Kepuasan kerja sebagai mediator Kecerdas

1
Kepuasan kerja sebagai mediator Kecerdasan Emosi dan Kepemimpinan Transformasional
terhadap Kinerja
Prakoso, Agung Suryo1),
Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen, Universitas Merdeka Malang, Indonesia
Email: Agungsetha1988@gmail.com
Harianto Respati 2), Boge Triatmanto 3)
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Merdeka Malang, Indonesia

1

Abstract: Tujuan penelitian ini untuk menguji kecerdasan emosi dan kepemimpinan transformasional
terhadap kinerja dan untuk menguji peran mediasi kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja.
Penelitian ini menggunakan persepsi dan kausalitas untuk guru. Penelitian ini adalah studi kuantitatif
dengan metode survey pendekatan paradigma positif. Selain itu, structural equation modelling
digunakan untuk melakukan pengujian penelitian. Populasi penelitian ini adalah guru kejuruan di
Malang, Indonesia. Penelitian ini menggunakan kuisioner skala likert yang dibagikan kepada 110
responden. Teknik random sanpling digunakan untuk menentukan responden. Penelitian ini
menemukan Kepuasan guru lebih utama dibentuk oleh kepemimpinan transfomasional daripada
kecerdasan emosi untuk meningkatkan kinerja guru
Keywords: kecerdasan emosi, kepemimpinan transformsional. kepuasan kerja, kinerja

1. PENDAHULUAN
Sumber daya manusia (SDM) memiliki peran penting dalam menentukan keberhasilan dan
pencapaian tujuan perusahaan. Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, sumber daya selalu
dituntut untuk mampu meningkatkan produktivitas kerjanya demi kelangsungan dan peningkatan
kinerja, pendapatan dan keuntungan perusahaan. Bila dalam suatu perusahaan dengan banyak
karyawan mengalami gangguan produktivitas dan kesehatan, maka kinerja perusahaan dapat
terganggu. Gangguan yang dimaksudmeliputi beberapa hal, diantaranya tidak ada gairah kerja
karyawan yang dapat menyebabkan kinerja kerja menurun, sebagai akibat rutinitas yang terus
menerus yang berakibat pada kebosanan dan ketidakpuasan kerja. Karyawan yang mengalami
ketidakpuasan kerja akan merasa pekerjaannya merupakan suatu beban yang harus dikerjakan.
Keadaan terbebani mendasari suatu keterpaksaan dalam bekerja, sehingga pekerjaan yang
dikerjakan tidak memberikan hasil maksimal, sesuai dengan harapan dan tujuan dari perusahaan.
Peningkatan kinerja karyawan akan membawa kemajuan bagi perusahaan untuk dapat bertahan
dalam suatu persaingan lingkungan bisnis yang tidak stabil. Oleh karena itu upaya-upaya untuk
meningkatkan kinerja karyawan merupakan tantangan manajemen yang paling serius karena
keberhasilan untuk mencapai tujuan dan kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada kualitas
kinerja sumber daya manusia yang ada didalamnya (Erza, 2012).
Salah satu sasaran penting dalam manajemen sumberdaya manusia pada suatu organisasi
adalah terciptanya kepuasan kerja anggota organisasi yang bersangkutan. Kepuasan kerja tersebut
diharapkan dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi yang lebih baik. Kepuasan kerja

anggota adalah salah satu aspek yang dapat meningkatkan kinerja organisasi, sehingga kepuasan
kerja anggota mempengaruhi kinerja unit secara keseluruhan. Sejalan dengan pendapat Handoko
(1997:122) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan para anggota dalam memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya ini nampak dalam sikap
positif anggota terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Oleh sebab itu, apabila seorang individu memiliki kepuasan kerja yang tinggi, maka akan
menghasilkan kinerja yang tinggi pula.
Kinerja seorang guru memperlihatkan tingkat keberhasilan dengan melakukan fungsi dan
tanggung jawab sebagai guru, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh kebijakan dan
strategi sekolah tempat mengajar. Kinerja guru tentu saja tidak berdiri sendiri, sebab banyak faktor
yang dapat mempengaruhi fluktuasi kinerja guru. Sebagai pengajar, tentu saja guru dituntut harus
memiliki kemampuan intelektual yang memadai, agar materi yang diajarkan kepada para siswa
dapat ditransfer melalui proses belajar mengajar yang efektif (Hendriani dan Lestari, 2013).

2
Menurut Hendriani dan Lestari (2013) kemampuan intelektual masih belum cukup untuk
mengindikasikan tingkat kecerdasan seseorang. Selain kecerdasan intelektual adalah tingkat
penguasaan emosional, yang dikenal sebagai kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional yang
dimiliki guru akan mampu untuk mengenali diri sendiri, sehingga dari kesadaran akan identitas

dan kepercayaan tersebut menimbulkan suatu dorongan/motivasi yang kuat bagi individu untuk
membangun sebuah keadaan emosional yang stabil, yang mana stabilitas emosional yang dapat
memudahkan seseorang untuk terus belajar dan mengembangkan kemampuan
Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa
kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi, bahkan untuk beradaptasi
dengan perubahan yang sedang terjadi di dalam maupun di luar organisasi. Setiap pemimpin dapat
memberikan pengaruh terhadap bawahannya, misalnya terhadap kepuasan kerja dan kinerja
karyawan. Disadari bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang terbaik yang berlaku
universal untuk segala situasi dan lingkungan, maka pendekatan situasional atau kontingensi
dalam memilih model kepemimpinan yang efektif menjadi alternatif jawaban terbaik (Handoko,
2008: 134). Kemampuan pemimpinan dalam menggerakkan dan memberdayakan karyawan akan
mempengaruhi kinerja karyawan. Efektivitas pemimpin dipengaruhi karakteristik bawahannya dab
terkait dengan proses komunikasi yang terjadi antara pemimpin dan bawahan. Pimpinan dikatakan
tidak berhasil apabila tidak dapat memotivasi, menggerakkan dan memuaskan karyawan pada
suatu pekerjaan dan lingkungan tertentu. Tugas pimpinan adalah mendorong bawahan supaya
memiliki kompetensi dan kesempatan berkembang dalam mengantisipasi setiap tantangan dan
peluang dalam bekerja.
Kepemimpinan menggambarkan bentuk aturan pemimpin dan kemampuan mereka mencapai
efektivitas kinerja melalui orang lain. Akinboye (dalam Ayo, Hammed, T. dan Shadare Oluseyi.
A, 2009: 8) mengartikan kepemimpinan sebagai pemimpin yang menunjuk pengikutnya berusaha

mencapai tujuan untuk menunjukkan nilai dan motivasi, keinginan dan kebutuhan, aspirasi dan
harapan antara pimpinan dan bawahan.
2. KAJIAN LITERATUR
a. Kinerja
Menurut Benardin (Sudarmanto, 2014:8) kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi
(dihasilkan) atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama periode waktu
tertentu.. Empat dimensi kinerja yang dipakai dalam penelitian ini mengacu pada Bernardin
dan Russel (1993), yaitu:
1) Kualitas (Quality), yaitu hasil kerja keras para karyawan yang sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan oleh pihak perusahaan sebelumnya.Jika hasil yang dicapai oleh karyawan
tersebut tinggi maka kinerja dari karyawan tersebut dianggap baik oleh pihak perusahaan atau
sesuai dengan tujuannya. Ini berarti merupakan suatu tingkatan yang menunjukkan proses
pekerjaan atau hasil yang dicapai atas suatu pekerjaan mendekati adanya kesempurnaan.
2) Kuantitas (Quantity), yaitu hasil kerja keras karyawan yang bisa mencapai skala maksimal
yang telah ditentukan oleh pihak perusahaan. Dengan hasil yang telah ditetapkan oleh
perusahaan tersebut maka kinerja dari para karyawan sudah baik. Jika Quantity merupakan
jumlah yang diproduksi yang dinyatakan dalam nilai mata uang, Jumlah unit produk atau
jumlah siklus aktivitas yang telah diselesaikan.
3) Ketepatan Waktu (Timeliness), yaitu karyawan dapat bekerja sesuai dengan standar waktu
kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dengan adanya timeliness yang merupakan suatu

tingkatan yang menunjukkan bahwa suatu pekerjaan dapat terselesaikan lebih cepat dari waktu
yang telah ditentukan maka kinerja karyawan tersebut sudah baik.
4) Hubungan Rekan Sekerja (Interpersonal Impact), yaitu perasaan karyawan pada harga diri
yang tinggi terhadap pekerjaannya maka karyawan tersebut berusaha untuk mencapai hasil
terbaik dalam pekerjaan tersebut.Oleh karena itu, dengan rasa harga diri yang tinggi terhadap
pekerjaannya diharapkan para karyawan dapat meningkatkan kinerjanya dalam bekerja.
Dengan adanya Interpersonal impact yang merupakan suatu tingkatan keadaan dari karyawan
yang dapat menciptakan suasana nyaman dalam bekerja, percaya diri, serta kerjasama antar
rekan kerja menyebabkanakan tercipta peningkatan kinerja.
b. Kepuasan kerja
Sutrisno (2009:78) menyatakan bahwa terdapat bermacam-macam pengertian atau batasan
tentang kepuasan kerja. Pertama, pengertian yang memandang kepuasan kerja sebagai suatu
reaksi emosional yang kompleks. Reaksi emosional ini adalah merupakan akibat dari

3
dorongan, keinginan, tuntutan dan harapan-harapan karyawan terhadap pekerjaan yang
dihubungkan dengan realita-realita yang dirasakan karyawan, sehingga menimbulkan suatu
bentuk reaksi emosional yang berwujud perasaan senang, perasaan puas ataupun perasaan
tidak puas. Kedua, pengertian yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap
karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerja sama antar

karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan
psikologis.Kepuasan kerja adalah sikap atau perasaan puas dan tidak puas karyawan terhadap
hasil penilaian dari pekerjaan yang telah dilakukannya. Hal ini sejalan dengan pendapat
Kaswan (2012) dan Handoko (2001) memandang kepuasan kerja sebagai perasaan puas atau
tidak puas karyawan terhadap pekerjaan mereka, perasaaan itu akan tampak dari sikap
karyawan terhadap pekerjaan dan dilingkungan kerjanya. Dimensi kepuasan kerja yang
digunakan dalam penlitian ini mengacu pada pendapat Kaswan (2012) dan Luthans (2006)
diantaranya
1) Pekerjaan itu sendiri, sejauhmana pegawai memandang pekerjaannya sebagai pekerjaan
yang menarik, memberikan kesempatan untuk belajar, dan peluang untuk menerima tanggung
jawab.
2) Upah atau gaji, merupakan jumlah balas jasa finansial yang diterima pegawai dan tingkat di
mana hal ini dipandang sebagai suatu hal yang adil dalam organisasi.
3) Kesempatan untuk kenaikan jabatan / promosi dalam jenjang karir,Promosi akan
memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan
status sosial yang meningkat.Apabila promosi dibuat dengan cara yang adil diharapkan
mampu memberikan kepuasan kepada pegawai.
4) Supervisi, merupakan kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan secara teknis
maupun memberikan dukungan.
5) Rekan kerja, merupakan suatu tingkatan di mana rekan kerja memberikan

dukungan.Tingkat keeratan hubungan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan intensitas
interaksi yang terjadi dalam suatu kelompok. Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan
yang tinggi cenderung menyebabkan para pekerja lebih puas berada dalam kelompok.
Kepuasan timbul terutama berkat kurangnya ketegangan, kurangnya kecemasan dalam
kelompok dan karena lebih mampu menyesuaikan diri dengan tekanan pekerjaan
c. Kecerdasan Emosi
Menurut Agustian (2009:64), kecerdasan emosional adalah kemampuan memahami emosi dan
menjadikan sumber informasi yang pokok untuk memahami diri sendiri dan orang lain,
sebagai langkah untuk mencapai tujuan. Goleman (2000) mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagai “kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri, dan hubungannya dengan orang lain”.
Kecerdasan emosional memiliki komponen-komponen tertentu. komponen kecerdasan
emosional menurut Goleman (2015) yaitu:
a) Kesadaran diri. Komponen kesadaran diri mencakup guru mengetahui tentang dirinya
sendiri, mengamati diri sendiri, mengenali perasaan sendiri, menghimpun kosakata
perasaan, menerima diri sendiri, mengenali hubungan antara diri, lingkungan, dan Tuhan,
serta mengenali hubungan antara gagasan, perasaan dan reaksi.
b) Pengaturan diri. Menurut Goleman (2015:38), aspek ini merupakan penanganan perasaan
agar dapat terungkap dengan tepat. Komponen pengaturan diri mencakup beberapa aspek.

Aspek tersebut di antaranya: (1) Guru mampu memahami apa yang ada di balik
perasaan. (2) Guru mengetahui cara menangani kecemasan, amarah, dan kesedihan,
tanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan, serta tindak lanjut kesepakatan.
Kecakapan ini bergantung pada kesadaran diri. Oleh karena itu, apabila guru sebagai
makluk individu dan sosial, yang kurang baik dalam keterampilan ini akan terus menerus
melawan perasaan murung, sementara yang memiliki keterampilan dapat bangkit kembali
dengan jauh lebih cepat (Goleman 2015:38).
c) Motivasi. Menurut Goleman (2015:38), menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan
adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi
diri sendiri dan menguasai diri sendiri, serta untuk berkreasi. Kendali diri emosional yang
menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati merupakan landasan
keberhasilan dalam berbagai bidang. Artinya, tidak terkecuali dengan bidang pendidikan

4
yang menjadi tempat guru bekerja. Apabila guru mampu menyesuaikan diri, maka akan
memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Dengan demikian
guru yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal
apapun yang guru kerjakan.
d) Empati. Empati merupakan kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri emosional
dan merupakan keterampilan bergaul. Guru yang memiliki empati yang baik akan lebih

mampu peka pada hal sosial yang tersembunyi, tetapi mengisyaratkan apa yang
dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.
e) Keterampilan sosial. Berkaitan dengan keterampilan sosial atau membina hubungan
dengan orang lain, menurut Goleman (2015:38), merupakan keterampilan mengelola
emosi orang lain. keterampilan ini menunjang popularitas, kepemimpinan, dan
keberhasilan antar pribadi. Guru yang baik dalam keterampilan ini akan sukses dalam
kinerjanya, terutama yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.
d. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan
perubahan dalam organisasi. Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan
yang lebih menekankan pada kegiatan pemberdayaan (empowerment) melalui peningkatan
konsep diri bawahan/anggota organisasi yang positif (Nawawi, 2006). Sedangkan
Kepemimpinan transformasional memiliki pengertian kepemimpinan yang bertujuan untuk
perubahan. Sesuai dengan aturan kepemimpinan yaitu adanya pergerakan untuk mencapai
tujuan, maka tujuan yang dimaksud di sini adalah perubahan. Perubahan yang dimaksud
diasumsikan sebagai perubahan ke arah yang lebih baik, menentang status quo dan aktif
(Lensufiie, 2010). Selanjutnya, untuk dapat menghasilkan produktivitas, kepemimpinan
transformasional telah didefinisikan sebagai “Fours I’s”– Idealized influence, inspirational
motivation, intellectual stimulation, dan individualized consideration (Bass 1985). Adapun
dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional, sebagai berikut (Nawawi 2006, Yukl 2005):

1) Stimulasi Intelektual (Intelectual Stimulation).
Pemimpin transformasional menstimulasi usaha bawahannya untuk berlaku inovatif dan
kreatif dengan mempertanyakan asumsi, pembatasan masalah dan pendekatan dari situasi
lama dengan cara yang baru, menggalakan penggunaan kecerdasan, mengutamakan
rasionalitas dan melakukan pemecahan masalah secara teliti.
2) Konsiderasi Individual (Individual Consideration).
Pemimpin transformasional memiliki perhatian khusus terhadap kebutuhan individu dalam
pencapaiannya dan pertumbuhan yang mereka harapkan dengan berperilaku sebagai pelatih
atau mentor dan memberikan nasehat.
3) Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation).
Pemimpin transformasional berperilaku dengan tujuan untuk memberi motivasi dengan
inspirasi terhadap orang-orang disekitarnya. Mengkomunikasikan harapan yang tinggi,
menggunakan slogan-slogan untuk memfokuskan usaha mengungkapkan sesuatu yang
penting secara sederhana.
4) Pengaruh Idealis (Idealized Influence).
Pemimpin Transformasional berperilaku sebagai model bagi bawahannya. Pemimpin sepeti
ini biasanya dihormati dan dipercaya, cenderung kharismatik, melalui perumusan visi dan
misi secara jelas, memperoleh dukungan dan kepercayaan dari bawahan/anggota organisasi
dan/atau rekan kerja.
3. METODE PENELITIAN

a. Desain penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode survei yakni mengumpulkan informasi dari jumlah
populasi yang cukup banyak. Pendekatan penelitian adalah positivist untuk menjawab
perumusan masalah, variabel yang diteliti bersifat kuantitatif dan proses pengumpulan data
menggunakan pendekatan persepsional internal untuk memudahkan pengukuran.
b. Populasi
Adalah guru SMK Negeri 5 di Malang, Jawa Timur sebanyak 150 guru yang terdaftar.
c. Sampel dan Sampling
Sampel yang ditetapkan sebanyak 110 guru sehingga studi ini menggunakan metode
random sampling. Reponden adalah guru sebagai pelaksana tugas di sekolah seperti guru
tetap, guru honorer, guru praktek dan sejenisnya.

5
d. Teknik pengumpulan data
Wawancara dan mendistribusikan kuesioner untuk dijawab. Jawaban kuesioner disajikan
menurut skala Likert dengan pilihan poin 5. Poin tertinggi menyatakan persepsi sangat setuju
hingga poin terendah menyatakan sangat tidak setuju. Hasil tabulasi data diuji validitas dan
reliabilitas.
e. Variabel dan indikator
Hubungan antara indikator dengan variabel laten adalah reflektif, maka perlu dihitung nilai
skor faktor untuk masing-masing variabel terlebih dahulu dibantu dengan program SPSS.
Untuk membuktikan hipotesis penelitian dilakukan dengan analisis regresi untuk masingmasing nilai skor faktor variabel endogen terhadap eksogennya, sehingga pada analisis ini
terdapat tiga pengujian regresi. Untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung
digunakan model dekomposisi (penguraian).
Variabel eksogen kecerdasan emosi direfleksikan dengan 5 indikator yaitu kesadaran diri,
manajemen diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial. Variabel eksogen kepemimpinan
transformasional direfleksikan dengan 4 indikator: pengaruh idealis, konsiderasi individual,
motivasi inspirasional dan stimulasi intelektual. Variabel endogen Kinerja direfleksikan oleh 4
indikator yakni kuantitas, kualitas, kehadiran dan kemampuan bekerja sama. dan variabel
mediasi kepuasan kerja direflesikan oleh 5 indikator yakni kepuasan dengan atasan, pekerjaan,
promosi, upah dan kepuasan dengan rekan kerja.
f. Kerangka konseptual

Gambar 1. Kerangka konseptual penelitian
Keterangan :
KE = Kecerdasan Emosi; KT = Kepemimpinan Transformasional; KK = Kepuasan Kerja; KIN =
Kinerja
g. Rujukan penelitian
1 : Jeloudar dan Goodarzi (2012), Elias (2012), Najafi dan Mousafi (2012) dan Kadeni (2015)
2 : Chi, et al., (2011) dan Risambessy (2012)
3 : Mishra dan Mohapatra (2010), Susanti (2008), Ahuja (2012), Arbatani dan Mousavi (2012) dan
Kadeni (2015)
4 : Chi et al., (2011), Pattiasina, Sudarma, Sutrisno (2011), Risambessy(2012), Huda (2014) dan
Morales et al., (2012)
5 : Petty, McGee, Cavender (1984), Ostroff (1992), Judge, Thorensen, Bono dan Patton (2010),
Ahmad, Ahmad dan Shah (2010), Nimalathasan dan Brabete (2011), Husin (2011), Dizgah,
Chegini dan Bisokhan (2012)
h. Hipotesis penelitian
H1:Kecerdasan Emosi dan Kepemimpinan Transformasional berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja Guru
H2:Kecerdasan Emosi dan Kepemimpinan Transformasional berpengaruh signifikan terhadap
Kepuasan Kerja. Guru
H3:Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Guru
H4:Kepuasan Kerja dapat memediasi hubungan Kecerdasan Emosi dan Kepemimpinan
Transformasional terhadap Kinerja Guru

6
4. ANALISIS HASIL PENELITIAN
a.

Karakteristik responden
Jenis kelamin kebanyakan responden yang mengisi kuesioner adalah laki-laki, pada
tingkat usia 41 sampai dengan 50 tahun dan dengan tingkat pendidikan tamatan sederajat
dengan S1 dengan masa kerja kebanyakan antara 1-10 tahun. Dengan melihat masa kerja
peneliti meyakini bahwa unit yang dianalisis memahami tentang tugas dan tanggung
jawab di lingkungan pekerjaannya.
b. Pengujian instrumen
Hasil pengujian butir pertanyaan terhadap variabel yang diukur dinyatakan valid dan
relibel. Setiap nilai r hitung lebih besar dari r tabel(0,361) demikian pula nilai chronbach’s
Alpha lebih besar dari r tabel (0,700).
c. Deskriptif pengukuran
Nampak pada table 1 dibawah ini:
Tabel 1. Deskriptif Indikator Penelitan
Score
Score
Score
Score
Kecerdasan
Kepemimpinan
Kepuasan
rataratarata- Kinerja
rataEmosi
Transformasional
Kerja
rata
rata
rata
rata
Kepuasan
Kesadaran diri 0.79
Pengaruh idealis
0.73
0.71
Kuantitas
0.77
atasan
Manajemen
Konsiderasi
Kepuasan
0.97
0.73
0.70
Kualitas
0.75
diri
individual
pekerjaan
Motivasi
Kepuasan
Motivasi
0.88
0.96
0.79
Kehadiran
0.89
inspirasional
promosi
Kemampuan
Stimulasi
Kepuasan
Empati
0.80
0.91
0.85
bekerja
0.87
intelektual
upah
sama
Ketrampilan
Kepuasan
0.87
0.88
sosial
rekan kerja
Hasil dari Tabel 1 memperlihatkan bahwa setiap infikator penelitian mampu merefeksikan
varibael terukur, hal ini bias terlihat dari factor loading dari masing-masing indicator yang
mana lebih dari 0,5 dan nilai probabilitas tiap indicator tidak lebih dari tingkat error sebesar
0,05. Hasil temuan yang berhubungan dengan variable terukur memperlihatkan bahwa
kecerdasan emosi di cerminkan oleh manajemen diri. Di saat yang sama kepemimpinan
transformasional dicerminkan oleh motivasi inspirasional sedangkan kepuasan kerja di
tunjukkan oleh kepuasan akan rekan kerja dan kinerja di representasikan oleh kehadiran guru
di sekolah. Evaluasi Nilai Goodness of Fit menunjukkan bahwa nilai hitung Chi-square
sebesar 618,931 dan nilai probabilita ssebesar 0,000, yang lebih kecil dari 0,05. Tetapi nilai
RMSEA = 0,053 (≤ 0,08), GFI = 0,910 (≥ 0,90),TLI = 0,953 (≥ 0,95). Sanusi (2011:187)
menjelaskan bahwa model dinyatakan baik apabila satu atau dua kriteria goodness of fit
memenuhi nilai cut-off yang disarankan. Dengan demikian model persamaan struktural yang
dibangun mampu menjadi model analisis untuk menguji hipotesis temuan penelitian.
Berdasar hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terjadi terlalu banyak perbedaan
hasil penelitian dengan penelitia terdahulu dan dapat di simpulkan bahwa model SEM dapat
diterima untuk analisa selanjutnya seperti pada gambar 2 berikut ini.

7

Gambar 2 Koefisien Structural Equation Modelling
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa semua variable di dalam penelitian memiliki
pengaruh yang signifikan antar satu dengan yang lainnya. Hasil dari hipotesis ditampilkan
pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Koefisien Variabel Penelitian
Variabel
Variabel
Variabel
Standadized
Hipotesis
Eksogen
Mediasi
Endogen
Coefficient
Kecerdasan
0,40*
Emosi
Kepuasan
H1
Kepemimpinan
Kerja
Transformasiona
0,51*
l
Kecerdasan
0,24*
Emosi
H2
Kinerja
Kepemimpinan
Transformasiona
0,20*
l
Kepuasan
H3
Kinerja
0,57*
Kerja
Kecerdasan
0,23*
Emosi
Kepuasan
H4
Kinerja
Kepemimpinan
Kerja
Transformasiona
0,29*
l
Catatan : *) tingkat probabilitas kuang dari 0,05

Hasil
H1
diterima

H2
diterima
H3
diterima
H4
diterima

Berdasar hasil penelitian di atas mengindikasikan bahwa kecerdasan emosi kepemimpinan
tranformasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
Kecerdasan emosi dan kepemimpinan transformasional mampu mempengaruhi kinerja secara
signfikan dan positif. Kepuasan kerja juga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap kinerja. Hasil pengujian ini membuktikan bahwa kepuasan kerja adalah variable
mediasi yang sesuai untuk kecerdasan emosi dan kepemiminan transformasional untuk
meningkatkan kinerja, yang berarti kepuasan kerja penting ketika guru merasa adanya
kesesuaian antar kecerdasan emosi dan kepemimpinan transformasional dalam
mengoptimalkan kinerjanya. Berdasar analisis jalur, menemukan bahwa jalur yang paling kuat
adalah pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja. Jadi Kepuasan guru SMK
Negeri 5 Malang lebih utama dibentuk oleh kepemimpinan transfomasional daripada
kecerdasan emosi untuk meningkatkan kinerja guru
6. PEMBAHASAN
a. Kecerdasan Emosi dan Kepemimpinan Transformasional terhadap Kepuasan Kerja

8
Pola-pola perilaku seorang kepala sekolah yang diterapkan dalam bekerja tidak selalu
konsisten, tergantung dari situasi yang dihadapai. Pemahaman tentang gaya kepemimpinan
yang akan diterapkan sangat diperlukan seorang kepala sekolah dalam mempengaruhi,
memotivasi perilaku bawahan supaya sasaran organisasional dapat tercapai. Penerapan gaya
kepemimpinan kepala sekolah yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapai
diharapkan dapat menumbuhkan motivasi dan semangat para guru dalam menjalankan
tugasnya. Kinerja guru yang baik akan menimbulkan kepuasan tersediri bagi dirinya sendiri.
Perilaku dan tindakan kepala sekolah baik secara kedinasan ataupun hubungannya dengan
guru akan selalu terespon dalam berbagai tanggapan secara positif ataupun negatif.
Seorang guru yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi diharapkan dapat
menempatkan posisi serta dapat memotivasi diri dan rekan kerja untuk dapat menjalankan
tugas kedinasannya dengan baik. Guru yang dapat menjalankan tugas dengan baik
diindikasikan sebagai manifestasi dari kepuasan kerjanya.
b. Kecerdasan Emosi dan Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja
Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam memberikan pengarahan kepada karyawan
apalagi pada saat sekarang ini dimana semua serba terbuka, maka kepemimpinan yang
dibutuhkan adalah kepemimpinan yang bisa memberdayakan karyawannya. Pemimpin dengan
kemampuan sebagai pengawas, memiliki kebutuhan untuk berprestasi, kecerdasan, ketegasan,
kepercayaan diri dan insiatif yang baik mampu mendorong karyawan untuk memberikan
kinerja terbaiknya. Dimana indikator kemampuan sebagai pengawas, kebutuhan prestasi,
kecerdasan, kepercayaan diri dan inisiatif berada dalam kategori cukup baik, sedangkan
indikator ketegasan mendapatkan kategori baik dari karyawan. Hasil penelitian untuk variabel
kepemimpinan menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Hal ini sesuai
dengan penelitian Heather et.al (2001) dan Chen (2004) menyatakan bahwa kepemimpinan
mampu meningkatkan kinerja karyawan.
c. Kepuasan Kerja dan Kinerja
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh dari Kepuasan Kerja terhadap
kinerja guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Gibson (2006) bahwa kepuasan kerja
menyebabkan peningkatan prestasi kerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif.
Artinya apabila karyawan puas dan senang dengan pekerjaannya akan berdampak pada
peningkatan kinerja. Kepuasan kerja yang tinggi diharapkan meningkatkan kinerja karyawan.
Tanpa adanya kepuasan kerja, guru tidak akan bekerja seperti yang diharapkan oleh
organisasi, maka akibatnya kinerja guru menjadi rendah sehingga tujuan organisasi tidak akan
tercapai.
Berdasarkan berbagai penelitian lainnya ditemukan bukti bahwa organisasi yang memiliki
karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif dibandingkan organisasi yang memiliki
karyawan yang kurang puas (Robbins,2003). Salah satu cara untuk dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan karyawan adalah dengan menciptakan kepuasan kerja. Handoko
(2008:196) mengemukakan bahwa “karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya
mempunyai catatan kehadiran dan peraturan lebih baik, tetapi kurang aktif dalam kegiatan
serikat karyawan dan biasanya berprestasi lebih baik dibandingkan karyawan yang tidak
memperoleh kepuasan kerja”. Apabila seorang karyawan merasa puas dengan pekerjaannya
dan lingkungan pekerjaannya maka akan lebih bersemangat dan memiliki motivasi untuk
bisa bekerja lebih keras agar dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan.
d. Peran Kepuasan kerja sebagai intervensi pengaruh Kecerdasan Emosi dan Kepemimpinan
Transformasional terhadap Kinerja
Hasil penelitian mengidentifikasi bahwa kepuasan kerja mampu memediasi secara penuh
Kecerdasan Emosi dan kepemimpinan Transformasional terhadap kinerja. Hal ini dapat
dilihat dari kegiatan yang dilaksanakan oleh guru mulai dari kualitas hasil kerja, kuantitas
(jumlah output) yang dihasilkan, tingkat kehadiran di sekolah serta kerjasama dengan rekan
kerja yang dilakukan oleh guru. Guru yang dapat mengatur diri dalam hal ini emosi dan
tanggung jawab guru dapat mempengaruhi hubungan dengan rekan kerja sehingga menjadi
puas akan kinerja diri sendiri. Kepuasan tersebut akan berimplikasi pada kinerja guru dengan
meningkatknya kehadiran guru di Sekolah. Persepsi guru mengenai kepala sekolah dapat
menjadi contoh dan inspirasi akan meningkatkan hubungan dengan rekan kerja sehingga guru
menjadi nyaman di sekolah. Guru yang nyaman akan pekerjaannya akan meningkatkan
kehadiran sehingga kinerja guru juga kan meningkat.

9
Kepemimpinan transformasional kepala sekolah dapat mendorong peningkatan kinerja guru.
Dalam hal ini menjalankan fungsi manajer. Fungsi manajer tersebut dapat meningkatkan
kepuasan kerja guru untuk mencapai kinerja guru yang tinggi. Di samping itu, kepala sekolah
juga harus memberikan contoh kepada guru, staf dan karyawan yang kreatif dan inovatif. Hal
ini telah terbukti adanya pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kepuasan kerja dan
juga terhadap kinerja guru. Berdasarkan temuan tanggapan responden memberikan tanggapan
yang utama agar kepala sekolah tetap mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya dalam
hal mendukung kinerja bawahan serta menciptakan kondisi yang nyaman bagi seluruh guru
dan staf dibawahnya.
Kepuasan kerja lebih utama dibentuk oleh kepemimpinan
transfomasional daripada kecerdasan emosi untuk meningkatkan kinerja guru
e. Keterbatasan Penelitian
Unit analisis penelitian ini adalah guru kejuruan di Malang yang ada di wilayah Jawa Timur.
Sehingga temuan penelitian dipandang masih belum spesifik pada satu kekhususan profesi
tertentu.
7. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kecerdasan emosional dan kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja guru melalui kepuasan kerja guru. Berdasarkan hasil
analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Peranan kecerdasan emosi, kepemimpinan transformasional, kepuasan kerja dan kinerja
guru SMK Negeri 5 kota Malang, memperlihatkan gambaran sebagai berikut:
a. Kecerdasan Emosi yang terdiri dari kesadaran diri, manajemen diri, motivasi, empati
dan ketrampilan sosial, mampu memberikan peranan terhadap variabel kecerdasan
emosi. Indikator yang memberikan peranan terbesar pada kecerdasan emosi adalah
manajemen diri.
b. Kepemimpinan Transformasional yang terdiri dari pengaruh idealis (idealized
influence), konsiderasi individual (individual consideration), motivasi inspirasional
(inspirational motivation) dan stimulasi intelektual (intelectual stimulation), mampu
memberikan peranan terhadap variabel kepermimpinan transformasional. Indikator
yang memberikan peranan terbesar pada kepemimpinan transformasional adalah
motivasi inspirasional (inspirational motivation).
c. Kepuasan kerja yang terdiri dari kepuasan dengan atasan, kepuasan dengan pekerjaan,
kepuasan dengan promosi (kenaikan posisi, pangkat atau jabatan), kepuasan dengan
upah dan kepuasan dengan rekan kerja mampu memberikan peranan terhadap variabel
kepuasan kerja. Indikator yang memberikan peranan terbesar adalah kepuasan dengan
rekan kerja
d. Kinerja yang terdiri dari kuantitas, kualitas, kehadiran dan kemampuan bekerja sama
mampu memberikan peranan terhadap variabel kinerja. Indikator yang memberikan
peranan terbesar adalah Kehadiran.
2. Kecerdasan emosional dan kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan kepuasan
kerja guru. Guru yang cerdas secara emosi mampu menciptakan keadaan kerja yang
nyaman sehingga guru merasa puas dengan pekerjaan. Guru yang tahu cara menangani
kecemasan, amarah, dan kesedihan, tanggung jawab terhadap keputusan dan tindakan,
serta tindak lanjut kesepakatan. Guru yang mampu mengatur diri sendiri akan dapat dapat
meningkatkan kepuasan kerja. Sedangkan kepemimpinan transformasional dapat
meningkatkan kepuasan kerja melalui peranan kepala sekolah sebagai motivasi
inspirasional, Kepala sekolah mampu memberi motivasi dengan inspirasi terhadap orangorang disekitarnya, selain itu mampu Mengkomunikasikan harapan yang tinggi,
menggunakan slogan untuk memfokuskan usaha mengungkapkan sesuatu yang penting
secara sederhana kepada para guru di bawahnya. Sehingga bila guru mendapat kepala
sekolah yang memberikan motivasi inspirasional kepada para bawahan maka dapat
meningkatkan kepuasan kerja guru
3. Kecerdasan emosi dan kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan kinerja guru.
Hasil penelitian membuktikan kecerdasan emosi dapat meningkatan kinerja guru, hal ini
dibuktikan dengan guru yang memiliki kecerdasan emosi dapat mengatur diri sendiri
dalam menangani kecemasan, amarah, dan kesedihan, tanggung jawab terhadap

10
keputusan dan tindakan, serta tindak lanjut kesepakatan. Memanejemen diri sendiri oleh
guru dapat meningkatkan hasil kinerja guru.
4. Kepuasan kerja dapat meningkatkan kinerja guru. Guru yang dapat mengatur diri dalam
hal ini emosi dan tanggung jawab guru dapat mempengaruhi hubungan dengan rekan kerja
sehingga menjadi puas akan kinerja diri sendiri. Kepuasan tersebut akan berimplikasi pada
kinerja guru dengan meningkatknya kehadiran guru di Sekolah. Persepsi guru mengenai
kepala sekolah dapat menjadi contoh dan inspirasi akan meningkatkan hubungan dengan
rekan kerja sehingga guru menjadi nyaman di sekolah. Guru yang nyaman akan
pekerjaannya akan meningkatkan kehadiran sehingga kinerja guru juga kan meningkat.
Kepemimpinan transformasional kepala sekolah dapat mendorong peningkatan kinerja
guru. Dalam hal ini menjalankan fungsi manajer. Fungsi manajer tersebut dapat
meningkatkan kepuasan kerja guru untuk mencapai kinerja guru yang tinggi. Di samping
itu, kepala sekolah juga harus memberikan contoh kepada guru, staf dan karyawan yang
kreatif dan inovatif. Hal ini telah terbukti adanya pengaruh kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kepuasan kerja dan juga terhadap kinerja guru.
5. Pengaruh Kecerdasan Emosi dan Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja
Melalui Kepuasan Kerja Kota Malang. Guru yang dapat mengatur diri dalam hal ini emosi
dan tanggung jawab guru dapat mempengaruhi hubungan dengan rekan kerja sehingga
menjadi puas akan kinerja diri sendiri. Kepuasan tersebut akan berimplikasi pada kinerja
guru dengan meningkatknya kehadiran guru di Sekolah. Persepsi guru mengenai kepala
sekolah dapat menjadi contoh dan inspirasi akan meningkatkan hubungan dengan rekan
kerja sehingga guru menjadi nyaman di sekolah. Guru yang nyaman akan pekerjaannya
akan meningkatkan kehadiran sehingga kinerja guru juga kan meningkat. Berdasarkan
temuan tanggapan responden memberikan tanggapan yang utama agar kepala sekolah
tetap mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya dalam hal mendukung kinerja
bawahan serta menciptakan kondisi yang nyaman bagi seluruh guru dan staf dibawahnya.
Kepuasan guru lebih utama dibentuk oleh kepemimpinan transfomasional daripada
kecerdasan emosi untuk meningkatkan kinerja guru
b. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disarankan sebagai berikut:
1. Bagi akademisi
Variabel dalam penelitian ini masih terbatas pada kecerdasan emosi, kepemimpinan
transformasional, kepuasan kerja dan kinerja guru, tentu masih banyak variabel lain yang
masih belum dikaji dalam manajemen sumber daya manusia. Variabel yang dimaksud
seperti variabel lingkungan kerja, kompetensi kerja dan budaya organisasi. Oleh karena
itu, disarankan bagi akademisi untuk mengkaji dan meneliti kembali lebih mendalam
terkait dengan penelitian ini. Dengan demikian dapat memberikan peranan terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan sekaligus memperkuat dan mempertajam terori tentang
kinerja guru.
2. Bagi praktisi khususnya guru dan kepala SMK Negeri 5 Kota Malang
a. Disarankan kepada guru untuk meningkatkan kinerja melalui peningkatan kualitas dan
kuantitas kerja, pengawasan kehadiran dan kerja sama guru dengan rekan kerja di
sekolah
b. Disarankan kepada kepala sekolah agar secara terus menerus meningkatkan kinerja
sebagai supervisor dalam melaksanakan semua program dan juga melakukan
pengadministrasian pelaksanaan program, serta menjadi teladan bagi semua guru dan
staf karyawan, adanya evaluasi hasil kerja agar guru menjadi tertantang serta
mengadakan pelatihan kecerdasan emosi agar guru dapat mengendalikan emosi dalam
dirinya.
c. Disarankan pula bagi dinas pendidikan dan kepala sekolah untuk mengawasi tingkat
kepuasan kerja guru sehingga guru menjadi nyaman dalam bekerja dan secara optimal
mampu mempengaruhi kinerja
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Bagi peneliti yang ingin mengambil topik yang sama dengan penelitian ini dapat dijadikan
referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk memperkaya hasil penelitian .

11

KE = Kecerdasan Emosi; KT = Kepemimpinan Transformasional; KK = Kepuasan Kerja;
KIN = Kinerja

8. REFERENSI
Agustian, Ary Ginanjar. 2009. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ:
Emotional Spiritual Quotient, Jakarta: ARGA Publishing.
Ahmad, Habib, Khursheed Ahmad dan Idrees Ali Shah. 2010. Relationship between Job Satisfaction,
Job Performance Attitude toward Work and Organizational Commitment, European Jounal
Of Social Sciences - Volume 18 Number 2 (2010)
Ahuja, Anjali. 2011. Impact Of Emotional Intelligence On Performance Of Call Centres Executives.
IJRFM Volume 1, Issue 5 (September, 2011)
(ISSN 2231-5985)
Arbatani, Taher Roshandel dan Seyyedeh Mahdis Mousavi. 2012. An Exploration of Emotional
Inteligence between Level of Management, African Jounal of Business Management Vol 6
(11), pp 4142-4149, 21 March 2012
Ayo, Hammed, T., Oluseyi .A. Shadare. 2009. Influence of Work Motivation, Leadership
Effectiviness and Time Management on Employee’s Performance in Some Selected Industries
in Ibadan, Oyo State, Nigeria. European Journal of Economics, Finance and Administrative
Sciences.
Bass, B. M.1985, Leadership and Performance Beyond Expectations. New York : Free Press.
__________.1990, Bass and Stogdill’s Handbook of Leadership: Theory, Research, and Managerial
Applications, (3rded.). New York : Free Press.
__________. 1998, Transformational Leadership; Industry,Military, and Educational Impact
(Lawrence ErlbaumAssociates, Mahwah, N.J.).
__________.1999, ‘Two decades of research intransformational leadership’, European Journal of
Work and Organizational Psychology, 8(1), 9-32.
Bass, B. M. and Avolio, B. J. 1989, Manual for the Multifactor Leadership Questionnaire (Consulting
Psychologists Press, Palo Alto, CA).
__________.1993, ‘Transformational Leadership: A response to the Critics’in M. M.Chemers, and R.
Ayman, (Eds.), Leadership Theory and Research: Perspectives and Directions. Sydney :
Academic Press Inc.

12
__________.1994, Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadershi.
California :Sage, Thousand Oaks
__________. 1997, Full Range Leadership Development; Manual for the Multifactor Leadership
Questionnaire. Redwood City : Mind Garden®.Inc
Bass, B. M., and Steidlmeier, P. 1999, ‘Ethics, character, and authentic transformational leadership
behavior ’, Leadership Quarterly, 10(2), 181-217.
Bernaddin, H.J., and Rusell, JEA. (1993). Human Resources Management. New York: Mc. Graw
Hill,inc,.
Chen et al. 2004. Organization Communication, Job Stress, Organizational Commitment and Job
Performance of Accounting Profesionals In Taiwan and America, Leadership and
Organizational Journal. 27 (4), p.242-249
Chen, C. K. 2004. Research on impacts of team leadership on team effectiveness. The Journal of
American Academy of Business, Cambridge, 266-278.
Chi HK, Yeh HR, Yu CH. 2011. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi,
Kepuasan Kerja terhdap Kinerja Organisasi di Organisasi non-profit
Dizgah Morad Razei, Mehrdad Goodarzvand, & Bisokhan, R. 2012. Relationship between job
satisfaction and employee job performance in Guilan public sector. Journal of Basic and
Applied Scientific Research, 2 (2) 1735-1741. ISSN 2090-4304
Elias, Abi dan Jijo George. 2012. Emotional Intelligence and Job Satisfaction: A Correlational study.
The International Journal’s Research Journal of Commerce Behavioral Science; Volume 01,
Number 04, Feb-2012 ISSN: 2551-1574
Erza, R.N. 2012 Pengaruh kepemimpinan, motivasi dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan PT
Sinar Lestari di Kota Pekanbaru”.
Gibson, Goustimo Cardoso. 2006. Manajemen Sumber daya manusia. Yogyakarta : Andy Offset.
Gibson, J.L. Ivan C dan Donnelly, J.P. 2006. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses, Edisi Delapan.
Alih Bahasa : Agus Dharma. Jakarta:Penerbit Erlangga.
Goleman, Daniel. 2000, Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
__________.2015. Emotional Intelligence : Kecerdasan emosional mengapa EI lebih penting
daripada IQ, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Handoko, T. Hani. 2008. Manajemen Personalia dan Sumber daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.
Heather, Laschinger, K. Spence, Joan Finegan, Judith Shmian, 2001, The Impact of Workplace
Empowerment, Organizational Trust on Staff Nurses Work Satisfaction and Organizational
Commitment, Health Care Manage Rev., Aspen Publisher. Inc
Hendriani Susi, Raden lestari Garnasih. 2013. Pengaruh Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan
Emosional terhadap Kinerja guru SMAN 8 Pekanbaru. Jurnal Ekonomi Volume 21, Nomor 4
Desember 2013
Huda, Machwal, 2014. Pengaruh Budaya Kerja, Kepemimpinan Transformasional dan Lingkungan
Kerja terhadap Motivasi Kerja serta Kinerja pengusaha anggota koperasi sub sector industri
tas dan koper di Kabupaten Sidoarjo. UNMER : Malang
Husin, Anuar Bin. 2011. The Relationship between Job Satisfaction and Job Job Performance Among
Employees in tradewinds Group Of Companies. Centre for Graduate Studies, Open University
Malaysia
Jeloudar, S., Y., & Lotfi-Goodarzi, F. 2012.“The Relationship between Social Intelligence and Job
Satisfaction among MA and BA Teachers” dalam International Journal of Education and
Science, 3, 209-213
Judge, T. A., Thoresen, C. J., Bono, J. E., & Patton, G. K.2001. The Job Satisfaction-Job Performance
Relationship: A Qualitative and Quantitative Review. Psychological Bulletin, 127(3), 376407.
Kadeni, 2015. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdsan Spiritual, Kompetensi dan kualitas
kehidupan kerja terhadap kepuasan kerja dan implikasinya pada kinerja, Universitas
Merdeka Malang ; Disertasi
Kaswan. 2012. Manajeman Sumber Daya Manusia untuk Keunggulan Bersaing Organisasi.
Yogyakarta: Graha ilmu.
Lensufiie, Tikno. 2011. Leadership Untuk Profesional dan Mahasiswa. Jakarta: Erlangga
Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi, edisi 10. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Mishra, Priti Suman, and A K Das Mohapatra, 2010. Relevance of emotional Inteligence for effective
Job Performance : An Empirical Study. Vikalpa. Volume 35 No 1 January-March 2010

13
Morales, Victor Jesus Garcia, Maria Magdalena Jimenez- Barrionuevo, Leopoldo Gutierrez. 2012.
Transformasional Leadeship on organizational performance through organizational learning
and information, Journal of Business Research, 65 (2012), pp 1040 – 1050.
Nawawi, Hadari. 2006. Evaluasi dan manajemen kinerja di lingkungan perusahaan dan industri.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Ostroff, Cheri. 1992. The Relationship Between Satisfaction, Attitudes, And Performance: An
Organizaional Level Analysis. Journal Applied Psychology, 1992, Vol 77, No 6, 963-974
Pattiasina, V., Sudarma, M., Sutrisno, (2011). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional
Terhadap Kinerja Pelayanan Dengan Budaya Kerja dan Good Corporate Governance Sebagai
Variabel Moderasi. Tesis
Petty, M.M., Gail W, Mc Gee, Jerry W. Cavender, 1984, “A Meta – Analysis of the Relationship
Between individual Job Satisfaction and Individual Performance”, Academy of Management
Review, Vol 9 No 4 p. 712-721
Risambessy, 2012. Pengaruh Gaya kepemimpinan Transformasional, motivasi terhadap Kepuasan
Kerja dan Kinerja karyawan Rumah Sakit di kota Malang
Robbins, S. P.,2003, Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi, edisi kedelapan versi
Bahasa Indonesia, Jilid 1 & 2, Jakarta : PT Prenhallindo.
________. 2007, Organizational Behavior, 12th . New Jersey: Prentice Hall.
Robbins, Stephen P, Timothy A. Judge 2008. Perilaku Organisasi, Jakarta : PT. Salemba Empat.
Sanusi, Anwar. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis. Cetakan Kelima. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat.
Sembiring, M. 2007. Analisis kepuasan kerja karyawan pada PT Herosupermarket Tbk di Gatot
Soebroto. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sudarmanto. 2014. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM (Teori, Dimensi Pengukuran, dan
Implementasi dalam Organisasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Susanti, Ririn Dewi. 2008. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Dosen Fakultas
Ekonomi Universitas Trunojoyo. Jurnal Studi Manajemen, Volume 2, No 2, Oktober 2008
Halaman 64-82
Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana.
Wibowo. 2011. Manajemen Kinerja. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Yukl. 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta : Index