Pengaruh arus terhadap alat tangkap gill

Pengaruh arus terhadap alat tangkap gill net

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oseanografi merupakan ilmu yang sangat berperan penting dalam berbagai bidang khususnya
dalam bidang perikanan. Ilmu ini mempelajari keadaan perairan baik dari fisika, kimia dan
biologi. Pada saat ini, ilmu oseanografi menjadi sangat penting untuk berbagai keperluan yang
menunjang kebutuhan manusia. Dikarenakan lautan menyediakan banyak sumberdaya yang
mahal harganya seperti, minyak, gelombang, ikan, arus, angin, serta organisme yang hidup di
dalamnya.
Kegunaan mempelajari oseanografi adalah untuk mengetahui berbagai macam parameter di laut,
diantaranya arus yaitu untuk mengetahui pola persebaran ruaya ikan, biota laut, gelombang untuk
mengetahui keadaan topografi laut dengan melihat tipe-tipe gelombangnya, dan pasang surut
untuk mengidentifikasikan keadaan posisi benda angkasa seperti matahari dan bulan. Parameterparameter tersebut sangat menentukan bentuk dari pantai, sedimen, permukaan dasar laut, dan
bagaimana habitat dari biota yang hidup di dalamnya.
Pada paper ini akan dibahas mengenai parameter fisika dari oseanografi yaitu arus. Seperti yang
kita ketahui bahwa arus pada suatu perairan berbeda –beda baik kecepatannya maupun arahnya.
Hal tersebut ternyata sangat mempengaruhi pemasangan alat tangkap di suatu perairan, seperti
alat tangkap jaring insang. Selain itu, arus juga sangat berpengaruh terhadap pola penyebaran
ikan. Dari hal tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa parameter oseanografi sangat
berpengaruh pada bidang ilmu penangkapan ikan.

1.2 Manfaat
Manfaat dari paper ini yaitu menginformasikan kepada para pembaca, mengenai hubungan arus
dan pemasangan alat tangkap jaring insang (gillnet) di suatu perairan.
2. PEMBAHASAN
2.1. Arus
Lautan merupakan media yang selalu bergerak, baik di permukaan maupun lapisan di bawahnya.
Hal ini menyebabkan terjadinya sirkulasi air, bisa berskala kecil maupun yang berskala besar.
Pergerakan massa air (arus) ini ada yang bersifat lokal dan ada yang mengalir melintas

samudera. Arus merupakan gerakan air di permukaan laut terutama disebabkan oleh adanya
angin yang bertiup di atasnya (Hutabarat dan Evans 2006).
Menurut Hutabarat dan Evans (2006), bentuk arus dapat dibagi menjadi tiga macam, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Arus yang benar-benar mengelilingi daerah kutub selatan (Antartic Circumpolar Current)
yang terdapat pada lintang 60º selatan.
2. Aliran air di daerah ekuator yang mengalir dari arah barat ke timur, tetapi mereka dibatasi
oleh arus-arus sejajar yang mengalir dari timur ke barat, baik di belahan bumi utara
maupun di belahan bumi selatan.
3. Daerah subtropikal ditandai oleh adanya arus-arus berputar yang dikenal sebagai gyre.
Terdapat kecenderungan bahwa setiap sistem lautan utama dunia mempunyai satu gyre

yang masing-masing terdapat di sebelah utara dan selatan ekuator. Aliran air pada gyre
yang terdapat di belahan bumi utara mengalir searah jarum jam, sedangkan yang terdapat
di belahan bumi selatan mengalir berlawanan dengan arah jarum jam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pergerakan arus diantaranya yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal seperti perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar
dan gesekan lapisan air. Sementara faktor eksternal diantaranya angin, gravitasi, perbadaan
tekanan udara, gaya tektonik, serta gaya tarik matahari dan bulan yang disebabkan oleh tekanan
dasar laut (Hutabarat dan Evans, 2006).
Menurut Davis (1991) arus terbagi kedalam tiga kelompok. Pertama arus yang disebabkan oleh
perbedaan densitas air laut. Arus ini disebabkan oleh air yang memiliki densitas yang lebih kecil
atau lebih ringan. Arus jenis ini biasanya membawa air dari suatu tempat ke tempat lain. Kedua,
arus yang ditimbulkan oleh adanya angin yang berhembus di permukaan laut biasanya arus jenis
ini membawa air ke jurusan yang sama selama satu musim tertentu. Ketiga, arus yang
disebabkan oleh pasang surut air laut. Arus ini mengalirnya bolak-balik dari dan ke pantai dan
berputar. Arus ini juga dipengaruhi oleh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi dan
datangnya periodik sehingga mudah diramalkan.
Sverdrup et al (1972) dalam Anonim (2008) membagi arus laut ke dalam tiga golongan besar,
yaitu: 1). Arus yang disebabkan oleh perbedaan sebaran densitas di laut. Arus ini disebabkan
oleh air yang berdensitas lebih berat akan mengalir ke tempat air yang berdensitas kecil atau


lebih ringan. Arus jenis ini biasanya memindahkan sejumlah besar massa air ke tempat lain;
2). Arus yang ditimbulkan oleh angin yang berhembus di permukaan laut. Arus jenis ini biasanya
membawa air kesatu jurusan dengan arah yang sama selama satu musim tertentu; 3). Arus
yang disebabkan oleh air pasang. Arus jenis ini mengalirnya bolak-balik dari dan ke pantai
atau berputar.
Gerakan massa air dalam sangat berbeda dengan massa air permukaan. Massa air dalam
terisolasi dari angin, oleh karena itu gerakannya tidaklah bergantung pada angin. Tetapi
gerakan massa air dalam sebenarnya terjadi karena perubahan gerakan air permukaan. Di
daerah tertentu dan dalam keadaan tertentu pula, gerakan lateral air yang disebabkan oleh
angin juga mengakibatkan air mengalami suatu sirkulasi vertikal atau gerakan ke atas atau yang
biasa kita kenal dengan upwelling (Nybakken, 1992 dalam Anonim, 2008).
2. Jaring Insang (Gillnet)
Gill net sering diterjemahkan dengan “jaring insang”, “jaring rahang”, “jaring” dan lain-lain.
Istilah gill net didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap ”gill net” terjerat
disekitar operculumnya pada mata jaring. Dalam bahasa jepang, gill net disebut dengan istilah
”sasi ami”, yang berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gill net, ialah
dengan proses dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut ”menusukkan diri-sasu” pada ”jaringami”. Di Indonesia, penamaan gill net ini beraneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan
jenis ikan yang tertangkap (jaring koro, jaring udang, dan sebagainya), ada pula yang disertai
dengan nama tempat (jaring udang Bayeman), dan sebagainya (Ayodhyoa, 1981).
Pada umumnya, yang disebutkan dengan gill net ialah jaring yang berbentuk empat persegi

panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar lebih pendek
jika dibandingkan dengan panjangnya.
Jaring insang yang dioperasikan pada perairan dangkal untuk menangkap ikan pelagis seperti
ikan kembung, ikan tongkol, ikan tenggiri dan ikan cakalang, sedangkan pada perairan yang
lebih dalam untuk menangkap ikan demersal yang dioperasikan di atas dasar laut (Hadian, 2005).
Menurut Nomura dan Yamazaki (1987) vide Walus (2001), umunya jaring insang dioperasikan
dalam rangkaian yang panjang hingga mencapai 3.000 – 4.000 meter, kadangkala dioperasikan
secara terhanyut bersama – sama kapalnya atau ditetapkan kedudukannya dengan bantuan
jangkar membentang sepanjang dasar perairan maupun pada kedalaman tertentu.
Menurut Martasuganda (2002), jaring insang dapat diklasifikasikan berdasarkan metode

pengoperasiannya menjadi lima jenis, yaitu (1) jaring insang tetap (fixed gillnet atau set gillnet),
(2) jaring insang hanyut (drift gillnet), (3) jaring insang lingkar (encircling gillnet), (4) jaring
insang giring (frightening gillnet atau drive gillnet), (5) jaring insang sapu (rowed gillnet).
Menurut Ayodhyoa (1979) vide Walus (2001), berdasarkan lapisan jaring yang membentuk
dinding jaring dibedakan menjadi jaring insang berdinding tunggal dan berdinding tiga (trammel
net), sedangkan berdasarkan lapisan kedalaman air tempat dioperasikannya alat ini dapat
dibedakan menjadi jaring insang permukaan (surface gillnet), jaring insang lapisan air tengah
(midwater gillnet), dan jaring insang dasar (bottom gillnet).
Sedangkan, menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia (2005), jaring insang

dibedakan menjadi:
 Jaring insang hanyut (Drift Gillnet), dimana jaring ini dipasang dengan cara terbentang
dan dihanyutkan untuk menghadap sekumpulan ikan.
 Jaring insang lingkar (Encircling Gillnet), dimana jaring ini dipasang melingkari
sekumpulan ikan dan saat ikan bergerak ke segala arah maka akan terjerat pada jaring.
 Jaring insang tetap (Set Gillnet), dimana jaring insang ini umumnya dipasang dengan
menggunakan pemberat atau diikatkan pada sesuatu hingga tidak hanyut terbawa arus.
 Jaring klitik (Shrimp EntanglingGillnet), dimana jaring insang ini pada umumnya
dipasang pada daerah dasar perairan umumnya menangkap ikan demersal dan udang.
 Jaring tiga lapis (Trammel Net), dimana jaring insang yang terdiri dari beberapa lapisan
jaring agar ikan yang terjerat tidak mudah lepas kembali.
Agar ikan-ikan mudah terjerat (gill net) pada mata jaring dan dapat terbelit-belit (entangled)
pada tubuh jaring, maka baik material yang dipergunakan ataupun pada waktu pembuatan jaring
hendaklah diperhatikan hal-hal antara lain seperti berikut (Nomura, 1978; Ayodhyoa, 1981)
 Kekuatan dari Twine (Rigidity of Netting Twine)

Twine yang dipergunakan hendaklah lembut tidak kaku, pliancy, suppeleness. Dengan demikian,
twine yang digunakan adalah cotton, hennep, linen, amylan, nilon, kremona, dan lain-lain,
dimana twine ini mempunyai fibres yang lembut. Bahan-bahan dari manila hennep, sisal, jerami,
dan lainnya yang fibresnya keras tidak digunakan.

Untuk mendapatkan twine yang lembut, ditempuh dengan cara memperkecil diameter twine atau
jumlah pilin persatuan panjang dikurangi, atau bahan-bahan celup pemberi warna ditiadakan.
 Ketegangan Rentangan Tubuh Jaring
Yang dimaksud dengan keterangan rentangan disini ialah rentangan ke arah panjang jaring.
Jaring mungkin direntangkan dengan tegang sekali, tetapi mungkin pula tidak terlalu tegang.
Ketegangan rentangan ini, akan mengakibatkan terjadinya tension bail pada float line ataupun
pada tubuh jaring, dan sedikit banyak berhubungan pula dengan jumlah tangkapan yang akan
diperoleh.
Ketegangan rentangan tubuh jaring akan ditentukan terutama oleh bouyancy dari float, berat
tubuh jaring, tali temali, sinking force dari sinker, dan juga shortening yang digunakan.
 Shortening atau Shrinkage
Supaya ikan-ikan mudah terjerat (gilled) ataupun terbelit-belit pada mata jaring dan supaya ikanikan tersebut tidak mudah terlepas dari mata jaring, maka pada jaring perlulah diberikan
shortening yang cukup. Yang dimaksudkan shortening atau shrinkage adalah pengerutan, yaitu
beda panjang tubuh jaring dalam keadaan tegang sempurna dengan panjang jaring setelah
diletakkan pada float line ataupun sinker line, disebutkan dalam persen.
 Tinggi Jaring
Yang dimaksud dengan tinggi jaring ialah jarak antara float line ke sinker line pada saat jaring
tersebut terpasang di perairan. Untuk jaring insang tetap, akibat resistence terhadap arus akan
meyebabkan perubahan bentuk jaring, pertambahan lebar jaring (mesh depth) akan juga berarti
pertambahan resistance terhadap arus. Biasanya lebar jaring insang tetap tidak melebihi dari

sekitar 7 meter.

 Mesh Size dan Besar Ikan
Antara mesh size dari gill net dan besar ikan yang terjerat (gilled) terdapat hubungan yang erat
sekali. Dari percobaan-percobaan terdapat kecenderungan bahwa sesuatu mesh size mempunyai
sifat untuk menjerat ikan hanya pada ikan-ikan yang besarnya tertentu batas-batasnya. Dengan
perkataan lain, gill net akan besifat selektif terhadap besar ukuran catch yang diperolehnya.
 Warna Jaring
Warna jaring dalam air akan dipengaruhi oleh faktor-faktor kedalaman dari perairan,
transparancy, sinar matahari, sinar bulan, dan faktor lainnya. Sesuatu warna akan mempunyai
perbedaan derajat terlihat oleh ikan-ikan yang berbeda-beda. Demikian pula hendaklah warna
jaring sama dengan warna air diperairan tersebut, juga warna jaring jangan membuat yang sangat
kontras, baik terhadap warna air juga terhadap warna dari dasar perairan tersebut.
Cara tertangkapnya ikan pada kedua jenis jaring ini, selain terjerat pada bagian belakang
operculum atau terjerat di antara operculum dan bagian tinggi maksimum pada mata jaring
bagian dalam, juga tertangkap secara terpuntal. Selain itu, ikan yang tertangkap dapat terjerat
juga terpuntal pada jaring (Hadian, 2005).
Menurut Baranov (1999) vide Tibrizi (2003) menyatakan bahwa mekanisme tertangkapnya ikan
dibedakan dalam tiga cara, yaitu:
1. Gilled : Ikan terjerat mata jaring pada bagian operculum.

2. Wedged : Ikan terjerat mata jaring pada bagian keliling tubuhnya.
3. Tangled : Ikan terpuntal di jaring pada bagian gigi, maxillaria, sirip, apendik atau bagian
tubuh ikan lainnya.
Secara umum pengoperasian gillnet dilakukan secara pasif, tetapi ada juga yang dilakukan secara
semi aktif pada siang hari. Pengoperasian gillnet secara pasif umumnya dilakukan pada malam
hari, dengan atau tanpa alat bantu cahaya. Kemudian gillnet dipasang di perairan yang
diperkirakan akan dilewati ikan atau hewan lainnya dan dibiarkan beberapa lama sampai ikan
menabrak dan terjerat memasuki mata jaring. Lama waktu pemasangan gillnet disesuaikan
dengan target tangkapan atau menurut kebiasaan nelayan yang mengoperasikan (Martasuganda,
2005).

Metode pengoperasian alat tangkap gillnet pada umunya terdiri atas beberapa tahap, yaitu
(Miranti, 2007):
 Persiapan Alat
Sebelum operasi dimulai semua peralatan dan perbekalan harus dipersiapkan dengan teliti. Jaring
harus disusun di atas kapal dengan memisahkan antara pemberat dan pelampung supaya mudah
menurunkannya dan tidak kusut. Penyusunan gillnet diatas kapal penangkapan ikan disesuaikan
dengan susunan peralatan di atas kapal atau tipe kapal yang dipergunakan. Sehingga dengan
demikian gill net dapat disusun di atas kapal pada :
1. buritan kapal

2. samping kiri kapal
3. samping kanan kapal
 Waktu Penangkapan
Penangkapan ikan denan menggunakan alat tangkap gill net umumnya dilakukan pada waktu
malam hari terutama pada saat gelap bulan. Dalam satu malam bila bulan elap penuh operasi
penangkapan aatau penurunan alat dapat dilakukan sampai dua kali karena dalam sekali
penurunan alat, gill net didiamkan terpasang dalam perairan sampai kira-kira selam 3-5 jam.
 Daerah Penangkapan (Fishing Ground)
Setelah semua peralatan tersusun rapi maka kapal dapat dilayarkan menuju ke daerah
penangkapan (fishing ground). Syarat-syarat daerah penangkapan yang baik untuk penangkapan
ikan dengan menggunakan gill net adalah :
1. bukan daerah alur pelayaran umum dan
2. arus arahnya beraturan dan paling kuat sekitar 4 knots
3. dasar perairan tidak berkarang
 Penurunan Alat

Bila kapal telah sampai di daerah penangkapan, maka persiapan alat dimulai, yaitu :
1. posisi kapal ditempatkan sedemikian rupa agar arah angin datangnya dari tempat
penurunan alat
2. setelah kedudukan/ posisi kapal sesuai dengan yang dikehendaki, jaring dapat diturunkan.

Penurunan jaring dimulai dari penurunan jangkar, pelampung tanda ujung jaring atau
lampu, kemudian tali slambar depan, lalu jaring, tali slambar pada ujung akhir jaring atau
tali slambar belakang, dan terakhir pelampung tanda.
3. pada saat penurunan jaring, yang harus diperhatikan adalah arah arus laut. Karena
kedudukan jaring yang paling baik adalah memotong arus antara 450-900
 Penaikan Alat dan Pengambilan Ikan
Setelah jaring dibiarkan di dalam perairan sekitar 3-5 jam, jaring dapat diangkat (dinaikkan) ke
atas kapal untuk diambil ikannya. Bila hasil penangkapan baik, jaring dapat didiamkan selama
kira-kira 3 jam sedangkan bila hasil penangkapan sangat kurang jaring dapat lebih lama
didiamkan di dalam perairan yaitu sekitar 5 jam. Bila lebih lama dari 5 jam akan mengakibatkan
ikan-ikan yang tertangkap sudah mulai membusuk atau kadang-kadang dimakan oleh ikan lain
yang lebih besar.
Urutan pengangkatan alat ini adalah merupakan kebalikan dari urutan penurunan alat yaitu
dimulai dari pelampung tanda, tali selambar belakang, baru jaring, tali selambar muka dan
terakhir pelampung tanda.
Apabila ada ikan yang tertangkap, lepaskan ikan tersebut dari jaring dengan hati-hati agar ikan
tidak sampai terluka. Untuk hal tersebut bila perlu dengan cara memotong satu atau dua kaki
(bar) pada mata jaring agar ikan dilepas tidak sampai luka/ rusak.
Ikan-ikan yang sudah terlepas dari jaring segera dicuci dengan air laut yang bersih dan langsung
dapat disimpan ke dalam palka, dengan dicampur peahan es atau garam secukupnya agar iakn

tidak lekas membusuk.
3. Hubungan Arus terhadap Pemasangan Jaring Insang (Gillnet)
Arah arus sangat berpengaruh pada posisi pemasangan jaring insang (gillnet). Pada posisi
pemasangan jaring insang (gillnet) tegak lurus arus maka mata jaring dari jaring insang (gillnet)
akan terbuka dengan sempurna sehingga ikan akan menabrak jaring dan tertangkap dengan cara

terjerat (gilled) dan atau terbelit (entangled). Sedangkan pada posisi pemasangan jaring insang
(gillnet) searah arus maka mata jaring dari jaring insang (gillnet) tidak akan terbuka dengan
sempurna sehingga ada kemungkinan ikan hanya tertabrak jaring tetapi tidak terjerat atau
tertangkap. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunarso (1985) yang mengemukakan bahwa prinsip
penangkapan jaring insang adalah menghadang gerak ruaya atau gerombolan ikan pada
kedalaman tertentu, dan keberhasilan operasi penangkapan jaring insang ditentukan oleh
kesempurnaan terbukanya mata jaring karena kecenderungan arah renang ikan yaitu berlawanan
atau mengikuti arah arus sehingga ikan tertangkap.
Terbukanya mata jaring pada jaring insang (gillnet) secara sempurna berpengaruh kepada hasil
tangkapan dari jaring insang (gillnet) tersebut. Semakin sempurna mata jaring terbuka di dalam
perairan maka akan semakin banyak ikan yang tertangkap atau terjerat oleh jaring. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nomura dan Yamazaki (1977) vide Wijanarko (1994), yang menyatakan bahwa
agar penangkapan lebih efektif maka pemasangan jaring diupayakan untuk menghadang/tegak
lurus arah arus. Arah arus sangat menentukan posisi jaring dalam air. Arus menimbulkan adanya
resistansi pada jaring sehingga jaring terbentang dan mata jaring terbuka lebar.
Selain arah arus, posisi pemasangan jaring insang (gillnet) juga sangat dipengaruhi oleh
kecepatan arus. Terdapat ikan yang berenang mengikuti kecepatan arus, namun terdapat juga
ikan yang berenang tidak mengikuti kecepatan arus. Hal inilah yang harus diperhatikan sebelum
menentukan posisi pemasangan jaring insang (gillnet). Menurut Harden (1963) vide Wijanarko
(1994), jika jaring dan ikan hanyut dengan kecepatan yang sama tentunya akan kecil sekali
kemungkinan akan tertangkap atau terjerat pada jaring, dan jika jaring hanyut secara lambat
bersama arus maka ikan – ikan harus efektif berenang menentang maupun searah arus, sehingga
pada saat demikian baru ada kemungkinan ikan dapat tertangkap. Jika ternyata ikan hanyut
bersama arus, maka posisi jaring insang harus terentang menghadang/tegak lurus arah arus
sehingga ikan dapat tertangkap.
Arus tidak hanya berpengaruh terhadap pemasangan jaring insang saja. Arus juga ternyata
berpengaruh tergadap pola penyebaran ikan. Seperti yang telah dijelaskan sedikit diatas, arus
berpengaruh terhadap pola renang ikan sehingga dengan mengetahui tingkah laku renang ikan
maka dapat diketahui daerah – daerah mana saja yang terdapat banyak ikannya. Selain itu, arus
membawa telur – telur dan anak – anak ikan dari spawning ground ke nursery ground dan dari
nusery ground ke feeding ground. Hal ini dapat menjadi acuan untuk menentukan daerah

penangkapan ikan yang baik karena dengan terbawanya telur – telur dan anak – anak ikan ke
feeding ground oleh arus maka secara tidak langsung maupun langsung akan merangsang ikan –
ikan dewasa berkumpul di feeding ground untuk mencari makan. Arus juga dapat membawa atau
memindahkan nutrien – nutrien yang terdapat pada suatu perairan sehingga ikan – ikan akan
berkumpul di daerah perairan yang banyak terdapat nutriennya untuk mencari makan.
4. KESIMPULAN
Arus sangat erat kaitannya dalam bidang ilmu penangkapan ikan, terutama pada pemasangan alat
tangkap jaring insang (gillnet). Arah arus dan kecepatan arus pada suatu perairan sangat
menentukan posisi pemasangan jaring insang. Arus juga sangat berpengaruh pada bukaan mata
jaring pada jaring insang (gillnet) ketika berada di perairan arus berpengaruh pula pada
banyaknya ikan yang dapat ditangkap pada suatu perairan dengan menggunakan jaring insang
(gillnet). Selain itu, arus juga sangat berperan dalam menentukan pola penyebaran ikan. Oleh
karena itu, perlu diketahui terlebih dahulu kecepatan dan arah arus jika ingin memasang jaring
insang pada suatu perairan agar hasil tangkapan yang dihasilkan lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, N. 2003. Hubungan Suhu Permukaan Laut terhadap Pola Musim Penangkapan Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Ayodhyoa, AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
[DKP]. 2005. Deskripsi Kategori Alat Tangkap Jaring Insang. http://www.pipp. dkp.go.id/pipp2/
kapalapi_index.html?idkat_api=4. [1 Januari 2009].
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik
Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor.
Hadian. 2005. Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang Hanyut dengan Ukuran Mata Jaring 2 Inci
di Teluk Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
King, M. 1995. Fisheries Biologi, Ascesment and Management. Faculty of Fisheries and Marine
Environment. Australian Maritim College. Page 71 – 112.
Martasuganda, S. 2002. Jaring Insang (Gillnet). Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Martasuganda, S. 2005. Jaring Insang (Gillnet). Serial Teknologi Penangkapan Ikan
Berwawasan Lingkungan: Edisi Baru. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Miranti. 2007. Perikanan Gillnet di Palabuhanratu: Kajian Teknis dan Tingkat Kesejahteraan
Nelayan Pemilik. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
[PUSTEKKOM]. 2005. Gerakan Air Laut dan Kualitas Air Laut.
http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=99&fname=geox0810.htm. [1 Januari 2009].
Setyawan, WB. 2008. Arus Laut. http://namce8081.wordpress.com/2008/09/21/ arus-laut/. [19
Oktober 2008].
Subani dan Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia. Jurnal Perikanan
Laut. Nomor: 50 Tahun 1988/1989. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 248 hal.
Tibrizi, A. 2003. Selektivitas Ukuran dan Mekanisme Pelolosan Udang Windu (Peneus
monodon) Hasil Tangkapan Trammel Net Uji Coba di Tambak. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Walus, S. 2001. Studi Selektivitas Jaring Insang Hanyut terhadap Ikan Cakalang (Katsuwonus
pelamis) di Perairan Pelabuhan Ratu. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Wijanarko, B. 1994. Studi tentang Pengaruh Suhu Permukaan dan Arah Arus pada Penangkapan
Ikan Terbang (Cypsilirus spp.) dengan Jaring Insang Hanyut di Perairan Taliabu Barat, Maluku
Utara. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.