Resepsi al Quran pada Masa Islam Generas
RESEPSI AL-FATIHAH DAN AL-MU’AWWIDZAT PADA MASA
RASULULLAH SAW
(Analisis terhadap Hadis-Hadis Fadhail al-A’mal dalam Kitab Shahih alBukhari)
Ade ‘Amiroh
Mahasiswa Jurusan Ilmu al-Qur'an dan Tafsir 13530058
Abstrak
Tulisan ini membahas resepsi al-Fatihah dan al-Mu’awwidzat pada masa Islam
generasi awal, yaitu pada masa Rasulullah saw. Resepsi merupakan salah satu teori
kritik sastra yang menyatakan bahwa seorang pembaca tidak pasif dalam menanggapi
sebuah teks. Terdapat sebuah peran di situ. Teori ini kemudian digunakan untuk
membaca interaksi umat Islam generasi awal dengan al-Qur'an, khususnya al-Fatihah
dan al-Mu’awwidzat. Interaksi ini dijelaskan di beberapa kitab hadis, salah satunya di
dalam bab Fadhail al-A’mal dalam kitab Shahih al-Bukhari. Hadis-hadis tersebut
kemudian dibaca menggunakan teori resepsi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa masyarakat Islam generasi awal telah melakukan resepsi terhadap al-Qur'an,
pembaca secara tersirat membawa maknanya sendiri namun teks/al-Qur'an pun tidak
diam.
Kata-Kata Kunci: Resepsi, al-Fatihah dan al-Mu’awwidzat, Rasulullah saw, Sahabat.
Pendahuluan
Al-Qur'an merupakan pedoman hidup umat Islam yang berisi ajaran dan
tuntunan agar pemeluknya selamat di dunia dan akhirat. Selain itu, al-Qur'an juga
memuat prinsip-prinsip dasar terkait ilmu pengetahuan dan peradaban. Namun hal ini
bukan berarti bahwa al-Qur'an adalah buku ilmiah atau ensiklopedi ilmu, tetapi ia
lebih layak disebut sebagai sumber yang memberikan motivasi dan inspirasi untuk
melahirkan ilmu pengetahuan dan peradaban dengan berbagai dimensi. 1 Oleh sebab
itu, dari al-Qur'an muncul berbagai macam teori, baik secara induksi maupun deduksi.
Al-Qur'an diturunkan sekitar 14 abad yang lalu. Sejak awal diturunkannya,
Rasulullah saw dan para sahabat telah berinteraksi dengan al-Qur'an. Interaksi yang
1
Abdul Jalil, Sejarah Pembelajaran al-Qur'an di Masa Nabi Muhammad saw”, Insania, vol. 18,
no. 1, Januari-April 2013, hlm. 2, dikutip dari Hude, dkk, 2002: 5.
1
paling awal –dalam sejarah al-Qur'an-, adalah periwayatan/pembelajaran al-Qur'an
secara oral. Rasulullah saw mengajarkan al-Qur'an kepada para sahabat, sahabat
kepada sahabat yang lain, dan begitu seterusnya. Namun hal tersebut juga tidak
menafikan adanya tulisan al-Qur'an pada saat itu.
Selain interaksi tersebut, terdapat interaksi lain antara sahabat dengan al-Qur'an,
yaitu Rasulullah saw dan sahabat membaca surat-surat atau ayat-ayat tertentu ketika
akan melakukan atau terjadi sesuatu. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa hadis yang
menggambarkannya. Misalnya hadis yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw
membaca al-Mu’awwidzat sebelum beliau tidur.
Di lain sisi, al-Qur'an, meminjam pendapatnya Amin al-Khuli 2, merupakan kitab
sastra terbesar (Kitab al-‘Arabiyyah al-Akbar).3 Menurutnya, hal ini karena al-Qur'an
mengabadikan Bahasa Arab, menjadikan kebanggaan Bahasa Arab, dan kearabannya
diakui oleh semua orang Arab, apapun agama mereka selama mereka masih
menyadari kearaban mereka. Dengan demikian, al-Qur'an sebagai karya sastra
terbesar tentu saja bisa didekati dengan pendekatan susastra.4
Teori resepsi merupakan salah satu pendekatan susastra. Secara singkat teori ini
dapat disebut dengan aliran yang meneliti teks sastra (dalam hal ini al-Qur'an) dengan
bertitik-tolak pada pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks
tersebut.5 Dengan demikian, dalam interaksi antara teks dan pembaca, keduanya
memiliki peran yang aktif; teks memiliki makna, pembaca juga memiliki makna.
Teori Resepsi (Reader Response Theory)
Resepsi berasal dari kata recipire (Yunani) dan reception (Inggris), yang secara
harfiah berarti penerimaan atau penyambutan. Teori resepsi merupakan salah satu
aliran sastra yang meneliti karya sastra dengan memfokuskan kajiannya terhadap
2
Nama lengkapnya Amin Ibn Ibrahim Abdul Baqi’ Ibn Amir Ibn Ismail Ibn Yusul al-Khuli.
Beliau adalah salah seorang mufassir modern, yang memproklamirkan lahirnya tafsir al-Qur'an dengan
gaya baru, yaitu tafsir sastrawi. Lihat lebih lanjut Muhammad Mansur, “Amin al-Khuli dan ‘Pergeseran
Paradigma’ Tafsir al-Qur'an dalam Muhammad Chirzin (.ed), Studi Kitab Tafsir Modern-Kontemporer
(Yogyakarta: TH Press, 2012), hlm. 1-13.
3
Muhammad Mansur, “Amin al-Khuli dan ‘Pergeseran Paradigma’ Tafsir al-Qur'an dalam
Muhammad Chirzin (.ed), Studi Kitab Tafsir Modern-Kontemporer (Yogyakarta: TH Press, 2012), hlm.
15-16.
4
M. Nur Kholis Setiawan, al-Qur'an Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: elSAQ Press, 2006),
hlm. x.
5
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori dan Penerapannya” dalam Jabrohim (.ed), Teori
Penelitian Sastra (Yogyakarta: Masyarakat Poetika Indonesia Ikip Muhammadiyah, 1994), hlm. 150.
2
reaksi/tanggapan pembaca terhadap teks.6 Sederhananya, resepsi adalah bagaimana
teks diterima oleh pembaca dan bagaimana reaksi yang diberikan olehnya.
Pada dasarnya, seorang pembaca itu terbagi menjadi tiga kategori; intended
reader, real reader, dan implied reader.7 Kategori pertama adalah pembaca sebagai
intended reader. Pada kategori pertama ini, teks diposisikan menjadi sesuatu yang
menguasai, dan pembaca harus menuruti apapun yang ada dalam teks. Sehingga,
pembaca tidak memiliki peran sama sekali. Dengan kata lain, pembaca ‘mati’ yang
dicetak sesuai dengan keinginan teks atau penulis teks. Pembaca dengan kategori ini
terkesan dengan tekstual.
Kategori selanjutnya yaitu real reader. Pembaca sebagai real reader adalah
pembaca yang hidup dan menganggap teks itu mati; tidak memiliki makna. Dengan
demikian, hasil pembacaannya terserah oleh siapa yang membacanya, tidak peduli
teks berkata apa.
Sementara, implied reader, kategori pembaca yang ketiga, pembaca tidak diam,
begitu juga dengan teks. Pembaca dan teks sama-sama memiliki makna. Hubungan
inilah kemudian disebut dengan interpretive community. Pada interpretive community
ini muncullah sebuah interaksi antara teks dengan pembaca, yang disebut dengan
resepsi pembaca terhadap teks.
Teori resepsi lahir bersamaan dengan beberapa teori kritik sastra baru yang lain,
yaitu semiotika dan interteks. Hal ini disebabkan bergesernya kecenderungan dalam
disiplin kritik sastra Barat; dari strukturalisme menjadi Post-strukturalisme. Dan teori
resepsi muncul sebagai varian kritik sastra Post-strukturalisme.8
Teori ini berasumsi bahwa sebuah teks tidak diapresiasi secara pasif oleh
pembacanya, tetapi pembaca juga turut berperan dalam menafsirkan makna teks
berdasarkan latar belakang, kultur serta pengalaman pribadinya. Dengan kata lain,
pembaca akan melakukan konkretisasi (realitas makna) terhadap teks9 atau makna
teks tidak diasumsikan sebagai sesuatu yang tercipta secara inheren di dalam teks,
6
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori dan Penerapannya” dalam Jabrohim (.ed), Teori
Penelitian Sastra, hlm. 150.
7
Mata Kuliah Metodologi Penelitian al-Qur'an dan Tafsir oleh Bapak Ahmad Rafiq, pada
tanggal 12 Februari 2015.
8
Muhammad Mukhtar, “Resepsi Santri Lembaga Tahfizhul Qur'an Pondok Pesantren Wahid
Hasyim terhadap al-Qur'an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007, hlm.
34, dikutip dari Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra (Yogyakarta:
Pustaka Pelajaran, 2004), hlm. 163.
9
Muha Fadlulloh, “Penggunaan Tanda Waqaf al-Waqf wa al-Ibtida’ pada Mushhaf al-Quddus
bi al-Rasm al-‘Utsmani: Tinjauan Resepsi al-Qur'an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2013, hlm. 71, dikutip dari Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra,
hlm. 119.
3
melainkan tercipta dalam relasi antara teks dan pembacanya10. Dengan demikian,
dalam membaca sebuah karya sastra, terdapat dua pihak yang melakukan timbal balik,
yaitu teks dan pembaca.
Resepsi yang berfungsi sebagai teori pengkajian atas respons pembaca karya
sastra, muncul secara partikular di Amerika dan Jerman pada kisaran tahun 1960 yang
diwakili sejumlah tokoh, seperti Norman Holland, Stanley Fish, Wolfgang Iser, dan
Hans Robert Jauss, mereka meneruskan penelitian Inggarden (Fenomenologi),
Mukarovsky (Strukturalis Praha) dan Gadamer (hermeneutika). 11 Dalam penelitian
kali ini, penulis menggunakan teori resepsi yang dikemukakan oleh Wolfgang Iser
(Die Appel-Struktur der Texte: 1975) untuk membaca resepsi yang dilakukan oleh
umat Islam generasi awal terhadap al-Qur'an.
Iser membicarakan tentang konsep wirkung (efek), yaitu cara sebuah teks
mengarahkan reaksi pembaca terhadapnya. Menurut Iser, sebuah teks sastra dicirikan
oleh kesenjangan atau bagian-bagian yang tidak ditentukan. Kesenjangan tersebut
adalah salah satu faktor penting efek yang hadir dalam teks untuk diisi oleh pembaca.
Apabila pembaca berhasil menjembatani kesenjangan tersebut, maka berbagai
kemungkinan komunikasipun telah dimulai. Aktivitas pembaca dalam proses
menjembatani kesenjangan atau mengisi tempat terbuka (blank, openness) dikontrol
oleh teks itu sendiri.12 Teori Iser ini lebih menitikberatkan pada pembaca dan karya
sastra secara individual dan dalam dimensi waktu tertentu.13
Metode resepsi sastra mendasarkan diri pada teori bahwa karya sastra sejak
terbitnya selalu mendapat tanggapan dari pembacanya.14 Tugas resepsi estetik
berkenaan dengan interpretasi adalah meneliti konkretisasi (realitas makna) pembaca
terhadap sebuah teks sastra.15
10
Muhammad Mukhtar, “Resepsi Santri Lembaga Tahfizhul Qur'an Pondok Pesantren Wahid
Hasyim terhadap al-Qur'an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007, hlm.
35.
11
Muhammad Mukhtar, “Resepsi Santri Lembaga Tahfizhul Qur'an Pondok Pesantren Wahid
Hasyim terhadap al-Qur'an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007, hlm.
--.
12
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori...” dalam Jabrohim (.ed), Teori Penelitian Sastra,
hlm. 151.
13
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori...” dalam Jabrohim (.ed), Teori Penelitian Sastra,
hlm. 163.
14
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori...” dalam Jabrohim (.ed), Teori Penelitian Sastra,
hlm. 152.
15
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori...” dalam Jabrohim (.ed), Teori Penelitian Sastra,
hlm. 153.
4
Sedangkan penerapan metode penelitian resepsi sastra dirumuskan ke dalam
tiga pendekatan; penelitian resepsi sastra secara eksperimental, penelitian resepsi
lewat kritik sastra dan penelitian resepsi intertekstualitas.16
Penelitian yang pertama (secara eksperimental) di satu sisi tampak menarik,
namun di sisi yang lain mengalami berbagai kesulitan dalam praktik di lapangan.
Penelitian yang keduk (kritik sastra) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
sinkronik17 dan diakronik18. Sementara penelitian ketiga, misalnya dalam kaitannya
dengan kesusastraan Indonesia modern, baik dalam prosa maupun puisi.19
Fadhail al-A’mal dalam Kitab Shahih al-Bukhari
Sahih al-Bukhari adalah salah satu kitab hadis primer, di samping Shahih
Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Abu Daud, dan kitab-kitab yang lain. Nama lengkap
dari kitab ini adalah al-Jami’ alMusnad al-Shahih al-Mukhtashar min Umuri
Rasulillah saw wa Sunaihi wa Ayyamihi.
Kitab hadis karya Imam Bukhari ini telah diakui kualitas keshahihannya oleh
para ulama. Namun, hal ini bukan berarti bahwa hadis di selain Shahih al-Bukhari dan
Shahih Muslim itu tidak sahih. Kitab ini disusunnya selama 16 tahun, dan merupkan
hasil seleksi dari 600.000 hadis.20
Kitab Shahih al-Bukhari ini disusun dengan pembagian beberapa judul. Judul
ini dikenal dengan istilah kitab. Adapun jumlah kitab dalam Shahih al-Bukhari ini
adalah 97 kitab. Kemudian, beberapa kitab (judul) tersebut dibagi lagi menjadi
beberapa subjudul, subjudul ini dikenal dengan istilah bab. Jumlah total bab-nya
adalah 4550 bab, yang dimulai dengan Kitab Bad’ al-Wahy dan diakhiri dengan Kitab
at-Tauhid. Sedangkan terkait jumlah hadisnya, Ibn Shalah, dalam Muqaddimah-nya
menyebutkan bahwa jumlah hadis dalam Shahih al-Bukhari sebanyak 7275 hadis,
dengan pengulangan. Dan 4000 hadis tanpa pengulangan.21
Fadhail al-A’mal adalah salah satu kitab yang terdapat dalam kitab Shahih alBukhari. Kitab ini terdiri dari beberapa bab, di antaranya yaitu Bab Fadhl Fatihah al16
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori...” dalam Jabrohim (.ed), Teori Penelitian Sastra,
hlm. 153.
17
Penelitian secara sinkronik maksudnya meneliti resepsi sastra dalam kurun masa atau periode
tertentu yang setara (horizontal).
18
Penelitian secara diakronik maksudnya meneliti resepsi sastra secara vertikal.
19
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori...” dalam Jabrohim (.ed), Teori Penelitian Sastra,
hlm. 153-154.
20
Agus Setiadi, dkk, “Studi Kitab Hadis Shahih al-Bukhari”, Makalah Fakultas Ushuluddin
Yogyakarta, 2014, hlm. 8.
21
Agus Setiadi, dkk, “Studi Kitab Hadis Shahih al-Bukhari”, hlm. 9.
5
Kitab dan Bab Fadhl al-Mu’awwidzat. Yaitu bab yang hadisnya akan dibahas dalam
penelitian ini.
Bab Fadhl Fatihah al-Kitab dan Bab Fadhl al-Mu’awwidzat, masing-masing
terdiri dari 2 hadis. Hadis-hadis tersebut menggambarkan keutamaan dari Surat alFatihah dan Surat al-Mu’awwidzat. Adapun Surat al-Fatihah adalah surat pembuka
dari kitab suci al-Qur'an, yang juga disebut dengan al-Sab’ al-Matsani. Sedangkan
Surat al-Mu’awwidzat itu adalah sebutan bagi ketiga surat akhir dalam Mushhaf
‘Utsmani, yaitu Surat al-Ikhlash, Surat al-Falaq dan Surat al-Nas. Penggunaan kata
jamak (al-Mu’wwidzat; jamak muannats salim) berdasarkan pendapat bahwa jumlah
minimal dari jamak adalah dua. Surat al-Ikhlash masuk dalam kategori alMu’awwidzat dalam konteks dominasi suatu kata atas kata yang lain, mengingat
dalam surat al-Ikhlash terdapat sifat Allah, meski tidak ada penegasan kata
ta’awwudz.22
Hadis-Hadis Interaksi Rasulullah saw dan Sahabat dengan al-Fatihah dan alMu’awwidzat dalam Bab Fadhail al-A’mal Kitab Shahih al-Bukhari
Dalam kitab Shahih al-Bukhari terdapat beberapa hadis yang menggambarkan
interaksi generasi Islam awal dengan QS. al-Fatihah dan QS. al-Mu’awwidzat. Di
antara hadis-hadis tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kitab Fadhail al-A’mal, Bab Fadhl Fatihah al-Kitab, nomor hadis 5006.23
ُ ا َح ّد َث َنا َيحْ َيى بْنُ َسعِي ٍد َح ّد َث َنا
ْن عَاصِ ٍم َعنْ أَ ِبي
ِ ّ َح ّد َث َنا َعلِيّ بْنُ َع ْب ِد
ِ شعْ َب ُة َقا َل َح ّد َثنِي ُخ َبيْبُ بْنُ َع ْب ِد الرّ حْ َم ِن َعنْ َح ْف
ِ صب
ّ صلّى
ُ ا إِ ّني ُك ْن
ُ اُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َفلَ ْم أ ُ ِج ْبْ ُه قُ ْل
ُ ْن ْال ُم َعلّى َقا َل ُك ْن
صْلّي َقْْا َل أَلَ ْم
ِ ّ ت َيا َر ُسْو َل
َ ُت أ
َ ّصلّي َفدَ َعانِي ال ّن ِبي
َ ُت أ
ِ َسعِي ِد ب
ّ َيقُ ْل
آن َق ْبْ َل أَنْ َت ْخْ ُر َج مِنْ ْال َم ْسْ ِج ِد َفأ َ َخْ َذ
ِ ّ ِ اُ { اسْ َت ِجيبُوا
َ ُْك أَعْ َظ َم ُس
َ ُول إِ َذا دَ َعا ُك ْم } ُث ّم َقا َل أَ َل أ ُ َعلّم
ِ ل َولِلرّ س
ِ ْور ٍة فِي ْالقُْْر
ُ ِب َيدِي َفلَمّا أَ َر ْد َنا أَنْ َن ْخ ُر َج قُ ْل
ِي
ِ ّ ِ آن َقْْا َل ْال َح ْمْ ُد
ِ ّ ت َيا َر ُسْو َل
َ ِين ه
َ ل َربّ ْال َعْْالَم
َ ْك أَعْ َظ َم ُس
َ ك قُ ْلتَ َل ُ َعلّ َم ّن
َ ا إِ ّن
ِ ْور ٍة مِنْ ْالقُْْر
ال ّس ْب ُع ْال َم َثانِي َو ْالقُرْ آنُ ْال َعظِ ي ُم الّذِي أُوتِي ُت ُه
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah Telah menceritakan kepada
kami Yahya bin Sa'id Telah menceritakan kepada kami Syu'bah Telah
menceritakan kepadaku Khubaib bin Abdurrahman dari Hafsh bin Ashim dari
Abu Sa'id Al Mu'alla ia berkata; Suatu ketika aku sedang shalat, tiba-tiba
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memanggilku namun aku tidak
menjawab panggilannya. Seusai shalat, aku berkata kepada beliau, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya tadi aku sedang shalat."Beliau bersabda: "Bukankah
Allah telah berfirman: 'Penuhilah panggilan Allah dan panggilan Rasul-Nya
bila ia mengajak kalian..'"kemudian beliau bersabda: "Maukah kamu aku ajari
22
Al-Hafizh al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, terj. Amir
Hamzah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), jilid --, hlm. 861.
23
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ju’fi, Shahih al-Bukhari, muhaqqiq:
Muhammad Zuhair bin Nashir an-Nashir, juz 6 (Dar Thauq an-Najah, 1422 H), hlm. 187. Dalam
Software Maktabah Syamilah.
6
satu surat yang paling agung yang terdapat dalam Al Qur`an sebelum kamu
keluar dari Masjid?"Lalu beliau memegang tanganku, dan ketika kami hendak
keluar, aku berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anda telah berkata,
'Sungguh, aku akan mengajarkan padamu suatu surat yang paling agung dari
Al Qur`an.'" Beliau pun bersabda: "Yaitu: 'AL HAMDULILLAHI RABBIL
'AALAMIIN..' ia adalah As Sab'u Al Matsaanii (tujuh yang berulang-ulang) dan
Al Qur`an yang agung yang telah diberikan kepadaku."
2. Kitab Fadhail al-A’mal, Bab Fadhl Fatihah al-Kitab, nomor hadis 5007.24
ْ َْح ّد َثنِي م َُح ّم ُد بْنُ ْال ُم َث ّنى َح ّد َث َنا َوهْ بٌ َح ّد َث َنا ِه َشا ٌم َعنْ م َُح ّم ٍد َعنْ َمعْ َب ٍد َعنْ أَ ِبي َسعِي ٍد ْال ُخ
ير لَ َنا َف َن َز ْل َنا
ٍ ْ ْد ِريّ َقْْا َل ُك ّنا فِي َم ِس
ْ َار َي ٌة َف َقال
ْ َف َجا َء
اق َف َقا َم َم َع َهاْ َر ُج ٌل َما ُك ّنا َنأْ ُب ُن ُه ِب ُر ْق َي ٍة َف َر َقاهُ َف َب َرأَ َفأ َ َم َر
ٍ ت إِنّ َسيّدَ ْال َحيّ َسلِي ٌم َوإِنّ َن َف َر َنا َغيْبٌ َف َه ْل ِم ْن ُك ْم َر
ِ ت َج
ُ ِين َشا ًة َو َس َقا َنا لَ َب ًنا َفلَمّا َر َج َع قُ ْل َنا لَ ُه أَ ُك ْنتَ ُتحْ سِ نُ ُر ْق َي ًة أَ ْو ُك ْنتَ َترْ قِي َقا َل َل َما َر َقي
ب ُق ْل َنا َل ُتحْ ْ د ُِثوا
ِ ْت إِ ّل ِبأ ُ ّم ْال ِك َتْْا
َ لَ ُه ِب َث َلث
ّ صْلّى
ّ صلّى
ْان
َ ْاُ َعلَ ْيْ ِه َو َسْلّ َم َف َقْْا َل َو َما َك
َ ّاُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َفلَمّا َق ِد ْم َنا ْال َمدِي َنْ َة َذ َكرْ َنْْاهُ لِل ّن ِبي
َ َّش ْي ًئا َح ّتى َنأْت َِي أَ ْو َنسْ أ َ َل ال ّن ِبي
َ
َ
ين َحْْ ّد َثنِي
ِ ار
َ ير
ِ ِث َح ّد َث َنا ِه َشا ٌم َح ّد َث َنا م َُح ّم ُد بْنُ س
ِ ي ُْد ِري ِه أ ّن َها ُر ْق َي ٌة ا ْقسِ مُوا َواضْ ِربُوا لِي ِب َسه ٍْم َو َقا َل أبُو َمعْ َم ٍر َح ّد َث َنا َع ْب ُد ْال َو
ين َعنْ أَ ِبي َسعِي ٍد ْال ُخ ْد ِريّ ِب َه َذا
َ ير
ِ َِمعْ َب ُد بْنُ س
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mtsanna Telah menceritakan
kepada kami Wahb Telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Muhammad
dari Ma'bad dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata; Dalam perjalanan yang kami
lakukan, kami singgah di suatu tempat, lalu datanglah seorang wanita dan
berkata, "Sesungguhnya ada seorang kepala kampung sakit, sementara orangorang kami sedang tiada. Apakah salah seorang dari kalian ada yang bisa
meruqyah?" Maka berdirilah seorang laki-laki yang kami sendiri tidak tahu
bahwa ia bisa meruqyah. Ia beranjak bersama wanita itu, lalu meruqyah, dan
ternyata yang diruqyah sembuh. Kemudian sang kepala kampung
memerintahkan agar laki-laki itu diberi tiga puluh ekor kambing, dan kami pun
diberinya minuman susu. Setelah pulang, kami bertanya padanya, "Apakah
kamu memang seorang yang pandai meruqyah?" Ia menjawab, "Tidak, dan
tidaklah aku meruqyahnya, kecuali dengan Ummul Kitab." Kami katakan,
"Janganlah kalian berbuat apa-apa, hingga kita sampai kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam dan bertanya pada beliau."Ketika kami sampai di Madinah,
kami pun menuturkan hal itu pada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan
beliau bersabda: "Lalu siapa yang memberitahukannya, bahwa itu adalah
ruqyah. Bagikanlah kambing itu, dan aku juga diberi bagian." Abu Ma'mar
berkata; Telah menceritakan kepada kami Abdul Warits Telah menceritakan
kepada kami Hisyam Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sirin
Telah menceritakan kepadaku Ma'bad bin Sirin dari Sa'id Al Khudri dengan
hadits ini.
3. Kitab Fadhail al-A’mal, Bab Fadhl al-Mu’awwidzat, nomor hadis 5016.25
ّ صلّى
ّ ب َعنْ عُرْ َو َة َعنْ َعا ِئ َش َة َرضِ َي
ٌ ُِف أَ ْخ َب َر َنا َمال
اُ َعلَيْْْ ِه
ٍ ْن شِ َها
ِ ّ اُ َع ْن َها أَنّ َرسُو َل
ِ ّ َح ّد َث َنا َع ْب ُد
َ ا
َ ا بْنُ يُوس
ِ ك َعنْ اب
ُ ُت َو َي ْنف
ُ ث َفلَمّا ا ْش َت ّد َو َج ُع ُه ُك ْن
ْس ُح ِب َي ِد ِه َر َجا َء َب َر َك ِت َها
ِ ان إِ َذا ا ْش َت َكى َي ْق َرأ ُ َعلَى َن ْفسِ ِه ِب ْالم َُعوّ َذا
َ ت أَ ْق َرأ ُ َعلَ ْي ِه َوأَم
َ َو َسلّ َم َك
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah mengabarkan
kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah radliallahu 'anha,
bahwasanya; Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menderita sakit,
24
25
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ju’fi, Shahih al-Bukhari, hlm. 187.
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ju’fi, Shahih al-Bukhari, hlm. 190.
7
maka beliau membacakan Al Mu'awwidzaat untuk dirinya sendiri, lalu beliau
meniupkannya. Dan ketika sakitnya parah, maka akulah yang membacakannya
pada beliau, lalu mengusapkan dengan menggunakan tangannya guna
mengharap keberkahannya.
4. Kitab Fadhail al-A’mal, Bab Fadhl al-Mu’awwidzat, nomor hadis 5017.26
ّ صْلّى
اُ َعلَ ْيْ ِه
ٍْ ْن ِشْ َها
ّ َح ّد َث َنا قُ َت ْي َب ُة بْنُ َسعِي ٍد َح ّد َث َنا ْال ُم َف
َ ّب َعنْ ُعْْرْ َو َة َعنْ َعائ َِشْ َة أَنّ ال ّن ِبي
َ ض ُل بْنُ َف
ِ ضالَ َة َعنْ ُع َقي ٍْل َعنْ اب
ُ ْاُ أَ َحْ ٌد َو قُ ْ ْل أَ ُع
ّ ِيه َما قُ ْل ُهْ َْو
َ ان إِ َذا أَ َوى إِلَى ف َِراشِ ِه ُك ّل لَ ْيلَ ٍة َج َم َع َك ّف ْي ِه ُث ّم َن َف
ْق َو قُ ْ ْل
َ ْْوذ ِب
َ َو َسلّ َم َك
ِ ِيه َما َف َق َرأَ ف
ِ ثف
ِ َْْربّ ْال َفل
ُ أَع
َ ْك َث َل
ث
َ ِْاع مِنْ َج َس ِد ِه َيبْدَ أ ُ ِب ِه َما َعلَى َر ْأسِ ِه َو َوجْ ِهْ ِه َو َما أَ ْق َبْ َل مِنْ َج َسْ ِد ِه َي ْف َعْ ُل َذل
َ مْس ُح ِب ِه َما َما اسْ َت َط
َ اس ُث ّم َي
ِ ُوذ ِب َربّ ال ّن
ت
ٍ مَرّ ا
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id Telah menceritakan
kepada kami Al Mufadldlal bin Fadlalah dari Uqail dari Ibnu Syihab dari
Urwah dari Aisyah bahwa biasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila hendak
beranjak ke tempat tidurnya pada setiap malam, beliau menyatukan kedua
telapak tangannya, lalu meniupnya dan membacakan: "QULHUWALLAHU
AHAD.."dan, "QUL `A'UUDZU BIRABBIL FALAQ..." serta, Q
" UL `A'UUDZU
BIRABBIN NAAS.."Setelah itu, beliau mengusapkan dengan kedua tangannya
pada anggota tubuhnya yang terjangkau olehnya. Beliau memulainya dari
kepala, wajah dan pada anggota yang dapat dijangkaunya. Hal itu, beliau
ulangi sebanyak tiga kali.
Dari hadis-hadis di atas, dapat tergambarkan bagaimana interaksi generasi Islam
awal dengan al-Qur'an, khususnya dalam hal ‘Keutamaan al-Fatihah dan alMu’awwidzat.
Hadis Pertama.
Hadis pertama menggambarkan bahwa al-Fatihah adalah surat yang paling agung
dalam al-Qur'an. Dan ia (al-Fatihah) disebut dengan al-Sab’ al-Matsani (tujuh yang
berulang-ulang)
Maksud dari ‘agung’ di sini adalah agung kedudukannya karena pahala yang
didapatkan saat membacanya, meskipun surat yang lain lebih panjang. Hal ini
disebabkan kandungan al-Fatihah yang mencakup makna-makna yang sesuai dengan
hal tersebut.27
Hadis Kedua.
Dari hadis kedua dapat dipahami bahwa salah seorang sahabat menggunakan alFatihah untuk meruqyah seorang pimpinan suku yang terkena ular berbisa. Dan
ternyata seorang pimpinan suku tersebut bisa sembuh, bi idznillah. Padahal, sahabat
yang meruqyah tadi bukan seorang yang ahli dalam meruqyah. Hal ini sesuai dengan
ُ َل َما َر َقي. Dia tidak meruqyah, hanya membacakan alpernyataannya ب
ِ ْت إِ ّل ِبْْأ ُ ّم ْال ِك َتْْا
26
27
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ju’fi, Shahih al-Bukhari, hlm. 190.
Al-Hafizh al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, hlm. 836.
8
Fatihah. Menurut hadis ini, al-Fatihah digunakan sebagai ruqyah untuk
menyembuhkan penyakit.
Hadis Ketiga.
Hadis ketiga ini menjelaskan bahwa ketika Rasulullah saw sakit, beliau membaca alMu’awwidzat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa al-Mu’awwidzat dapat dijadikan
sebagai obat/doa penyembuhan.
Hadis Keempat.
Tidak jauh berbeda dengan hadis yang ketiga, hadis yang keempat ini menyatakan
bahwa Rasulullah saw membaca al-Mu’awwidzat pada kedua tangannya (semacam
posisi berdoa, mengangkat tangan) lalu kemudian menyapukan tangannya ke seluruh
anggota badan yang bisa dijangkau oleh beliau. Hal ini dilakukan ketika bersiap untuk
tidur.
Berdasarkan keempat hadis di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
hadis yang menggambarkan interaksi generasi Islam awal dengan al-Fatihah dan alMu’awwidzat adalah hadis yang kedua, ketiga, dan keempat. Oleh karena itu,
selanjutnya hadis yang digunakan adalah ketiga hadis tersebut.
Resepsi al-Fatihah dan al-Mu’awwidzat oleh Rasulullah saw dan Sahabat
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, generasi Islam awal memiliki
interaksi dengan al-Qur'an, baik hanya dalam menghafalnya, menulisnya, sampai
dijadikan doa/pengobatan. Dari interaksi yang terjadi, di sini terdapat dua pihak, yaitu
al-Qur'an sebagai teks dan Rasulullah saw serta sahabat sebagai pembaca.
Sekedar mengulas teori resepsi yang dikemukakan oleh Wolfgang Iser, bahwa
antara teks (dalam hal ini al-Fatihah dan al-Mu’awwidzat) dengan pembaca terdapat
sebuah ruang (kesenjangan). Ruang ini kemudian diisi oleh si pembaca. Isi yang
diberikan oleh pembaca sangat bergantung dengan pengalaman, latar belakang dan
kultur si pembaca. Teori ini menitikberatkan pada pembaca dan karya sastra secara
individual dan dalam dimensi waktu tertentu, yaitu dimensi waktu saat masa
Rasulullah saw. Resepsi yang dimaksud di sini adalah bagaimana al-Fatihah dan alMu’awwidzat sebagai teks diresepsi atau diterima oleh generasi Islam awal dan
bagaimana mereka memberikan reaksi terhadapnya. Dalam hal ini, al-Fatihah dan alMu’awwidzat memiliki makna yang mengarahkan reaksi pembacanya (Rasulullah saw
dan sahabat).
9
Hadis pertama, hadis yang menjelaskan bahwa salah seorang sahabat membacakan
al-Fatihah untuk menyembuhkan penyakit pemimpin suku yang terkena ular berbisa.
ٌ ْار َي
ْ ْة َف َقْْا َل
ْ ير َل َنا َف َن َز ْل َنا َف َجا َء
اق
ٍ ت إِنّ َس ْ ّي َد ْال َحيّ َسْلِي ٌم َوإِنّ َن َف َر َنا غَ يْبٌ َف َهْ ْل ِم ْن ُك ْم َر
ٍ َِعنْ أَ ِبي َسعِي ٍد ْال ُخ ْد ِريّ َقا َل ُك ّنا فِي مَس
ِ ت َج
ِين َشا ًة َو َس َقا َنا لَ َب ًنا َفلَمّا َر َج َع قُ ْل َنا لَ ُه أَ ُك ْنتَ ُتحْ سِ نُ ُر ْق َي ًة أَ ْو ُك ْنتَ َترْ قِي
َ َف َقا َم َم َع َهاْ َر ُج ٌل َما ُك ّنا َنأْ ُب ُن ُه ِب ُر ْق َي ٍة َف َر َقاهُ َف َب َرأَ َفأ َ َم َر لَ ُه ِب َث َلث
ّ صْلّى
ُ َقا َل َل َما َر َقي
ُاُ َعلَ ْيْ ِه َو َسْلّ َم َفلَمّا َقْ ِد ْم َنا ْال َمدِي َنْ َة َذ َكرْ َنْْاه
ِ ْت إِ ّل ِبأ ُ ّم ْال ِك َتا
َ ّب قُ ْل َنا َل ُتحْ د ُِثوا َش ْي ًئا َح ّتى َنأْت َِي أَ ْو َن ْسْأ َ َل ال ّن ِبي
ّ صلّى
ان ي ُْد ِري ِه أَ ّن َها ُر ْق َي ٌة ا ْقسِ مُوا َواضْ ِربُوا لِي ِب َسه ٍْم
َ اُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َف َقا َل َو َما َك
َ ّلِل ّن ِبي
Antara al-Fatihah dengan sahabat terdapat sebuah ruang. Ruang ini kemudian diisi
oleh sahabat dengan menerapkan al-Fatihah untuk mengobati pimpinan suku yang
terkena bisa ular. Al-Fatihah merupakan surat yang agung, yang mengandung seluruh
makna al-Qur'an.28 Dari makna agung yang diberikan oleh al-Qur'an ini kemudian
ditanggapi oleh sahabat dengan membacakannya untuk orang yang sedang sakit (bisa
ular). Al-Fatihah dengan keagungannya diharapkan dapat menyembuhkan penyakit
bisa ular tersebut.
Hadis kedua, al-Mu’awwidzat digunakan sebagai doa untuk penyakit.
ّ صلّى
ّ َعنْ َعا ِئ َش َة َرضِ َي
ْ ْْرأ ُ َعلَى َن ْف ِسْ ِه ِب
ُ ُت َو َي ْنف
ْ ث َفلَمّا
ْ ْان إِ َذا
اشْ َت ّد
ِ ْالم َُعوّ َذا
ِ ّ اُ َع ْن َها أَنّ َرسُو َل
َ ْاشْ َت َكى َي ْق
َ ْاُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َك
َ ا
ُ َو َج ُع ُه ُك ْن
مْس ُح ِب َي ِد ِه َر َجا َء َب َر َك ِت َها
َ َت أَ ْق َرأ ُ َعلَ ْي ِه َوأ
Ruang (kesenjangan) yang ada di antara al-Mu’awwidzat dengan Rasulullah saw diisi
oleh Rasulullah saw dengan menggunakannya sebagai doa untuk penyakit. Makna
dari ketiga surat al-Mu’awwidzat sendiri adalah meminta perlindungan dari Allah.
Kemudian Rasulullah saw memberikan tanggapan dengan menggunakannya untuk
obat sakit. Dengan harapan, Allah melindungi Rasulullah saw ketika sedang dalam
keadaan sakit, dan bukan sakit karena kerasukan.
Hadis ketiga, al-Mu’awwidzat digunakan sebagai doa sebelum tidur.
ّ ِيه َما قُ ْل ه َُو
ّ صلّى
َ ان إِ َذا أَ َوى إِلَى ف َِراشِ ِه ُك ّل لَ ْيلَ ٍة َج َم َع َك ّف ْي ِه ُث ّم َن َف
اُ أَ َح ٌد َو
َ اُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َك
َ َّعنْ َعا ِئ َش َة أَنّ ال ّن ِبي
ِ ِيه َما َف َق َرأَ ف
ِ ثف
ُ ُوذ ِب َربّ ْال َفلَ ِق َو قُ ْل أَع
ُ قُ ْل أَع
ْاع مِنْ َج َسْ ِد ِه َي ْبْ َدأ ُ ِب ِه َما َعلَى َر ْأ ِسْ ِه َو َوجْ ِهْ ِه َو َما أَ ْق َبْ َل مِن
ْ مْس ُح ِب ِه َما َما
َ اسْ َت َط
َ اس ُث ّم َي
ِ ُوذ ِب َربّ ال ّن
َ َج َس ِد ِه َي ْف َع ُل َذل َِك َث َل
ت
ٍ ث مَرّ ا
Ruang kosong antara al-Mu’awwidzat dengan Rasulullah saw diisi dengan
menggunakannya sebagai doa sebelum tidur. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada
hadis kedua, al-Mu’awwidzat mengandung makna meminta perlindungan kepada
Allah. Dengan demikian, tanggapan yang diberikan Rasulullah saw terhadapnya
adalah menggunakan al-Mu’awwidzat untuk doa sebelum tidur. Maksudnya
28
Salah satu bukti bahwa al-Fatihah adalah hal yang agung, salah satu ungkapan dari Hasan alBishri “Tuhan telah mengikhtisarkan ilmu-ilmu dari kitab-kitab sebelumnya di salam al-Qur'an.
Kemudian, Dia mengikhtisarkan ilmu-ilmu al-Qur'an di dalam al-Fatihah. Barang siapa menguasai
tafsir al-Fatihah, maka seakan ia telah menguasai tafsir seluruh kitab yang diwahyukan”. Dikutip dari
Zaini Mun’im, Tafsir Surat al-Fatihah: dari Naskah Tafsir al-Qur'an bi al-Imla’ (Yogyakarta:
Forstudia, 2004), hlm. xxiv.
10
menggunakannya agar Allah memberikan perlindungan-Nya ketika Rasulullah saw
dalam keadaan tidur, tidak diganggu oleh keburukan yang diciptakan-Nya, dll.
Penutup
Al-Qur'an merupakan karya sastra terbesar, inilah statement yang dicetuskan
oleh Amin al-Khuli. Oleh karena itu, al-Qur'an dapat diteliti menggunakan
pendekatan susastra. Resepsi sebagai salah satu kritik karya sastra digunakan untuk
meneliti resepsi al-Qur'an (al-Fatihah dan al-Mu’awwidzat) oleh generasi Islam awal,
yaitu pada masa Rasulullah saw. Interaksi antara al-Fatihah dan al-Mu’awwidzat
dengan generasi Islam awal telah digambarkan dalam beberapa hadis, di antaranya
adalah hadis yang terdapat dalam Kitab Fadhail al-Qur'an dalam kitab hadis Shahih
al-Bukhari.
Rasulullah saw dan sahabat memberikan tanggapan pada al-Fatihah dan alMu’awwidzat, namun tanggapan mereka pun masih dalam wilayah cakupan teks (alFatihah dan al-Mu’awwidzat). Salah satu contohnya yaitu Rasulullah menggunakan
al-Mu’awwidzat sebagai doa ketika akan tidur. Salah satu makna yang ditawarkan
oleh al-Mu’awwidzat adalah meminta perlindungan kepada Allah. Makna ini
kemudian direalisasikan oleh Rasulullah saw dengan menggunakannya untuk doa
sebelum tidur, agar selama tidur mendapat perlindungan dari Allah melalui perantara
al-Mu’awwidzat yang dibaca.
Daftar Pustaka
Abdullah, Imran T. “Resepsi Sastra Teori dan Penerapannya” dalam Jabrohim (.ed),
Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Masyarakat Poetika Indonesia Ikip
Muhammadiyah, 1994.
al-Asqalani, Al-Hafizh al-Imam Ibnu Hajar. Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari. terj.
Amir Hamzah. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah. Shahih al-Bukhari. Muhaqqiq:
Muhammad Zuhair bin Nashir an-Nashir. Juz 6. Dar Thauq an-Najah, 1422 H.
Fadlulloh, Muha. “Penggunaan Tanda Waqaf al-Waqf wa al-Ibtida’ pada Mushhaf alQuddus bi al-Rasm al-‘Utsmani: Tinjauan Resepsi al-Qur'an”, Skripsi Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2013.
11
Jalil, Abdul. “Sejarah Pembelajaran al-Qur'an di Masa Nabi Muhammad saw”.
Insania, vol. 18, no. 1, Januari-April 2013.
Mansur, Muhammad. “Amin al-Khuli dan ‘Pergeseran Paradigma’ Tafsir al-Qur'an
salam Muhammad Chirzin (.ed), Studi Kitab Tafsir Modern-Kontemporer.
Yogyakarta: TH Press, 2012.
Mukhtar, Muhammad. “Resepsi Santri Lembaga Tahfizhul Qur'an Pondok Pesantren
Wahid Hasyim terhadap al-Qur'an”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2007.
Mun’im, Zaini. Tafsir Surat al-Fatihah: dari Naskah Tafsir al-Qur'an bi al-Imla’.
Yogyakarta: Forstudia, 2004.
Rafiq, Ahmad. Mata Kuliah Metodologi Penelitian al-Qur'an dan Tafsir, pada tanggal
12 Februari 2015.
Setiadi, Agus, dkk. “Studi Kitab Hadis Shahih al-Bukhari”. Makalah Fakultas
Ushuluddin Yogyakarta, 2014.
Setiawan, M. Nur Kholis. al-Qur'an Kitab Sastra Terbesar. Yogyakarta: elSAQ Press,
2006.
Terjemah Lidwa Pusaka.
12
RASULULLAH SAW
(Analisis terhadap Hadis-Hadis Fadhail al-A’mal dalam Kitab Shahih alBukhari)
Ade ‘Amiroh
Mahasiswa Jurusan Ilmu al-Qur'an dan Tafsir 13530058
Abstrak
Tulisan ini membahas resepsi al-Fatihah dan al-Mu’awwidzat pada masa Islam
generasi awal, yaitu pada masa Rasulullah saw. Resepsi merupakan salah satu teori
kritik sastra yang menyatakan bahwa seorang pembaca tidak pasif dalam menanggapi
sebuah teks. Terdapat sebuah peran di situ. Teori ini kemudian digunakan untuk
membaca interaksi umat Islam generasi awal dengan al-Qur'an, khususnya al-Fatihah
dan al-Mu’awwidzat. Interaksi ini dijelaskan di beberapa kitab hadis, salah satunya di
dalam bab Fadhail al-A’mal dalam kitab Shahih al-Bukhari. Hadis-hadis tersebut
kemudian dibaca menggunakan teori resepsi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa masyarakat Islam generasi awal telah melakukan resepsi terhadap al-Qur'an,
pembaca secara tersirat membawa maknanya sendiri namun teks/al-Qur'an pun tidak
diam.
Kata-Kata Kunci: Resepsi, al-Fatihah dan al-Mu’awwidzat, Rasulullah saw, Sahabat.
Pendahuluan
Al-Qur'an merupakan pedoman hidup umat Islam yang berisi ajaran dan
tuntunan agar pemeluknya selamat di dunia dan akhirat. Selain itu, al-Qur'an juga
memuat prinsip-prinsip dasar terkait ilmu pengetahuan dan peradaban. Namun hal ini
bukan berarti bahwa al-Qur'an adalah buku ilmiah atau ensiklopedi ilmu, tetapi ia
lebih layak disebut sebagai sumber yang memberikan motivasi dan inspirasi untuk
melahirkan ilmu pengetahuan dan peradaban dengan berbagai dimensi. 1 Oleh sebab
itu, dari al-Qur'an muncul berbagai macam teori, baik secara induksi maupun deduksi.
Al-Qur'an diturunkan sekitar 14 abad yang lalu. Sejak awal diturunkannya,
Rasulullah saw dan para sahabat telah berinteraksi dengan al-Qur'an. Interaksi yang
1
Abdul Jalil, Sejarah Pembelajaran al-Qur'an di Masa Nabi Muhammad saw”, Insania, vol. 18,
no. 1, Januari-April 2013, hlm. 2, dikutip dari Hude, dkk, 2002: 5.
1
paling awal –dalam sejarah al-Qur'an-, adalah periwayatan/pembelajaran al-Qur'an
secara oral. Rasulullah saw mengajarkan al-Qur'an kepada para sahabat, sahabat
kepada sahabat yang lain, dan begitu seterusnya. Namun hal tersebut juga tidak
menafikan adanya tulisan al-Qur'an pada saat itu.
Selain interaksi tersebut, terdapat interaksi lain antara sahabat dengan al-Qur'an,
yaitu Rasulullah saw dan sahabat membaca surat-surat atau ayat-ayat tertentu ketika
akan melakukan atau terjadi sesuatu. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa hadis yang
menggambarkannya. Misalnya hadis yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw
membaca al-Mu’awwidzat sebelum beliau tidur.
Di lain sisi, al-Qur'an, meminjam pendapatnya Amin al-Khuli 2, merupakan kitab
sastra terbesar (Kitab al-‘Arabiyyah al-Akbar).3 Menurutnya, hal ini karena al-Qur'an
mengabadikan Bahasa Arab, menjadikan kebanggaan Bahasa Arab, dan kearabannya
diakui oleh semua orang Arab, apapun agama mereka selama mereka masih
menyadari kearaban mereka. Dengan demikian, al-Qur'an sebagai karya sastra
terbesar tentu saja bisa didekati dengan pendekatan susastra.4
Teori resepsi merupakan salah satu pendekatan susastra. Secara singkat teori ini
dapat disebut dengan aliran yang meneliti teks sastra (dalam hal ini al-Qur'an) dengan
bertitik-tolak pada pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks
tersebut.5 Dengan demikian, dalam interaksi antara teks dan pembaca, keduanya
memiliki peran yang aktif; teks memiliki makna, pembaca juga memiliki makna.
Teori Resepsi (Reader Response Theory)
Resepsi berasal dari kata recipire (Yunani) dan reception (Inggris), yang secara
harfiah berarti penerimaan atau penyambutan. Teori resepsi merupakan salah satu
aliran sastra yang meneliti karya sastra dengan memfokuskan kajiannya terhadap
2
Nama lengkapnya Amin Ibn Ibrahim Abdul Baqi’ Ibn Amir Ibn Ismail Ibn Yusul al-Khuli.
Beliau adalah salah seorang mufassir modern, yang memproklamirkan lahirnya tafsir al-Qur'an dengan
gaya baru, yaitu tafsir sastrawi. Lihat lebih lanjut Muhammad Mansur, “Amin al-Khuli dan ‘Pergeseran
Paradigma’ Tafsir al-Qur'an dalam Muhammad Chirzin (.ed), Studi Kitab Tafsir Modern-Kontemporer
(Yogyakarta: TH Press, 2012), hlm. 1-13.
3
Muhammad Mansur, “Amin al-Khuli dan ‘Pergeseran Paradigma’ Tafsir al-Qur'an dalam
Muhammad Chirzin (.ed), Studi Kitab Tafsir Modern-Kontemporer (Yogyakarta: TH Press, 2012), hlm.
15-16.
4
M. Nur Kholis Setiawan, al-Qur'an Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: elSAQ Press, 2006),
hlm. x.
5
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori dan Penerapannya” dalam Jabrohim (.ed), Teori
Penelitian Sastra (Yogyakarta: Masyarakat Poetika Indonesia Ikip Muhammadiyah, 1994), hlm. 150.
2
reaksi/tanggapan pembaca terhadap teks.6 Sederhananya, resepsi adalah bagaimana
teks diterima oleh pembaca dan bagaimana reaksi yang diberikan olehnya.
Pada dasarnya, seorang pembaca itu terbagi menjadi tiga kategori; intended
reader, real reader, dan implied reader.7 Kategori pertama adalah pembaca sebagai
intended reader. Pada kategori pertama ini, teks diposisikan menjadi sesuatu yang
menguasai, dan pembaca harus menuruti apapun yang ada dalam teks. Sehingga,
pembaca tidak memiliki peran sama sekali. Dengan kata lain, pembaca ‘mati’ yang
dicetak sesuai dengan keinginan teks atau penulis teks. Pembaca dengan kategori ini
terkesan dengan tekstual.
Kategori selanjutnya yaitu real reader. Pembaca sebagai real reader adalah
pembaca yang hidup dan menganggap teks itu mati; tidak memiliki makna. Dengan
demikian, hasil pembacaannya terserah oleh siapa yang membacanya, tidak peduli
teks berkata apa.
Sementara, implied reader, kategori pembaca yang ketiga, pembaca tidak diam,
begitu juga dengan teks. Pembaca dan teks sama-sama memiliki makna. Hubungan
inilah kemudian disebut dengan interpretive community. Pada interpretive community
ini muncullah sebuah interaksi antara teks dengan pembaca, yang disebut dengan
resepsi pembaca terhadap teks.
Teori resepsi lahir bersamaan dengan beberapa teori kritik sastra baru yang lain,
yaitu semiotika dan interteks. Hal ini disebabkan bergesernya kecenderungan dalam
disiplin kritik sastra Barat; dari strukturalisme menjadi Post-strukturalisme. Dan teori
resepsi muncul sebagai varian kritik sastra Post-strukturalisme.8
Teori ini berasumsi bahwa sebuah teks tidak diapresiasi secara pasif oleh
pembacanya, tetapi pembaca juga turut berperan dalam menafsirkan makna teks
berdasarkan latar belakang, kultur serta pengalaman pribadinya. Dengan kata lain,
pembaca akan melakukan konkretisasi (realitas makna) terhadap teks9 atau makna
teks tidak diasumsikan sebagai sesuatu yang tercipta secara inheren di dalam teks,
6
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori dan Penerapannya” dalam Jabrohim (.ed), Teori
Penelitian Sastra, hlm. 150.
7
Mata Kuliah Metodologi Penelitian al-Qur'an dan Tafsir oleh Bapak Ahmad Rafiq, pada
tanggal 12 Februari 2015.
8
Muhammad Mukhtar, “Resepsi Santri Lembaga Tahfizhul Qur'an Pondok Pesantren Wahid
Hasyim terhadap al-Qur'an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007, hlm.
34, dikutip dari Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra (Yogyakarta:
Pustaka Pelajaran, 2004), hlm. 163.
9
Muha Fadlulloh, “Penggunaan Tanda Waqaf al-Waqf wa al-Ibtida’ pada Mushhaf al-Quddus
bi al-Rasm al-‘Utsmani: Tinjauan Resepsi al-Qur'an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2013, hlm. 71, dikutip dari Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra,
hlm. 119.
3
melainkan tercipta dalam relasi antara teks dan pembacanya10. Dengan demikian,
dalam membaca sebuah karya sastra, terdapat dua pihak yang melakukan timbal balik,
yaitu teks dan pembaca.
Resepsi yang berfungsi sebagai teori pengkajian atas respons pembaca karya
sastra, muncul secara partikular di Amerika dan Jerman pada kisaran tahun 1960 yang
diwakili sejumlah tokoh, seperti Norman Holland, Stanley Fish, Wolfgang Iser, dan
Hans Robert Jauss, mereka meneruskan penelitian Inggarden (Fenomenologi),
Mukarovsky (Strukturalis Praha) dan Gadamer (hermeneutika). 11 Dalam penelitian
kali ini, penulis menggunakan teori resepsi yang dikemukakan oleh Wolfgang Iser
(Die Appel-Struktur der Texte: 1975) untuk membaca resepsi yang dilakukan oleh
umat Islam generasi awal terhadap al-Qur'an.
Iser membicarakan tentang konsep wirkung (efek), yaitu cara sebuah teks
mengarahkan reaksi pembaca terhadapnya. Menurut Iser, sebuah teks sastra dicirikan
oleh kesenjangan atau bagian-bagian yang tidak ditentukan. Kesenjangan tersebut
adalah salah satu faktor penting efek yang hadir dalam teks untuk diisi oleh pembaca.
Apabila pembaca berhasil menjembatani kesenjangan tersebut, maka berbagai
kemungkinan komunikasipun telah dimulai. Aktivitas pembaca dalam proses
menjembatani kesenjangan atau mengisi tempat terbuka (blank, openness) dikontrol
oleh teks itu sendiri.12 Teori Iser ini lebih menitikberatkan pada pembaca dan karya
sastra secara individual dan dalam dimensi waktu tertentu.13
Metode resepsi sastra mendasarkan diri pada teori bahwa karya sastra sejak
terbitnya selalu mendapat tanggapan dari pembacanya.14 Tugas resepsi estetik
berkenaan dengan interpretasi adalah meneliti konkretisasi (realitas makna) pembaca
terhadap sebuah teks sastra.15
10
Muhammad Mukhtar, “Resepsi Santri Lembaga Tahfizhul Qur'an Pondok Pesantren Wahid
Hasyim terhadap al-Qur'an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007, hlm.
35.
11
Muhammad Mukhtar, “Resepsi Santri Lembaga Tahfizhul Qur'an Pondok Pesantren Wahid
Hasyim terhadap al-Qur'an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007, hlm.
--.
12
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori...” dalam Jabrohim (.ed), Teori Penelitian Sastra,
hlm. 151.
13
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori...” dalam Jabrohim (.ed), Teori Penelitian Sastra,
hlm. 163.
14
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori...” dalam Jabrohim (.ed), Teori Penelitian Sastra,
hlm. 152.
15
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori...” dalam Jabrohim (.ed), Teori Penelitian Sastra,
hlm. 153.
4
Sedangkan penerapan metode penelitian resepsi sastra dirumuskan ke dalam
tiga pendekatan; penelitian resepsi sastra secara eksperimental, penelitian resepsi
lewat kritik sastra dan penelitian resepsi intertekstualitas.16
Penelitian yang pertama (secara eksperimental) di satu sisi tampak menarik,
namun di sisi yang lain mengalami berbagai kesulitan dalam praktik di lapangan.
Penelitian yang keduk (kritik sastra) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
sinkronik17 dan diakronik18. Sementara penelitian ketiga, misalnya dalam kaitannya
dengan kesusastraan Indonesia modern, baik dalam prosa maupun puisi.19
Fadhail al-A’mal dalam Kitab Shahih al-Bukhari
Sahih al-Bukhari adalah salah satu kitab hadis primer, di samping Shahih
Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Abu Daud, dan kitab-kitab yang lain. Nama lengkap
dari kitab ini adalah al-Jami’ alMusnad al-Shahih al-Mukhtashar min Umuri
Rasulillah saw wa Sunaihi wa Ayyamihi.
Kitab hadis karya Imam Bukhari ini telah diakui kualitas keshahihannya oleh
para ulama. Namun, hal ini bukan berarti bahwa hadis di selain Shahih al-Bukhari dan
Shahih Muslim itu tidak sahih. Kitab ini disusunnya selama 16 tahun, dan merupkan
hasil seleksi dari 600.000 hadis.20
Kitab Shahih al-Bukhari ini disusun dengan pembagian beberapa judul. Judul
ini dikenal dengan istilah kitab. Adapun jumlah kitab dalam Shahih al-Bukhari ini
adalah 97 kitab. Kemudian, beberapa kitab (judul) tersebut dibagi lagi menjadi
beberapa subjudul, subjudul ini dikenal dengan istilah bab. Jumlah total bab-nya
adalah 4550 bab, yang dimulai dengan Kitab Bad’ al-Wahy dan diakhiri dengan Kitab
at-Tauhid. Sedangkan terkait jumlah hadisnya, Ibn Shalah, dalam Muqaddimah-nya
menyebutkan bahwa jumlah hadis dalam Shahih al-Bukhari sebanyak 7275 hadis,
dengan pengulangan. Dan 4000 hadis tanpa pengulangan.21
Fadhail al-A’mal adalah salah satu kitab yang terdapat dalam kitab Shahih alBukhari. Kitab ini terdiri dari beberapa bab, di antaranya yaitu Bab Fadhl Fatihah al16
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori...” dalam Jabrohim (.ed), Teori Penelitian Sastra,
hlm. 153.
17
Penelitian secara sinkronik maksudnya meneliti resepsi sastra dalam kurun masa atau periode
tertentu yang setara (horizontal).
18
Penelitian secara diakronik maksudnya meneliti resepsi sastra secara vertikal.
19
Imran T. Abdullah, “Resepsi Sastra Teori...” dalam Jabrohim (.ed), Teori Penelitian Sastra,
hlm. 153-154.
20
Agus Setiadi, dkk, “Studi Kitab Hadis Shahih al-Bukhari”, Makalah Fakultas Ushuluddin
Yogyakarta, 2014, hlm. 8.
21
Agus Setiadi, dkk, “Studi Kitab Hadis Shahih al-Bukhari”, hlm. 9.
5
Kitab dan Bab Fadhl al-Mu’awwidzat. Yaitu bab yang hadisnya akan dibahas dalam
penelitian ini.
Bab Fadhl Fatihah al-Kitab dan Bab Fadhl al-Mu’awwidzat, masing-masing
terdiri dari 2 hadis. Hadis-hadis tersebut menggambarkan keutamaan dari Surat alFatihah dan Surat al-Mu’awwidzat. Adapun Surat al-Fatihah adalah surat pembuka
dari kitab suci al-Qur'an, yang juga disebut dengan al-Sab’ al-Matsani. Sedangkan
Surat al-Mu’awwidzat itu adalah sebutan bagi ketiga surat akhir dalam Mushhaf
‘Utsmani, yaitu Surat al-Ikhlash, Surat al-Falaq dan Surat al-Nas. Penggunaan kata
jamak (al-Mu’wwidzat; jamak muannats salim) berdasarkan pendapat bahwa jumlah
minimal dari jamak adalah dua. Surat al-Ikhlash masuk dalam kategori alMu’awwidzat dalam konteks dominasi suatu kata atas kata yang lain, mengingat
dalam surat al-Ikhlash terdapat sifat Allah, meski tidak ada penegasan kata
ta’awwudz.22
Hadis-Hadis Interaksi Rasulullah saw dan Sahabat dengan al-Fatihah dan alMu’awwidzat dalam Bab Fadhail al-A’mal Kitab Shahih al-Bukhari
Dalam kitab Shahih al-Bukhari terdapat beberapa hadis yang menggambarkan
interaksi generasi Islam awal dengan QS. al-Fatihah dan QS. al-Mu’awwidzat. Di
antara hadis-hadis tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kitab Fadhail al-A’mal, Bab Fadhl Fatihah al-Kitab, nomor hadis 5006.23
ُ ا َح ّد َث َنا َيحْ َيى بْنُ َسعِي ٍد َح ّد َث َنا
ْن عَاصِ ٍم َعنْ أَ ِبي
ِ ّ َح ّد َث َنا َعلِيّ بْنُ َع ْب ِد
ِ شعْ َب ُة َقا َل َح ّد َثنِي ُخ َبيْبُ بْنُ َع ْب ِد الرّ حْ َم ِن َعنْ َح ْف
ِ صب
ّ صلّى
ُ ا إِ ّني ُك ْن
ُ اُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َفلَ ْم أ ُ ِج ْبْ ُه قُ ْل
ُ ْن ْال ُم َعلّى َقا َل ُك ْن
صْلّي َقْْا َل أَلَ ْم
ِ ّ ت َيا َر ُسْو َل
َ ُت أ
َ ّصلّي َفدَ َعانِي ال ّن ِبي
َ ُت أ
ِ َسعِي ِد ب
ّ َيقُ ْل
آن َق ْبْ َل أَنْ َت ْخْ ُر َج مِنْ ْال َم ْسْ ِج ِد َفأ َ َخْ َذ
ِ ّ ِ اُ { اسْ َت ِجيبُوا
َ ُْك أَعْ َظ َم ُس
َ ُول إِ َذا دَ َعا ُك ْم } ُث ّم َقا َل أَ َل أ ُ َعلّم
ِ ل َولِلرّ س
ِ ْور ٍة فِي ْالقُْْر
ُ ِب َيدِي َفلَمّا أَ َر ْد َنا أَنْ َن ْخ ُر َج قُ ْل
ِي
ِ ّ ِ آن َقْْا َل ْال َح ْمْ ُد
ِ ّ ت َيا َر ُسْو َل
َ ِين ه
َ ل َربّ ْال َعْْالَم
َ ْك أَعْ َظ َم ُس
َ ك قُ ْلتَ َل ُ َعلّ َم ّن
َ ا إِ ّن
ِ ْور ٍة مِنْ ْالقُْْر
ال ّس ْب ُع ْال َم َثانِي َو ْالقُرْ آنُ ْال َعظِ ي ُم الّذِي أُوتِي ُت ُه
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah Telah menceritakan kepada
kami Yahya bin Sa'id Telah menceritakan kepada kami Syu'bah Telah
menceritakan kepadaku Khubaib bin Abdurrahman dari Hafsh bin Ashim dari
Abu Sa'id Al Mu'alla ia berkata; Suatu ketika aku sedang shalat, tiba-tiba
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memanggilku namun aku tidak
menjawab panggilannya. Seusai shalat, aku berkata kepada beliau, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya tadi aku sedang shalat."Beliau bersabda: "Bukankah
Allah telah berfirman: 'Penuhilah panggilan Allah dan panggilan Rasul-Nya
bila ia mengajak kalian..'"kemudian beliau bersabda: "Maukah kamu aku ajari
22
Al-Hafizh al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, terj. Amir
Hamzah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), jilid --, hlm. 861.
23
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ju’fi, Shahih al-Bukhari, muhaqqiq:
Muhammad Zuhair bin Nashir an-Nashir, juz 6 (Dar Thauq an-Najah, 1422 H), hlm. 187. Dalam
Software Maktabah Syamilah.
6
satu surat yang paling agung yang terdapat dalam Al Qur`an sebelum kamu
keluar dari Masjid?"Lalu beliau memegang tanganku, dan ketika kami hendak
keluar, aku berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anda telah berkata,
'Sungguh, aku akan mengajarkan padamu suatu surat yang paling agung dari
Al Qur`an.'" Beliau pun bersabda: "Yaitu: 'AL HAMDULILLAHI RABBIL
'AALAMIIN..' ia adalah As Sab'u Al Matsaanii (tujuh yang berulang-ulang) dan
Al Qur`an yang agung yang telah diberikan kepadaku."
2. Kitab Fadhail al-A’mal, Bab Fadhl Fatihah al-Kitab, nomor hadis 5007.24
ْ َْح ّد َثنِي م َُح ّم ُد بْنُ ْال ُم َث ّنى َح ّد َث َنا َوهْ بٌ َح ّد َث َنا ِه َشا ٌم َعنْ م َُح ّم ٍد َعنْ َمعْ َب ٍد َعنْ أَ ِبي َسعِي ٍد ْال ُخ
ير لَ َنا َف َن َز ْل َنا
ٍ ْ ْد ِريّ َقْْا َل ُك ّنا فِي َم ِس
ْ َار َي ٌة َف َقال
ْ َف َجا َء
اق َف َقا َم َم َع َهاْ َر ُج ٌل َما ُك ّنا َنأْ ُب ُن ُه ِب ُر ْق َي ٍة َف َر َقاهُ َف َب َرأَ َفأ َ َم َر
ٍ ت إِنّ َسيّدَ ْال َحيّ َسلِي ٌم َوإِنّ َن َف َر َنا َغيْبٌ َف َه ْل ِم ْن ُك ْم َر
ِ ت َج
ُ ِين َشا ًة َو َس َقا َنا لَ َب ًنا َفلَمّا َر َج َع قُ ْل َنا لَ ُه أَ ُك ْنتَ ُتحْ سِ نُ ُر ْق َي ًة أَ ْو ُك ْنتَ َترْ قِي َقا َل َل َما َر َقي
ب ُق ْل َنا َل ُتحْ ْ د ُِثوا
ِ ْت إِ ّل ِبأ ُ ّم ْال ِك َتْْا
َ لَ ُه ِب َث َلث
ّ صْلّى
ّ صلّى
ْان
َ ْاُ َعلَ ْيْ ِه َو َسْلّ َم َف َقْْا َل َو َما َك
َ ّاُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َفلَمّا َق ِد ْم َنا ْال َمدِي َنْ َة َذ َكرْ َنْْاهُ لِل ّن ِبي
َ َّش ْي ًئا َح ّتى َنأْت َِي أَ ْو َنسْ أ َ َل ال ّن ِبي
َ
َ
ين َحْْ ّد َثنِي
ِ ار
َ ير
ِ ِث َح ّد َث َنا ِه َشا ٌم َح ّد َث َنا م َُح ّم ُد بْنُ س
ِ ي ُْد ِري ِه أ ّن َها ُر ْق َي ٌة ا ْقسِ مُوا َواضْ ِربُوا لِي ِب َسه ٍْم َو َقا َل أبُو َمعْ َم ٍر َح ّد َث َنا َع ْب ُد ْال َو
ين َعنْ أَ ِبي َسعِي ٍد ْال ُخ ْد ِريّ ِب َه َذا
َ ير
ِ َِمعْ َب ُد بْنُ س
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mtsanna Telah menceritakan
kepada kami Wahb Telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Muhammad
dari Ma'bad dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata; Dalam perjalanan yang kami
lakukan, kami singgah di suatu tempat, lalu datanglah seorang wanita dan
berkata, "Sesungguhnya ada seorang kepala kampung sakit, sementara orangorang kami sedang tiada. Apakah salah seorang dari kalian ada yang bisa
meruqyah?" Maka berdirilah seorang laki-laki yang kami sendiri tidak tahu
bahwa ia bisa meruqyah. Ia beranjak bersama wanita itu, lalu meruqyah, dan
ternyata yang diruqyah sembuh. Kemudian sang kepala kampung
memerintahkan agar laki-laki itu diberi tiga puluh ekor kambing, dan kami pun
diberinya minuman susu. Setelah pulang, kami bertanya padanya, "Apakah
kamu memang seorang yang pandai meruqyah?" Ia menjawab, "Tidak, dan
tidaklah aku meruqyahnya, kecuali dengan Ummul Kitab." Kami katakan,
"Janganlah kalian berbuat apa-apa, hingga kita sampai kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam dan bertanya pada beliau."Ketika kami sampai di Madinah,
kami pun menuturkan hal itu pada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan
beliau bersabda: "Lalu siapa yang memberitahukannya, bahwa itu adalah
ruqyah. Bagikanlah kambing itu, dan aku juga diberi bagian." Abu Ma'mar
berkata; Telah menceritakan kepada kami Abdul Warits Telah menceritakan
kepada kami Hisyam Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sirin
Telah menceritakan kepadaku Ma'bad bin Sirin dari Sa'id Al Khudri dengan
hadits ini.
3. Kitab Fadhail al-A’mal, Bab Fadhl al-Mu’awwidzat, nomor hadis 5016.25
ّ صلّى
ّ ب َعنْ عُرْ َو َة َعنْ َعا ِئ َش َة َرضِ َي
ٌ ُِف أَ ْخ َب َر َنا َمال
اُ َعلَيْْْ ِه
ٍ ْن شِ َها
ِ ّ اُ َع ْن َها أَنّ َرسُو َل
ِ ّ َح ّد َث َنا َع ْب ُد
َ ا
َ ا بْنُ يُوس
ِ ك َعنْ اب
ُ ُت َو َي ْنف
ُ ث َفلَمّا ا ْش َت ّد َو َج ُع ُه ُك ْن
ْس ُح ِب َي ِد ِه َر َجا َء َب َر َك ِت َها
ِ ان إِ َذا ا ْش َت َكى َي ْق َرأ ُ َعلَى َن ْفسِ ِه ِب ْالم َُعوّ َذا
َ ت أَ ْق َرأ ُ َعلَ ْي ِه َوأَم
َ َو َسلّ َم َك
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah mengabarkan
kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah radliallahu 'anha,
bahwasanya; Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menderita sakit,
24
25
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ju’fi, Shahih al-Bukhari, hlm. 187.
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ju’fi, Shahih al-Bukhari, hlm. 190.
7
maka beliau membacakan Al Mu'awwidzaat untuk dirinya sendiri, lalu beliau
meniupkannya. Dan ketika sakitnya parah, maka akulah yang membacakannya
pada beliau, lalu mengusapkan dengan menggunakan tangannya guna
mengharap keberkahannya.
4. Kitab Fadhail al-A’mal, Bab Fadhl al-Mu’awwidzat, nomor hadis 5017.26
ّ صْلّى
اُ َعلَ ْيْ ِه
ٍْ ْن ِشْ َها
ّ َح ّد َث َنا قُ َت ْي َب ُة بْنُ َسعِي ٍد َح ّد َث َنا ْال ُم َف
َ ّب َعنْ ُعْْرْ َو َة َعنْ َعائ َِشْ َة أَنّ ال ّن ِبي
َ ض ُل بْنُ َف
ِ ضالَ َة َعنْ ُع َقي ٍْل َعنْ اب
ُ ْاُ أَ َحْ ٌد َو قُ ْ ْل أَ ُع
ّ ِيه َما قُ ْل ُهْ َْو
َ ان إِ َذا أَ َوى إِلَى ف َِراشِ ِه ُك ّل لَ ْيلَ ٍة َج َم َع َك ّف ْي ِه ُث ّم َن َف
ْق َو قُ ْ ْل
َ ْْوذ ِب
َ َو َسلّ َم َك
ِ ِيه َما َف َق َرأَ ف
ِ ثف
ِ َْْربّ ْال َفل
ُ أَع
َ ْك َث َل
ث
َ ِْاع مِنْ َج َس ِد ِه َيبْدَ أ ُ ِب ِه َما َعلَى َر ْأسِ ِه َو َوجْ ِهْ ِه َو َما أَ ْق َبْ َل مِنْ َج َسْ ِد ِه َي ْف َعْ ُل َذل
َ مْس ُح ِب ِه َما َما اسْ َت َط
َ اس ُث ّم َي
ِ ُوذ ِب َربّ ال ّن
ت
ٍ مَرّ ا
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id Telah menceritakan
kepada kami Al Mufadldlal bin Fadlalah dari Uqail dari Ibnu Syihab dari
Urwah dari Aisyah bahwa biasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila hendak
beranjak ke tempat tidurnya pada setiap malam, beliau menyatukan kedua
telapak tangannya, lalu meniupnya dan membacakan: "QULHUWALLAHU
AHAD.."dan, "QUL `A'UUDZU BIRABBIL FALAQ..." serta, Q
" UL `A'UUDZU
BIRABBIN NAAS.."Setelah itu, beliau mengusapkan dengan kedua tangannya
pada anggota tubuhnya yang terjangkau olehnya. Beliau memulainya dari
kepala, wajah dan pada anggota yang dapat dijangkaunya. Hal itu, beliau
ulangi sebanyak tiga kali.
Dari hadis-hadis di atas, dapat tergambarkan bagaimana interaksi generasi Islam
awal dengan al-Qur'an, khususnya dalam hal ‘Keutamaan al-Fatihah dan alMu’awwidzat.
Hadis Pertama.
Hadis pertama menggambarkan bahwa al-Fatihah adalah surat yang paling agung
dalam al-Qur'an. Dan ia (al-Fatihah) disebut dengan al-Sab’ al-Matsani (tujuh yang
berulang-ulang)
Maksud dari ‘agung’ di sini adalah agung kedudukannya karena pahala yang
didapatkan saat membacanya, meskipun surat yang lain lebih panjang. Hal ini
disebabkan kandungan al-Fatihah yang mencakup makna-makna yang sesuai dengan
hal tersebut.27
Hadis Kedua.
Dari hadis kedua dapat dipahami bahwa salah seorang sahabat menggunakan alFatihah untuk meruqyah seorang pimpinan suku yang terkena ular berbisa. Dan
ternyata seorang pimpinan suku tersebut bisa sembuh, bi idznillah. Padahal, sahabat
yang meruqyah tadi bukan seorang yang ahli dalam meruqyah. Hal ini sesuai dengan
ُ َل َما َر َقي. Dia tidak meruqyah, hanya membacakan alpernyataannya ب
ِ ْت إِ ّل ِبْْأ ُ ّم ْال ِك َتْْا
26
27
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ju’fi, Shahih al-Bukhari, hlm. 190.
Al-Hafizh al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, hlm. 836.
8
Fatihah. Menurut hadis ini, al-Fatihah digunakan sebagai ruqyah untuk
menyembuhkan penyakit.
Hadis Ketiga.
Hadis ketiga ini menjelaskan bahwa ketika Rasulullah saw sakit, beliau membaca alMu’awwidzat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa al-Mu’awwidzat dapat dijadikan
sebagai obat/doa penyembuhan.
Hadis Keempat.
Tidak jauh berbeda dengan hadis yang ketiga, hadis yang keempat ini menyatakan
bahwa Rasulullah saw membaca al-Mu’awwidzat pada kedua tangannya (semacam
posisi berdoa, mengangkat tangan) lalu kemudian menyapukan tangannya ke seluruh
anggota badan yang bisa dijangkau oleh beliau. Hal ini dilakukan ketika bersiap untuk
tidur.
Berdasarkan keempat hadis di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
hadis yang menggambarkan interaksi generasi Islam awal dengan al-Fatihah dan alMu’awwidzat adalah hadis yang kedua, ketiga, dan keempat. Oleh karena itu,
selanjutnya hadis yang digunakan adalah ketiga hadis tersebut.
Resepsi al-Fatihah dan al-Mu’awwidzat oleh Rasulullah saw dan Sahabat
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, generasi Islam awal memiliki
interaksi dengan al-Qur'an, baik hanya dalam menghafalnya, menulisnya, sampai
dijadikan doa/pengobatan. Dari interaksi yang terjadi, di sini terdapat dua pihak, yaitu
al-Qur'an sebagai teks dan Rasulullah saw serta sahabat sebagai pembaca.
Sekedar mengulas teori resepsi yang dikemukakan oleh Wolfgang Iser, bahwa
antara teks (dalam hal ini al-Fatihah dan al-Mu’awwidzat) dengan pembaca terdapat
sebuah ruang (kesenjangan). Ruang ini kemudian diisi oleh si pembaca. Isi yang
diberikan oleh pembaca sangat bergantung dengan pengalaman, latar belakang dan
kultur si pembaca. Teori ini menitikberatkan pada pembaca dan karya sastra secara
individual dan dalam dimensi waktu tertentu, yaitu dimensi waktu saat masa
Rasulullah saw. Resepsi yang dimaksud di sini adalah bagaimana al-Fatihah dan alMu’awwidzat sebagai teks diresepsi atau diterima oleh generasi Islam awal dan
bagaimana mereka memberikan reaksi terhadapnya. Dalam hal ini, al-Fatihah dan alMu’awwidzat memiliki makna yang mengarahkan reaksi pembacanya (Rasulullah saw
dan sahabat).
9
Hadis pertama, hadis yang menjelaskan bahwa salah seorang sahabat membacakan
al-Fatihah untuk menyembuhkan penyakit pemimpin suku yang terkena ular berbisa.
ٌ ْار َي
ْ ْة َف َقْْا َل
ْ ير َل َنا َف َن َز ْل َنا َف َجا َء
اق
ٍ ت إِنّ َس ْ ّي َد ْال َحيّ َسْلِي ٌم َوإِنّ َن َف َر َنا غَ يْبٌ َف َهْ ْل ِم ْن ُك ْم َر
ٍ َِعنْ أَ ِبي َسعِي ٍد ْال ُخ ْد ِريّ َقا َل ُك ّنا فِي مَس
ِ ت َج
ِين َشا ًة َو َس َقا َنا لَ َب ًنا َفلَمّا َر َج َع قُ ْل َنا لَ ُه أَ ُك ْنتَ ُتحْ سِ نُ ُر ْق َي ًة أَ ْو ُك ْنتَ َترْ قِي
َ َف َقا َم َم َع َهاْ َر ُج ٌل َما ُك ّنا َنأْ ُب ُن ُه ِب ُر ْق َي ٍة َف َر َقاهُ َف َب َرأَ َفأ َ َم َر لَ ُه ِب َث َلث
ّ صْلّى
ُ َقا َل َل َما َر َقي
ُاُ َعلَ ْيْ ِه َو َسْلّ َم َفلَمّا َقْ ِد ْم َنا ْال َمدِي َنْ َة َذ َكرْ َنْْاه
ِ ْت إِ ّل ِبأ ُ ّم ْال ِك َتا
َ ّب قُ ْل َنا َل ُتحْ د ُِثوا َش ْي ًئا َح ّتى َنأْت َِي أَ ْو َن ْسْأ َ َل ال ّن ِبي
ّ صلّى
ان ي ُْد ِري ِه أَ ّن َها ُر ْق َي ٌة ا ْقسِ مُوا َواضْ ِربُوا لِي ِب َسه ٍْم
َ اُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َف َقا َل َو َما َك
َ ّلِل ّن ِبي
Antara al-Fatihah dengan sahabat terdapat sebuah ruang. Ruang ini kemudian diisi
oleh sahabat dengan menerapkan al-Fatihah untuk mengobati pimpinan suku yang
terkena bisa ular. Al-Fatihah merupakan surat yang agung, yang mengandung seluruh
makna al-Qur'an.28 Dari makna agung yang diberikan oleh al-Qur'an ini kemudian
ditanggapi oleh sahabat dengan membacakannya untuk orang yang sedang sakit (bisa
ular). Al-Fatihah dengan keagungannya diharapkan dapat menyembuhkan penyakit
bisa ular tersebut.
Hadis kedua, al-Mu’awwidzat digunakan sebagai doa untuk penyakit.
ّ صلّى
ّ َعنْ َعا ِئ َش َة َرضِ َي
ْ ْْرأ ُ َعلَى َن ْف ِسْ ِه ِب
ُ ُت َو َي ْنف
ْ ث َفلَمّا
ْ ْان إِ َذا
اشْ َت ّد
ِ ْالم َُعوّ َذا
ِ ّ اُ َع ْن َها أَنّ َرسُو َل
َ ْاشْ َت َكى َي ْق
َ ْاُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َك
َ ا
ُ َو َج ُع ُه ُك ْن
مْس ُح ِب َي ِد ِه َر َجا َء َب َر َك ِت َها
َ َت أَ ْق َرأ ُ َعلَ ْي ِه َوأ
Ruang (kesenjangan) yang ada di antara al-Mu’awwidzat dengan Rasulullah saw diisi
oleh Rasulullah saw dengan menggunakannya sebagai doa untuk penyakit. Makna
dari ketiga surat al-Mu’awwidzat sendiri adalah meminta perlindungan dari Allah.
Kemudian Rasulullah saw memberikan tanggapan dengan menggunakannya untuk
obat sakit. Dengan harapan, Allah melindungi Rasulullah saw ketika sedang dalam
keadaan sakit, dan bukan sakit karena kerasukan.
Hadis ketiga, al-Mu’awwidzat digunakan sebagai doa sebelum tidur.
ّ ِيه َما قُ ْل ه َُو
ّ صلّى
َ ان إِ َذا أَ َوى إِلَى ف َِراشِ ِه ُك ّل لَ ْيلَ ٍة َج َم َع َك ّف ْي ِه ُث ّم َن َف
اُ أَ َح ٌد َو
َ اُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم َك
َ َّعنْ َعا ِئ َش َة أَنّ ال ّن ِبي
ِ ِيه َما َف َق َرأَ ف
ِ ثف
ُ ُوذ ِب َربّ ْال َفلَ ِق َو قُ ْل أَع
ُ قُ ْل أَع
ْاع مِنْ َج َسْ ِد ِه َي ْبْ َدأ ُ ِب ِه َما َعلَى َر ْأ ِسْ ِه َو َوجْ ِهْ ِه َو َما أَ ْق َبْ َل مِن
ْ مْس ُح ِب ِه َما َما
َ اسْ َت َط
َ اس ُث ّم َي
ِ ُوذ ِب َربّ ال ّن
َ َج َس ِد ِه َي ْف َع ُل َذل َِك َث َل
ت
ٍ ث مَرّ ا
Ruang kosong antara al-Mu’awwidzat dengan Rasulullah saw diisi dengan
menggunakannya sebagai doa sebelum tidur. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada
hadis kedua, al-Mu’awwidzat mengandung makna meminta perlindungan kepada
Allah. Dengan demikian, tanggapan yang diberikan Rasulullah saw terhadapnya
adalah menggunakan al-Mu’awwidzat untuk doa sebelum tidur. Maksudnya
28
Salah satu bukti bahwa al-Fatihah adalah hal yang agung, salah satu ungkapan dari Hasan alBishri “Tuhan telah mengikhtisarkan ilmu-ilmu dari kitab-kitab sebelumnya di salam al-Qur'an.
Kemudian, Dia mengikhtisarkan ilmu-ilmu al-Qur'an di dalam al-Fatihah. Barang siapa menguasai
tafsir al-Fatihah, maka seakan ia telah menguasai tafsir seluruh kitab yang diwahyukan”. Dikutip dari
Zaini Mun’im, Tafsir Surat al-Fatihah: dari Naskah Tafsir al-Qur'an bi al-Imla’ (Yogyakarta:
Forstudia, 2004), hlm. xxiv.
10
menggunakannya agar Allah memberikan perlindungan-Nya ketika Rasulullah saw
dalam keadaan tidur, tidak diganggu oleh keburukan yang diciptakan-Nya, dll.
Penutup
Al-Qur'an merupakan karya sastra terbesar, inilah statement yang dicetuskan
oleh Amin al-Khuli. Oleh karena itu, al-Qur'an dapat diteliti menggunakan
pendekatan susastra. Resepsi sebagai salah satu kritik karya sastra digunakan untuk
meneliti resepsi al-Qur'an (al-Fatihah dan al-Mu’awwidzat) oleh generasi Islam awal,
yaitu pada masa Rasulullah saw. Interaksi antara al-Fatihah dan al-Mu’awwidzat
dengan generasi Islam awal telah digambarkan dalam beberapa hadis, di antaranya
adalah hadis yang terdapat dalam Kitab Fadhail al-Qur'an dalam kitab hadis Shahih
al-Bukhari.
Rasulullah saw dan sahabat memberikan tanggapan pada al-Fatihah dan alMu’awwidzat, namun tanggapan mereka pun masih dalam wilayah cakupan teks (alFatihah dan al-Mu’awwidzat). Salah satu contohnya yaitu Rasulullah menggunakan
al-Mu’awwidzat sebagai doa ketika akan tidur. Salah satu makna yang ditawarkan
oleh al-Mu’awwidzat adalah meminta perlindungan kepada Allah. Makna ini
kemudian direalisasikan oleh Rasulullah saw dengan menggunakannya untuk doa
sebelum tidur, agar selama tidur mendapat perlindungan dari Allah melalui perantara
al-Mu’awwidzat yang dibaca.
Daftar Pustaka
Abdullah, Imran T. “Resepsi Sastra Teori dan Penerapannya” dalam Jabrohim (.ed),
Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Masyarakat Poetika Indonesia Ikip
Muhammadiyah, 1994.
al-Asqalani, Al-Hafizh al-Imam Ibnu Hajar. Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari. terj.
Amir Hamzah. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Abu Abdillah. Shahih al-Bukhari. Muhaqqiq:
Muhammad Zuhair bin Nashir an-Nashir. Juz 6. Dar Thauq an-Najah, 1422 H.
Fadlulloh, Muha. “Penggunaan Tanda Waqaf al-Waqf wa al-Ibtida’ pada Mushhaf alQuddus bi al-Rasm al-‘Utsmani: Tinjauan Resepsi al-Qur'an”, Skripsi Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2013.
11
Jalil, Abdul. “Sejarah Pembelajaran al-Qur'an di Masa Nabi Muhammad saw”.
Insania, vol. 18, no. 1, Januari-April 2013.
Mansur, Muhammad. “Amin al-Khuli dan ‘Pergeseran Paradigma’ Tafsir al-Qur'an
salam Muhammad Chirzin (.ed), Studi Kitab Tafsir Modern-Kontemporer.
Yogyakarta: TH Press, 2012.
Mukhtar, Muhammad. “Resepsi Santri Lembaga Tahfizhul Qur'an Pondok Pesantren
Wahid Hasyim terhadap al-Qur'an”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2007.
Mun’im, Zaini. Tafsir Surat al-Fatihah: dari Naskah Tafsir al-Qur'an bi al-Imla’.
Yogyakarta: Forstudia, 2004.
Rafiq, Ahmad. Mata Kuliah Metodologi Penelitian al-Qur'an dan Tafsir, pada tanggal
12 Februari 2015.
Setiadi, Agus, dkk. “Studi Kitab Hadis Shahih al-Bukhari”. Makalah Fakultas
Ushuluddin Yogyakarta, 2014.
Setiawan, M. Nur Kholis. al-Qur'an Kitab Sastra Terbesar. Yogyakarta: elSAQ Press,
2006.
Terjemah Lidwa Pusaka.
12