BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Berbantu Power Point dan Star Point Card untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA bagi Siswa Kelas 5 SD Negeri Mang

11

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Kajian Teori
Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung

penelitian. Beberapa teori dari para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang
mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori
dalam penelitian ini berisi tentang hakikat IPA, hakikat pembelajaran IPA, model
jigsaw, dan hasil belajar.

2.1.1

Hakikat IPA
IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu

mempelajari fenomena alam yang faktual, baik berupa kenyataan atau kejadian dan
hubungan sebab akibatnya. IPA awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

percobaan, namun pada perkembangan selanjutnya IPA juga diperoleh dan
dikembangkan berdasarkan teori (Wisudawati, 2014). Adapun pengetahuan itu
sendiri artinya segala sesuatu yang diketahui oleh manusia. Jadi secara singkat IPA
adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala
isinya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hendro Darmojo (dalam Samatowa,
2011:2).
Selain itu, Hendro Darmojo (dalam Samatowa, 2011:3) menyatakan bahwa
IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan
bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta
menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga
keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang
diamatinya. Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa
inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan
dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan.
Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science itu pengertiannya dapat disebut

12

sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di
alam ini (Samatowa, 2011:3). IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang

disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang
dilakukan oleh manusia.

2.1.2

Hakikat Pembelajaran IPA
Model yang cocok untuk anak Indonesia terutama dalam pembelajaran IPA

adalah belajar melalui pengalaman langsung (learning by doing). Model belajar ini
memperkuat daya ingat anak dan biaya yang sangat murah sebab menggunakan alatalat dan media belajar yang ada di lingkungan anak sendiri (Samatowa, 2011:5).
Pembelajaran IPA dpat digambarkan sebagai suatu sistem, yaitu sistem pembelajaran
IPA. Sistem pembelajaran IPA terdiri atas komponen masukan pembelajaran, proses
pembelajaran, dan keluaran pembelajaran. Pembelajaran IPA adalah interaksi antara
komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang telah ditetapkan (Wisudawati,
2014).
Keterampilan proses sains didefinisikan oleh Paolo dan Marten (dalam
Samatowa, 2011:5) adalah mengamati, mencoba memahami apa yang diamati,
mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, menguji
ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut

benar. Selanjutnya Polo dan Marten juga menegaskan bahwa dalam IPA tercakup
juga coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal dan coba lagi. Ilmu pengetahuan
alam tidak menyediakan semua jawaban untuk semua masalah yang kita ajukan.
Dalam IPA kita selalu siap memodifikasi model-model yang kita punyai tentang alam
ini sejalan dengan penemuan-penemuan baru yang kita dapatkan.
Tujuan pembelajaran IPA dijelaskan pada Samatowa (2011:6) yaitu:
1.

Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa. Kesejahteraan materil suatu bangsa
bayak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab

13

IPA merupakan dasar teknologi dan disebut sebagai tulang punggung
pembangunan.
2.

Bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata
pelajaran yang melatih/mengembangkan kemampuan berpikir kritis.


3.

Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh
anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan
belaka.

4.

Mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu dapat membentuk
kepribadian anak secara keseluruhan.

2.1.3

Model Pembelajaran Tipe Jigsaw

2.1.3.1

Pengertian Model Pembelajaran Tipe Jigsaw
Rusman (2013:218) mengemukakan model pembelajaran kooperatif tipe


Jigsaw menitik beratkan kepada kerja kelompok dalam bentuk kelompok kecil.
Model pembelajaran tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dengan
cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam
orang secara heterogen. Teknik seperti ini guru harus memperhatikan skemata atau
latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar
bahan pelajaran menjadi lebih bermakna (Lie, 2003). Dalam pembelajaran
menggunakan model tipe Jigsaw, siswa memiliki banyak kesempatan untuk
mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat
meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Suatu model pembelajaran akan berhasil
dengan

baik

apabila

dilaksanakan

sesuai

dengan


langkah-langkah

model

pembelajaran tersebut (Huda, 2013:204).
Langkah-langkah model pembelajaran tipe Jigsaw ini menurut Rusman
(2013:218) sebagai berikut:
1. Siswa dikelompokan dengan

4 orang.

2. Tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda.

14

3. Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk
kelompok baru (kelompok ahli).
4. Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal
dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka

kuasai.
5. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
6. Guru memberikan evaluasi.
7. Penutup.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran tipe Jigsaw menurut Stephen,
Sikes and Snap ( dalam Rusman, 2013:220) sebagai berikut:
1. Siswa dikelompokkan ke dalam 1 sampai 5 anggota tim.
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.
3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/subbab yang
sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan
subbab mereka.
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok
asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang
mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama.
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi..
7. Guru memberikan evaluasi.
8. Penutup.
2.1.3.2


Kelebihan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw
Menurut Shoimin (2014:93) kelebihan model pembelajaran tipe Jigsaw

adalah sebagai berikut:
1. Memungkinkan siswa dapat mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran
seperti

saat

melakukan

percobaan

ataupun

dalam

mengungkapkan

pendapatnya, kemampuannya dalam bekerja sama dalam kelompok, dan daya


15

pemecahan masalah dalam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru
menurut kehendaknya sendiri.
2. Hubungan antara guru dan siswa berjalan seimbang dan memungkinkan
suasana belajar menjadi sangat akrab yang artinya guru dan siswa tidak
memiliki jarak, siswa boleh mengungkapkan pendapatnya.
3. Memotivasi guru untuk bekerja lebih aktif dan kreatif dalam mengembangkan
pembelajaran agar pembelajaran lebih menarik dan lebih inovatif sehingga
pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru.
4. Mampu memadukan berbagai pendeketan belajar, yaitu pendekatan kelas,
kelompok dan individual.

2.1.3.3

Kekurangan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw
Selain mempunyai kelebihan, model pembelajaran tipe Jigsaw ini juga

mempunyai kelemahan. Semua model pembelajaran diciptakan untuk memberi

manfaat yang baik atau positif pada pembelajaran. Akan tetapi langkah-langkah
model tersebut juga mempunyai kelemahan (Shoimin, 2014:94), sebagai berikut :
1. Jika guru tidak mengingatkan agar siswa selalu menggunakan keterampilanketerampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing seperti siswa masih
selalu individu dalam mengerjakan tugas dari guru yang seharusnya
dikerjakan secara bersama dalam kelompok, dikhawatirkan kelompok akan
macet dalam berdiskusi.
2. Jika anggota kelompoknya kurang akan menimbulkan masalah, sehingga
siswa kelompok yang anggotanya kurang pasti akan iri dengan kelompok lain
yang anggotanya lengkap karena menurut mereka kelompoknya tidak imbang
dengan kelompok lain.
3. Membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang belum
terkondisi dengan baik sehingga perlu waktu yang dapat menimbulkan
kegaduhan.

16

2.1.4

Pembelajaran Berbantu Power Point
Penggunaan program presentasi power point adalah program aplikasi yang


dimanfaatkan untuk menjelaskan sesuatu hal kepada umum yang menarik dari segi
tampilan dan dengan memanfaatkan proyektor LCD dapat menjangkau banyak orang.
Pembelajaran dengan penggunaan presentasi power point antara lain dapat membantu
siswa dalam memahami dan menguasai bahan pembelajaran dengan lebih efektif.
Power point menawarkan kemudahan-kemudahan dalam membuat presentasi atau
untuk pembelajaran, dapat disisipkan komponen-komponen multimedia yang
meliputi teks, gambar,suara ataupun video. Dalam menggunakan pembelajaran
menggunakan power point ini akan lebih menarik dan mengesankan dengan adanya
fitur-fitur yang disediakan power point seperti yang dikemukakan Triwahyuni
(2004:2).
Penggunaan media power point ini dilakukan pada saat pembelajaran
dimulai, peneliti akan menggunakan power point ini untuk membantu dalam proses
belajar mengajar. Menjelaskan materi-materi menggunakan media power point ini
siswa akan lebih tertarik untuk mengikuti pembelajaran sehingga materi yang didapat
mudah diserap oleh siswa. Media power point juga akan digunakan saat refleksi,
sehingga akan membantu siswa dalam mengingat kembali pembelajaran apa yang
telah di pelajari.

2.1.5

Pembelajaran Berbantu Alat Peraga Star Point Card
Star Point Card adalah kartu pertanyaan yang mempunyai poin bintang

pada setiap pertanyaan yang mampu dijawab dengan benar. Penggunaan alat peraga
Star Point Card bertujuan agar siswa dapat memantapkan kembali materi yang sudah
disampaikan saat proses pembelajaran. Disini penggunaan Star Point Card juga
mampu meningkatkan kerjasama dalam kelompok. Selain itu, Star Point Card juga
memberikan inovasi pembelajaran yang lebih aktif dan lebih inovatif untuk guru
sehingga siswa pun tidak mengalami kejenuhan saat pembelajaran.

17

Alat peraga Star Point Card terdiri dari poin atau nilai yang diperoleh
kelompok nantinya yang berbentuk bintang, papan skor yang terdapat nama-nama
kelompok untuk meletakan poin bintang agar dapat mengetahui kelompok mana yang
memperoleh poin bintang lebih banyak, kartu pertanyaan yang nantinya harus
diambil oleh setiap kelompok dan harus menjawab pertanyaan yg sudah tersedia pada
kartu.
Cara permainan dari Star Point Card sebagai berikut:
1. Semua siswa menyanyikan lagu yang telah disediakan untuk mengecoh agar
diketahui kelompok mana yang terlebih dulu mengangkat tangan untuk
mengambil kartu pertanyaan. Lagu tersebut adalah
Ayo kita bermain-main
Tentang sifat cahaya
Star point card permainannya
Maju depan ambil kartunya
Angkat tanganmu!
Duluan, siapa! 1, 2, 3…
(Menggunakan nada Helly)
2. Setiap kelompok memiliki satu orang untuk mewakili mengangkat tangannya dan
maju kedepan untuk membaca pertanyaan bagi kelompoknya pada kartu yang
telah diambil.
3. Jika sudah mengambil pertanyaan, kelompok tersebut harus segera menjawab
pertanyaan agar mampu mendapatkan poin bintang.
4. Jika tidak bisa menjawab pertanyaan yang ada dikartu, boleh dilempar dan di
jawab kelompok yang mampu menjawabnya.
5. Kelompok yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar mendapat poin
bintang lebih banyak dari kelompok lain akan diberikan hadiah atau reward.

18

2.1.6

Hasil Belajar

2.1.6.1

Pengertian Belajar
Belajar menurut pandangan Nana Sudjana (1989:28) belajar bukan

menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses
belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan,
pemahaman,

sikap

dan

tingkah

laku,

keterampilannya,

kecakapan

dan

kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada
pada individu. Sedangkan menurut Gagne (dalam Suprijono, 2012:2) belajar adalah
perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas.
Perubahan kemampuan tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan
seseorang secara alamiah, melainkan melalui pengalaman.
Berdasarkan dari dua pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang ataupun kelompok tertentu
untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru untuk mencapai tujuan
tertentu.

2.1.6.2

Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar menurut pandangan Agus Suprijono (2012:7) hasil belajar

adalah “perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi
kemanusiaan saja, artinya hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar
pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau
terpisah, melainkan secara komprehensif”.
Hasil belajar penting artinya agar siswa dapat memecahkan persoalan yang
dihadapinya baik dalam kehidupan di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat dan keluarganya. Keberhasilan pengajaran dilihat dari segi hasil yang
dicapai siswa, tentunya mengharapkan bahwa semua hasil yang diperoleh itu
membentuk satu system nilai (value sistem) yang dapt membentuk kepribadian siswa,

19

sehingga memberi warna dan arah dalam semua perbuatannya. Hasil belajar yang
dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa itu
dan faktor yang datang dari luar diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Di
samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi
belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi,
faktor fisik dan psikis (Sudjana, 1989:39).
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil
belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa
objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa.
Sudjana (1989:49) memaparkan hasil belajar memiliki 3 tipe hasil belajar
yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiganya tidak berdiri sendiri, tapi
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Berikut ini adalah unsur-unsur yang
terdapat dalam ketiga aspek hasil belajar tersebut.
2.1.6.2.1

Hasil Belajar Kognitif
Aspek kognitif merupakan hasil belajar yang dinampakkan dalam perubaha

perilaku yang berhubungan dengan kemampuan intelektual yang mencakup
kemampuan ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, dan evaluasi (Sudjana,
1989:49).
a. Hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge)
Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula pengetahuan yang sifatnya
faktual, di samping pengetahuan yang mengenai hal-hal yang perlu diingat
kembali. Dari sudut respon belajar siswa, pengetahuan itu perlu dihafal, diingat,
agar dapat dikuasai dengan baik.
b. Hasil belajar pemahaman (comprehention)
Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu
konsep. Untuk itu maka diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara
konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut.

20

c. Hasil belajar penerapan (aplikasi)
Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi suatu konsep, ide,
rumus, hokum dalam situasi yang baru. Misalnya memecahkan persoalan dengan
menggunakan rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau hokum dalam suatu
persoalan. Jadi, dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hokum, rumus.
d. Hasil belajar analisis
Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu integritas (kesatuan yang
utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti atau
mempunyai tingkatan. Analisis sangat diperlukan bagi para siswa sekolah
sekolah menengah apalagi di Perguruan Tinggi.
e. Hasil belajar sistesis
Sintesis adalah lawan dari analisis. Bila pada analisis tekanan pada kesanggupan
menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang bermakna. Sistesis tentu
memerlukan kemampuan hafalan, pemahaman, aplikasi, dan analisis. Berpikir
sintesis adalah berpikir devergent sedangkan berpikir analisis adalah berpikir
konvergent.
f. Hasil belajar evaluasi
Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu
berdasarkan judgement yang dimilikinya, dan kriteria yang dipakainya. Tipe hasil
belajar yang paling tinggi. Dalam tipe hasil belajar evaluasi, tekanan pada
pertimbangan sesuatu nilai, mengenai baik tidaknya, tepat tidaknya, dengan
menggunakan nilai tertentu.

2.1.6.2.2

Hasil Belajar Afektif
Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan,

bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah
menguasai bidang kognitif tingkat tinggi. Hasil belajar bidang afektif kurang
mendapat perhatian dari guru. para guru lebih banyak memberi tekanan pada bidang

21

kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai
tingkah laku seperti terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru
dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan lain-lain. Sekalipun bahan pelajaran
berisikan bidang kognitif, namun bidang afektif harus menjadi bagian integral dari
bahan tersebut, dan harus nampak dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai
siswa.
Ada beberapa tingkatan bidang afektif hasil belajar. Tingkatan tersebut
dimulai tingkat yang dasar/sederhana sampai tingkatan yang kompleks (Sudjana,
1989:53).
a. Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan
(stimulasi) dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi,
gejala.
b. Responding atau jawaban. Yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap
stimulasi yang datang dari luar.
c. Valuing (penilaian), yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap
gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan
menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan
kesepakatan nilai tersebut.
d. Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk
menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, dan prioritas
nilai yang telah di milikinya.
e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai yakni keterpaduan dari semua sistem
nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya.
2.1.6.2.3

Hasil Belajar Psikomotorik
Hasil belajar bidang psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill),

kemampuan bertindak individu (seseorang). Ada 6 tingkatan keterampilan yang
diungkapkan Sudjana (1989:54), yakni:

22

a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).
b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c. Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan
auditif motorik dan lain-lain.
d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, kekeharmonisan, ketepatan.
e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilam sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks.
f. Kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi seperti gerakan
ekspresif, interpretatif.

2.1.7

Penelitian yang Relevan
Nursiyah, (2013), dalam penelitiannya dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Berbantuan Media Benda Asli untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Gaya Pada Siswa Kelas 4 SDN
Poncowarno Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013” menyimpulkan bahwa
penerapan model pembelajaran tipe jigsaw mampu meningkatkan nilai hasil belajar
IPA tentang Gaya pada siswa kelas 4 SDN Poncowarno semester II tahun pelajaran
2012/2013. Hal ini dpat dilihat dari hasil pembelajaran siklus I dan siklus II.
Pembelajaran IPA dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
berbantuan media asli dapat meningkatkan hasil persentase belajar siswa. Persentase
pra siklus ke siklus I meningkat 25%, dari 6 siswa menjadi 11 siswa, sedangkan dari
siklus I ke siklus II meningkat 35% dari 11 siswa menjadi 20 siswa. Rata-rata nilai
siswa saat kondisi awal 64, setelah siklus I dilakukan meningkat menjadi 70.
Sedangkan setelah siklus II dilakukan rata-rata meningkat menjadi 80.
Dalimin, (2013), dalam penelitiannya dengan judul “Peningkatan Hasil
Belajar IPA dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Bagi Siswa Kelas
VI SD Negeri Tumbrep 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 2 Tahun
2011/2012” menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat

23

meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa kelas VI di SDN Tumbrep 02 Kecamatan
Bandar Kabupaten Batang semester 2 tahun pelajaran 2011/2012. Ditunjukan dengan
peningkatan rata-rata hasil belajar siswa pada prasiklus 62,5 setelah dilakukan siklus I
meningkat menjadi 65,5 dan pada siklus II meningkat menjadi 73,5. Persentase
ketutansan hasil belajar yaitu pada prasiklus 40%, siklus I 60% dan pada siklus II
90%. Hal ini menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajara IPA siswa SDN Tumbrep 02 Kecamatan Bandar
Kabupaten Batang semester 2 tahun pelajaran 2011/2012 pada kompetensi dasar
mengidentifikasi kegunaan energi listrik dan berpartisipasi dalam penghematannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Sofia, (2013), dalam penelitiannya dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil
Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas
V SD Negeri Karangtengah 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Semester II
Tahun Pelajaran 2012/2013” menyimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan
model pembelajaran tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V
di SD Negeri Karangtengah 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang pada
semester 2 tahun pelajaran 2012/2013. Siswa kelas V terdiri dari 41 siswa saat
prasiklus yang memiliki nilai kurang dari (KKM=70) sebanyak 29 siswa atau 71%
sedangkan yang sudah mencapai ketuntasan minimal sebanyak 12 siswa dengan
persentase 29%. Pada siklus I ketuntasan belajar siswa yang memiliki nilai kurang
dari KKM sebanyak 5 siswa atau 12%, sedangkan yang sudah mencapai ketuntasan
sebanyak 36 siswa dengan persentase 88%. Selanjutnya, pada siklus II diketahui
ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 39 siswa untu dengan persentase 95%,
sedangkan hasil belajar yang belum tuntas hanya 2 siswa dengan persentase 5%.
Mustapa, (2012), dalam penelitiannya dengan judul ”Pengaruh Penggunaan
Power Point Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Gedangan 02 Semester
2 Tahun Pelajaran 2011/2012” menyimpulkan bahwa penggunaan media power
point dalam penelitian ini lebih berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V

24

SDN Gedangan 02 semester 2 tahun pelajaran 2011/2012. Kesimpulan ini didukung
oleh total rata-rata nilai tes siswa sebelum diberi perlakuan sebesar 44,66 dan total
rata-rata nilai sesudah diberi perlakuan sebesar 62,33. Jadi penggunaan media power
point sangat berpengaruh untuk hasil belajar IPA siswa kela V SDN Gedangan 02.
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan diambil sebagai
referensi peneliti untuk melakukan penelitian yang akan dilakukan, peneliti lebih
mengembangkan model pembelajaran tipe jigsaw pada mapel Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) yang berbantuan dengan menggunakan media power point. Agar lebih
adanya inovasi dalam pembelajaran, peneliti menciptakan suatu permainan untuk
lebih memantapkan materi yang diperoleh saat pembelajaran, yaitu dengan
menambahkan permainan yang berupa star point card. Sehingga dalam pembelajaran
siswa mampu memantapkan materi yang diperoleh saat pembelajaran, mampu
mengajak siswa untuk aktif, bekerja sama dalam suatu kelompok serta
mengungkapkan pendapatnya. Oleh karena itu, peneliti lebih mengembangkan
penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan model pembelajaran tipe jigsaw
dan power point dengan menambahkan permainan yang diberi nama star point card
pada mapel Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

2.1.8

Kerangka Pikir
Melalui

kegiatan

pembelajaran

guru

dapat

membantu

siswa

mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri, kemampuan akademi dan rasa
antusias untuk mengerjakan tugas-tugas selanjutnya dalam suasana kelas yang
memberikan rasa aman kepada siswa Dalam pembelajaran siswa tidak hanya pasif
mendengarkan penjelasan guru dan sesekali menjawab pertanyaan dan mengerjakan
tugas. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, maka langkah pertama peneliti
mengubah pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran lain dan belum
pernah peneliti laksanakan di dalam kelas.

25

Model pembelajaran tipe Jigsaw ini hampir semua memfokuskan kegiatan
pembelajaran pada siswa. Siswa dituntut untuk bertanggung jawab atas apa yang
telah dipelajari bersama teman-teman kelompoknya. Pembelajaran ini membagi siswa
dalam beberapa kelompok dan akan membentuk setiap tim ahli, melakukan diskusi,
presentasi. Dengan pembelajaran seperti ini diharapkan mampu meningkatkan hasil
belajar siswa dan ketertarikan siswa dalam mata pelajaran IPA pada siswa kelas V di
SD Negeri Mangunsari 06 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga semester II tahun
pelajaran 2015/2016. Adapun penjelasan dalam kerangka berpikir sebagai berikut:

26

Bagan 2.1 Bagan Kerangka Pikir Model Pembelajaran Tipe Jigsaw
Pembelajaran Konvensional /
Metode Ceramah

Guru kurang
memaksimalkan
kegiatan belajar
mengajar (KBM)

Ketertarikan siswa
dalam pembelajaran

Konsentrasi siswa
saat pembelejaran

Siswa pasif, kurang
menguasai materi
sehingga hasil
belajar siswa rendah

Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw
- Pembentukan beberapa kelompok asal.
- Pembagian materi.
- Diskusi kelompok ahli.
- Presentasi kelompok asal.
- Evaluasi.
Pembelajaran Berbantu Power Point
- Menjelaskan materi pembelajaraan.
Pembelajaran Berbantu Star Point Card
- Mentapkan pembelajaran yang diperoleh dengan pertanyaan-pertanyaan
yang telah disediakan dengan kerjasama antar kelompok belajar.

Hasil Belajar Siswa Meningkat

Efek Bagi Guru
Model Pembelajaran Tipe Jigsaw
- Meningkatkan kemampuan guru untuk
memecahkan permasalahan yang muncul
dari siswa saat pembelajaran.
Star Point Card
- Meningkatkatkan minat guru untuk
memberikan inovasi-inovasi baru
dalamdunia pendidikan.
Power Point
- Memberikan kemudahan guru dalam
mengajar ataupun menjelaskan materi
sehingga tidak terpacu dengan buku mata
pelajaran saja..

Efek Bagi Siswa
Model Pembelajaran Tipe Jigsaw
- Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif.
- Menumbuhkan rasa percaya diri dalam
mengungkapkan pendapat atau saat
presentasi.
Star Point Card
- Akan lebih memantapkan materi yang
diperoleh para siswa.
- Mengajarkan kerjasama dalam
berkelompok.
Power Point
- Meningkatkan minat siswa dalam
memperhatikan materi pembelajaran yang
disampaikan oleh guru.

27

2.1.9

Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian ini dapat

dirumuskan:
1. Penerapan Model Jigsaw Berbantu Power Point dan Star Point Card Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Bagi Siswa Kelas 5 SD Negeri Mangunsari
06 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran
2015/2016 secara signifikan 10% dengan langkah-langkah yaitu siswa
dikelompokan dengan

4 orang, tiap orang dalam tim diberi materi atau

tugas yang berbeda, anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang
sama membentuk kelompok ahli, kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota
kembali ke kelompok asal, tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi, guru
memberikan evaluasi, penutup.
2. Penerapan Model Jigsaw Berbantu Power Point dan Star Point Card Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Bagi Siswa Kelas 5 SD Negeri Mangunsari
06 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran
2015/2016 secara signifikan mengalami ketuntasan belajar individual dengan
nilai hasil belajar IPA ≥ 70 dan mengalami ketuntasan belajar secara klasikal
dengan nilai rata-rata hasil belajar IPA meningkat dari KKM ≥ 70 yang telah
ditentukan dari sekolah.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24