PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI PADA SISWA XI IIS 4 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014 2015 | Natalia | SOSIALITAS; Jurnal Ilmiah Pend. Sos Ant 5983 12770 1 SM
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI PADA SISWA
XI IIS 4 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Dian Ayu Natalia
Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstrak
Dian Ayu Natalia. K8411022. PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
SOSIOLOGI PADA SISWA XI IIS 4 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN
PELAJARAN 2014/2015. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. Juni 2015.
Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan hasil belajar sosiologi pada
siswa XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2014/2015 melalui
penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan
dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta yang terdiri dari 32 siswa. Sumber data
utama berasal dari guru dan siswa. Teknik utama yang digunakan dalam
pengumpulan data penelitian ini adalah observasi dan tes, sedangkan teknik
pendukung menggunakan wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar sosiologi siswa
kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta. Berdasarkan hasil dari tahap pratindakan,
siklus I, dan siklus II selalu mengalami peningkatan. Pada tahap pratindakan, rata-rata
kelas pada kompetensi kognitif sebesar 2,82 naik menjadi 3,36 pada siklus I,
kemudian naik lagi menjadi 3,38 pada siklus II. Sedangkan dilihat dari ketuntasan
belajarnya, pada saat pra tindakan sebesar 23,33% naik menjadi 84,38% pada siklus I,
kemudian naik lagi menjadi 90,62% pada siklus II. Pada kompetensi afektif,
ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 87,5% lalu naik menjadi 90,62% pada siklus
II. Pada kompetensi psikomotorik, rata-rata kelas mencapai 3,17 pada siklus I
kemudian naik menjadi 3,31 pada siklus II dengan persentase ketuntasan belajar tetap
yaitu sebesar 96,87%.
Simpulan penelitian ini adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IIS 4 SMA
Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2014/2015.
Kata Kunci : Penelitian Tindakan Kelas, Think Pair Share (TPS), Hasil Belajar.
PENDAHULUAN
Setiap
individu
yang
mengembangkan
potensi
dirinya untuk
memiliki
kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa,
dan Negara”.
baru
dilahirkan pada dasarnya memiliki
potensi, hanya saja potensi tersebut
tidak
bisa
langsung
berfungsi
sebagaimana mestinya. Manusia perlu
dididik agar potensi yang ada di dalam
dirinya dapat berkembang seoptimal
Undang-undang tersebut dapat
mungkin. Oleh sebab itu, pendidikan
diketahui bahwa pendidikan memang
menjadi sesuatu yang esensial bagi
sengaja diciptakan oleh manusia untuk
manusia bahkan pendidikan menjadi
mengembangkan setiap potensi yang
suatu kebutuhan yang akan terus ada
dibawa sejak lahir sehingga mampu
sepanjang kehidupan manusia. Hal
berfungsi
tersebut
simpulan
Potensi tersebut tidak hanya berkaitan
pendidikan
dengan aspek kognitif saja, melainkan
sesuai
Driyarkara
merupakan
dengan
bahwa
sebuah
gejala
atau
sebagaimana
mestinya.
juga aspek emosional, spiritual, dan
fenomena universal yang berlangsung
sosial.
sepanjang hidup manusia. Dimana ada
pendidikan diharapkan setiap individu
kehidupan manusia disitulah pasti
mampu menjadi manusia seutuhnya
terdapat pendidikan (Siswoyo, 2011:
yaitu manusia yang berpengetahuan,
1).
berakhlak mulia, berkepribadian baik
Mengenai hakikat pendidikan,
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan
Nasional
“Pendidikan adalah usaha sadar
dan
terencana
untuk
mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif
demikian,
melalui
seperti yang diharapkan masyarakat,
bangsa, dan Negara.
Dalam
(Sisdiknas)
memberikan definisi sebagai berikut:
Dengan
rangka
mengubah
individu menjadi manusia seutuhnya,
kita
mengenal
pendidikan
yaitu
tiga
lingkungan
pendidikan
di
keluarga (informal), sekolah (formal)
dan masyarakat (non formal).
Merujuk
pada
pendidikan
digunakannya
pendekatan
saintifik
formal yang proses pendidikannya
dalam kegiatan pembelajaran yang
diselenggarakan di sekolah dan lazim
meliputi
diistilahkan
Menanya-
dengan
pembelajaran.
Penyelenggaraan
kegiatan
kegiatan
Mengeksplorasi-
Mengasosiasikan- Mengomunikasikan
pembelajaran pastinya tidak terlepas
(5M).
dari
merepresentasikan
kurikulum.
Undang-undang
Mengamati-
Kegiatan
5M
ini
prinsip
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
pembelajaran
Pendidikan
siswa sehingga dapat mengembangkan
Nasional
menyebutkan
yang
berpusat
pada
bahwa “kurikulum adalah seperangkat
potensinya secara aktif.
rencana dan pengaturan mengenai
dalam kurikulum 2013 penilaian hasil
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
belajar siswa meliputi ranah kognitif,
cara yang digunakan sebagai pedoman
afektif, dan psikomotorik. Hal tersebut
penyelenggaraan
kegiatan
sesuai dengan tema kurikulum 2013
pembelajaran untuk mencapai tujuan
yaitu “menghasilkan insan Indonesia
pendidikan
yang:
tertentu”.
Berdasarkan
produktif,
Selain itu,
kreatif,
inovatif,
definisi tersebut dapat dipahami bahwa
afektif;
kurikulum menempati posisi yang vital
keterampilan, dan pengetahuan yang
dalam penyelenggarakan pembelajaran
terintegrasi” (Mulyasa, 2014: 99).
yaitu
Sehubungan dengan itu, guru dituntut
sebagai
pedoman
untuk
mencapai tujuan pendidikan.
melalui
penguatan
sikap,
untuk menciptakan pembelajaran yang
Pada tanggal 15 Juli 2013
efektif dan bermakna bagi siswa
kurikulum pendidikan Indonesia resmi
melalui pendekatan saintifik. Namun
diganti dari KTSP (Kurikulum Tingkat
dalam kenyataannya seringkali guru
Satuan Pendidikan) ke Kurikulum
masih mengalami
2013.
Surakarta
mewujudkan hal tersebut. Artinya guru
merupakan salah satu sekolah yang
belum mampu menciptakan proses
menganut kurikulum 2013. Salah satu
pembelajaran yang efektif dan efisien
SMA
Negeri
5
karakteristik kurikulum 2013 ialah
kesulitan untuk
sehingga siswa dapat mencapai hasil
secara
belajar yang memuaskan.
memanggil
Hal tersebut juga terjadi pada
personal
Sehingga
dengan
nama
tidak
cara
siswa
tersebut.
tampak
interaksi
guru sosiologi kelas XI SMA Negeri 5
belajar antarsiswa dalam satu kelas
Surakarta ketika melaksanakan proses
saat proses pembelajaran; 3) Guru
pembelajaran di kelas XI IIS 4.
terlalu berpusat di depan kelas, artinya
Berdasarkan observasi yang dilakukan
guru jarang sekali berjalan berkeliling
dalam proses pembelajaran sosiologi
untuk mendekati meja siswa satu
di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5
persatu. Ternyata hal ini menyebabkan
Surakarta,
peneliti
siswa yang duduk di bangku barisan
beberapa
permasalahan
menemukan
yaitu:
1)
belakang merasa lebih bebas dan
Kondisi kelas seringkali tidak kondusif
cenderung
saat 10 menit pertama jam pelajaran
aktivitas
sosiologi dimulai. Siswa masih ramai
dilakukan pada saat jam pelajaran; 4)
sendiri ketika guru masuk. Mereka
Guru kurang tegas menegur siswa
belum
catatan
yang tidak tertib dalam kegiatan
maupun LKS di mejanya. Bahkan dari
pembelajaran; 5) Minat siswa terhadap
antara mereka juga ada yang belum
mata
masuk kelas. Hal ini membuat jam
cenderung rendah. Hal ini tampak dari
pelajaran
jumlah pertanyaan yang diajukan atau
efektif
menyiapkan
sosiologi
sebagaimana
buku
menjadi
tidak
mestinya;
2)
melakukan
yang
aktivitas-
seharusnya
pelajaran
sosiologi
tidak
juga
siswa yang mau menjawab pertanyaan
Pengajaran yang dilakukan guru masih
guru
didominasi dengan metode ceramah.
masih minim. Selain itu, selama
Guru menayangkan poin- poin materi
observasi
pelajaran melalui slide powerpoint
bahwa
kemudian
mengerjakan tugas rumah sosiologi di
siswa.
menjelaskannya
kepada
Guru
biasanya
menyelingi
penyampaian
materi
dengan
melakukan tanya jawab kepada siswa
sesuai
sekolah
dengan
peneliti
sebagian
sebelum
sosiologi dimulai.
kesadarannya
juga
besar
jam
menemui
siswa
pelajaran
Beberapa permasalahan yang
menggali potensi siswa adalah dengan
terjadi di dalam proses pembelajaran
menerapkan prinsip student centered
tersebut nampaknya juga berakibat
learning,
pada rendahnya hasil belajar siswa.
pembelajaran dipusatkan ke siswa
Berdasarkan hasil tes kognitif pra
sedangkan
tindakan
motivator, fasilitator, dan evaluator
dengan
Kekerasan,
materi
Konflik,
dan
Upaya
belajar.
artinya
guru
kegiatan
berperan
Dalam
prinsip
sebagai
student
Penyelesaiannya, diperoleh rata-rata
centered learning, siswa dituntut aktif
kelas sebesar 2,82 sedangkan Kriteria
untuk
Ketuntasan
pengetahuannya,
Minimum
(KKM)
menemukan
sendiri
bekerja
untuk
masalah,
dan
Sosiologi pada Kompetensi Dasar
memecahkan
tersebut adalah 3,00 sesuai skala
menemukan
penilaian kurikulum 2013. Artinya ,
dirinya sendiri. Dalam kata lain, siswa
rata-rata kelas XI IIS 4 masih berada
menjadi subjek belajar. Prinsip ini
di bawah KKM yang sudah ditetapkan.
sesuai
Kemudian
konstruktivistik
dilihat
dari
persentase
ketuntasan belajar siswa, jumlah siswa
yang
dikategorikan
tuntas
yaitu
sebesar 23,33% atau 7 siswa yang
berhasil
memperoleh
sedangkan
76,67%
nilai
sisanya
≥3
atau
sebanyak 23 siswa belum mencapai
KKM.
Beberapa
tersebut
di
bahwa
proses
permasalahan
atas
menggambarkan
pembelajaran
yang
diciptakan oleh guru belum mampu
menggali
potensi
siswa
secara
maksimal. Salah satu cara untuk
segala
dengan
sesuatu
untuk
teori
belajar
menurut
Trianto
(2007) yang menyatakan:
Teori
konstruktivistik
menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri
dan
menstranformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi
baru dengan aturan-aturan lama
dan
merevisinya
apabila
aturan-aturan itu tidak sesuai
lagi. Bagi siswa agar benarbenar memahami dan dapat
menerapkan
pengetahuan,
mereka
harus
bekerja
memecahkan
masalah,
menemukan segala sesuatu
untuk dirinya, berusaha dengan
susah payah dengan ide-ide
(hlm. 13).
Berdasarkan refleksi bersama atas
Heads Together, Group Investigation,
masalah
Two Stay Two Stray, Make A Match,
yang
ditemukan
dalam
pembelajaran sosiologi di kelas XI IIS
Listening
4 SMA Negeri 5 Surakarta, peneliti
Circle,
dan guru kolaborator bersepakat untuk
Counter-Point, The Power Of Two dan
menerapkan
Listening Team II (Suprijono, 2012:
model
pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif
merupakan
pembelajaran
Team
I,
Bamboo
Inside-Outside
Dancing,
Point-
89-101).
yang
Dari
berbagai
tipe
dilakukan dalam suatu kelompok kecil
pembelajaran kooperatif yang ada,
yang beranggotakan 2 sampai dengan
peneliti dan guru kolaborator memilih
6 orang. Dalam kelompok tersebut
pembelajaran kooperatif tipe Think
siswa harus saling mendukung untuk
Pair Share (TPS). Tipe ini merupakan
dapat mendapatkan sukses bersama
pembelajaran
sehingga di antara mereka tercipta rasa
berorientasi
saling ketergantungan yang positif
konstruktivistik. Pada model ini siswa
dalam
tujuan
dituntut
model
membangun
rangka
kelompok.
mencapai
Selain
itu,
kooperatif
pada
untuk
yang
teori
belajar
menemukan
konsepnya
atau
sendiri
pembelajaran kooperatif juga mampu
terlebih dahulu (tahap think). Baru
memberikan suasana belajar yang
kemudian mereka diberi waktu untuk
berbeda jika dibandingkan dengan
diskusi berpasangan dengan teman
pembelajaran model ceramah. Hal ini
sebangkunya
dikarenakan pembelajaran kooperatif
dilanjutkan dengan presentasi dari
akan menuntut siswa untuk lebih aktif
masing-masing
dalam proses pembelajaran. Siswa
share).
tidak hanya sekedar duduk diam
memiliki
menerima informasi atau pengetahuan
dibandingkan dengan pembelajaran
dari guru. Pembelajaran kooperatif
kooperatif
memiliki banyak tipe antara lain
memungkinkan siswa untuk berpikir
Jigsaw, Think Pair Share, Number
secara individual maupun kelompok,
(tahap
pair)
kelompok
dan
(tahap
Think Pair Share (TPS)
beberapa
yang
kelebihan
lainnya
yaitu
waktu
yang
digunakan
untuk
tes, wawancara, dan dokumentasi.
pembentukan kelompok lebih singkat,
Teknik analisis yang digunakan adalah
meningkatkan
deskriptif kualitatif artinya peneliti
partisipasi
dan
tanggungjawab, cocok diterapkan di
menyampaikan
semua mata pelajaran, serta mengasah
menggunakan deskripsi yang jelas
keterampilan sosial.
tentang
Berdasarkan
latar
belakang
proses
hasil
dan
peneltiian
hasil
belajar
sosiologi di kelas tersebut. Data utama
tersebut, peneliti dan guru kolaborator
yang dianalisis dalam penelitian ini
mengadakan penelitian tindakan kelas
adalah proses dan hasil belajar siswa
yang
"PENERAPAN
yang meliputi kompetensi kognitif,
KOOPERATIF
afektif, dan psikomotorik. Analisis
TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK
kuantitatif digunakan untuk mengukur
MENINGKATKAN
HASIL
peningkatan hasil belajar sosiologi
BELAJAR
PADA
siswa setelah penerapan tindakan.
berjudul
PEMBELAJARAN
SOSIOLOGI
Indikator
SISWA XI IIS 4 SMA NEGERI 5
SURAKARTA
TAHUN
METODE PENELITIAN
Tempat yang digunakan dalam
penelitian adalah kelas XI IIS 4 SMA
Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran
2014/2015. Subjek dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas XI IIS 4
yang berjumlah 32 siswa. Pada kelas
ditemukan
dalam
penelitian adalah suatu acuan yang
digunakan untuk mengetahui apakah
PELAJARAN 2014/2015.
tersebut
capaian
beberapa
permasalahan.
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini berasal dari observasi,
target penelitian sudah tercapai atau
belum.
Berikut
adalah
capaian dalam PTK ini:
indikator
Variabel
yang
diukur
Hasil
Belajar
Kognitif
Hasil
Belajar
Afektif
Hasil
Belajar
Psikomotor
Target
Capaian
Cara Mengukur
Rata-rata
kelas ≥3
dengan
ketuntasan
belajar
80%
Dihitung
berdasarkan nilai
siswa setelah
mengerjakan
soal tes evaluasi
tiap siklus
Ketuntasan
belajar
90%
Dihitung
berdasarkan
observasi selama
pembelajaran
berlangsung
Rata-rata
kelas ≥3
dengan
ketuntasan
belajar
90%
SIKLUS I
Perencanaan
Dihitung
berdasarkan
observasi ketika
siswa berdiskusi
dan presentasi
Siklus I dilaksanakan dalam
tiga kali pertemuan. Hasil dalam tahap
perencanaan
Pelaksanaan
adalah
Rencana
Pembelajaran,
bahan
diskusi, materi ajar, serta lembar
observasi guru dan siswa.
Pelaksanaan
Pada siklus I ini, penelitian
dilaksanakan pada tanggal 19, 26, dan
28 Maret 2015. Setiap pertemuan
dilaksanakan selama 2 x 45 menit.
Proses
pembelajaran
dilaksanakan
dengan
penerapan
pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share
Keberhasilan dalam penelitian
(TPS).
ini jika dilihat dari kompetensi kognitif
Observasi
harus melebihi target capaian yakni
Berdasarkan hasil tes evaluasi
rata-rata kelas ≥3 dengan ketuntasan
pada siklus I, rata-rata kelas XI IIS 4
belajar 80%. Pada kompetensi afektif,
adalah 3,36 dengan ketuntasan belajar
siswa
jika
sebesar 84,38%. Pada kompetensi
mendapat predikat minimal “baik” dan
afektif, rata-rata kelas mencapai 3,24
ketuntasan belajar diharapkan melebihi
dengan ketuntasan belajar 87,5%.
90%. Pada kompetensi psikomotorik,
Terakhir
rata-rata kelas diharapkan ≥3 dengan
psikomotorik, rata-rata kelas adalah
ketuntasan belajar 90%.
3,17 dengan ketuntasan belajar sebesar
dikategorikan
tuntas
96,87%.
pada
kompetensi
tahap
Refleksi
Pada
kompetensi
afektif,
ketuntasan belajar baru 87,5%, artinya
ini,
guru
mempersiapkan
dan
RPP,
peneliti
materi,
dan
bahan diskusi berupa cuplikan film.
belum mencapai target penelitian yaitu
Pelaksanaan
90%. Berdasarkan hasil refleksi antara
Awalnya siklus II direncanakan
guru dan peneliti, maka hal-hal yang
akan dilaksanakan sebanyak tiga kali
perlu
pertemuan, namun karena materi pada
diperhatikan
adalah
sebagai
berikut:
siklus II merupakan materi baru dalam
1. Guru harus lebih memahami alur
kurikulum 2013 guru perlu menambah
model pembelajaran Think Pair
satu kali pertemuan untuk memberikan
sehingga
Share
kegiatan
pemahaman yang lebih kepada siswa.
pembelajaran dapat berjalan sesuai
dengan RPP.
Pertemuan dilaksanakan pada
tanggal 2, 4, 9, dan 11 April 2015.
2. Guru perlu memberikan intermezzo
Pertemuan
pertama, ketiga, dan
agar suasana belajar terkesan tidak
keempat dilaksanakan selama 2 x 45
kaku.
menit
3. Guru
sebaiknya
menggunakan
sedangkan
pada
pertemuan
kedua selama 1 x 45 menit.
media pembelajaran yang berbeda
Observasi
lagi agar siswa tidak merasa jenuh.
Berdasarkan hasil tes evaluasi
yang dilakukan pada akhir siklus II,
SIKLUS II
diperoleh
Perencanaan
mengalami
Setelah mengetahui kelebihan
kompetensi kognitif, rata-rata kelas
dan kekurangan pelaksanaan siklus I
pada siklus I adalah 3,36 naik menjadi
melalui kegiatan refleksi bersama guru
3,38 pada siklus II dengan ketutasan
kolaborator, maka perlu dilaksanakan
belajar
siklus
90,62%. Pada
berikutnya.
direncanakan
akan
Siklus
II
hasil
belajar
siswa
peningkatan.
Pada
sebesar
84,38%
menjadi
kompetensi afektif,
dilaksanakan
ketuntasan belajar yang semula sebesar
sebanyak tiga kali pertemuan. Pada
87,5% pada siklus I naik menjadi
90,62%
pada
kompetensi
siklus
Pada
“pembelajaran sebagai suatu
rata-rata
upaya yang dilakukan pendidik
II.
psikomotorik,
kelas yang semula 3,17 pada siklus I
atau
naik menjadi 3,31 pada siklus II
dengan tujuan menyampaikan
dengan ketuntasan belajar tetap yaitu
ilmu pengetahuan, dengan cara
96,87%.
mengorganisasikan
guru
secara
menciptakan
Refleksi
Menurut
indikator
capaian,
lingkungan
pada siklus II sudah melebihi target
berbagai
yaitu
siswa
rata-rata
kelas
kompetensi
sengaja
dan
suatu
sistem
belajar
dengan
metode
dapat
sehingga
melakukan
kognitif dan psikomotorik > 3 dan
kegiatan
ketuntasan belajar kompetensi afektif
optimal”(hlm. 131)
belajar
secara
telah mencapai 90,62%. Berdasarkan
refleksi tersebut, peneliti dan guru
sepakat
untuk
penelitian.
Dengan
demikian
dapat
menghentikan
dipahami bahwa pembelajaran adalah
Kekurangan-kekurangan
suatu upaya guru dalam mengoordinasi
yang muncul
di
siklus I sudah
diperbaiki di siklus II ini.
lingkungan
belajar
dengan
sebaik
mungkin melalui berbagi metode agar
siswa dapat belajar dengan maksimal.
Selanjutnya Artz dan Newman
REVIEW LITERATUR
Pembelajaran
suatu
kegiatan
merujuk
guru
pada
dalam
dalam Huda (2013: 32) mendefinisikan
pembelajaran
kooperatif
sebagai
menfasilitasi siswa untuk membangun
“small group of learners working
pengetahuannya sendiri. Dalam kata
together as a team to solve problem,
lain, siswa ditempatkan sebagai subjek
complete a task, or accomplish a
belajar dalam kegiatan pembelajaran.
common goal”, yang berarti bahwa
Berkaitan
dengan
definisi
pembelajaran
kooperatif
adalah
pembelajaran, Sugihartono, dkk. dalam
kelompok
Irham & Novan (2013) menyatakan,
bekerjasama sebagai sebuah tim untuk
belajar
kecil
yang
memecahkan
permasalahan,
setelah
ia
menerima
pengalaman
melengkapi tugas, atau mencapai suatu
belajarnya. Pengalaman belajar disini
tujuan bersama.
menyangkut aspek kognitif, afektif,
Salah satu tipe pembelajaran
kooperatif adalah Think Pair Share
Sesuai
belajarnya
pun
akan
menyangkut
namanya,
ketiga aspek tersebut. Hal ini sesuai
pembelajaran kooperatif dengan tipe
dengan simpulan Bloom, bahwa secara
ini diawali dengan tahap berpikir
garis
secara
tahap
diklasifikasikan dalam tiga ranah yaitu
berpasangan dengan rekan sebangku
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
untuk
psikomotorik (Sudjana, 2011:22).
(TPS).
dengan
dan psikomotorik. Oleh sebab itu hasil
individual
menyuusn
(think),
suatu
konsensus
jawaban (pair), dan tahap berbagi di
muka
kelas
dengan
cara
mempresentasikan
hasil
(share).
kelebihan
Beberapa
besar
hasil
belajar
itu
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
diskusi
Berdasarkan indikator capaian
TPS
yang telah ditetapkan dalam penelitian,
yaitu: 1)
hasil penelitian dinyatakan berhasil.
memungkinkan siswa untuk bekerja
Berikut adalah hasil capaian penelitian
sendiri dan bekerja sama dengan orang
mulai dari tahap pra tindakan, siklus I,
lain; 2) mengoptimalkan partisipasi
dan siklus II:
siswa, memberi kesempatan sedikitnya
1. Kompetensi Kognitif
menurut Huda (2013:136)
delapan kali lebih banyak kepada
Kriteria
siswa untuk menunjukkan partisipasi
Pra
Tindakan
Siklus I
Siklus II
mereka kepada orang lain; dan 4) bisa
Tuntas
23,33%
84,38%
90,62%
diterapkan untuk semua mata pelajaran
Jumlah
7
27
29
dan tingkatan kelas.
Tidak
76,67%
15,62%
9,38%
23
5
3
2,82
3,36
3,38
Dalam penelitian ini peneliti
Tuntas
mengambil fokus pada hasil belajar.
Jumlah
Hasil belajar merupakan kemampuan-
Rata-rata
kemampuan yang dimiliki oleh siswa
2. Kompetensi Afektif
percaya
diri
menyampaikan
Kriteria
Siklus I
Siklus II
pendapatnya. Suasana belajar juga
Tuntas
87,5%
90,62%
menjadi lebih menyenangkan karena
Jumlah
28
29
12,5%
9,38%
4
3
bervariasi juga tidak membuat siswa
3,24
3,56
merasa jenuh. Sedangkan dari segi
siswa
dapat
belajar
Tidak
Tuntas
Jumlah
Rata-rata
melakukan
dengan
rekan
interaksi
sebayanya.
Selain itu, bahan diskusi yang dibuat
guru, mobilitas guru di kelas menjadi
lebih
3. Kompetensi Psikomotorik
besar
karena
beliau
harus
Kriteria
Siklus I
Siklus II
memonitor dan membimbing setiap
Tuntas
96,87%
96,87%
kelompok TPS yang ada.
Jumlah
31
31
KESIMPULAN DAN SARAN
Tidak
Tuntas
Jumlah
Rata-rata
9,38%
9,38%
1
1
3,17
3,31
Kesimpulan
Penelitian
Tindakan
Kelas
(PTK) di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5
Surakarta dilaksanakan dalam dua
Jadi,
setelah
penerapan
pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share hasil belajar siswa kelas XI
IIS 4 SMA N 5 Surakarta mengalami
peningkatan dibandingkan ketika tahap
pra tindakan. Hasil belajar tersebut
meliputi kompetensi kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
Kemudian dilihat dari segi
proses, siswa menjadi lebih berani dan
siklus. Siklus pertama dilakukan dalam
tiga kali pertemuan sedangkan siklus
kedua dilakukan sebanyak empat kali
pertemuan. Tiap siklus terdiri dari
empat
tahap
yaitu
perencanaan
tindakan,
pelaksaan
tindakan,
observasi,
dan
refleksi.
Hasil
penelitian
yang
dilakukan
selama
siklus I dan siklus II menunjukkan
bahwa
penerapan
pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
mampu meningkatkan hasil belajar
sosiologi pada siswa XI IIS 4 SMA
Negeri 5 Surakarta.
dari
hasil
a. Guru sebaiknya mempelajari
variasi
Peningkatan hasil belajar dapat
dilihat
1. Bagi Guru
rata-rata
model
pembelajaran
dan menerapkannya di kelas
nilai
sehingga siswa merasa tidak
sosiologi pada tes evaluasi tiap akhir
jenuh dan semakin tertarik
siklus. Berdasarkan hasil dari tahap
untuk belajar.
pratindakan, siklus I, dan siklus II
b. Guru sebaiknya lebih bersikap
selalu mengalami peningkatan. Pada
tegas
tahap pratindakan, rata-rata kelas pada
kurang tertib di kelas.
kompetensi kognitif sebesar 2,82 naik
kepada
siswa
yang
2. Bagi Siswa
menjadi 3,36 pada siklus I, kemudian
a. Siswa hendaknya lebih percaya
naik lagi menjadi 3,38 pada siklus II.
diri ketika mengajukan maupun
Sedangkan dilihat dari ketuntasan
menjawab
belajarnya, pada saat pra tindakan
berasal dari guru dan siswa lain
sebesar 23,33% naik menjadi 84,38%
di kelas.
pertanyaan
yang
pada siklus I, kemudian naik lagi
b. Siswa sebaiknya lebih aktif
menjadi 90,62% pada siklus II. Pada
untuk mencari sumber belajar
kompetensi afektif, ketuntasan belajar
lain
pada siklus I sebesar 87,5% lalu naik
bergantung pada materi yang
menjadi 90,62% pada siklus II. Pada
disampaikan oleh guru.
kompetensi
psikomotorik,
rata-rata
kelas mencapai 3,17 pada siklus I
dan
tidak
hanya
3. Bagi Sekolah
a. Sekolah
sebaiknya
kemudian naik menjadi 3,31 pada
memfasilitasi guru yang akan
siklus II dengan persentase ketuntasan
meningkatkan
belajar tetap yaitu sebesar 96,87%.
profesionalitasnya
Saran
Peneliti memberikan saran untuk
beberapa pihak sebagai berikut:
melalui
penelitian tindakan kelas.
b. Sekolah
hendaknya
memberikan penghargaan dan
apresiasi
bagi
guru
yang
berprestasi sehingga memacu
semangat guru untuk terus
berkembang.
c. Sekolah
perlu
mengadakan
seminar tentang variasi model
pembelajaran
agar
yang
inovatif
guru-guru
dapat
menerapkannya di kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Miftahul. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu
Metodis dan Paradigmatis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Irham, Muhamad dan Novan Ardy Wiyani. (2013). Psikologi Pendidikan: Teori dan
Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Mulyasa, H.E. (2014). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 . Bandung:
Remaja Rosdakarya
Siswoyo, Dwi dkk. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sudjana, Nana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Suprijono, Agus. (2012). Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI PADA SISWA
XI IIS 4 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Dian Ayu Natalia
Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstrak
Dian Ayu Natalia. K8411022. PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
SOSIOLOGI PADA SISWA XI IIS 4 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN
PELAJARAN 2014/2015. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. Juni 2015.
Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan hasil belajar sosiologi pada
siswa XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2014/2015 melalui
penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan
dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan tindakan,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta yang terdiri dari 32 siswa. Sumber data
utama berasal dari guru dan siswa. Teknik utama yang digunakan dalam
pengumpulan data penelitian ini adalah observasi dan tes, sedangkan teknik
pendukung menggunakan wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar sosiologi siswa
kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5 Surakarta. Berdasarkan hasil dari tahap pratindakan,
siklus I, dan siklus II selalu mengalami peningkatan. Pada tahap pratindakan, rata-rata
kelas pada kompetensi kognitif sebesar 2,82 naik menjadi 3,36 pada siklus I,
kemudian naik lagi menjadi 3,38 pada siklus II. Sedangkan dilihat dari ketuntasan
belajarnya, pada saat pra tindakan sebesar 23,33% naik menjadi 84,38% pada siklus I,
kemudian naik lagi menjadi 90,62% pada siklus II. Pada kompetensi afektif,
ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 87,5% lalu naik menjadi 90,62% pada siklus
II. Pada kompetensi psikomotorik, rata-rata kelas mencapai 3,17 pada siklus I
kemudian naik menjadi 3,31 pada siklus II dengan persentase ketuntasan belajar tetap
yaitu sebesar 96,87%.
Simpulan penelitian ini adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IIS 4 SMA
Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2014/2015.
Kata Kunci : Penelitian Tindakan Kelas, Think Pair Share (TPS), Hasil Belajar.
PENDAHULUAN
Setiap
individu
yang
mengembangkan
potensi
dirinya untuk
memiliki
kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa,
dan Negara”.
baru
dilahirkan pada dasarnya memiliki
potensi, hanya saja potensi tersebut
tidak
bisa
langsung
berfungsi
sebagaimana mestinya. Manusia perlu
dididik agar potensi yang ada di dalam
dirinya dapat berkembang seoptimal
Undang-undang tersebut dapat
mungkin. Oleh sebab itu, pendidikan
diketahui bahwa pendidikan memang
menjadi sesuatu yang esensial bagi
sengaja diciptakan oleh manusia untuk
manusia bahkan pendidikan menjadi
mengembangkan setiap potensi yang
suatu kebutuhan yang akan terus ada
dibawa sejak lahir sehingga mampu
sepanjang kehidupan manusia. Hal
berfungsi
tersebut
simpulan
Potensi tersebut tidak hanya berkaitan
pendidikan
dengan aspek kognitif saja, melainkan
sesuai
Driyarkara
merupakan
dengan
bahwa
sebuah
gejala
atau
sebagaimana
mestinya.
juga aspek emosional, spiritual, dan
fenomena universal yang berlangsung
sosial.
sepanjang hidup manusia. Dimana ada
pendidikan diharapkan setiap individu
kehidupan manusia disitulah pasti
mampu menjadi manusia seutuhnya
terdapat pendidikan (Siswoyo, 2011:
yaitu manusia yang berpengetahuan,
1).
berakhlak mulia, berkepribadian baik
Mengenai hakikat pendidikan,
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan
Nasional
“Pendidikan adalah usaha sadar
dan
terencana
untuk
mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif
demikian,
melalui
seperti yang diharapkan masyarakat,
bangsa, dan Negara.
Dalam
(Sisdiknas)
memberikan definisi sebagai berikut:
Dengan
rangka
mengubah
individu menjadi manusia seutuhnya,
kita
mengenal
pendidikan
yaitu
tiga
lingkungan
pendidikan
di
keluarga (informal), sekolah (formal)
dan masyarakat (non formal).
Merujuk
pada
pendidikan
digunakannya
pendekatan
saintifik
formal yang proses pendidikannya
dalam kegiatan pembelajaran yang
diselenggarakan di sekolah dan lazim
meliputi
diistilahkan
Menanya-
dengan
pembelajaran.
Penyelenggaraan
kegiatan
kegiatan
Mengeksplorasi-
Mengasosiasikan- Mengomunikasikan
pembelajaran pastinya tidak terlepas
(5M).
dari
merepresentasikan
kurikulum.
Undang-undang
Mengamati-
Kegiatan
5M
ini
prinsip
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
pembelajaran
Pendidikan
siswa sehingga dapat mengembangkan
Nasional
menyebutkan
yang
berpusat
pada
bahwa “kurikulum adalah seperangkat
potensinya secara aktif.
rencana dan pengaturan mengenai
dalam kurikulum 2013 penilaian hasil
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta
belajar siswa meliputi ranah kognitif,
cara yang digunakan sebagai pedoman
afektif, dan psikomotorik. Hal tersebut
penyelenggaraan
kegiatan
sesuai dengan tema kurikulum 2013
pembelajaran untuk mencapai tujuan
yaitu “menghasilkan insan Indonesia
pendidikan
yang:
tertentu”.
Berdasarkan
produktif,
Selain itu,
kreatif,
inovatif,
definisi tersebut dapat dipahami bahwa
afektif;
kurikulum menempati posisi yang vital
keterampilan, dan pengetahuan yang
dalam penyelenggarakan pembelajaran
terintegrasi” (Mulyasa, 2014: 99).
yaitu
Sehubungan dengan itu, guru dituntut
sebagai
pedoman
untuk
mencapai tujuan pendidikan.
melalui
penguatan
sikap,
untuk menciptakan pembelajaran yang
Pada tanggal 15 Juli 2013
efektif dan bermakna bagi siswa
kurikulum pendidikan Indonesia resmi
melalui pendekatan saintifik. Namun
diganti dari KTSP (Kurikulum Tingkat
dalam kenyataannya seringkali guru
Satuan Pendidikan) ke Kurikulum
masih mengalami
2013.
Surakarta
mewujudkan hal tersebut. Artinya guru
merupakan salah satu sekolah yang
belum mampu menciptakan proses
menganut kurikulum 2013. Salah satu
pembelajaran yang efektif dan efisien
SMA
Negeri
5
karakteristik kurikulum 2013 ialah
kesulitan untuk
sehingga siswa dapat mencapai hasil
secara
belajar yang memuaskan.
memanggil
Hal tersebut juga terjadi pada
personal
Sehingga
dengan
nama
tidak
cara
siswa
tersebut.
tampak
interaksi
guru sosiologi kelas XI SMA Negeri 5
belajar antarsiswa dalam satu kelas
Surakarta ketika melaksanakan proses
saat proses pembelajaran; 3) Guru
pembelajaran di kelas XI IIS 4.
terlalu berpusat di depan kelas, artinya
Berdasarkan observasi yang dilakukan
guru jarang sekali berjalan berkeliling
dalam proses pembelajaran sosiologi
untuk mendekati meja siswa satu
di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5
persatu. Ternyata hal ini menyebabkan
Surakarta,
peneliti
siswa yang duduk di bangku barisan
beberapa
permasalahan
menemukan
yaitu:
1)
belakang merasa lebih bebas dan
Kondisi kelas seringkali tidak kondusif
cenderung
saat 10 menit pertama jam pelajaran
aktivitas
sosiologi dimulai. Siswa masih ramai
dilakukan pada saat jam pelajaran; 4)
sendiri ketika guru masuk. Mereka
Guru kurang tegas menegur siswa
belum
catatan
yang tidak tertib dalam kegiatan
maupun LKS di mejanya. Bahkan dari
pembelajaran; 5) Minat siswa terhadap
antara mereka juga ada yang belum
mata
masuk kelas. Hal ini membuat jam
cenderung rendah. Hal ini tampak dari
pelajaran
jumlah pertanyaan yang diajukan atau
efektif
menyiapkan
sosiologi
sebagaimana
buku
menjadi
tidak
mestinya;
2)
melakukan
yang
aktivitas-
seharusnya
pelajaran
sosiologi
tidak
juga
siswa yang mau menjawab pertanyaan
Pengajaran yang dilakukan guru masih
guru
didominasi dengan metode ceramah.
masih minim. Selain itu, selama
Guru menayangkan poin- poin materi
observasi
pelajaran melalui slide powerpoint
bahwa
kemudian
mengerjakan tugas rumah sosiologi di
siswa.
menjelaskannya
kepada
Guru
biasanya
menyelingi
penyampaian
materi
dengan
melakukan tanya jawab kepada siswa
sesuai
sekolah
dengan
peneliti
sebagian
sebelum
sosiologi dimulai.
kesadarannya
juga
besar
jam
menemui
siswa
pelajaran
Beberapa permasalahan yang
menggali potensi siswa adalah dengan
terjadi di dalam proses pembelajaran
menerapkan prinsip student centered
tersebut nampaknya juga berakibat
learning,
pada rendahnya hasil belajar siswa.
pembelajaran dipusatkan ke siswa
Berdasarkan hasil tes kognitif pra
sedangkan
tindakan
motivator, fasilitator, dan evaluator
dengan
Kekerasan,
materi
Konflik,
dan
Upaya
belajar.
artinya
guru
kegiatan
berperan
Dalam
prinsip
sebagai
student
Penyelesaiannya, diperoleh rata-rata
centered learning, siswa dituntut aktif
kelas sebesar 2,82 sedangkan Kriteria
untuk
Ketuntasan
pengetahuannya,
Minimum
(KKM)
menemukan
sendiri
bekerja
untuk
masalah,
dan
Sosiologi pada Kompetensi Dasar
memecahkan
tersebut adalah 3,00 sesuai skala
menemukan
penilaian kurikulum 2013. Artinya ,
dirinya sendiri. Dalam kata lain, siswa
rata-rata kelas XI IIS 4 masih berada
menjadi subjek belajar. Prinsip ini
di bawah KKM yang sudah ditetapkan.
sesuai
Kemudian
konstruktivistik
dilihat
dari
persentase
ketuntasan belajar siswa, jumlah siswa
yang
dikategorikan
tuntas
yaitu
sebesar 23,33% atau 7 siswa yang
berhasil
memperoleh
sedangkan
76,67%
nilai
sisanya
≥3
atau
sebanyak 23 siswa belum mencapai
KKM.
Beberapa
tersebut
di
bahwa
proses
permasalahan
atas
menggambarkan
pembelajaran
yang
diciptakan oleh guru belum mampu
menggali
potensi
siswa
secara
maksimal. Salah satu cara untuk
segala
dengan
sesuatu
untuk
teori
belajar
menurut
Trianto
(2007) yang menyatakan:
Teori
konstruktivistik
menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri
dan
menstranformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi
baru dengan aturan-aturan lama
dan
merevisinya
apabila
aturan-aturan itu tidak sesuai
lagi. Bagi siswa agar benarbenar memahami dan dapat
menerapkan
pengetahuan,
mereka
harus
bekerja
memecahkan
masalah,
menemukan segala sesuatu
untuk dirinya, berusaha dengan
susah payah dengan ide-ide
(hlm. 13).
Berdasarkan refleksi bersama atas
Heads Together, Group Investigation,
masalah
Two Stay Two Stray, Make A Match,
yang
ditemukan
dalam
pembelajaran sosiologi di kelas XI IIS
Listening
4 SMA Negeri 5 Surakarta, peneliti
Circle,
dan guru kolaborator bersepakat untuk
Counter-Point, The Power Of Two dan
menerapkan
Listening Team II (Suprijono, 2012:
model
pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif
merupakan
pembelajaran
Team
I,
Bamboo
Inside-Outside
Dancing,
Point-
89-101).
yang
Dari
berbagai
tipe
dilakukan dalam suatu kelompok kecil
pembelajaran kooperatif yang ada,
yang beranggotakan 2 sampai dengan
peneliti dan guru kolaborator memilih
6 orang. Dalam kelompok tersebut
pembelajaran kooperatif tipe Think
siswa harus saling mendukung untuk
Pair Share (TPS). Tipe ini merupakan
dapat mendapatkan sukses bersama
pembelajaran
sehingga di antara mereka tercipta rasa
berorientasi
saling ketergantungan yang positif
konstruktivistik. Pada model ini siswa
dalam
tujuan
dituntut
model
membangun
rangka
kelompok.
mencapai
Selain
itu,
kooperatif
pada
untuk
yang
teori
belajar
menemukan
konsepnya
atau
sendiri
pembelajaran kooperatif juga mampu
terlebih dahulu (tahap think). Baru
memberikan suasana belajar yang
kemudian mereka diberi waktu untuk
berbeda jika dibandingkan dengan
diskusi berpasangan dengan teman
pembelajaran model ceramah. Hal ini
sebangkunya
dikarenakan pembelajaran kooperatif
dilanjutkan dengan presentasi dari
akan menuntut siswa untuk lebih aktif
masing-masing
dalam proses pembelajaran. Siswa
share).
tidak hanya sekedar duduk diam
memiliki
menerima informasi atau pengetahuan
dibandingkan dengan pembelajaran
dari guru. Pembelajaran kooperatif
kooperatif
memiliki banyak tipe antara lain
memungkinkan siswa untuk berpikir
Jigsaw, Think Pair Share, Number
secara individual maupun kelompok,
(tahap
pair)
kelompok
dan
(tahap
Think Pair Share (TPS)
beberapa
yang
kelebihan
lainnya
yaitu
waktu
yang
digunakan
untuk
tes, wawancara, dan dokumentasi.
pembentukan kelompok lebih singkat,
Teknik analisis yang digunakan adalah
meningkatkan
deskriptif kualitatif artinya peneliti
partisipasi
dan
tanggungjawab, cocok diterapkan di
menyampaikan
semua mata pelajaran, serta mengasah
menggunakan deskripsi yang jelas
keterampilan sosial.
tentang
Berdasarkan
latar
belakang
proses
hasil
dan
peneltiian
hasil
belajar
sosiologi di kelas tersebut. Data utama
tersebut, peneliti dan guru kolaborator
yang dianalisis dalam penelitian ini
mengadakan penelitian tindakan kelas
adalah proses dan hasil belajar siswa
yang
"PENERAPAN
yang meliputi kompetensi kognitif,
KOOPERATIF
afektif, dan psikomotorik. Analisis
TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK
kuantitatif digunakan untuk mengukur
MENINGKATKAN
HASIL
peningkatan hasil belajar sosiologi
BELAJAR
PADA
siswa setelah penerapan tindakan.
berjudul
PEMBELAJARAN
SOSIOLOGI
Indikator
SISWA XI IIS 4 SMA NEGERI 5
SURAKARTA
TAHUN
METODE PENELITIAN
Tempat yang digunakan dalam
penelitian adalah kelas XI IIS 4 SMA
Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran
2014/2015. Subjek dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas XI IIS 4
yang berjumlah 32 siswa. Pada kelas
ditemukan
dalam
penelitian adalah suatu acuan yang
digunakan untuk mengetahui apakah
PELAJARAN 2014/2015.
tersebut
capaian
beberapa
permasalahan.
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini berasal dari observasi,
target penelitian sudah tercapai atau
belum.
Berikut
adalah
capaian dalam PTK ini:
indikator
Variabel
yang
diukur
Hasil
Belajar
Kognitif
Hasil
Belajar
Afektif
Hasil
Belajar
Psikomotor
Target
Capaian
Cara Mengukur
Rata-rata
kelas ≥3
dengan
ketuntasan
belajar
80%
Dihitung
berdasarkan nilai
siswa setelah
mengerjakan
soal tes evaluasi
tiap siklus
Ketuntasan
belajar
90%
Dihitung
berdasarkan
observasi selama
pembelajaran
berlangsung
Rata-rata
kelas ≥3
dengan
ketuntasan
belajar
90%
SIKLUS I
Perencanaan
Dihitung
berdasarkan
observasi ketika
siswa berdiskusi
dan presentasi
Siklus I dilaksanakan dalam
tiga kali pertemuan. Hasil dalam tahap
perencanaan
Pelaksanaan
adalah
Rencana
Pembelajaran,
bahan
diskusi, materi ajar, serta lembar
observasi guru dan siswa.
Pelaksanaan
Pada siklus I ini, penelitian
dilaksanakan pada tanggal 19, 26, dan
28 Maret 2015. Setiap pertemuan
dilaksanakan selama 2 x 45 menit.
Proses
pembelajaran
dilaksanakan
dengan
penerapan
pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share
Keberhasilan dalam penelitian
(TPS).
ini jika dilihat dari kompetensi kognitif
Observasi
harus melebihi target capaian yakni
Berdasarkan hasil tes evaluasi
rata-rata kelas ≥3 dengan ketuntasan
pada siklus I, rata-rata kelas XI IIS 4
belajar 80%. Pada kompetensi afektif,
adalah 3,36 dengan ketuntasan belajar
siswa
jika
sebesar 84,38%. Pada kompetensi
mendapat predikat minimal “baik” dan
afektif, rata-rata kelas mencapai 3,24
ketuntasan belajar diharapkan melebihi
dengan ketuntasan belajar 87,5%.
90%. Pada kompetensi psikomotorik,
Terakhir
rata-rata kelas diharapkan ≥3 dengan
psikomotorik, rata-rata kelas adalah
ketuntasan belajar 90%.
3,17 dengan ketuntasan belajar sebesar
dikategorikan
tuntas
96,87%.
pada
kompetensi
tahap
Refleksi
Pada
kompetensi
afektif,
ketuntasan belajar baru 87,5%, artinya
ini,
guru
mempersiapkan
dan
RPP,
peneliti
materi,
dan
bahan diskusi berupa cuplikan film.
belum mencapai target penelitian yaitu
Pelaksanaan
90%. Berdasarkan hasil refleksi antara
Awalnya siklus II direncanakan
guru dan peneliti, maka hal-hal yang
akan dilaksanakan sebanyak tiga kali
perlu
pertemuan, namun karena materi pada
diperhatikan
adalah
sebagai
berikut:
siklus II merupakan materi baru dalam
1. Guru harus lebih memahami alur
kurikulum 2013 guru perlu menambah
model pembelajaran Think Pair
satu kali pertemuan untuk memberikan
sehingga
Share
kegiatan
pemahaman yang lebih kepada siswa.
pembelajaran dapat berjalan sesuai
dengan RPP.
Pertemuan dilaksanakan pada
tanggal 2, 4, 9, dan 11 April 2015.
2. Guru perlu memberikan intermezzo
Pertemuan
pertama, ketiga, dan
agar suasana belajar terkesan tidak
keempat dilaksanakan selama 2 x 45
kaku.
menit
3. Guru
sebaiknya
menggunakan
sedangkan
pada
pertemuan
kedua selama 1 x 45 menit.
media pembelajaran yang berbeda
Observasi
lagi agar siswa tidak merasa jenuh.
Berdasarkan hasil tes evaluasi
yang dilakukan pada akhir siklus II,
SIKLUS II
diperoleh
Perencanaan
mengalami
Setelah mengetahui kelebihan
kompetensi kognitif, rata-rata kelas
dan kekurangan pelaksanaan siklus I
pada siklus I adalah 3,36 naik menjadi
melalui kegiatan refleksi bersama guru
3,38 pada siklus II dengan ketutasan
kolaborator, maka perlu dilaksanakan
belajar
siklus
90,62%. Pada
berikutnya.
direncanakan
akan
Siklus
II
hasil
belajar
siswa
peningkatan.
Pada
sebesar
84,38%
menjadi
kompetensi afektif,
dilaksanakan
ketuntasan belajar yang semula sebesar
sebanyak tiga kali pertemuan. Pada
87,5% pada siklus I naik menjadi
90,62%
pada
kompetensi
siklus
Pada
“pembelajaran sebagai suatu
rata-rata
upaya yang dilakukan pendidik
II.
psikomotorik,
kelas yang semula 3,17 pada siklus I
atau
naik menjadi 3,31 pada siklus II
dengan tujuan menyampaikan
dengan ketuntasan belajar tetap yaitu
ilmu pengetahuan, dengan cara
96,87%.
mengorganisasikan
guru
secara
menciptakan
Refleksi
Menurut
indikator
capaian,
lingkungan
pada siklus II sudah melebihi target
berbagai
yaitu
siswa
rata-rata
kelas
kompetensi
sengaja
dan
suatu
sistem
belajar
dengan
metode
dapat
sehingga
melakukan
kognitif dan psikomotorik > 3 dan
kegiatan
ketuntasan belajar kompetensi afektif
optimal”(hlm. 131)
belajar
secara
telah mencapai 90,62%. Berdasarkan
refleksi tersebut, peneliti dan guru
sepakat
untuk
penelitian.
Dengan
demikian
dapat
menghentikan
dipahami bahwa pembelajaran adalah
Kekurangan-kekurangan
suatu upaya guru dalam mengoordinasi
yang muncul
di
siklus I sudah
diperbaiki di siklus II ini.
lingkungan
belajar
dengan
sebaik
mungkin melalui berbagi metode agar
siswa dapat belajar dengan maksimal.
Selanjutnya Artz dan Newman
REVIEW LITERATUR
Pembelajaran
suatu
kegiatan
merujuk
guru
pada
dalam
dalam Huda (2013: 32) mendefinisikan
pembelajaran
kooperatif
sebagai
menfasilitasi siswa untuk membangun
“small group of learners working
pengetahuannya sendiri. Dalam kata
together as a team to solve problem,
lain, siswa ditempatkan sebagai subjek
complete a task, or accomplish a
belajar dalam kegiatan pembelajaran.
common goal”, yang berarti bahwa
Berkaitan
dengan
definisi
pembelajaran
kooperatif
adalah
pembelajaran, Sugihartono, dkk. dalam
kelompok
Irham & Novan (2013) menyatakan,
bekerjasama sebagai sebuah tim untuk
belajar
kecil
yang
memecahkan
permasalahan,
setelah
ia
menerima
pengalaman
melengkapi tugas, atau mencapai suatu
belajarnya. Pengalaman belajar disini
tujuan bersama.
menyangkut aspek kognitif, afektif,
Salah satu tipe pembelajaran
kooperatif adalah Think Pair Share
Sesuai
belajarnya
pun
akan
menyangkut
namanya,
ketiga aspek tersebut. Hal ini sesuai
pembelajaran kooperatif dengan tipe
dengan simpulan Bloom, bahwa secara
ini diawali dengan tahap berpikir
garis
secara
tahap
diklasifikasikan dalam tiga ranah yaitu
berpasangan dengan rekan sebangku
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
untuk
psikomotorik (Sudjana, 2011:22).
(TPS).
dengan
dan psikomotorik. Oleh sebab itu hasil
individual
menyuusn
(think),
suatu
konsensus
jawaban (pair), dan tahap berbagi di
muka
kelas
dengan
cara
mempresentasikan
hasil
(share).
kelebihan
Beberapa
besar
hasil
belajar
itu
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
diskusi
Berdasarkan indikator capaian
TPS
yang telah ditetapkan dalam penelitian,
yaitu: 1)
hasil penelitian dinyatakan berhasil.
memungkinkan siswa untuk bekerja
Berikut adalah hasil capaian penelitian
sendiri dan bekerja sama dengan orang
mulai dari tahap pra tindakan, siklus I,
lain; 2) mengoptimalkan partisipasi
dan siklus II:
siswa, memberi kesempatan sedikitnya
1. Kompetensi Kognitif
menurut Huda (2013:136)
delapan kali lebih banyak kepada
Kriteria
siswa untuk menunjukkan partisipasi
Pra
Tindakan
Siklus I
Siklus II
mereka kepada orang lain; dan 4) bisa
Tuntas
23,33%
84,38%
90,62%
diterapkan untuk semua mata pelajaran
Jumlah
7
27
29
dan tingkatan kelas.
Tidak
76,67%
15,62%
9,38%
23
5
3
2,82
3,36
3,38
Dalam penelitian ini peneliti
Tuntas
mengambil fokus pada hasil belajar.
Jumlah
Hasil belajar merupakan kemampuan-
Rata-rata
kemampuan yang dimiliki oleh siswa
2. Kompetensi Afektif
percaya
diri
menyampaikan
Kriteria
Siklus I
Siklus II
pendapatnya. Suasana belajar juga
Tuntas
87,5%
90,62%
menjadi lebih menyenangkan karena
Jumlah
28
29
12,5%
9,38%
4
3
bervariasi juga tidak membuat siswa
3,24
3,56
merasa jenuh. Sedangkan dari segi
siswa
dapat
belajar
Tidak
Tuntas
Jumlah
Rata-rata
melakukan
dengan
rekan
interaksi
sebayanya.
Selain itu, bahan diskusi yang dibuat
guru, mobilitas guru di kelas menjadi
lebih
3. Kompetensi Psikomotorik
besar
karena
beliau
harus
Kriteria
Siklus I
Siklus II
memonitor dan membimbing setiap
Tuntas
96,87%
96,87%
kelompok TPS yang ada.
Jumlah
31
31
KESIMPULAN DAN SARAN
Tidak
Tuntas
Jumlah
Rata-rata
9,38%
9,38%
1
1
3,17
3,31
Kesimpulan
Penelitian
Tindakan
Kelas
(PTK) di kelas XI IIS 4 SMA Negeri 5
Surakarta dilaksanakan dalam dua
Jadi,
setelah
penerapan
pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share hasil belajar siswa kelas XI
IIS 4 SMA N 5 Surakarta mengalami
peningkatan dibandingkan ketika tahap
pra tindakan. Hasil belajar tersebut
meliputi kompetensi kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
Kemudian dilihat dari segi
proses, siswa menjadi lebih berani dan
siklus. Siklus pertama dilakukan dalam
tiga kali pertemuan sedangkan siklus
kedua dilakukan sebanyak empat kali
pertemuan. Tiap siklus terdiri dari
empat
tahap
yaitu
perencanaan
tindakan,
pelaksaan
tindakan,
observasi,
dan
refleksi.
Hasil
penelitian
yang
dilakukan
selama
siklus I dan siklus II menunjukkan
bahwa
penerapan
pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
mampu meningkatkan hasil belajar
sosiologi pada siswa XI IIS 4 SMA
Negeri 5 Surakarta.
dari
hasil
a. Guru sebaiknya mempelajari
variasi
Peningkatan hasil belajar dapat
dilihat
1. Bagi Guru
rata-rata
model
pembelajaran
dan menerapkannya di kelas
nilai
sehingga siswa merasa tidak
sosiologi pada tes evaluasi tiap akhir
jenuh dan semakin tertarik
siklus. Berdasarkan hasil dari tahap
untuk belajar.
pratindakan, siklus I, dan siklus II
b. Guru sebaiknya lebih bersikap
selalu mengalami peningkatan. Pada
tegas
tahap pratindakan, rata-rata kelas pada
kurang tertib di kelas.
kompetensi kognitif sebesar 2,82 naik
kepada
siswa
yang
2. Bagi Siswa
menjadi 3,36 pada siklus I, kemudian
a. Siswa hendaknya lebih percaya
naik lagi menjadi 3,38 pada siklus II.
diri ketika mengajukan maupun
Sedangkan dilihat dari ketuntasan
menjawab
belajarnya, pada saat pra tindakan
berasal dari guru dan siswa lain
sebesar 23,33% naik menjadi 84,38%
di kelas.
pertanyaan
yang
pada siklus I, kemudian naik lagi
b. Siswa sebaiknya lebih aktif
menjadi 90,62% pada siklus II. Pada
untuk mencari sumber belajar
kompetensi afektif, ketuntasan belajar
lain
pada siklus I sebesar 87,5% lalu naik
bergantung pada materi yang
menjadi 90,62% pada siklus II. Pada
disampaikan oleh guru.
kompetensi
psikomotorik,
rata-rata
kelas mencapai 3,17 pada siklus I
dan
tidak
hanya
3. Bagi Sekolah
a. Sekolah
sebaiknya
kemudian naik menjadi 3,31 pada
memfasilitasi guru yang akan
siklus II dengan persentase ketuntasan
meningkatkan
belajar tetap yaitu sebesar 96,87%.
profesionalitasnya
Saran
Peneliti memberikan saran untuk
beberapa pihak sebagai berikut:
melalui
penelitian tindakan kelas.
b. Sekolah
hendaknya
memberikan penghargaan dan
apresiasi
bagi
guru
yang
berprestasi sehingga memacu
semangat guru untuk terus
berkembang.
c. Sekolah
perlu
mengadakan
seminar tentang variasi model
pembelajaran
agar
yang
inovatif
guru-guru
dapat
menerapkannya di kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Miftahul. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu
Metodis dan Paradigmatis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Irham, Muhamad dan Novan Ardy Wiyani. (2013). Psikologi Pendidikan: Teori dan
Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Mulyasa, H.E. (2014). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 . Bandung:
Remaja Rosdakarya
Siswoyo, Dwi dkk. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sudjana, Nana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Suprijono, Agus. (2012). Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)