Fungsi Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Pegawai Pada Kantor Camat Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Dalam suatu kehidupan kelompok, mula-mula ada masa pertumbuhan atau

pembentukan. Masing-masing bersikap melihat dan menunggu apa yang akan
diperankan oleh setiap orang tersebut, dan mencoba melihat sampai dimana
dirinya bisa berpengaruh dalam kelompok. Jika seseorang sudah mulai
berkeinginan mempengaruhi orang lain, maka disini kegiatan kepemimpinan
mulai terlihat. Pengaruh dan kekuasaan mewarnai kegiatan kelompok tersebut,
dimana relevansi kekuasaan dan pengaruh tidak bisa dihindari dalam kegiatan
kepemimpinan. Pendapat lain mengatakan bahwa kepemimpinan adalah seseorang
yang mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan
pembuatan keputusan. Ada juga yang mengartikan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang
konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama.
Menurut George R. Terry (1960:493), bahwa kepemimpinan adalah aktivitas

untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan dalam mencapai tujuan
organisasi. Pemahaman tentang esensi kepemimpinan semakin diperkaya oleh
pengalaman orang-orang yang dalam perjalanan hidupnya diberi atau memperoleh
kesempatan untuk menduduki jabatan-jabatan pimpinan, baik pada tingkat rendah,
menengah, maupun tingkat puncak.

Maksudnya adalah penggabungan antara pemahaman teoritikal dan
empiris telah memberikan keyakinan yang semakin mendalam pada organisasi,
tentang pentingnya fungsi kepemimpinan dalam usaha organisasi untuk mencapai
tujuan dan berbagai sasarannya. Pemimpin harus menyadari bahwa dunia saat ini
dihadapkan pada lingkup yang tanpa batas, dan keberagaman akan membuat
organisasi semakin semarak. Keberagaman dari segi usia, ras, agama, dan
pengalaman akan memberikan sinergi terbaik bagi kemajuan organisasi.
Keberagaman akan membuat tiap-tiap orang mempunyai kualitas yang berbeda
dan kualitas tersebut akan bisa saling mengisi satu sama lainnya. Akibatnya,
organisasi akan lebih fleksibel dan adaptif dalam menghadapi berbagai benturan;
karena potensi yang dimiliki organisasi yang beranekaragam.
Menciptakan pemberdayaan, tim kerja yang solid, dan menghargai
keberagaman dalam organisasi akan gagal jika pemimpin dan anggota organisasi
masih terjebak di dalam paradigma lama yang lebih menekankan pada

pengawasan ketat, menciptakan stabilitas dan homogenitas. Masih banyak
pemimpin yang sering mengarahkan bawahannya seperti mengarahkan mesinmesin, sekali jadi dan sekali perintah. Hal tersebut sangat mustahil untuk
membawa orang-orang di dalam organisasi menjadi orang-orang yang handal dan
mempunyai kualitas prima, jika seorang pemimpin tidak menggunakan hati dan
sikap bijaknya untuk mengarahkan dan memberdayakan mereka. Manusia
mempunyai hati dan jiwa serta kebutuhan yang harus terpenuhi secara baik,
sehingga penghargaan manusiawi akan menjadi syarat utama untuk hasil yang
maksimal.

Pemimpin yang mempunyai perhatian tinggi, baik atas penyelesaian tugas
maupun atas hubungan manusiawi, akan lebih efektif memimpin, apalagi jika ia
berlaku sebagai orang yang dapat menolong bawahannya ketika berada dalam
kesulitan. Pemimpin yang bijaksana, penuh cinta, dan ketulusan akan
menciptakan komunikasi yang lebih terbuka, komunikasi dua arah yang akan
menghasilkan pemahaman bersama yang lebih baik. Pemimpin hadir bukan untuk
menanamkan beban dan kepedihan bawahannya. Akan tetapi, pemimpin hadir di
tengah-tengah mereka dengan membawa kesejahteraan, rasa aman, dan
penghargaan.
Pada zaman globalisasi yang melanda seluruh belahan dunia, tidak
diperlukan lagi seorang pemimpin yang berkuasa penuh atas orang lain dan

pemimpin yang hanya bisa mengeluarkan perintah, tetapi lebih dibutuhkan
seorang pemimpin yang menjadi sudi tauladan dan panutan terbaik, sebagai
fasilitator, rekan-kerja, dan penanggung resiko yang mempunyai visi untuk
menolong orang lain berkembang, belajar, berdaya guna, semakin teraktualisasi
serta mampu mencapai seluruh potensi dirinya secara penuh. Tim kerja,
kerjasama, pemberdayaan, inisiatif pegawai, dan komitmen untuk menghasilkan
kualitas dan pelayanan prima tidak bisa melalui perintah atau undang-undang.
Semuanya muncul secara alamiah dalam hati, jiwa, dan pikiran pegawai dalam
organisasi. Dalam hal ini, pemimpin harus mampu menciptakan perasaan bahwa
pegawai sangat dihargai, didengar aspirasinya, merupakan salah satu aset utama
yang perlu dikembangkan dan berdayakan sehingga mereka tidak akan
menganggap pencapaian kesuksesan semata-mata hanyalah untuk organisasi.

Pemimpin harus membangun arah dan visi organisasi yang jelas, sehingga
pegawai merasa mempunyai rasa keterarahan yang akan memunculkan komitmen
mereka untuk mewujudkan visi dan tujuan tersebut. Pemimpin harus mewariskan
dan menciptakan antusiame, harapan, optimis, serta mampu menyebarkannya
sehingga tertanam secara mendalam di benak para anggota organisasi seluruhnya
dari level yang paling rendah sampai level yang paling tinggi. Pemimpin juga
dituntut untuk mampu membangun kapasitas serta sinergi untuk menyatukan

seluruh potensi organisasi, sehingga energi yang berkekuatan besar tersebut
mengarah ke arah visi dan tujuan organisasi. Pemimpin juga dituntut untuk
mampu menciptakan budaya dan iklim organisasi, dimana kreativitas, integritas,
profesionalisme, komitmen, tanggung jawab, dan kualitas prima menjadi roh yang
mendarah daging di seluruh organisasi.
Kondisi dan situasi yang kondusif perlu diciptakan agar seluruh anggota
organisasi dapat mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya secara optimal.
Dibutuhkan keberanian untuk mengambil resiko, untuk menerima tanggung jawab
pribadi, dan untuk membiarkan serta mempercayai seluruh pegawainya. Saat ini
pemimpin tidak hanya dituntut untuk melihat pegawainya hanya sebagai faktor
produksi semata, tetapi pemimpin dituntut untuk mampu membangun keterlibatan
penuh dan rasa komunitas bersama, dimana pegawai mampu belajar dan
berkembang. Vince Lombardi dalam “Richard L. Daft, 1999, mengatakan bahwa
“bertentangan dengan opini orang, pemimpin tidak dilahirkan, pemimpin dibuat,
dibentuk, dan itu semua terbentuk melalui usaha dan kerja keras”.

Saat ini opini banyak orang telah berubah, bahwa pemimpin tidak lagi
dianggap sebagai seseorang yang ditakdirkan melalui kelahirannya untuk menjadi
seorang pemimpin, tetapi pemimpin lebih banyak dibentuk melalui pengalaman,
usaha, motivasi, dan belajar. Pemimpin yang baik harus menjadi manusia

pembelajar, yang senantiasa belajar dari kehidupannya, lingkungan sekitarnya,
orang lain, tidak pandang apakah orang tersebut merupakan bawahannya atau
atasannya. Untuk menjadi seorang pemimpin yang berkualitas, dituntut untuk
menggembleng diri sendiri, senantiasa membuka wawasannya, memperdalam
pengetahuannya, dan mencari pengalaman yang luas. Kesuksesan organisasi
bukan semata-mata karena kepribadian seorang pemimpin, tetapi karena
kemampuannya dalam menjabarkan visi yang jelas kemana perusahaan akan
menuju dan membangun ikatan loyalitas seluruh pegawai untuk mewujudkan visi
tersebut.
Dalam lingkungan birokrasi, Pemimpin berarti bahwa seseorang yang
menduduki hirarki yang tinggi. Para pimpinan dalam organisasi birokrasi,
diangkat oleh suatu kekuasaan yang dapat berasal dari dalam atau luar organisasi.
Kekuasaan yang mengangkat sesorang untuk menjalankan fungsi kepemimpinan
itu, melimpahkan kewenangan kepada yang bersangkutan untuk menggerakkan
dan mengendalikan orang-orang di dalam organisasi untuk mencapai tujuan
tertentu. Misalnya pengangkatan seorang Camat untuk memimpin suatu
kecamatan.
Dalam keadaan tersebut berarti kualitas seseorang sebagai pemimpin, yang
berkewajiban menjalankan kepemimpinan masih sangat tergantung kepada


kemampuannya dalam mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan kecamatan, sangat ditentukan oleh sistem
organisasi kecamatan demi terciptanya tujuan penyelenggaraan pemerintahan
yang baik. Sekecil apapun organisasi, fungsi pemimpin sangat dominan dalam
menciptakan, mengembangkan, memelihara dan meningkatkan kerja sama baik
vertikal, horizontal maupun diagonal; serta dalam meningkatkan prestasi kerja
pegawainya. Sebab tanpa seorang pemimpin, maka organisasi tersebut tidaklah
berarti. Hal tersebut mempengaruhi semua bawahan atau pengikut agar dapat
memberikan pengabdian untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 19 Tahun 2008, Camat
atau

sebutan

lain

adalah

pemimpin


dan

koordinator

penyelenggaraan

pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk
menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum
pemerintahan. Camat juga berperan sebagai kepala wilayah (wilayah kerja dan
tidak memiliki daerah kewenangan), karena ditugasi untuk melaksanakan tugas
umum pemerintahan, khususnya tugas-tugas atributif dalam mengkoordinir
seluruh

instansi

pemerintahan

di


wilayah

kerjanya,

mengkoordinir

penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban, mengkoordinir penegakan peraturan
perundang-undangan, membina penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan,
serta melaksanakan tugas pemerintahan yang belum dilaksanakan pemerintahan
desa/kelurahan atau instansi pemerintahan lainnya di wilayah kecamatan tersebut.
Camat memiliki kekhususan dibanding dengan perangkat daerah lainnya dalam

menjalankan tugas pokok dan fungsinya untuk mendukung pelaksanaan azaz
desentralisasi, yaitu adanya kewajiban untuk mengintegrasikan nilai-nilai sisio
kultural, menciptakan stabilitas dalam dinamika politik, ekonomi, sosial dan
budaya, mengupayakan terwujudnya ketentraman dan ketertiban wilayah sebagai
perwujudan kesejahteraan rakyat dalam kerangka membangun integritas kesatuan
wilayah.
Dalam hal ini, fungsi utama Camat selain memberikan pelayanan kepada
masyarakat, juga melakukan tugas-tugas pembinaan wilayah. Sehubungan dengan

hal tersebut maka secara filosofis, pemerintah kecamatan tidak hanya perlu
diperkuat dengan aspek sarana prasarana, sistem administrasi, keuangan dan
kewenangan saja. Namun tidak kalah pentingnya adalah daya dukung
kepemimpinan Camat dalam meningkatkan prestasi kerja pegawainya guna
mewujudkan tujuan organisasi kecamatan dalam segala aspek. Sehingga jelas
bahwa pemerintah kecamatan merupakan ujung tombak bagi pelaksanaan
penyelenggaran pemerintahan di daerah dan keberhasilannya sangat ditentukan
oleh dukungan seluruh jajaran di wilayahnya, terutama dukungan dari para
pegawainya. Sebab Pegawai Negeri Sipil merupakan pilar terpenting dalam
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, disamping pilar
kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksana (mekanisme/prosedur).
Untuk memperoleh dukungan seluruh jajaran secara efektif dan efisien,
perlu diterapkan teknik atau prinsip kepemimpinan yang tepat dari seorang Camat.
Sehubungan beratnya tugas dan kewajiban Camat tesebut, maka dalam
menjalankan roda pemerintahan, melaksanakan pembangunan dan memberikan

pelayanan kepada masyarakat, Camat harus memiliki kemampuan memanajemen
seluruh jajarannya agar dapat bekerjasama mewujudkan tujuan organisasi
kecamatan.


Dalam

menginterpretasikan

kepemimpinan

camat

peristiwa-peristiwa,

yang

paling

memetakan

penting

jalannya


adalah

organisasi,

membangun kerja sama antar anggota organisasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan hasil pemekaran
dari kabupaten induknya Kabupaten Tapanuli Utara, dibentuk berdasarkan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias
Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Humbang Hasundutan di
Provinsi Sumatera Utara yang diresmikan pada tanggal 22 Juli 2003 oleh Presiden
Republik Indonesia.
Kabupaten Humbang Hasundutan dengan ibukota Doloksanggul, memiliki
kewenangan untuk mengurus sendiri pemerintahannya (desentralisasi) sesuai
dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri dari 10 wilayah kecamatan, dimana salah
satunya adalah kecamatan Doloksanggul yang merupakan Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang dipimpin oleh seorang Camat. Dalam UU RI No. 22/1999 tentang
Pemda (otoda) menyebutkan : “Otoda adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan”. Jadi daerah diberi kewenangan dan keleluasaan untuk melaksanakan
kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Dalam penjelasan umum Undang-Undang ini juga dinyatakan tujuan
pemberian ekonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan
pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta
antar daerah dengan daerah dalam rangka menjaga keutuhan NKRI. Ini berarti
penyelenggaraan otoda dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan serta potensi dan
keanekaragaman daerah. Dalam pelaksanaan otonominya daerah-daerah harus
berpegang teguh pada prinsip kewenangan otonomi yang luas, nyata dan
bertanggungjawab sebagaimana yang dinyatakan dalam penjelasan No. 1 (b) UU
RI No. 22 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa:
Kewenangan

otonomi

luas

adalah

kekuasaan

daerah

untuk

menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua
bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang lainnya yang akan
ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dan yang dimaksud dengan
otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan
diperlukan, serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah.
Dari pernyataan tersebut mengandung arti bahwa daerah otonom
mempunyai kewenangan dan tanggungjawab yang sangat besar dalam rangka
persiapan dan peningkatan kapasitas daerah guna membangkitkan kemampuan
menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat, serta meningkatkan
pendayagunaan potensial daerah secara optimal dan terpadu.

Disamping itu untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna,
penyelenggaraan pemerintahan dalam hal ini tugas-tugas rutin, pelayanan publik
serta tugas-tugas pembangunan. Bahwasannya pelaksanaan Pembangunan
Nasional tergantung pada Sumber Daya yang tersedia, termasuk yang paling
dominan Sumber Daya Manusia. Dimana Sumber Daya Manusia ini merupakan
pemikir, perencana dan pelaksanaan pembangunan. Perlunya peningkatan kualitas
Pegawai Negeri Sipil tercantum dalam penjelasan umum UU RI No. 43/1999
tentang pokok-pokok kepegawaian sebagai berikut :
Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan
nasional sangat tergantung pada kesempurnaan Aparatur Negara.
Khususnya Pegawai Negeri karena itu, dalam rangka mencapai tujuan
Pembangunan Nasional yakni mewujudkan madani yang taat hukum,
berperadaban modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,
diperlukan Pegawai Negeri yang merupakan unsur Aparatur Negara yang
bertugas sebagai abdi masyarakat yang harus menyelenggarakan
pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi
kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945.
Dengan adanya peningkatan kualitas Pegawai Negeri Sipil diharapkan
dapat diperoleh Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara
dan abdi masyarakat yang dapat melaksanakan tugas dengan baik dan
tanggungjawab, loyal terhadap Pancasila, UUD 1945, negara, pemerintahan serta
mampu memotivasi diri agar diperoleh hasil kerja yang lebih berhasil guna dan
berdaya guna. Disamping itu peningkatan kualitas Pegawai Negeri Sipil juga

diharapkan dapat mendukung pelaksanaan administrasi Pemerintahan Kecamatan
dan Kabupaten

sehingga dapat berjalan efektif, dalam rangka meningkatkan

prestasi

mereka

kerja

guna

menjamin

terselenggaranya

pemerintahan,

pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat secara berdayaguna dan berhasil
guna. Camat dan pegawai harus saling bekerja sama dalam mencapai tujuan
tersebut, masing-masing harus menyadari tugas dan tanggung jawabnya.
Organisasi birokrasi yang baik adalah birokrasi yang mampu menghasilkan
pegawai atau aparatur yang berprestasi dan berkualitas, yang dapat merespon
kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Dalam rangka meningkatkan prestasi kerja pegawai di lingkungan
birokrasi pemerintah, seorang pemimpin harus mampu memberikan dorongan atau
motivasi kepada pegawainya. Disisi lain seorang pemimpin dituntut untuk
memperhatikan kemampuan, keterampilan, dan perilaku pegawai yang potensial
untuk mencapai prestasi kerja pegawai. Disamping itu, pimpinan hendaknya
mampu menyampaikan dan mengkomunikasikan tujuan organisasi secara jelas,
tujuan kinerja yang jelas, serta membuka peluang lebar untuk memaksimalkan
usaha pegawai. Namun demikian pada kenyataannya kemampuan aparatur di
kantor camat Doloksanggul masih kurang.
Dalam arti prestasi kerja atau kualitas pegawainya masih belum sesuai
dengan apa yang diharapkan. Fenomena yang terjadi adalah masih terdapat
pegawai yang tidak produktif dalam mengerjakan tugas sehingga memberikan
pelayanan dan image buruk kepada masyarakat, enggan mengembangkan
profesionalisme kerja, penurunan mutu dan keterampilan, kurangnya keramahan

dalam melayani masyarakat, mengerjakan pekerjaan atau tugas hanya sebatas
perintah pimpinan saja, kurangnya kreatif dan inovatif pegawai. Dalam hal ini
fungsi Camat harus jelas dalam mengarahkan pegawainya untuk lebih baik lagi,
mengubah perilaku pegawai agar lebih professional tugas dan tanggung jawabnya,
menjadi teladan bagi pegawainya, serta dapat memberikan kemudahan dan
kesempatan

kepada

pegawainya

untuk

berkembang

dalam

karir

demi

meningkatkan prestasi kerjanya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, mengingat betapa pentingnya kualitas
Sumber Daya Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan pembangunan,
pemerintahan,

pelayanan

masyarakat

dituntut

selalu

berupaya

untuk

meningkatkan prestasi kerja pegawai maka Penulis mengambil judul : “Fungsi
Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Pegawai Pada Kantor
Camat Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan”.

B.

Perumusan Masalah
Untuk dapat memudahkan penelitian ini dan memiliki arah yang jelas

dalam menginterprestasikan fakta dan data kedalam penulisan skripsi penelitian,
maka Penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian yaitu “Bagaimana
fungsi kepemimpinan dalam meningkatkan prestasi kerja pegawai pada Kantor
Camat Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan?”.

C.

Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : untuk mengetahui

fungsi kepemimpinan dalam meningkatkan prestasi kerja pegawai pada Kantor
Camat Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan.

D.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak baik secara

langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut :
1.

Secara ilmiah, untuk manambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi
pengembembangan teori-teori dalam ilmu Administrasi Negara khususnya
dalam kaitannya dengan Fungsi Kepemimpinan Dalam Meningkatkan
Prestasi Kerja Pegawai.

2.

Secara Akademis, diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara
langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu
Administrasi Negara.

3.

Secara Praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan untuk evaluasi bagi
instansi Pemerintah khususnya Kantor Camat Doloksanggul Kabupaten
Humbang Hasundutan dalam penyempurnaan dan meningkatkan kualitas
pelayanan pada masa yang akan datang.

E.

Kerangka Teori
Menurut Kerlinger dalam Sugiyono (2006:41) teori adalah seperangkat

konstruk (konsep), defisini, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena
secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat
berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Sementara itu dalam
bidang

administrasi

Hoy

dan

Miskel

dalam Sugiyono

(2008

:

43),

mengemukakan :
“theory is a set of interrelated concepts, assumptions, and generalizations
taht systematically describes and explains regularities in behavior in
organization”.
(Teori adalah seperangkat konsep, asumsi, dan generalisasi yang dapat
digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai
organisasi).
Berdasarkan pengertian tersebut, maka teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :

1.

Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan memegang peranan yang penting, karena pemimpinlah

yang menggerakkan dan mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan dan
proses kepemimpinan itu tidak mudah. Tidak mudah, karena pemimpin dituntut
untuk memahami perilaku bawahan yang berbeda-beda. Bawahan dipengaruhi
sedemikian rupa sehingga bisa memberikan pengabdian dan aprtisipasinya kepada
organisasi secara efektif dan efisien. Menurut Kartono (2005) kepemimpinan
dapat dilihat sebagai suatu instrument dalam satu organisasi yang memiliki

kekuatan dan kekuasaan tertentu untuk melancarkan kegiatan organisasi dalam
mengejar tujuan bersama.
Sedangkan Winardi (2000) mengatakan bahwa seorang pemimpin haruslah
memiliki kemampuan untuk membangkitkan di dalam kekuatan-kekuatan
emosional maupun rasional pengikutnya. Menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian
(2003), kepemimpinan merupakan inti manajemen yang menjamin terlaksananya
fungsi-fungsi manajemen dengan baik dalam rangka mencapai tujuan organisasi;
karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber daya manusia
dan sumber daya alam lainnya. Selanjutnya, menurut Terry (1960) mengatakan
bahwa kepemimpinan adalah sebagai kegiatan untuk mempengaruhi orang agar
bekerja dengan rela untuk mencapai tujuan. Kemudian menurut Oteng Sutisna
dalam Lumban Gaol (2008:6), mendefinisikan bahwa kepemimpinan merupakan
suatu proses mempengaruhi orang lain agar mau ikut berperan serta dalam rangka
menuju sasaran yang telah ditentukan bersama.
Secara luas kepemimpinan diartikan sebagai usaha yang terorganisasi
untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya manusia, materiil, finansial,
guna mencapai tujuan yang ditetapkan (Zainun, 1979). Kepemimpinan hanyalah
sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan
sesuatu secara sukarela/sukacita. Kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok,
maka terdapat 3 (tiga) implikasi penting yaitu :
1.

Kepemimpinan harus melibatkan orang lain, yaitu bawahan atau pengikut.
Kesediaan menerima pengarahan dari pimpinan, anggota kelompok

membantu menegaskan status pemimpin dan memungkinkan proses
kepemimpinan. Tanpa bawahan, semua sifat kepemimpinan seorang
manajer menjadi tidak relevan.
2.

Kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama diantara
pemimpin dan anggota kelompok. Anggota kelompok itu bukan tanpa
kuasa; mereka dapat dan bisa membentuk kegiatan kelompok dengan
berbagai cara. Kekuasaan manajer dapat bersumber dari kekuasaan imbalan
(reward power), kekuasaan paksaan (coersive power), kekuasaan sah
(legitimate power), kekuasaan referensi (referent power), dan kekuasaan
ahli (expert power).

3.

Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk
kekuasaan untuk mempengaruhi perilaku pengikut melalui sejumlah cara.
Para pemimpin telah mempengaruhi pegawai untuk melakukan pengorbanan
pribadi demi organisasi, sehingga diharapkan para pemimpin mempunyai
kewajiban khusus untuk mempertimbangkan etika dari keputusan mereka.

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat dipahami bahwa kepemimpinan
(leadership) adalah kemampuan seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi
orang lain atau masyarakat yang berbeda-beda menuju pencapaian tertentu.

a.

Fungsi Kepemimpinan
Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu mengelola atau

mengatur organisasi secara efektif dan mampu melaksanakan kepemimpinan
secara efektif pula. Untuk itu pemimpin harus dapat menjalankan fungsinya

sebagai

seorang

pemimpin.

Menurut

Kartono

(2005),

bahwa

fungsi

kepemimpinan adalah memacu, menuntun dan membimbing, membangun dan
memberi atau membangun motivasi-motivasi kerja, mengendalikan organisasi,
menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberi supervisi/pengawasan
yang efisien dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju
sesuai dengan ketentuan waktu dan rencana.
Fungsi pemimpin dalam organisasi menurut Wirawan (2003) adalah :
a.

Menciptakan visi

b.

Mengembangkan budaya organisasi menciptakan sinergi

c.

Memberdayakan pengikut

d.

Menciptakan perubahan

e.

Memberi motivasi pengikut

f.

Mewakili sistem sosial

g.

Membelajarkan organisasi.

Selanjutnya, menurut Siagian (2003) fungsi kepemimpinan yang hakiki adalah :
a.

Pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha
pencapaian tujuan

b.

Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di
luar organisasi.

c.

Pimpinan selaku komunikator yang efektif

d.

Mediator yang andal, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama
dalam menangani situasi konflik.

e.

Pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif, dan netral.

Kemudian menurut Hadari Nawawi (1992), fungsi kepemimpinan
berhubungan dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok maupun
organisasi, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan
bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena
harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi suatu kelompok
maupun organisasi. Selanjutnya menurut Hadari Nawawi, secara garis besar
fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi yaitu :
a.

Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan
(direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin

b.

Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau
keterlibatan bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas pokok organisasi.
Berdasarkan dimensi tersebut, secara operasional fungsi kepemimpinan

dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok yaitu :
1.

Fungsi instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai pengambil
keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaannya kepada pegawainya.

2.

Fungsi Konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah, dimana dalam pelaksanaannya
bergantung kepada pimpinan.

3.

Fungsi Partisipasi
Fungsi ini berwujud dalam pelaksanaan hubungan manusia yang efektif,
antara pemimpin dengan pegawainya. Dalam menjalankan fungsi ini,

pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik
dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya
4.

Fungsi Delegasi
Fungsi ini memberikan pelimpahan wewenang dalam membuat dan
menetapkan suatu keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa
persetujuan dari pimpinan.

5.

Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa pemimpin yang sukses adalah yang
mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi
yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara
maksimal.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008, bahwa Camat

sebagai perangkat daerah mempunyai kekhususan dibandingkan dengan perangkat
daerah lainnya dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya untuk mendukung
pelaksanaan asas desentralisasi. Kekhususan tersebut yaitu adanya suatu
kewajiban mengintegrasikan nilai-nilai sosio kultural, menciptakan stabilitas
dalam dinamika politik, ekonomi dan budaya, mengupayakan terwujudnya
ketenteraman dan ketertiban wilayah sebagai perwujudan kesejahteraan rakyat
serta masyarakat dalam kerangka membangun integrasi kesatuan wilayah. Dalam
hal ini, fungsi utama Camat adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dan
melakukan tugas-tugas wilayah.

b.

Gaya Kepemimpinan
Gaya

kepemimpinan

mencerminkan

bagaimana

gaya

pemimpin

menjalankan tugas kepemimpinannya dalam merencanakan, merumuskan dan
menyampaikan perintah-perintah atau ajakan kepada yang diperintah. Gaya
kepemimpinan sangat berpengaruh oleh paham-paham yang dianutnya mengenai
kekuasaan dan wewenang, sikap mana yang diambilnya terhadap hak dan
martabat yang dipimpinnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin
melaksanakan kegiatannya dalam upaya membimbing, memandu, mengarahkan,
dan mengontrol pikiran, perasaan atau perilaku seseorang atau sejumlah orang
untuk mencapai tujuan. Jika kepemimpinan terjadi dalam suatu organisasi
tertentu, dan perlu untuk mengembangkan sumber daya manusia pegawai dan
membangun iklim motivasi yang menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi,
maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi diantara orang
yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan
dipengaruhi menjadi sangat penting kedudukannya. Gaya pengawasan, yaitu
kepemimpinan yang dilandaskan kepada perhatian seorang pemimpin terhadap
perilaku kelompok. Menurut Sutarto (dalam Tohardi, 2002), pendekatan perilaku
berlandaskan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan
oleh gaya bersikap dan bertindak seorang pemimpin yang bersangkutan. Gaya
bersikap dan bertindak akan tampak dari :

1.

Cara memberi perintah

2.

Cara memberikan tugas

3.

Cara berkomunikasi

4.

Cara membuat keputusan

5.

Cara mendorong semangat bawahan

6.

Cara memberikan bimbingan

7.

Cara menegakkan disiplin

8.

Cara mengawasi pekerjaan bawahan

9.

Cara meminta laporan dari bawahan

10.

Cara memimpin rapat

11.

Cara menegur kesalahan bawahan, dan lain-lain.
Adapun gaya kepemimpinan menurut Tohardi (2002) adalah :

1.

Gaya persuasif, yaitu gaya pemimpin dengan menggunakan pendekatan
yang menggugah perasaan, pikiran, atau dengan kata lain dengan melakukan
ajakan atau bujukan.

2.

Gaya refresif, yaitu gaya kepemimpinan dengan cara memberikan tekanantekanan, ancaman-ancaman, sehingga bawahan merasa ketakutan.

3.

Gaya partisipatif, yaitu gaya kepemimpinan dimana memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk itu secara aktif baik mental, spiritual,
fisik, maupun materiil dalam kiprahnya di organisasi.

4.

Gaya inovatif, yaitu pemimpin yang selalu berusaha keras untuk
mewujudkan usaha-usaha pembaruan di dalam segala bidang, baik bidang

politik, ekonomi, sosial, budaya, atau setiap produk terkait dengan
kebutuhan manusia.
5.

Gaya investigatif, yaitu gaya pemimpin yang selalu melakukan penelitian
yang disertai dengan rasa penuh kecurigaan terhadap bawahannya sehingga
menimbulkan yang menyebabkan kreativitas, inovasi, serta inisiatif dari
bawahan kurang berkembang, karena bawahan takut melakukan kesalahankesalahan.

6.

Gaya inspektif, yaitu pemimpin yang suka melakukan acara-acara yang
sifatnya protokoler, kepemimpinan dengan gaya inspektif menuntut
penghormatan bawahan, atau pemimpin yang senang apabila dihormati.

7.

Gaya motivatif, yaitu pemimpin yang dapat menyampaikan informasi
mengenai ide-idenya, program-program, dan kebijakan-kebijakan kepada
bawahan sehingga bawahan mau merealisasikan semua ide, program, dan
kebijakan yang ditetapkan oleh pemimpin.

8.

Gaya naratif, yaitu pemimpin yang bergaya naratif merupakan pemimpin
yang banyak bicara namun tidak disesuaikan dengan apa yang ia kerjakan,
atau dengan kata lain pemimpin yang banyak bicara sedikit bekerja.

9.

Gaya edukatif, yaitu pemimpin yang suka melakukan pengembangan
bawahan dengan cara memberikan pendidikan dan keterampilan kepada
bawahan, sehingga bawahan menjadi memiliki wawasan dan pengalaman
yang lebih baik dari hari ke hari. Sehingga seorang pemimpin yang bergaya
edukatif takkan pernah menghalangi bawahan yang ingin mengembangan
pendidikan dan keterampilan.

10.

Gaya retrogresif, yaitu pemimpin tidak suka melihat maju, apalagi
melebihi dirinya. Untuk itu pemimpin yang bergaya retrogresif selalu
menghalangi

bawahannya

untuk

mengembangkan

pengetahua

dan

keterampilan. Sehingga dengan kata lain, pemimpin yang bergaya
retrogresif sangat senang melihat bawahannya selalu terbelakang, bodoh,
dan sebagainya.
Sehubungan dengan permasalahan yang diteliti yaitu dalam usaha
meningkatkan prestasi kerja pegawai, maka Penulis membatasi hanya membahas
gaya partisipatif, gaya motivatif, dan gaya edukatif. Gaya ini menetapkan bahwa
keberhasilan pemimpin yaitu jika berorientasi pada bawahan dan mendasarkan
pada komunikasi. Gaya partisipatif, pemimpin berusaha untuk mengaktifkan
orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan
maupun dalam melaksanakannya. Setiap pegawai mempunyai kesempatan untuk
berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas
pokok, sesuai dengan posisi/jabatan masing-masing secara terkendali dan terarah
berupa kerjasama, musyawarah, dan sebagainya. Gaya motivatif, sehubungan
dengan upaya pimpinan dalam mengaktifkan pegawaianya dalam segala kegiatan
organisasi; dalam hal ini pemimpin berupaya menciptakan kegairahan kerja
pegawai, agar mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala
upayanya untuk mencapai kepuasan dan tujuan organisasi. Sementara gaya
edukatif, pemimpin berusaha memperhatikan bawahannya sebagai manusia yang
bermartabat,

maka

pemimpin

melakukan

pengembangan

kualitas

SDM

pegawainya yang juga merupakan salah satu bentuk motivasi yang diberikan

pimpinan kepada pegawainya, yaitu dengan cara memberikan pendidikan atau
pelatihan kepada bawahannya dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi
pegawai dan juga dalam upaya memenuhi kebutuhan pegawainya dalam hal
peningkatan karir.

2.

Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil
Keberhasilan dari organisasi sangat ditentukan oleh Prestasi Kerja

Pegawai. Dengan demikian maka pembinaan Pegawai Negeri Sipil bertujuan
untuk meningkatkan prestasi kerja pegawai. Dalam hal ini prestasi kerja menurut
Nainggolan ialah “hasil yang dicapai oleh seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya”. Menurut Hasibuan ( 2008 : 94)
menyatakan bahwa:
“Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas–tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan , pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”.
Mangkunegara (2002 : 33) menyatakan:
“Prestasi kerja dari kata job performance atau actual performance adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya”.
Maier dalam As’ad (2001 : 63) menjelaskan bahwa:

“Kriteria ukuran prestasi kerja adalah : kualitas, kuantitas, waktu yang
dipakai, jabatan yang dipegang, absensi, dan keselamatan dalam menjalankan
pekerjaan. Dimensi mana yang penting adalah berbeda antara pekerjaan yang satu
dengan pekerjaan yang lain”.

Menurut Heidjrahman dan Husnan (2002 : 188):
“Prestasi kerja dapat ditafsirkan sebagai arti pentingnya suatu pekerjaan,
tingkat keterampilan yang diperlukan, kemajuan dan tingkat penyelesaian suatu
pekerjaan.
Sehubungan dengan pernyataan tersebut diatas, Soetomo berpendapat bahwa :
a.

Prestasi Kerja adalah hasil yang dicapai oleh seorang Pegawai Negeri Sipil
dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.

b.

Pada umumnya prestasi kerja dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan,
pengalaman dan kesungguhan Pegawai Negeri Sipil.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang
Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil pasal 1 ayat 3, prestasi kerja adalah
hasil kerja yang dicapai oleh setiap PNS pada satuan organisasi sesuai dengan
sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja
Pegawai Negeri Sipil ialah hasil kerja yang dicapai oleh Pegawai Negeri Sipil
dalam melakukan tugasnya secara berdayaguna dan berhasilguna serta dapat

meningkatkan status pegawai yang bersangkutan. Adapun ukuran prestasi kerja
pegawai dalam melaksanakan pekerjaan menurut Dharma meliputi :
a.

Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan

b.

Kualitas yaitu mutu dihasilkan

c.

Ketepatan waktu yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.
Kemudian agar menjamin obyektifitas prestasi kerja pegawai, perlu

diadakan penilaian pelaksanaan pekerjaan dari para pegawai dalam suatu unit
organisasi. Penilaian pelaksanaan pekerjaan menurut Moekijat adalah merupakan
“Suatu proses penilaian individu mengenai pelaksanaan pekerjaannya di tempat
kerja untuk memperoleh kemajuan secara sistematis”. Berdasarkan pernyataan
tersebut diatas dapat dikatakan bahwa menilai prestasi kerja seorang pegawai
adalah membandingkan hasil pekerjaan dengan standar yang telah ditentukan
organisasi mengenai baik dan tidaknya hasil pekerjaan yang telah dicapai oleh
pegawai tersebut. Untuk itu penilaian prestasi kerja seseorang pegawai pada
prinsipnya dapat dilihat dari tingkat kemajuan yang telah dicapai.
Tingkat kemajuan tersebut dapat dilihat dari sasaran kerja pegawai (SKP),
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang
Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil. Berkaitan dengan hal itu Mussanef
menyatakan bahwa tujuan penilaian prestasi kerja pegawai adalah :
a.

Untuk memperoleh bahan pertimbangan yang objektif dalam pembinaan
pegawai.

b.

Sebagai bahan pertimbangan kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan,
pemindahan, kenaikan gaji berkala dan lain-lain.

3.

Fungsi Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Pegawai
Suatu organisasi akan berhasil atau gagal ditentukan oleh pimpinan, sebab

pemimpinlah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan suatu pekerjaan; berarti
mendudukkan posisi pemimpin suatu organisasi pada posisi yang terpenting.
Kepemimpinan seorang Camat akan berlangsung secara efektif bilamana mampu
memenuhi dan menjalankan fungsinya. Seorang Camat harus mampu menganalisa
situasi sosial unit kerja yang dipimpinnya, yang dapat dimanfaatkan dalam
mewujudkan fungsi kepemimpinannya dengan kerja sama dan bantuan para
pegawainya. Kerja sama yang dijalin oleh Camat dengan para pegawainya,
dengan sendirinya akan menumbuhkan semangat kerja pegawainya yang
menunjang pada peningkatan prestasi kerja pegawai dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsinya setiap hari.
Berdasarkan teori fungsi kepemimpinan yang telah dikemukakan oleh
Penulis dalam penelitian ini, maka sehubungan dengan permasalahan yang diteliti
yaitu fungsi kepemimpinan dalam meningkatkan prestasi kerja pegawai, maka
Penulis hanya membahas fungsi kepemimpinan menurut Hadari Nawawi (1992)
sebagai berikut :
1.

Fungsi Instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai pengambil
keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaannya kepada pegawainya.
Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan

perintah, bagaimana cara mengerjakan perintah tersebut, bilamana
pelaksanaan dan pelaporan atas perintah tersebut, dan dimana tempat
mengerjakan perintah itu; agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif.
Fungsi instruktif ini berarti juga keputusan pimpinan tidak akan ada artinya
tanpa kemampuan mewujudkan atau menterjemahkannya menjadi instruksi
atau perintah; dan perintah tidak akan ada artinya jika tidak dilaksanakan.
Maka intinya adalah kepemimpinan memerlukan kemampuan untuk
menggerakkan orang agar melaksanakan perintah, yang bersumber dari
keputusan yang telah ditetapkannya. Perintah yang jelas dari segi
kepemimpinan

berarti

sebagai

perwujudan

proses

bimbingan

dan

pengarahan yang dapat meningkatkan prestasi kerja pegawai dalam
pencapaian tujuan organisasi.
2.

Fungsi Konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah, dimana dalam pelaksanaannya
bergantung kepada pimpinan. Dalam menetapkan suatu keputusan, seorang
pemimpin sangat memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya
untuk berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi
dimaksud dapat berlangsung secara terbatas, hanya dilakukan kepada orangorang tertentu saja; misalnya kepada kepala seksi atau sekretaris kecamatan
yang menurut Camat mempunyai bahan informasi yang diperlukan dalam
menetapkan keputusan. Selain itu, konsultasi yang dilakukan oleh pemimpin
adalah untuk mendengarkan pendapat atau saran dari para pegawainya,
apabila suatu keputusan yang direncanakannya ditetapkan. Kemudian

konsultasi dapat juga dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dengan
sebagian besar atau semua pegawainya bahkan dengan masyarakat yang
berperan sebagai stakeholder, jika keputusan yang ditetapkan sifatnya
sangat prinsipiil (penting) dan menyangkut kepada masyarakat. Adapun
yang menjadi tujuan dari konsultasi yang dilakukan oleh pimpinan adalah
untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feed back), yang dapat
dipergunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusankeputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Namun dilain
kesempatan, konsultasi dapat juga dilakukan dari pegawai kepada
pimpinannya, baik secara perorangan maupun kelompok (perbidang/seksi).
Konsultasi dimaksud dalam memberikan saran atau pendapat sebelum atau
sesudah keputusan ditetapkan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif ini,
maka diharapkan keputusan-keputusan pimpinan akan mendapat dukungan
dan

lebih

mudah

menginstruksikannya,

sehingga

kepemimpinan

berlangsung efektif. Fungsi konsultatif ini mengharuskan pimpinan belajar
menjadi

pendengar

yang

baik,

yang

biasanya

tidak

mudah

melaksanakannya. Pemimpin harus meyakinkan dirinya bahwa dari
siapapun juga, dapat diperoleh gagasan, saran, aspirasi, dan pendapat yang
konstruktif bagi pengembangan kepemimpinannya.
3.

Fungsi Partisipasi
Fungsi ini berwujud dalam pelaksanaan hubungan manusia yang efektif,
antara pemimpin dengan pegawainya. Dalam menjalankan fungsi ini,
pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik

dalam

keikutsertaan

melaksanakannya.

mengambil

Setiap

pegawai

keputusan
memperoleh

maupun

dalam

kesempatan

untuk

berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugastugas pokok, sesuai dengan posisi/jabatan masing-masing secara terkendali
dan terarah berupa kerja sama, dan tidak mencampuri atau mengambil tugas
orang lain. Sehubungan dengan itu, musyawarah menjadi sangat penting;
sebab

musyawarah

merupakan

kesempatan

berpartisipasi

dalam

melaksanakan berbagai program organisasi.
4.

Fungsi Delegasi
Fungsi ini memberikan pelimpahan wewenang dalam membuat dan
menetapkan suatu keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa
persetujuan dari pimpinan. Fungsi ini mengharuskan pemimpin memilahmilah tugas pokok organisasinya dan mengevaluasi yang dapat dan tidak
dapat dilimpahkan kepada orang-orang yang dipercayainya; karena fungsi
delegasi pada prinsipnya bersumber dari adanya kepercayaan dari pimpinan
kepada pegawainya yang dinilai dapat dipercaya dan pegawai yang
menerima delegasi tersebut juga harus mampu memelihara kepercayaan itu
dan melaksanakannya dengan tanggung jawab. Fungsi pendelegasian harus
diwujudkan seorang pemimpin karena kemajuan dan perkembangan
organisasi tidak mungkin diwujudkan pimpinan itu sendiri. Sehubungan
dengan itu, musyawarah dan konsultasi ikut berperan terutama dalam
memberikan kesempatan bagi para penerima delegasi agar selalu
berorientasi kepada kebijaksanaan umum dari pimpinan; dan juga bagi si

penerima delegasi apabila harus membuat keputusan yang sifatnya
prinsipiil. Dalam organisasi, seorang pemimpin akan melimpahkan sebagian
wewenang (delegasinya) dengan memperhatikan dan mempertimbangkan
aspirasi dari bawahannya. Dimana aspirasi tersebut tidak saja berkenaan
dengan tugas-tugas yang akan didelegasikan, tetapi juga mengenai orangnya
yang seharusnya dipilih yang mampu memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan pegawainya.

5.

Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa pemimpin yang sukses adalah yang
mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi
yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara
maksimal. Maka fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui :
a. Kegiatan bimbingan dan pengarahan yang dilakukan selama kegiatan
organisasi berlangsung, adalah sifat pengawasan preventif, artinya
pemimpin berusaha mencegah terjadinya kekeliruan atau kesalahan
setiap unit atau perorangan dalam melaksanakan volume dan beban
kerjanya atau perintah dari pimpinannya. Dalam hal ini, pengendalian
dilakukan dengan cara mencegah para pegawai berfikir dan berbuat
sesuatu yang cenderung akan merugikan kepentingan bersama.
b. Kegiatan koordinasi bermaksud untuk mewujudkan pelaksanaan kegiatan
yang saling menunjang dan saling mengisi antar setiap unit atau secara
perorangan. Koordinasi dilakukan untuk mencegah suatu kegiatan

dikerjakan oleh banyak unit atau perseorangan secara terpisah. Artinya,
koordinasi diperlukan untuk mencegah adanya tumpang tindih dalam
mengerjakan suatu kegiatan. Fungsi koordinasi harus meluruskan porsi
kegiatan masing-masing dan porsi mana yang memerlukan kerja sama.
Dengan demikian fungsi kepemimpinan akan berdampak dalam
meningkatkan prestasi kerja pegawainya.
c. Kegiatan pengawasan (control) dilakukan terhadap pelaksanaan volume
dan beban kerja atau perintah pimpinan. Pengawasan dilakukan sebagai
kegiatan preventif, sebagaimana telah dikemukakan di atas. Di samping
itu, pengawasan dapat juga dilakukan sebagai kegiatan kuratif, yang
bertujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan kekeliruan atau
kesalahan yang sudah terjadi. Pengawasan kuratif dilakukan setelah
kegiatan selesai dilaksanakan, baik berupa pengawasan langsung maupun
tidak

langsung.

Pengawasan

langsung

dilakukan

dengan

cara

pemeriksaan dan pemantauan terhadap kegiatan anggota yang sedang
berlangsung yang dilaksanakan oleh pemimpin sendiri. Pengawasan tidak
langsung dilakukan pemimpin dari jarak jaih melalui laporan-laporan
yang disampaikan anggota dalam melaksanakan tugas-tugas pokok atau
perintah pimpinan. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan sebagai
kegiatan pengawasan melekat, tidak saja mengendalikan pelaksanaan
program kerja, keputusan, dan instruksi pemimpin; tetapi juga terhadap
perwujudan tugas-tugas rutin dan kemampuan mentaati etika organisasi.
Pengawasan sebagai kegiatan pengendalian akan berpengaruh positif

bagi perwujudan kepemimpinan dalam rangka meningkatkan prestasi dan
kualitas pegawainya, yang terlihat pada ketersediaan dan kesungguhan
anggota dalam memperbaiki kekeliruan atau kesalahan yang ditemui.

F.

Defenisi Konsep
Menurut Singarimbun (2006 : 33), konsep adalah abstraksi mengenai suatu

fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik
kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian.
Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya
interpretasi ganda dari variabel yang diteliti. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka definisi
konsep yang dikemukakan penulis adalah :
1.

Fungsi kepemimpinan adalah memacu, menuntun dan membimbing,
membangun dan memberi atau membangun motivasi-motivasi kerja,
mengendalikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang
baik, memberi supervisi/pengawasan yang efisien dan membawa para
pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan
waktu dan rencana (Kartono, 2005),

2.

Kepemimpinan diartikan sebagai usaha yang terorganisasi untuk
mengelola dan memanfaatkan sumber daya manusia, materiil, finansial,
guna mencapai tujuan yang ditetapkan (Zainun, 1979).

3.

Prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil ialah hasil kerja yang dicapai oleh
Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan tugasnya secara berdayaguna dan
berhasilguna serta dapat meningkatkan status pegawai yang bersangkutan.

G.

Sistematika Penulisan

BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika
penulisan.

BAB II

METODE PENELITIAN
Berisi tentang bentuk penelitian, objek penelitian dan waktu
penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik
analisis data.

BAB III

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
Berisi mengenai gambaran umum tentang objek penelitian, berupa
sejarah, visi, misi, tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi.

BAB IV

PENYAJIAN DATA
Berisi penyajian data-data (hasil penelitian) yang diperoleh dari
lapangan.

BAB V

ANALISIS DATA
Berisi tentang

analisis dan pembahasan dari data-data yang

disajikan dan diperoleh setelah melakukan penelitian.
BAB VI

PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang diberikan oleh Penulis yang
bersumber dari hasil analisa penulis terhadap data yang diperoleh
selama penelitian.