi maupun terhadap
pengguna produk dan layanan

d. Monitoring harus dapat memotivasi staf dan sumberdaya lainnya untuk
berprestasi
e. Monitoring harus berorientasi pada peraturan yang berlaku
f. Monitoring harus objektuf
g. Monitoring harus berorientasi pada tujuan program.
2.10.2. Tujuan dan Manfaat Monitoring
Tujuan dan manfaat dari monitoring menurut Hikayat (2007) antara lain :
1. Mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan
rencana.
2. Mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi
3. Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan sudah
tepat untuk tujuan program
4. Mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh ukuran
kemajuan
5. Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah, tanpa menyimpang dari
tujuan.
Sedangkan manfaat monitoring adalah :
1. Bagi pihak penanggungjawab program
a. Sebagai salah satu fungsi manajemen yaitu pengendalian atau supervisi
b. Sebagai bentuk pertanggung jawaban (akuntabilitas) kinerja
c. Untuk menyakinkan pihak-pihak yang berkepentingan

d. Membantu penentuan langkah-langkah yang berkaitan dengan kegiatan
program selanjutnya
e. Sebagai dasar untuk melakukan monitoring dan evaluasi selanjutnya
2. Bagi pihak pengelola program
a. Membantu untuk mempersiapkan laporan dalam waktu yang singkat
b. Mengetahui kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dan menjaga
kinerja yang sudah baik
c. Sebagai dasar (informasi) yang penting untuk melakukan evaluasi program
Adapun tipe dan jenis monitoring adalah sebagai berikut :
1. Aspek masukan (input) program, antara lain mencakup tenaga manusia, dana,
bahan, peralatan, jam kerja, data, kebijakan,manajemen dan sebagainya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan program.
2. Aspek proses (aktifitas), yaitu aspek dari program yangmencerminkan suatu
proses kegiatan seperti penelitian, pelatihan,proses produksi, pemberian bantuan
dan sebagainya.
3. Aspek keluaran (output), yaitu aspek program yang mencakup hasil dari proses
yang terutama berkaitan dengan kuantitas (jumlah).
2.10.3. Evaluasi
Evaluasi adalah mempelajari kejadian, memberikan solusi untuk suatu
masalah, rekomendasi yang harus dibuat, menyarankan perbaikan. Namun tanpa
monitoring, evaluasi tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki data dasar untuk
dilakukan analisis, dan dikhawatirkan akan mengakibatkan spekulasi, oleh karena itu

Monitoring dan Evaluasi harus berjalan seiring sejalan, dimana tidak bisa hanya
melakukan evaluasi, atau hanya melakukan monitoring, seperti contohnya pada
sebuah program monitoring, tidak boleh dirancang tanpa diketahui bagaimana data
dan informasi akan dievaluasi dan tepat guna, sebab ketidakmampuan

dalam

mengumpulkan dan menyimpan data yang akan digunakan, monitoring adalah
kegiatan yang berkesinambungan.
Parsons (2005) menyebutkan kajian dalam studi evaluasi kebijakan meliputi
metode-metode sebagai berikut :
a. Evaluasi Desain Kebijakan, untuk menilai apakah alternatif-alternatif yang dipilih
sudah merupakan alternatif yang paling hemat dengan mengukur hubungan antara
biaya dengan manfaat (cost-benefit analysis), dll yang bersifat rasional dan
terukur.
b. Evaluasi Legitimasi kebijakan, untuk menilai derajat penerimaan suatu kebijakan
atau program oleh masyarakat/ stakeholder/ kelompok sasaran yang dituju oleh
kebijakan tersebut. Metode evaluasi diperoleh melalui jajak pendapat (pooling),
survery dan lain-lain.
c. Evaluasi Formatif yang dilakukan pada saat proses implementasi kebijakan
sedang berlangsung Tujuan evaluasi formatif ini utamanya adalah untuk
mengetahui seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan kondisikondisi apa yang dapat diupayakan untuk meningkatkan keberhasilannya. Dalam
istilah manajemen, evaluasi formatif adalah monitoring terhadap pengaplikasian

kebijakan. Evaluasi Formatif banyak melibatkan ukuran-ukuran kuantitatif
sebagai pengukuran kinerja implementasi.
d. Evaluasi Sumatif yang dilakukan pada saat kebijakan telah diimplementasikan
dan memberikan dampak .Tujuan evaluasi Sumatif ini adalah untuk mengukur
bagaimana efektifitas kebijakan/program tersebut member dampak yang nyata
pada problem yang ditangani.
2.10.4. Monitoring dan Evaluasi Program JKN
Permenkes Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional pada Bab VII, disebutkan dalam penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan Nasional berbagai pihak melaksanakan monitoring dan evaluasi sesuai
dengan kewenangan masing-masing. Para pihak yang melakukan monev yaitu
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN),
Kementerian

Kesehatan,

Badan

Perencanaan

dan

Pembangunan

Nasional

(BAPPENAS), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS)-Kes)
Selanjutnya monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan Jaminan
Kesehatan dimaksudkan agar tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, fasilitas kesehatan rujukan tingkat
lanjutan telah sesuai dengan kewenangan dan standar pelayanan medis yang
ditetapkan oleh menteri.
2.10.5. Aspek Monitoring Program JKN
Dalam pelaksanaan Monev penyelenggaraan JKN ada beberapa aspek yang
perlu di monitoring yaitu :

1. Kepesertaaan
2. Fasilitas Kesehatan
3. SDM Kesehatan
4. Obat dan Alat Kesehatan
5. Utilisasi Pelayanan dan Keuangan
6. Organisasi dan Kelembagaan.
Sedangkan untuk evaluasi penyelenggaraan JKN aspek yang akan di evaluasi
yaitu status kesehatan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, jaminan sosial, fiskal, dan
lain-lain. Monitoring penyelenggaraan pelayanan JKN oleh Kementerian Kesehatan
lebih di prioritaskan pada aspek fasilitas kesehatan, sumber daya manusia kesehatan,
obat dan alat kesehatan, utilisasi pelayanan.
2.10.6. Tim Monitoring-Evaluasi Penyelenggaraan Pelayanan JKN
Dalam

pelaksanaaan

monitoring

dan

evaluasi

(monev)

pelayanan

penyelenggaraan JKN yang menjadi kewenangan Kementerian Kesehatan dibentuk
Tim Monev Penyelenggaran JKN di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Tim Monev Penyelenggaraan Pelayanan JKN dibentuk secara internal dan lintas
program.Tim monev di tingkat pusat ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, sedangkan
Tim Monev penyelenggaraan Pelayanan JKN di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota
ditetapkan dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Dinas Kesehatan Kabupaten memiliki Tim Monitoring Evaluasi dalam program JKN
ini dibawah kontrol bidang pelayanan kesehatan yang memiliki tugas dan fungsi yang
berbeda.

2.10.6.1 Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten
1.

Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan, berdasarkan
asas otonomi daerah dan tugas pembantuan

2.

Merumuskan kebijakan tehnis dibidang kesehatan

3.

Menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang
kesehatan

4.

Pembinaaan dan pelaksanaan tugas dibidang kesehtan

5.

Pelaksanaan pelayanan tehnis administrasi ketatausahaan

6.

Pelaksanaan pengelolaan UPTD

7.

Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.

2.10.6.2. Tugas dan Fungsi Pelayanan Kesehatan
1.

Melaksanakan kegiatan dibidang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan
kesehatan khusus dan rujukan serta pengendalian dan pengawasan pelayanan
kesehatan.

2.

Pelaksanaan tugas dibidang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan
khusus dan rujukan serta pengendalian dan pengawasan pelayanan kesehatan.

3.

Pelaksanaan operasional dibidang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan
kesehatan khusus dan rujukan serta pengendalian dan pengawasan.

4.

Melaksanakan pembinaan pemberdayaan pengembangan dan peningkatan mutu
pelayanan kesehatan.

5.

Pengendalian dan pengawasan pelayanan kesehatan yang masih menjadi
tanggung jawab Dinas Kesehatan.

6.

Pelaksanaan kegiatan rencana kebutuhan obat-obatan dan alat-alat kesehatan
serta pembinaan pengawasan pengelolaan obat-obatan pada puskesmas.

2.10.6.3.Tugas dan Fungsi Tim Monitoring dan Evaluasi
1. Membantu pimpinan dalam melaksanakan perencanaan program kegiatan
2. Membantu meneliti dan melaksanakan rencana kegiatan yang sudah dibuat
3. Memantau kualitas hasil capaian program
4. Mengawasi perencanaan yang sudah dibuat
5. Mencari mpenyelesaian masalah yang dihadapi

2.11. Landasan Teori
Menurut WHO 2011 dalam

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan

Fakultas Kedokteran Univeristas Gadjah Mada 2013, menjelaskan kerangka kerja
yang komprehensif menyangkut Monitoring dan Evaluasi (ME) Umum dalam hal
melakukan Monitoring dan Evaluasi suatu program diuraikan dalam bentuk matriks
sebagai berikut :

Tabel 2.1. Kerangka Kerja Monitoring dan Evaluasi (ME) Umum WHO

Domain
Indikator

Pengumpulan
Data

Input dan
Proses
• Regulasi
Pemerintah
• Keuangan
• Infrastruktur
• Dukungan
Kesehatan
• Rantai Suplai
• Informasi
• Administratif
(Kebijakan,
Sistem
Keuangan,
Catatan &
Databse,
Infrastruktur,
Obat, dll)

Keluaran
(Out2.1put)
• Akses
Interfensi dan
Kesiapan
Layanan
• Keselamatan
& Mutu
Intefensi
Penilaian
Fasilitas ;
Kesiapan
Layanan

Hasil
(Outcome)
• Cakupan
Interfensi
• Faktor dan
Kebiasaan
Penanganan
Resiko

Dampak
(Impact)
• Meningkatnya
Derajat dan
Persamaan
Kesehatan
• Perlindungan
Resiko Sosial
& Keuangan
• Ketanggapan
Survey Berbasis Populasi
(Cakupan, Stastus Kesehatan,
Persamaaan, Proteksi Resiko,
Ketanggapan)

Sumber : WHO-2011
Sedangkan WHO dan World Bank Group 2014, menyebutkan perihal
kerangka kerja (framework) prinsip-prinsip arahan dalam melakukan monitoring
progress terhadap kebijakan program Universal Health Coverage (UHC) sebagai
berikut :
1. Kerangka kerja harus terdiri dari dua hal yang saling berhubungan tetapi dengan
ukuran yang terpisah ; cakupan penduduk dengan layanan kesehatan dasar dengan
cakupan penduduk dengan proteksi keuangan. Kedua ukuran tersebut harus diukur
secara simultan atau bersamaan.
2. Ukuran cakupan harus terdiri dari spektrum penuh dari pada interfensi kesehatan
dasar, promosi, pencegahan, tindakan, rehabilitasi, keringan dan yang berkaitan
dengan biaya.

3. Ukuran cakupan dengan layanan kesehatan dan perlindungan keuangan haruslah
memberi manfaat kepada seluruh penduduk, semua usia maupun jenis kelamin.
4. Ukuran harus mampu menjawab semua tingkatan dari sistem kesehatan yang ada.
Hal yang sama juga untuk mengukur proteksi keuangan harus bisa meliputi semua
tingkatan dari sistem kesehatan dikarenakan biaya layanan kesehatan yang besar
dan luas bisa saja terjadi.
5. Ukuran global harus bisa relevan untuk semua negara, tidak peduli seberapa besar
pendapatan nasionalnya. Hal ini berbeda dengan kesehatan yang terkait dengan
Millenium Development Goals (MDG) yang lebih berfokus pada jenis dan
tingkatan pendapatan nasional masing-masing negara.
6. Ukuran harus nya bisa dipilah berdasarkan sosioekonomi dan starata demografi
dengan tujuan untuk memudahkan dalam hal penilaian (assesment) distrubusi
layanan serta perlindungan keuangan yang adil.
2.12. Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori yang telah ada maka kerangka berpikir untuk
penelitian ini dapat ditunjukkan dalam skema berikut ini :
Input
• Kebijakan
• Fasilitas Kesehatan
• SDM kesehatan
• Obat dan alat kesehatan
• Keuangan

Proses
• Pelayanan
Kesehatan

Output
• Akses dan Utilisasi
Pelayanan
Kesehatan

Gambar 2.1. Skema Kerangka Berpikir

2.13. Terminologi Konsep
Penetapan fokus dapat dilakukan berdasarkan permasalahan penelitian
(Sugiyono, 2010). Dengan mengacu pada kerangka berpikir, maka peneliti
mengarahkan fokus penelitian pada variabel monitoring sebagai berikut :
1. Kebijakan : Peraturan pelaksanaan sebagai dasar penyelenggaraan Jaminan Sosial
termasuk Jaminan Kesehatan
2. Fasilitas Kesehatan : Fasilitas kesehatan yang digunakan dalam memberikan
pelayanan kesehatan antara badan penyelengara yang satu dengan penyelenggara
yang lain berbeda-beda
3. SDM Kesehatan : tatanan yang menghimpun berbagai upaya perencanaan,
pendidikan dan pelatihan serta terpadu dan saling mendukung guna menjamin
tercapinya derajat kesehatan yang setinggi - tingginya.
4. Obat dan alat kesehatan : bahan, instrument yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit.
5. Keuangan : Pengelola keuangan jaminan kesehatan perlu dilakukan dalam rangka
: (i) memastikan tersedianya dana yang cukup dan berkelanjutan (ii) terjadinya
harga yang wajar dalam membayar pelayanan kesehatan (iii) memastikan
pengelolaan dana yang efisien dan manajemen resiko yang baik atas pengelolan
aktiva dan kewajiban (iv) pertanggung jawaban pencatatan dan pelaporan.