Kebudayaan Islam di Kecamatan Kauman

KEBUDAYAAN ISLAM DI KECAMATAN KAUMAN
Diajukan untuk memenuhi tugas Ulangan Tengah Semester Islamic Study
Methodology
yang dibimbing oleh Drs. Nurul Hidayat, M.Ag.

oleh
Helin Kusuma Wardani
Kelas

(17203163007)
TBI II A

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN
TADRIS BAHASA INGGRIS
APRIL 2017

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“KEBUDAYAAN ISLAM DI KECAMATAN KAUMAN”.

Dalam pembuatan makalah ini mulai dari perancangan, pencarian bahan,
sampai penulisan, penulis mendapat bantuan, saran, petunjuk, dan bimbingan dari
banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih dan kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang, dan penulis juga berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Tulungagung, April 2017

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I........................................................................................................... 1
PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB II.......................................................................................................... 3
PEMBAHASAN.............................................................................................. 3
2.1 Kebudayaan di Kecamatan Kauman..................................................3
2.1.1 Jedor............................................................................................ 3
2.1.2 Kentrung...................................................................................... 3
2.1.3 Tari Tiban..................................................................................... 4
2.1.4 Upacara Buka Giling Tebu...........................................................5
2.1.5 Tingkeban.................................................................................... 6
2.1.6 Labuh Methik Pari............................................................................ 9
2.1.6 Tedhak Sinten (Ritual Turun Tanah)............................................11
2.2 Sisi Keislaman dalam Kebudayaan di Kecamatan Kauman..............11
BAB III....................................................................................................... 14
PENUTUP................................................................................................... 14
KESIMPULAN.......................................................................................... 14
SARAN.................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 15
LAMPIRAN................................................................................................. 16
Gambar Kesenian Jedor.........................................................................16

Gambar Kesenian Kentrung...................................................................17
Gambar Tari Tiban................................................................................. 17
Gambar Upacara Buka Giling Pabrik Gula Mojopanggung.....................18
Gambar Labuh Methik Pari.....................................................................19

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture,
mengerjakan.

yang
Bisa

berasal


dari

kata Latin Colere,

diartikan

juga

sebagai

mengolah

yaitu
tanah

mengolah
atau

atau


bertani.

Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit termasuk system agama dan politik, adat, bahasa, ,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Kebudayaan sangat erat hubungannya
dengan masyarakat.
Islam sudah mulai berkembang lagi sejak abad ke-7 dan berkembang secara
pesat ke seluruh dunia dari waktu ke waktu. Di Indonesia sendiri Islam datang salah
satunya melalui kesenian atau pun kebudayaan di masyarakat yang telah dimodivikasi
dengan tetap menyisakan ciri khas kebudayaan tersebut. Setiap daerah tentunya
memiliki cara tersendiri dalam penyebaran agama yang mulia ini, utamanya di
kecamatan Kauman. Daerah ini memiliki beberapa kebudayaan yang sejak dulu
hingga sekarang memiliki kebudayaan yang bernafaskan Islam sebagai jalur
penyebaran agamanya ataupun sebagai pengasah keislaman seperti halnya jedor yang
mirip dengan sholawatan, kentrung, dan lain sebagainya
.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas maka rumusan masalah

pada makalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah kebudayaan yang ada di Kecamatan Kauman?
2. Apa saja sisi keislaman dalam kebudayaan yang ada di Kecamatan Kauman?

1

1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan diatas maka tujuan
penulisan pada makalah ini sebagai berikut.
1. Menjelaskan kebudayaan yang ada di Kecamatan Kauman.
2. Menjelaskan sisi keislaman yang ada dalam kebudayaan di Kecamatan
Kauman.

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1Kebudayaan di Kecamatan Kauman
2.1.1 Jedor
Kesenian jedor atau tanjidor ( orang betawi bilang ) adalah salah satu

kesenian yang hidup dan berkembang sejak dahulu, hampir sulit ditemukan kapan
persisnya kesenian itu ada, tapi yang jelasnya kesenian itu ada dan pernah mengalami
kejayaan atau populer pada tahun 1930-an. Kesenian Jedor merupakan kolaborasi
antara seni pencak dan jedor, Seni musik jedor ini juga merupakan seni musik yang
rancak, artinya ketukan dalam memainkannya, sama. Suara khas jedor merupakan
kombinasi dari tiga jenis alat musik, yakni rebana lima buah, kendang satu buah, dan
jedor sendiri satu buah. Jedor ini sejenis bedug dengan diameter lebih kecil, biasanya
50-an cm. Khusus untuk jedor ini biasanya diboncengkan sepeda onthel, sedang
pemukulnya berjalan mengikuti di belakang.
Wilayah perkembangannya meliputi Kediri, Tulungagung, dan Malang.
Kesenian jedor ada tiga macam, jedor jemblung, jedor janjan, dan jedor berjanji.1
Dalam perkembangannya di daerah Kauman, kesenian jedor ini digunakan
sebagai pengantar acara phitonan (hajatan untuk bayi yang berumur tujuh bulan).
Biasanya anggotanya sendiri terdiri tujuh orang dimana terdiri dari satu orang
penabuh gendang, satu orang penabuh jedor, dua orang penabuh tipung, 2 orang
penabuh terbang, dan satu orang sebagai vokalis. Vokalis dalam kesenian jedor ini
juga merangkap sebagai ketua dan merupakan orang yang dituakan serta serba bisa.
Para pemain dalam kesenian ini biasanya menggunakan baju taqwa berwarna putih
lengkap dengan sarung dan kopyah.
2.1.2 Kentrung

Kentrung merupakan kesenian lisan yang diiringi alat musik satu kendang,
ketipung besar kecil, dan kecer (terbang). Pemukul kendang biasanya sebagai dalang.
Dalang yang dimaksud disini, orang yang menceritakan secara lisan semua cerita
1

Endri Martha Ningrum, Cerdas Tangkas(Tulungagung:Dinas Pendidikan, 2016),
hlm.269

3

yang disampaikan kepada penonton. Dalam bercerita sekali-sekali diselingi parikan
(pantun berbahasa jawa) dan iringan music yang bertalu-talu. Kentrung yang terkenal
yaitu Kentrung sidorukun dari dusun Patik Desa Batangsaren Kecamatan Kauman.
Dalang yang terkenal yaitu Nyi Gimah.
Kentrung dimainkan oleh dua orang yang terdiri dari dalang dan pengawit yang
merangkap pendukung dalang memainkan instrument ketipung dan kecer (terbang).
Contoh parikan yang dimainkan dalam pertunjukan kentrung misalnya :
1. Kembang turi rak melok-melok
Sega wadhang dipangan sore
Ora peduli wong alok-alok

Sandhang lan pangan rak golek dhewe
2. Pitike lumayu ngidul
Balik ngalor nuthuli pari
Becike yen lagi ngumpul
Tekan ndalan lha kok dirasani
Pertunjukan kentrung ini selama semalam suntuk. Keunikan kentrung
Tulungagung adalah jumlah pemainnya, biasanya di luar daerah terdiri dari 3 sampai
4 orang tetapi di Tulungagung hanya 2 orang saja. Justru dalangnya adalah seorang
perempuan.
2.1.3 Tari Tiban
Sebenarnya ada pula tarian khas yang ada sejak zaman dahulu kala. Di
Tulungagung yaitu tari tiban. Tiban ini masuk kelompok tarian atau upacara adat
belum jelas bedanya. Tarian ini dimaksudkan untuk sarana permohonan kepada
Tuhan Yang Maha Esa agar pada saat kemarau panjang diturunkannya hujan agar
sawah tidak kekeringan. Tari Tiban atau Ujungan ini menggunakan cambuk dari
beberapa lidi aren yang dipilin jadi satu dan secara bergiliran dua penari saling

4

mencambuk karena tidak memakai kaos atau baju maka akan terlihat bekas cambukan

itu. Jika sampai berdarah segera diobati oleh pawing atau penari sendiri. Tidak
sampai 10 menit luka itu sudah sembuh. Tarian Tiban ini diiring oleh musik berupa
kendang dan kenong saja. Kedua penari Tiban sangat bersemangat. Luka dikulitnya
seolah-olah tidak dirasakan. Apalagi dorongan teman-teman sekelompoknya sangat
membakar keberaniannya, Iringan musik dinamis sangat menghiburnya.2
Gemuruh sorak penonton dan sesama penari membuat suasana semakin
asyik. Sayang sekali tarian tradisional yang sudah turun temurun ini tidak
dikembangkan lagi oleh masyarakat Tulungagung. Kalaupun ada hanya di daerahdaerah tertentu saja. Dahulu beberapa daerah terkenal dengan tarian Tiban yaitu di
Kecamatan Boyolangu, Campurdarat, Bandung, Gondang, Karangrejo dan Kauman.
2.1.4 Upacara Buka Giling Tebu
Upacara buka giling di Pabrik Mojopanggung dilaksanakan setiap tahun di
bulan April atau Mei. Pabrik Gula Mojopanggung terletak di Desa Sidorejo
Kecamatan Kauman. Sebenarnya letak pabrik ini ada di dua desa berdampingan yaitu
Panggungrejo dan Sidorejo. Banyak music disana ada music dangdut, jaranan dan
langen tayub. Jaranan menari di dalam halaman pabrik. Hiburan wayang kulit
semalam suntuk. Pasar malam juga digelar disana beberapa hari menjelang Bada/
Lebaran Pabrik itu. Selain pasar malam juga diselenggarakan beberapa perlombaan
olahraga dalam menyambut Bada/Lebaran Pabrik Mojopanggung ini.
Dalam upacara buka giling ini terjadi iring-iringan temanten. Temanten
berwujud sepasang boneka, terbuat dari tepung berhias. Warna darah merah terbuat

dari tebu. Boneka itu menggambarkan pria dan wanita yang dirias sehingga tidak
nampak kalau sepasang benda itu terbuat dari gula. Sepasang boneka yang awalnya
dibopong sepasang manusia, pelan-pelan tapi khidmat diletakkan di atas mesin
penggiling tebu. Diikuti berbagai macam sesaji dan sepasang kembar mayang.3

2
3

Sunarko Budiman, Kalpataru (Tulungagung:Paramarta,2016), hlm.28
Ibid, hlm. 20

5

2.1.5 Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah salah satu tradisi masyarakat di Jawa Timur
termasuk di Tulungagung dan Kauman, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari
kata pitu yang arti nya tujuh. Upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh
bulan dan pada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan
bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu.
Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang
setaman dan disertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar
selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan
sehat.
Menurut tradisi Jawa, upacara dilaksanakan pada tanggal 7 , 17 dan 27
sebelum bulan purnama pada penanggalan Jawa, dilaksanakan di kiri atau kanan
rumah menghadap kearah matahari terbit. Yang memandikan jumlahnya juga ganjil
misalnya 5, 7, atau 9 orang. Setelah disiram, dipakaikan kain / jarik sampai tujuh kali,
yang terakhir/ ketujuh yang dianggap paling pantas dikenakan. Diikuti oleh acara
pemotongan tumpeng tujuh yang diawali dengan doa kemudian makan rujak, dan
seterusnya. Hakekat dasar dari semua tradisi Jawa adalah suatu ungkapan syukur dan
permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kenteraman, namun
diungkapkan dalam bentuk lambang-lambang yang masing-masing mempunyai
makna.
Landasan Historis

Tradisi tujuh bulanan atau tingkeban atau disebut juga mitoni yaitu upacara
tradisional selamatan terhadap bayi yang masih dalam kandungan selama tujuh bulan.
Tradisi ini berawal ketika pemerintahan Prabu Jayabaya. Pada waktu itu ada seorang
wanita bernama Niken Satingkeb bersuami seorang pemuda bernama Sadiya.
Keluarga ini telah melahirkan anak sembilan kali, namun satu pun tidak ada yang
hidup.

6

Karena itu, keduanya segera menghadap raja Kediri, yaitu Prabu Widayaka
(Jayabaya). Oleh sang raja, keluarga tersebut disarankan agar menjalankan tiga hal,
yaitu: Setiap hari rabu dan sabtu, pukul 17.00, diminta mandi menggunakan
tempurung kelapa (bathok), sambil mengucap mantera: “Hong Hyang Hyanging
amarta martini sinartan huma, hananingsun hiya hananing jatiwasesa. Wisesaning
Hyang iya wisesaningsun. Ingsun pudya sampurna dadi manungsa.”
Setelah mandi lalu berganti pakaian yang bersih, cara berpakaian dengan cara
menggembol kelapa gading yang dihiasi Sanghyang Kamajaya dan Kamaratih atau
Sanghyang Wisnu dan Dewi Sri, lalu di-brojol-kan ke bawah. Kelapa muda tersebut,
diikat menggunakan daun tebu tulak (hitam dan putih) selembar.
Setelah kelapa gading tadi di-brojol-kan, lalu diputuskan menggunakan
sebilah keris oleh suaminya. Ketiga hal di atas, tampaknya yang menjadi dasar
masyarakat Jawa menjalankan tradisi selamatan tingkeban sampai sekarang. Sejak
saat itu, ternyata Niken Satingkeb dapat hamil dan anaknya hidup.
Hal ini merupakan lukisan bahwa orang yang ingin mempunyai anak, perlu
laku kesucian atau kebersihan. Niken Satingkeb sebagai wadah harus suci, tidak
boleh ternoda, karenanya harus dibersihkan dengan mandi keramas. Akhirnya sejak
saat itu apabila ada orang hamil, apalagi hamil pertama dilakukan tingkeban atau
mitoni. Tradisi ini merupakan langkah permohonan dalam bentuk selamatan.
Batas tujuh bulan, sebenarnya merupakan simbol budi pekerti agar hubungan
suami istri tidak lagi dilakukan agar anak yang akan lahir berjalan baik. Istilah
methuk (menjemput) dalam tradisi jawa, dapat dilakukan sebelum bayi berumur tujuh
bulan. Ini menunjukkan sikap hati-hati orang Jawa dalam menjalankan kewajiban
luhur. Itulah sebabnya, bayi berumur tujuh bulan harus disertai laku prihatin.
Pada saat ini, keadaan ibu hamil telah seperti ‘sapta kukila warsa’, artinya
burung yang kehujanan. Burung tersebut tampak lelah dan kurang berdaya, tidak bisa

7

terbang kemana-mana, karenanya yang paling mujarab adalah berdoa agar bayinya
lahir selamat. Beberapa pantangan yang patut dicatat oleh ibu hamil maupun
suaminya, juga mengarah pada budi pekerti Jawa luhur.
Yakni, seorang ibu hamil dilarang makan buah yang melintang (misalnya
buah kepel), dimaksudkan agar posisi bayi di perut tak melintang. Jika posisi
melintang akan menyulitkan kelahiran kelak. Hal ini sebenarnya ada kaitannya
dengan kesehatan, karena buah kepel sebenarnya panas jika dimakan, sehingga bila
terlalu banyak akan berakibat pula pada keadaan bayi. Orang hamil, misalkan tidak
boleh duduk di depan pintu dan di lumpang tempat menumbuk padi, sebenarnya
memuat nilai etika Jawa. Yakni, agar sikap dan watak ibu hamil tak dipandang tidak
sopan, karena posisi duduk demikian juga akan memalukan dan tidak enak
dipandang.
Seorang suami yang dilarang menyembelih hewan, sebenarnya terkandung
makna budi pekerti agar tidak menganiaya makhluk lain. penganiayaan juga
merupakan tindakan yang tak baik. Di samping itu, lalu ada kata-kata ‘ora ilok’ kalau
meyembelih hewan, ini dimaksudkan agar bayi yang akan lahir tak cacat.
Watak dan perilaku yang dilarang ini merupakan aspek preventif agar suami
lebih berhati-hati. Di samping itu, baik suami maupun ibu hamil diharapkan tidak
mencacat atau membatin orang-orang yang cacat, agar bayinya tidak cacat, adalah
langkah hati-hati. Perilaku ini merupakan upaya agar pasangan tersebut tidak semenamena kepada orang lain yang cacat.
Proses selamatan mitoni dilakukan di kebun kanan kiri rumah pada suatu
krobongan. Krobongan adalah bilik yang terbuat dari kepang (anyaman bambu) dan
pintunya menghadap ke timur, dihiasi dengan tumbuh-tumbuhan. Krobongan adalah
lambang dunia, yaitu bahwa ibu hamil dan suami ketika melahirkan anak nanti harus
menghadapi tantangan berat. Kelahiran anak nanti ibarat memasuki sebuah hutan
(pasren). Adapun maksud pintu krobongan menghadap ke timur, dapat dikaitkan

8

dengan asal kata timur dari bahasa Jawa wetan (wiwitan). Artinya, timur adalah
permulaan hidup (sangkan paraning dumadi).
2.1.6 Labuh Methik Pari
Labuh Methik Pari atau panen di jaman dahulu setiap orang yang memiliki
sawah sebelum panen dilaksanakan akan dilaksanakan/digelar upacara labuh methik
pari. Upacara ini masih ada dan terus dilaksanakan oleh warga di Desa Bolorejo,
Kecamatan Kauman.
Sebelum melaksanakan upacara ini perlu dihitung terlebih dahulu hari dan
pasaran. Hal ini dimaksudkan supaya nantinya padi yang dihasilkan lebih banyak.
Maka dari itu harus mengerti Neptu, hari dan pasaran. Berikut ini adalah hari dan
neptu

Hari
AKAD/ MINGGU
SENIN
SELASA
REBO
KEMIS
JEMUAH
SETU

Hari dan Neptu
KAWI
RADITE
SOMA
ANGGARA
BUDHA
SOMA
SUKRA
TUMPAK

NEPTU
5
4
3
7
8
6
9

PASARAN
LEGI
PAHING
PON
WAGE
KLIWON

PASARAN dan NEPTU
KAWI
MANIS
ABANG
PETHAK
CEMENGAN
KASIH

NEPTU
5
9
7
4
8

Setelah mengetahui hari dan neptunya, serta uga pasaran lan neptune, lalu
dihitung gunggunge. Yen wis ngerti gunggune banjur dipithati kanthi etungan saka :
Akar = Tidak baik
Pohon= Tidak baik
9

Daun = Tidak baik
Buah = Baik
Contoh :
Panen padi di hari Senin Wage. Senin 4, Wage neptunnya 4, Gunggung 8.
Tepat di buah baik. Dengan tujuan hasil panen yang akan didapatkan lebih banyak.
Sehingga mencukupi untuk sekeluarga. Jangan sampai jatuh di:
Akar kenyataannya hanya banyak akar namun tidak ada buahnya.
Pohon kenyataannya hanya besar pohonnya namun tidak ada buahnya.
Daun kenyataannya hanya banyak daunnya namun tidak ada buahnya.
Buah kenyataannya banyak buahnya namun tidak mencukupi.

Perlengkapan untuk labuh methik pari :
1. Pisang ayu
2. Cok bakal, berisi :
 Empon-empon.
 Kembang kenanga.
 Bumbu parem.
 Kemiri.
 Kelapa
 Gula.
 Telur bebek 1.
 Telur ayam 4.
 Gantal sirih kelapa.
 Nasi kokoh berisi Nasi sambal goreng srondeng telur, daging ayam.
 Cabai bawang putih dan merah bumbon.
 Badhek.
 Parem.
 Gula gimbal gula gringsing.
 Merang padi ketan
 Kemenyan.
3. Nasi gurih dengan lauknya.

10

4. Nasi wara.
5. Ayam panggang utuh,
6. Jenang sengkala jenang sepuh.
7. Metri nasi golong sembilan lauknya sayuran
2.1.6 Tedhak Sinten (Ritual Turun Tanah)
Tedhak artinya turun atau menapakkan kaki, Siten dari kata siti artinya tanah
atau bumi. Jadi tedhak siten berarti menapakkan kaki kebumi. Ritual tedhak siten
menggambarkan persiapan seorang anak untuk menjalani kehidupan yang benar dan
sukses dimasa mendatang, dengan berkah Gusti, Tuhan dan bimbingan orang tua dan
para guru dari sejak masa kanak-kanak. Upacara tedhak siten juga punya makna
kedekatan anak manusia kepada Ibu Pertiwi, tanah airnya.
Dengan menjalani kehidupan yang baik dan benar dibumi ini dan sekaligus
tetap merawat dan menyayangi bumi, maka kehidupan didunia terasa nyaman dan
menyenangkan. Ini untuk mengingatkan bahwa bumi atau tanah telah memberikan
banyak hal untuk menunjang kehidupan manusia. Tanpa ada bumi, sulit dibayangkan
bagaimana eksistensi kehidupan manusia , sang suksma yang berbadan halus dan
kasar.
Hendaknya diingat bahwa tanah adalah salah satu elemen badan manusia dan
yang tak terpisahkan dengan elemen-elemen yang lain, yaitu air, udara dan api, yang
mendukung kiprah kehidupan suksma didunia ini, atas kehendak Gusti.

2.2Sisi Keislaman dalam Kebudayaan di Kecamatan Kauman
Kebudayaan yang ada di Kecamatan Kauman juga memiliki sisi
keislamannya tersendiri. Berikut ini beberapa sisi keislaman dalam budaya-budaya
yang telah disebutkan sebelumnya:
1. Jedor
Jedor adalah kesenian tradisional yang bernafaskan Islam. Kesenian
jedor ada tiga macam, jedor jemblung, jedor janjan, dan jedor berjanji.
Dalam perkembangannya jedor janjan disampaikan dalam berbagai

11

bentuk seperti sholawatan sebagai bagian dari syiar agama Islam.
ragamnya meliputi parikan, wangsalan, lafal dzikir, dan lafal doa. Muatan
nilai yang dikandungnya adalah dakwah. Fungsinya untuk menyampaikan
wawasan

ketuhanan,

mengukuhkan

ikatan

sosial,

menumbuhkan

kesadaran kesejarahan Islam dan memberikan hiburan. Sebagai bukti
bahwa nyanyian atau lagu yang dibawakan berisikan kalimat-kalimat
islam dalam penyajiannya biasa membawa buku khusus yang berisi
tentang sholawat ataupun lain-lain yang sesuai tuntunan Islam.
2. Kentrung
Kentrung pada mulanya bertujuan untuk mengembangkan atau syiar
agama Islam, maka cerita yang dilantunkan lebih banyak cerita rakyat
seperti Jaka Tarub, Damarwulan Ngarit dan tentang masuknya Agama
Islam di Indonesia
3. Tari Tiban
Tarian ini dimaksudkan untuk sarana permohonan kepada Tuhan Yang
Maha Esa agar pada saat kemarau panjang diturunkannya hujan agar
sawah tidak kekeringan.
4. Upacara Buka Giling Tebu
Upacara ini lebih dimaksudkan sebagai perwujudan rasa syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kemudahan dan kelancaran yang telah
diberikan serta permohonan agar diberi keselamatan dan kelancaran
untuk kedepannya, maka dari itu juga diselipkan acara selamatan sebelum
upacara dimulai.
5. Tingkeban
Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan
tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu
yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang setaman dan disertai doa
yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan
rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.

6. Labuh Methik Pari

12

Upacara ini dimaksudkan sebagai perwujudan rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki padi yang akan dipanen oleh orang
yang memiliki sawah. Biasanya pemilik dan penggarap diikut sertakan
dalam upacara ini
7. Tedhak Sinten
Ritual tedhak siten menggambarkan persiapan seorang anak untuk
menjalani kehidupan yang benar dan sukses dimasa mendatang, dengan
berkah Gusti, Tuhan dan bimbingan orang tua dan para guru dari sejak
masa kanak-kanak.Upacara tedhak siten juga punya makna kedekatan
anak manusia kepada Ibu Pertiwi, tanah airnya. Manusia wajib bersyukur
kepada Gusti, Tuhan , diberikan kehidupan yang memadai dibumi yang
alamnya sangat kondusif, memungkinkan mahluk manusia dan mahlukmahluk yang lain bermukim disini. Inilah kesempatan untuk berbuat yang
sebaik-baiknya, berkarya nyata, tidak hanya untuk diri sendiri dan
keluarganya, tetapi untuk peradaban seluruh umat manusia, yang
semuanya adalah titah Gusti dan asal muasalnya dari tempat yang sama.

13

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Daerah Kecamatan Kauman memiliki banyak sekali ragam budaya yang dari
dulu hingga sekarang masih dijaga kelestariannya seperti halnya Jedor, Kentrung,
Tari Tiban, Upacara Buka Giling, Tingkeban, Labuh Methik Pari, Tedhak Sinten dan
masih banyak lagi. Adanya kebudayaan-kebudayaan tersebut memberi kekhasan
tersendiri untuk daerah tersebut dari pada daerah yang lain.
Lahirnya kebudayaan yang ada tentunya telah dimodivikasi oleh ahli agama
setempat sehingga kepercayaan-kepercayaan yang semula dianut dapat dirubah
menjadi memiliki sisi keislaman. Dari kesemua kebudayaan yang disebutkan telah
memiliki sisi keislaman tersendiri, seperti ada yang berfungsi sebagai syiar contohnya
Kentrung, ada yang berfungsi sebagai syukuran seperti Labuh Methik Pari, dan ada
juga yang berfungsi sebagai sarana sholawatan, dzikir sekaligus doa contohnya Jedor.

SARAN
Demikian makalah ini dibuat dan masih banyak mengandung kesalahankesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik agar bisa lebih
baik lagi. Serta penulis berharap tulisan ini dapat dikembangkan lagi bagi pembaca.

14

DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Sunarko. 2016. Kalpataru. Tulungagung:Paramarta.
Ningrum, Endri Martha. 2016. Cerdas Tangkas. Tulungagung:Dinas Pendidikan.
(online) (http://beniharjanto1.blogspot.co.id/2008/12/satu-menengok-jedorsobontoro.html), diakses pada tanggal 25 April 2017.
(online) (http://bhutomo.blogspot.co.id/2011/05/kebudayaan-tulungagung.html),
diakses pada tanggal 25 April 2017.

15

Gambar Kesenian Jedor

LAMPIRAN

16

Gambar Kesenian Kentrung

Gambar Tari Tiban

17

Gambar Upacara Buka Giling Pabrik Gula Mojopanggung

Gambar Tingkeban

Gambar Labuh Methik Pari

18