Analisis Pelanggaran HAM Pada Kasus Keke

ANALISIS KASUS KEKERASAN TKI TERHADAP
PENYIMPANGAN HAK ASASI MANUSIA PADA
SUPRIYANTO DI TAIWAN
Sebagai syarat untuk mengikuti mata kuliah Kewarganegaraan

Oleh:
Nama: UMI MARFATHONAH
NIM: J1A015036

PRODI SASTRA INGGRIS
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salah satu permasalahan yang ada di Indonesia adalah ketenagakerjaan.
Kualitas tenaga kerja di Indonesia tergolong rendah karena sebagian besar dari

mereka berpendidikan rendah dan memiliki keahlian yang minim, sehingga belum
mempunyai pengalaman yang maksimal untuk memasuki dunia kerja. Kualitas
tenaga kerja yang rendah ini mengakibtakna kesempatan kerja semakin sempit.
Sementara sebagian besar lowongan pekerjaan yang tersedia membutuhkan
klasifikasi calon tenaga kerja dan berpengalaman. Faktor lain yang mempengaruhi
rendahnya kualitas tenaga kerja adalah kemiskinan. Kemiskinan menyebabkan
rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan dan
kemampuan SDM yang mampu digunakan untuk proses produktivitas. Hal
tersebut mendukung adanya kepadatan penduduk usia kerja produktif yang tidak
diimbangi oleh luasnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Hal tersebut
memengaruhi kualitas tenaga kerja yang tak mampu bersaing di dalam negeri.
Sebagian angkatan kerja di Indonesia memutuskan untuk melakukan migrasi
dengan mencari lowongan pekerjaan ke luar negerti atau sebagai Tenaga Kerja
Indonesia (TKI).
TKI merupakan salah satu pahlawan devisa negara, selain itu TKI juga
merupakan solusi atas pengangguran dan kemiskinan. Sebagai orang yang bekerja
demi tulang punggung keluarga, pada waktu tertentu mereka akan mengirimkan
sebagian penghasilan yang didapatkan mereka kepada keluarganya yang disebut
sebagai remitansi. Aliran remintasi TKI mengundang berbagai asumsi tentang
implikasi yang dilahirkan. Berpengaruh positif terhadap efektifitas pembangunan

daerah, remitansi TKI juga dimanfaatkan untuk menciptakan usaha ekonomi
produktif (investasi), maka remitansi TKI berpeluang dapat mendongkrak
berkembangnya perekonomian daerah. Di sisi lain adanya remitansi TKI yang
dikirimkan kepada keluarga yang bersangkutan, diduga menicu meningkatnya

peredaran uang di daerah tersebut. Hal ini dapat menimbulkan masalah baru yaitu
terjadinya inflasi dan menyebabkan perubahan pola hidup hedonis dan konsumtif.
Ironisanya, meski menjadi TKI diyakini meripakan salah satu solusi untuk
mengatasi persoalan pengangguran dan kemiskinan, namun keberadaan TKI
ternyata memicu lahirnya masalah.
Sejumlah permasalahan menjadi problema klasik yang cukup serius di
sektor ketenagakerjaan, terutama yang terjadi di kalangan para TKI, diantaranya:
TKI cenderung tidak memiliki keahlian kompetitif, relasi sosial antara TKI
dengan majikannya, TKI rentan menjadi obyek eksploitasi manusia, sebagian TKI
menghadapi masalah keluarga yang rumit pasca menjadi TKI, pola hidup hedonis
menjadi fenomena di kalangan TKI, keluarga TKI yang telah mengalami
peningkatan status sosial-ekonomi, kekerasan terhadap TKI hingga TKI ilegal
cukup besar.

B. RUMUSAN MAKALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
perumusan makalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penyimpangan Hak Asasi Manusia terhadap warganegara yang
menjadi Tenaga Kerja Indonesia?
2. Bagaimana seharusnya upaya pemerintah dalam menangani kekerasan pada
Tenaga Kerja Indonesia?

C. TUJUAN DAN MANFAAT MAKALAH
Adapun tujuan yang akan dicapai dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Kewarganegaraan.
2. Mengetahui faktor yang melatarbelakangi seseorang untuk menjadi TKI.
3. Mengetahui peran pemerintah terhadap perlindungan TKI.
4. Mengetahui penyebab kekerasan pada TKI dan dampak yang diakibatkan.
5. Mengetahui cara mengurangi kekerasan pada TKI.
Sementara manfaat yang diharapkan dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Menjadi referensi bagi pembaca tentang ketenagakerjaan.
2. Menjadi suatu perhatian terhadap perlindungan HAM pada TKI.

BAB II
PEMBAHASAN

A. TENAGA KERJA INDONESIA.
1. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia.
Menurut Pasal 1 bagian (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,
TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di
luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima
upah. Sedangkan menurut buku pedoman pengawasam perusahaan jasa tenaga
kerja Indonesia adalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan
yang melakukan kegiatan di bidang perekonomian, sosial, keilmuan, kesenian,
dan olahraga profesional serta mengikuti pelatihan kerja di luar negeri baik di
darat, laut maupun udara dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian
kerja yaitu suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan atau
tertulis baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dengan adanya
perjanjian kerja ini TKI akan lebih terlindungi apabila nantinya dikemudian hari
pihak majikan atau pihak perusahaan tmpat TKI bekerja “wanprestasi”maka TKI
dapat menentukan sesuai perjanjian kerja yang telah dibuat sebelumnya.
Sementara itu dalam Pasal 1 Kep. Manakertran RI No Kep
104A/Men/2002 tentang penempatan TKI keluar negeri disebutkan bahwa TKI
adalah baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka

waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI.
Prosedur penempatan TKI ini harus benar-benar diperhatikan oleh calon TKI yang
ingin bekerja ke luar negeri tetapi tidak melalui prosedur yang benar dan sah maka
TKI tersebut nantinya akan menghadapi masalah di negara tempat ia bekerja
karena CTKI tersebut dikatakan TKI ilegal karena datang ke negata tujuan tidak
melalui prosedur penempatan TKI yang benar.
Berdasarkan beberapa pengertian TKI tersebut, maka dapat dikemukakan
bahwa TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk

bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja
melalui prosedur penempatan TKI dengan menerima upah.

2. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Indonesia.
Hak calon TKI:
Setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk:
a bekerja di luar negeri;
b memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan
prosedur penempatan TKI di luar negeri;
c memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar
negeri;

d memperoleh kebebasan menganut aama dan keyakinannya serta kesempatan
untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya.
e memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara
tujuan.
f memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga
kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan;
g memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundangundangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta
pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan selama penampatan di luar negeri;
h memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI
ke tempat asal;
i memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli.
Kewajiban TKI :
Setiap calon TKI/TKI mempunyai kewajiban untuk:
a menaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di negara
tujuan;
b menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja;

c membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
d memberitahukan atau melaporkan kedatangan keberadaan dan kepulangan TKI

kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.

B. FAKTOR PENDUKUNG TKI
Menjadi TKI adalah menjadi tenaga kerja di Negara lain dengan berbagai
tujuan.Tujuan utama menjadi TKI adalah meningkatkan taraf hidup dan
keluarganya baik dari segi ekonomi maupun sosial, sehingga umumnya mereka
mencari pekerjaan yang dapat memberikan pendapatan dan status sosial yang
lebih baik di negara tujuan.
Berdasarkan pengelompokannya, maka faktor yang mendorong individu
menjadi TKI dibedakan dalam dua kategori, yaitu push faktor dan full faktor.
Faktor push (daya dorong) suatu wilayah dan faktor pull (daya tarik) wilayah
lainnya. Daya dorong wilayah menyebabkan orang pergi ke tempat lain, misalnya
karena di daerah itu tidak tersedia sumberdaya yang memadai untuk memberikan
jaminan kehidupan bagi penduduknya. Pada umumnya, hal ini tidak lepas dari
persoalan kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di wilayah tersebut.
Sedangkan daya tarik wilayah adalah jika suatu wilayah mampu atau
dianggap mampu menyediakan fasilitas dan sumber-sumber penghidupan bagi
penduduk, baik penduduk di wilayah itu sendiri maupun penduduk di sekitarnya
dan daerah-daerah lain.
Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:

1) Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya
dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang
bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari
pertanian.
2) Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk
pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).
3) Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga
mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.
4) Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.
5) Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau
panjang atau adanya wabah penyakit.

Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah:
1) Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf
hidup.
2) Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.
3) Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim,
perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
4) Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat


hiburan, pusat

kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di
kota besar

C. DEFINISI KEKERASAN
Kekerasan secara umum didefinisikan sebagai suatu tindakan yang
bertujuan untuk melukai seseorang, atau merusak suatu barang. Sejalan dengan
perkembangan waktu, maka definisi kekerasan pun mengalami perkembangan
dan perluasan. Kekerasan bukan hanya suatu tindakan yang bertujuan atau
berakibat melukai atau merusak barang, tetapi ancaman pun dapat dikategorikan
sebagai tindak kekerasan.1
Sedangkan menurut Hudioro, kejahatan kekerasan adalah tindak pidana
yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan terhadap orang dengan
obyek kejahatan berupa barang atau orang (dengan sengaja untuk mendapatkan
barang orang lain secara tidak sah atau mencederai dan atau membunuh orang).
Menurut Stephen Schafe rsebagaimana dikutip oleh Mulyana W.
Kusumah,bahwa kejahatan-kejahatan kekerasan yang utama adalah pembunuhan,
penganiayaan berat serta perampokan dan pencurian berat, sedangkan pelakunya
adalah mereka yang melakukan kejahatan yang berakibat kematian maupun luka

bagi sesama manusia2
Dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(RUU-KUHP atau Konsep KUHP), kekerasan adalah setiap penggunaan kekuatan
fisik, baik dengan tenaga badan maupun dengan menggunakan alat, termasuk
membuat orang pingsan atau tidak berdaya (Pasal 159 Konsep 1999/2000).
Sedangkan ancaman kekerasan adalah suatu hal atau keadaan yang menimbulkan
rasa takut, cemas, atau khawatir pada orang yang diancam (Pasal 160). Luka berat
adalah (Pasal 175):
Apong Herlina, Memperjelas Definisi Kekerasan Terhadap Perempuan (Usulan
perubahan hukum pidana dan hukum acara pidana pada proses pelaporan dan
pemeriksaan ) dalam Chatarina Puramdani Hariti (ed), Perubahan Dalam Siste,
Peradilan Pidana Untuk Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, Mitra
Perempuan, 2000, h.13
1

Mulyana W. Kusumah. Analisa Kriminologi Tentang Kejahatan – Kejahatan,
Ghalia Indonesia, 1982 h.24
2

a.sakit atau luka yang tidak ada harapan untuk sembuh dengan sempurna atau

yang dapat menimbulkan bahaya maut;
b.terus-menerus tidak cakap lagi melakukan tugas, jabatan, atau pekerjaan;
c.tidak dapat menggunakan lagi salah satu panca indera atau salah satu anggota
tubuh;
d.cacat berat (kudung);
e.lumpuh;
f.daya pikir terganggu selama lebih dari ernpat minggu; atau
g.gugur atau matinya kandungan.

D. FAKTOR PENYEBAB KEKERASAN PADA TKI
Mengingat penyebab kekerasan adalah aspekyang penting dalam solusi
penerapan kebijakan yang utama, dihimpun dari hasil wawancara dengan agen,
korban, TKI yang sudah tidak aktif dan organisasi non-pemerintahan bernama
IWORK yang bekerja untuk melindungi buruh migran, beberapa hal yang
menyebabkan kekerasan pada TKI adalah:
1. Kurangnya respon dari pemerintah.
Dalam menangani kasus kekerasan, pemerintah lebih fokus terhadap
pencegahan daripada penyeselaian kasus itu sendiri. Dalam diskusi perwakilan
dari IWORK juga membahas buruh migran dari Filipina yang memiliki angka
tinggi terhadap pekerja yang bekerja di laur negeri, namun kekerasan yang
dialami oleh buruh migran dari Indonesia lebih tinggi daripada Filipina. Riset
yang dilakukan oleh IWORK mencatat bahwa TKI tidak mempunyai kemampuan
yang memadai untuk bekerja di luar negeri. Kemampuan bahasa Inggris yang
dimiliki buruh migran Filipina juga dinilai sebagai faktor dalam menghindari
tindak kekerasan.Pemerintah Filipina juga memiliki kebijakan yang lebih kuat
dalam melawan kekerasan. Dalam beberapa kasus, presiden secara langsung dan
secara personal terlibat, meminta korban agar bebas dan kembali ke Filipina.
Indonesia tidak mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan dalam beberapa kasus
dan dikritik lamban dalam merespon.
2. Kesalahpahaman tanggung jawab agen.
Agen atau fasilisator yang mendampingi calon pekerja untuk menemukan
pekerjaan di luar negeri dengan cepat menolak tanggungjawab dan tidak adanya
tindakan lebih lanjut. Fasilisator diwajibkan utnuk mendampingi persiapan
pekerja termasuk perekrutan, penempatan dan penyediaan perlindungan terhadap
kekerasan agar segera dilaporkan. Salah satu hal yang melatarbelakangi kekerasan
tersebut tidak diketahui dan dilaporkan adalah pekerja dikirim secara ilegal atau
dengan informasi yang salah. Penempatan yang salah juga menyebabkan resiko
yang signifikan terhadap kekerasan.Agen yang tidak resmi atau ilegal juga
mempengaruhi tindak kekerasan terhadap TKI.

3. Dokumen palsu.
Dokumen atau surat-surat penting palsu akan menghambat penyeselaian
dalam

situasi

yang

membahayakan.

Tidak

adanya

pengecekan

ulang

menyebabkan masalah berkelanjutan jika ditambah dengan ketidakmampuan TKI
dalam berbahasa lokal, juga memungkinkan adanya perdagangan manusia.
4. Pembekalan keahlian, bahasa dan pengetahuan budaya.
Calon TKI akan diberikan keahlian dan berbagai fungsinya sebelum
pemberangkatan. Hal ini dapat dilakukan dengan pelatihan dan pusat pendidikan.
Namun, hal tersebut tetap saja kurang dari cukup dan mengakibatkan kesulitan
dalam memahami suatu pekerjaan.Selain itu ditambah dengan tidak diberikannya
penegahuan budaya dalam beradaptasi yang akan menyebakan kesalahan
komunikasi dan berujung pada kekerasan.

E. DAMPAK KEKERASAN PADA TKI
Kekerasan mempunyai dampak yang buruk terutama kesehatan. Dampak
fatal adalah pembunuhan atau bunuh diri, sedangkan dampak tidak fatal adalah
menurunnya kondisi kesehatan fisik, mental, cacat dan perubahan perilaku seperti
ketergantungan alkohol/obat. Selain berdampak pada masalah kesehatan TKI,
secara implisit terjadi penurunan produktifitas dan peningkatan biaya kesehatan
yang harus dikeluarkan untuk pemulihan. Organisasi Kesehatan sedunia (WHO)
memperkirakan bahwa biaya pengobatan terhadap korban kekerasan 2,5 kali lebih
banyak dibandingkan dengan penyakit biasa. Hal ini meningkatkan pengeluaran
untuk pemeliharaan kesehatan dan berdampak pada kinerja yang cenderung
menurun. Secara umum hal ini akan berdampak pada perekonomian negara secara
makro karena selama ini remitansi dari pengiriman TKI telah menjadi penghasil
devisa kedua setelah minyak dan gas disamping dampak multiplier lainnya.
(Komnas Perempuan, 2001).
Dampak kekerasan terhadap kesehatan TKI
Kekerasan merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Menurut
Mann (1999), hak asasi manusia terkait dengan kesehatan karena keduanya samasama bertujuan untuk meningkat kesejahteraan manusia. Sedangkan WHO mulai
mendefinisikan kekerasan sejak dilaksanakannya konsultasi global mengenai
kekerasan dan kesehatan pada tahun 1993. Keterkaitan antara kekerasan dan
kesehatan dapat dilihat dari definisi WHO tentang kekerasan dan kesehatan.
Definisi kekerasan menurut WHO adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan memar/trauma,
kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan dan perampasan hak
orang lain. Sementara jauh sebelumnya WHO sudah mendefinisikan sehat sebagai
suatu keadaan yang sempurna fisik dan mental serta sejahtera secara sosial, tidak
hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Heise et.all (1999) membuktikan
keterkaitan kekerasan dengan kesehatan dengan uraiannya mengenai dampak
kesehatan akibat tindakan kekerasan. Menurut Heise dampak fatal akibat
kekerasan adalah berupa pembunuhan dan tindakan bunuh diri, sedangkan

dampak tidak fatal adalah 1) gangguan terhadap kesehatan fisik seperti:
trauma/luka fisik, radang panggul, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit
menular seksual, keguguran dini, sakit kepala, masalah ginekologis serta
gangguan pencernaan, 2) gangguan kesehatan mental seperti : stress, depresi,
kegelisahan, kelainan personal dan kelainan obsesif kompulsif, 3) Gangguan
terhadap perilaku sehat seperti ; ketergantungan obat/alkohol, perilaku merokok,
seks bebas, pola makan, 4) kecacatan.
Dampak terhadap Kesehatan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit, atau luka berat. Jenis kekerasan ini paling mudah diidentifikasi karena
meninggalkan bekas seperti luka memar dan perdarahan. Berkisar antara
dijambak,

ditendang,

dilukai,

disetrika, sampai

pemukulan berat

yang

membutuhkan perawatan di rumah sakit. Menurut Heise (1999) dampak
kekerasan fisik adalah gangguan terhadap kesehatan fisik seperti: trauma/luka
fisik, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual, keguguran dini,
sakit kepala, masalah ginekologis serta gangguan pencernaan. Kasus kekerasan
fisik merupakan kasus yang cukup banyak dialami oleh TKI. Kasus-kasus lain
yang
tercatat pada dokumen LSM Kopbumi adalah TKI dipaksa untuk memakan
makanan haram, mengalami penyiksaan dalam bentuk dipukul pakai tangkai besi,
diseterika,
kemaluannya ditusuk pakai besi atau kayu, disuruh tidur di lantai tanpa peralatan
tidur yang memadai, dll. Menurut Kolibonso (2000) bekas fisik dapat menghilang,
tetapi memiliki implikasi psikologis dan sosial yang serius pada korban.
Dampak terhadap Kesehatan Psikologis
Kekerasan psikologis dapat mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan rasa tidak berdaya dan/
atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Dalam konteks beban kerja yang
berat dan jam kerja yang panjang para majikan sering meningkatkan stress dan

tekanan yang dirasakan oleh pekerja dengan seringnya berteriak dan memaki.
(Kolibonso, 2000)
Dampak Kesehatan dari Aspek Sosial
Semua informan TKI ilegal menyatakan trauma dan tidak ingin kembali
bekerja keluar negeri. Peneliti melihat kecenderungan sikap menarik diri dari
lingkungan sosial dan berbicara seperlunya pada informan TKI2 yang merupakan
TKI ilegal. Krech dalam Suminar (2004) menyebutkan bahwa harga diri
merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri apakah seseorang mampu,
berarti dan berhasil yang diekspresikan melalui sikap-sikapnya.
Lebih lanjut menurut Coopersmith dalam Suminar (2004), orang yang
memiliki harga diri rendah cenderung merasa takut untuk melakukan hubungan
sosial dengan orang lain, sehingga menyebabkan individu
menarik diri dari lingkungannya. Hal yang sama juga ditekankan oleh WHO
dengan menyatakan ciri jiwa yang sehat adalah seseorang akan merasa nyaman
berhubungan dengan orang lain.
Dampak kesehatan dari Aspek Ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah segala upaya eksploitasi seseorang untuk
menghasilkan uang bagi yang mengeksploitasi atau upaya pembatasan kegiatan
untuk membuat ketergantungan finansial seseorang pada orang lain sehingga
menimbulkan perasaan tidak berdaya pada dirinya.
Menurut informan LSM, peran kedutaan menjadi sangat penting dalam
memberikan jaminan terlindunginya hak asasi TKI di luar negeri dengan
menuangkannya dalam MOU dan melakukan langkah-langkah diplomatik untuk
menentukan standar perlindungan TKI yang sesuai dengan hak-hak buruh migran
yang dinyatakan dalam konvensi ILO tahun 1990.

F. ANALISIS PENYIMPANGAN HAK ASASI MANUSIA PADA TKI
“SUPRIYANTO” DI TAIWAN
Taiwan, negara yang terletak di Asia Timur dan diapit oleh Selat Taiwan
dan Laut Filipina3, merupakan suatu negara yang pada awal berdiri menjadikan
sektor pertanian sebagai sektor utamanya dalam bidang ekonomi. Sampai tahun
1960-an, negara ini masih diklasifikasikan sebagai negara yang terbelakang.
Namun belakangan Taiwan sukses menjadi negara yang dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonominya melalui pengembangan industri produk berteknologi
tinggi yang berorientasi pada ekspor4 . Kesuksesan Taiwan ini bisa dilihat dari
peningkatan ekonomi Taiwan yang pada tahun 1952-1960 pertumbuhan ekonomi
Taiwan hanya 3,1%, namun pada tahun 1968-1973 persentase tersebut naik
menjadi 7,1% 5
Dengan berkembangnya industri elektronik, petrokimia, dan mesin telah
memacu pertumbuhan ekonomi Taiwan sehingga diklasifikasikan sebagai salah
satu negara Asian Dragon6. Hal tersebut mendorong pesatnya tenaga kerja asing
yang bekerja di Taiwan termasuk Indonesia. Taiwan menjadi negara nomor 2

Taiwan,Central IntelligenceAgency,https://www.cia.gov/library/publications/theworldfactbook/geos/tw.html#top, diakses pada tanggal 20 Oktober 2016
3

Ibp Usa, Taiwan Army, National Security and Defense Policy Handbook,
(USA:USA International Business Publications, 2009) hal 24
4

Alice H. Amsden, Taiwan's Economic History: A Case of Etatisme and a
Challenge to Dependency Theory, Modern China, Vol. 5, No. 3, Symposium on
Taiwan: Society and Economy (Jul., 1979) hal 344
5

Asian Dragon merupakan istilah yang digunakan kepada negara yang mengalami
kemajuan di bidang ekonomi. Adapun negara yang diklasifikasikan menjadi Asian
Dragonini adalah Hongkong, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan. Dikutip
dalam Anthony P. D'Costa, Globalization and Economic Nationalism in Asia,
(Oxford: Oxford University Press, 2012) hal 2
6

sebagai negara destinasi TKI setelah Malaysia, yaitu mencapai 12.523 dalam
kurun waktu Januari-Februari 20167.
Buruh Migran Indonesia (BMI) di negeri Formosa (Taiwan) terdiri dari
para Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), perawat lansia/panti jompo, pekerja
industri/pabrik dan Anak Buah Kapal (ABK) atau nelayan atau pelaut.Supriyanto
merupakan TKI yang berasal dari Tegal dan bekerja sebagai ABK di Taiwan 8.
Sebagaimana jkondisi TKI di negara lain, TKI di Taiwan juga menghadapi
berbagai problema. Permasalahan yang dihadapi TKI Taiwan antara lain adalah
upah yang tidak dibayar selama bekerja, upah yang dibayar di bawah standar,
disiksa oleh majikan, dipekerjakan dengan banyak pekerjaan dalam satu waktu9
dan berbagai tindak penyimpangan terhadap HAM lainnya. Kasus kekerasan yang
menimpa Supriyanto dan menyebabkan hilangnya nyawa adalah bentuk
pelanggaran berat terhadap HAM, seperti yang tertuang pada UU No. 39 tahun
1999:
1. Bab 2 pasal 4 yang berbunyi: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh
siapapun”,
2. Bab 3 pasal 9 ayat 2 yang berbunyi; “Setiap orang berhak hidup tenteram,
aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.”,
3. Bab 2, bagian keempat, pasal 17: “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak
untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan
gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili
25 Negara Terbesar Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Indonesia Periode
2016
(Januari
s.d
Februari),
Puslitfo
BNP2TKI,
http://www.bnp2tki.go.id/uploads/data/data_14-032016_012254_Laporan_Pengolahan_Data_BNP2TKI_S.D_29_FEBRUARI_2016
.pdf, diakses pada tanggal 20 Oktober 2016
8
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/
2016/08/160816_indonesia_kisah_supriyatno, diakses tanggal 20 Oktober 2016
9
Harian Republika, 11-02-2011 hal 7
7

melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum
acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil
untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.”,
4. Bab 2, bagian keenam, pasal 33 ayat 2: “Setiap orang berhak untuk bebas dari
penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.”,
5. Bab 2, bagian keenam, pasal 34: “Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan,
disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.”.,
6. Bab 2, bagian keenam, pasal 38 ayat 2: “Setiap orang berhak dengan bebas
memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat
ketenagakerjaan yang adil.”,

Dan juga pelanggaran terhadap UUD pasal 28G ayat 2 yang berbunyi:
“yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh
suaka politik dari negara lain“.”
Pelanggaran berat terhadap HAM yang menimpa Supriyanto telah jelas
menghilangkan hak-hak yang seharusnya didapatkan dan dilindungi sebagai
warga negara dan juga devisa negara. Kasus seperti Supriyanto tentu saja
menimbulkan sangsi bagi masyarakat Indonesia terhadap pemerintah dan undangundang yang telah tertulis pada kemampuan dalam menyelesaikan masalah
pengangguran. Selain membawa pengaruh bagi keluarga Supriyanto yang
berdampak bagi perubahan ekonomi dan kesejahteraan keluarga, kasus tersebut
juga memungkinkan untuk membuat calon TKI legal akan takut untuk bekerja di
luar negeri untuk merubah kesejahteraan hidup mereka.

G. PERAN PEMERINTAH TERHADAP KASUS TKI

Dalam mengatasi atau menghindari kasus pelanggaran HAM terhadap
warganegara seperti dalam kasus Supriyanto, pemerintah sudah seharusnya
melindungi hak-hak warganegara tersebut seperti yang telah tertulis dalam
undang-undang.
1. Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Pemerintah telah menetapkan beberapa perlindungan terhadap hak asasi
manusia pada TKI. Adapun Perlindungan TKI menurut UU No. 39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar 29 Negeri
Pasal 1 angka 4 adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon
TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.
Perlindungan TKI di dasarkan kepada UU No No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Berdasarkan Pasal 2 UU No No. 39 Tahun 2004, Penempatan dan perlindungan
calon TKI/TKI berasaskan kepada keterpaduan, persamaan hak, demokrasi,
keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, serta anti
perdagangan manusia. Adapun tujuan dari perlindungan TKI sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 3 UU No No. 39 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:
a memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi;
b menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negari, di negara
tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia;
c meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
Dalam penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri,

pemerintah

memilki tugas untuk mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi
penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, dimana dalam
melaksanakan

tugas

tersebut

pemerintah

dapat

melimpahkan

sebagai

wewenangnya dan/atau tugas perbantuan kepada pemerintah daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan sebagai tanggungjawab
pemerintah dalam meningkatkan upaya perlindungan bagi TKI di luar negeri.

Sebagai konskuensi dari tanggungjawab tersebut maka sesuai dengan Pasal 7 UU
No No. 39 Tahun 2004 Pemerintah berkewajiban untuk:
a. menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang bersangkutan
berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara
mandiri;
b. mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI;
c. membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di
luar negeri;
d. melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan
perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan
e.

memberikan

perlindungan

kepada

TKI

selama

masa

sebelumnya

pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.
Perlindungan negara bagi warganegarnya merupakan hak warganegara
yang dijamin oleh undang-undang. Dalam hal perlindungan terhadap TKI maka
hak perlindungan itu dimulai dimulai sejak pra penempatan, masa penempatan,
sampai dengan purna penempatan. Di luar negeri perlindungan terhadap TKI
dilaksanakan oleh oleh Perwakilan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang
mana perlindungan itu didasarkan kepada peraturan perundang-undangan serta
hukum dan kebiasaan intemasional.
Dalam rangka pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di
luar negeri, Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap perwakilan pelaksana penempatan TKI swasta dan TKI
yang ditempatkan di luar negeri. Selama masa penempatan tersebut maka
disebutkan dalam Pasal 80 UU No No. 39 Tahun 2004 Pemerintah/perwakilan
pemerintah juga bertugas untuk:
a. pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional;
b. pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau
peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.
2. Landasan yang Mengatur Tentang Perlindungan TKI

Menurut Kementrian Komunikasi dan Informatika Direktorat Jenderal
Informasi dan Komunikasi Publik (2011:49) Ketenagakerjaan harus diatur
sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar
bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat
mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan perekonomian dunia
usaha. Untuk itu, diperlukan kebijakan pengaturan TKI yang menyeluruh dan
komprehensif, antara lain mencakup penempatan, regulasi, perlindungan dan
kontribusi tenaga kerja Indonesia, selain itu diperlukan juga pengembangan
sumberdaya manusia, selain itu diperlukan juga pengembangan sumberdaya
manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing, upaya perluasan kesempatan
kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.
a. Undang-Undang Dasar 1945
Ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusian Indonesia
seutuhnya

dan

pembangunan

masyarakat

Indonesia

seluruhnya

untuk

meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan
masyarakatsejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spritual.
Sebagaimana terdapat dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945
dicantumkan tujuan konstitusional Pemerintah Negara Republik Indonesia adalah
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Alinea IV Pembukaan UUD 1945 : “...membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan

kesejahteraan

umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa...”.
Berdasarkan uraian di atas, berbagai kekuatan landasan hukum normatif
tersebut secara tegas telah mengamanatkan upaya perlindungan dan jaminan
sosial, terutama yang dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat dan

kualitas sumber daya manusia bagi para TKI. Demi tercapainya suatu landasan
melindungi segenap bangsa indonesia yang diikuti segenap bangsa indonesia dan
memajukan

kesejahteraan

umum

bagi

seluruh

rakyat

Indonesia

maka

diperlukannya suatu jaminan sosial yang dapat memberikan rasa keadian bagi
para Tenaga Kerja Indonesia yang merupakan
masyarakat indonesia yang berjuang untuk mendapatkan kesejahteraan. Karena
pada dasarnya TKI mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan sosial yang
merupakan hak setiap warga negara juga diamanatkan dalam UUD 1945 yaitu:
Pasal 27 Ayat 2 menyebutkan bahwa :
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”
Pasal 27 ayat 2 :
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”
Pasal 28 D ayat 2 :
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja.”
Pasal 28 E ayat 1 :
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.
Makna dan arti pentingnya pekerjaan bagi setiap orang tercerminkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27
ayat (2) menyatakan bahwa setiap Warga Negara Indosesia berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal ini dan perubahannya
mengandung dua makna sekaligus, yaitu memberi hak kepada warga untuk
memperoleh salah satu hak dasar manusia yaitu pekerjaan dan membebani
kewajiban kepada negera untuk memenuhinya. Dengan kata wajib maka negara
tidak dapat menghindari meskipun tidak cukup sumber daya dan sumber dana di
dalam negeri. Faktor yang berpengaruh adalah faktor pendorong yang ada di
dalam negeri, yaitu belum terpenuhinya salahsatu hak dasar warga negara yang

paling penting yaitu: pekerjaan seperti diamanatkan dalan pasal tersebut. Oleh
karena itu, warganegara tidak dapat dilarang untuk bekerja dimana saja, termasuk
di luar negeri.
Dari keterangan beberapa pasal dalam UUD 1945 sudah tepat bagaimana
negara sangat mendukung dan, menegaskan bahwa perlindungan dan jaminan
sosial TKI sangat terkait erat dengan masalah ketidakmampuan pemerintah dalam
memberikan lapangan pekerjaan. Dalam konteks ini juga selanjutnya akan
berdampak pula pada para TKI yang ingin mendapatkan kehidupan yang layak
untuk mendapatkan kesejahteraan dengan mencari pekerjaan di luar negeri.
Hal ini akan menjadi permasalahan untuk masalah perlindungan hak-hak
mereka di luar negeri. Sehingga hak hak mereka akan terjamin dan terlindungi
pada masa pra penempatan, penempatan maupun purna penempatan.
b. TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998
Pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana
yang dituangkan dalam TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 harus diwujudkan.
Hak asasi manusia yang telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945,
Deklarasi

Universal

tentang Hak Asasi Manusia, TAP

MPR Nomor

XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus dilaksanakan dengan penuh rasa
tanggung jawab sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam batas-batas, rambu-rambu, dan asas-asas hukum internasional yang diakui
seluruh bangsa, yang menetapkan antara lain:
1. Untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia
diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal
tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat
mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus);
2. Karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak asasimanusia yang lain
sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas;
3. Hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam keadaan
apapun;

4. Setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak asasi
manusia orang lain sehingga dalam hak asasi manusia terdapat kewajiban dasar;
5. Hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan ditegakkan,
untuk itu Pemerintah, aparatur negara, pejabat publik lainnya, mempunyai
kewajiban dain tanggung jawab menjamin terselenggaranya penghormatan,
perlindungan, dan penegakan hak
asasi manusia. Dalam bidang ketenagakerjaan, Ketetapan MPR ini merupakan
tonggak utama dalam menegakkan demokrasi di tempat kerja. Penegakan
demokrasi di tempat kerja diharapkan dapat mendorong pertisipasi yang optimal
dari seluruh tenaga kerja dan pekerja/buruh Indonesia untuk membangun negara
Indonesia yang dicita-citakan.
c. Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Selama ini, secara yuridis peraturan perundang-undang yang
menjadi dasar acuan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri
adalah Ordonasi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan
Pekerjaan Di luar Indonesia (Stasblad Tahun 1887 Nomor 8) dan Keputusan
Menteri serta peraturan pelaksanaanya. Ketentuan dalam Ordonansi sangat
sederhana/rumit sehingga secara praktis tidak memenuhi kebutuhan yang
berkembang. Kelemahan ordonasi itu dan tidak adanya undang-undang yang
mengatur penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri selama ini diatasi
melalui peraturan dalam Keputusan Menteri serta peraturan pelaksaannya.
Diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaaan, Ordonasi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk
Melakukan Pekerjaan Di Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku lagi dan
diamanatkan penempatan tenaga kerja ke luar negeri di atur dalam undang-undang
tersendiri. Pengaturan melalui undang-undang tersendiri, diharapkan mampu
merumuskan norma-norma hukum yang melindungi TKI dari berbagai upaya dan
perlakuan eksploitatif dari siapapun. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan antara lain memuat:
1. Landasan, jasa, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan;
2. Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan;

3. Pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi tenagakerja dan pekerja/
buruh;
4. Pelatihan kerja yang diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan
ketrampilan serta keahlian tenaga kerja guna meningkatkan produktifitas kerja dan
produktifitas perusahaan;
5. Pelayanan penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja
secara optimal dan penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah dan
masyarakat dalam upaya perluasan kesempatan kerja;
6. Penggunaan tenaga kerja asing yang sesuai dengan kompetensi yang
diperlukan;
7. Pembinaan hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis, dinamis, dan
berkeadilan antar para pelaku proses produksi;
8. Pembinaan kelembagaan dan sarana hubungan industrial, termasuk perjanjian
kerja bersama, lembaga kerja sama bipatit, lembaga kerja sama tripati,
pemasyarakatan hubungan industrial dan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial;
9. Perlindungan pekerja/buruh, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/
buruh untuk berunding dengan pengusaha perlindungan keselamatan, dan
kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan
penyandang cacat, serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan
sosial tenaga kerja;
10. Pengawasan ketenagakerjaan dengan maksud agar dalam peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan ini benar-benar dilaksanakan
d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
Mengacu kepada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, maka Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri ini
harus memberikan perlindungan warga negara yang akan menggunakan haknya

untuk mendapatkan pekerjaan, khususnya pekerjaan di luar negeri, agar mereka
dapat memperoleh pelayanan penempatan keselamatan tenga kerja secara cepat
dan mudah dengan tepat mengutamakan keselamtaan tenaga kerja baik fisik,
moral maupun martabatnya. Dikaitkan dengan praktek
penyelenggaraan pemerintah di Indonesia masalah penempatan dan perlindungan
TKI ke luar negeri, menyangkut juga hubungan antar

negara, maka sudah

sewajarnya apabila kewenangan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri
merupakan kewenangan Pemerintah.
Di dalam UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan
Penempatan TKI mengenai tanggung jawab pemerintah terhadap perlindungan
TKI di luar negeri terdapat pada :
1. Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang berbunyi: “Pemerintah bertugas mengatur,
membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri.”
2. Pasal 6 yang berbunyi : “Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan
upaya perlindungan TKI di luar negeri “
3. Pasal 7 yang berbunyi : “Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab
sebagaimana dimaksud diatas Pemerintah berkewajiban:
a. menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang berangkat melalui
penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri;
b. mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI;
c. membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di
luar negeri;
d. melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan
perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan
e. memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan,
masa penempatan, dan masa purna penempatan.
4. Pasal 77 yang berbunyi :
i. Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
ii. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan mulai dari pra
penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan.

Berdasarkan keterangan

pasal di atas

disebutkan pasal tentang

perlindungan TKI dan hak haknya yang harus di peroleh maka ini merupakan
suatu tanggung jawab pemerintah untuk melindungi segenap masyarakatnya
termasuk juga para TKI.

H. PERAN BERBAGAI PIHAK SELAIN PEMERINTAH TERHADAP
KEPEDULIAN TENAGA KERJA INDONESIA
Selain menjadi perhatian pemerintah dengan memprioritaskan penanganan
terhadap kasus-kasus pelanggaran terhadap TKI, hal tersebut menjadi bagian dari
tanggungjawab Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI) dengan meninjau kesiapan calon TKI dan segala aspek
perlindungan yang melekat dan menghindari adanya calon TKI tidak sah.
Kesiapan terhadap dokumen-dokumen perlu diperhatikan untuk menghindari
permasalahan yang berujung panjang pada TKI. Penyuluhan melalui Dinas Sosial,
Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga diperlukan agar calon TKI mengerti terhadap
prosedur. Karena tidak jarang penyebab kekerasan yang menimpa TKI adalah
kurangnya pemahaman terhadap prosedur. Penyosialisasian dengan buruh migran
yang bekerja di luar negeri juga diperlukan agar dapat mengerti lebih dalam
tindakan apa saja yang sebaiknya dilakukan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Kekerasan yang dialami Supriyanto merupakan tindak pelanggaran berat
terhadap HAM. Kekerasan tersebut membawa pengaruh terhadap keluarga,
masyarakat serta pemerintah itu sendiri. Hal tersebut merupakan kurangnya
perhatian dan tanggung jawab pemerintah dalam mensejahterakan warga negara.
Perlu persiapan yang matang dan ketat sebelum pahlawan devisa diberangkatkan
ke negara tujuan. Selain itu, sudah menjadi kewajiban berbagai pihak agar saling
menghormati hak-hak asasi manusia yang melekat pada WNI.

Saran:
1. Dengan adanya kasus Supriyanto, diaharapkan menjadi perhatian bagi
pemerintah untuk lebih melindungi hak-hak atas warga negara.
2. Agar menjadi perhatian semua pihak dalam lapisan masyarakat untuk saling
peduli terhadap ketenagakerjaan terutama TKI.
3. Sebaiknya calon TKI lebih bijak dalam memilih negara dan pekerjaan yang
dipilihnya.
4. Pemerintah tidak hanya fokus terhadap pencegahan kekerasan namun
menanganti kondisi TKI yang terancam.

DAFTAR REFERENSI

Esti, Ariyani. Upaya Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Kabupaten Kulon
Progo.

Skripsi.

Universitas

Negeri

Yogyakarta.

Yogyakarta:

2012.

http://eprints.uny.ac.id/8581/. Diakses tanggal 18 Oktober 2016.
Missa, Lamber. Studi Kriminologi Penyelesaian Kekerasan Dalam Rumah
Tangga di Wilayah Kota Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Tesis.
Universitas Diponegoro. Semarang: 2010.
Irawan, Rudi. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Kehidupan Ekonomi: Studi
Tentang Masyarakat Yang Bekerja Sebagai Tenaga Kerja Indonesia di Desa
Lembah Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun.Tesis. UIN Sunan Ampel
Surabaya. Surabaya: 2014. http://digilib.uinsby.ac.id/508/. Diakses tanggal 18
Oktober 2016.
Kusuma, Ardli Johan, Michael Ryan York, and Rizki Hari Wibowo. "Violence
against Indonesian Migrant Workers-A Causal Analysis." Jurnal Hubungan
Internasional 4.1 (2015): 47-57.

http://journal.umy.ac.id/index.php/jhi/article/view/321

.Diakses

tanggal

22

Oktober 2016.
Agustin,

Helfi.

"DAMPAK

KESEHATAN

AKIBAT

KEKERASAN

TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA." Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas

2.2

(2008):

http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/download/28/59.
tanggal 24 Oktober 2016.

169-174.
Diakses

LAMPIRAN
Penyiksaan dan Pembunuhan Terhadap Supriyanto TKI di Taiwan Terekam
Video
Rabu, 25 Mei 2016 07:13 WIB
TRIBUNNEWS.COM, TEGAL - Berbagai upaya sudah ditempuh keluarga
untuk mencari keadilan dan kebenaran terkait penyebab meninggalnya Supriyanto
yang dinilai banyak kejanggalan.
Awalnya keluarga sudah melaporkan ke Polres Tegal. Namun, polisi
mengatakan kasus itu hanya bisa ditangani interpol, karena terjadi di luar negeri
dan melibatkan berbagai pihak dari beberapa negara. Keluarga Supriyanto juga
melaporkan kejanggalan kepada BNP2TKI dan lembaga perlindungan hukum TKI
di Jakarta.
Supriyanto seorang TKI yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) asal
Tegal tewas disiksa di atas kapal saat berlayar di perairan Republik Fiji.
"Keluarga pertama lapor ke Polres Tegal, karena tidak bisa menangani kemudian
lapor ke BNP2TKI dan lembaga perlindungan hukum TKI. Katanya sampai
sekarang masih dalam proses hukum di sana (Taiwan)," kata Setiawan Wartono
adik ipar Supriyanto.
Dugaan meninggalnya Supriyanto karena dianiaya semakin kuat, sebab
menurut informasi, ada sebuah video yang menjadi bukti kuat yang di dalamnya
berisi rekaman penganiayaan dan penyiksaan kepada Supriyanto. Di dalam
rekaman video amatir berdurasi sekitar 60 menit yang terbagi menjadi 3 bagian
itu, terlihat ada beberapa adegan yang sangat kejam dialami Supriyanto.
Di awal video itu, terlihat Supriyanto keluar dari ruang nakhoda dengan
posisi sudah sempoyongan dan tergeletak di lantai. Saat itu, ia sudah tidak mampu
lagi berjalan seperti biasanya. Supriyanto posisi duduk kemudian berjalan terseokseok menuju dek kapal. Tak lama berselang, empat ABK yang juga WNI menuju
ke arah Supriyanto yang saat itu sudah tak berdaya. Diduga empat WNI itu
mendapat perintah dari nakhoda kapal. Keempat ABK WNI dari Batam,
Pemalang dan Tegal itu tanpa aba-aba melakukan penganiayaan dengan memukul

dan menendang Supriyanto. Saat menerima penganiayaan dan siksaan itu,
Supriyanto hanya bisa terdiam dan sesekali mengucapkan kata-kata "Ya Allah,
Astaghfirullahaladzim, dan subhanallah".
Di dalam video itu juga memperlihatkan kondisi detik-detik terakhir
Supriyanto mengembuskan nafas terakhirnya. Sebelum meninggal dunia, kepala
Supriyanto dipukul menggunakan pipa besi oleh seorang ABK. Akibat pukulan
menggunakan pipa besi itu, Supriyanto tergeletak dan keempat ABK
meninggalkannya begitu saja. Melihat seorang ABK terkulai lemah tak berdaya,
seorang ABK lainnya yang juga berasal dari Indonesia mendekati Supriyanto.
Saat itu Supriyanto masih bisa bernapas namun dalam kondisi sudah tersengal
sengal. Sebelum benar-benar mengembuskan napas terakhir, Supriyanto di dalam
rekaman itu mengatakan siapa saja yang melakukan penganiayaan dan penyiksaan
tersebut.
Keluarga Supriyanto mendapatkan informasi jika rekaman video
penyiksaan dan penganiayaan yang dialami Supriyanto sudah berada di Taiwan.
Video itu akan digunakan menjadi satu alat bukti untuk menjerat pelaku-pelaku
yang terlibat. "Kami menyerahkan semuanya kepada pihak yang berwajib agar
keadilan dan Kebenaran dapat ditegakkan," jelasnya.
Penulis: Fajar Eko Nugroho l Tribun Jateng
Sumber berita: http://www.tribunnews.com/regional/2016/05/25/penyiksaan-danpembunuhan-terhadap-supriyanto-tki-di-taiwan-terekam-video. Diakses tanggal
22 Oktober 2016.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25