Kasus Psikoanalisis di Kehidupan Sehari
Kasus Psikoanalisis di Kehidupan Seharihari
Saya akan memberi contoh kasus yang berhubungan dengan psikoanalisis di kehidupan
sehari-hari saya dirumah.
Jika dilihat dari sistem ID
contoh : Adik saya seorang perempuan berumur 8 tahun masih duduk di kelas 3 SD, jika
sedang dirumah dia selalu ingin membeli jajanan di luar rumah seperti baso, es cendol,
balon dan lainnya. Karena adik saya gendut dan mudah sakit maka oleh ibu saya dibatasi
jajanannya. Tetapi namanya juga anak kecil pasti jika ada sesuatu yang diinginkannya
pasti akan berusaha mendapatkannya apapun cara yang akan digunakan, mungkin dengan
menangis atau bahkan melempar barang karena kesal.
Jika dilihat dari sistem EGO
contoh : dilihat dari contoh kasus id , kita bisa sambungkan dengan contoh menurut ego.
Ketika adik saya lapar maka akan bertindak dan berfikir bagaimana rasa lapar itu hilang
dengan membeli jajanan diluar. Pemikiran adik saya untuk menghilangkan rasa laparnya
itu menunjukan sikap ego karena ia bergerak berdasarkan prinsip realitas dan
menyesuaikan diri dengan realita.
Jika dilihat dari sistem SUPER EGO
contoh : kita sambungkan lagi dengan kasus-kasus diatas. Ibu saya telah mengontrol adik
saya dengan melarang tidak boleh membeli jajanan diluar rumah, tetapi apabila super ego
telah terbentuk, maka control dari dirinya sendiri akan keluar dengan memaksa ibu untuk
mengijinkannya membeli jajanan diluar rumah.
Perspektif psikoanalisis memberikan cara baru untuk memandang beberapa contoh semua
tindakan kita yang memiliki suatu penyebab. Tetapi penyebab itu lebih sering merupakan
tindakan bawah sadar kita. contohnya jika kita masuk ke tempat yang gelap, seram dan
dingin maka secara tidak langsung alam bawah sadar kita terbentuk dengan timbulnya
rasa takut dan merinding.
sekian contoh kasus yang dapat saya berikan , semoga dengan kasus ini teman-teman
dapat bisa mengontrol diri untuk membentuk pribadi yang sehat yah
About these ads
Contoh Kasus Konseli yang
Berpandangan pada Psikoanalisis
Supri (bukan nama sebenarnya) adalah seorang siswa SMA. Pada
tahun ajaran ini akan mengadakan pemilihan ketua OSIS. Di
sekolah supri adalah siswa yang pandai, kreatif, dan tekun.
Dalam pergaulannya pun ia selalu disukai oleh teman-temannya.
Dalam kesempatan ini teman-temannya mencalonkan Supri
untuk maju sebagai ketua OSIS yang baru. Dalam hati, Supri
sendiri sebenarnya berminat untuk mencalonkan diri, kareana
ia memang siswa aktivis yang selalu ambil bagian dalam
organisasi. Dan kesempatan ini adalah kesempatan yg ia tunggutunggu untuk menjadi ketua sebuah organisasi sekolah.Akan
tetapi, Supri menolak dukungan teman-temannya karena ia
merasa minder, tidak pantas, tidak cocok seandainya ia menjadi
ketua OSIS. Ketakutan ini muncul karena baginya menjadi
ketua OSIS berarti ia akan banyak berbicara dihadapan orangorang, dan akan menjadi penanggung jawab dari segala hal
kegiatan yang diadakan. Hal inilah yang menyebabkan Supri
mengurungkan niatnya.
Ketakutan Supri muncul ketika ia harus bicara di hadapan banyak
orang karena ia pernah mempunyai masa lalu. Pada waktu kelas
III SD ia terpeleset ketika berjalan di atas panggung dalam
pentas drama di sekolah. Teman-temannya menertawakan dan
bersorak-sorak mengejeknya. Ketika kelas IV SD, Supri
mewakili sekolah dalam lomba menyanyi. Supri salah
mengucapkan syair lagu sehingga para peserta tertawa, bahkan
guru-guru pendamping peserta pun ikut tertawa. Pada waktu
kelas IV Supri menjabat sebagai ketua darmawisata, namun
program yang direncanakan berjalan mengecewakan. Guru dan
teman-teman kelasnya menyalahkan Supri. Ia benar-benar
merasa tidak berguna karena segala hal yang ia kerjakan selalu
salah, ia menyalahkan dirinya sendiri yang tidak dapat
melakukan apapun dengan benar.
Hal-hal dari masa lalunya itu selalu membebani dirinya dan
membuatnya merasa takut (trauma) apabila berada di situasi
yang sama seperti masa lalunya. Bahkan akhir-akhir ini Supri
merasa gelisah, takut, dan sulit tidur, karena teman-temannya
mencalonkan dirinya sebagai ketua OSIS tahun ini. Dia takut
hal yang dari masalalunya akan terulang. Karena situasi ini,
Supri pun datang menemui konselor sekolah.
Teori Psikoanalisa, Terapi, dan Contoh Kasus
Disusun Oleh :
Ahmada selfia
: 18511103
Fajar Maulana
: 12511635
Keren Hellery
: 13511933
Hadi Rachmatullah : 13511133
Sejarah Terbentuknya Teori Psikoanalisa
Salah satu aliran utama dalam sejarah psikologi adalah teori psikoanalitik Sigmund
Freud. Psikoanalisis adalh sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat
manusia, dan metode psikoterapi. Secara historis psikoanalisis adalah aliran pertama dari
tiga aliran utama psikologi. Yang kedua behaviorisme, sedangkan yang ketiga adalah
psikologi eksistensial – humanistik.
Menurut Corey (2005:13), sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori-teori
dan praktek psikoanalitik mencakup :
1.
Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat
manusia bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia.
2.
Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar.
3.
Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kepribadian dimasa dewasa.
4.
Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami
cara-cara yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan
mengandalkan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan
kecemasan.
5.
Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari
ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensitransferensi.
Menurut pendangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem atau aspek,
yaitu: Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Super Ego (Das Ueber Ich).
Id (Das Es)
Menurut Suryabrata (2005:125) aspek ini adalah aspek biologis dan
merupakan sistem yang original di dalam kepribadian. Dari aspek inilah kedua aspek
yang lain tumbuh. Freud menyebutnya juga realitas psikis yang sebenar-benarnya, oleh
karena itu Das Es itu merupakan dunia batin atau subyektif manusia, dan tidak
mempunyai hubungan langsung dengan dunia obyektif. Das Es berisikan hal-hal yang
dibawa sejak lahir (unsur-unsur biologis), termasuk insting-insting. Das Es merupakan
“reservoir†energi psikis yang menggerakkan Das Ich dan Das Ueber Ich.
Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada pengurangan
tegangan, penghindaran kesakitan, dan perolehan kesenangan, Id bersifat tidak logis,
amoral, dan didorong oleh satu kepentingan: memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah
sesuai dengan asas kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi anak manja
dari kepribadian, tidak berpikir, dan hanya menginginkan atau bertindak serta Id
bertindak dengan tidak sadar (Corey, 2005:14).
Ego (Das Ich)
Menurut Suryabrata (2005:126) aspek ini adalah aspek psikologis daripada
kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik
dengan dunia kenyataan (realita). Orang yang lapar mesti perlu makan untuk
menghilangkan tegangan yang ada dalam dirinya. Ini berarti bahwa organisme harus
dapat membedakan antara khayalan tentang makanan dan kenyataan tentang makanan.
Disinilah letak perbedaan yang pokok antara Das Es (Id) dan Das Ich (Ego), yaitu kalau
Das Es itu hanya mengenal dunia subyektif (dunia batin), maka Das Ich dapat
membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar
(dunia obyektif, dunia realitas).
Superego (Das Ueber Ich)
Menurut Suryabrata (2005:127) aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil
dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua
kepada anak-anaknya, yang dimasukkan (diajarkan) dengan berbagai perintah dan
larangan. Das Ueber Ich lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena itu
Das Ueber Ich dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian.
Superego berfungsi menghambat impuls-impuls Id. Kemudian, sebagai internalisasi
standar-standar orang tua dan masyarakat, superego berkaitan dengan imbalan-imbalan
dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan bangga dan mencintai diri,
sedangkan hukuman-hukumannya adalah perasaan-perasaan berdosa dan rendah diri
(Corey, 2005: 15)
Mekanisme Pertahanan Ego
Di bawah tekanan kecemasan yang berlebihan, ego kadang-kadang terpaksa
menempuh cara-cara ekstrem untuk menghilangkan tekanan. Cara-cara itu disebut
dengan mekanisme pertahanan.
Penyangkalan
Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan dengan “ menutup mata “
terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek
kenyataan yang membangkitkan kecemasan. Kecemasan atas kematian orang yang
dicintai, misalnya sering dimanifestasikan oleh fakta penyangkalan terhadap kematian.
Represi
Represi adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan
kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketaksadaran, atau
bisa menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan.
Proyeksi
Proyeksi adalah mengalamatkan sifat sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego
kepada orang lain. Seorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia
tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri. Jadi, proyeksi, seorang akan
mengutuk orang lain karena “kejahatannya†dan menyangkal memiliki dorongan
jahat seperti itu. Untuk menghindari kesakitan karena mengakui bahwa di dalam dirinya
terdapat dorongan yang dianggap jahat, ia memisahkan diri dari kenyataan ini.
Formasi reaksi (pembentukan)
Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak
sadar. Jika perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang
menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang
bisa menimbulkan ancaman itu. Contohnya, seorang ibu yang memiliki perasaan menolak
terhadap anaknya, karena adanya perasaan berdosa, ia menampilkan tingkah laku yang
sangat berlawanan, yakni terlalu melindungi atau “terlalu mencintai†anaknya.
Orang yang menunjukkan sikap menyenangkan yang berlebihan atau terlalu baik boleh
jadi berusaha menutupi kebencian dan perasaan-perasaan negatifnya.
Fiksasi
Fiksasi maksudnya adalah menjadi “terpaku†pada tahap-tahap perkembangan yang
lebih awal karena mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menimbulkan
kecemasan. Anak yang terlalu bergantung menunjukkan pertahanan berupa fiksasi.
Regresi
Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutantuntutannya tidak terlalu besar. Contohnya seorang anak yang takut sekolah
memperlihatkan tingkah laku infantil seperti menangis, mengisap ibu jari, bersembunyi,
dan menggantungkan diri pada guru. Atau, ketika adiknya lahir, seorang anak kembali
menunjukkan bentuk-bentuk tingkah laku yang kurang matang.
Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang â€baik†guna menghindarkan
ego dari cedera; memalasukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi
tidak begitu menyakitkan. Orang yang tidak memperoleh kedudukanyang sesungguhnya
diinginkannya.
Atau,
seorang
pemuda
yang
ditinggalkan
kekasihnya,
guna
menyembuhkan ego-nya yang terluka ia menghibur diri bahwa si gadis tidak berharga
dan bahwa dirinya memang akan menendangnya.
Sublimasi
Sublimasi adalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial
lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya. Contohnya dorongan dorongan agresif
yang ada pada seseorang disalurkan ke dalam aktivitas bersaing di bidang olahraga
sehingga dia menemukan jalan bagi pengungkapan perasaan agresifnya, dan sebagai
tambahan dia bisa memperoleh imbalan apabila berprestasi dibidang olahraga itu.
Displacement
Displacement adalah mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal
atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau. Seseorang anak yang ingin
menendang orang tuanya kemudian menendang adiknya, atau jika adiknya tidak ada,
menendang kucing.
Tapi, Pertahanan yang pokok adalah represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi, dan
regresi (Supratiknya, 1993: 86).
Tujuan-tujuan Terapeutik
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual
dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik
difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak.
Pengalaman-pengalaman masa lampau di rekonstruksi, dibahas, dianalisis, dan
ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan
dimensi afektif dari upaya menjadikan ketaksadaran diketahui. Pemahaman dan
pengertian intelektual memiliki arti penting tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan
yang berkaitan dengan pemahaman diri lebih penting lagi (Corey, 2005: 38).
Fungsi dan Peran Terapis
Karakteristik psikoanalisis adalah terapis atau analis membiarkan dirinya anonim serta
hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya
kepada analis. Proyeksi-proyeksi klien yang menjadi bahan terapi, ditafsirkan dan
dianalisis. Analis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai
kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, dalam
menangani kecemasan secara realistis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku
yang impulsif dan irasional. Fungsi utama analis adalah mengajarkan arti proses-proses
ini kepada klien sehingga klien mampu memperoleh pemahaman terhadap masalahmasalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara berubah (Corey,
2005: 38-39).
Hubungan antara Terapis dan Klien
Hubungan klien dengan analis dikonseptualkan dalam proses transferensi yang menjadi
inti pendekatan psikoanalitik. Transferensi mendorong klien untuk mengalamakan pada
analis “urusan yang tak selesaiâ€, yang terdapat dalam hubungan klien di masa
lampau dengan orang yang berpengaruh. Proses pemberian treatment mencakup
rekonstruksi klien dan menghidupkan kembali pengalaman- pengalaman masa
lampaunya. Transferensi terjadi pada saat klien membangkitkan kembali konfik-konflik
masa dininya yang menyagkut cinta, seksual, kebencian, kecemasan, dan dendamnya,
membawa konflik-konflik itu ke saat sekarang, mengalaminya kembali, dan
menyangkutkannya pada analis.
Jika terapi diinginkan memiliki pengaruh menyembuhkan, maka hubungan transferensi
harus digarap. Proses penggarapan melibatkan eksplorasi oleh klien atas kesejajarankesejajaran antara pengalaman masa lampau dan pengalaman masa kininya. Kloien
memiliki banyak kesempatan untuk melihat cara-cara dirinya mengejawatahkan konflikkonflik inti dan pertahan-pertahanan intinya dalam kehidupan sehari-hari. Karena
dimensi utama dari proses penggarapan itu adalah hubungan transferensi, yang
membutuhkan waktu untuk membangunnya serta membutuhkan tambahan waktu untuk
memahami dan melarutkannya, maka penggarapannya memerlukan jangka waktu yang
panjang bagi keseluruhan proses terapeutik.
Jika analis mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak selaras yang berasal dari
konflik-konfliknya sendiri, maka akan terjadi kontratransferensi. Kontratransferensi ini
bisa terdiri dari perasaan tidak suka atau keterikatan dan keterlibatan yang berlebihan.
Kontratransferensi dapat mengganggu kemajuan terapi karena reaksi-reaksi dan masalahmasalah klien. Analis diharapkan agar relatif objektif dalam menerima kemarahan, cinta,
bujukan, kritik, dan peraaan-perasaan lainnya yang kuat dari klien.sebagian besar
program latihan psikoanalitik mewajibkan calon analis untuk menjalani analis yang
intensif sebagai klien. Analis dianggap telah berkembang mencapai taraf dimana konflikkonflik utamanya sendiri terselesaikan, dan karena dia mampu memisahkan kebutuhankebutuhan dan masalah-masalahnya sendiri dari situasi terapi. Jika analis tidak mampu
mengatasi kontratransferensi, maka dianjurkan agar kembali menjalankan analis pribadi.
Sebagai hasil hubungan hasil terapeutik, khususnya penggarapan situasi transferensi,
klien memperoleh pemahaman terhadap psikodinamika-psikodinamika tak sadarnya.
Kesadaran dan pemahaman atas bahan yang direpresi merupakan landasan bagi proses
pertumbuhan analitik. Klien mampu memahami asosiasi antara pengalaman-pengalaman
masa lampaunya dengan kehidupan sekarang. Pendekatan psikoanalitik berasumsi bahwa
kesadaran diri ini bisa secara otomatis mengarah pada perubahan kondisi klien.
Penerapan Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur Terapeutik
Lima teknik dasar terapi psikoanalitik adalah: asosiasi bebas, penafsiran, analisis mimpi
atas resistensi, dan analisis atas transferensi.
1) Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman
masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di
masa lampau yang dikenal dengan sebutan katarsis. Selama proses asosiasi bebas
berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam
ketaksadaran. Penghalangan-penghalangan atau pengacauan-pengacauan oleh klien
terhadap asosiasi-asosiasi merupakan isyarat bagi adanya bahan yang membangkitkan
kecemasan. Analis menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya kepada klien,
membimbing klien ke arah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang
mendasarinya, yang tidak disadari oleh klien.
2) Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas,
mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan transferensi-transferensi. Prosedurnya terdiri atas
tindakan-tindakan analis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien
makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas,
resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiranpenafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan
mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Dengan perkataan lain,
analis harus bisa menafsirkan bahan yang belum terlihat oleh klien, tetapi yang oleh klien
bisa diterima dan diwujudkan sebagai miliknya.
3) Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang
tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang
tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai “jalan istimewa menuju
ketaksadaranâ€, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan,
dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari diungkap.
Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi, yaitu laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas
motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik dan tak disadari. Karena begitu
mengancam dan menyakitkan, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang
merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima,
yakni impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi is laten
mimpi ke dalam isi manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas
analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbolsimbol yang terdapat pada isi manifes mimpi, selama jam analitik, analis bisa meminta
klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian guna
menyingkap makna-makna yang terselubung.
4) Analisis dan Penafsiran Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien
mengemukakan bahan yang tak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika
tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak
bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien sadar atas dorongan-dorongan dan
perasaan-perasaan depresi itu. Resistensi ditunjukkan untuk mencegah bahan yang
mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus menunjukannya, dan klien harus
menghadapinya jika dia mengharapkan bisa menangani konflik-konflik secara realistis.
Resistensi-resistensi bukanlah hanya sesuatu yang harus diatasi. Karena merupakan
perwujudan dari pendekatan-pendekatan defensif klien yang biasa dalam kehidupan
sehari-harinya, resistensi-resistensi harus dilihat sebagai alat bertahan terhadap
kecemasan, tetapi menghambat kemampuan klien untuk mengalami kehidupan yang lebih
memuaskan.
5) Analisis dan Penafsiran Transferensi
Transferensi mengejawantahkan dirinya dalam proses terapeutik ketika “urusan
yang tak selesai†di masa lampau klien dengan orang-orang yang berpengaruh
menyebabkan dia mendistorsi masa sekarang dan bereaksi terhadap analis sebagaimana
dia bereaksi terhadap ibu atau ayahnya. Analisis transferensi adalah teknik yang utama
dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa
lampaunya dalam terapi. Penafsiran hubungan transferensi juga memungkinkan klien
mampu menembus: konflik-konflik masa lampau yang tetap dipertahankannya hingga
sekarang dan yang menghambat pertumbungan emosionalnya. Singkatnya efek-efek
psikopatologis dari hubungan masadini yang tidak diinginkan, dihambat oleh
penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeutik
dengan analis.
Contoh kasus :
Contoh kasus 1
klien pernah mengalami trauma diperkosa oleh pamannya sehingga sangat membenci
pamannya dan berusaha melupakannya. Terapis mencoba menggali informasi dengan
membuat klien mengingatnya sehingga memancing emosi klien maka klien diberikan
katarsis (pelampiasan) yaitu sebuah ruangan dimana klien dapat mengekspresikan
kemarahannya seperti berteriak sekeras-kerasnya didalam ruangan katarsis atau meninju
boneka.
Ini merupakan contoh kasus dari asosiasi bebas dimana klien dibiarkan untuk
memunculkan ketidaksadarannya. Hal ini juga berkaitan dengan proses katarsis.
Anonim.
(2009). PSIKOTERAPI.
(http://psychologygroups.blogspot.com/2009/03/psikoterapi.html). (Diakses tanggal 21
Mei 2014).
Contoh kasus 2
Kasus yang kedua adalah tentang fobia. Semua penanganan psikoanalisis terhadap fobia
berupaya mengungkap konflik-konflik yang ditekan yang diasumsikan mendasari
ketakutan ekstrem dan karakteristik penghindaran dalam gangguan ini. Karena fobia
dianggap sebagai simtom dari konflik-konflik yang ada di baliknya, fobia biasanya tidak
secara langsung ditangani. Memang, upaya langsung untuk mengurangi penghindaran
fobik dikontraindikasikan karena fobia diasumsikan melindungi orang yang bersangkutan
dari berbagai konflik yang ditekan yang terlalu menyakitkan untuk dihadapi.
Dalam berbagai kombinasi analis menggunakan berbagai teknik yang dikembangkan
dalam tradisi psikoanalisis untuk membantu mengangkat represi. Dalam asosiasi bebas
analis mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang disebutkan pasien terkait dengan
setiap rujukan mengenai fobia. Analis juga berupaya menemukan berbagai petunjuk
terhadap penyebab fobia yang ditekan dalam isi mimpi yang tampak jelas. Apa yang
diyakini analis mengenai penyebab yang ditekan tersebut tergantung pada teori
psikoanalisis tertentu yang dianutnya. Seorang analis ortodoks akan mencari konflikkonflik yang berkaitan dengan seks arau agresi, sedangkan analis yang menganut teori
interpersonal dari Arieti akan mendorong pasien untuk mempelajari generalisasi
ketakutannya terhadap orang lain.
Anonim. (2011). Fobia. (http://phobia-disorder.blogspot.com/p/prevensi.html). (Diakses
tanggal 21 Mei 2014).
Contoh kasus 3
Saya memiliki teman dekat dimana dari kecil dia adalah anak yang penakut akan hal-hal
gaib. Sehingga, semasa kecil dia selalu takut untuk menonton film seram. Ditambah lagi
mendengar cerita seram dari orang-orang terdekatnya. Namun hal itu tetap dia lakukan.
Sampai-sampai dia pernah terbawa mimpi akibat menonton film seram yang
menyebabkan dia ngompol karena rasa takut yang dia rasakan. Disamping itu, dia juga
termasuk anak yang sangat aktif dalam melakukan suatu aktivitas. Setiap pulang sekolah
dia bermain bersama teman-teman. Namun, hal itu membuat ayahnya marah. Karena
setiap pulang sekolah dia suka bermain, yang seharusnya tidur siang. Sehingga keniginan
untuk bermain sering tertunda. Jika ayahnya tidak dirumah dia suka bermain. Begitu pula
sebaliknya, jika beliau ada dirumah pastinya dia tidak boleh keluar dan disuruh tidur
siang. Itu adalah kasus yang teman saya alami dari umur 6- 10 tahun. Sehingga, pada
tahun-tahun tersebut perkembangan kepribadian teman saya mengalami gangguan yang
menyebabkan dirinya berperilaku sama pada tahun sebelumnya (terjadi regresi).
pembahasan :
Kasus yang teman saya alami adalah mengompol sewaktu berusia 6-10 tahun akibat rasa
takut akan hal-hal gaib dan tertundanya melakukan aktivitas yang aktif seperti bermain
hingga terbawa mimpi. Kasus tersebut saya hubungkan dengan teori psikanalisis oleh
Sigmund Freud khususnya mengenai analisis mimpi. Freuds bekerja sangat dipengaruhi
orang-orang ahli analisis mimpi. Bukunya The Interpretation of Dream (Die
Traumdeutung) pertama kali diterbitkan tahun 1899. Di sini, ia menjelaskan bahwa
mimpi sering dikaitkan dengan keinginan-pemenuhan.
Dia menjelaskan bahwa analisis mimpi perlu dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi
pada pemimpi dalam kehidupan nyata. Terutama untuk peristiwa yang terjadi pada hari
sebelumnya. Sebagian besar mencerminkan interpretasi mimpinya ketakutan, keinginan
dan emosi yang ada dalam pikiran bawah sadar kita. Bahkan mimpi negatif dapat
ditafsirkan sebagai peristiwa yang pemimpi berharap tidak akan terjadi. Hal ini terjadi
pada teman saya, karena setiap menonton dan mendengar hal-hal yang gaib membuat
dirinya ketakutan hingga terbawa ke dalam mimpi dan mengompol yang tidak dia harap
akan terjadi.
Definisi Mimpi Menurut Freud, mimpi adalah penghubung antara kondisi bangun dan
tidur. Baginya, mimpi adalah ekspresi yang terdistorsi atau yang sebenarnya dari
keinginan-keinginan yang terlarang diungkapkan dalam keadaan terjaga. Jika Freud
seringkali mengidentifikasi mimpi sebagai hambatan aktivitas mental tak sadar dalam
mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan individu, beriringan dengan tindakan psikis
yang salah, selip bicara (keprucut), maupun lelucon.
Pada dasarnya hakikat mimpi bagi psikoanalisis hanyalah sebentuk pemenuhan keinginan
terlarang semata. Dikatakan oleh Freud (dalam Calvin S.Hal & Gardner Lindzaey, 1998)
bahwa dengan mimpi, seseorang secara tak sadar berusaha memenuhi hasrat dan
menghilangkan ketegangan dengan menciptakan gambaran tentang tujuan yang
diinginkan, karena di alam nyata sulit bagi kita untuk mengungkapkan kekesalan,
keresahan, kemarahan, dendam, dan yang sejenisnya kepada obyek-obyek yang menjadi
sumber rasa marah, maka muncullah dalam keinginan itu dalam bentuk mimpi.
(tertundanya pemenuhan keinginan teman saya untuk bermain bersama teman-teman).
Analisis Mimpi, digunakan oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan
pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi
keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi
yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode Analisis Mimpi dapat digunakan untuk
mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat,
ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang.
Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil diungkap, maka untuk
penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan.
Intan. (2009). Analisis Mimpi. (http://intanpsikologi.wordpress.com/2009/12/10/analisismimpi-sigmund-freud/). (Diakses tanggal 21 Mei 2014).
Contoh kasus 4
Klien seorang perempuan, 26 tahun dengan gangguan skizofrenia paranoid dan diterapi
menggunakan pendekatan psikoanalisis dan teknik yang digunakan adalah teknik asosiasi
bebas.
Pada sesi I ini terapis dan klien membangun komunikasi yang nyaman dan membangun
kepercayaan. Setelah terbentuknya rasa kepercayaan dan dukungan yang lebih besar,
terapis mulai mendorong klien untuk mengkaji berbagai hubungan Interpersonalnya.
Kemudian klien diminta untuk mengungkapkan apa saja (pikiran dan perasaan) yang
terlintas dalam pikirannya saat itu tanpa ada hal-hal yang disensor (moment catarsis).
Dan terapis membantu klien untuk menganalisa mengenai hal-hal yang dikatarsiskan.
Setelah itu terapis membantu dan membimbing klien untuk bisa insigth. Setelah itu terus
menerus menginterpretasikan dan mengidentifikasikan masalah klien. Kemudian
berusaha mengajak klien merealisasikan hal-hal yang didapat dari insigth.
Pada sesi II yaitu teknik asosiasi bebas. Pada sesi ini Klien diminta untuk
mengungkapkan apa saja (pikiran dan perasaan) yang terlintas dalam pikirannya saat ini
tanpa ada hal yang disensor (katarsis). Terapi membantu klien menganalisa mengenai halhal yang dikatarsiskan, kemudian terapis membimbing klien untuk insight, dengan terusmenerus menginterpretasi dan mengidentifikasi masalah klien dan mkemudian mengajak
klien merealisasikan hal yang didapatkan dari insight.
Sumber:
Corey, Gerald. (2005). Teori dan Praktek KONSELING & PSIKOTERAPI. Bandung: PT
Refika Aditama.
Hall, Calvin., & Gardner Lindzey. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (klinis),
(Penerjemah: A. Supratiknya). Yogyakarta: Kanisius.
Selvera, Nidya Rizky. (2013). Teknik asosiasi bebas dan psikoedukasi untuk mengenali
gejala penderita skizofrenia paranoid. Jurnal Procedia Studi Kasus dan Intervensi
Psikologi Volume 1.
Suryabrata, S. (2005). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Teori perkembangan kognitif
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Teori Perkembangan Kognitif,
dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan
dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti
kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi
logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas
munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini
digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang
menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan
kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif
kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk
pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang
digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang
berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Daftar isi
1 Periode sensorimotor
2 Tahapan praoperasional
3 Tahapan operasional konkrit
4 Tahapan operasional formal
5 Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
6 Proses perkembangan
7 Isu dalam perkembangan kognitif[1]
o 7.1 Tahapan perkembangan
o 7.2 Natur dan nurtur
7.3 Stabilitas dan kelenturan dari kecerdasan
8 Sudut pandang lain
9 Referensi
10 Bacaan lebih lanjut
11 Referensi
o
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan
tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget
berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman
spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat
bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan
dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan
sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari
sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai
delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru
untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan
awal kreativitas.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang
secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam
teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek.
Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai.
Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan
gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk
melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek
menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya
berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul
antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan katakata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan
logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat
memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain.
Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring
pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak
memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang
tidak hidup pun memiliki perasaan.
Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai
duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Prosesproses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri
lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya
dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda
menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa
serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut.
Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua
benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan
untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh, anak tidak akan lagi menganggap bahwa
cangkir yang pendek tapi lebar memiliki isi lebih sedikit dibanding cangkir yang tinggi
tapi ramping.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah,
kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan
bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah
tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda
tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak,
mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas
itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai
contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak,
lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci,
setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan
mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau
anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus
berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi
yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti
logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih,
namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini
muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai
masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan
psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai
perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir
sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya
selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang
mundur.
Universal (tidak terkait budaya)
Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri
seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari
tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir,
bukan hanya perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan
berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori
pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga
menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam
memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema
mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut.
Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru
didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang
sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis
binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung
kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna
kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan
perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan
jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada.
Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman
atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada
sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label
"burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau
penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang
sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.
Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung
sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada
skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan
berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses
penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan
equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan
pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang
tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan
dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
Isu dalam perkembangan kognitif[1]
Isu utama dalam perkembangan kognitif serupa dengan isu perkembangan psikologi
secara umum.
Tahapan perkembangan
Perbedaan kualitatif dan kuantitatif
Terdapat kontroversi terhadap pembagian tahapan perkembangan berdasarkan perbedaan
kualitas atau kuantitas kognisi.
Kontinuitas dan diskontinuitas
Kontroversi ini membahas apakah pembagian tahapan perkembangan merupakan proses
yang berkelanjutan atau proses terputus pada tiap tahapannya.
Homogenitas dari fungsi kognisi
Terdapat perbedaan kemampuan fungsi kognisi dari tiap individu
Natur dan nurtur
Kontroversi natur dan nurtur berasal dari perbedaan antara filsafat nativisme dan filsafat
empirisme. Nativisme mempercayai bahwa pada kemampuan otak manusia sejak lahir
telah dipersiapkan untuk tugas-tugas kognitif. Empirisme mempercayai bahwa
kemampuan kognisi merupakan hasil dari pengalaman.
Stabilitas dan kelenturan dari kecerdasan
Secara relatif kecerdasan seorang anak tetap stabil pada suatu derajat kecerdasan, namun
terdapat perbedaan kemampuan kecerdasan seorang anak pada usia 3 tahun dibandingkan
dengan usia 15 tahun.
Sudut pandang lain
Pada saat ini terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk menjelaskan
perkembangan kognitif.
Teori perkembangan kognitif neurosains [2]
Kemajuan ilmu neurosains dan teknologi memungkinkan mengaitkan antara aktivitas
otak dan perilaku. Biologis menjadi dasar dari pendekatan ini untuk menjelaskan
perkembangan kognitif. Pendekatan ini memiliki tujuan untuk dapat mengantarai
pertanyaan mengenai umat manusia yaitu
1. Apakah hubungan antara pemikiran dan tubuh, khususnya antara otak
secara fisik dan mental proses
2. Apakah filogeni atau ontogeni yang menjadi awal mula dari struktur
biologis yang teratur
Teori Konstruksi pemikiran-sosial
Selain biologi, konteks sosial juga merupakan salah satu sudut pandang dari
perkembangan kognitif. Perspektif ini menyatakan bahwa lingkungan sosial dan budaya
akan memberikan pengaruh terbesar terhadap pembentukan kognisi dan pemikiran anak.
Teori ini memiliki implikasi langsung pada dunia pendidikan. Teori Vygotsky
menyatakan bahwa anak belajar secara aktif lebih baik daripada secara pasif. Tokohtokohnya diantaranya Lev Vygotsky, Albert Bandura, Michael Tomasello
Teori Theory of Mind (TOM)
Teori perkembangan kognitif ini percaya bahwa anak memiliki teori maupun skema
mengenai dunianya yang menjadi dasar kognisinya. Tokoh dari ToM ini diantaranya
adalah Andrew N. Meltzoff
Referensi
Bjorklund, D.F. (2000) Children's Thinking: Developmental Function and
individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA : Wadsworth
Cole, M, et al. (2005). The Development of Children. New York: Worth
Publishers.
Johnson, M.H. (2005). Developmental cognitive neuroscience. 2nd ed. Oxford :
Blacwell publishing
Piaget, J. (1954). "The construction of reality in the child". New York: Basic
Books.
Piaget, J. (1977). The Essential Piaget. ed by Howard E. Gruber and J. Jacques
Voneche Gruber, New York: Basic Books.
Piaget, J. (1983). "Piaget's theory". In P. Mussen (ed). Handbook of Child
Psychology. 4th edition. Vol. 1. New York: Wiley.
Piaget, J. (1995). Sociological Studies. London: Routledge.
Piaget, J. (2000). "Commentary on Vygotsky". New Ideas in Psychology, 18, 241–
259.
Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting Abstraction. Hove, UK: Psychology Press.
Seifer, Calvin "Educational Psychology"
Teori kognitif
1. 1. MAKSUD TEORI KOGNITIF IMPLIKASI TEORI KOGNITIF DALAM
PEMBELAJARAN KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI
PEMBELAJARAN KOGNITIF
2. 2. TEORI BELAJAR KOGNITIF ? Proses internal manusia Interaksi Proses
mental Pengalaman dan Pengetahuan Berkesinambung an
3. 3. • • • Pendekatan kognitif menekankan pada proses mental. Informasi yang
diterima, diproses melalui pemilihan, perbandingan dan penyatuan dengan
informasi lain yang ada dalam ingatan. Penyatuan informasi ini kemudian akan
diubah dan disusun kembali. Otak kita akan memproses secara aktif informasi
yang diterima dan menukar informasi kepada bentuk atau kategori baru.
4. 4. Tahap Perkembangan dalam Teori Belajar Kognitif Enaktif Dalam tahap ini
pelajar akan memahami lingkungan sekitar melalui pengetahuan motorik.
Ikonik Dalam tahap ini pelajar memahami lingkungan sekitar melalui visualisasi
verbal/gambar-gambar Simbolik Dalam tahap ini pelajar memahami
lingkungan sekitar melalui simbol-simbol bahasa
5. 5. Teori Pembelajaran Pengolahan Informasi
6. 6. PRINSIP TEORI BELAJAR KOGNITIF Teori ini banyak digunakan dalam
dunia pendidikan Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan
memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logik
tertentu Penyusunan prosuder pengajaran harus dari sederhana ke kompleks
Proses pembelajaran dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan
hanya menghafal
7. 7. MENURUT PARA AHLI Teori GESTALT Max Wertheimer Konfigurasi,
Struktur, Pemetaan Insight/aha
8. 8. o Teori ini meletakkan konsep pada insight . o pengamatan atau pemahaman
mendadak dalam suatu situasi permasalahan (sering diungkapkan dengan
pernyataan “aha” ) . o teori gestalt berpendapat bahawa seseorang memperoleh
pengetahuan melalui sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara
menyeluruh. o menyusunnya kembali dalam struktur yang lebih sederhana
difahami. sehingga lebih mudah
9. 9. JOHN DEWEY Beliau mengemukakan bahawa pembelajaran bergantung pada
pengalaman dan minat pelajar sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya
saling berkaitan. Pelajar harus bersifat aktif dan berpusat pada pelajar Student
Centered Learning
10. 10. JEAN PIAGET Fikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau
skemata (jamak yang dikenali sebagai struktur kognitif. Dengan menggunakan
skema itu seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga
terben skema yang baru, iaitu melalui proses asimilasi dan akomodasi. CognitiveDevelopmental Asimilasi Akomodasi Equilibrium Proses Pembelajaran
11. 11. JEROME BRUNNER Discovery Learning Teori ini menyatakan bahawa cara
terbaik bagi seseorang untuk mula belajar konsep dan prinsip dalam diri mereka
adalah dengan mengkonstruk konsep dan prinsip yang akan dipelajarinya.
12. 12. LEV VYGOTSKY SCAFFOLDING Proses pembelajaran bagi kanak-kanak
lebih baik dilakukan dengan berinteraksi dalam lingkungan sosialnya.
Pengetahuan dalam pembelajaran akan lebih mudah diperoleh dalam konteks
sosial budaya seseorang. Pembelajaran berdasarkan scaffolding iaitu memberikan
strategi yang tepat untuk penyelesaian sesuatu masalah.
13. 13. 1. Memberi kesempatan kepada pelajar untuk mengemukakan idea. 2.
Memberi kesempatan kepada pelajar untuk berfikir tentang pengalamannya. 3.
Memberi kesempatan kepada pelajar untuk mencuba perkara baru 4. Memberi
pengalaman yang berhubungan dengan tujuan pelajar 5. Mendorong pelajar untuk
memikirkan perubahan untuk mencapai matlamat mereka. 6. Mencipta
lingkungan yang kondusif.
14. 14. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI BELAJAR KOGNITIF a.
Kelebihan Teori Belajar Kognitif Dapat meningkatkan kemampuan pelajar
untuk menyelesaikan masalah (problem solving) b. Dapat meningkatkan
motivasi Kekurangan Teori Belajar Kognitif Tidak dapat diukur melalui
seorang pelajar sahaja , maksudnya kemampuan pelajar harus diperhatikan secara
menyeluruh.
Teori behaviorisme
1. 1. TEORI BEHAVIORISME(IVAN PAVLOV,WATSONS, B.F SKINNER,
THORDIKE)NAMA AHLI KUMPULAN :1) MUHAMMAD SHADZWAN BIN
MOHD ADNAN2) CHING HUEY YI3) NOR SHAHIDA BINTI SARONI
2. 2. JENIS TEORI BEHAVIORISMEPELAZIMAN KLASIK PELAZIMAN
OPERANIVAN PAVLOV THORNDIKE WATSON SKINNER
3. 3. No Tokoh Pandangan Eksperimen1. Ivan Petrovich Pavlov, dengan teori
“Classical Conditioning”. Teori ini Eksperimennya adalah seekor Pavlov
mengatakan bahwa proses belajar itu terjadi melalui gerakan- anjing dan manusia.
Dalam (1849-1936) gerakan refleks bersyarat, atau dapat dikatakan bahawa
refleks eksperimen tersebut dia bersyarat itu sebenarnya adalah merupakan suatu
reaksi menyimpulkan bahawa setiap sebagai hasil belajar. individu boleh berubah
tergantung stimulus yang diberikan.2. Edward Lee Thorndike, yang terkenal
dengan teori “Connectionisme” yang Eksperimennya adalah seekor Thorndike
menyatakan bahawa: belajar merupakan proses pembentukan kucing. Melalui
eksperimen (1874-1949) hubungan-hubungan antara stimulus dan respons. Teori
ini juga tersebut dia menghasilan teori sering disebut sebagai” Trial” dan “Error
Learning”. “ trial dan error”.3. Burrhus Frederic Belajar adalah suatu proses yang
memerlukan adanya suatu Eksperimennya adalah seekor Skinner reward
(penghargaan) dan reinforcement (peneguhan). Kerana tikus dan burung merpati.
Dari (1904-1990) melalui proses itulah perilaku individu dikendalikan menurut
hasil tersebut dia menjelaskan apa yang diinginkan. Skinner berpendapat bahawa
dalam bahawa unsur terpenting belajar yang paling penting adalah adanya
reinforcement atau dalam belajar adalah penguatan. Dan teori ini biasa disebut
sebagai teori “operant penguatan dan penguatan conditioning” . boleh bersifat
positif atau negatif.
4. 4. 1) KLASIK IVAN PAVLOV HUKUM proses asas pembelajaran ialah
pembentukan
Saya akan memberi contoh kasus yang berhubungan dengan psikoanalisis di kehidupan
sehari-hari saya dirumah.
Jika dilihat dari sistem ID
contoh : Adik saya seorang perempuan berumur 8 tahun masih duduk di kelas 3 SD, jika
sedang dirumah dia selalu ingin membeli jajanan di luar rumah seperti baso, es cendol,
balon dan lainnya. Karena adik saya gendut dan mudah sakit maka oleh ibu saya dibatasi
jajanannya. Tetapi namanya juga anak kecil pasti jika ada sesuatu yang diinginkannya
pasti akan berusaha mendapatkannya apapun cara yang akan digunakan, mungkin dengan
menangis atau bahkan melempar barang karena kesal.
Jika dilihat dari sistem EGO
contoh : dilihat dari contoh kasus id , kita bisa sambungkan dengan contoh menurut ego.
Ketika adik saya lapar maka akan bertindak dan berfikir bagaimana rasa lapar itu hilang
dengan membeli jajanan diluar. Pemikiran adik saya untuk menghilangkan rasa laparnya
itu menunjukan sikap ego karena ia bergerak berdasarkan prinsip realitas dan
menyesuaikan diri dengan realita.
Jika dilihat dari sistem SUPER EGO
contoh : kita sambungkan lagi dengan kasus-kasus diatas. Ibu saya telah mengontrol adik
saya dengan melarang tidak boleh membeli jajanan diluar rumah, tetapi apabila super ego
telah terbentuk, maka control dari dirinya sendiri akan keluar dengan memaksa ibu untuk
mengijinkannya membeli jajanan diluar rumah.
Perspektif psikoanalisis memberikan cara baru untuk memandang beberapa contoh semua
tindakan kita yang memiliki suatu penyebab. Tetapi penyebab itu lebih sering merupakan
tindakan bawah sadar kita. contohnya jika kita masuk ke tempat yang gelap, seram dan
dingin maka secara tidak langsung alam bawah sadar kita terbentuk dengan timbulnya
rasa takut dan merinding.
sekian contoh kasus yang dapat saya berikan , semoga dengan kasus ini teman-teman
dapat bisa mengontrol diri untuk membentuk pribadi yang sehat yah
About these ads
Contoh Kasus Konseli yang
Berpandangan pada Psikoanalisis
Supri (bukan nama sebenarnya) adalah seorang siswa SMA. Pada
tahun ajaran ini akan mengadakan pemilihan ketua OSIS. Di
sekolah supri adalah siswa yang pandai, kreatif, dan tekun.
Dalam pergaulannya pun ia selalu disukai oleh teman-temannya.
Dalam kesempatan ini teman-temannya mencalonkan Supri
untuk maju sebagai ketua OSIS yang baru. Dalam hati, Supri
sendiri sebenarnya berminat untuk mencalonkan diri, kareana
ia memang siswa aktivis yang selalu ambil bagian dalam
organisasi. Dan kesempatan ini adalah kesempatan yg ia tunggutunggu untuk menjadi ketua sebuah organisasi sekolah.Akan
tetapi, Supri menolak dukungan teman-temannya karena ia
merasa minder, tidak pantas, tidak cocok seandainya ia menjadi
ketua OSIS. Ketakutan ini muncul karena baginya menjadi
ketua OSIS berarti ia akan banyak berbicara dihadapan orangorang, dan akan menjadi penanggung jawab dari segala hal
kegiatan yang diadakan. Hal inilah yang menyebabkan Supri
mengurungkan niatnya.
Ketakutan Supri muncul ketika ia harus bicara di hadapan banyak
orang karena ia pernah mempunyai masa lalu. Pada waktu kelas
III SD ia terpeleset ketika berjalan di atas panggung dalam
pentas drama di sekolah. Teman-temannya menertawakan dan
bersorak-sorak mengejeknya. Ketika kelas IV SD, Supri
mewakili sekolah dalam lomba menyanyi. Supri salah
mengucapkan syair lagu sehingga para peserta tertawa, bahkan
guru-guru pendamping peserta pun ikut tertawa. Pada waktu
kelas IV Supri menjabat sebagai ketua darmawisata, namun
program yang direncanakan berjalan mengecewakan. Guru dan
teman-teman kelasnya menyalahkan Supri. Ia benar-benar
merasa tidak berguna karena segala hal yang ia kerjakan selalu
salah, ia menyalahkan dirinya sendiri yang tidak dapat
melakukan apapun dengan benar.
Hal-hal dari masa lalunya itu selalu membebani dirinya dan
membuatnya merasa takut (trauma) apabila berada di situasi
yang sama seperti masa lalunya. Bahkan akhir-akhir ini Supri
merasa gelisah, takut, dan sulit tidur, karena teman-temannya
mencalonkan dirinya sebagai ketua OSIS tahun ini. Dia takut
hal yang dari masalalunya akan terulang. Karena situasi ini,
Supri pun datang menemui konselor sekolah.
Teori Psikoanalisa, Terapi, dan Contoh Kasus
Disusun Oleh :
Ahmada selfia
: 18511103
Fajar Maulana
: 12511635
Keren Hellery
: 13511933
Hadi Rachmatullah : 13511133
Sejarah Terbentuknya Teori Psikoanalisa
Salah satu aliran utama dalam sejarah psikologi adalah teori psikoanalitik Sigmund
Freud. Psikoanalisis adalh sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat
manusia, dan metode psikoterapi. Secara historis psikoanalisis adalah aliran pertama dari
tiga aliran utama psikologi. Yang kedua behaviorisme, sedangkan yang ketiga adalah
psikologi eksistensial – humanistik.
Menurut Corey (2005:13), sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori-teori
dan praktek psikoanalitik mencakup :
1.
Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat
manusia bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia.
2.
Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar.
3.
Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kepribadian dimasa dewasa.
4.
Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami
cara-cara yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan
mengandalkan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan
kecemasan.
5.
Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari
ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensitransferensi.
Menurut pendangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem atau aspek,
yaitu: Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Super Ego (Das Ueber Ich).
Id (Das Es)
Menurut Suryabrata (2005:125) aspek ini adalah aspek biologis dan
merupakan sistem yang original di dalam kepribadian. Dari aspek inilah kedua aspek
yang lain tumbuh. Freud menyebutnya juga realitas psikis yang sebenar-benarnya, oleh
karena itu Das Es itu merupakan dunia batin atau subyektif manusia, dan tidak
mempunyai hubungan langsung dengan dunia obyektif. Das Es berisikan hal-hal yang
dibawa sejak lahir (unsur-unsur biologis), termasuk insting-insting. Das Es merupakan
“reservoir†energi psikis yang menggerakkan Das Ich dan Das Ueber Ich.
Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada pengurangan
tegangan, penghindaran kesakitan, dan perolehan kesenangan, Id bersifat tidak logis,
amoral, dan didorong oleh satu kepentingan: memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah
sesuai dengan asas kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi anak manja
dari kepribadian, tidak berpikir, dan hanya menginginkan atau bertindak serta Id
bertindak dengan tidak sadar (Corey, 2005:14).
Ego (Das Ich)
Menurut Suryabrata (2005:126) aspek ini adalah aspek psikologis daripada
kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik
dengan dunia kenyataan (realita). Orang yang lapar mesti perlu makan untuk
menghilangkan tegangan yang ada dalam dirinya. Ini berarti bahwa organisme harus
dapat membedakan antara khayalan tentang makanan dan kenyataan tentang makanan.
Disinilah letak perbedaan yang pokok antara Das Es (Id) dan Das Ich (Ego), yaitu kalau
Das Es itu hanya mengenal dunia subyektif (dunia batin), maka Das Ich dapat
membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar
(dunia obyektif, dunia realitas).
Superego (Das Ueber Ich)
Menurut Suryabrata (2005:127) aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil
dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua
kepada anak-anaknya, yang dimasukkan (diajarkan) dengan berbagai perintah dan
larangan. Das Ueber Ich lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena itu
Das Ueber Ich dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian.
Superego berfungsi menghambat impuls-impuls Id. Kemudian, sebagai internalisasi
standar-standar orang tua dan masyarakat, superego berkaitan dengan imbalan-imbalan
dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan bangga dan mencintai diri,
sedangkan hukuman-hukumannya adalah perasaan-perasaan berdosa dan rendah diri
(Corey, 2005: 15)
Mekanisme Pertahanan Ego
Di bawah tekanan kecemasan yang berlebihan, ego kadang-kadang terpaksa
menempuh cara-cara ekstrem untuk menghilangkan tekanan. Cara-cara itu disebut
dengan mekanisme pertahanan.
Penyangkalan
Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan dengan “ menutup mata “
terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek
kenyataan yang membangkitkan kecemasan. Kecemasan atas kematian orang yang
dicintai, misalnya sering dimanifestasikan oleh fakta penyangkalan terhadap kematian.
Represi
Represi adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan
kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketaksadaran, atau
bisa menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan.
Proyeksi
Proyeksi adalah mengalamatkan sifat sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego
kepada orang lain. Seorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia
tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri. Jadi, proyeksi, seorang akan
mengutuk orang lain karena “kejahatannya†dan menyangkal memiliki dorongan
jahat seperti itu. Untuk menghindari kesakitan karena mengakui bahwa di dalam dirinya
terdapat dorongan yang dianggap jahat, ia memisahkan diri dari kenyataan ini.
Formasi reaksi (pembentukan)
Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak
sadar. Jika perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang
menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang
bisa menimbulkan ancaman itu. Contohnya, seorang ibu yang memiliki perasaan menolak
terhadap anaknya, karena adanya perasaan berdosa, ia menampilkan tingkah laku yang
sangat berlawanan, yakni terlalu melindungi atau “terlalu mencintai†anaknya.
Orang yang menunjukkan sikap menyenangkan yang berlebihan atau terlalu baik boleh
jadi berusaha menutupi kebencian dan perasaan-perasaan negatifnya.
Fiksasi
Fiksasi maksudnya adalah menjadi “terpaku†pada tahap-tahap perkembangan yang
lebih awal karena mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menimbulkan
kecemasan. Anak yang terlalu bergantung menunjukkan pertahanan berupa fiksasi.
Regresi
Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutantuntutannya tidak terlalu besar. Contohnya seorang anak yang takut sekolah
memperlihatkan tingkah laku infantil seperti menangis, mengisap ibu jari, bersembunyi,
dan menggantungkan diri pada guru. Atau, ketika adiknya lahir, seorang anak kembali
menunjukkan bentuk-bentuk tingkah laku yang kurang matang.
Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang â€baik†guna menghindarkan
ego dari cedera; memalasukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi
tidak begitu menyakitkan. Orang yang tidak memperoleh kedudukanyang sesungguhnya
diinginkannya.
Atau,
seorang
pemuda
yang
ditinggalkan
kekasihnya,
guna
menyembuhkan ego-nya yang terluka ia menghibur diri bahwa si gadis tidak berharga
dan bahwa dirinya memang akan menendangnya.
Sublimasi
Sublimasi adalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial
lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya. Contohnya dorongan dorongan agresif
yang ada pada seseorang disalurkan ke dalam aktivitas bersaing di bidang olahraga
sehingga dia menemukan jalan bagi pengungkapan perasaan agresifnya, dan sebagai
tambahan dia bisa memperoleh imbalan apabila berprestasi dibidang olahraga itu.
Displacement
Displacement adalah mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal
atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau. Seseorang anak yang ingin
menendang orang tuanya kemudian menendang adiknya, atau jika adiknya tidak ada,
menendang kucing.
Tapi, Pertahanan yang pokok adalah represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi, dan
regresi (Supratiknya, 1993: 86).
Tujuan-tujuan Terapeutik
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual
dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik
difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak.
Pengalaman-pengalaman masa lampau di rekonstruksi, dibahas, dianalisis, dan
ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan
dimensi afektif dari upaya menjadikan ketaksadaran diketahui. Pemahaman dan
pengertian intelektual memiliki arti penting tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan
yang berkaitan dengan pemahaman diri lebih penting lagi (Corey, 2005: 38).
Fungsi dan Peran Terapis
Karakteristik psikoanalisis adalah terapis atau analis membiarkan dirinya anonim serta
hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya
kepada analis. Proyeksi-proyeksi klien yang menjadi bahan terapi, ditafsirkan dan
dianalisis. Analis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai
kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, dalam
menangani kecemasan secara realistis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku
yang impulsif dan irasional. Fungsi utama analis adalah mengajarkan arti proses-proses
ini kepada klien sehingga klien mampu memperoleh pemahaman terhadap masalahmasalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara berubah (Corey,
2005: 38-39).
Hubungan antara Terapis dan Klien
Hubungan klien dengan analis dikonseptualkan dalam proses transferensi yang menjadi
inti pendekatan psikoanalitik. Transferensi mendorong klien untuk mengalamakan pada
analis “urusan yang tak selesaiâ€, yang terdapat dalam hubungan klien di masa
lampau dengan orang yang berpengaruh. Proses pemberian treatment mencakup
rekonstruksi klien dan menghidupkan kembali pengalaman- pengalaman masa
lampaunya. Transferensi terjadi pada saat klien membangkitkan kembali konfik-konflik
masa dininya yang menyagkut cinta, seksual, kebencian, kecemasan, dan dendamnya,
membawa konflik-konflik itu ke saat sekarang, mengalaminya kembali, dan
menyangkutkannya pada analis.
Jika terapi diinginkan memiliki pengaruh menyembuhkan, maka hubungan transferensi
harus digarap. Proses penggarapan melibatkan eksplorasi oleh klien atas kesejajarankesejajaran antara pengalaman masa lampau dan pengalaman masa kininya. Kloien
memiliki banyak kesempatan untuk melihat cara-cara dirinya mengejawatahkan konflikkonflik inti dan pertahan-pertahanan intinya dalam kehidupan sehari-hari. Karena
dimensi utama dari proses penggarapan itu adalah hubungan transferensi, yang
membutuhkan waktu untuk membangunnya serta membutuhkan tambahan waktu untuk
memahami dan melarutkannya, maka penggarapannya memerlukan jangka waktu yang
panjang bagi keseluruhan proses terapeutik.
Jika analis mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak selaras yang berasal dari
konflik-konfliknya sendiri, maka akan terjadi kontratransferensi. Kontratransferensi ini
bisa terdiri dari perasaan tidak suka atau keterikatan dan keterlibatan yang berlebihan.
Kontratransferensi dapat mengganggu kemajuan terapi karena reaksi-reaksi dan masalahmasalah klien. Analis diharapkan agar relatif objektif dalam menerima kemarahan, cinta,
bujukan, kritik, dan peraaan-perasaan lainnya yang kuat dari klien.sebagian besar
program latihan psikoanalitik mewajibkan calon analis untuk menjalani analis yang
intensif sebagai klien. Analis dianggap telah berkembang mencapai taraf dimana konflikkonflik utamanya sendiri terselesaikan, dan karena dia mampu memisahkan kebutuhankebutuhan dan masalah-masalahnya sendiri dari situasi terapi. Jika analis tidak mampu
mengatasi kontratransferensi, maka dianjurkan agar kembali menjalankan analis pribadi.
Sebagai hasil hubungan hasil terapeutik, khususnya penggarapan situasi transferensi,
klien memperoleh pemahaman terhadap psikodinamika-psikodinamika tak sadarnya.
Kesadaran dan pemahaman atas bahan yang direpresi merupakan landasan bagi proses
pertumbuhan analitik. Klien mampu memahami asosiasi antara pengalaman-pengalaman
masa lampaunya dengan kehidupan sekarang. Pendekatan psikoanalitik berasumsi bahwa
kesadaran diri ini bisa secara otomatis mengarah pada perubahan kondisi klien.
Penerapan Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur Terapeutik
Lima teknik dasar terapi psikoanalitik adalah: asosiasi bebas, penafsiran, analisis mimpi
atas resistensi, dan analisis atas transferensi.
1) Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman
masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di
masa lampau yang dikenal dengan sebutan katarsis. Selama proses asosiasi bebas
berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam
ketaksadaran. Penghalangan-penghalangan atau pengacauan-pengacauan oleh klien
terhadap asosiasi-asosiasi merupakan isyarat bagi adanya bahan yang membangkitkan
kecemasan. Analis menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya kepada klien,
membimbing klien ke arah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang
mendasarinya, yang tidak disadari oleh klien.
2) Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas,
mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan transferensi-transferensi. Prosedurnya terdiri atas
tindakan-tindakan analis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien
makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas,
resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiranpenafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan
mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Dengan perkataan lain,
analis harus bisa menafsirkan bahan yang belum terlihat oleh klien, tetapi yang oleh klien
bisa diterima dan diwujudkan sebagai miliknya.
3) Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang
tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang
tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai “jalan istimewa menuju
ketaksadaranâ€, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan,
dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari diungkap.
Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi, yaitu laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas
motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik dan tak disadari. Karena begitu
mengancam dan menyakitkan, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang
merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima,
yakni impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi is laten
mimpi ke dalam isi manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas
analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbolsimbol yang terdapat pada isi manifes mimpi, selama jam analitik, analis bisa meminta
klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian guna
menyingkap makna-makna yang terselubung.
4) Analisis dan Penafsiran Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien
mengemukakan bahan yang tak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika
tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak
bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien sadar atas dorongan-dorongan dan
perasaan-perasaan depresi itu. Resistensi ditunjukkan untuk mencegah bahan yang
mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus menunjukannya, dan klien harus
menghadapinya jika dia mengharapkan bisa menangani konflik-konflik secara realistis.
Resistensi-resistensi bukanlah hanya sesuatu yang harus diatasi. Karena merupakan
perwujudan dari pendekatan-pendekatan defensif klien yang biasa dalam kehidupan
sehari-harinya, resistensi-resistensi harus dilihat sebagai alat bertahan terhadap
kecemasan, tetapi menghambat kemampuan klien untuk mengalami kehidupan yang lebih
memuaskan.
5) Analisis dan Penafsiran Transferensi
Transferensi mengejawantahkan dirinya dalam proses terapeutik ketika “urusan
yang tak selesai†di masa lampau klien dengan orang-orang yang berpengaruh
menyebabkan dia mendistorsi masa sekarang dan bereaksi terhadap analis sebagaimana
dia bereaksi terhadap ibu atau ayahnya. Analisis transferensi adalah teknik yang utama
dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa
lampaunya dalam terapi. Penafsiran hubungan transferensi juga memungkinkan klien
mampu menembus: konflik-konflik masa lampau yang tetap dipertahankannya hingga
sekarang dan yang menghambat pertumbungan emosionalnya. Singkatnya efek-efek
psikopatologis dari hubungan masadini yang tidak diinginkan, dihambat oleh
penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeutik
dengan analis.
Contoh kasus :
Contoh kasus 1
klien pernah mengalami trauma diperkosa oleh pamannya sehingga sangat membenci
pamannya dan berusaha melupakannya. Terapis mencoba menggali informasi dengan
membuat klien mengingatnya sehingga memancing emosi klien maka klien diberikan
katarsis (pelampiasan) yaitu sebuah ruangan dimana klien dapat mengekspresikan
kemarahannya seperti berteriak sekeras-kerasnya didalam ruangan katarsis atau meninju
boneka.
Ini merupakan contoh kasus dari asosiasi bebas dimana klien dibiarkan untuk
memunculkan ketidaksadarannya. Hal ini juga berkaitan dengan proses katarsis.
Anonim.
(2009). PSIKOTERAPI.
(http://psychologygroups.blogspot.com/2009/03/psikoterapi.html). (Diakses tanggal 21
Mei 2014).
Contoh kasus 2
Kasus yang kedua adalah tentang fobia. Semua penanganan psikoanalisis terhadap fobia
berupaya mengungkap konflik-konflik yang ditekan yang diasumsikan mendasari
ketakutan ekstrem dan karakteristik penghindaran dalam gangguan ini. Karena fobia
dianggap sebagai simtom dari konflik-konflik yang ada di baliknya, fobia biasanya tidak
secara langsung ditangani. Memang, upaya langsung untuk mengurangi penghindaran
fobik dikontraindikasikan karena fobia diasumsikan melindungi orang yang bersangkutan
dari berbagai konflik yang ditekan yang terlalu menyakitkan untuk dihadapi.
Dalam berbagai kombinasi analis menggunakan berbagai teknik yang dikembangkan
dalam tradisi psikoanalisis untuk membantu mengangkat represi. Dalam asosiasi bebas
analis mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang disebutkan pasien terkait dengan
setiap rujukan mengenai fobia. Analis juga berupaya menemukan berbagai petunjuk
terhadap penyebab fobia yang ditekan dalam isi mimpi yang tampak jelas. Apa yang
diyakini analis mengenai penyebab yang ditekan tersebut tergantung pada teori
psikoanalisis tertentu yang dianutnya. Seorang analis ortodoks akan mencari konflikkonflik yang berkaitan dengan seks arau agresi, sedangkan analis yang menganut teori
interpersonal dari Arieti akan mendorong pasien untuk mempelajari generalisasi
ketakutannya terhadap orang lain.
Anonim. (2011). Fobia. (http://phobia-disorder.blogspot.com/p/prevensi.html). (Diakses
tanggal 21 Mei 2014).
Contoh kasus 3
Saya memiliki teman dekat dimana dari kecil dia adalah anak yang penakut akan hal-hal
gaib. Sehingga, semasa kecil dia selalu takut untuk menonton film seram. Ditambah lagi
mendengar cerita seram dari orang-orang terdekatnya. Namun hal itu tetap dia lakukan.
Sampai-sampai dia pernah terbawa mimpi akibat menonton film seram yang
menyebabkan dia ngompol karena rasa takut yang dia rasakan. Disamping itu, dia juga
termasuk anak yang sangat aktif dalam melakukan suatu aktivitas. Setiap pulang sekolah
dia bermain bersama teman-teman. Namun, hal itu membuat ayahnya marah. Karena
setiap pulang sekolah dia suka bermain, yang seharusnya tidur siang. Sehingga keniginan
untuk bermain sering tertunda. Jika ayahnya tidak dirumah dia suka bermain. Begitu pula
sebaliknya, jika beliau ada dirumah pastinya dia tidak boleh keluar dan disuruh tidur
siang. Itu adalah kasus yang teman saya alami dari umur 6- 10 tahun. Sehingga, pada
tahun-tahun tersebut perkembangan kepribadian teman saya mengalami gangguan yang
menyebabkan dirinya berperilaku sama pada tahun sebelumnya (terjadi regresi).
pembahasan :
Kasus yang teman saya alami adalah mengompol sewaktu berusia 6-10 tahun akibat rasa
takut akan hal-hal gaib dan tertundanya melakukan aktivitas yang aktif seperti bermain
hingga terbawa mimpi. Kasus tersebut saya hubungkan dengan teori psikanalisis oleh
Sigmund Freud khususnya mengenai analisis mimpi. Freuds bekerja sangat dipengaruhi
orang-orang ahli analisis mimpi. Bukunya The Interpretation of Dream (Die
Traumdeutung) pertama kali diterbitkan tahun 1899. Di sini, ia menjelaskan bahwa
mimpi sering dikaitkan dengan keinginan-pemenuhan.
Dia menjelaskan bahwa analisis mimpi perlu dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi
pada pemimpi dalam kehidupan nyata. Terutama untuk peristiwa yang terjadi pada hari
sebelumnya. Sebagian besar mencerminkan interpretasi mimpinya ketakutan, keinginan
dan emosi yang ada dalam pikiran bawah sadar kita. Bahkan mimpi negatif dapat
ditafsirkan sebagai peristiwa yang pemimpi berharap tidak akan terjadi. Hal ini terjadi
pada teman saya, karena setiap menonton dan mendengar hal-hal yang gaib membuat
dirinya ketakutan hingga terbawa ke dalam mimpi dan mengompol yang tidak dia harap
akan terjadi.
Definisi Mimpi Menurut Freud, mimpi adalah penghubung antara kondisi bangun dan
tidur. Baginya, mimpi adalah ekspresi yang terdistorsi atau yang sebenarnya dari
keinginan-keinginan yang terlarang diungkapkan dalam keadaan terjaga. Jika Freud
seringkali mengidentifikasi mimpi sebagai hambatan aktivitas mental tak sadar dalam
mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan individu, beriringan dengan tindakan psikis
yang salah, selip bicara (keprucut), maupun lelucon.
Pada dasarnya hakikat mimpi bagi psikoanalisis hanyalah sebentuk pemenuhan keinginan
terlarang semata. Dikatakan oleh Freud (dalam Calvin S.Hal & Gardner Lindzaey, 1998)
bahwa dengan mimpi, seseorang secara tak sadar berusaha memenuhi hasrat dan
menghilangkan ketegangan dengan menciptakan gambaran tentang tujuan yang
diinginkan, karena di alam nyata sulit bagi kita untuk mengungkapkan kekesalan,
keresahan, kemarahan, dendam, dan yang sejenisnya kepada obyek-obyek yang menjadi
sumber rasa marah, maka muncullah dalam keinginan itu dalam bentuk mimpi.
(tertundanya pemenuhan keinginan teman saya untuk bermain bersama teman-teman).
Analisis Mimpi, digunakan oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan
pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi
keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi
yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode Analisis Mimpi dapat digunakan untuk
mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat,
ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang.
Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil diungkap, maka untuk
penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan.
Intan. (2009). Analisis Mimpi. (http://intanpsikologi.wordpress.com/2009/12/10/analisismimpi-sigmund-freud/). (Diakses tanggal 21 Mei 2014).
Contoh kasus 4
Klien seorang perempuan, 26 tahun dengan gangguan skizofrenia paranoid dan diterapi
menggunakan pendekatan psikoanalisis dan teknik yang digunakan adalah teknik asosiasi
bebas.
Pada sesi I ini terapis dan klien membangun komunikasi yang nyaman dan membangun
kepercayaan. Setelah terbentuknya rasa kepercayaan dan dukungan yang lebih besar,
terapis mulai mendorong klien untuk mengkaji berbagai hubungan Interpersonalnya.
Kemudian klien diminta untuk mengungkapkan apa saja (pikiran dan perasaan) yang
terlintas dalam pikirannya saat itu tanpa ada hal-hal yang disensor (moment catarsis).
Dan terapis membantu klien untuk menganalisa mengenai hal-hal yang dikatarsiskan.
Setelah itu terapis membantu dan membimbing klien untuk bisa insigth. Setelah itu terus
menerus menginterpretasikan dan mengidentifikasikan masalah klien. Kemudian
berusaha mengajak klien merealisasikan hal-hal yang didapat dari insigth.
Pada sesi II yaitu teknik asosiasi bebas. Pada sesi ini Klien diminta untuk
mengungkapkan apa saja (pikiran dan perasaan) yang terlintas dalam pikirannya saat ini
tanpa ada hal yang disensor (katarsis). Terapi membantu klien menganalisa mengenai halhal yang dikatarsiskan, kemudian terapis membimbing klien untuk insight, dengan terusmenerus menginterpretasi dan mengidentifikasi masalah klien dan mkemudian mengajak
klien merealisasikan hal yang didapatkan dari insight.
Sumber:
Corey, Gerald. (2005). Teori dan Praktek KONSELING & PSIKOTERAPI. Bandung: PT
Refika Aditama.
Hall, Calvin., & Gardner Lindzey. (1993). Teori-Teori Psikodinamik (klinis),
(Penerjemah: A. Supratiknya). Yogyakarta: Kanisius.
Selvera, Nidya Rizky. (2013). Teknik asosiasi bebas dan psikoedukasi untuk mengenali
gejala penderita skizofrenia paranoid. Jurnal Procedia Studi Kasus dan Intervensi
Psikologi Volume 1.
Suryabrata, S. (2005). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Teori perkembangan kognitif
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Teori Perkembangan Kognitif,
dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan
dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti
kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi
logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas
munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini
digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang
menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan
kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif
kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk
pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang
digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang
berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Daftar isi
1 Periode sensorimotor
2 Tahapan praoperasional
3 Tahapan operasional konkrit
4 Tahapan operasional formal
5 Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
6 Proses perkembangan
7 Isu dalam perkembangan kognitif[1]
o 7.1 Tahapan perkembangan
o 7.2 Natur dan nurtur
7.3 Stabilitas dan kelenturan dari kecerdasan
8 Sudut pandang lain
9 Referensi
10 Bacaan lebih lanjut
11 Referensi
o
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan
tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget
berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman
spatial penting dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat
bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan
dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan
sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari
sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai
delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru
untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan
awal kreativitas.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang
secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam
teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek.
Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai.
Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan
gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk
melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek
menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya
berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul
antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan katakata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan
logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat
memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain.
Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring
pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak
memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang
tidak hidup pun memiliki perasaan.
Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai
duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Prosesproses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri
lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya
dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda
menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa
serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut.
Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua
benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan
untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh, anak tidak akan lagi menganggap bahwa
cangkir yang pendek tapi lebar memiliki isi lebih sedikit dibanding cangkir yang tinggi
tapi ramping.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah,
kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan
bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah
tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda
tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak,
mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas
itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai
contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak,
lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci,
setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan
mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau
anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus
berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi
yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti
logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih,
namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini
muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai
masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan
psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai
perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir
sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya
selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang
mundur.
Universal (tidak terkait budaya)
Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri
seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari
tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir,
bukan hanya perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan
berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori
pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga
menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam
memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema
mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut.
Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru
didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang
sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis
binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung
kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna
kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan
perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan
jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada.
Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman
atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada
sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label
"burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau
penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang
sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali.
Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung
sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada
skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan
berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses
penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan
equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan
pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang
tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan
dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
Isu dalam perkembangan kognitif[1]
Isu utama dalam perkembangan kognitif serupa dengan isu perkembangan psikologi
secara umum.
Tahapan perkembangan
Perbedaan kualitatif dan kuantitatif
Terdapat kontroversi terhadap pembagian tahapan perkembangan berdasarkan perbedaan
kualitas atau kuantitas kognisi.
Kontinuitas dan diskontinuitas
Kontroversi ini membahas apakah pembagian tahapan perkembangan merupakan proses
yang berkelanjutan atau proses terputus pada tiap tahapannya.
Homogenitas dari fungsi kognisi
Terdapat perbedaan kemampuan fungsi kognisi dari tiap individu
Natur dan nurtur
Kontroversi natur dan nurtur berasal dari perbedaan antara filsafat nativisme dan filsafat
empirisme. Nativisme mempercayai bahwa pada kemampuan otak manusia sejak lahir
telah dipersiapkan untuk tugas-tugas kognitif. Empirisme mempercayai bahwa
kemampuan kognisi merupakan hasil dari pengalaman.
Stabilitas dan kelenturan dari kecerdasan
Secara relatif kecerdasan seorang anak tetap stabil pada suatu derajat kecerdasan, namun
terdapat perbedaan kemampuan kecerdasan seorang anak pada usia 3 tahun dibandingkan
dengan usia 15 tahun.
Sudut pandang lain
Pada saat ini terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk menjelaskan
perkembangan kognitif.
Teori perkembangan kognitif neurosains [2]
Kemajuan ilmu neurosains dan teknologi memungkinkan mengaitkan antara aktivitas
otak dan perilaku. Biologis menjadi dasar dari pendekatan ini untuk menjelaskan
perkembangan kognitif. Pendekatan ini memiliki tujuan untuk dapat mengantarai
pertanyaan mengenai umat manusia yaitu
1. Apakah hubungan antara pemikiran dan tubuh, khususnya antara otak
secara fisik dan mental proses
2. Apakah filogeni atau ontogeni yang menjadi awal mula dari struktur
biologis yang teratur
Teori Konstruksi pemikiran-sosial
Selain biologi, konteks sosial juga merupakan salah satu sudut pandang dari
perkembangan kognitif. Perspektif ini menyatakan bahwa lingkungan sosial dan budaya
akan memberikan pengaruh terbesar terhadap pembentukan kognisi dan pemikiran anak.
Teori ini memiliki implikasi langsung pada dunia pendidikan. Teori Vygotsky
menyatakan bahwa anak belajar secara aktif lebih baik daripada secara pasif. Tokohtokohnya diantaranya Lev Vygotsky, Albert Bandura, Michael Tomasello
Teori Theory of Mind (TOM)
Teori perkembangan kognitif ini percaya bahwa anak memiliki teori maupun skema
mengenai dunianya yang menjadi dasar kognisinya. Tokoh dari ToM ini diantaranya
adalah Andrew N. Meltzoff
Referensi
Bjorklund, D.F. (2000) Children's Thinking: Developmental Function and
individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA : Wadsworth
Cole, M, et al. (2005). The Development of Children. New York: Worth
Publishers.
Johnson, M.H. (2005). Developmental cognitive neuroscience. 2nd ed. Oxford :
Blacwell publishing
Piaget, J. (1954). "The construction of reality in the child". New York: Basic
Books.
Piaget, J. (1977). The Essential Piaget. ed by Howard E. Gruber and J. Jacques
Voneche Gruber, New York: Basic Books.
Piaget, J. (1983). "Piaget's theory". In P. Mussen (ed). Handbook of Child
Psychology. 4th edition. Vol. 1. New York: Wiley.
Piaget, J. (1995). Sociological Studies. London: Routledge.
Piaget, J. (2000). "Commentary on Vygotsky". New Ideas in Psychology, 18, 241–
259.
Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting Abstraction. Hove, UK: Psychology Press.
Seifer, Calvin "Educational Psychology"
Teori kognitif
1. 1. MAKSUD TEORI KOGNITIF IMPLIKASI TEORI KOGNITIF DALAM
PEMBELAJARAN KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI
PEMBELAJARAN KOGNITIF
2. 2. TEORI BELAJAR KOGNITIF ? Proses internal manusia Interaksi Proses
mental Pengalaman dan Pengetahuan Berkesinambung an
3. 3. • • • Pendekatan kognitif menekankan pada proses mental. Informasi yang
diterima, diproses melalui pemilihan, perbandingan dan penyatuan dengan
informasi lain yang ada dalam ingatan. Penyatuan informasi ini kemudian akan
diubah dan disusun kembali. Otak kita akan memproses secara aktif informasi
yang diterima dan menukar informasi kepada bentuk atau kategori baru.
4. 4. Tahap Perkembangan dalam Teori Belajar Kognitif Enaktif Dalam tahap ini
pelajar akan memahami lingkungan sekitar melalui pengetahuan motorik.
Ikonik Dalam tahap ini pelajar memahami lingkungan sekitar melalui visualisasi
verbal/gambar-gambar Simbolik Dalam tahap ini pelajar memahami
lingkungan sekitar melalui simbol-simbol bahasa
5. 5. Teori Pembelajaran Pengolahan Informasi
6. 6. PRINSIP TEORI BELAJAR KOGNITIF Teori ini banyak digunakan dalam
dunia pendidikan Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan
memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logik
tertentu Penyusunan prosuder pengajaran harus dari sederhana ke kompleks
Proses pembelajaran dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan
hanya menghafal
7. 7. MENURUT PARA AHLI Teori GESTALT Max Wertheimer Konfigurasi,
Struktur, Pemetaan Insight/aha
8. 8. o Teori ini meletakkan konsep pada insight . o pengamatan atau pemahaman
mendadak dalam suatu situasi permasalahan (sering diungkapkan dengan
pernyataan “aha” ) . o teori gestalt berpendapat bahawa seseorang memperoleh
pengetahuan melalui sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara
menyeluruh. o menyusunnya kembali dalam struktur yang lebih sederhana
difahami. sehingga lebih mudah
9. 9. JOHN DEWEY Beliau mengemukakan bahawa pembelajaran bergantung pada
pengalaman dan minat pelajar sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya
saling berkaitan. Pelajar harus bersifat aktif dan berpusat pada pelajar Student
Centered Learning
10. 10. JEAN PIAGET Fikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau
skemata (jamak yang dikenali sebagai struktur kognitif. Dengan menggunakan
skema itu seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga
terben skema yang baru, iaitu melalui proses asimilasi dan akomodasi. CognitiveDevelopmental Asimilasi Akomodasi Equilibrium Proses Pembelajaran
11. 11. JEROME BRUNNER Discovery Learning Teori ini menyatakan bahawa cara
terbaik bagi seseorang untuk mula belajar konsep dan prinsip dalam diri mereka
adalah dengan mengkonstruk konsep dan prinsip yang akan dipelajarinya.
12. 12. LEV VYGOTSKY SCAFFOLDING Proses pembelajaran bagi kanak-kanak
lebih baik dilakukan dengan berinteraksi dalam lingkungan sosialnya.
Pengetahuan dalam pembelajaran akan lebih mudah diperoleh dalam konteks
sosial budaya seseorang. Pembelajaran berdasarkan scaffolding iaitu memberikan
strategi yang tepat untuk penyelesaian sesuatu masalah.
13. 13. 1. Memberi kesempatan kepada pelajar untuk mengemukakan idea. 2.
Memberi kesempatan kepada pelajar untuk berfikir tentang pengalamannya. 3.
Memberi kesempatan kepada pelajar untuk mencuba perkara baru 4. Memberi
pengalaman yang berhubungan dengan tujuan pelajar 5. Mendorong pelajar untuk
memikirkan perubahan untuk mencapai matlamat mereka. 6. Mencipta
lingkungan yang kondusif.
14. 14. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI BELAJAR KOGNITIF a.
Kelebihan Teori Belajar Kognitif Dapat meningkatkan kemampuan pelajar
untuk menyelesaikan masalah (problem solving) b. Dapat meningkatkan
motivasi Kekurangan Teori Belajar Kognitif Tidak dapat diukur melalui
seorang pelajar sahaja , maksudnya kemampuan pelajar harus diperhatikan secara
menyeluruh.
Teori behaviorisme
1. 1. TEORI BEHAVIORISME(IVAN PAVLOV,WATSONS, B.F SKINNER,
THORDIKE)NAMA AHLI KUMPULAN :1) MUHAMMAD SHADZWAN BIN
MOHD ADNAN2) CHING HUEY YI3) NOR SHAHIDA BINTI SARONI
2. 2. JENIS TEORI BEHAVIORISMEPELAZIMAN KLASIK PELAZIMAN
OPERANIVAN PAVLOV THORNDIKE WATSON SKINNER
3. 3. No Tokoh Pandangan Eksperimen1. Ivan Petrovich Pavlov, dengan teori
“Classical Conditioning”. Teori ini Eksperimennya adalah seekor Pavlov
mengatakan bahwa proses belajar itu terjadi melalui gerakan- anjing dan manusia.
Dalam (1849-1936) gerakan refleks bersyarat, atau dapat dikatakan bahawa
refleks eksperimen tersebut dia bersyarat itu sebenarnya adalah merupakan suatu
reaksi menyimpulkan bahawa setiap sebagai hasil belajar. individu boleh berubah
tergantung stimulus yang diberikan.2. Edward Lee Thorndike, yang terkenal
dengan teori “Connectionisme” yang Eksperimennya adalah seekor Thorndike
menyatakan bahawa: belajar merupakan proses pembentukan kucing. Melalui
eksperimen (1874-1949) hubungan-hubungan antara stimulus dan respons. Teori
ini juga tersebut dia menghasilan teori sering disebut sebagai” Trial” dan “Error
Learning”. “ trial dan error”.3. Burrhus Frederic Belajar adalah suatu proses yang
memerlukan adanya suatu Eksperimennya adalah seekor Skinner reward
(penghargaan) dan reinforcement (peneguhan). Kerana tikus dan burung merpati.
Dari (1904-1990) melalui proses itulah perilaku individu dikendalikan menurut
hasil tersebut dia menjelaskan apa yang diinginkan. Skinner berpendapat bahawa
dalam bahawa unsur terpenting belajar yang paling penting adalah adanya
reinforcement atau dalam belajar adalah penguatan. Dan teori ini biasa disebut
sebagai teori “operant penguatan dan penguatan conditioning” . boleh bersifat
positif atau negatif.
4. 4. 1) KLASIK IVAN PAVLOV HUKUM proses asas pembelajaran ialah
pembentukan