Sistem Pernafasan Asuhan Keperawatan pad

Sistem Pernafasan (Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma)
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM RESPIRASI
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme
sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh
melalui paru.
STRUKUTR SISTEM RESPIRASI
Sistem respirasi terdiri dari:
1. Saluran nafas bagian atas
Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan
2. Saluran nafas bagian bawah
Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli
3. Alveoli
terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2
4. Sirkulasi paru
Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena
meninggalkan paru.
5. Paru
terdiri dari :
a. Saluran nafas bagian bawah
b. Alveoli

c. Sirkulasi paru
6. Rongga Pleura
Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga
dada yang
disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis
7. Rongga dan dinding dada
Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam
proses
respirasi
Saluran Nafas Bagian Atas
a.
Rongga hidung
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
Dihangatkan
Disaring
Dan dilembabkan
Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari : Psedostrafied ciliated
columnar epiteliumyang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan
partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi
melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara).

Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke
b. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)

c.
d.

Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah)
Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
Saluran Nafas Bagian Bawah
a.
Laring
Terdiri dari tiga struktur yang penting
Tulang rawan krikoid
Selaput/pita suara
Epilotis
Glotis
b. Trakhea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang rawan
seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada
dinding depan usofagus.

c.
Bronkhi
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut
carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea.
Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus
kiri
terdiri dari : lobus superior dan inferior
Alveoli
Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial.
Membran alveolar :
Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli
Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan surfactant.
Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan
langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel
Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler, epitel alveoli,
saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
Aliran pertukaran gas
Proses
pertukaran
gas

berlangsung
sebagai
berikut: alveoli
epitel
alveoli  membran dasar  endotel kapiler plasma  eitrosit.
Membran  sitoplasma eritrosit  molekul hemoglobin


Co²

Surfactant
Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal surfactant ini akan
menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari.
Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena – vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan
darah yang bersifatarterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri.
Paru

-


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

1.

2.

-

-

Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis, bronkhiolus
respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik.
Rongga dan Dinding Dada
Rongga ini terbentuk oleh:

Otot –otot interkostalis
Otot – otot pektoralis mayor dan minor
Otot – otot trapezius
Otot –otot seratus anterior/posterior
Kosta- kosta dan kolumna vertebralis
Kedua hemi diafragma
Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.
Gambar 1 Anatomi sistem pernafasan
FUNGSI RESPIRASI DAN NON RESPIRASI DARI PARU
Respirasi : pertukaran gas O² dan CO²
Keseimbangan asam basa
Keseimbangan cairan
Keseimbangan suhu tubuh
Membantu venous return darah ke atrium kanan selama fase inspirasi
Endokrin : keseimbangan bahan vaso aktif, histamine, serotonin, ECF dan angiotensin
Perlindungan terhadap infeksi: makrofag yang akan membunuh bakteri
Mekanisme Pernafasan
Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha keras
pernafasan yang tergantung pada:
Tekanan intar-pleural

Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalam keadaan normal
paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karena ada perbedaan tekanan atau
selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan intra pleural (755 mmHg). Sewaktu
inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat, tekananintar pleural dan intar
alveolar turun dibawah tekanan atmosfir sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi
volum rongga dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar
meningkat diatas atmosfirsehingga udara mengalir keluar.
Compliance
Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal
sebagai copliance.
Ada dua bentuk compliance:
Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan saluran nafas ( airway
pressure)sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda normal : 100 ml/cm H2O
Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure) selama fase pernafasan. Normal: ±50 ml/
cm H2O
Compliance dapat menurun karena:
Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis paru

-


Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak
Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen
Penurunan compliance akan mengabikabtkan meningkatnya usaha/kerja nafas.
3. Airway resistance (tahanan saluran nafas)
Rasio dari perubahan tekanan jalan nafas
SIRKULASI PARU
a.
Pulmonary blood flow total = 5 liter/menit
Ventilasi alveolar = 4 liter/menit
Sehingga ratio ventilasi dengan aliran darah dalam keadaan normal = 4/5 = 0,8
b. Tekanan arteri pulmonal = 25/10 mmHg dengan rata-rata = 15 mmHg.
Tekanan
vena pulmolais = 5 mmHg, mean capilary pressure = 7 mmHg
Sehingga pada keadaan normal terdapat perbedaan 10 mmHg untuk mengalirkan
darah
dari arteri pulmonalis ke vena pulmonalis
c. Adanya mean capilary pressure mengakibatkan garam dan air mengalir dari
rongga kapiler ke ronggainterstitial, sedangkan osmotic colloid pressure
akan menarik
garam dan air dari rongga interstitial kearah rongga kapiler.

Kondisi ini dalam keadaan
normal selalu seimbang.Peningkatan tekanan
kapiler
atau penurunan koloid akan
menyebabkan peningkatan akumulasi air dan
garam dalam rongga interstitial.

-

-

TRANSPOR OKSIGEN
1.Hemoglobin
Oksigen dalam darah diangkut dalam dua bentuk:
Kelarutan fisik dalam plasma
Ikatan kimiawi dengan hemoglobin
Ikatan hemoglobin dengan tergantung pada saturasi O2, jumlahnya dipengaruhi oleh pH darah
dan suhu tubuh. Setiap penurunan pH dan kenaikkan suhu tubuh mengakibatkan
ikatan hemoglobin dan O2 menurun.
2. Oksigen content

Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah dikenal sebagai oksigen content (Ca O2 )
Plasma
Hemoglobin
REGULASI VENTILASI
Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan kadar/konsentrasi gas-gas
yang ada di dalam darah
Pusat respirasi di medulla oblongata mengatur:
-Rate impuls
Respirasi rate
-Amplitudo impuls
Tidal volume
Pusat inspirasi dan ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat kemo reseptor : anterior
medulla oblongata, pusat apneu dan pneumothoraks : pons.
Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah, PaO2
PEMERIKSAAN FUNGSI PARU

Kegunaan: untuk mendiagnostik adanya : sesak nafas, sianosis, sindrom bronkitis
Indikasi klinik:
- Kelainan jalan nafas paru,pleura dan dinding toraks
- Payah jantung kanan dan kiri

- Diagnostik pra bedah toraks dan abdomen
- Penyakit-penyakit neuromuskuler
- Usia lebih dari 55 tahun.
Anatomi Saluran Nafas
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx, trachea,
bronkus, dan bronkiolus.

Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke
dalam bagian yangdikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang
sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput
lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan
kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu
sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral
cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang
halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae superior,
media,
dan
inferior.
Tulang-tulang
ini
dilapisi
oleh
membrane
mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah
celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius,
pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang
mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam
bulbus
olfaktorius
nervus
cranialis
I
olfaktorius.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum
nasi, sinus ini dilapisi oleh membrana mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang
yang
membuka
kedalam
cavum
nasi
:
1.
Lubang hidung
2.
Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
3.
Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara
concha media dan inferior
4.
Sinus frontalis, diantara concha media dan superior
5.
Ductus
nasolacrimalis,
dibawah
concha
inferior.
Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis
posterior.

Faring (tekak)
adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan
oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan.

Laring (tenggorok)
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan
beberapa
otot
kecila,
dan
didepan
laringofaring
dan
bagian
atas
esopagus.
Laring
merupakan
struktur
yang
lengkap
terdiri
atas:
1. cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago arytenoidea
2. Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum,
membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis
Cartilago tyroidea à berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas
posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan
dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea.
Membrana Tyroide à mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum.
Membrana cricothyroideum à menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea.

Epiglottis
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat
pada
bagian
belakang
V
cartilago
thyroideum.
Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago
arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring

Cartilago cricoidea
Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago
tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior
cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana
cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I

Cartilago arytenoidea
Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada
tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan

Membrana mukosa
Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia. Plica
vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.

Plica vokalis

Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn vocale,
dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan
cartilago
arytenoidea
di
bagian
belakang.
Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian
ini tidak terlibat dalarn produksi suara.

Otot
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang dengan
kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut
diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus).

Respirasi
Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-masuk.
Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.

Fonasi
Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh
gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.

Gambaran klinis
Laring
dapat
tersumbat
oleh:
(a)
benda
asing,
misalnya
gumpalan
makanan,
mainan
kecil
(b) pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap atau pada reaksi alergi,
(c)
infeksi,
misalnya
difteri,
(d) tumor, misalnya kanker pita suara.

Trachea atau batang tenggorok
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea berjalan dari
cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir
setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian
vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea
tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama
oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga
membuat beberapa jaringan otot.

Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis
kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkusbronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek
dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus
kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis
sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian
menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya
semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang
tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih
I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar
udara
ke
tempat
pertukaran
gas
paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang
terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya
dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus
atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali
percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.

Paru-Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru memilki :
1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2.
permukaan
costo
vertebra,
menempel
pada
bagian
dalam
dinding
dada
3.
permukaan
mediastinal,
menempel
pada
perikardium
dan
jantung.
4.
dan
basis.
Terletak
pada
diafragma
paru-paru juga Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura
terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu
lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan
inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola,
venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap
paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk
tempat permukaan/pertukaran gas.

Suplai Darah
1.
2. arteri bronkialis

arteri

pulmonalis

Innervasi
1.
Parasimpatis
2. Simpatis mellaui truncus simpaticus

melalui

nervus

vagus

Sirkulasi Pulmonal
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis. Darah di
atrium kanan mengair keventrikel kanan melalui katup AV lainnya, yang disebut katup semilunaris
(trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan mengalir melewati katup keempat, katup
pulmonalis, kedalam arteri pulmonais. Arteri pulmonais bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis
kanan dan kiri yang masing-masing mengalir keparu kanan dan kiri. Di paru arteri pulmonalis
bercabang-cabang berkali-kali menjadi erteriol dan kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi
kepada saluan pernapasan, melalui sebuah alveolus, semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi
venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis yang
besar.

Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali keatrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran
darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan darah pulmoner sekitar 15 mmHg.
Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan dari darah dan oksigen diserap, melalui
siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi sistemik dan par, maka suplai oksigen dan
pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung bagi semua sel.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma
1.

Definisi
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus
oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luar saluran nafas bagian
bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan (Buku Ilmu
Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI).
Asthma Bronchiale adalah penyakit yang mempunyai karakteristik dengan peningkatan
respon trakhea dan bronkus dengan berbagai macam stimulasi: psikologis, otonom, infeksi,
endokrin, kekebalan imun dan biokimia. (Nancy Holloway Medical, Surgical Nursing Care Plan).

2.

Anatomi Fisiologi
Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang mengantarkan udara luas
agar bersentuhan dengan membran-membran kapiler alveoli paru. Saluran penghantar udara
hingga mencapai paru-paru adalah hidung, pharing, laring, bronkus dan bronkioulus yang dilapisi
oleh membran mukosa bersilia.

a.

Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat di dalam hidung, sedangkan
partikel halus akan dijerat dalam lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke
posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam saluran pernafasan bagian bawah.

b.

Pharing
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah
dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher.
Hubungan pharing dengan rongga-rongga lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung dengan
perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut. Tempat
hubungan ini bernama istmus fausium lubang esophagus.
Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening.
Perkumpulan getah bening dinamakan adenoid. Di sebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan
kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis (empang tengkorak) yang berfungsi
menutup laring pada waktu menelan makanan.
Rongga tekak dibagi menjadi 3 bagian:



Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.



Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.



Bagian bawah skali dinamakan laringofaring.

c.

Laring
Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot pita suara. Laring
dianggap berhubungan dengan fibrasi tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting.
Pada waktu menelan laring akan bergerak ke atas glotis menutup.
Alat ini berperan untuk membimbing makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus sehingga
kalau ada benda asing masuk sampai di luar glotis maka laring mempunyai fungsi batuk yang
membantu benda dan sekret dari saluran inspirasi bagian bawah.

d.

Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang yang fungsinya untuk mempertahankan oagar trakea tatap
terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, jurusan silia ini bergerak jalan
ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir halus yang turut masuk bersama
dengan pernafasan dapat dikeluarkan.

e.

Bronkus

Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu bronkus utama kiri
dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki syaraf yang menyebabkan bronkospasme
dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris, bronkus kanan
lebih pendek dan lebih besar yang arahnya hampir vertikal, sebalinya bronkus ini lebih panjang dan
lebih sempit. Cabang utama bronkus bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian
segmentalis. Percabangan ini berjalan terus dan menjadi bronkiolus terminalis yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli.
f.

Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran penghantar udara
ke tempat pertukaran gas paru-paru setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit
fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus
alveolaris, sakus alveolaris terminalis, alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding
septus atau septum.
Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan yang dapat mengurangi tegangan
pertukaran dalam mengurangi resistensi pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps
alveolus pada ekspirasi.

Peredaran Darah Paru-Paru
Paru-paru mendapat dua sumber suplai darah yaitu dari arteri bronkialis (berasal dari aorta
thorakhalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus) dan arteri pulmonalis. Sirkulasi
bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sitemik dan berfungsi memenuhi
kebutuhan metabolisme paru.
Vena bronkialis besar bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah ke
atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis. Arteri
pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan jantung mengalirkan darah vena campuran ke paruparu. Di paru-paru terjadi pertukaran gas antara alveoli dan darah, darah yang teroksigenasi
dikembalikan ke ventrikel kiri jantung melalui vena pulmonalis, yang selanjutnya membagikannya
melalui sirkulasi sistemik ke seluruh tubuh.
Proses Pernafasan dipengaruhi oleh:
Ventilasi
Perfusi
Difusi

: pergerakan mekanik udara dari dan ke paru-paru

: distribusi oksigen oleh darah ke seluruh pembuluh darah di paru-paru.
: pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.

Transportasi : pengangkutan O2-CO2 yang berperan pada sistem cardiovaskuler.

3.


Etiologi
Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan disebabkan oleh alergen yang diketahui karena
kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus binatang, kain
pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat, polusi.



4.

Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non spefisik seperti
flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma instrinsik ini lebih biasanya
karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan serangan yang
timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronchial.

Patofisiologi

Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari
faktor berikut ini.
1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.
2.

Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.

3.

Pengisian bronchi dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan
ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari
suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan
broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf
pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan
nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi dan polutan.
Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi.
Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan
hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran
CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO 2 darah arteri (pa CO2) menurun
sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan asma lebih berat lagi,
banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam pertukaran gas.
Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan
bertambah berat dan produksi CO 2 yang meningkat disertai ventilasi alveolar yang menurun
menyebabkan retensi CO2 dalam darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun).
Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.
Hipotermi yang berlangsung lama akan menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi
jaringan pembuluh darah paru dan selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke pembuluh
darah yang lebih besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga
mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.

5.

Tanda dan Gejala
Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak dan mengie (wheezing) dan sebagian
penderita disertai nyeri dada). Gejala-gejala tersebut tidak selalu terdapat bersama-sama, sehingga
ada beberapa tingkat penderita asma sebagai berikut:



Tingkat I penderita asma secara klinis normal. Gejala asma timbul bila ada faktor pencetus.



Tingkat II penderita asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan pada pemeriksaan fisik tetapi fungsi
paru menunjukan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.



Tingkat III penderita asma tanpa golongan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun fungsi paru
menunjukan obstruksi jalan nafas.
Misal: Tingkat II dijumpai setelah sembuh dari serangan asma.
Tingkat III penderita sembuh tetapi tidak menemukan pengobatannya.



Tingkat IV penderita asma yang paling sering dijumpai mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas
berbunyi.
Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan ditemukan obstruksi jalan nafas. Pada serangan
asma yang berat gejala yang timbul antara lain:

a.

Kompresi otot-otot bantu pernafasan terutama otot sterna.

b.

Cyanosis

c.

Silent chest

d.

Gangguan kesadaran

e.

Penderita tampak letih, hiperinflasi dada

f.

Thacycardi



Tingkat V status asmatikus yaitu serangan asma akut yang berat bersifat refrater sementara
terhadap pengobatan yang langsung dipakai.

6.
1.

Test Diagnostik
Tes kulit (tuberculin dan alergen)
Tes kulit (+) reaksi lebih hebat, mengidentifikasi alergi yang spesifik.

2.

Rontgen: foto thorax menunjukan hiperinflasi dan pernafasan diafragma.

3.

Pemeriksaan sputum: Dapat jernih atau berbusa (alergi)
Dapat kental dan putih (non alergi)
Dapat berserat (non alergi)

4.

Pemeriksaan darah: * Eusinofilia (kenaikan badan eusinofil)
* Peningkatan kadar IgE pada asma alergi
* AGD  hipoxi (serangan akut)

7.

Penatalaksanaan Medik
Ada lima kategori pengobatan yaitu:

1.

Abenis (Beta)
Medikasi awal untuk mendilatasi otot-otot polos bronchial, meningkatkan gerakan siliarism,
menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan menguatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid.
Contoh: Epinenin, Abuterol, Meraproterenol

2.

Methil Santik
Mempunyai efek bronkodilator, merileksasikan otot-otot polos bronkus, meningkatkan gerakan
mukus, dan meningkatkan kontraksi diafragma.
Contoh: Aminofilin, Theofilin

3.

Anti Cholinergik
Diberikan melalui inhalasi bermanfaat terhadap asmatik yang bukan kandidat untuk antibodi  dan
methil santin karena penyakit jantung.
Contoh: Atrofin

4.

Kortikosteroid
Diberikan secara IV, oral dan inhalasi. Mekanisme kerjanya untuk mengurangi inflamasi dan
bronkokonstriktor.
Contoh: hidrokortison, prednison dan deksametason

5.

Inhibitor Sel Mast
Contoh: natrium bromosin adalah bagian integral dari pengobatan asma yang berfungsi mencegah
pelepasan mediator kimiawi anafilaktik.

8.

Komplikasi

1.

Pneumothorax

2.

Pneumomediastinum dan emfisema subcutis

3.

Atelektasis

4.

Asper gilosis bronkopulmoner

5.

Alergi

6.

Gagal nafas

7.

Bronchitus

8.

Fraktur iga.

B. Konsep Dasar Keperawetan

1.

Pengkajian

a.

Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

-

Klien mengeluh sesak nafas, batuk, lendir susah keluar

-

Mengeluh mudah lelah dan pusing

-

Data penggunaan obat

-

Klien mengenal/tidak mengenal penyebab serangan

b.

Pola nutrisi metabolik

-

Mual, muntah, tidak nafsu makan

-

Menunjukan tanda dehidrasi, membran mukosa kering

-

Cyanosis, banyak keringat

c.

Pola aktivitas dan latihan

-

Aktivitas terbatas karena adanya wheezing dan sesak nafas

-

Kebiasaan merokok

-

Batuk dan lendir yang sulit dikeluarkan

-

Menggunakan otot-otot tambahan saat inspirasi

d.

Pola tidur dan istirahat

-

Keluhan kurang tidur

-

Lelah akibat serangan sesak nafas dan batuk

e.

Pola persepsi dan konsep diri

-

Klien kemungkinan dapat mengungkapkan strategi mengatasi serangan, tetapi tidak mampu
mengatasi jika serangan datang.

f.

Pola kognitif dan persepsi sensori

-

Sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakitnya

-

Kemampuan mengatasi masalah

-

Melemahnya proses berfikir

g.

Pola peran dan hubungan dengan sesama

-

Terganggunya peran akibat serangan

-

Merasa malu bila terjadi serangan

h.

Pola seksualitas dan reproduksi

-

Menurunnya libido

i.

Mekanisme dan toleransi terhadap stress

-

Mengingkari

-

Marah

-

Putus asa

2.

Diagosa Keperawatan

a.

Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret.

b.

Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2.

c.

Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.

d.

Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d pemasukan yang tidak adekuat:
mual, muntah dan tidak nafsu makan.

e.

Kecemasan b.d sesak nafas dan takut.

f.

Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan akut.

g.

Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahan utama (penurunan kerja silia dan menetapnya
sekret).

h.

Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi.

3.
a.

Rencana Tindakan
Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan sekret.
HYD: - Suara nafas vesikuler
Bunyi nafas bersih, tidak ada suara tambahan

-

Intervensi:
1.

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronchi.

R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius misalnya: penyebaran, krekels basah (bronkitis),
bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau tidak adanya bunyi nafas (asma berat).
2.

Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat radio inspirasi/ekspirasi.

R/ Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama
stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
3.

Catat adanya derajat dyspnea misalnya keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress
pernafasan, penggunaan otot bantu.

R/ Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut
yang menimbulkan perawatan di rumah sakit. Misalnya infeksi, reaksi alergi.
4.

Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur.

R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dll membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat
sebagai alat ekspansi dada.

5.

Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya: debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan
dengan kondisi individu.

R/ Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat, mentriger episode akut.
6.

Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

R/ Memberikan pasien-pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dyspnea dan
menurunkan jebakan udara.
7.

Observasi karakteristik batuk misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
memperbaiki keefektifan upaya batuk.

R/ Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut atau kelemahan.
Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
8.
R/

Tingkatkan masukan cairan antara sebagai pengganti makanan.
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret. Mempermudah pengeluaran. Penggunaan
cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan
distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

b. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2.
HYD: - Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi:
1.

Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.

R/ Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan atau kronisnya penyakit.
2.

Awasi secara rutin kulit dan membran mukosa.

R/ Kemungkinan cyanosis perifer terlihat pada kuku, bibir dan daun telinga.
3.

Kaji AGD, pO2, pCO2.

R/ Hipoxemia biasanya terjadi pada saat akut keadaan lanjut pCO 2 akan meningkat.
4.

Monitor tingkat kesadaran, kelainan sakit kepala dan gangguan penglihatan.

R/ Sebagai parameter menunjukan beratnya serangan.
5.

Monitor TTV dan penggunaan otot bantu pernafasan.

R/ Indikator yang menunjukan hipoxemia dan meningkatkan usaha untuk ventilasi.

c.

Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.
HYD: -

-

Mampu beraktivitas sesuai keadaan.

Merawat diri secara mandiri.

Intervensi:
1.

Kaji keluhan sesak, pusing dan kemampuan merawat diri klien.

R/ Memahami masalah klien.
2.

Bantu personal higiene (mandi, berpakaian, bab, bak).

R/ Higiene klien terpenuhi.

d.

Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tidur b.d pemasukan yang tidak adekuat
akibat dari mual, muntah, tidak nafsu makan.
HYD: -

-

Nutrisi terpenuhi secara adekuat.

Berat badan dalam batas normal sesuai IMT.
Intervensi:

1.

Kaji status nutrisi klien.

R/ Klien dengan distress pernafasan sering anoreksia dikarenakan dyspnea, produksi sputum dan obatobatan.
2.

Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

R/ Kegagalan pernafasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori.
3.

Auskultasi bising usus.

R/ Penurunan bising usus menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi yang berhubungan
dengan penurunan aktivitas.
4.

Hindarkan makanan yang menghasilkan sisa gas dan karbonat.

R/ Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu pernafasan abdomen.
5.

Beri makanan porsi kecil dan sering.

R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk
meningkatkan masukan kalori total.

e.
-

Kecemasan b.d sesak nafas dan takut.
HYD: - Ekspresi wajah rileks.
Mengungkapkan perasaan cemas berkurang.
TTV dalam batas normal.
Intervensi:

1.

Kaji tingkat ansietas (ringan, sedang, berat).

R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya dan membantu pasien meningkatkan beberapa perasaan
kontrol emosi.
2.

Kaji kebiasaan ketrampilan koping.

R/ Memberikan pasien tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan otot.
3.

Beri dukungan emosional, tetap berada di dekat pasien selama serangan akut, antisipasi kebutuhan
pasien, berikan keyakinan lingkungan.

R/ Menurunkan stress dan meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping.
4.

Implementasikan teknik relaksasi, petunjuk imajinasi, relaksasiotot.

R/ Memberikan pasien untuk tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan otot.
5.

Jelaskan prosedur-prosedur, berikan pertanyaan-pertanyaan.

R/ Menurunkan stress dan meningkatkan relaksasi.
6.

Pertahankan periode istirahat yang telah direncanakan dan kegiatan sehari-hari yang ringan dan
sederhana, jangan anjurkan berbicara bila sedang dyspnea berat, batasi pengunjung bila perlu dan
berikan dorongan untuk melakukan periode istirahat dengan sering.

R/ Menurunkan stress dan meningkatkan relaksasi.

f.
-

Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan akut.
HYD: Pasien mempertahankan pola nafas efektif yang ditunjukan oleh:
Frekuensi irama dan kedalaman pernafasan.
Tidak terdapat atau dyspnea berkurang.
Gas-gas darah arteri dalam batasan yang dapat diterima oleh pasien.

Intervensi:
1.

Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada serta catat upaya pernafasan termasuk
penggunaan otot bantu atau pelebaran nasal.

R/ Kecepatan biasanya meningkatkan dyspnea dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman
pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
2.

Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius seperti krekels, mengi, gesekan
pleural.

R/ Ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas/kegagalan pernafasan.
3.

Beri posisi semi fowler.

R/ Membantu ekspansi paru.
4.

Bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif.

R/ Membantu mengeluarkan sputum dimana dapat mengganggu ventilasi dan ketidaknyamanan upaya
bernafas.
5.

Berikan therapi oksigen sesuai pesanan.

R/ Memaksimalkan persediaan oksigen untuk pertukaran gas.

6.

Berikan obat-obatan sesuai pesanan.

R/ Mempercepat penyembuhan.

g.

Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya

sekret.
HYD: Tidak terjadi infeksi ditandai dengan tidak ditemukannya kemerahan, panas dan pembengkakan.
Intervensi:
1.

Observasi TTV.

R/ Indikator tanda-tanda infeksi.
2.

Observasi warna, karakter dan bau sputum.

R/ Sekret berbau kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru.
3.

Anjurkan pasien membuang tissue dan sputum pada tempatnya.

R/ Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
4.

Dorong keseimbangan antara aktivitas dengan istirahat.

R/ Menurunkan konsumsi atasu kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien
terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
5.

Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

R/ Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
6.

Berikan obat sesuai pesanan.

R/ Mencegah terjadinya infeksi.

h. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi.
HYD: Pasien mendemonstrasikan pengetahuan tentang penatalaksanaan perawatan kesehatan seperti
yang dijelaskan tentang prinsip perawatan diri yang berhubungan dengan proses penyakit.
Intervensi:
1.

Kaji tingkat pengertian mengenai proses penyakit.

R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2.

Jelaskan pentingnya pencegahan, serangan selanjutnya.

R/ Menambah pengetahuan dan partisipasi pasien.
3.

Jelaskan pentingnya latihan pernafasan dan batuk efektif.

R/ Membantu meminimalkan kolaps jalan nafas.
4.

Jelaskan tentang proses penyakit dan perawatan diri selama serangan hebat.

R/ Menurunkan ansietas dan dapat kooperatif dari pasien.
5.

Jelaskan pentingnya diit dan cairan: makan seimbang dan bergizi, hindari penambah berat badan
yang berlebihan, perbanyak cairan 2000-3000 ml/hari kecuali ada kontraindikasi.

R/ Meningkatkan kooperatif dari pasien.
6.

Diskusikan mengenai obat, nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping serta
pentingnya minum obat sesuai pesanan.

R/ Meningkatkan pengetahuan pasien dan pasien dapat kooperatif dalam proses penyembuhannya.

4.
1.

Discharge Planning
Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan, mendeteksi substansi yang
mencetuskan terjadinya serangan.

2.

Menghindari agen penyebab serangan antara lain bantal, kasur (kapas), pakaian jenis tertentu,
hewan peliharaan, kuda, sabun, makanan tertentu, jamur dan serbuk sari.

3.

Menganjurkan pasien untuk segera melaporkan tanda-tanda dan gejala yang menyulitkan seperti
bangun saat malam hari dengan serangan akut atau mengalami infeksi pernafasan.

4.

Hidrasi adekuat harus dipertahankan untuk menjaga sekresi agar tidak mengental.

5.

Pasien harus diingatkan bahan infeksi harus dihindari karena infeksi dapat mencetuskan serangan.

6.

Menggunakan obat-obat sesuai dengan resep.

7.

Kontrol ke dokter sesuai pesanan.

PENGAMATAN KASUS
Anak R berusia 7 tahun, agama Islam, bersuku Ambon, pasien adalah anak ke 3 (bungsu)
dalam keluarganya. Masuk ke RS Tentara pukul 23.30 dengan keluhan sesak nafas sejak pukul
22.00. Anak masuk melalui UGD dengan diagnosa medik saat masuk adalah Asma Bronchiale.
Dalam pengamatan langsung, orang tua anak menceritakan riwayat penyakit anaknya.
Orang tua mengatakan dalam keluarga ada riwayat penyakit asma. Nenek dan kakaknya (anak ke1) menderita penyakit yang sama. Orang tua mengatakan anak pernah dirawat dengan penyakit
yang sama saat anak usia 4 tahun.
Orang tua mengatakan pada tanggal 29 september anak sehabis pulang dari sekolah
melakukan aktivitas seperti biasanya yaitu bermain dengan teman-teman di sekitar pukul 21.00 anak
dengan kakaknya sedang latihan nyanyi bersama. Pada pukul 22.00 anak mengalami sesak nafas
dan keringat dingin, batuk hingga dibawa ke UGD, anak masih sesak dan sulit bernafas. Di UGD
anak disarankan dokter untuk dirawat.

Saat pengkajian anak sedang dirawat pada hari pertama di unit RN I, kamar 119 Bed 2.
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, anak mengatakan masih sesak
nafas. Terpasang infus dextrose 5% in ¼ salin 1500 cc/24 jam (15-16 tetes/menit) di tangan kanan
dan terapi oksigen 2 lt/menit. Observasi tanda-tanda vital TD: 110/70 mmHg, N: 120 x/menit, P: 30
x/menit dengan bunyi nafas tambahan wheezing dan ronchi di paru kiri dan S: 36,8 oC. Hasil foto
thorax tanggal 13 November 2002 adalah asma bronchiale. Hasil laboratorium tanggal
13
November ditemukan Hb: 11,7 g/dl, leukosit 13.600 ul, LED: 20 mm/jam, eosinofil dalam sediaan
hapus 4%.
Adapun rencana perawatan dan rencanan medik adalah anak bedrest, kebutuhan anak
dibantu penuh. Therapi medik yang didapat Aerosol 3x sehari, Solucorterf 3x50 mg, Aminophylin 72
mg, Bisolvon 3x1 sendok teh, Cefat 3x250 mg.
Dari analisa dan pengamatan kasus di atas, masalah yang menjadi prioritas adalah
ketidakefektifan jalan nafas, gangguan pola nafas, intoleransi aktivitas.
Perencanaan untuk mengatasi masalah-masalah di atas adalah memberi cairan 2000-3000
cc/24 jam, membantu pemenuhan kebutuhan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai diit
yang ditentukan, yaitu diit lunak dan kebutuhan pemeliharaan kebersihan diri.

PEMBAHASAN KASUS
Setelah membandingkan antara teori yang telah dipelajari dengan kasus yang diamati dapat
ditemukan adanya persamaan dan perbedaan antara teori dan kasus yang sedang diamati.

A. Pengkajian

Dari hasil pengkajian penulis mendapatkan kesamaan tanda dan gejala seperti: dyspnea,
wheezing dan ronchi, di paru kiri, batuk dan badan lemas. Yang tidak ditemui pada pasien adalah
nyeri dada, cyanosis, serta mual dan muntah. Menurut analisa penulis tanda dan gejala di atas tidak
ditemukan karena pasien sudah mendapat terapi oksigen 2 l/menit sejak masuk ke RS Tentara(di
UGD) serta anak yang mengalami tanda dan gejala pada stadium sedang dan segera dibawa ke RS
untuk mendapatkan pengobatan, sehingga tanda seperti tersebut di atas tidak ditemukan.

Pada etiologi disebabkan oleh berbagai macam faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik,
setelah penulis menganalisa pada pasien disebabkan oleh faktor intrinsik dimana anak mendapat
penyakit asma bisa disebabkan karena dalam keluarga ada riwayat penyakit tersebut (nenek dan

kakak pertamanya). Di samping itu faktor pencetus yang menyebabkan anak terserang asma karena
beraktivitas/latihan fisik yaitu bermain-main dengan teman-temannya. Pada pasien dilakukan
pemeriksaan foto thorax, darah lengkap dan sediaan hapus. Therapi yang diberikan adalah infus
Dextrosa 5% in ¼ salin 1500 cc/24 jam (15-16 tts/menit) ditangan kanan dan diet lunak.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data yang ditemukan pada pasien maka diagnosa keperawatan yang diangkat
adalah: ketidakefektifan jalan nafas, diagnosa ini penulis angkat sebagai diagnosa primer karena
pada saat pengkajian pasien mengeluh masih sesak, batuk dan pernafasan 32 x/menit.

Gangguan pola pernafasan, diagnosa keperawatan ini penulis angkat sebagai diagnosa
kedua karena pasien mengeluh masih sesak untuk bernafas dan mengatakan lebih enak bernafas
dalam posisi duduk. Pernafasan pasien
32 x/menit. Intoleransi aktivitas dalam
melakukan perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas dan kelemahan fisik, diagnosa ini
diangkat karena pada saat pengkajian pasien dibantu penuh oleh perawat dan orang tua dalam
pemenuhan kebutuhan dasar anak karena anak tampak lemah.

C. Perencanaan

Perencanaan disusun bersama pasien dan keluarga disesuaikan dengan gangguan yang
terjadi. Perencanaan lebih ditekankan mengobservasi tanda-tanda vital terutama pernafasan.
Membantu anak mendapatkan posisi tidur yang nyaman guna lebih meningkatkan pengembangan
paru, melatih nafas dan batuk efektif, membantu anak dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, dan
memberi penyuluhan tentang pentingnya kesehatan, serta memberikan informasi kepada keluarga
guna pencegahan terhadap serangan asma.

D. Implementasi

Semua rencana keperawatan yang disusun dapat dilaksanakan dari implementasi
dilaksanakan dalam bentuk observasi, tindakan keperawatan dan penyuluhan pada pasien dan
keluarga.

E. Evaluasi

Setelah melakukan tindakan keperawatan maka dilakukan evaluasi berdasarkan masalah
yang muncul pada pasien: ketidakefektifan jalan nafas sudah teratasi karena anak tidak mengeluh

sesak lagi. Batuk agak berkurang, therapi oksigen sudah dihentikan dan pernafasan 21 x/menit.
Gangguan pola nafas sudah teratasi karena anakmengatakan dapat bernafas lega. Intoleransi
aktivitas sudah teratasi karena anak sudah tidak sulit bernafas, infus Dextrosa 5% sudah di aff, anak
dapat melakukan kebutuhan dasarnya seperti mandi, makan minum, serta buang air besar dan
buang air kecil secara mandiri.

KESIMPULAN
Asma Bronchiale adalah suatu penyakit serius yang biasa dialami oleh anak-anak pada usia
rata-rata 5 tahun pada tahun pertama. Berat dan perjalanan asma sulit diramalkan. Karena kadangkadang hanya terserang ringan sampai sedang.

Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor terutama karena mempunyai
riwayat genetik/keturunan yang menderita penyakit ini. Penyakit ini dapat dicegah dengan
menganjurkan pasien untuk banyak istirahat (mengurangi aktivitas-aktivitas yang cukup berat),
mengkonsumsi makanan yang tidak menimbulkan alergi, mengurangi stres emosional, serta
menghindari polusi udara seerti asap rokok, dll. Apabila penyakit ini tidak dicegah maka akan
menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut.

Penyakit asma dapat ditangani dengan baik, tergantung dari motivasi anak sendiri dan
suport dari orang tua serta keluarga. Peran perawat sangat dibutuhkan dalam memberikan
penyuluhan akan penyebabnya, cara penanggulangannya dan komplikasinya untuk menambah
pengetahuan anak serta terutama pada orang tua yang mengasuh anak.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth’s. Text Book Medical Surgical Nursing. Buku I. Philadelphia: JB Lippincott Company,
2000.
Doengoes Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1999.
Lewis. Medical Surgical Nursing. Volume II Edisi 5. Mosby Philadelphia, 2000.
Nancy M. Holloway. Medical Surgical Nursing Care Plans. Pensylvania: Springhouse Corporation, 1988).
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Bagian 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1988.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI, Jakarta, 1985.
Sylvia Anderson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Diposkan20th October 2015olehLilis Sulviyanti