Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB IV

EMPAT

KEHADIRAN PT INDO MURO
KENCANA
Pengantar
Untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi tentunya Indonesia
membutuhkan investasi yang besar agar dapat menggerakkan
perubahan-perubahan variabel dalam jangka panjang baik pada
struktur permintaan maupun perubahan pada penawaran seperti yang
dikatakan oleh Mier and Baldwin (1957). Dengan adanya perubahan
dari variabel tersebut pada akhirnya mampu melakukan transformasi
masyarakat seperti yang disarankan Rostow (1960) melalui
pembangunan.
Pada masa pemerintahan SBY (2009-2014), Indonesia
membutuhkan investasi sebesar Rp. 2.000 triliun sehingga dapat
mendorong laju pertumbuhan ekonomi mencapai 7% dalam lima
tahun. Dipihak lain kemampuan pemerintah Indonesia hanya mampu
menyediakan dana sebesar 20% atau Rp. 400 triliun, sedangkan sisanya
Rp. 1.600 triliun (80%) berasal dari sektor swasta baik dari dalam
negeri maupun luar negeri termasuk Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Dampaknya adalah pemerintah Indonesia dalam kebijakan

harus membuka pintu selebar-lebarnya agar para investor agar dapat
menginvestasikan modalnya untuk Indonesia.
Meskipun investasi yang dimiliki terbatas, namun Indonesia
memiliki kemungkinan menjadi negara industri maju dikarenakan; (1)
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan mineral
83

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

terlengkap di dunia, walaupun bukan aktor utama dunia dalam
keseluruhan raw material, namun Indonesia memiliki hampir sebagian
besar sumber mineral penting; dan (2) Indonesia memiliki sumber
energi yang relatif besar dan beragam jenisnya, mulai dari minyak
bumi, gas, batubara dan sumber-sumber energi terbaharukan lainnya
(Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat
Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, 2013). Bachrawi (1984)
mengidentifikasi jenis sumber daya alam yang ada di Indonesia, antara
lain: (1) Minyak Bumi; (2) Batu Bara; (3) Biji Besi; (4) Tembaga; (5)
Bauksit; (6) Emas dan Perak; (7) Marmer; (8) Belerang; (9) Yudium;

(10) Nilel; (11) Gas Alam; (12) Mangang; dan (13) Grafit. Misalnya
untuk keadaan beberapa sumber daya dan cadangan tambang dan
mineral diperlihatkan pada tabel 4.1. di bawah ini.
Tabel 4.1.
Gambaran Keadaan Beberapa Sumber Daya dan
Cadangan Tambang dan Mineral di Indonesia Tahun 2011 (juta ton bijih)
No.
Komoditi
Sumber Daya
Cadangan
1.
Tembaga
4925
4161
2.
Bauksit
551
180
3.
Nikel

2633
577
4.
Pasir Besi
1649
5
5.
Besi Laterit
1462
106
6.
Besi Primer
563
30
7.
Besi Sedimen
18
8.
Mangan
11

4
9.
Emas Alluvial
1455
17
10. Emas Primer
5386
4231
11. Perak
3404
4104
12. Seng
577
7
13. Timah
354
0,7
14. Timbal
363
1,6

Sumber : Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, 2013

Meskipun memiliki potensi hampir sebagian besar sumber mineral
penting, namun kemampuan Indonesia untuk mengelola dan
mengembangkan potensi sumber mineral tersebut “terbatas” (Irwandy,
2007). Salah satunya adalah terbatasnya kemampuan dalam menguasai
teknologi eksplorasi, eksploitasi hingga ekstraksi atau pemurnian akan
84

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

hasil-hasil tambang mineral (Sudradjat, 1999 dan Perhimpunan Ahli
Pertambangan Indonesia, 2002). Hal yang mungkin dilakukan
pemerintah Indonesia adalah mengundang hadirnya investor asing
yang memiliki dan menguasai teknologi agar kandungan dari potensi
sumber daya mineral yang dimiliki Indonesia dapat dimanfaatkan.
Implikasi dari kebijakan ini, hampir sebagian besar atau sebanyak 80%,
investasi di sektor pertambangan mineral adalah berasal dari
perusahaan multinasional, salah satunya adalah PT Indo Muro Kencana

atau disingkat PT IMK. Apa dan bagaimana masuknya PT IMK serta
dampak yang muncul akan menjadi topik bahasan di bab ini.

Sejarah Pertambangan
Selama beratur-ratus tahun yang lalu, kebutuhan akan sumber
daya mineral terus mengalami perkembangan, dari keperluan akan
perhiasan, peralatan rumah tangga, pertanian, transportasi sampai
kepada industri persenjataan (Manulang, 2002:11). Menurut catatan
sejarah, pertambangan di Indonesia diprakarsai oleh orang Hindu dan
Cina sebagai pendatang yang mencari emas sekitar tahun 700 SM
kemudian dilanjutkan dengan timah sekitar tahun 1700-an (Soesastro
dan Sudarsono, 1988). Usaha pertambangan tidak menunjukkan
perkembangan yang berarti di Indonesia, karena orang-orang pribumi
umumnya lebih memilih bertani daripada kerja tambang yang
cenderung beresiko dan bersifat untung-untungan.
Seluruh kegiatan pertambangan di Indonesia awal mulanya hanya
diusahakan oleh rakyat dengan skala usaha yang tidak besar dan relatif
belum tersentuh oleh intervensi kapital yang intensif. Pada akhir abab
ke-19 seiring dengan masuknya orang-orang Belanda menjajah
Indonesia, potensi pertambangan di Indonesia mulai dikembangkan.

Namun perkembangan berlangsung lamban, dikarenakan kebijakan
pemerintahan kolonial Belanda lebih berorientasi pada sektor
pertanian dan perlakuan kepada orang-orang pribumi lebih dijadikan
sebagai buruh kasar dan bukan sebagai mandor ataupun pengawas di
perusahaan pertambangan Belanda. Kebijakan ini dilatarbelakangi
karena sumberdaya mineral merupakan sesuatu yang berharga dan
85

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

bernilai tinggi, maka keterlibatan orang pribumi hanya dijadikan
buruh sebagai upaya secara sistematis pihak Belanda menjauhkan
masyarakat Indonesia dalam dunia pertambangan. Dampaknya adalah
sebagian terbesar masyarakat Indonesia hingga kini, awam dalam soal
pertambangan dan menganggap bidang geologi dan pertambangan
sebagai sesuatu yang eksklusif.
“Vereenigde Oostindische Compagnie” atau disingkat dengan
VOC merupakan perusahaan pertama yang mengambil alih usaha
pertambangan perak di Salida, Sumatera Barat, pada tahun 1669, yang

sebelumnya dikuasai oleh penambang rakyat terutama oleh orangorang Hindu. Pengambil-alihan ini dilakukan karena pemerintah
Belanda kekurangan logam perak untuk pembuatan mata uang (Sigit,
1995:5). Baru setelah pemerintah Hindia Belanda kembali memperoleh
kekuasaan dari pemerintah Inggris tepatnya tahun 1811, bermunculan
perusahaan pertambangan swasta dan perorangan Belanda untuk
mengeksploitasi dua jenis mineral, yakni timah dan batu bara. Untuk
mengendalikan usaha pertambangan tersebut, pemerintah Hindia
Belanda mengeluarkan Peraturan Pertambangan (mijnreglement) yang
pertama pada tahun 1850 yang memungkinkan pemberian hak
pertambangan kepada swasta warga negara Belanda, dan wilayah
tambangnya terbatas hanya daerah-daerah di luar pulau Jawa.
Konsesi pertambangan pertama diberikan kepada swasta oleh
pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1850 untuk penambangan
timah di pulau Belitung. Selanjutnya pada tahun 1852, pemerintah
Hindia Belanda juga mendirikan “Dienst van het Mijnwezen” (Jawatan
Pertambangan) untuk melakukan eksplorasi geologi pertambangan di
beberapa daerah. Meskipun sudah ada jawatan pertambangan, baru
tahun 1899 pemerintah Hindia Belanda berhasil mengundangkan
“indiche Mijnwent”, yaitu Undang-Undang Pertambangan untuk
Hindia Belanda, sedang peraturan pelaksanaannya baru menyusul

terbit pada tahun 1906 dalam bentuk “Mijnordonantie”.
Dengan keluarnya Undang-Undang, pertambangan di Indonesia
terus mengalami perkembangan dan puncaknya terjadi pada tahun
1918 menjelang pecah Perang Dunia II. Beberapa proyek pertam86

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

bangan yang dimiliki Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu seperti
tambang batubara Ombilin, Tambang Timah Bangka, dan Tambang
Bukit Asam. Pemerintah Hindia Belanda juga memberi beberapa
proyek besar seperti pengembangan tambang nikel di Sulawesi
Tenggara kepada pihak swasta untuk mendapat hak pengusahaannya
berdasarkan kontrak khusus dari pemerintah yang dikenal dengan
sebutan 5a contract (vijf a contrac), terutama pada ketentuan pasal 5a
indiche Mijnwent. Tambang lainnya adalah tambang emas (Bengkalis,
Cikokok, Woyla, Rejang Lebong dan Simau di Bengkulu), tambang
bauksit (pula Bintan), tambang nikel (Pomala) dan lainnya.
Kegiatan usaha pertambangan pada masa pemerintah Hindia
Belanda sempat terhenti akibat krisis ekonomi (malaise) pada tahun
1930. Secara geologi, hanya 5% luas daratan Indonesia yang sudah

dipetakan cukup rinci dan sistematis, 75%-nya lagi hanya disurvey
secara kasar, sedangkan sisanya 20% masih belum diketahui sama
sekali geologinya. Karenanya tidak ada seorangpun pakar dari geologi
pertambangan Belanda pada waktu itu, yang dapat meramalkan masa
depan pertambangan Indonesia.
Menyerahkan tentara Kerajaan Hindia Belanda KNIL kepada
balatentara Jepang (08 Maret 1942), ternyata tidak semua tambang di
Indonesia dibumihanguskan oleh Hindia Belanda. Beberapa tambang
masih dapat diusahakan dan dibuka kembali oleh balatentara Jepang
untuk memenuhi kebutuhan perang, seperti tambang batu bara.
Pemerintah balatentara Jepang juga membuka sejumlah tambang baru,
seperti tambang tembaga, bijih besi, sinaber, bijih manggan dan
bauksit. Perkembangan ini menunjukkan adanya kemajuan dalam
usaha pertambangan di Indonesia hingga akhir perang pasifik pada
tahun 1949 (Sigit, 1995:10).
Setelah berakhirnya perang pasifik dan penyerahan kedaulatan
dari Belanda ke Indonesia, sejumlah usaha pertambangan masih di
bawah pengawasan dan dikuasai oleh modal Belanda dan modal asing
lainnya belum dapat diambil-alih sepenuhnya oleh pemerintah
Indonesia. Baru tahun 1958 dengan muncul UU No. 78 tentang modal

asing oleh DPRS di mana salah satunya pasalnya (pasal 3) menyatakan
87

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

perusahaan-perusahaan pertambangan bahan-bahan vital tertutup bagi
modal asing.
Meskipun UU No. 78 Tahun 1958 sudah disahkan, bukan berarti
usaha pertambangan di Indonesia mengalami perkembangan yang
berarti sampai tahun 1952. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya
pergantian kabinet sehingga pembahasan rencana UU Pertambangan
belum sempat dibahas dan ditetapkan. Baru pada tahun 1959
pemerintah menerbitkan UU No. 10 tentang Pembatasan Hak-Hak
Pertambangan, kemudian ketentuan pelaksanaannya diterbitkan dalam
bentuk Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1959. Selanjutnya pada
tahun 1960 keluar Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1960 tentang
Pertambangan yang statusnya adalah Peraturan Pemerintah Pengganti
UU (Perpu), yang selanjutnya bisa disebut dengan UU No. 37 Prp
Tahun 1960. UU No. 37/Prp/1960 atau UU Pertambangan 1960 sangat
membatasi peran swasta, terlebih lagi modal asing, dalam pengusahaan
pertambangan di Indonesia.
Namun demikian ketentuan ini tidak mengurangi hak negara
untuk menggunakan modal asing dalam bentuk pinjaman atau dengan
perjanjian khusus melalui konsep production sharing. Perjanjian
khusus ini kemudian dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 20
Tahun 1963 tentang Pemberian Fasilitas bagi proyek-proyek yang
dibiayai dengan kredit luar negeri di mana penyediaan teknologi oleh
pihak luar negeri dengan cara kredit yang akan diatur dengan produk
hasil usaha berdasarkan persentase. Sayangnya dengan keluarnya
Peraturan Presiden ini belum berhasil mendatangkan minat swasta
sebagaimana diharapkan, meskipun permintaan dunia terhadap bahan
tambang meningkat, seperti bauksit, bijih besi, mangan, tembaga, dan
bahan tambang lainnya.
Minat swasta menginvestasikan dananya untuk usaha
pertambangan di Indonesia selama kurun waktu 1950-1966 masih
terbatas, namun ada sejumlah proyek pertambangan yang dapat
dijalankan pemerintah dengan bantuan luar negeri antara lain untuk
pencaharian bijih besi dan batubara kokas di Kalimantan dan Sumatera
dalam rangka Proyek Besi Baja dan batuan fosfat serta belerang,
88

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

terutama di Jawa dan Nusa Tenggara Timur untuk Proyek Superfosfat
dan proyek lainnya.
Usaha pertambangan di Indonesia mulai bangkit kembali ketika
pemerintah mengeluarkan beberapa perundang-udangan, diantaranya
adalah UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan. UU No. 11/1967 dibandingkan dengan UU No.
37/Prp/1960 lebih memberi kesempatan yang lebih luas bagi pihak
swasta untuk berusaha dalam bidang pertambangan. Selain
kemantapan peraturan perundang-undangan untuk jangka panjang
juga diperlukan stabilitas situasi politik dan keamanan dalam negeri di
mana kondisi ini mampu dipenuhi oleh pemerintah Orde Baru.
Dengan dikeluarkannya UU ini, ada sejumlah penandatangani
Kontrak Karya (KK) pertambangan yang memberikan hak kepada
investor untuk melaksanakan usahanya, sejak tahap survei, eksplorasi
sampai eksploitasi – pengolahan – penjual hasil usaha tambangnya,
atau tanpa adanya pemisahan antara tahap pra-produksi dan tahap
operasi produksi. Lebih jelas tahapannya dapat dilihat pada gambar 4.1.
dibawah ini.

Sumber : Sudiyanto, 2011

Gambar 4.1.
Tahapan Umum Kegiatan Pertambangan
89

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

Sejak
tahun 1967 sampai tahun 2000, tercatat 215 buah
perusahaan swasta yang menanamkan modalnya dan masih eksis, 4
buah BUMN, dan kurang lebih 11 Koperasi terlibat dalam usaha
pertambangan di Indonesia. Diantara 215 buah perusahaan swasta yang
menanamkan investasinya, tercatat 43 buah adalah PMA (Penamaman
Modal Asing) dan 172 PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri)
dengan nilai kumulatif investasi per Juni 1996 sebesar U$
6.357.083.000,00 untuk PMA dan Rp. 3.308.189.000.000,00 untuk
PMDN. PMA yang masuk berasal dari Jepang, Canada, Australia,
Amerika, Perancis, Inggris, Cina, dan Malaysia seperti yang
diperlihatkan pada gambar 4.2. di bawah ini.

Sumber : LMMDDKT, 2012

Gambar 4.2.
Sebaran PMA Pertambangan di Indonesia

Penanaman Modal Asing pertama yang mendapatkan Kontrak
Karya (KK) dari Pemerintah Indonesia adalah PT. Freeport Indonesia
Inc. dari USA, disusul beberapa perusahaan lainnya, seperti ALCOA,
Bilton Mij, INCO, Kennecott, Rio Tinto, Barrick, dan Newmon dan US
Steel. Selain perusahaan Amerika, ada beberapa perusahaan dari
Australia, antara lain Aberfoyle, Aurora Gold, BHP, Laverton Gold,
Lone Star Exploration, Meekatharra Minerals, North Ltd, Newcrest,
Normandy, dan Pelsart Resources. Untuk investor domestik umumnya
90

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

belum berminat menginvestasikan dananya untuk usaha pertambangan
dikarenakan usaha ini sangat spesifik, high risk, high capacity dan high
technology. Usaha pertambangan misalnya, harus didahului kegiatan
eksplorasi yang membutuhkan waktu beberapa tahun dengan modal
dan risiko kegagalan yang tinggi. Kalaupun eksplorasi berhasil, masa
pra-produksi membutuhkan waktu beberapa tahun bahkan bisa lebih
dari 10 tahun.
Masuknya PMA menunjukkan bahwa usaha pertambangan
melalui KK dapat menarik investor dari berbagai kalangan
pertambangan multinasional karena dapat menjamin kepastian hukum
dan jaminan stabilitas sosil-politik. Dipihak lain, hanya beberapa
gelintir perusahaan pertambangan besar dunia terutama Amerika yang
menguasai usaha pertambangan di Indonesia. Hingga tahun 2013
jumlah luasan tambang yang sudah memperoleh Ijin Usaha
Pertambangan (IUP) mencapai 9.612 yang tersebar di 7 (tujuh) Pulau
di Indonesia, seperti yang diperlihatkan pada tabel 4.2. di bawah ini.
Tabel 4.2.
Jumlah Izin Usaha Pertambangan Utama Indonesia
Sampai Akhir Tahun 2010
Pulau/Jenis
Perijinan

KK

PKP2B

Sumatera
11
Kalimantan
9
Sulawesi
10
Maluku
2
Papua
7
Nusa Tenggara
2
Indonesia
41
Sumber : Dari berbagai sumber, 2012

15
61
76

IUP
Logam
1468
739
1063
399
111
338
4118

IUP Non
Logam
dan
Batuan
542
405
394
22
7
125
1495

IUP Batu
Bara
983
2670
105
12
115
1
3886

Pada akhir tahun 2010 diketahui jumlah produksi pertambangan
utama yang beroperasi di Indonesia adalah tambang batubara, tambang
bauksit, tambang nikel, tambang emas, tambang perak, tambang granit,
dan tambang pasir besi. Kalau dilihat dari jumlah produksi, maka dari

91

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

tahun ke tahun cenderung berfluktuasi (naik-turun). Lebih jelasnya
dapat dilihat pada table 4.3. di bawah ini.
Meskipun angka produksi cenderung berfluktuasi, namun
tidaklah heran kalau Indonesia pernah menjadi penghasil timah No. 3
dan No. 2 di dunia serta tercatat sebagai pengeksport batubara uap No.
3, penghasil nikel No. 5 dan penghasil emas No. 9 di dunia. Dilihat dari
nilai tambah yang diperoleh, hasil usaha pertambangan cukup
menggiurkan. Hasil perhitungan BPS (2013) memperlihatkan bahwa
rata-rata setiap tahunnya, prosentasenya nilai tambah dari usaha
pertambangan terus mengalami peningkatan. Misalnya sampai tahun
2000 terjadi peningkatan nilai tambah sebesar 63,88% yang kalau
dirupiahkan nilainya mencapai tidak kurang dari Rp. 222.328 Milyar.
Tabel 4.3.
Jumlah Produksi Pertambangan Utama Indonesia
Sampai Akhir Tahun 2011
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Tahun
2008
2009
2010
2011
Logam Tembaga (ribu ton ton)
655
999,2
878,3
543
Emas (ton)
64,4
104,1
194,1
76
Timah (ribu ton)
72
60,4
48,5
42
Nikel Matte (ton)
73.356
68.228
77.186
68.000
Fero Nikel (ton)
17.566
12.550
18.688
19.610
Bijih Nikel (juta ton)
4,11
10,99
16,98
32,63
Bauksit (juta ton)
7,77
15,94
26,89
39,68
Bijih Besi (juta ton)
1,86
7,19
7,91
12,81
Bijih Mangan (ton)
283.679 273.008 231.035 100.459
Bijih Timbal dan Seng (ton)
40.658
64.604 310.453 197.139
Bijih Kromium (ton)
57.601
4.537
63.053
9.548
Bijih Tembaga (ton)
1.276
3.579
5.816
13.810
Sumber : Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral, Kementerian ESDM, 2012
Catatan : *) data diambil dari Laporan Surveyor yang dikirimkan oleh PT Sucofindo.
Diasumsikan angka ekspor sama dengan angka produksi
Produksi

2012*
447,5
75
94,8
72.899
18.372
41,09
30,2
10,41
30.478
5.556
20.111
8.418

Kebanyakan hasil industri tambang Indonesia ditujukan untuk
ekspor. Selain karena investornya dari luar negeri, masalah terbatasnya
ketersediaan industri pengolahan bahan baku tambang juga menjadi
penyebab, disamping politik perdagangan dan industri negara maju
memang hanya menempatkan negara berkembang seperti Indonesia
hanya sebagai produsen raw materiil baik mentah setengah jadi untuk
92

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

memenuhi kebutuhan industri olahan lanjut mereka (Soesantro dan
Sudarsono, 1986:185). Dari data hasil kajian Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan
Luar Negeri (2013) ternyata hanya 15 perusahaan yang siap dengan
fasilitas pengolahan dan pemurnian yang dapat beroperasi untuk
fasilitas pengolahan dan pemurnian tambang dan mineral.
Selain itu, dalam konteks perdagangan luar negeri, Indonesia
hanya sebagai bagian dari penetrasi kapital dari wilayah-wilayah
metropolis (center of capitalist world) terhadap ekonomi masyarakat
atau negara-negara berkembang dan terbelakang seperti yang
dteoritiskan pendukung teori ketergantungan. Nilai statistik ekspor
negara-negara berkembang dan atau terbelakang, tidak cukup memberi
penjelasan siapa yang melakukan produksi berorientasi ekspor, siapa
yang mengatur serta menguasai ekspor negara-negara tersebut. Banyak
hasil analisa memperlihatkan bahwa produksi berorientasi ekspor
maupun macam-macam kegiatan ekspor lainnya, seperti transportasi,
asuransi, dan sebagainya ada dalam tangan modal yang berasal dari
wilayah-wilayah metropolis (Senghaas, 1977:179).
Sampai sekarang angka keberhasilan dalam proyek-proyek KK
Pertambangan masih dibawah 10%, dan menjadi lahan untuk dikritik.
Faktor penyebab rendahnya kontribusi di sektor pertambangan,
dikarenakan belum semua perusahaan pertambangan yang beroperasi
selain hanya mengekspor bahan mentah setengah jadi, juga
kebanyakan perusahaan di Indonesia belum memiliki NPWP.
Dampaknya perolehan dari Kelompok Pendapatan Asli Daerah
(PKB/Alat Berat, BBN-KB, PBBKB dan PAP) maupun dari Dana Bagi
Hasil Pajak (DBH PBB, DBH PPh 21, 25 dan 29 WPOPDN) serta Dana
Bagi Hasil Bukan Pajak (Landrent dan Royalty) untuk pemasukan
keuangan negara masih dibawah 10%.
Diakui bahwa dibalik prestasinya sebagai salah satu komoditas
dunia, namun masih menyimpan sejumlah persoalan karena
pertambangan hanya dilihat sebagai industri “keruk semata”. Di sisi
lain bahwa kontribusi pertambangan untuk kepentingan pembangunan
(pemerintah), masyarakat dan sektor-sektor yang membutuhkan
93

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

sangatlah penting. Menindak lanjuti hal tersebut, pemerintah
mengganti PP 32 Tahun 1969 dengan PP 75 Tahun 2001 tentang
Pelaksanaan UU 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok
Pertambangan, yang menyatakan bahwa KP, KK, dan PKP2B yang
diterbitkan oleh Pemerintah sebelum tanggal 1 Januari 2001 tetap
berlaku sampai berakhirnya KP, KK, dan PKP2B dimaksud.
Ketentuan yang sama juga dicantumkan dalam UU No. 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal yang merupakan pembaharuan dari
UU No. 1 Tahun 1967, yo. UU No. 11 Tahun 1970 tentang Penanaman
Modal Asing yang dipandang kontraversial dan UU No. 6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, yo UU No. 12 Tahun 1970.,
dinyatakan, seluruh persetujuan penanaman modal dan izin
pelaksanaan yang telah diberikan pemerintah dinyatakan tetap berlaku
sampai dengan berakhirnya persetujuan penanaman modal dan izin
pelaksanaan tersebut.
Sekumpulan UU yang lahir di atas, tentunya bukan hanya teks
hukum yang kaku dan berada dalam ruang beku. Peraturan-peraturan
itu dilahirkan dengan spirit serta konteks yang ingin dicapainya, yaitu
mengembangkan usaha sektor pertambangan. Karena itu, sepanjang
perjalanan lahirnya perjanjian kontrak atau kuasa pertambangan,
prinsip yang ingin dicari pemerintah adalah mengambil keuntungan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tidak mengherankan,
apabila ada upaya untuk terus memperbaharui setiap kontrak yang
dirasakan lebih menguntungkan pemerintah, sehingga melahirkan
istilah kontrak “generasi” I, II, III dan seterusnya sebagai wujud
pembaharuan tersebut. Salah satu pokok perubahan yang diinginkan
terkait dengan bagian produksi untuk pemerintah yang tadinya
dibawah 10% menjadi sebesar 13,5% dan bukan dalam bentuk in kind
tetapi menjadi in cash. Perusahaan diberikan hak oleh pemerintah
menjualnya kepada pembeli dengan harga yang sama dengan porsi
86,5% milik perusahaan, kemudian hasil penjualan tersebut setelah
dipotong biaya penjualan, langsung disetor ke kas negara sebagai
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor Pertambangan
dan Energi.
94

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

Pertambangan di Kalimantan Tengah
Kalimantan Tengah memiliki kandungan sumber daya mineral
yang cukup potensial dan lokasinya menyebar hampir di seluruh
wilayah Kalimantan Tengah. Berdasarkan peta geologi Kalimantan
Tengah yang dikeluarkan oleh Dinas Pertambangan dan Energi
Provinsi Kalimantan Tengah (2012) dapat diketahui bahwa Kalimantan
Tengah mempunyai kandungan sumber daya mineral yang besar,
seperti: emas, batubara, intan, kaolin, pasir kuarsa, fosfat, batu
gamping, kristal kuarsa, batuan beku/batuan belah, besi, timah hitam,
tembaga, air raksa, dan zircon.
Hasil kalkulasi cadangan emas sementara diperkirakan mencapai
3,3 juta ton, dan emas alluvial sebanyak 74 m3 pasir. Cadangan ini
dimungkinkan karena Kalimantan Tengah memiliki sejumlah endapan
emas primer dan letakan (placer) dapat ditemukan di sungai, danau,
rawa-rawa dan paleo chanel (gosong). Endapan emas dapat juga
dijumpai di Kabupaten Kapuas tepatnya Kecamatan Kapuas Hulu,
Kapuas Tengah dan Timpah; Kabupaten Gunung Mas tepatnya di
Kecamatan Tewah, Kahayan Hulu Utara, Rungan, Manuhing, Sepang
dan Kurun; Kota Palangka Raya tepatnya di sungai Takaras Kecamatan
Bukit Batu; Kabupaten Murung Raya tepatnya di Kecamatan Sumber
Barito; Permata Intan dan Tanah Siang; Kabupaten Barito Timur
tepatnya di Kecamatan Dusun Tengah; Kabupaten Serujan tepatnya di
Kecamatan Seruyan Hulu, Kecamatan Seruyan Tengah; dan Kabupaten
Katingan tepatnya di Kecamatan Katingan Hulu, Katingan Tengah,
Sanaman Mantikel dan Katingan Hilir.
Selain emas, cadangan batubara di Kalimantan Tengah juga cukup
besar. Kalkulasi sementara menunjukkan bahwa cadangan batubara
mencapai 3,87 Miliar ton dengan kualitas istimewa (5000-8300 kkal/kg
dan sebagiannya coking coal). Jenis batubara ini banyak digunakan
untuk bahan bakar industri semen, PLTU dan untuk peleburan timah
dan nikel. Batubara di Kalimantan Tengah sudah mulai ditambang
sejak awal abab 19 dekat Muara Teweh dengan jumlah produksi 7.000
ton per tahun. Produksi berkurang sejak Perang Dunia ke II dan
kemudian berhenti total sekitar tahun 1960.
95

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

Survey untuk penyelidikan batubara di Kalimantan Tengah telah
dilakukan sejak tahun 1975 oleh beberapa institusi baik pemerintah
maupun perusahaan asing, salah satunya PT BHP-Biliton yang telah
memprediksikan bahwa terdapat sekitar 400 ton batubara dengan nilai
kalori >7.000 berkualitas baik (>8.000 kal/gr) juga ditemukan di
Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Murung Raya bagian Utara. Di
daerah ini batubara banyak ditemukan di Muara Bakah, Bakanon,
Sungai Montalat, Sungai Lahei, Sungai Maruwai dan sekitarnya.
Beberapa lapisan batubara mempunyai ketebalan mencapai 1,5 – 7
meter dan mempunyai kualifikasi cooking coal.
Lokasi lain yang juga memiliki potensi kandungan batubara
dengan nilai kalori < 6.000 cal/gr antara lain; Kabupaten Gunung Mas
tepatnya Kecamatan Tewah, Rungan, Kurun, Manuhing; Kotawaringin
Timur tepatnya Kecamatan Mentaya, Hulu, Mentaya Hilir dan
Cempaga; Kabupaten Katingan tepatnya Kecamatan Katingan Tengah
dan Tewah Sangalang; Kabupaten Kotawaringan Barat tepatnya
Kecamatan Pangkalan Banteng dan Kecamatan Kotawaringan Lama.
Untuk bijih besi, ada 2 (dua) tipe yaitu; magnetis dan kolovial. Biji
besi tipe magnetis dijumpai di daerah Kabupaten Lamandau, sedangkan
tipe kolovial dijumpai di daerah Kabupaten Kotowaringin Timut. Tipe
magnetis terdiri dari hematite dan pegmatite, sedangkan tipe kolovial
terdiri dari limonit dan ilmenite. Lokasi tipe magnetis berada di
daerah: Bukit Karim, Bukit Gojo, Patarikan di Kabupaten Lamandau,
kemudian Tumbang Manggu di Kabupaten Katingan; dan Kabupaten
Barito Timur. Untuk lokasi tipe kolovial berada di daerah Kenyala,
Kecamatan Kotabesi, Kabupaten Kotawaringin Timur dengan cadangan
besi yang sudah ditemukan 41,2 juta ton.
Dengan melihat potensi yang dimiliki Kalimantan Tengah, tidak
dapat diragukan lagi bahwa daerah ini memiliki peluang yang besar
untuk menjadi daerah yang kaya akan sumber daya mineral. Namun
terbatasnya investor dan tenaga ahli serta peralatan pendukung untuk
mencari dan mengembangkan sumber daya tambang ini
mengakibatkan Kalimantan Tengah masih sangat menggantungkan diri
pada kehadiran investor swasta asing. Cara kemudian yang dilakukan
96

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

adalah memberikan berbagai kemudahan kepada para investor
terutama dari perusahaan multinasional agar dapat menanamkan
investasinya di Kalimantan Tengah.
Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut usaha pertambangan yang
berkembang di Kalimantan Tengah, terdiri dari; (1) Usaha
Pertambangan Rakyat, dan (2) Perusahaan Pertambangan.
Pertambangan Rakyat
Usaha pertambangan di Kalimantan Tengah pada awalnya adalah
usaha tambang rakyat, dan jumlahnya terus bertambah. Dari data yang
dirilis oleh kompas.com tertanggal 13 Oktober 2013, memperlihatkan
bahwa penambang emas skala kecil yang dilakukan masyarakat jumlah
terus mengalami peningkatan dari 50.000 orang pada tahun 2006,
menjadi 5000.000 orang pada tahun 2012.
Konsep dasar mengenai pengelolaan pertambangan oleh
masyarakat secara khusus dijelaskan dalam UU No. 11 Tahun 1967
terutama pasal 11 ayat 1,2,3. Berdasarkan UU tersebut, diketahui
bahwa pengelolaan pertambangan dilimpahkan kepada rakyat dalam
bentuk pengusahaan bahan galian melalui instrumen perijinan. Usaha
pertambangan bahan galian tersebut meliputi penyelidikan umum,
eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan,
serta penjualan.
Untuk mengoperasionalkan UU tersebut kemudian dikeluarkan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 32 Tahun 1967 tentang pelaksanaan
UU No. 11 Tahun 1967 secara khusus dalam pasal 5-6, yang
pelaksanaannya mengacu Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi
mengeluarkan No. 01.P/201/M.PE/1986 tertanggal 20 Februari 1986
tentang Pedoman Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian
Strategis (golongan a) dan Vital (golongan b). Dalam konteks peraturan
menteri, pertambangan rakyat dipahami sebagai usaha pertambangan
strategis dan vital yang diusahakan secara sederhana oleh rakyat
setempat (bertempat tinggal di suatu daerah) untuk penghidupan
sehari-hari.
97

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

Usaha pertambangan rakyat di Kalimantan Tengah dimulai sejak
datangnya para penambang emas dari Tionghoa di Kalimantan Barat
yang kemudian keberadaan mereka menyebar hingga ke Kalimantan
Tengah (Heidhues, 2008). Akibat hampir setiap daerah Kabupaten/Kota
di Kalimantan Tengah mempunyai usaha pertambangan rakyat, seperti
di Kabupaten Murung Raya (Haridison, 2006).
Pertambangan emas rakyat di Kabupaten Murung Raya misalnya,
sudah ada sebelum penjajahan Belanda dan berlangsung secara turuntemurun dengan cara mendulang atau dalam bahasa Dayaknya disebut
melunas. Desa-desa yang merupakan lokasi pertambangan rakyat
adalah: Batu Mirau, Tambelum atau Tomolum, Bantian, dan Muara
Babuat yang termasuk wilayah kecamatan Permata Intan; Desa Konut,
Oreng, Olung Muro, Olung Hanangan, Dirung Linkin, Datah Kotou,
dan Mongkolisoi yang termasuk Kecamatan Tanah Siang; Malasan,
Dirung, Mangkahui, dan Muara Ja'an yang termasuk wilayah
Kecamatan Murung; dan desa-desa yang berada di wilayah Luit Raya:
Muara Bakanon, Tumbang Lahung, Pantai Laga, Baratu, Sa'an dan Salio
termasuk Kecamatan Permata Intan; Muara Lahung wilayah
Kecamatan Laung Tuhup; serta Puruk Cahu dan Bahitom wilayah
Kecamatan Murung.
Asal mula masyarakat Dayak Siang Murung menemukan emas
adalah berawal mula dari seorang leluhur Dayak, warga Desa
Tomolum bernama Engoh yang sedang berburu babi. Engoh mengejar
buruannya hingga berada di tepian Sungai Ocin (anak Sungai
Bantian, Kecamatan Permata Intan). Babi yang dikejar tersebut lari
dan bertahan di sebuah gua. Pada akhirnya babi tersebut berhasil
ditangkap dan dibunuh. Pada tubuh babi secara tidak sengaja
ditemukan butiran-butiran emas bercampur tanah pasir yang
menempel di bulu-bulu babi buruannya dan butiran-butiran emas
tersebut dikumpulkannya. Sebagai tradisi, daging babi tadi dibagikan
kepada semua warga sekitarnya. Sejak saat itu masyarakat mengetahui
bahwa Sungai Ocin mengandung bijih emas. Kemudian disusul
dengan penemuan di sungai lain, yaitu Sungai: Tingon, Luit, Talaon,
Muro, Malau, Ontu, Talui Murung, Ucang, Lomi, Ma’an, Kunyi,
98

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

Sebunut, Mandaun, Sopan, Tojang. Sungai-sungai ini sekarang berada
di empat kecamatan di Kabupaten Murung Raya (YBSD, 1996).
Masyarakat Dayak Siang Murung menambang di sungai-sungai
secara tradisional dengan menggunakan peralatan sederhana,
menggunakan dulang kecil, angkatan, dan linggis untuk membongkar
batu-batu besar. Cara tradisional ini ramah lingkungan dan tidak
merusak lingkungan terutama satwa dan air. Para penambang
tradisional yang tadinya melunas di sungai-sungai, kemudian semakin
berkembang dan berpindah ke lereng-lereng gunung.
Bagi orang Dayak Siang, emas digunakan saat persiapan
perkawinan, di mana emas dijadikan sebagai bulou singah siru. Pada
saat perkabungan, emas dijadikan sebagai ponguma yang dikenakan
atau diberikan kepada orang yang sudah mati. Lazimnya ponguma
diberikan kepada orang yang semasa hidupnya merupakan tokoh
terpandang, kaya, terhormat, berjasa, serta yang berperan dalam adat.
Emas juga bisa dijadikan tolak ukur kekayaan seseorang dalam
masyarakat Dayak Siang selain dari pada kepemilikkan atas barangbarang lainnya, seperti guci, piring antik, senjata pusaka, dan
sebagainya (YBSD, 1998).
Dalam perkembangannya, sekitar tahun 1979, para penambang
rakyat mulai melakukan penambangan di Luit Raya secara mekanis
menggunakan tenaga tradisional dan mesin pompa air serta mesin
penumbuk batu setelah mereka menemukan urat emas di dalam batubatu bukit. Terbukanya urat emas tersebut, terjadi karena dorongan
traktor dari PT. Djayanti Jaya yang pada saat itu sedang membuka
jalan-jalan HPH di Bukit Arong dan Bukit Tengkanong, Luit Raya,
Kecamatan Permata Intan.
Tahun 1980, masyarakat sudah banyak berdatangan membuat
pondok-pondok di sekitar Gunung Batu Badinding atau Gunung Batu
Ponyang untuk bekerja mendulang emas secara tradisonal di sekitar
anak-anak sungai dan mengambil serta mengumpul batu-batuan bekas
dorongan traktor perusahaan HPH PT. Jayanti Jaya. Batu-batu
dikumpulkan dan ditumbuk di lasung besi atau dalam bahas Dayak
disebut lasong gangsak, setelah itu baru didulang (dicuci) untuk
99

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

mendapatkan emasnya. Hasilnya cukup lumayan dibanding dengan
menyadap karet dan memotong rotan di kampungnya.
Pada tahun 1981 mulai dibangun lokasi mesin tumbuk batu yang
dikerjakan pertama kali oleh masyarakat. Dengan adanya lokasi
tumbuk batu, masyarakat di sekitarnya berdatangan dari berbagai desa,
seperti: Desa Belawan, Desa Kalangkaluh, Desa Konut, Desa
Mangkolisoi Desa Kerali, Desa Datah Kuto, Desa Dirung Lingin, Desa
Olung Hanangan, Desa Muro, Desa Oreng (Kecamatan Tanah Siang).
Desa Batu Mirau, Desa Bantian, Desa Tambelum, Desa Kolon, Desa
Apat adalah desa-desa yang terletak di sekitar sungai Babuat yang
masuk dalam wilayah Kecamatan Permata Intan. Kemudian di muara
Sungai Babuat atau Sungai Barito terdapat Desa Muara Babuat, Desa
Tumbang Lahung, Desa Juking Sopan, Desa Baratu, Desa Pantai Laga
merupakan wilayah Kecamatan Permata Intan. Dengan kedatangan
masyarakat tersebut terjadi kemajuan secara tradisional dalam hal
mengelola
tambang,
khususnya
setelah
masyarakat
yang
berpengalaman dari Desa Masoparia (Kecamatan Kapuas Hulu,
Kabupaten Kapuas) ikut bergabung di lokasi tersebut. Pada tahun 1982
tambang rakyat tradisional sudah meluas dan banyak urat-urat emas
yang ditemukan seperti: lokasi Batu Badinding, Lokasi Batu Halubai
yang termasuk wilayah Kecamatan Permata Intan dan Tanah Siang.
Gambaran Penambangan Rakyat dapat dilihat pada gambar 4.3.
dibawah ini.
Tentunya dalam melakukan usaha pertambangan rakyat terdapat
berbagai kendala dan permasalahan, seperti temuan Sukardarrumidi
dan Koesnaryo (dalam Haridison, 2006), antara lain: (1) Jumlah
cadangan dan kadarnya belum diketahui karena umumnya belum
pernah dilakukan eksplorasi yang mendahului kegiatan penambangan;
(2) Modal kerja ditanggung oleh seorang “pemilik lubang” atau
“pemilik mesin”. Bahkan setelah diupayakan cara patungan di antara
para penambang itu sendiri, sekalipun jumlahnya sangat terbatas,
mereka seringkali terpaksa berhutang karena tidak ada bank yang mau
memberi kredit; (3) Para penambang bekerja dengan teknik sederhana
yang dipelajari secara tradisional, sehingga tidak terjadi inovasi.
100

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

Misalnya karena terbiasa menggunakan sumuran (shaft) sebagai jalan
masuk, maka penambangan hampir selalu menggunakan cara tersebut
meskipun suatu saat penggunaan adit (mendatar) lebih
menguntungkan; (4) Peralatan kerja cadangan seperti pompa air dan
exhaust fan umumnya tidak tersedia, sehingga jika alat tersebut rusak
maka penambangan dihentikan sampai peralatan berhasil diperbaiki;
dan (5) Keselamatan kerja kurang terjamin. Lobang-lobang bukaan
berukuran kecil (sekitar 1 meter) dengan hanya satu jalan menuju
permukaan. Jika terjadi runtuhan maka para pekerja akan sulit
menyelamatkan diri. Disamping itu penambang tidak melengkapi diri
dengan alat pelindung badan (safety head) dan sepatu.

Sumber : LMDDKT, 2014
Gambar 4.3.
Aktivitas Pertambangan Rakyat

Setiap kegiatan penambangan juga selalu menimbulkan dampak
terhadap kehidupan masyarakat yang ada di sekitar lokasi baik berupa
dampak fisik maupun non fisik, dan dapat bersifat negatif maupun
positif, seperti yang diungkapkan oleh Ngadiran, et al., (2002).
Menurut Ngadiran, et al., (2002:132) bahwa dampak fisik dapat dilihat
dengan adanya perubahan-perubahan dalam masyarakat itu sendiri,
seperti tersedianya lapangan kerja baru, bentuk pembangunan sarana
101

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

tempat tinggal dan fasilitas lainnya. Dampak fisik juga memiliki sisi
negatif, ini dilihat kalau didasarkan atas prinsip-prinsip ekologis di
mana kegiatan penambangan merusak tanah, air, dan tumbuhtumbuhan, termasuk merusak kesehatan manusia karena penggunaan
merkuri untuk mengekstraksi emas telah membuat pertambangan
sebagai sumber terbesar pencipta logam sangat beracun bagi
lingkungan. Setiap harinya para pekerja tambang mempertaruhkan
dirinya menghadapi bahaya keracunan terkait dengan penggunaan
merkuri secara ilegal. Kerusakan ini terlihat dari gambar dibawah ini di
mana daerah tambang terlihat putih besar (gambar 4.4. di bawah ini).
Situasi ini digambarkan sebagai "bom waktu kesehatan" oleh Profesor
Marcello Veiga, seorang ahli dalam penggunaan merkuri dalam
penambangan emas skala kecil di University of British Columbia di
Vancouver (kompas.com, 13 Oktober 2013).

Sumber : LMMDDKT, 2014
Gambar 4.4.
Kondisi Tambang Rakyat Pereng Pane Penuh dengan Merkuri

Dampak yang bersifat negatif tentunya meresahkan masyarakat,
dan pada gilirannya dapat mengganggu kestabilan ekonomi dan
keamanan. Dampak non fisik dari adanya suatu kegiatan penambangan
adalah adanya perubahan-perubahan pola pikir, nilai sosial, norma102

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

norma sosial, pola-pola perilaku, tanggung jawab, dan sebagainya,
seperti: perubahan dalam organisasi masyarakat, gaya hidup, kepuasan
dan kekuasaan serta kepemimpinan.
Menjamurnya pertambangan rakyat menyebabkan pemerintah
kemudian membuat berbagai peraturan untuk pengendalian, terutama
bagi jenis bahkan galian vital golongan b (seperti emas). Emas
tergolong sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (nonrenewable) karenanya keberadaannya perlu dijaga dan dilestarikan
guna mencegah tidak terjadinya pengeksploitasian besar-besar
mengakibatkan cepat punah atau habis. Hal ini perlu dilakukan karena
emas merupakan bahan galian vital yang masih dibutuhkan oleh
generasi mendatang untuk memenuhi keperluan hidupnya (Salim,
1988:5).
Untuk itu, UU No. 11 Tahun 1967 khusus dalam pasal 7 secara
khusus menyatakan bahwa: “Usaha pertambangan rakyat yang timbul
kemudian setelah adanya kegiatan usaha pertambangan berdasarkan
kuasa pertambangan/kontrak karya adalah tidak sah dan digolongkan
sebagai penambang liar dan harus dihentikan”. Kemudian dalam UU
No. 32 Tahun 2004, secara khusus pasal 17 menyerahkan kewenangan
urusan SDA kepada daerah akan tetapi dalam kerangka pengaturan
hubungan pemanfaatan SDA antara pusat-daerah. Kewenangan
tersebut secara umum, mencakup (1) kewenangan teknis pengelolaan
SDA. Kewenangan ini erat kaitannya dengan kebijakan berupa ijin
untuk penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan SDA di
daerah, dan kemudian; (2) kewenangan mengatur dan mengurus SDA
yang merupakan satu kesatuan yang utuh baik pengelolaan yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan/pengelolaan, pemulihannya
(konservasi), maupun kelembagaan, administrasi dan penegakan
hukum. Dalam pemahaman seperti ini, rakyat dan/atau daerah tidak
diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus SDA karena tetap
di bawah kendali pusat dalam hal ini Kementrian ESDM.
Berdasarkan konteks UU, Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Menteri seperti yang dijelaskan di atas, maka dapat dikatakan bahwa
pengelolaan SDA dan pertambangan masih bersifat elitis dan lebih
103

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

banyak dilakukan atas amanat konstitusi. Kewenangan dalam
menentukan hak pengelolaan SDA dan pertambangan masih berada di
tangan negara serta pengaturan-pengaturan mengenai pengelolaan
tersebut hanya dilihat dalam konteks kelembagaan pemerintahan
bukan hubungan antara negara dan masyarakat. Pengelolaan
pertambangan rakyat hanya diberikan dalam konteks pengusahaan
melalui kebijakan perijinan. Pengakuan dan perlindungan terhadap
kegiatan pertambangan rakyat belum diatur sepenuhnya sehingga
masih ada kesempatan dari negara untuk mengambil alih tambang
rakyat meskipun sudah diusahakan secara turun-temurun.
Perusahaan Pertambangan
Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa perusahaan pertambangan
pada dasarnya bersifat elitis dikarenakan usaha ini mempunyai resiko
yang tinggi. Selain membutuhkan besarnya investasi pada awal usaha,
namun perolehan keuntungan membutuhkan waktu yang lama dan
belum tentu memberikan keuntungan. Karenanya investor yang
terlibat dalam usaha pertambangan besar selalu memperoleh perlakuan
atau perlindungan secara khusus dari pemerintah agar mereka mau
menanamkan investasinya.
Sejauh ini keberadaan perusahaan pertambangan di Kalimantan
Tengah belum diketahui secara pasti karena data dari jumlah
perusahaan dan data dari produksi belum ada yang pasti. Misalnya dari
data yang disampaikan Gubernur Kalimantan Tengah dalam Temu
Gubernur Kalimantan Tengah dengan Pengusaha/Investor dan Bidang
Pekerjaan Umum di Palangkara (26 Mei 2014) menyatakan bahwa per
tanggal 01 April 2014 terdapat 866 perusahaan pertambangan yang
telah memperoleh Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang terdaftar pada
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM. Sayangnya data
tentang perusahaan pertambangan yang memperoleh IUP tidak
disajikan. Sebagai gambaran penyebaran perusahaan pertambangan
yang ada di Kalimantan Tengah dapat dilihat pada gambar 4.5. di
bawah ini.
104

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

Mengacu pada data yang dikumpulkan oleh LMMDDKT (2014)
diketahui bahwa terdapat 93 perusahaan pertambangan yang terdaftar
dan mempunyai lokasi di Kalimantan. Dari 93 perusahaan, sebanyak 43
perusahaan (46,24%) merupakan perusahaan asing atau perusahaan
asing bekerjasama dengan perusahaan Indonesia, sedangkan sisanya
adalah perusahaan dari Indonesia baik nasional maupun regional.
Untuk perusahaan asing dan/atau bekerjasama dengan perusahaan
Indonesia umumnya perusahaan go publik dan terdaftar diberbagai
bursa saham seperti Amerika, Australia, Korea, Kanada dan Hongkong,
seperti Herald Resources Ltd di Australia; Duval Corporation of
Indonesia di Amerika Serikat; Diadem Resources Ltd di Kanada dan
lain sebagainya.

Sumber : GIS LMMDD-KT, 2017

Gambar 4.5.
Sebaran Potensi Tambang di Kalimantan Tengah

Dari 93 perusahaan pertambangan tersebut, 20 perusahaan berada
di Kalimantan Tengah. Jenis galian yang dihasilkan adalah batubara (10
perusahaan) dengan status kontrak Generasi III/PKP2B dengan
tahapan eksplorasi, kecuali 1 (satu) perusahaan tahapannya persiapan
105

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

penambangan atau persiapan eksploitasi. Untuk 10 perusahaaan
pertambangan lainnya bergerak pada jenis galian emas dan jenis galian
ikutan lainnya, seperti perak dan tembaga. Status kontrak perusahaan
ini dari Generasi IV hingga Generasi VII, ditunjukkan pada tabel 4.4.
dan gambar 4.5. di bawah ini.
Hingga tahun 2008, jumlah produksi galian utama di Kalimantan
Tengah yang sudah diusahakan terdiri dari Emas, Perak, Batu Bara,
Zircon, Bijih Besi dan Titanioum. Sebenarnya masih banyak hasil
produksi galiang tambang tetapi data belum diperoleh. Mengenai
jumlah produksi diperlihatkan pada tabel 4.5. di bawah ini.
Tabel 4.4.
Perusahaan Pertambangan Emas Yang Telah Memperoleh Kontrak Karya
di Kalimantan Tengah

VII

55690

IV

70.752

VI

320.100

Status Lingk.
Kegiatan
Studi
Kelayakan
Penyelidikan
Umum
Ditahan
(Suspended)
Kontruksi

VI

121.900

Eksplorasi

VII

21.340

Eksplorasi

IV

12.830

IV

24.992

Ditahan
(Suspended)
Eksplorasi

9.

PT. Kasongan Bumi Kencana
(KBK)
PT. Ampalit Mas Perdana
(AMP)
PT. Indo Muro Kencana (IMK)

IV

47.962

Produksi

10.

PT. Sameco Mas Jaya (SMJ)

VII

24.300

Eksplorasi

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Nama Perusahaan
PT. Aston Mercu Buana
Mining (AMBM)
PT. Aurum Kotabesi
Mineralindo (AKM)
PT. Barito Intan Mas (BIM)
PT. Danum Kelian Minerals
(DKM)
PT. Kalimantan Surya
Kencana (KSK)
PT. Kalsika Indonesia (KI)

KK
Generasi
IV

Luas Wil.
Ijin (Ha)
47250

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Tengah, 2013

106

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

Sumber : LMMDDKT, 2015

Gambar 4.6.
Lokasi Usaha Perusahaan Pertambangan Yang Telah Memperoleh Kontrak
Karya di Kalimantan Tengah

Dari tabel 4.5. diketahui bahwa jenis galian yang mengalami
peningkatan adalah batubara diikuti bijih besi. Peningkatan ini
mengiringi naiknya permintaan terutama batubara. Namun saat ini
permintaan akan batubara terus menurun bahkan beberapa perusahaan
pertambangan yang bergerak pada jenis galian batubara harus
menghentikan usahanya karena sudah tidak ada permintaan.
107

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

Tabel 4.5.
Jumlah Produksi Bahan Galian Tambang di Kalimantan Tengah
Sampai Tahun 2008
Bahan
No
Satuan
2005
2006
2007
2008
Galian
1.
Emas
Kg
182
619
1.224
365
2.
Perak
Kg
868
4.586
10.882
1.099
3.
Batubara
Ton
829.141
1.256.288
2.202.009
2.573.721
4.
Zircon
Ton
NA
NA
74.175
60.583
5.
Bijih Besi
Ton
NA
NA
1.028.979
2.829.290
6.
Titanium
Ton
NA
NA
542
3.736
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Tengah, 2012

Sejarah masuk perusahaan pertambangan di Kalimantan Tengah
mempunyai keterkaitan dengan usaha pertambangan rakyat. Bagi
perusahaan pertambangan yang telah memegang kuasa pertambangan
(pengusaha nasional) dan pemegang kontrak karya (pengusaha asing)
pasti akan menggusur usaha-usaha pertambangan rakyat terlebih
dahulu sudah ada keberadaannya tanpa dilakukan konfirmasi. Kondisi
ini terjadi karena menurut Greenomic (2004) penyelenggara negara
lebih memilih bergandengan tangan dengan pemodal dan
berseberangan dengan rakyat. Hal ini sangat terkait dengan UU No. 11
Tahun 1967 khususnya pasal 7 seperti yang dijelaskan di atas. Akibat
penggusuran tersebut tentunya memberikan berbagai dampak seperti
ditunjukkan dari hasil penelitian Dianto Bachriadi (dalam Andreas,
2004) dan Ngadisah (2003).
Hasil penelitian mereka menunjukkan bawah industri
pertambangan di Indonesia dengan studi kasus PT. Freeport Indonesia
(FI) dan PT. Kelian Equatorial Mining (KEM) menyimpulkan ada
delapan bentuk pelanggaran antara lain: (1) pelanggaran hak untuk
menentukan nasib sendiri termasuk di dalamnya adalah tidak
diakuinya tanah-tanah adat yang menjadi milik orang, keluarga atau
satu suku tertentu, tidak diakuinya struktur sosial masyarakat adat
serta pemaksaan untuk alih fungsi lahan menjadi areal pertambangan;
(2) pelanggaran atas hak untuk hidup; (3) penghilangan orang dan
penangkapan secara sewenang-wenang; (4) hilangnya hak untuk bebas
dari rasa takut; (5) hilangnya hak seseorang untuk tidak mendapat
108

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

penyiksaan atau tindak kekerasan, khususnya yang dilakukan oleh
pejabat publik; (6) dicabutnya hak seseorang atas sumber penghidupan
subsistensinya; (7) hilangnya hak anak-anak untuk mendapatkan
perlindungan; (8) lenyapnya standar kehidupan yang layak dan
pencapaian tingkat kesehatan yang optimal. Adanya pelanggaran ini
membuat mereka (masyarakat adat Dayak Siang Murung) melakukan
perlawanan.

PT Indo Muro Kencana
PT. Indo Muro Kencana atau disingkat PT IMK merupakan
perusahaan pertambangan asing yaitu dari Amerika (Duval
Corporation of Indonesia) dan dari Australia (Pelsar Muro Pty Ltd dan
Jason Mining). Hal ini sesuai dengan Kontrak Karya (KK) Generasi III
Bahan Galian Emas dan Mineral Pengikutnya dari Presiden RI sesuai
dengan surat Keputusan Nomor B–07/Pres/I/1985 tanggal 21 Januari
1985 dan SK Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral No
114.K/20.01/DJG/2001 tanggal 5 Oktober 2001. Luasan wilayah
pertambangan PT IMK adalah ± 47.940 Ha, dengan jangka waktu KK
selama 30 tahun dari tahun 1985 sampai dengan tahun 2014.
Perjalanan usaha pertambangan yang dilakukan PT IMK tidaklah
berjalan mulus seperti yang diharapkan di mana kepemilikan terhadap
perusahaan ini terus berganti-ganti. Pada tahun 1993 sebelum
perusahaan ini berproduksi, kepemilikan PT IMK bukan lagi pemilik
sebelumnya mengacu kepada KK tahun 1985 tetapi pengelolaan sudah
diambil alih oleh Aurora Gold Ltd. (Australia) sebanyak 90% dan PT
Gunung Perkasa milik Indonesia dengan total sahamnya sebesar 10%.
Selanjutnya pada tahun 1997, PT Gunung Perkasa kembali melakukan
penjualan saham sehingga Aurora Gold Ltd memiliki 100% saham PT
IMK. Karena berbagai pertimbangan terutama meningkatnya eskalasi
konflik dengan penduduk lokal dalam hal ini masyarakat adat Dayak
Siang Murung, pada tahun 2011 Aurora Gold Ltd kembali melakukan
penjualan saham dengan Strait Metals Limited.Ltd yang sekarang
berubah menjadi Aeris Resource Ltd.
109

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

Menarik pada saat pihak Aurora Gold.Ltd melakukan penjualan
saham kepada Strait Metals Limited.Ltd juga dihadiri oleh Walhi, dan
Jatam. Kehadiran mereka bertujuan memberikan jaminan kepada pihak
Strait Ltd bahwa masalah penyelesaian dengan pihak masyarakat adat
Dayak Siang Murung terutama masalah ganti rugi serta masalah limbah
pencemaran dapat diselesaikan. Namun yang menjadi harapan dari
Strait Ltd justru sebaiknya karena eskalasi konflik dengan masyarakat
justru semakin meningkat. Karenanya pihak Strait Resource Ltd
kecewa terhadap pihak LSM. Kekecewaan ini kemudian diwujudkan
dengan merubah nama menjadi Aeris Resource Ltd.
Lokasi tambang PT. IMK berada di sekitar pemukiman orang
Dayak Siang, Murung, dan Bakumpai, termasuk di dalamnya beberapa
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dikenal dengan DAS Serujan serta
anak-anak sungainya. Secara administrasi berada di Kecamatan
Permata Intan, Kecamatan Murung dan Tanah Siang, Kabupaten Barito
Utara dan setelah pemekaran Kabupaten menjadi Kabupaten Murung
Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Lebih jelas lihat gambar 4.7. di
bawah ini.

Sumber : LMMDDKT, 2015

Peta 4.7.
Lokasi Tambang PT Indo Muro Kencana di Kalimantan Tengah
110

Kehadiran PT Indo Muro Kencana

Pada tahun 1983 datang tim surv

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB VII

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB VI

0 2 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB V

0 2 50

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB III

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB II

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB I

0 2 15