Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB V

LIMA

KONFLIK DAYAK VS TAMBANG

Pengantar
Sepanjang pemerintahan Orde Baru, hasil sumber daya alam di
Kalimantan Tengah tidak habis-habisnya dieksploitasi, sehingga ada
banyak kelompok-kelompok masyarakat asli atau masyarakat adat
Dayak Kalimantan Tengah “harus” bangkit melakukan perlawanan
terhadap para pengusaha tambang karena hutan, tanah dan air yang
menjadi identitasnya terus diambil alih. Karenanya benar apabila Usop
(2008) menyatakan bahwa orang Dayak memiliki sejarah panjang
tentang berbagai konflik dengan para investor yang datang untuk
mengambil keuntungan.
Pada awalnya konflik yang terjadi di Kalimantan merupakan
konflik antar suku di mana orang Dayak harus menjalankan ritual adat
habunu (bunuh-membunuh), dan hajipen (saling memperbudak). Dari
konflik antar suku kemudian berkembang menjadi konflik antar etnis
seiring dengan masuknya para transmigrasi dan puncaknya terjadi pada
tahun 1991 yang kemudian dikenal dengan peristiwa “sampit
berdarah” (Usop, Sidik, 2011). Konflik yang sekarang berkembang

adalah konflik dengan para pengusaha yang datang untuk mengambil
alih tanah-tanah yang diklaim orang Dayak sebagai tanah adatnya atau
sebagai tempat mempertahankan hidupnya untuk berkebun dan
berladang. Konflik ini terjadi karena orang Dayak tidak ingin hidupnya
terus tersingkir dari ruang kehidupannya yang kemudian dalam bahasa
Dayak disebut sebagai Ji Tempun Petak Manana Sare.
117

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

Bagaimana situasi konflik berikut peran dan kepentingan dari para
aktor di dalamnya serta isu-isu yang menjadi pemicu konflik menjadi
pokok bahasan dalam bab ini. Dimulai dengan penggambaran sumber
konflik antara orang Dayak vs PT IMK, kemudian diteruskan dengan
menjelaskan peran aktor dengan berbagai kepentingan sebagai pemicu
munculnya konflik antara orang Dayak dengan PT IMK.

PT Indo Muro Kencana sebagai Sumber Konflik
Perlawanan terhadap kegiatan usaha penambangan di Indonesia

terus menguat, seperti perlawanan terhadap PT Newmont Minahasa
Raya (NMR), anak perusahaan Newmont Mining Corp yang berbasis di
Denver, AS, di Sulawesi Utara; dan PT Kelian Equatorial Mining
dimana 90 persen sahamnya dimiliki Rio Tinto, adalah pemegang
Kontrak Karya penambangan emas terbesar di Kalimantan Timur.
Rio Tinto, merupakan perusahaan tambang raksasa yang
berkantor pusat di London dan Melbourne, memiliki saham di Freeport
McMoran, pemilik mayoritas saham PT Freeport Indonesia.
Perlawanan ini terjadi karena ada kesadaran masyarakat bahwa
hadirnya perusahaan pertambangan ternyata tidak membawa berkah
tetapi membawa bencana. Hal ini ditunjukkan dari sejumlah seruan
yang disampaikan oleh kelompok masyarakat termasuk LSM untuk
menghentikan sementara seluruh kegiatan pertambangan mengingat
banyak permasalahan yang muncul dan tidak terselesaikan. Tuare
Natkime tetua adat Amungme menyesalkan adanya tambang di
wilayah adatnya: “sungguh, saya benar-benar marah kepada Tuhan.
Mengapa Dia harus menempatkan segala gunung-gunung yang indah
dan barang tambang itu di sini" (Paharizal dan Yuwono, 2016).
Catatan yang sama juga dialami masyarakat Oreng Kambang
ketika mereka harus berhadapan dengan Perusahaan Tambang Asing

dari Australia (PT IMK) yang telah memperoleh Kontrak Karya
Penambangan Emas sejak tahun 1985. Ungkapan salah seorang warga
Oreng Kambang; “Dua Puluh Enam Tahun, kami mengharap kehadiran
perusahaan mineral pertambangan emas PT IMK di desa kami bisa
118

Konflik Dayak vs Tambang

memberikan kesejahteraan dan memakmurkan masyarakat kami
khususnya desa-desa di Tanah Siang di mana tempat perusahaan yang
memiliki izin Kontrak Karya Generasi III Bahan Galian Emas.
Kenyataan yang terjadi justru bukan memberikan kedamaian malah
melecehkan warga. 15
Masyarakat Oreng Kambang kemudian bertekad untuk terus
melakukan perlawanan terhadap PT IMK guna mencari keadilan
terutama pengakuan terhadap hak-hak komunalnya yang selama ini
telah dirampas tanah, sungai-sungai dipenuhi limbah beracun, tempattempat berusaha dirobahkan menjadi lobang-lobang mematikan, situs
budaya juga dijarah, kepercayaan kepada leluhur dan keyakinan
kepada Tuhan Yang Maha Esa dinodai oleh PT IMK yang hanya
bermodalkan selembar kertas yang bernama izin kontrak karya.

Awal konflik, ketika PT IMK datang ke Oreng Kambang dengan
membawa Kontrak Karya yang diberikan pemerintah langsung
menggeser dan mengambil alih seluruh tambang milik masyarakat
Oreng Kambang dan masyarakat sekitarnya. Dengan dukungan aparat
negara dalam hal aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Barito
Utara (sekarang menjadi Kabupaten Murung Raya) dan pihak
kepolisian (pasukan Brimob), datang ke tambang milik masyarakat
Oreng Kambang menggusur dan mengusir mereka. Kekejian ini terus
berlangsung dari tahun 1987, di mana dalam proses penggusuran semua
sisa-sisa lobang mesin tumbuk batu, rumah-rumah penduduk diratakan
dengan traktor dan alat chainsaw. Lebih menyakitkan lagi bahwa
dalam proses penggusuran; “tidak ada ganti rugi dengan jalan apapun”
tertanda Bupati seperti tertulis di papan setelah proses penggusuran. 16
Selain melakukan penggusuran terhadap tambang rakyat milik
masyarakat Oreng Kambang, dalam rangka perluasan wilayah
tambangnya, PT IMK juga melakukan eksploitasi di Kaki Gunung
Puruk Kambang yang bagi orang Dayak Siang Murung dan umat agama
15 Megapos. 31 Januari 2013, Permasalahan Puruk Kambang, Tokoh Desa Adukan PT
IMK ke LMMDDKT.
16 Dokumen yang dipersiapkan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) untuk memberikan

advokasi kepada masyarakat Adat Dayak dengan judul IMK Merampas, Dayak
Terhempas (1999).

119

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

Kaharingan merupakan kawasan yang sangat suci dan sakral. Kawasan
Gunung Puruk Kambang sejak tahun 1990 diberi status oleh negara 17
sebagai Situs Budaya yang keberadaaanya harus dilindungi. Walaupun
kawasan ini sudah dilindungi, namun pihak PT IMK tetap
menginginkan untuk mengeksploitasi kawasan ini.
Selain kedua permasalahan di atas, dampak negatif akibat
hadirnya PT IMK juga menjadi salah sumber konfik, seperti
pencemaran lingkungan yang dilaporkan oleh Tim Ekpedisi
Kathulistiwa (2012) di mana ada banyak sungai telah tercemar (sungai
Pute, Manawing, dan Mangkahui); juga ada penghilangan sungai di pit
Sarujan (sungai Sarujan, sungai Salampong, sungai Lahing, sungai
Kalang Tantatarai, sungai Takukui, sungai Sangiran Lika, Sangiran

Ma‟lu, sungai Tino, sungai Hanjung, sungai Mahaloe, dan sungai
Nangor) yang juga digunakan sebagai tempat pembuangan limbah
pembangkit listrik dari pabrik dan reklaming tambang, ada sekitar 33
lobang tambang yang tidak ditutup. Disamping itu ada 3 (tiga) sungai
yang sudah tercemari zat asam tambang (sianida) dan juga mercury,
yaitu; sungai Mangkahui, sungai Manawing dan sungai Babuat.
Jelasnya dapat dilihat pada gambar 5.1. di bawah ini.
Dampak yang lain adalah terjadinya perubahan bentang lahan
yang diakibatkan pola penambangan ovenvit area, dan gejolak sosial.
Sebelum masuknya PT IMK, di beberapa kawasan terutama yang
menuju ke Situs Puruk Kambang masih hutan dan menjadi
supermarket dan apotik hidup bagi masyarakat Oreng Kambang.
Kawasan tersebut sudah hancur, ikan dan binatang buruan, burungburung, sayur-sayuran serta obat-obatan (fauna dan flora) sampai
untuk memenuhi kebutuhan peralatan rumah tangga serta
perlengkapan ritual adat sudah punah. Hal ini menambah panjang
Situs Budaya Puruk Kambang terdaftar di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Provinsi Kalimantan Tengah dengan nomor daftar Inventarisasi 301 tahun 1993
sebagai benda Cagar Budaya; Surat Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah kepada
Bupati KDH Tk II Barito Utara bernomor 522.5/1916/Ek, tertanggal 7 November 1994
juga surat Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan

Energi kepada direksi PT Indo Muro Kencana bernomor 1809 A/20/DJP/1994
tertanggal 30 September 1994 perihal Pelestarian Puruk Kambang.

17

120

Konflik Dayak vs Tambang

permasalah terkait dengan hilangnya memori sosial masyarakat atau
perampasan nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang hidup dan
berkembang sejak zaman dahulu sebelum masuknya kolonialisasi dan
imperialisasi baru berbentuk penguasaan invetasi (PT IMK) untuk
pengerukan sumber daya alam di bumi Kalimantan. 18

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Gambar 5.1.
Pembuangan Tailing, Lobang Penampungan Tailing,
Sungai yang Dialiri Mercuri, dan Penambangan di Kaki Puruk Kambang


Gambaran Konflik Masyarakat Oreng Kambang vs PT IMK
Di Indonesia, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam
seperti dimandatkan dalam UUD 1945 versi amandemen, digunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat terutama di pasal 33.19
Memori social yang dirasakan sudah tidak ada lagi adalah aturan pemamfaatan
terbatas yang penuh dengan kearifan dan kebijaksanaan dalam memanfaatkan sumber
daya alam. (Wawancara dengan warga masyarakat, Palangkaraya, 2012)
19 Pasal 33 UUH 1945 menegaskan bahwa: ”cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Kemudian dikatakan pula
bahwa: ”bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara”.
18

121

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual


Sesuai dengan isi dari pasal 33, maka dapat dimaknai bahwa konsep
kemakmuran rakyat hanya bersifat populis di mana masyarakat
ditempatkan sebagai kelompok utama dan diajak untuk terlibat baik
pada saat pengambilan keputusan hingga dapat menikmati hasil
pengolahan sumber-sumber tersebut itu.
Keterlibatan masyarakat mutlak diperlukan dalam setiap
pemanfaatan sumber daya alam, tidak saja bagi penentuan arah tujuan
suatu kegiatan tetapi juga sebagai sarana pengawasan terhadap kegiatan
pengolahan sumberdaya alam tersebut. Peran serta rakyat penting
terutama menjaga keseimbangan hak negara yang dimandatkan pasal
33 UUD 1945 untuk mengatur, menyelenggarakan, menggunakan,
persediaan dan pemeliharaan sumberdaya alam serta pengaturan
hukumnya dengan hak rakyat untuk mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya dari pengolahan sumberdaya alam. Tidak hanya
itu, masyarakat juga diberikan kesempatan untuk mengelola sendiri
sumber daya alam yang dimilikinya.
Di pihak lain, dikatakan bahwa pertambangan itu sendiri tidak
diperkenankan beroperasi di tempat-tempat umum, seperti tempattempat suci, perkuburan, pekerjaan-pekerjaan umum (jalan, saluran
air, listrik dan lain-lain), pemukiman, tanah-tanah pekarangan serta
tempat-tempat pekerjaan usaha pertambangan yang lain (pasal 16 ayat

2 UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan). Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa
kepentingan umum atau bersama adalah yang utama dan merupakan
kewajiban dari setiap pengelola pertambangan. Makna yang bisa
dijelaskan dari pasal ini adalah penghormatan terhadap tradisi dan
kehidupan masyarakat lokal (adat) yang tinggal di wilayah dan sekitar
pertambangan sudah diperkenankan.
Dalam banyak hal interpretasi pasal 16 ayat 2 UU No. 11 Tahun
1967 lebih menguntungkan perusahaan pertambang dalam skala besar
karena dapat masuk ke areal pertambangan rakyat. Pertambangan
rakyat yang sudah eksis sebelumnya digusur oleh pemegang kuasa
pertambangan (pengusaha nasional) dan pemegang kontrak karya
(pengusaha multinasional). Penggusuran tersebut terjadi karena para
122

Konflik Dayak vs Tambang

ahli profesional pemerintah dan pihak swasta selalu menilai bahwa
proses usaha pertambangan rakyat tidak diciptakan melalui prosedur
perijinan sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah dan kemudian

mereka dikategorikan sebagai Pertambangan Emas yang Tidak
Memiliki Ijin atau disingkat PETI. 20 Dampaknya pertambangan rakyat
mudah digusur seperti yang dilakukan PT IMK terhadap penambang
rakyat di Oreng Kambang.
Atas dasar interpretasi terhadap pasal 16 ayat 2 UU No. 11 Tahun
1967 tersebut, setelah PT IMK resmi mengantongi ijin Kontrak Karya
dari pemerintah pada tahun 1985, di mana lokasi penambangan emas
berada di 3 (tiga) Kecamatan di Kabupaten Murung Raya, yaitu;
Kecamatan Permata Intan, Kecamatan Murung dan Kecamatan Tanah
Dayak, tentunya akan berdampak pada penggusuran aktifitas tambang
rakyat yang selama ini sudah ada dan dikelola oleh masyarakat Oreng
Kambang serta masyarakat sekitarnya. Sampai pertengahan tahun
1987, PT IMK masih memberikan kesempatan kepada para penambang
untuk tetap menambang.
Walaupun diberi keseempatan namun para penambang tetap
resah terutama para penambang di desa tetangga Oreng Kambang yaitu
desa Marindu di mana wilayah desa ini menjadi salah satu areal paling
awal yang dijadikan sebagai wilayah penambangan PT IMK (Haridison,
2006). Meskipun menghadapi kekecewaan, mereka tidak putus asa
tetapi terus melakukan upaya untuk memperoleh ijin sehingga dapat
memperoleh kekuatan secara hukum untuk terus menambang.
Didampingi LSM Yayasan Bina Sumber Daya atau disingkat YBSD,
mereka kemudian mengajukan perijinan dengan cara melayangkan
berbagai surat permohonan ijin 21 kepada pemerintah Desa, Kabupaten
Hasil wawancara dengan Prof Usop, 23 Nopember 2013 di Palangkaraya
Surat pemohonan yang dimaksud antara lain; 1) Surat permohonan masyarakat Desa
Konut kepada Gubernur KDH TK. I Propinsi Kalimantan Tengah nomor:
72/Urpem/DK/KTS/1987, tanggal 15 Oktober 1987; (2) Surat permohonan/lanjutan dari
Camat Tanah Siang, nomor: 166/RM/Bang/KTS/1987, tanggal 30 Oktober 1987; (3)
Surat permohonan masyarakat Desa Konut tanggal 1 November 1987 yang kemudian
direkomendasi oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Daerah TK. II Kabupaten
Barito Utara tanggal 5 Desember 1987; (4) Surat Rekomendasi Bupati KDH. Tingkat II
Barito Utara nomor: 540/10/BK, tanggal 27 Januari 1988 kepada Gubernur KDH TK. I

20
21

123

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

hingga Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kementerian
terkait (Haridison, 2006). Upaya yang dilakukan para penambang
untuk memperoleh ijin nampaknya gagal karena tidak mendapat
tanggapan serius dari pihak pemerintah. Dengan kata lain, para
penambang siap untuk digusur karena dikategorikan sebagai
penambang ilegal atau PETI.
Tepatnya bulan September 1987 ujar seorang warga masyarakat 22,
PT IMK didukung aparat satuan tugas Pemerintah Daerah Tingkat II
Barito Utara dan pihak keamanan (Brimob) melakukan pengusuran dan
penutupan tambang emas milik rakyat dengan dalih bahwa aktivitas
tambang rakyat tidak sah secara hukum karena tidak memiliki ijin
(Peti). Wilayah penambangan yang sudah diserahkan pemerintah hak
pengelolaannya kepada PT IMK adalah seluas 47.962 hektar, maka
proses penggusuran dan penutupan tambang rakyat mulai dilakukan
tepatnya di wilayah kirikil I, kirikil II, dan kirikil III wilayah
Kecamatan Siang. Kegiatan pengusuran dan penutupan ini kemudian
dilanjutkan pada bulan Oktober 1987 dengan melibatkan tidak saja
personil kepolisian tetapi personil dari Angkatan Darat (YBSD, 1998).
Puncak penggusuran dan penutupan tambang rakyat terjadi pada
bulan Januari 1988 terutama di Luit Raya di pit tambang Serujan.
Petugas dari Pemerintah Daerah Tingkat II didukung aparat keamanan
menggusur semua sisa-sisa lobang mesin tumbuk batu, rumah-rumah
penduduk dengan traktor dan alat chainsaw sehingga rata dengan
tanah. 23 Selain itu mereka juga menyita dan merampas barang-barang
milik masyarakat serta melakukan penangkapan terhadap 5 (lima)
orang warga masyarakat Oreng Kambang. Meskipun terjadi
Propinsi Kalimantan Tengah; dan (5) Surat permohonan masyarakat Desa Konut
kepada nomor: 01/Urpem/DK/KTS/1991, kepada Gubernur KDH TK. I Propinsi
Kalimantan Tengah, Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Dalam Negeri.
22 Wawancara dilakukan dengan seorang warga masyarakat Dayak Siang yang sedang
melakukan pembicaraan dengan LMDDKT di Palangkaraya pada tanggal 14 Maret
2013.
23 Hasil wawancara dengan seorang warga yang juga penambang menceritakan bahwa
pada saat terjadinya penggusuran dan penutupan tambang miliknya mesin tumbuk
untuk pemurnian emas miliknya diporak-porandakan dan dipotong dengan chainsaw
oleh aparat Brimob (Palangkaraya, Maret 2012).

124

Konflik Dayak vs Tambang

penggusuran, tetapi masih ada sekelompok penambang (rakyat) yang
terus melakukan aktifitas penambangannya hingga akhir tahun 1990.
Dampak dari penggusuran adalah terjadinya penghentian dan
pengungsian seluruh aktifitas pertambangan yang dikelola oleh rakyat.
Mengenai peta konflik dapat dilihat pada gambar 5.2. dan 5.3 di bawah
ini.

Sumber : GIS LMMDD-KT, 2017

Gambar 5.2.
Peta Desa Oreng Kambang Menjadi Daerah Konflik

125

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

Sumber : ASX Release, 2012

Gambar 5.3.
Peta Konflik PT IMK dan Para Penambang

Disamping melakukan penggusuran terhadap tambang rakyat di
lokasi penambangan, kegiatan lain yang dilakukan PT IMK adalah
melakukan eksplorasi areal dengan cara mengebor tanah hingga
mencapai lapisan bebatuan untuk melihat dan meneliti seberapa besar
kandungan emas di dalamnya. Hasilnya disimpulkan bahwa tidak
semua wilayah Kontrak Karya Tambang yang diberikan pemerintah
(secara administrasi berada di wilayah di Kecamatan Siang, Kecamatan
Permata Intan, dan Kecamatan Murung) mempunyai kandungan
deposit emas yang menurut ukuran PT IMK apabila ditambang akan
habis dalam jangka pendek. Wilayah yang mempunyai kandungan
deposit emas yang tidak memenuhi syarat untuk ditambang adalah
tambang emas di Marindu yang berada di wilayah DAS Desa Konut,
kecamatan Siang. Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan oleh
beberapa penambang emas di Marindu meskipun secara diam-diam
karena kuatir akan digusur lain. 24

Hasil wawancara dengan dengan tokoh masyarakat Oreng Kambang di Palangkara,
20 Desember 2015.
24

126

Konflik Dayak vs Tambang

Aktivitas penambangan dan pengolahan emas oleh PT IMK terus
berjalan meskipun pada tahun 1993 terjadi pengambilalihan
pengelolaan PT IMK dari Duval Cooperation of Indonesia (Amerika),
Pelsart Muro Pty Limited (Australia) dan Jason Mining (Australia) ke
perusahaan Aurora Gold Limeted dari Autralia. Pergantian pengelola
PT IMK pada dasarnya bertujuan menata kembali sistem manajemen
menuju ke arah yang lebih baik. 25 Bersamaan dengan pengambil-alihan
pengelolaan oleh perusahaan Aurora Gold Limited, masyarakat Oreng
Kambang bersama dengan para tokoh adat mendiskusikan kembali
upaya-upaya untuk tetap mempertahankan Gunung Kambang atau
Puruk Kambang yang berada di wilayah penambangan PT IMK
sebagai situs budaya yang sudah mereka rintis sejak tahun 1990.
Mereka kemudian membuat surat dan memohon kepada pemerintah
dan pemerintah daerah agar Gunung Kambang atau Puruk Kambang
tetap diakui sebagai situs budaya. Surat ini mendapatkan tanggapan
positif baik dari pemerintah maupun dari pemerintah daerah. 26
Pengakuan pertama datang dari Kantor Wilayah Departeman
Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Tengah yang kemudian
dikuatkan oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Kalimantan Tengah bahwa Puruk Kambang beserta
lingkungan di sekitarnya harus dilindungi dan dipertahankan
kelestariannya demi kepentingan masyarakat, ilmu pengetahuan,
bangsa dan negara. 27 Menindak lanjuti pengakuan tersebut, Direktor
Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi
Republik Indonesia mengeluarkan surat kepada PT IMK yang
menyatakan bahwa Puruk Kambang adalah bukit yang diyakini sebagai

Hasil wawancara dengan dengan mantan pegawai PT IMK di Oreng Kambang, 13
Juli 2016.
26 Hasil wawancara dengan dengan Ketua Adat Oreng Kambang di Oreng Kambang, 12
Juli 2016.
27 Surat dari Kantor Wilayah Departeman Pertambangan dan Energi Propinsi
Kalimantan Tengah tertanggal 09 Juni 1994 No. 146/0057/PKY/1994 tentang
Kelestarian Puruk Kambang. Untuk surat Wilayah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Kalimantan Tengah tertanggal 27 Juni 1994 No. 2647/125.D2/J/1994
tentang Status Puruk Kambang di desa Orang, Kecamatan Tanah Siang, Kabupaten
Barito Utara.

25

127

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

tempat suci oleh masyarakat setempat. 28 Selanjutnya Gubernur
Kalimantan Tengah mengeluarkan surat kepada Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Barito Utara memerintahkan mengambil langkah-langkah
yang diperlukan dalam rangka pengamanan, pembinaan, dan
pelestarian Puruk Kambang di Kawasan Desa Oreng Kambang,
Kecamatan Tanah Siang yang oleh masyarakat setempat diyakini
sebagai tempat suci atau keramat dan sebagai Situs Cagar Budaya.
Adanya surat tersebut menjadikan Puruk Kambang sebagai situs
budaya yang harus dipelihara dan dilestarikan keberadaaanya. Lebih
jelasnya lihat gambar 5.4. di bawah ini.
Meskipun penambangan dan pengolahan emas terus dilakukan
oleh PT IMK, masalah demi masalah kembali muncul terkait dengan
munculnya dampak negatif yang dirasakan oleh 15 desa yang berada di
sekitar tambang, 29 seperti yang ditunjukkan dari berbagai pelaporan
hasil pendampingan oleh YBSD Murung Raya, Walhi, dan Jatam.
Permasalahan yang dimaksud selain terjadinya penggusuran tambang
rakyat, khususnya wilayah perkampungan, di desa-desa resmi yang
diakui pemerintah; penggusuran tanah adat masyarakat berupa wilayah
perkebunan, perumahan, pertanian, ladang, tanah keramat, tanah
perkuburan tanpa ganti rugi, masalah lainnya
terkait dengan
terjadinya pencemaran lingkungan akibat tailing (limbah) perusahaan,
yaitu di DAS Muro Menawing, DAS Mangkahui, DAS Konut.

28 Surat dari Departeman Pertambangan dan Energi Republik Indonesia, Direktorat
Jenderal Pertambangan Umum tertanggal 30 September 1994 kepada PT IMK No.
1809.A/20/DJP/1994 tentang Pelestarian Puruk Kambang dan Surat Guburner Propinsi
Kalimantan Tengah tertanggal 07 Nopember 1994 kepada Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Barito Utara No. 522.5/1916/Ek. Tentang Pelestarian Puruk Kambang.
29 Catatan Walhi (2000), ada 15 Desa di 3 Kecamatan yang terkena dampak langsung
terkait dengan Kehadiran PT IMK, yaitu; Desa Malasan (270 KK); (2) Desa Dirung
Lingkin (60 KK); (3) Desa Hanangan (100 KK); (4) Desa Oreng Kambang (100 KK); (5)
Desa Balawan (75 KK); (6) Desa Mongkulisoi (50 KK); (7) Desa Kahujan Unto (92 KK);
(8) Desa Kerali (100 KK); (9) Desa Konut (100 KK); (10) Desa Datah Kuto (94 KK); (11)
Desa Dirung (122 KK); (12) Desa Tumbang Bantian (83 KK); (13) Desa Muro (83 KK);
(14) Desa Kambelum (86 KK), dan (15) Desa Batu Mirau (94 KK).

128

Konflik Dayak vs Tambang

Sumber : LMMDDKT, 2014

Gambar 5.4.
Lokasi Puruk Kambang, Penjaga Puruk Kambang, Lobang Suci dan
Sakral, Kubur Para Leluhur

Menghadapi berbagai dampak yang muncul, akhirnya masyarakat
Oreng Kambang memutuskan untuk melakukan perlawanan kepada
PT IMK di wilayah mereka melalui berbagai aksi protes dan
melaporkan berbagai permasalahan kepada instansi pemerintah, militer
maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dimulai dengan
menayangkan surat kepada Camat, Bupati, Gubernur, hingga Pangdam
VI Tanjung Pura. Dalam perkembangannya, surat yang ditayangkan
tidak mendapatkan respon. Aksi selanjutnya adalah mengutus delegasi
ke Jakarta bertemu dengan Kementerian Dalam Negeri; Kementerian
Lungkungan Hidup; Kedutaan Australia di Jakarta; DPR RI khususnya
komisi VIII dan Komisi HAM. Kemudian pada tahun 1998 dengan
difasilitasi oleh koalisi ornop yang ada di Jakarta (Jatam, Walhi, dan
Elsam) mereka mendatangi secara khusus kantor pusat Aurora Gold
Limited di Perth, Australia untuk menyampaikan aspirasi.
Misi delegasi masyarakat Oreng Kambang didampingi para ornop
untuk bertemu secara langsung dengan para pengambil keputusan di
tingkat pusat hingga di Australia nampaknya belum membuahkan
129

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

hasil. Untuk itu mereka bersepakat untuk mengajukan gugatan PT
IMK secara hukum ke pengadikan negeri Jakarta. Menindak-lanjuti
kesepakatan ini dibentuklah Tim Advokasi Tambang Rakyat (TATR)
yang anggotanya terdiri dari perwakilan Walhi, Jatam, Alperudi,
YLBHI, PBHI, Elsam, dan LBH Jakarta) dan dari kelompok penambang
diwakili Anderas Udang. 30 Selain mempersiapkan gugutan hukum,
TATR juga diberi tugas untuk; (1) mengirimkan surat protes keras
kepada PT IMK dan Kapolri; (2) melakukan konferensi pers untuk
pernyataan sikap; (3) investigasi langsung ke lokasi; (4) dialog/hearing
dengan DPR RI Komisi VIII untuk mendesakkan agar memanggil
pimpinan PT IMK; dan (5) melakukan audiensi dengan Menteri
Pertambangan dan Energi untuk meminta penjelasan atas kasus ini.
Di tingkat lokal, juga dilakukan aksi damai dengan cara menutup
areal desa mereka yang digunakan sebagai jalan dari lokasi tambang
menuju pabrik. Aksi lain melakukan pendudukan lobang-lobang
tambang di lokasi penambangan PT IMK hingga melakukan pencurian
batu emas hasil pengembonan yang dilakukan PT IMK yang belum
sempat diambil untuk diolah. Dampak dari adanya gerakan perlawanan
masyarakat Oreng Kambang “memaksa” pihak PT IMK kembali duduk
bersama dengan masyarakat walaupun pada akhirnya juga tidak
menemukan kesepakatan untuk menyelesaikan permasalahan di atas.
Hal yang kemudian dilakukan masyarakat adalah tetap melakukan
pendudukan kembali (reklaiming) wilayah pertambangan yang telah
diambil alih oleh PT IMK tepatnya pada akhirnya pada tahun 1999.
Perlawanan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat Oreng
Kambang kemudian mendapat tanggapan dari PT IMK dengan
membentuk Pam Swakarsa di mana anggotanya direkrut dari warga
masing-masing desa sebanyak 10 orang. Kemudian pada bulan Maret
2000, PT IMK dengan didukung pasukan Brimob (30 orang) dan Pam
Swakarsa kembali melakukan sweeping untuk memaksa penduduk
yang menguasai tambang untuk meninggalkan lokasi tambang. Dengan
todongan senjata laras panjang yang dilakukan pasukan Brimob serta
melakukan penangkapan terhadap 9 (sembilan) orang termasuk
30

Hasil wawancara dengan Anderas Udang di Murung Raya, 13 Juli 2016.

130

Konflik Dayak vs Tambang

perempuan yang dianggap sebagai “provokator” yang berasal dari
masyarakat Oreng Kambang. 31 Akibat penangkapan ini, muncul
kegelisahan dan putusnya tali darah keluarga antara yang pro dan
kontra terhadap kehadiran PT IMK. Beberapa kasus diangkat oleh
Peneliti Jatam (2002), salah satunya kasus Pak Bia yang sangat anti
dengan hadirnya PT IMK. Sikap permusuhan muncul karena adik
kandungnya sendiri sangat berpihak dengan PT IMK. Akhirnya
hubungan persaudaran menjadi terputus. Hal yang sama juga terjadi
dengan Ibu Setiawati harus putus hubungan dengan anaknya walaupun
dia bekerja sebagai potong rumput di PT IMK. Kasus Ibu Rustiyati
(dikenal dengan Itar), merupakan salah seorang dari sembilan orang
yang ditangkap Brimob di mana keluarganya merupakan barisan yang
kuat melawan kehadiran PT IMK selalu berhadapan dengan keluarga
dekatnya yang lain pendukung PT IMK. Pada akhirnya tindakan yang
dilakukan PT IMK mendapat tanggapan keras dari TATR dan
mendesak Kapolri untuk menarik pasukan Brimob dari lokasi serta
membebaskan masyarakat yang ditangkap.
Kutukan keras ini nampaknya tidak mendapatkan respon dari
pihak kepolisian menyebabkan kelompok masyarakat Oreng Kambang
bersama dengan Walhi kembali mempersiapkan demontrasi tepatnya
tanggal 13 April 2000 bertemu Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda)
untuk menyampaikan surat protes atas tindakan anggotanya di
lapangan. Hasil yang sama juga terjadi karena demontrasi yang
dirancang justru tidak berjalan karena tidak memperoleh ijin dari
pihak kepolisian.
Di sisi lain, upaya PT IMK untuk terus menggusur para
penambang juga belum berakhir. Seiring dengan keluarnya Intruksi
Presiden No. 3 Tahun 2000 tentang Penambangan Liar, PT IMK
didukung aparat Pemerintah Daerah dan pihak keamanan serta Pam
Swakarsa memperoleh legitimasi untuk kembali melakukan
penggusuran terhadap para penambang tradisional yang sejak lama

Hasil wawancara dengan Mira aktifitas gerakan perlawanan kelompok Oreng
Kambang di Oreng Kambang, 13 Juli 2016.
31

131

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

melawan PT IMK. Walhi dan Jatam kembali mengeluarkan protes yang
pada akhirnya juga tidak memperoleh tanggapan.
Aksi teror, intimidasi, dan rekayasa terus terjadi dikarenakan PT
IMK tidak mau bertanggungjawab atas tuntutan masyarakat, serta
selalu melibatkan aparat keamanan dalam menyelesaikan sengketa
perusahaan dengan masyarakat. Disamping itu juga bukan rahasia
umum bahwa PT IMK dalam menjalankan praktek-praktek negatif
untuk mengelola konflik dengan masyarakat juga menggunakan politik
uang di mana warga lokal dijadikan sebagai petugas keamanan serta
membentuk kelompok masyarakat lokal (Pam Swakarsa) yang
mendapat imbalan untuk merendam perlawanan rakyat yang pada
akhirnya melahirkan berbagai kekecewaan dan kemarahan serta
konflik horisontalnya. Puncaknya pada akhir bulan Juni 2000,
masyarakat kembali melakukan aksi turun kejalan dengan cara
melakukan aksi pemblokiran kegiatan PT IMK terutama pada pabrik
pengolahan dan jalan-jalan yang menuju lokasi tambang PT IMK.
Dalam aksi tersebut, masyarakat mengeluarkan 5 (lima) tuntutan
kepada PT IMK, yaitu: (1) Meminta pihak PT IMK untuk
menyelesaikan serta bertanggungjawab atas segala permasalahan
dengan masyarakat yang menjadi korban akibat terjadinya
penembakan oleh aparat keamanan dalam hal ini oleh Brimob. Untuk
itu PT IMK harus menghentikan aktifitasnya sampai permasalahan
tuntas; (2) Meminta kepada petugas (Brimob) supaya tidak lagi berada
di areal tambang PT IMK karena dianggap bertindak brutal; (3) Petugas
polisi (Brimob) harus bertanggungjawab atas terjadinya penembakan
tersebut dan diproses secara hukum; (4) Menuntut agar PT IMK tidak
lagi melakukan operasi di wilayah Murung Raya; dan (5) Meminta
aparat penegak hukum atau yang berwenang untuk membongkar
kasus-kasus kekerasan dari awal beroperasinya PT IMK dan
keterlibatan Brimob sebagai petugas keamanannya hingga terjadinya
penembakan berulangkali menyebabkan jatuhnya korban bahkan
meninggal dunia.
Menanggapi aksi pemblokiran, maka pada tanggal 05 Juni 2001,
sebanyak 17 orang dari Oreng Kambang yang bekerja di bekas areal
132

Konflik Dayak vs Tambang

tambang yang diakui punya IMK, dikejar pihak keamanan PT IMK dan
Brimob. 6 (enam) orang diantara mereka dipaksa meninggalkan
wilayah tambang dengan kekerasan. Mereka terpaksa lari ke lubang
tambang (pit) yang cukup dalam, kemudian aparat melempari mereka
dengan batu-batu dari atas lubang tambang. 32 Satu orang diantara
mereka mati tertembak, dan satu lagi mati karena menderita luka-luka
yang diduga karena kena lemparan atau terbentur benda keras saat lari
menghindar serbuan aparat. Peristiwa pengejaran dan penembakan
tersebut merupakan bukti nyata bahwa pelanggaran yang dilakukan
oleh PT IMK dengan menggunakan aparat keamanan terjadi setiap
saat. Alat negara (Brimob) yang seharusnya menjadi pelayan
masyarakat malah menjadi alat yang efektif bagi perusahaan untuk
melakukan pelanggaran HAM di wilayah kontrak karya mereka
sendiri. Mengapa demikian karena aparat Brimob telah nyata-nyata
telah melanggar Resolusi Majelis Umum 34/169 tanggal 1979 pasal 1
dan pasal 3 serta amademen UUD Republik Indonesia Tahun 2000.
Bagi Walhi dan Jatam, tindakan yang dilakukan aparat keamanan
merupakan pelanggaran HAM karena instrumen-instrumen hukum
nasional maupun internasional telah dilanggar, seperti pada pasal 1
Resolusi Majelis Umum 34/169 tanggal 1979 menyebutkan "Aparatur
penegak hukum setiap waktu memenuhi tugas yang ditetapkan kepada
mereka oleh hukum, dengan melayani masyarakat dan melindungi
semua orang terhadap tindakan-tindakan tidak sah, sesuai dengan
tingkat tanggung jawab tinggi yang dituntut oleh profesi mereka".
Selain itu, pasal 2 Resolusi PBB di atas menyebutkan "Dalam
melaksanakan tugasnya, para pejabat penegak hukum akan
menghormati dan melindungi martabat manusia dan mempertahankan
serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dari semua orang." Pasal 3
Deklarasi Universal HAM menyebutkan "Setiap orang berhak atas
kehidupan, kebebasan dankeselamatan sebagai Individu" dan pasal 5
menyatakan: "Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan secara
kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi.” Bahkan
dalam Amandemen kedua UUD Republik Indonesia Tahun 2000,
32

Cerita ini diungkapkan Ipong pada tanggal 11 Juli 2016 di Murung Raya.

133

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

secara tegas menyebutkan (pasal 28G ayat 1) bahwa: "Setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Setelah mengalami dinamika yang berkepanjangan dan banyaknya
tuntutan dan perlawanan dari masyarakat Oreng Kambang, memaksa
Aurora Gold Limited sebagai pemilik saham PT IMK ingin menjual
sahamnya kepada investor lain. Berdasarkan hasil analisis potensi
tambang diketahui bahwa sisa cadangan yang dihitung hanya 1,482
juta ton terdiri dari 3,74 gram per ton Au dan 99 gram per ton Ag dan
diperkirkan akan habis sampai September 2002. 33 Rencana penjualan
saham ini tentunya mendapatkan protes keras dari Walhi karena
Aurora Gold Limited; (1) belum melakukan restorasi areal-areal bekas
tambang; karena dengan sistem tambang “strip mining” (pengikisan
muka bumi), maka harus dikembalikan sebagian lapisan pucuk (top
soil) sehingga sebagian tanaman/tumbuhan dapat hidup kembali; dan
(2) Membayar ganti rugi atau rekognisi secara rasional atas hancurnya
lahan usaha, tempat keramat dan tanah adat suku-suku Dayak di mana
mereka beroperasi. Pernyataan sikap ini dikeluarkan Walhi pada
tangga 13 April 2000.
Terkait dengan belum terselesaikan persoalan ganti rugi tanah
termasuk kasus kelompok Ipong L. Pambuk dengan kelompok Herry S.
Penyang dikarenakan tiga hal: (1) Besarnya jumlah nilai uang yang
diminta oleh masyarakat tidak rasional. Sebaliknya nilai yang
diberikan oleh PT IMK sangat kecil atau sangat murah; dan (2) Data
penyelesaian ganti rugi tanah dalam dokumen PT IMK tidak sesuai
dengan kenyataan lapangan, akibatnya ada beberapa nama warga
“pemilik tanah” tidak masuk dalam daftar tersebut; dan (3) ketidak
sepakatan terkait dengan luas tanah yang hendak diganti rugikan
(Dokumen LMMDDKT, 2013). Bagi PT IMK persoalan ganti rugi tanah
33 Sisa cadangan yang dihitung hanya 1,482 juta ton terdiri dari 3,74 gram per ton Au
dan 99 gram per ton Ag dapat diartikan bahwa dalam 1,482 juta ton biji terdapat 3,74
gram per ton Au (emas) dan 99 gram per ton Ag (perak). Biji yang dimaksudkan adalah
batuan yang mengandung logam dan bernilai ekonomis.

134

Konflik Dayak vs Tambang

dilihat sebagai uang sewa sehingga harga sewanya sangat murah. Hal
ini ditunjukan dari hasil perjanjian PT IMK dengan Purkan, pemilik
tanah seluas 70.497 meter (7,497 Ha) yang tinggal di desa Juking Sopan.
PT IMK hanya menawarkan uang sewa sebesar Rp. 3.947.854,- diluar
pembebasan terhadap tanam tumbuh atau bangunan yang ada di atas
tanah. Nilai ini sangat kecil (Mengacu pada Surat Kesepakatan dan
Syarat-syarat dalam Perjanjian Sewa Tanah PT Indo Muro Kencana).
Menjawab belum terselesaikannya persoalan ganti rugi tanah,
memaksa pihak pemerintah daerah untuk turun tangan
Dari berbagai aksi yang sudah dilakukan nampaknya belum juga
membawa hasil sehingga masyarakat Oreng Kambang menjadi kecewa
terhadap koalisi LSM (TATR) ternyata belum mampu memperjuangkan
hak-hak mereka. Karenanya pada proses negosiasi selanjutnya dengan
PT IMK mereka tidak lagi dilibatkan.
Di kelompok masyarakat yang lain seperti kelompok masyarakat
Marindu, desa Konut, Kecamatan Tanah Siang juga muncul aksi
perlawanan dengan bentuk yang berbeda. Berdasarkan pemahaman
bahwa para penambang khususnya tambang rakyat, hak wilayah dan
hak tanah muncul di luar perhitungan karena posisi mereka lemah
yaitu hanya sebagai pemakai atau pengguna lokasi penambangan.
Munculnya hak-hak ini juga ketika lubang kena atau boom emas,
akibatnya sejumlah aparat desa, tokoh-tokoh adat, unsur Musyawarah
Pemerintah Kecamatan (Muspika), polisi berdatangan untuk meminta
jatah kepada para penambang dan pemilik mesin. Hasil wawancara
Haridison (2006) terhadap seorang penambang senior menyatakan
bahwa: “Saya pernah memberikan jatah sebesar Rp. 15.000.000,- (lima
belas juta rupiah) kepada aparat desa dan kecamatan. Memberi jatah ini
sudah menjadi semacam tradisi bagi penambang rakyat. Untuk
membantah dan menolak juga tidak mungkin karena suatu saat kami
membutuhkan mereka sebagai jaminan melangsungkan usaha. Kami
tidak mau dipersulit ketika nanti kami berurusan dengan pihak
mereka.
Selain memberi jatah kepada para penguasa wilayah, masyarakat
di Marindu juga berusaha untuk mendirikan koperasi (Haridison,
135

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

2006). Mendirikan lembaga koperasi tercetus pada saat para penambang di Marindu sudah memiliki Surat Izin Pertambangan Rakyat
Daerah (SIPRD). Realisasi dari ide tersebut baru terbentuk pada tahun
2004 dengan nama Koperasi “Harapan Bersama” dengan ijin No.
412.32/BH/178/2004 tanggal 5 Januari 2004. Sebagaimana tujuan
koperasi pada umumnya, tujuan didirikannya Koperasi Harapan
Bersama adalah: (1) Melegalkan usaha; (2) Mempermudah masuknya
investor. Hal ini dikarenakan para investor tidak mau berspekulasi
mendukung Koperasi di Marindu bila tidak ada satu lembaga yang
menangani atau memiliki sistem yang jelas dan dapat menjamin
investasinya; (3) Mensejahterakan anggota; (4) Membina masyarakat
penambang, khususnya dari segi peraturan, hukum dan aturan main;
dan (5) Meminimalisir PETI yang cukup banyak di Kabupaten Murung
Raya.
Awalnya, untuk terlaksananya pendirian koperasi ini, masyarakat
diminta mengumpulkan uang sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu
rupiah). Uang hasil kumpulan tersebut dipergunakan untuk
pengurusan dan biaya administrasi. Jumlah anggota masyarakat yang
ikut serta dalam pengumpulan uang tersebut berjumlah 70 orang, yang
otomatis menjadi anggota koperasi. Pengurus koperasi ini juga
merupakan warga masyarakat setempat yang sekaligus sebagai
pemegang izin dari SIPRD.
Patut disayangkan bahwa Koperasi Harapan Bersama ini tidak
berjalan sebagaimana yang diharapkan semula. Semangat masyarakat
dalam mendukung pendirian koperasi ini tidak dibarengi dengan
komitmen dan keseriusan para pengurus untuk mengelolanya. Alasan
para pengurus Koperasi adalah belum ada investor yang berani
menanamkan modalnya kepada koperasi. Di satu sisi, pengurus
beranggapan bahwa masyarakat memiliki persepsi yang salah tentang
modal. Masyarakat penambang menginginkan modal atau hibah dari
pengusaha kepada pribadi saja untuk kemudian oknum ini juga yang
mengelolanya. Di sisi yang lain, masyarakat masih mempertahankan
sistem bagi hasil yang bersifat tradisional sehingga apabila ini
diterapkan ke koperasi maka tidak akan terjadi peningkatan usaha.
136

Konflik Dayak vs Tambang

Faktor-faktor inilah yang ditakuti oleh para investor untuk
berspekulasi bekerjasama dengan koperasi. Pada dasarnya harapan
semua investor dalam suatu usaha adalah memperoleh keuntungan
maksimal dari investasi yang dilakukannya. 34
Tidak berjalannya fungsi lembaga koperasi membuat pengelolaan
tambang emas rakyat tidak mengalami peningkatan yang berarti
terutama dalam konteks pengembangan inovasi teknologi yang
digunakan dalam usaha penambangan dan profesionalitas dalam
mengusahakan tambang. Padahal dengan koperasi, masyarakat akan
dipermudah dalam memperoleh modal: alat, bahan dan perlengkapan
dasar yang dibutuhkan dalam proses pengelolaan serta kemudahan
dalam penjualan yang tidak perlu jauh-jauh ke Puruk Cahu atau
Mangkahui karena sudah ada koperasi yang menampung emasnya.
Bentuk perlawanan dengan mendirikan koperasi mengalami kegagalan
dan masyarakat kembali kecewa.
Meskipun ada banyak persoalan yang belum disesaikan, tetapi PT
IMK terus memperluas wilayah penambangannya. Masalah kemudian
muncul, wilayah-wilayah tambang baru PT IMK kebanyakan belum
memenuhi Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPPKH) yang dikeluarkan
oleh Menteri Kehutanan. Sejumlah LSM terutama Walhi melontarkan
protes kepada pemerintah, karena PT IMK melakukan penambangan
khususnya di lokasi Tasat, Desa Junking Sopan, Kabupaten Murung
Raya. Hal yang sama juga diprotes oleh anggota DPR-RI (Andi Hasyim,
SH) yang dimuat di Koran Pelita tertanggal 25 April 2007 dengan judul
Komisi III Tanggapi Tambang Emas PT IMK Tanpa Izin. PT IMK
seharusnya tidak dapat membuka hutan untuk penambangan sebelum
dikeluarkannya IPPKH dari Menteri Kehutanan. Nampaknya
persyaratan ini tidak dipatuhi karena mulai awal tahun 2004 PT IMK
terus memperluas wilayah tambangnya dengan membabat hutan.
Tanah-tanah masyarakat yang tidak mau dijual atau disewa juga turut
dibabat habis oleh PT IMK, seperti tanah milik Ipong tanpa ijin dan

Hasil wawancara dengan salah seorang pengusaha tambang pada tanggal 22
Nopember 2015 di Palangkaraya.
34

137

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

musyawarah. 35 Ipong kemudian melawan menggunakan pendekatan
adat melalui ritual hinting pali. Tujuannya adalah agar tanah yang
dimilikinya dapat dijaga dan dipertahankan. Mengenai gambaran
upacara ritual hinting pali diperlihatkan oleh gambar 5.5. di bawah ini.

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Gambar 5.5.
Masyarakat Adat Dayak Saat Melakukan Ritual Hinting Pali,
Palang Adat Melarang Pihak Perusahaan Membuka Hutan Lahan Warga

Terkait dengan pelaksanaan ritual hinting pali adalah memasang
tanda larangan atau melarang masuk di areal tanahnya. PT IMK
kemudian melaporkan Ipong ke pihak Polres Murung Raya dengan
sangkaan terkait dengan pemasangan plang larangan memasuki tanah
yang menjadi miliknya, dan diputuskan bersalah dengan hukuman
penjara selama 4 bulan 15 hari. Ipong dan keluarga merasa tidak puas
dengan perlakuan pihak Kepolisian dan mengadukan kasus ini kepada
Kepala Adat Oreng Kambang yang kemudian mendukung Ipong untuk
kembali melakukan ritual adat Dayak, hinting pali.
Pemasangan tanda yang dimaksud adalah tali rotan dan daun
sawang yang dipercaya bisa menolak roh jahat yang membawa petaka
(bala) bagi warga dayak. Pemasangan ini dilakukan dengan; (1) upacara
35

Wawancara dengan Ipong tertanggal 13 Januari 2013 di Palangkaraya.

138

Konflik Dayak vs Tambang

pesta adat potong hewan besar (babi, sapi atau kerbau) dihadapan
orang banyak; (2) melalui behas tawur, mengundang unsur taloh/roh
gaib, dan liau tertentu, diundang atau dijemput pula unsur ilah-ilah
penguasa lingkungan langit, bumi dan air, diminta ikut serta
menghakimi atau menyaksikan sumpah/janji; (3) dalam pesta adat
makan bersama ini dilaksanakan acara khusus yang disebut sapa

sumpah pasak teguh malentup awang baluh, hatatek uei, malabuh batu,
marapak ijang pahera, hatawur uyah kawu, hatindik sawang-bungai,
mamapak baji/paku hai intu batang kayu bagita hai dengan hakekat
bersama pihak yang pernah bermusuhan saling tidak akan dendam,
saling berbasuh rasa bermusuhan; (4) dari pihak-pihak yang berani
melanggar sumpah atau janji ini, pihaknya akan dimakan atau terjadi
sasaran oleh sumpah sebanyak tersebut di atas.
Aksi perlawanan dengan menggunakan simbol ritual adat hinting
pali nampaknya dapat menjadi alternatif untuk menetralkan suatu
wilayah atau kawasan yang sedang berkonflik antara dua belah pihak,
dalam hal ini antara kelompok Ipong L. Pambuk dengan PT IMK.
Melalui cara ini Ipong mengajak PT IMK yang sedang bersengketa
untuk mencari jalan damai guna mencapai kesepatan. Apabila ada yang
melanggar/melintasi dan atau melanggar hinting pali akan kena singer
atau sanksi adat berupa denda, seperti yang diatur dalam perjanjian
Tumbang Anoi, terutama Pasal 27 tentang Singer Tetes Hinting Bunu
(Denda adat menghentikan permusuhan) dan pasal 58 tentang Singer
Pali Karusak Hinting (denda adat kerusakan hinting pali).
Masalah Ipong kemudiaan diselesaikan melalui pertemuan yang
difasilitasi oleh pihak Kepolisian dan dihadiri para wakil adat
tertanggal 03 Februari 2007 di Kantor Kepolisian Resort Kabupaten
Murung Raya. Kesepakatan yang kemudian diambil adalah PT IMK
bersedia membayar denda adat (“Muntam Hinting Tali Tana Danum”
atau memasuki tanah larangan pada Tahun 2004) dan terikat pada
keputusan Damang Kepada Adat tertanggal 15 Maret 2005. Denda adat
yang dimaksud adalah membayar dendanya sebesar Rp. 13.000.000,berikut dengan “Saki atau Palas” (membersihkan tanah/tempat
suci/sakral) tambahan sebesar Rp. 50.000.000,- dan ditanda tangani
139

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

oleh Ipong L. Pambuk kemudian pihak PT IMK, Allen Silvester serta
para saksi; Kapores, Dinas Kehutanan, Sekretaris Daerah, Para Damang
Kepala Adat, Camat dan Kepala Desa Junking Sopan.
Kasus yang lain adalah konflik antara Herly dan keluarganya
dengan PT IMK terkait dengan penggusuran juga belum terselesaikan.
Atas dasar pengalaman penangani kasus Ipong dan keluarga,
Pemerintah Daerah melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Murung
Raya turun tangan untuk memfasilitasi penyelesaian kasus ini. Pada
tanggal 14 April 2009 di Kantor Sekretaris Daerah diadakan pertemuan
dengan pihak Herly dan keluarganya guna melakukan pembahasan
terkait dengan sengketa tanah dengan PT IMK. Hasil pembahasan
disimpulkan bahwa pihak perusahaan (PT IMK) merasa telah
membayar biaya tali asih atas tanah kepada Herly dan keluarganya.
Namun dari pihak Herly dan keluarga merasa tidak pernah menerima
kompensasi. Karena tidak ada titik temu, maka pihak pemerintah
daerah yang memfasilitasi pertemuan mencari jalan tengah di mana
pihak Herly dan keluarganya dapat kembali mengajukan permintaan
pembayaran tali asih yang rasional kepada PT IMK. Penyelesaian kasus
ini selanjutnya tidak diketahui karena tidak diperoleh data.
Perluasan wilayah penambangan yang belum memperoleh IPPHK
dari Kementerian Kehutanan tentunya tidak dapat membuat Analisis
Dampak Lingkungan (Amdal) seperti yang diisyaratkan untuk
memperoleh Ijin Usaha Pertambangan (IUP). Khusus untuk Benda
Cagar Budaya Gunung Puruk Kambang yang teregistrasi dengan nomer
urut 301 tentunya tidak bisa ditambang tetapi dijaga kelesariannya.
Pada kenyataannya PT IMK justru melakukan penambangan di
kawasan tersebut. Masyarakat Oreng Kambang bersama Kepala Adat
kemudian mengenakan sangsi adat kepada PT IMK. Selanjutnya dari
pihak pemerintah membentuk Tim Pengukuran Batas Buffer Zone
Puruk Cahu atau Puruk Kambang dengan pihak PT IMK tertanggal 25
Mei 2010. Sedangkan dari pihak PT IMK juga berusaha melakukan aksi
melalui suratnya ke Kementrian Pendidikan Nasional tertanggal 26
Mei 2010 tentang pencabutan status Puruk Kambang sebagai Situs
Budaya.
140

Konflik Dayak vs Tambang

Terkait dengan pelanggaran adat, Damang Tanah Adat Siang
mengeluarkan keputusan adat tertanggal 16 Juli 2010 karena PT IMK
bersalah memasuki kawasan Buffer Zone Puruk Kambang yang
disakralkan. Oleh karenanya sidang adat memutuskan dan
menjatuhkan hukuman “Kaouh Dusa Muntam Tana Pali” (tanah
larangan) dan hukuman “Kouh Dusa Nyongkohaan” (menghina)
kepada PT IMK. Hukuman adat yang diberikan adalah; (1)
menyediakan 2 (dua) ekor kerbau jantan dan 2 ekor kerbau betina
sebagai “Saki Palas” untuk “Nyarongin Tana Danum” (membersihkan
tanah/tempat suci/sakral); (2) membayar denda adat berupa 10 ekor
babi ukuran 50 kg/ekor sebagai “Saki Palas” untuk “Nyarongin Tana
Danum”; (3) membuat pagar sekeliling Puruk Kambang dalam batas
minimal 100 meter dari kaki bukit; (4) membuat 1 (satu) buah rumah
Betang ukuran 8 x 15 meter di sekitar wilayah Puruk Kambang sebagai
tanda peringatan bagi semua orang agar tidak lagi merusak wilayah
tersebut; (5) membuat jalan menuju situs Cagar Budaya Puruk
Kambang dengan lebar 3 meter sebagai jalan bagi kegiatan pariwisata
dan budaya bagi masyarakat dan turis mancanegara; (6) membayar
denda Kouh Dusa Nyongkohaan” (menghina) dengan nilai Rp.
100.000.000,- sebagai denda inmaterial; (7) Tidak lagi menambah
luasan kegiatan kearah kaki Puruk Kambang dan terkecuali melakukan
kegiatan kearah perluasan wilayah yang sudah sudah dieksploitasi (Pit
Serujan East) serta merehabilitasi atau mereklamasi kawasan yang
sudah dieksploitasi setelah kegiatan dinyatakan selesai (lihat gambar
5.5. dan gambar 5.6.); dan (8) menyampaikan permohonan maaf
kepada masyarakat adat atas pelanggaran tersebut.
Menindak-lanjuti sangsi adat tersebut, maka tanggal 19 Mei 2011,
Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) yang juga Bupati Murung Raya
membuat Nota Kesepahaman dengan PT IMK – Strait Resources
tentang Pembangunan di Bidang Sosial, Ekonomi, Budaya dan
Pariwisata, Pendidikan, Lingkungan Hidup, Penegakan Hukum Positif
dan Hukum Adat dalam peran serta semua pihak untuk ikut
membangun Kabupaten Murung Raya. Dalam nota kesepahaman ini,
PT IMK akan membantu Rp. 50.000.000,- per bulan sesuai dengan
141

ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG
Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

periode waktu nota kesepahaman ini guna mendukung DAD
melaksanakan pembangunan dibidang yang dimaksudkan di atas.

Sumber : Hasil Penelitian, 2014

Gambar 5.6.
Lokasi Penambangan PT IMK di Serujan Pit

Sumber : Hasil Penelitian, 2014

Gambar 5.7.
Tailing Dam di lokasi Penambangan Serujan Pit PT IMK

Meskipun sudah diberikan sangsi adat serta penentuan batas
Kawasan Situs Cagar Budaya Puruk Kambang yang dilakukan Damang
Kepala Adat Siang didukung dengan nota kesepahaman antara PT IMK
142

Konflik Dayak vs Tambang

dengan ketua Dewan Adat Dayak Murung Raya, namun bagi
masyarakat Oreng Kambang apa yang dilakukan oleh Damang Kepala
Adat Siang dengan DAD patut dipertanyakan. Didukung dengan
seluruh warga masyarakat, kemudian Kepala Adat Oreng Kambang
mengadukan kasus ini kepada Lembaga Musyawarah Masyarakat
Dayak Daerah Kalimantan Tengah atau disingkat LMMDDKT, seperti
yang diberitakan harian Megapos (Kamis, 31 Januari 2013) dan surat
tanpa nomer yang dikirimkan oleh masyarakat wilayah Desa Oreng
Kambang tertanggal 29 Januari 2013 kepada LMMDDKT. Dalam
pernyataannya, Diter Dua, perwakilan tokoh dan

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB VII

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB VI

0 2 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB IV

0 1 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB III

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB II

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Orang Dayak Melawan Tambang: Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual D 902006007 BAB I

0 2 15