Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tato sebagai Representasi Spiritual Orang-Orang Bertato T2 752014027 BAB V

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Ada sebelas tema yang ditemukan oleh peneliti terkait pandangan para
responden terhadap tato, yakni bahwa tato dipandang sebagai seni itu sendiri,
sebagai ekspresi diri, perwujudan pertumbuhan rohani, perlindungan diri, ekspresi
cinta, cerita, kenangan, dan lambang harapan, yang juga digunakan untuk
mencapai keberuntungan, dan menyugesti diri sendiri. Tema-tema tersebut
tercakup di dalam desain-desain tato para responden yang mewakili ide-ide kreatif
mereka, dan pandangan mereka terhadap tato, menggambarkan sebuah
representasi spiritual mereka, dan terintegrasi dengan kehidupan mereka.
Representasi spiritual yang digambarkan oleh responden di dalam tato-tato
mereka adalah simbol dan momentum dari apa yang mereka miliki di dalam diri
pribadi mereka dan pengalaman-pengalaman yang telah mereka alami demi
mencapai kesejahteraan hidup mereka.
Para responden bertato mengenakan tato sebagai wujud ekspresi diri dan
identitas dirinya, namun kenyataan bahwa tidak semua anggota masyarakat
berpandangan positif terhadap tato, sebaiknya menjadi pertimbangan bagi mereka
sebelum memutuskan untuk menato tubuhnya. Penelitian ini menyatakan bahwa
para responden bertato mendapatkan tato mereka pertama kali pada usia rata-rata

delapan belasan tahun. Rentang usia yang dapat dikatakan masih dalam masa
pendidikan. Masing-masing responden bertato memahami resiko kesulitan untuk
melamar pekerjaan dengan tato yang tergurat pada bagian tubuh yang mudah

115

terlihat, namun mereka tetap berpikir untuk menato tubuhnya. Pilihan untuk
menambah tato pada bagian tubuh yang dapat tertutupi oleh pakaian pun menjadi
pertimbangan demi menghindari diskriminasi terhadap pekerjaan.
Penelitian mengenai representasi spiritual yang digambarkan di dalam
tato ini dapat menjadi salah satu metode yang efisien bagi kalangan masyarakat
yang masih memberikan stigma negatif terhadap orang-orang bertato untuk
mengetahui dan mengenal lebih dekat mengenai tato. Para responden bertato yang
menjawab bahwa tato bukanlah wujud dari kenakalan mereka dan kelayakan
untuk didiskriminasi di dalam masyarakat, membutuhkan dukungan pskologis
dari orang-orang di sekitar mereka, terlebih keluarga.
Memiliki sebuah tato sebagai ungkapan ekspresi dan identitas diri
memang lebih tepat dengan menampilkannya pada bagian tubuh yang mudah
terlihat, sehingga ketika orang lain melihat, orang tersebut akan tertarik untuk
bertanya dan pada akhirnya mengetahui cerita di balik tato tersebut. Konflik yang

ditemui para responden bertato di lingkungan keluarga, masyarakat, dan
pekerjaan, membuat para responden mempertimbangkan untuk menutupi tato
mereka dengan pakaian. Pengalaman para responden ini dapat menjadi cermin
bagi orang-orang yang sedang dan akan berpikir untuk menato tubuhnya untuk
mempertimbangkan resiko di masa mendatang, terlebih jika mereka masih muda
dan akan melamar sebuah pekerjaan. Berdasarkan temuan ini, peneliti
merekomendasikan perlunya sebuah pendampingan psikologi dan konseling
orang bertato.
Perlu ada pendampingan konseling yang mengarahkan mereka pada
pertimbangan tersebut. Misalnya, mungkin dapat menjelaskan mengenai implikasi

116

masa depan dari menato tubuh pada bagian yang dapat terlihat. Jika seseorang
berpikir untuk menato pada bagian tubuh yang dapat terlihat, sebaiknya itu adalah
desain yang tidak menimbulkan perspektif negatif terhadap orang lain ketika
melihatnya pada pandangan pertama. Hal tersebut untuk menghindarkan
penghakiman dari orang lain terlebih yang belum menerima tato secara terbuka.
Para responden bertato adalah makhluk sosial dan spiritual yang
senantiasa meningkatkan kapasitas spiritualnya dalam interaksi sosial dengan

sesamanya, oleh sebab itu perlu adanya keterbukaan dari orang-orang yang belum
menerima tato terhadap kehadiran mereka. Keterbukaan akan membuka peluang
bagi orang-orang yang tidak bertato untuk dapat memahami mengapa para
responden bertato, dan apa yang menjadi makna tato tersebut bagi mereka.

5.2 Saran Penelitian Lanjutan
Penelitian ini berfokus pada bagaimana makna tato bagi para responden,
alasan para responden menato tubuhnya, dan menemukan adanya keterkaitan
terhadap reaksi orang-orang yang tidak bertato terhadap mereka di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Demi mencapai penelitian yang lebih baik lagi, dalam
kaitannya dengan resiko yang akan mungkin dihadapi di dalam masyarakat,
seperti stigma negatif dan pembatasan terhadap keterlibatan di sebuah lingkungan
pekerjaan, ada baiknya penelitian selanjutnya difokuskan pada bagaimana tato
mempengaruhi kesempatan orang-orang bertato untuk memperoleh pekerjaan
dibandingkan dengan orang-orang yang tidak bertato dapat menjadi bahan untuk
penelitian yang akan datang. Penelitian dengan metode story telling juga

117

disarankan dengan mempertimbangkan bahwa tato adalah sebuah cerita

pengalaman dari tiap-tiap orang bertato, sehingga dapat digali lebih dalam lagi.

118