Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Esuriun orang Bati D 902008103 BAB V

Bab Lima

Esuriun: Nilai Budaya Orang Bati
Makna Esuriun
Esuriun Orang Bati merupakan basis nilai bagi kelangsungan
hidup (survive) Orang Bati. Begitu pentingnya Esuriun Orang Bati
yang diyakini kebenarannya pada pemilik kebudayaan Bati sehingga
dalam kehidupan keseharian nilai tersebut senantiasa dilindungi secara
baik, dan terus dilestarikan pada generasi penerus. Esuriun merupakan
nilai yang sangat penting dan sakral dalam kehidupan Orang Bati yang
berasal dari dua suku kata yaitu Esu artinya hutan dan Riun artinya
ribuan atau beribu-ribu. Jadi Esuriun artinya manusia hutan atau
manusia gunung (mancia atayesu) yang turun dari gunung beribu-ribu
pada masa lampau.
Penamaan Esuriun Orang Bati sebenarnya terkait dengan kisah
atau peristiwa (sejarah) turunnya leluhur Orang Bati dari Gunung Bati
pada lokasi kediaman mereka yang bernama Samos (tempat kering
pertama yang dijumpai) di Pulau Seram yang dihuni oleh keturunan
Manusia Awal (Alifuru) yang menyebut diri sebagai Alifuru Bati atau
Orang Bati. Mereka turun dari Gunung Bati untuk menempati wilayah
kekuasaan (watas nakuasa) sesuai sistem pembagian wilayah suku dan

wilayah kekuasaan milik marga (etar) dikemukakan sebagai berikut:
Nilai budaya Esuriun Orang Bati, kita abus-abus. Esuriun abus-

abus, tetapi kamu kumadudu walaa lua, kamu kamian tua adat
esuriun”. Artinya basis nilai budaya Orang Bati ini dari adat
Esuriun. Jadi Esuriun ini Bati sudah, baik yang tinggal di pantai,
di gunung di mana semua berasal dari situ 1).

Esuriun di Tanah Bati telah memberikan makna yang bernilai
sangat tinggi dalam kehidupan Orang Bati. Nilai Esuriun Orang Bati
Wawancara dengan bapak SaRum (64 Tahun) Tokoh Agama di Dusun Rumbou (Bati

1)

Tengah) Negeri Kian Darat pada tanggal 22 November 2010.

169

Esuriun Orang Bati


yang dianut oleh individual maupun kelompok sosial senantiasa berada
pada tempat teratas dalam kehidupan Orang Bati. Jadi nilai-nilai dasar
yang mengatur kehidupan bermasyarakat di kalangan Orang Bati
senantiasa berpedoman pada Esuriun Orang Bati adalah bagian dari
idealisme Orang Bati yang mereka persepsikan benar. Dalam pandangan Orang Bati bahwa, nilai Esuriun Orang Bati yang mendasari seluruh
aspek kehidupan adalah dunia mereka sehari-hari untuk mewujudkan
diri sebagai “Manusia Bati” sebagai amanat yang telah ditinggalkan
oleh leluhur pada mereka sebagai generasi penerus.

Hakikat Esuriun Orang Bati Sebagai Nilai Budaya
Esuriun Orang Bati memiliki basis aktual pada tradisi, aturanaturan adat yang disepakti bersama, dan berfungsi sebagai elemen dasar
untuk membangun kehidupan Orang Bati. Secara kontekstual, adatistiadat telah disepakati dalam Esuriun Orang Bati sehingga substansinya terus teraktualisasi dalam lingkungan pergaulan mereka melalui adat atau kebiasaan (costum or habit). Tradisi tidak dapat dibayangkan tanpa para penjaganya, karena penjaga memiliki hak
istimewa untuk masuk ke dalam kebenaran berdasarkan perspektif
orang dalam, dan kebenaran tidak dapat dibuktikan tanpa penafsiran
dan praktik para penjaga. Hakikat nilai Esuriun Orang Bati sebagai
nilai dasar (basic value) dikemukakan bahwa:
Esuriun oi kamu lemai Mancia Batu, Esuriun lahir tua hidup
memamam si womai batu. Mamobar esuriun berarti mamobar
Mancia Batu. Artinya Esuriun adalah kami Orang Bati dari sana.
Esuriun ini lahir dengan kehidupan Alifuru Bati. Menyangkal

Esuriun berarti menyangkal Orang Bati itu ada 2).

Artinya, menjadi Orang Bati yang punya jati diri berarti sebagai
orang-orang Esuriun. Sebab nilai dasar yang terdapat dalam adat
Esuriun merupakan awal kehidupan dari Orang Bati ketika berada di
Samos sekitar Gunung Bati. Nilai dasar yang terdapat dalam Esuriun
Wawancara dengan bapak AKil (68 Tahun) Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal),
Negeri Kian Darat, pada tanggal 20 November 2010.

2)

170

Esuriun: Nilai Budaya Orang Bati

Orang Bati bersumber dari pemahaman mengenai relasi saling
menjaga, melindungi hak milik Orang Bati dan salah satunya adalah
harga diri kemudian menjadi hulu dan muara di mana tradisi, adat,
budaya, dan sebagainya bersumber dari Esuriun. Begitu kuatnya nilai
dasar yang terdapat dalam Esuriun Orang Bati sehingga proses

pembentukan tradisi Bati dapat dikatakan sebagai titik awal dari Orang
Bati secara individu maupun kelompok memulai kehidupan yang
menurut pendukung tradisi, adat, dan kebudayaan Bati sendiri bahwa
kandung-an nilai yang terdapat dalam Esuriun Orang Bati adalah sakral
dan selama ini menjadi mata-rantai yang sangat penting sehingga
berfungsi dan berperan sebagai tali pengikat integrasi di kalangan
Orang Bati.
Bertolak dari perspektif tentang nilai Esuriun Orang Bati, kini
dapat dimengerti dan dipahami secara benar bahwa tidak semua hal
yang mereka jalani adalah tradisional. Semua ini dapat dimaknai
sebagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) yang berkembang menurut pengetahuan lokal (local knowledge) sehingga berwujud sebuah
ketrampilan sosial. Artinya ketrampilan tersebut tetap memiliki basis
pada nilai (value) sebagai pembentuk karakter Orang Bati ketika
beradaptasi dengan suatu lingkungan. Dikemukakan oleh Orang Bati
yaitu:
Esuriun eya diwar karena kita abus-abus ta sadar tua nini hali
kakal siki roina tua nini tana kita fun nini, karena kita abus-abus
dadi woi so. Hali kakal siki roina oi nai, supaya kita abus-sbus
kuat. Artinya, Esuriun ini muncul karena kesadaran untuk
hidup bersama sebagai orang basudara dalam wilayah milik

masing-masing marga yang berada pada mata-rantai orang
basudara berarti kita semua menjadi kuat 3).

Melalui pengetahuan lokal yang diperoleh dari leluhur Orang
Bati mengenai Esuriun, berarti kesadaran untuk menjaga, melindungi
nilai dasar tersebut untuk kelangsungan hidup menjadi tanggung jawab
bersama, baik itu individu maupun kelompok. Kesadaran tersebut
3)

Wawancara dengan bapak SaRum (64 Tahun) Tokoh Agama Dusun Rumbou (Bati

Tengah), Negeri Kian Darat, pada tanggal 22 November 2010.

171

Esuriun Orang Bati

dimaksudkan untuk menegaskan eksistensi Orang Bati sehingga
menjadi kharismatik pada lingkungan sendiri dan menjadi khariskatuk
di mata kelompok luar. Peran nilai Esuriun Orang Bati untuk keberlanjutan hidup komunitas merupakan fenomena yang mengasumsikan makna dari rekapitulasi dan reinterpertasi terhadap kehidupan yang sangat hakiki yaitu keberlanjutan. Hal ini dikemukakan

lebih lanjut yaitu:
Esuriun oi tradisia tua adatta nai Mancia Batu, tua ni aturana
abus-abus nai mamo so abus io dafal nai esuriun, karna aturan
eya bomai tata nusu si awal udaman lua. Artinya, Esuriun
membentuk tradisi dan adat-istiadat Orang Bati. Semua aturan
yang berlaku senantiasa bersumber pada Esuriun, karena itu
kesepakatan yang dilalukan oleh leluhur sejak awal 4).

Perpaduan antara adat-istiadat-nilai yang terdapat dalam Esuriun
Orang Bati untuk menjelaskan tentang potret nyata Orang Bati sebagai
manusia maupun sukubangsa yang telah menjalani kehidupan bermasyarakat mengenai apa sesungguhnya yang nyata, dan apa sesungguhnya dibayangkan. Tetapi kita telah memasuki wilayah yang
dalam ketika suatu perspektif diinterpretasi menurut selera, tanpa
didukung oleh pembuktian secara empirik. Sebagai penerus tradisi,
adat-istiadat, dan kebudayaan Bati, maka hal ini sifatnya kekal dan
tidak pernah punah. Bahkan kekuatan yang dimiliki oleh Orang Bati
sendiri untuk melestarikan tradisi, adat-istiadat, dan kebudayaan telah
menyatu dengan lingkungan hidup keseharian.
Apapun kondisi yang sedang dijalani oleh Orang Bati saat ini,
tetapi adaptasi telah memainkan peran penting untuk membentuk
identitas mereka sebagai Orang Bati. Nilai budaya Esuriun telah mampu berperan sebagai pembentuk jati diri dan karakter Orang Bati yang

memandang orang lain adalah bagian dari kehidupan manusia yang
punya eksistensi dan harga diri. Secara sosial dalam nilai Esuriun, telah

Wawancara dengan bapak AKil (68 Tahun) Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal),
Negeri Kian Darat, pada tanggal 20 November 2010.

4)

172

Esuriun: Nilai Budaya Orang Bati

melahirkan falsafah kebersamaan atau falsafah hidup roina kalal5)
seperti dikemukakan bahwa:
Esuriun oi kamu Mancia Batu mamu diri ta oi, dadi sei namau
na sefa Mancia Batu famoy naluk Esuriun fua. Esuriun ini
katong Orang Bati punya jiwa sudah. Jadi kalau mau mengenal
Orang Bati harus mengetahui Esuriun” 6).

Sumber Nilai Esuriun

Telah dikemukakan bahwa sumber nilai Esuriun sesungguhnya
berada pada diri Orang Bati atau ada dalam nurani atau ”batin” setiap
manusia (Orang Bati). Dikatakan batin manusia sebagai sumber nilai
karena batin manusia berperan sebagai penumbuh nilai yang utama.
Untuk mencapai keseimbangan nilai atau keseimbangan antara ucapan
dan perbuatan, maka nurani manusia memegang peranan yang sangat
penting, terutama dalam membentuk karakter manusia. Menurut
pendapat yang dikemukakan Orang Bati bahwa:
Kamu kaluh adat esuriun ne karena kamu kafaton tana wanu
wea. Tata nusu dalam kamu kua walaa sewida dijaga
Makna dari Roina Kakal atau Orang Basudara. Dalam perspektif Orang Bati, kata
basudara berakar pada dua suku kata yaitu Basu dan dara. Dalam bahasa Melayu
Ambon, kata basu berarti cuci atau mencuci atau membersihkan. Kata dara yaitu
5)

“darah” manusia. Maknanya yaitu darah manusia yang kotor sering menimbulkan cara
berpikir yang tidak sehat sehingga menimbulkan konflik atau pertentangan,
kekerasaan, dan sebagainya harus dibersihkan. Selain itu juga orang yang bisa membersihkan darah seorang ibu yang baru melahirkan yaitu orang yang memiliki hubungan kerabat dekat, dan dipahami sebagai Orang Basudara yang bisa saja Orang
Gandong atau Orang Sekandung atau Orang yang Berasal Dari Satu Rahim Ibu. Dalam
persepsi Orang Seram (Orang Bati), ketika seorang ibu yang melahirkan, maka bekas

darah hanya boleh dibersihkan oleh orang yang memiliki hubungan darah yang dekat
dengan pihak bapak atau ibu. Orang yang tidak memiliki hubungan darah yang dekat
tidak boleh membersihakan darah dari seorang ibu yang melahirkan karena itu adalah
pamali. Orang Seram atau Alifuru Seram ini memahami dan memaknai Nusa Ina atau
Pulau Ibu, maka disitulah tempat ibu yang mengandung, melahirkan, dan membesarkan semua anak-anaknya. Untuk itu kedudukan seorang ibu (perempuan) di mata
Orang Bati sangat penting karena ibu (nina) menurut pemahaman Orang Bati senantiasa hidup dengan mereka sepanjang masa yang mereka maknai sebagai Tata Nusu
Si. Konsep Orang Basudara (Roina Kakal) yang dimaksud dalam tulisan ini menurut
pemaknaan yang diberikan oleh Orang Bati tidak sama dengan bersaudara, karena
basudara lebih bersifat genealogis, tetapi bersaudara belum tentu genealogis.
Wawancara dengan bapak AKil (68 Tahun) Kepala Dusun Bati Kilusi (Bati Awal),
Negeri Kian Darat, pada tanggal 20 November 2010.

6)

173

Esuriun Orang Bati

dabangatnai. Kita nilai hidup basuwa talua, hidup awa bo suata
lua. Artinya, paham adat esuriun berarti faham sudah mengenai

adat Orang Bati. Sebab leluhur melakukan esuriun untuk memagari (pagar) seluruh hak milik Orang Bati sesuai pembagian
yang telah dilakukan sejak zaman leluhur mendiami gunung.
Penyebaran Orang Bati melalui esuriun untuk kami bisa
bertahan hidup 7).

Jadi memahami adat Esuriun merupakan keseimbangan antara
nurani manusia dan ratio atau pikiran membuat setiap Orang Bati
untuk bertindak menurut cara, norma, aturan yang disepakati bersama.
Apabila terjadi dominasi antara satu terhadap yang lain, dipastikan
bahwa nilai tersebut tidak dapat mencapai taraf kesempurnaan. Orang
Bati sebagai penganut nilai Esuriun telah membuat garis batas
(demarkasi) untuk melakukan tindakan nyata antara apa yang boleh
dilakukan dan apa yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan. Realitas
ini merupakan bentuk dari kearifan yang dipelajari dari satu generasi
ke generasi berikut. Sumber nilai ini terus mengalami proses sosialisasi
sehingga melembaga dalam pelaksanaan adat, kebudayaan dari generasi
pewaris Esuriun Orang Bati. Nilai dasar tersebut belum mengalami
perubahan sampai saat ini seperti dikemukakan bahwa:
Anak, tata si, kumu harus majaga, malangal Esuriun, karena
Esuriun oi nini anak tata bomai Alifuru Nina mabobar ngasan

Mancia Batu bomai habom lua. Artinya, generasi penerus
Esuriun wajib menjaga, melindungi nilai dasar yang mengikat
anak cici keturunan Alifuru atau Alifuru Ina untuk
menunjukkan jati diri sebagai Orang Bati yang sebenarnya 8).

Kemunculan Nilai Esuriun
Kemunculan nilai Esuriun tidak mendadak, tetapi melalui proses
yang panjang. Dalam lingkungan Orang Bati, nilai sebagai suatu
keyakinan yang teraktualisasi dalam sistem budaya berperan mengatur
7)
Wawancara dengan bapak SaRum (64 Tahun) Tokoh Agama dan adat Dusun Rumbou
(Bati Tengah), Negri Kian Darat, pada tanggal 22 November 2010.
8)

Wawancara dengan bapak SeSia (73 Tahun) tokoh Adat Dusun Rumbou (Bati
Tengah), Negeri Kian Darat, pada tanggal 23 November 2010.

174

Esuriun: Nilai Budaya Orang Bati

pergaulan hidup, norma sosial, adat-istiadat, kebudayaan dan lainnya
yang terus mengalami sosialisasi. Semua yang berkaitan dengan nilai
yang berperan dalam kehidupan Orang Bati muncul berdasarkan
pengalaman hidup yang dijalani secara bersama.
Dalam realitasnya, proses sosialisasi nilai Esuriun di Tana (Tanah)
Bati telah mencapai tahap pelembagaan (institusionalisasi) dan berada
dalam suatu sistem. Sistem ini telah bekerja secara sempurna dan
menjadi pengarah dalam menata kehidupan bermasyarakat. Nilai
Esuriun yang telah mengalami proses institusionalisasi telah berperan
mengatur roda kehidupan manusia maupun masyarakat Bati. Nilai
sebagai standar yang menentukan hubungan seseorang dengan dirinya.

Hakikat Nilai Esuriun Orang Bati dengan Lingkungan
Wujud nilai Esuriun dapat dilihat pada perilaku dari manusia
maupun masyarakat Bati melalui tindakan nyata, baik pada diri sendiri,
terhadap orang lain, maupun lingkungan. Orang Bati beranggapan
bahwa, nilai ini hakikatnya adalah ”Niat” untuk melakukan dan tidak
melakukan sesuatu hal terhadap diri sendiri maupun orang lain. Niat
merupakan kunci kehidupan yang sangat penting untuk memahami
Dunia Esuriun Orang Bati yang memiliki basis kultural seperti
dikemukakan bahwa:
Bomai nilai Esuriun oi abus-abus bomay fabom sampai nai tutu e
nabadein dai tei. Artinya, Hakikat nilai Esuriun adalah total, dan
tidak pernah lapuk oleh waktu 9).

Dalam perspektif Orang Bati, apabila manusia memilik niat yang
satu untuk menjadi tujuan, berarti manusia tidak bakal menjadi
pembohong pada dirinya sendiri maupun orang lain. Sebab nilai yang
dianut oleh manusia bersumber dari batin, kemudian dikonstruksi
melalui pikiran yang logik (ide) yang diwujudkan melalui perilaku
ketika berlangsungnya interaksi sosial dengan lingkungan internal

Wawancara dengan bapak DahSi (62 Tahun) Tokoh Agama di Dusun Bati Kilusi (Bati

9)

Awal), Negeri Kian Darat, pada tanggal 18 November 2009.

175

Esuriun Orang Bati

maupun lingkungan eksternal. Hal itu adalah hakikat Batti yang sesungguhnya ingin diwujudkan yaitu ”hati manusia yang bersih atau
batin yang bersih”.
Bagi generasi penerus tradisi Bati dalam menjalani kehidupan
mereka secara individual maupun sosial, dan lingkungannya, ternyata
nilai Esuriun merupakan hal yang sangat penting dalam sistem hidup
bersama. Nilai Esuriun berhubungan dengan pandangan tentang dunia
mereka sendiri. Nilai dasar tentang Esuriun teraktualisasi melalui adatistiadat dan kebudayaan masyarakat Bati dilakukan melalui upacaraupacara adat penting di Tana (Tanah) Bati. Tradisi Esuriun berkaitan
dengan upacara adat yang sangat sakral bagi Orang Bati di Tana
(Tanah) Bati, dan memiliki nilai sangat dalam bagi kelangsungan hidup
Orang Bati, karena itu merupakan kosmos bagi mereka sebagai Orang
Bati.

Makna Nilai Esuriun Orang Bati bagi Sesama Orang Bati
Peristiwa turunnya Alifuru dari Gunung Bati yang dinamakan
Esuriun, sampai saat ini (setiap tahun) Orang Bati melakukan upacara
adat untuk mengenang kembali peristiwa yang dilakukan oleh leluhur
mereka pada masa lampau. Seluruh persiapan sampai dengan pelaksanaan upacara adat Esuriun dipusatkan di Kampung atau Dusun
Rumbou atau Bati Tengah. Mengapa Esuriun dikatakan sebagai nilai
budaya Orang Bati? Nilai dasar yang terkandung dalam Esuriun telah
mengintegrasikan kehidupan Orang Bati dalam suatu ikatan teritorial
genealogis atau wilayah orang basudara (roina kakal) dengan batasbatas wilayah kekuasan milik marga (etar) yang terdapat dalam
wilayah kekuasan (watas nakuasa) dari Orang Bati atau suku Bati sebagai kesatuan dalam teritorial genealogis atau wilayah orang basudara
(roina kakal).
Dalam ungkapan khasnya yaitu mereka hidup sebagai roina
kakal. Ungkapan ini sesungguhnya memiliki makna genealogis yang
sangat dalam karena mengatur relasi sosial berdasarkan hubungan
darah untuk mempertegas eksistensi masing-masing individu maupun

176

Esuriun: Nilai Budaya Orang Bati

kelompok sebagai orang satu asal. Ketika melaksanakan Esuriun Orang
Bati pada masa lampau sebagai kisah penting pada generasi pewaris
tradisi Bati maupun bagi orang lain yang menyaksikan peristiwa
tersebut. Orang di Pulau Geser mengisahkan bahwa tradisi Esuriun
Orang Bati yang ditunjukan dalam upacara adat, ternyata sangat
menakutkan atau menyeramkan. Artinya peristiwa adat yang
dilakukan Orang Bati di Tana (Tanah) Bati atau Tanah Besar, yaitu
mengingatkan mereka semua tentang situasi yang menakutkan atau
menyeramkan (Ceram atau Seram) ini kemudian disebarluaskan kepada penduduk yang mendiami daerah sekitarnya maupun penduduk
yang mendiami Pulau Ambon, Haruku, Saparua, Nusa Laut, Seram, dan
lainnya bahwa Alifuru yang turun dari Gunung Bati itu adalah Ceram
atau Seram. Sebutan ini terus berkembang sehingga muncul nama
Ceram atau Seram.
Kamu Mancia Batu, Esuriun oe mamu budaya dadi bomai nilai
budaya oi le, dua nai kamu sampai nai anak tata si eya. Artinya,
Bagi Orang Bati, Esuriun merupakan kebudayaan sehingga
nilainya selalu diwariskan secara turun-temurun bagi generasi
penerus 10).

Esuriun Orang Bati di Mata Orang Luar
Bagi orang luar (Orang Maluku) masih beranggapan bahwa
sebutan Bati adalah tabu. Dunia Orang Bati sampai saat ini dianggap
oleh orang luar sebagai dunia yang diliputi dengan berbagai misteri.
Pada lingkungan masyarakat adat tertentu di Ambon-Maluku, menyebut nama Bati saja dilarang keras oleh orang tua-tua. Nama Orang
Bati dan dunia mereka menjadi sebutan yang dipersepsikan sebagai hal
yang keramat sehingga menjadi pamali (tabu) untuk disebut-sebut secara sembarangan.
Sampai saat ini dunia Orang Bati di mata orang luar seperti
Orang Ambon, Geser, Gorom, dan lainnya berkembang anggapan
bahwa dunia Orang Bati adalah dunia yang penuh dengan situasi yang
10)

Wawancara dengan bapak ASia (73 Tahun) Wakil Kepala Dusun Watu-Watu(Bati

Pantai), Negeri Kian Darat, pada tanggal 15 November 2010.

177

Esuriun Orang Bati

menakutkan atau dunia yang menyeramkan”11). Kesalahan dalam
pemahaman terhadap makna “Bati” dan “Batti” menyebabkan kesalahan dalam interpretasi sehingga melalui interaksi sosial yang
berlangsung di kalangan Orang Maluku, konsep tersebut menjadi
krusial dan mengalami paradoks. Nyatanya konsep “Bati” dan “Batti”
bagi orang luar (Orang Maluku) dianggap memiliki pemaknaan yang
sama, sehingga Orang Bati dianggap sebagai orang yang misteri, orang
yang menakutkan atau menyeramkan, bahkan mitos. Begitu juga nama
Orang Bati yang dikaitkan dengan nama Orang Seram yang menakutkan atau menyeramkan. Di-kemukakan Orang Bati bahwa:
Kamu kasuka Mancia woun tei, dalangal Mancia Esuriun oi lo,
tapi Esuriun oi bei kamu Mancia Batu hidup nai anak tata wowa
Esuriun kamu Mancia Batu oi woiso. Bok bei kamu bok kalau tei
kita un tafalua tua Mancia Batu. Esuriun nai kamu oi woiso.
Artinya, bagi kami nilai Esuriun adalah benar, dan orang luar
memandangnya seperti apa tetapi sebagai anak Esuriun hakikat
dari nilai tersebut adalah final. Jangan mengganggu gugat, kalau
tidak akan berhadapan dengan kami Orang Bati, karena nilai
Esuriun bagi kami Orang Bati adalah hebat 12).

Apabila Orang Bati menggunakan nama Bati untuk menyebut
diri (identitas) mereka sebagai salah satu sukubangsa di Pulau SeramMaluku adalah sah karena mereka merupakan keturunan Alifuru yang
percaya pada “Batti” sebagai salah satu kepercayaan (religi) dari Orang
Alifuru atau Orang Seram pada zaman itu. Perkembangan kemudian
nama tentang Seram pertama kali disebarluaskan oleh orang-orang
yang berasal dari Pulau Geser yang terletak di sebelah timur Pulau
Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Tanah Besar, kemudian orang
luar menginterpretasikan nama Seram sebagai menakutkan dan
menyeramkan bisa dikategorikan benar karena dunia Seram pada
11)Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak MuSa (74 Tahun) Tokoh Adat
Negeri Amahai, dikemukakan bahwa selama ini Orang Maluku kabur tentang
pemaknaan terhadap konsep “Bati” dan “Batti” yang mengandung makna sangat
berbeda. Bati adalah manusia sama seperti Orang Maluku, sedangkan Batti adalah salah
satu sistem kepercayaan Alifuru Seram atau Orang Seram kepada roh para leluhur.
Kepercayaan ini berkaitan dengan roh leluhur yang telah meninggal dunia, tetapi
dianggap masih hidup.
12)Wawancara

dengan bapak SeSia (73 Tahun) Tokoh Adat Dusun Rumbou (Bati

Tengah), Negeri Kian Darat, 23 November 2010.

178

Esuriun: Nilai Budaya Orang Bati

zaman itu juga tidak banyak diketahui oleh orang luar. Diketahui
bahwa Orang Geser sebagai pedagang rempah-rempah pada zaman itu
juga ketika melakukan aktivitas perdagangan barang antar pulau pada
saat itu yang mempopulerkan nama Seram.
Nama Ceram atau Seram yang terus dipopulerkan oleh mereka
(para pedagang rempah dari Pulau Geser) dan sampai saat ini menjadi
nama bagi pulau terbesar di Kepulauan Maluku, dan disebut Pulau
Seram. Orang Bati adalah manusia menyeramkan. Hal itu adalah lebel
yang diberikan oleh orang luar terhadap mereka yang memiliki
identitas Bati. Suatu hal yang pasti bahwa nilai budaya Esuriun, telah
menciptakan Orang Bati dengan dunia mereka adalah Silimaya, yang
telah mewarnai kisah Alifuru Bati atau Orang Bati turun dari Gunung
Bati atau turun dari dara (gunung). Orang-orang yang turun dari
Gunung Bati adalah Orang Bati yang memiliki identitas. Keberadaan
mereka sesungguhnya adalah nyata, dan bukan manusia atau orang
ilang-ilang (hilang-hilang) sebagaimana dipersepsikan selama ini oleh
orang luar (Orang Maluku).
Perwujudan nilai Esuriun Orang Bati dapat dilihat pada perilaku
Orang Bati melalui tindakan nyata, baik pada diri sendiri, terhadap
orang lain, maupun lingkungan. Dalam perspektif Orang Bati, memiliki
suatu niat berarti manusia tidak menjadi pembohong pada dirinya
sendiri maupun orang lain. Sebab nilai bersumber dari batin manusia,
kemudian dikonstruksi melalui pikiran yang logik (ide), dan diwujudkan melalui perilaku ketika berinteraksi dengan lingkungan internal
maupun lingkungan eksternal. Bagi generasi penerus tradisi Bati dalam
menjalani kehidupan mereka secara individual maupun sosial, dan
lingkungannya, ternyata nilai budaya Esuriun Orang Bati merupakan
hal yang sangat penting dalam sistem hidup bersama. Nilai budaya
Esuriun Orang Bati berhubungan dengan pandangan tentang dunia
Orang Bati yang sesungguhnya. Artinya cara melihat dan memahami
dunia, serta peranan orang dalam dunia itu sendiri adalah nyata bagi
pendukung tradisi dan kebudayaan Bati, dan mungkin saja berbeda
dengan orang lain yang bukan pendukung tradisi dan kebudayaan Bati.

179

Esuriun Orang Bati

Seni Tari Dalam Budaya Esuriun Orang Bati
Nilai dasar tentang Esuriun yang teraktualisasi melalui adatistiadat dan kebudayaan masyarakat Bati dilakukan melalui upacaraupacara adat penting di Tanah Bati dan sakral. Relasi sosial yang
berlangsung antara mereka sebagai Orang Bati dengan lingkungan alam
dan manusia, menunjukkan sikap positif mereka terhadap eksistensi
alam semesta di mana mereka sebagai Orang Bati senantiasa berada
dalam arena dan waktu yang berbeda, serta nilai dan norma pergaulan
yang mendasarinya, namun tidak pernah diketahui oleh kalangan luar.
Artinya wujud dari nilai Esuriun ada dalam adat, kebudayaan Orang
Bati seperti dikemukakan bahwa:
Esuriun oi kamu, kawotu tua adat, budaya, nai mamo anak tata
supaya bok dalupa nai janji tua mafakat bomai dawei nai
memamam Mancia Batu bomai habom-habom. Artinya, nilai
dasar Esuriun senantiasa diwujudkan dalam adat dan budaya
agar anak cucu tidak lupa pada janji dan kesepakatan yang
dilakukan oleh leluhur Orang Bati sejak masa lampau 13).

Salah satu upaya melestarikan nilai Esuriun Orang Bati diaktualisasikan dalam pagelaran budaya Esuriun seperti tampak pada
gambar 7 dan 8 berikut ini:

13)Wawancara dengan bapak AKil (58 Tahun) Tokoh Pemerintah Dusun Bati Kilusi (Bati
Awal pada tanggal 24 November 2010.

180

Esuriun: Nilai Budaya Orang Bati

Gambar 7
Pagelaran Budaya Esuriun di Tana (Tanah) Bati (Tarian Bungkure)

Gambar 8
Pagelaran Budaya Esuriun di Tana (Tanah) Bati (Tarian Lili)

Kedua jenis tarian adat ini senantiasa dilakukan dalam kegiatan
upacara adat Esuriun Orang Bati. Nilai dasar yang terdapat dalam
Esuriun Orang Bati teraktualisasi melalui berbagai aspek kehidupan,
dan sebagai contoh dijumpai dalam tarian adat untuk mengingatkan
181

Esuriun Orang Bati

pada anak cucu pewaris tradisi dan kebudayaan Bati mengenai kisah
leluhur mereka sewaktu turun dari hutan dan gunung. Berdasarkan
nilai dasar yang terdapat dalam Esuriun Orang Bati yang memiliki
multi fungsi dan peran dalam membentuk sikap, perilaku, pengetahuan, dan lainnya berdasarkan norma-norma yang disepakati
bersama dalam pergaulan hidup senantiasa dijadikan sebagai tolok ukur
untuk berpikir dan bertindak pada Orang Bati. Nilai Esuriun Orang
Bati bersumber dari niat untuk melakukan yang baik terhadap sesama
mereka sebagai orang satu asal maupun dengan orang lain berdasarkan
kerja dari nurani yang bersih, suci, jujur atau “Bati” seperti
dikemukakan Orang Bati yaitu:
Nini budaya Esuriun eya, dadi tua waktu bomai Tata Nusu Si
dimaksud oi dakuk nai Mancia Batu, nai di asal bomai tata nusu
Alifuru tua Alifuru Nina, nai Tana Seram. Oi berarti alam eya
bei abus-abus supaya Mancia dalangal nai kebenaran, tana eya
famoi Mancia lamino di bersih. Artinya, nilai budaya Esuriun
jadi dengan saat yang tepat di mana leluhur kami bermaksud
menegaskan eksistensi Orang Bati yang berasal dari keturunan
Alifuru atau Alifuru Ina di Pulau Seram. Hal ini dimaksudkan
ketika manusia ingin mencari kebenaran sejati yaitu manusia
berhati bersih 14).

Nilai budaya Esuriun Orang Bati muncul berdasarkan
pengalaman hidup yang dijalani secara bersama dari zaman leluhur
mereka mendiami Pulau Seram Bagian Timur sampai dengan keturunannya saat ini. Nilai-nilai dasar yang terdapat dalam Esuriun
Orang Bati menjadi pendorong dalam mewujudkan tolong-menolong
(bobaiti), masohi, toleransi, saling menjaga, melindungi, dan lainnya
sebagai kebersamaan hidup sebagai roina kakal sehingga menjadi
penuntun pada setiap individu, kerabat, kelompok, maupun komunitas
untuk mewujudkan daya cipta, rasa, dan karsa untuk bertahan hidup
(survive) dengan lingkungan melalui cara-cara hidup sesuai kebudayaan untuk menganalisis tentang Pengelompokan Sosial di Tana
(Tanah) Bati yaitu kelompok sosial Patasiwa dan Patalima yang
awalnya berbeda, kemudian berusaha mengintegrasikan kehidupan
mereka melalui Esuriun Orang Bati untuk mewujudkan eksistensi
Orang bati sebagai manusia maupun sukubangsa.

14)Wawancara dengan bapak DahSi (68 Tahun) Tokoh Agama Dusun Bati Kilusi (Bati
Awal) Negeri Kian Darat, pada tanggal 24 November 2010.

182