Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Teh Hijau (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dan Uji Efektivitas Penyembuhan Luka Sayat pada Tikus Putih

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Klasifikasi tanaman teh hijau

Menurut Rukmana dan Herdi (2015), sistematika (toksonomi) tanaman, tanaman teh diklasifikasikan sebagai berikut:

Kindom : Plantea

Diviso : Spermatophyta (tumbuhan biji)

Sub Divisio : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka) Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah) Subkelas : Dialypetalae

Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales) Famili (suku) : Camelliaceae (Theaceae) Genus (marga) : Camellia

Spesies : Camellia sinensis L. Varietas : Sinensis

2.1.2 Morfologi tanaman teh hijau

Secara umum tanaman teh berbentuk tumbuhan kecil terpadu. Tinggi tanaman secara alami dapat mencapai belasan meter. Namun, tanaman teh diperkebunan selalu dipangkas untuk memudahkan pemetikan, sehingga tingginya hanya antara 90-120 cm. Secara terinci, morfologi tumbuhan teh dicirikan dengan struktur bagian tanaman sebagai berikut:

1. Akar dan batang. Secara umum tanaman teh berakar dangkal, peka terhadap keadaan fisik tanah, dan cukup sulit untuk dapat menembus lapisan tanah yang


(2)

dalam. Akar tanaman teh berupa akar tunggang dan mempunyai banyak akar cabang. Apabila akar tunggangnya putus, maka akar–akar cabang akan menggantikan fungsinya dengan arah tumbuh yang semula melintang (horizontal) menjadi kebawah (vertikal). Batang tanaman teh tumbuh tegak, berkayu tingginya antara 3–5 m atau lebih hingga 20 m, banyak bercabang, dan membentuk semak.

2. Daun. Daun berbentuk jorong atau tegak bulat telur terbalik atau lenset. Tepi daun bergerigi. Daun tunggal dan letaknya hampir berseling. Tulang daun menyirip. Permukaan atas daun muda berbulu halus, sedangkan permukaan bawah bulunya hanya sedikit. Pada umumnya panjang daun 6 -18 cm dan lebar 2-6 cm serta bertangkai pendek. Daun teh memiliki bau (aroma) yang khas dengan cita rasa agak sepat. Daun–daun baru yang mulai tumbuh setelah pemangkasan lebih besar daripada daun–daun yang terbentuk sesudahnya. ucuk dan ruasnya berambut, daun tua bertekstur seperti kulit, permukaan atasnya berkilat, dan berwarna hijau kelam.

3. Bunga. Tanaman teh berbunga sempurna tumbuh pada ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga bergabung menjadi satu, berkelamin dua, bergaris tengah 3–4 cm, warnanya kuning, dan berbau harum. Bunga memiliki daun bunga (calyx) dan mahkota bunga (corolla). Daun bunga berjumlah 5 sepal dan mahkolta bunga 5 petal serta berbentuk lonjong cekung. Tangkai sarinya panjang dengan benang sari (anthera) kuning bersel kembar, meninjol 2-3 milimeter ke atas. Putik bertangkai panjang atau pendek dan pada kepalanya terdapat tiga buah sirip. Benang sarinya berjumlah 100–200 tangkai. Sekitar 2


(3)

persen dari seluruh bunga pada satu batang tanaman teh berhasil membentuk biji. Penyerbukan buatan (artificial pollination) dapat meningkatkan jumlah buah sampai 14 persen.

4. Buah dan biji. Buahnya berupa buah kotak. Berdinding tebal, dan pecah menurut ruang. Buah yang masih muda berwarna hijau dan setelah tua menjadi cokelat kehitaman. Bijinya keras, berwarna cokelat, beruang tiga, berkulit tipis berbentuk bundar di satu sisi, dan datar di sisi yang lain. Buah yang masak dan kering akan pecah dengan sendirinya, serta bijinya ikut keluar. Dalam satu buah berisi 1–6 biji, tetapi rata –rata 3 biji. Biji mengandung minyak dengan kadar yang tinggi, yaitu 20% dari berat biji (Rukmana dan Herdi, 2015).

2.1.3 Kandungan kimia teh

Kandungan kimia didalam daun teh dikelompokkan menjadi 4 kelompok besar, yaitu:

1. Substansi fenol. Komponen fenol dalam daun teh segar dan muda mencapai 25-35% dari keseluruhan bahan kering daun. Substansi fenol dalam daun teh yaitu, tanin atau katekin dan flavanol.

2. Substansi bukan fenol yaitu, karbohidrat, pektin, Alkaloid, protein dan asam- asam amino, klorofil, asam organik, resin, vitamin-vitamin dan mineral.

3. Substansi aromatis yaitu, fraksi karboksilat, fenolat, karbonil dan fraksi netral bebas karbonil.

4. Enzim yang terdapat dalam daun teh adalah invertase, amilase, β

glukosidase, oksimetalase, protease dan peroksidase (Rukmana dan Herdi, 2015).


(4)

2.1.4 Khasiat produk teh

Berdasarkan penelitian produk teh memiliki multi khasiat diantaranya: meningkatkan kerja otak dan memperkuat pikiran, mencegah serangan jantung, membantu mengusir bau mulut, meningkatkan memori dan menjaga daya ingat, mencegah sakit gigi, membantu melawan penuaan dan menjaga awet muda, menjaga kesehatan kulit, menghindari resiko kebotakan, menjaga kesehatan rambut, membersihkan jerawat, minuman penurun berat badan, mencegah penyakit diabetes, mencegah kanker, menekan darah tinggi dan menstabilkan tekanan darah, merangsang sistem kekebalan tubuh, mencegah terjadinya keracunan makanan dan meningkatkan kesuburan pada wanita (Rukmana dan Herdi, 2015).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung oleh simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah diserap oleh pelarut, karena itu pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar susah diserap oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai halus (Ditjen, POM., 2000).

Menurut Depkes (Ditjen, POM., 2000). ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara.


(5)

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi kinetic sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian terhadap maserat pertama dan selanjutnya remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pengembangan bahan, maserasi antara, dan perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat. 3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus, sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dan adanya pendingin balik.

5. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu 40-500C.


(6)

6. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C) selama waktu tertentu biasanya 15-20 menit.

7. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Gel

Gel merupakan suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan. Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi. Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika massa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda maka gel ini dikelompokkan dalam dua fase (Ansel, 1989).

Polimer–polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel–gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pectin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan– bahan sintesis dan semi sintesis seperti metil selulosa, hidroksimetilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintesis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel


(7)

(Lachman, dkk., 1994).

Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan hidrofilik. 1. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik. Bila ditambahkan kedalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989). 2. Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari moleikul organik dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut (air). Umumnya daya tarik menarik pada pelarut bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Voigt,1994).

Keuntungan sediaan gel :

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voight, 1994) adalah sebagai berikut: • Kemampuan penyebarannya baik pada kulit

• Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit • Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

• Kemudahan pencuciannya dengan air baik • Pelepasan obatnya baik.

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan


(8)

bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial disamping penggunaan bahan-bahan seperti balsam, khususnya untuk basis in sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang dilakukan adalah perlindungan terhadap penguapan yaitu untuk menghindari masalah pengeringan. Oleh karena itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian kedalam botol, meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan (Voigt, 1994).

2.4 Komponen Dalam Sediaan Gel Dari Ekstrak Etanol Daun Teh Hijau 2.4.1 Karbomer

Karbomer dengan nama resmi carboxy polymethylene memiliki rumus molekul C10-C30 alkyl acrylates cross polymer. Karbomer memiliki beberapa

nama yang biasa digunakan, seperti carbopol, acitamer, acrylic acid polymer, carboxyvinyl polymer. Struktur dari karbomer dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur karbomer (Rowe, et al., 2009).

Karbomer berbentuk serbuk hablur putih, sedikit berbau khas, dan higroskopis sehingga perlu di simpan dalam wadah yang tertutup baik. Karbomer larut dalam air hangat, etanol, dan gliserin (Rowe, et al., 2009).

C C

C C O

OH H H


(9)

Karbomer merupakan polimer dengan berat molekul 104.400 g/mol dari asam akrilik yang berikatan silang dengan eter dari pentaeritritol. Karbomer merupakan basis gel yang kuat, sehingga penggunaaanya hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit, yakni sekitar 0,5 – 1%. Ph karbomer yaitu 2,5-4,0.

Karbomer didispersikan kedalam air membentuk larutan asam yang keruh kemudian dinetralkan dengan basa kuat seperti sodium hidroksida, trietanolamin, atau dengan basa anorganik lemah (contoh: ammonium hidroksida), sehingga akan meningkatkan konsistensi dan mengurangi kekeruhan (Barry, 1983 ; Rowe et al., 2009).

2.4.2 Propilen glikol

Propilen glikol atau 1,2-hidroksipropana, 2-hidroksipropanol, metil etilenglikol, metil glikol dan propana-1,2-diol memiliki rumus molekul C3H8O2.

Struktur dari propilen glikol dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur propilen glikol (Rowe, et al., 2009).

Propilen glikol merupakan larutan jernih atau sedikit berwarna, kental dangan rasa agak manis. Propilen glikol yang memiliki berat molekul sebesar 76,09 g/mol larut dalam kloroform, etanol, gliserin, dan air. Penyimpanan

propilen glikol dalam wadah tertutup baik, suhu rendah (Rowe, et al., 2009). OH

H3C


(10)

Propilen glikol berfungsi sebagai pengawet, antibakteri, disinfektan, humektan dan pelarut (Rowe et al, 2009). Propilen glikol dapat menahan lembab, memungkinkan kelembutan dan daya sebar yang tinggi dari sediaan, dan melindungi gel dari kemungkinan pengeringan (Voigt, 1984).

2.4.3 Metil paraben

Metil paraben memiliki berat molekul sebesar 152,15 g/mol dengan rumus molekul C8H803. Metil paraben atau metil ester asam 4-hidroksibenzoat, metil

p-hidroksibenzoat, nipagin M, uniphe p-23 memiliki struktur yang dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur metil paraben (Rowe, et al., 2009).

Metil paraben merupakan hablur atau serbuk tidak berwarna, atau kristal putih, tidak berbau atau berbau khas lemah yang mudah larut dalam etanol dan eter, praktis tidak larut dalam minyak,dan larut dalam 400 bagian air (Rowe, et al., 2009).

Metil paraben digunakan secara luas sebagai bahan pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasi. Golongan paraben efektif pada rentang pH yang luas dan mempunyai aktivitas antimikroba pada spektrum

OCH3 O


(11)

yang luas, meskipun paraben paling efektif melawan kapang dan jamur. Pada sediaan topikal umumnya metil paraben digunakan dengan konsentrasi antara 0,02-0,3% (Rowe, et al., 2009).

2.4.4 Gliserin

Gliserin pada umumnya digunakan sebagai humektan dan emolien. Gliserin memiliki ciri-ciri: larutan jernih, tidak bewarna, tidak berbau, kental, mempunyai rasa manis. Gliserin digunakan sebagai pembawa gel 5 – 15%, sebagai humektan < 30% (Rowe, et al., 2009).

Gambar 2.4 Struktur Gliserin (Rowe, et al., 2009). 2.4.5 Trietanolamin

Trietanolamin dengan rumus molekul C6H15NO3 memiliki sinomin TEA,

tealan,trihidroksitrietilamin. Trietanolamin memiliki berat molekul sebesar 149,19 g/mol dengan struktur dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.5 Struktur Trietanolamin (Rowe, et al., 2009).

Trietanolamin berupa cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, dengan bau mirip amoniak, perlu disimpan dalam wadah tertutup baik. Trietanolamin larut dalam air, etanol, dan klorofom (Rowe et al., 2009).

HO

OH

OH

OH

HO


(12)

Trietanolamin digunakan secara luas pada formulasi sediaan topikal. Trietanolamin akan bereakasi dengan asam mineral menjadi bentuk garam kristal dan ester dengan adanya asam lemak tinggi. Trietanolamin dapat berubah menjadi warna coklat dengan paparan udara dan cahaya. Kegunaannya adalah sebagai penstabil karbopol (Rowe, et al.,2009).

2.5 Kulit

Kulit merupakan organ besar yang berlapis-lapis, menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan. Merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat 5% dari berat total badan. Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan hipodermis (Lachman, dkk., 1994).


(13)

2.6 Bagian-bagian Kulit 2.6.1 Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan tidak terdapat pembuluh darah. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4 - 6 minggu.

Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit. Fungsi Epidermis: Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).

Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam):

a. Stratum Korneum: terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.

b. Stratum Lusidum: biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

c. Stratum Granulosum: ditandai oleh 3 - 5 lapis sel poligonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.

d. Stratum Spinosum: terdapat berkas-berkas filamen yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting


(14)

untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. e. Stratum Basale (Stratum Germinativum): terdapat aktifitas mitosis yang

hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.

2.6.2 Dermis

Merupakan bagian yang paling penting di kulit. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.

Dermis terdiri dari dua lapisan:

a. Lapisan papiler: tipis mengandung jaringan ikat jarang. b. Lapisan retikuler: tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi dermis adalah sebagai struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.

2.6.3 Subkutis

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi subkutis/hipodermis adalah


(15)

sebagai pelekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

2.6.4 Vaskularisasi kulit

Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papila dermis, tiap papila dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrien dari dermis melalui membran epidermis.

epidermis terdiri atas :

a. Stratum korneum (lapisan tanduk)

Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa sel yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

b. Stratum lusidum

Stratum lusidum terdapat langsung di bawah stratum korneum, merupakan lapisan sel tanpa inti.

c. Stratum granulosum

Statum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel diantaranya.

d. Statum granulosum terdiri atas beberapa sel berbentuk poligonal. e. Stratum basalis terdiri atas sel–sel kubus yang tersusun vertikal dan


(16)

Dermis atau korium merupakan serabut kolagen yang bertanggung jawab untuk sifat–sifat penting dari kulit. Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, folikel rambut, kelenjar lemak, kelenjar keringat, otot dan serabut saraf (Anief, 2000).

Lapisan sub kutan (hipodermis) merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah lapisan adipose, yang memberikan bantalan dan isolator panas (Anief, 2000).

2.7 Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insensible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh


(17)

darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.

2.8 Luka

Luka merupakan suatu gangguan normal lepasnya integritas epitel kulit diikuti oleh gangguan struktur dari anatomi dan fungsinya(Yuliani, 2012).

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka dapat dibagi menjadi 4 jenis: a. Stadium I, luka superfisial (Non-Blanching Erithema): yaitu luka yang

terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II, luka partial thickness: yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. c. Stadium III, luka full thickness: yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi

kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV, luka full thickness: yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas (Baroroh, 2011). Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2009). Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling (Arisanty, 2013).


(18)

eritema, hangat pada kulit, udema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4 setelah terjadinya luka. Terjadi peningkatan aliran darah ke daerah luka. Bersamaan dengan aliran darah, terjadi juga aliran fibrin untuk menutup pembuluh darah yang luka dan melindungi adanya infeksi bakteri. Pada fase ini, juga terjadi pengerahan sel darah putih, monosit, dan makrofag yang berfungsi untuk memakan mikroorganisme dan sisa sel-sel yang mati (Dewi, dkk., 2013).

Fase berikutnya adalah fase proliperasi (perlekatan). Fase ini umumnya berlangsung pada hari ke-5 sampai ke-20. Pada fase ini fibroblas membentuk kolagen dan jaringan ikat. Di sini juga terjadi pembentukan kapiler baru yang dimulai saat terjadi peradangan (Dewi, dkk., 2013). Proses ini sangat penting, karena tidak ada jaringan baru yang dapat dibentuk tanpa suplai oksigen dan nutrient yang dibawa oleh pembuluh darah yang baru (Boyle, 2009). Proses ini menandakan terjadinya kesembuhan yang dimulai dari adanya pertumbuhan kapiler dan pertumbuhan jaringan granula yang dimulai dari dasar luka. Proses granulasi berjalan seiring dengan proses reepitelisasi. Sampai pada tahap akhir proses ini akan terjadi proses epitelisasi pada permukaan luka. Luka akan berkembang menjadi keropeng yang terdiri dari plasma yang bercampur dengan sel-sel mati (Dewi, dkk., 2013).

Fase selanjutnya adalah fase pematangan atau fase diferensiasi atau fase remodeling yang dapat berlangsung di atas 21 hari sampai lebih dari 2 bulan bahkan beberapa tahun setelah luka. Pada fase ini terjadi ikatan kolagen yang mengawetkan jaringan bekas luka dan proses epitelisasi yang melapisi kulit (Dewi, dkk., 2013).


(1)

2.6 Bagian-bagian Kulit 2.6.1 Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan tidak terdapat pembuluh darah. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4 - 6 minggu.

Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit. Fungsi Epidermis: Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).

Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam):

a. Stratum Korneum: terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.

b. Stratum Lusidum: biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

c. Stratum Granulosum: ditandai oleh 3 - 5 lapis sel poligonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.

d. Stratum Spinosum: terdapat berkas-berkas filamen yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting


(2)

untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. e. Stratum Basale (Stratum Germinativum): terdapat aktifitas mitosis yang

hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.

2.6.2 Dermis

Merupakan bagian yang paling penting di kulit. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.

Dermis terdiri dari dua lapisan:

a. Lapisan papiler: tipis mengandung jaringan ikat jarang. b. Lapisan retikuler: tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi dermis adalah sebagai struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.

2.6.3 Subkutis

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi subkutis/hipodermis adalah


(3)

sebagai pelekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

2.6.4 Vaskularisasi kulit

Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papila dermis, tiap papila dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrien dari dermis melalui membran epidermis.

epidermis terdiri atas :

a. Stratum korneum (lapisan tanduk)

Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa sel yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

b. Stratum lusidum

Stratum lusidum terdapat langsung di bawah stratum korneum, merupakan lapisan sel tanpa inti.

c. Stratum granulosum

Statum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel diantaranya.

d. Statum granulosum terdiri atas beberapa sel berbentuk poligonal. e. Stratum basalis terdiri atas sel–sel kubus yang tersusun vertikal dan


(4)

Dermis atau korium merupakan serabut kolagen yang bertanggung jawab untuk sifat–sifat penting dari kulit. Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, folikel rambut, kelenjar lemak, kelenjar keringat, otot dan serabut saraf (Anief, 2000).

Lapisan sub kutan (hipodermis) merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah lapisan adipose, yang memberikan bantalan dan isolator panas (Anief, 2000).

2.7 Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insensible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh


(5)

darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.

2.8 Luka

Luka merupakan suatu gangguan normal lepasnya integritas epitel kulit diikuti oleh gangguan struktur dari anatomi dan fungsinya(Yuliani, 2012).

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka dapat dibagi menjadi 4 jenis: a. Stadium I, luka superfisial (Non-Blanching Erithema): yaitu luka yang

terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II, luka partial thickness: yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. c. Stadium III, luka full thickness: yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi

kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV, luka full thickness: yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas (Baroroh, 2011). Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2009). Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling (Arisanty, 2013).


(6)

eritema, hangat pada kulit, udema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4 setelah terjadinya luka. Terjadi peningkatan aliran darah ke daerah luka. Bersamaan dengan aliran darah, terjadi juga aliran fibrin untuk menutup pembuluh darah yang luka dan melindungi adanya infeksi bakteri. Pada fase ini, juga terjadi pengerahan sel darah putih, monosit, dan makrofag yang berfungsi untuk memakan mikroorganisme dan sisa sel-sel yang mati (Dewi, dkk., 2013).

Fase berikutnya adalah fase proliperasi (perlekatan). Fase ini umumnya berlangsung pada hari ke-5 sampai ke-20. Pada fase ini fibroblas membentuk kolagen dan jaringan ikat. Di sini juga terjadi pembentukan kapiler baru yang dimulai saat terjadi peradangan (Dewi, dkk., 2013). Proses ini sangat penting, karena tidak ada jaringan baru yang dapat dibentuk tanpa suplai oksigen dan nutrient yang dibawa oleh pembuluh darah yang baru (Boyle, 2009). Proses ini menandakan terjadinya kesembuhan yang dimulai dari adanya pertumbuhan kapiler dan pertumbuhan jaringan granula yang dimulai dari dasar luka. Proses granulasi berjalan seiring dengan proses reepitelisasi. Sampai pada tahap akhir proses ini akan terjadi proses epitelisasi pada permukaan luka. Luka akan berkembang menjadi keropeng yang terdiri dari plasma yang bercampur dengan sel-sel mati (Dewi, dkk., 2013).

Fase selanjutnya adalah fase pematangan atau fase diferensiasi atau fase remodeling yang dapat berlangsung di atas 21 hari sampai lebih dari 2 bulan bahkan beberapa tahun setelah luka. Pada fase ini terjadi ikatan kolagen yang mengawetkan jaringan bekas luka dan proses epitelisasi yang melapisi kulit (Dewi, dkk., 2013).