Pengembangan Perangkat Dan Pembelajaran Bero

FP 107

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Multi
Representasi dalam Mereduksi Kesalahan Prakonsepsi Fisika Peserta
Didik Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Majene
1

Dewi Sartika1), Muris2)
Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar, Makassar 90222
email: dewisartika.asrulbatiran@yahoo.co.id
2
Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Makassar, Makassar 90222
email: murisfmipaunm@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (research and development), dimana produk yang
diinginkan adalah perangkat pembelajaran yang valid dan layak untuk digunakan. Produk tersebut terdiri atas:
(1) rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), (2) buku peserta didik (BPD), dan (3) lembar kerja peserta didik
(LKPD). Pengembangan model perangkat yang digunakan mengacu pada model four-D (4D) yang terdiri dari

empat tahap yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran. Tujuan penelitian yaitu (1)
mengetahui profil perangkat pembelajaran berorientasi multi representasi dalam mereduksi kesalahan
prakonsepsi fisika peserta didik, (2) mendeskripsikan respon peserta didik terhadap perangkat pembelajaran, dan
(3) mendeskripsikan kesalahan prakonsepsi peserta didik setelah perangkat pembelajaran diterapkan. Proses uji
coba pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan desain one shoot case study dengan subjek
penelitian kelas XI IPA SMA Negeri 1 Majene yang berjumlah 28 orang. Teknik pengumpulan data
menggunakan lembar validasi, lembar observasi, angket, dan tes identifikasi kesalahan prakonsepsi fisika. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa (1) profil perangkat pembelajaran yang meliputi rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), buku peserta didik (BPD), dan lembar kerja peserta didik (LKPD) telah memenuhi kriteria
kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan, (2) umumnya peserta didik memberikan respon positif terhadap
perangkat pembelajaran, (3) kesalahan prakonsepsi peserta didik dapat direduksi setekah diajar menggunakan
perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan.
Kata kunci: Perangkat pembelajaran, Multi representasi, Kesalahan prakonsepsi.

mengungkapkan proses yang sebenarnya
terjadi.
Berdasarkan observasi awal terhadap
beberapa peserta didik di sekolah SMA Negeri
1 Majene menunjukkan bahwa pemahaman
peserta didik mengenai suatu konsep dalam

permasalahan fisika yang disajikan dengan
berbagai representasi masih dalam kategori
kurang. Peserta didik hanya menghapal rumus
tanpa memahami dan memaknai konsep yang
dipelajarinya. Akibatnya, saat akan ujian
peserta didik tersebut kesulitan dalam
menghapal tumpukan rumus yang terdapat di
tiap bab pelajaran fisikanya. Fatalnya,
ditengah kesulitan tersebut peserta didik malah
menempuh cara lain agar tidak menghapal
rumus-rumus tersebut, yakni membuat
contekan.
Di lain pihak, telah banyak peneliti baik di
Indonesia maupun luar negeri berusaha
mencari sebab terjadinya kesulitan dalam
belajar fisika. Dari hasil-hasil penelitian
tersebut diperoleh informasi lain bahwa
sumber kesulitan utama dalam memahami

1. PENDAHULUAN

Fisika merupakan salah satu mata
pelajaran sains yang sulit. Stigma inilah yang
terlanjur tertanam dalam benak sebagian besar
peserta didik yang belum memahami fisika
dengan baik. Stigma ini tentunya tidak
terbentuk begitu saja, disamping karena materi
fisika
memiliki
banyak
rumus-rumus
matematika, soal-soal fisika juga banyak yang
tergolong rumit. Pendekatan dan metode yang
digunakan guru dalam mengajarkan konsepkonsep fisika seolah menegaskan bahwa
konsep-konsep fisika adalah kumpulan rumus
yang harus dihafalkan. Hal ini disebabkan
kebanyakan pengajar fisika sering terjebak
untuk mengajarkan fisika dengan hanya
menggunakan rumus-rumus dan kurang
mengajarkan konsep fisika secara utuh. Dari
sudut pandang peserta didik kurang dapat

memahami konsep fisika dengan hanya
menghapalkan rumus sehingga peserta didik
pun terjebak pada pembahasan penyelesaian
soal-soal dan tentu saja sangat sedikit
612

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

3) Representasi
matematis:
perubahan
kecepatan dan selang waktu dilambangkan
dengan simbol dan dibuat dalam bentuk
persamaan (rumus).
Pembelajaran
dengan
menggunakan
representasi majemuk selain akan memberikan
manfaat lebih terutama dalam mengasah
kemampuan intelegensi (kecerdasan) peserta

didik secara beragam atau lebih dikenal
dengan istilah intelegensi majemuk (multiple
intelligences), tapi juga dapat menghasilkan
konsistensi respon peserta didik dalam
memahami konsep fisika. Kekonsistenan
tersebut akan membawa peserta didik
ketingkat pemahaman yang lebih baik dalam
melihat berbagai konsep-konsep fisika yang
disajikan dalam berbagi permasalahan
sehingga dengan otomatis dapat mereduksi
kesalahan prakonsepsi peserta didik akan
konsep-konsep fisika.
Dengan meninjau permasalahan di atas
maka peneliti merasa perlu merangcang
seperangkat bahan ajar yang dikenal dengan
perangkat pembelajaran yang berorientasi
multi representasi dalam mereduksi kesalahan
prakonsepsi fisika pada peserta didik kelas XI
IPA SMA Negeri 1 Majene.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab

masalah-masalah berikut:
1) Bagaimanakah
profil
perangkat
pembelajaran
berorientasi
multi
representasi yang dapat mereduksi
kesalahan prakonsepsi fisika peserta didik
kelas XI IPA SMA Negeri 1 Majene?
2) Bagaimanakah respon peserta didik kelas
XI IPA SMA Negeri 1 Majene terhadap
perangkat pembelajaran berorientasi multi
representasi yang dapat mereduksi
kesalahan prakonsepsi fisika?
3) Bagaimanakah kesalahan prakonsepsi
peserta didik kelas X IPA SMA Negeri 1
Majene
setelah
diajar

dengan
menggunakan perangkat pembelajaran
berorientasi multi representasi?

konsep fisika adalah terjadinya kesalahan
prakonsepsi (konsep awal) yang dimiliki oleh
peserta didik, guru, maupun yang tertulis di
dalam buku pegangan guru yang tidak sesuai
dengan konsep ilmiah (Muslimin Ibrahim,
2012).
Selanjutnya dikemukakan bahwa salah
konsepsi dapat timbul akibat kurang
lengkapnya informasi yang diperoleh peserta
didik atau kurang lengkap atau kurang
telitinya penjelasan dalam buku-buku teks,
penyajian guru atau orang yang memiliki
otoritas keilmuan yang kurang lengkap atau
keliru. Masih banyak guru fisika yang
mengajar fisika dengan salah kaprah. Mereka
bukan mengajar fisika tetapi mengajar

matematika dengan contoh-contoh soal fisika.
Menurut Judyanto (2010) dan Lindefeld
(2002) selama ini pengajaran fisika lebih
banyak menggunakan pendekatan matematika
dan terlalu banyak menghabiskan waktu untuk
masalah
matematika.
Fisika
bukan
matematika, tetapi fisika butuh matematika
untuk menyederhanakan konsep-konsep fisika
yang dibuat dalam bentuk persamaan
matematika (rumus). Untuk memahami
konsep-konsep fisika, peserta didik harus
terampil dalam merepresentasikan konsepkonsep tersebut dengan berbagai cara (multi
representasi).
Keterampilan
representasi
adalah
kemampuan yang harus dimiliki untuk

menginterprestasi dan menerapkan berbagai
konsep untuk memecahkan masalah-masalah
secara tepat (Kohl dan Noah dalam Judyanto
2010), sedangkan multirepresentasi adalah
representasi konsep yang dilakukan lebih dari
satu cara. Menurut Leo Sutrisno (dalam
Ulfarina, 2011) representasi dalam fisika ada
tiga yaitu: (1) representasi verbal, (2)
representasi fisis, dan (3) representasi
matematis. Jadi dalam pembelajaran fisika
ketiga representasi tersebut harus diterapkan
guru fisika agar peserta didik memahami
konsep-konsep fisika dengan benar dan utuh.
Contoh konsep percepatan adalah:
1) Representasi verbal: percepatan adalah
perubahan kecepatan yang terjadi setelah
selang waktu tertentu bukan kecepatan
dibagi dengan waktu (pernyataan yang
diambil dari persamaan matematis)
2) Representasi fisis: perubahan kecepatan

tersebut bisa disajikan dalam bentuk
gambar bergerak (animasi)

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hakikat Pembelajaran Fisika
Menurut Wospakrik (dalam Sihite 2008)
fisika adalah salah satu cabang ilmu
pengetahuan alam yang pada dasarnya
bertujuan untuk mempelajari dan memberi
pemahaman kuantitatif terhadap berbagai
gejala atau proses alam dan sifat zat serta
penerapannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa
613

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

setiap pengungkapan informasi atau dalam
setiap
proses
pendukung.

Sebuah
representasi tunggal mungkin tidak cukup
untuk membawa semua informasi atau
terlalu rumit untuk peserta didik dalam
penafsirannya.
b. Untuk
membatasi
dan
memandu
representasi lain. Misalnya, grafik dapat
digunakan untuk memandu penafsiran
persamaan.
c. Untuk membangun pemahaman yang lebih
mendalam.
Multi representasi sangat dibutuhkan
karena masing-masing peserta didik secara
individu
mempunyai
kemampuan
menginterpretasi representasi yang berbeda
terhadap konsep yang mereka pelajari. Metode
multi representasi mampu melayani kebutuhan
masing-masing peserta didik yang memiliki
perbedaan gaya belajar serta mampu
menjembatani setiap perbedaan kemampuan
representasi tersebut.
Beberapa alasan pentingnya penggunaan
representasi majemuk dalam pembelajaran.
a. Kecerdasan majemuk
Peserta didik belajar dengan cara yang
berbeda dan memiliki kecerdasan yang
berbeda–beda pula. Representasi yang
berbeda yang kompatibel dengan gaya
belajar yang berbeda dari setiap peserta
didik memberikan kesempatan yang
optimal untuk setiap jenis kecerdasan.
b. Visualisasi untuk otak
Kuantitas fisik dan konsep sering dapat
dilihat dan dipahami lebih baik dengan
menggunakan representasi nyata atau
konkret.
c. Membantu membangun jenis lain dari
representasi.
Beberapa representasi konkret membantu
dalam membangun representasi yang
lebih
abstrak
(misalnya
rumus
matematis).
d. Beberapa representasi yang berguna
untuk penalaran kualitatif.
Penalaran kualitatif sering dibantu dengan
menggunakan representasi konkret.
e. Representasi
matematik
abstrak
digunakan untuk penalaran kuantitatif.
Sebuah representasi matematis dapat
digunakan untuk menemukan jawaban
kuantitif dalam suatu permasalahan.

semua proses fisika ternyata dapat dipahami
melalui sejumlah hukum alam yang bersifat
dasar. Namun demikian, pemahaman ini
memerlukan pengetahuan abstraksi dari proses
yang bersangkutan dan penalaran teoretis
secara terperinci dalam komponen-komponen
dasarnya secara berstruktur agar dapat
dirumuskan dan diolah secara kuantitatif.
Perumusan kuantitatif ini memungkinkan
dilakukan analisis secara mendalam terhadap
masalah yang dikaji dan melakukan prediksi
tentang hal-hal yang bakal terjadi berdasarkan
model penalaran yang diajukan. Sifat
kuantitatif ini dapat meningkatkan daya
prediksi dan kontrol fisika.
2.2. Pembelajaran Multi Representasi
2.2.1. Pengertian Multi Representasi
Representasi merupakan suatu bentuk atau
susunan
yang
dapat
menggambarkan,
mewakili, atau melambangkan sesuatu dalam
suatu cara (Goldin dalam Ulfarina, 2011).
Representasi juga merupakan sesuatu yang
mewakili,
menggambarkan
atau
menyimbolkan obyek ataupun suatu proses
(Kohl dan Noah, 2008). Multi representasi
(representasi majemuk) berarti mempresentasi
ulang konsep yang sama dengan format yang
berbeda, diantaranya secara verbal, gambar,
grafik dan matematik (Prain & Walsdip,
2007). Representasi majemuk merupakan
suatu
cara
yang
digunakan
untuk
memperlihatkan suatu materi ataupun konsep
dengan cara yang berbeda-beda, baik itu
melalui gambar, teks, diagram, persamaan, dan
lain sebagainya (Ainsworth,2006). Dengan
demikian dalam pengertian sederhana
representasi majemuk dapat diartikan sebagai
suatu cara untuk menyatakan suatu konsep
ataupun permasalahan melalui berbagai cara
dan bentuk penyajian.
2.2.2. Peran dan Fungsi Multi Representasi
Peran
multi
representasi
dalam
pembelajaran adalah hal penting dalam bidang
penelitian pendidikan. Multi representasi
misalnya, teks, diagram, grafik dan persamaan
seringkali diperlukan untuk memahami
konsep-konsep ilmiah dan pemecahan
masalah. Fungsi dari multi representasi dalam
pembelajaran diungkap Ainswort menjadi tiga
bagian :
a. Untuk melengkapi representasi lain. Setiap
representasi mungkin berbeda baik dalam
614

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

tersebut sesuai dengan pemahaman yang
dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh para
ilmuwan (sesuai dengan konsep ilmiah). Akan
tetapi banyak juga diantara pemahaman yang
dimiliki seseorang sama sekali berbeda dengan
konsep ilmiah yang diakui kebenarannya.
Prakonsepsi pada peserta didik akan hilang
ketika mereka diajarkan konsep yang
sebenarnya.

2.3 Konsep dan Prakonsepsi
Konsep
adalah
kategori
yang
mengelompokkan objek, kejadian, dan
karakteristik berdasarkan bentuk-bentuk yang
sama. Konsep adalah elemen kognisi yang
membantu kita menyederhanakan dan
merangkum informasi. Konsep juga membantu
proses mengingat menjadi lebih efisien.
Beberapa konsep adalah relatif sederhana,
jelas dan konkret (lebih mudah untuk
disepakati), sementara yang lainnya lebih
kompleks, samar-samar dan abstrak, seperti
konsep yang terlibat dalam teori untaian
(string theory) dalam fisika. (Santrok, 2009)
Kondisi khusus belajar konsep yaitu
direnungkannya arah/orientasi dan aplikasi
konsep, peninjauan unsur prasyarat, stimulus
yang sederhana disajikan dari unsur-unsur
secara simultan atau dalam urutan yang erat,
perluas asosiasi dengan contoh, pertajam
kemampuan diskriminasi dengan banyak
contoh, memberikan latihan untuk meninjau
kembali serta ujian kemampuan untuk
mengamati contoh-contoh. Sebelum memasuki
ruang-ruang pembelajaran peserta didik telah
memiliki konsepsi atau persepsi sendiri-sendiri
tentang sesuatu, termasuk yang berkaitan
dengan materi Fisika. Ketika kita mengajarkan
bab mekanika misalnya, peserta didik sudah
memiliki
beberapa
pengetahuan
yang
menyangkut bab tersebut, sedikit atau banyak,
benar atau salah. Sebelum mereka mengikuti
pelajaran mekanika sudah banyak memiliki
pengalaman
dengan
peristiwa-peristiwa
mekanika (benda yang jatuh, benda yang
bergerak, gaya, dll). Karena pengalamannya
itu mereka telah memiliki konsepsi-konsepsi
(persepsi-persepsi) yang belum tentu sama
dengan konsepsi Fisikawan. Konsepsi atau
persepsi seperti itulah yang disebut dengan
prakonsepsi. Miskonsepsi atau salah konsep
menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai
dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang
diterima para pakar dalam bidang itu. Bentuk
miskonsepsi dapat berupa konsep awal,
kesalahan, hubungan yang tidak benar antara
konsep-konsep,
gagasan
intuitif
atau
pandangan yang naif. Khusus untuk
pembelajar pemula, miskonsepsi sering juga
diistilahkan dengan konsep alternatif.
Prakonsepsi merupakan pemahaman awal
yang dimiliki peserta didik terhadap fenomena
alam sebelum mereka mempelajarinya secara
formal di sekolah. Sebagian dari pemahaman

3. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan model four-D
meliputi tahap pendefinisian, perencanaaan,
pengembangan, dan penyebaran. Tetapi dalam
hal ini, penelitian hanya dilakukan sampai
tahap pengembangan.
3.2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah peserta
didik kelas XI IPA 1 SMAN 1 Majene pada
semester genap tahun pelajaran 2012/2013
dengan jumlah peserta didik sebanyak 28
orang.
Subjek
ditentukan
dengan
menggunakan teknik rambang kelas (simple
random sampling).
3.3. Instrumen Penelitian
Instrumen
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah lembar validasi perangkat
pembelajaran,
lembar
observasi
keterlaksanaan
perangkat
pembelajaran,
lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran,
lembar observasi aktivitas peserta didik,
angket respon peserta didik, instrumen
identifikasi kesalahan prakonsepsi dengan
metode CRI (Certainty of Respon Index).
3.4. Teknik Analisis Data Uji Coba
Data yang diperoleh dari penilaian ahli,
dianalisis
dengan
melakukan
coding,
kemudian dideskripsikan secara kualitatif dan
penggambaran data secara kontinum untuk
mengetahui kategori penilaian.
4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tahap pendefinisian, hasil analisis
peserta didik menunjukkan bahwa peserta
didik kelas XI IPA SMA Negeri 1 Majene
menerima pelajaran secara informatif dari guru
serta masih terdapat beberapa peserta didik
yang merespon kurang baik saat belajar fisika.
Dari segi bahasa yang digunakan peserta didik
615

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

Validasi ahli dilakukan oleh dua orang ahli
media materi yang merupakan dosen Fisika di
Universitas Negeri Makassar. Berdasarkan
penilaian perangkat pembelajaran oleh
validator, diperoleh hasil valid dan reliabel
untuk setiap pernyataan yang diberikan, hal ini
mengindikasikan bahwa RPP, BPD, LKPD,
instrumen identifikasi kesalahan prakonsepsi
serta lembar observasi lainnya dapat
digunakan. Perangkat pembelajaran tersebut
selanjutnya
dapat
diterapkan
dalam
pembelajaran di kelas.
Hasil analisis observasi keterlakasanaan
perangkat pembelajaran, kemampuan guru
mengelola pembelajaran, aktivitas peserta
didik, serta respon peserta didik terhadap
perangkat
pembelajaran
dan
proses
pembelajaran, menunjukkan bahwa perangkat
pembelajaran berorientasi multi representasi
yang telah dikembangkan memenuhi kriteria
valid, praktis, dan efektif.
Hasil identifikasi kesalahan prakonsepsi
peserta didik pada tahap uji coba sebagai
berikut:

umumnya menggunakan bahasa Indonesia
dialeg Majene. Ditinjau dari tingkat
perkembangan kognitifnya menurut Piaget,
peserta didik ini telah berada pada tahap
operasi formal.
Selanjutnya, Analisis tugas meliputi
analisis isi pelajaran, analisis konsep, dan
analisis prosedural. Analisis tugas dilakukan
untuk
mengidentifikasi
tahap-tahap
penyelesaian tugas sesuai dengan bahan kajian
fluida. Analisis tugas ini meliputi analisis
materi pelajaran, dan analisis konsep. Analisis
tugas yang dirancang dituangkan dalam LKPD
yang harus diselesaikan oleh peserta didik
selama proses pembelajaran di kelas. Pada
analisis
konsep
dilakukan
dengan
mengidentifikasi
konsep
utama
yang
diajarkan, menyusun secara sistematis dan
merinci konsep-konsep yang relevan. Analisis
perumusan tujuan pembelajaran, disesuaikan
dengan standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Keseluruhan tujuan pembelajaran
tersebut dijadikan acuan dalam menyusun dan
merancang perangkat pembelajaran yang
disesuaikan dengan strategi PDEODE.
Tahap perancangan, pemilihan dan
penggunaan
instrumen
dan
strategi
pembelajaran berupa penggambaran keadaan
yang bersifat abstrak, sesuai dengan tujuan,
konsep, kondisi lingkungan dan fasilitas serta
waktu yang disediakan untuk kebutuhan
pembelajaran. Pada penelitian ini instrumen
yang digunakan merupakan tes dengan bentuk
pilihan ganda dengan metode CRI didasarkan
pada indikator sesuai kurikulum KTSP pada
pokok bahasan fluida. Pada tahap ini
dilakukan
pula
pemilihan
strategi
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan.
Kegiatan ini meliputi pengembangan model
perangkat pembelajaran dengan menggunakan
pengembangan
model
pembelajaran
konstruktivis yang didalamnya memuat
metode multi representasi, demonstrasi, tanya
jawab, dan diskusi kelompok.
Pada
pengembangan
perangkat
pembelajaran,
dihasilkan
perangkat
pembelajaran yang telah direvisi sehingga
layak digunakan dalam penelitian atau
diujicobakan. Kegiatan yang dilakukan pada
tahap ini adalah; validasi ahli, simulasi dan uji
keterbacaan serta uji coba terbatas. Hasil
kegiatan dalam tahap pengembangan menjadi
acuan untuk menilai apakah perangkat yang
telah dikembangkan memenuhi kriterian valid,
efektif dan efisien.

Gambar 4.1. Diagram persentase kesalahan prakonsepsi
fisika peserta didik pada awal dan akhir pembelajaran

Dari diagram diatas terlihat jelas bahwa
secara umum kesalahan prakonsepsi peserta
didik pada awal pembelajaran mengalami
pengurangan jika dibandingkan dengan
kesalahan konsep peserta didik pada akhir
pembelajaran.

616

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

Tabel 4.1. Jumlah kesalahan prakonsepsi fisika peserta
didik pada data awal untuk setiap sub materi

SUB MATERI
Tekanan &
Tekanan
Hidrostatis
HK. Pascal

 Kesalahan

Persentase

28

17%

11

20%

HK. Archimedes
Viskositas, Teg.
Permukaan, &
Kapilaritas
Asas Kontinuitas

60

54%

31

37%

Pada Gambar 4.2 juga memperlihatkan
perbandingan
persentase
kesalahan
prakonsepsi peserta didik antara data awal dan
data hasil identifikasi kesalahan prakonsepsi
pada akhir pembelajaran. Dari perbandingan
ini terlihat jelas bahwa diagram yang berwarna
orange (menyatakan hasil identifikasi diakhir
pembelajaran) memiliki tinggi yang lebih
rendah daripada diagram yang berwarna hijau
(menyatakan data awal). Hal ini berarti bahwa
disetiap sub materi, kesalahan prakonsepsi
peserta didik pada kompetensi dasar Fluida
berkurang cukup banyak, kecuali pada sub
materi HK. Archimedes. Pada sub materi ini
kesalahan prakonsepsi peserta didik tidak
mengalami penurunan tapi cenderung konstan.
Hal ini berarti bahwa metode pembelajaran
pada pertemuan yang membahas mengenai sub
materi HK. Archimedes perlu mengalami
perbaikan. Meski demikian secara keseluruhan
dapat dikatakan bahwa secara umum
kesalahan
prakonsepsi
peserta
didik
mengalami pengurangan atau dengan kata lain
berhasil direduksi.

14

17%

5.

Asas Bernoulli

29

52%

Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan pada peserta didik kelas XI IPA 1
SMA Negeri 1 Majene, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
a. Profil perangkat pembelajaran yang
dihasilkan dalam penelitian ini meliputi:
(1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran,
(2) Buku Peserta Didik, (3) Lembar
Kegiatan Peserta Didik dan (4) Tes
identifikasi kesalahan prakonsepsi fisika
peserta didik telah memenuhi kriteria
kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.
b. Respon peserta didik kelas XI IPA SMA
Negeri 1 Majene terhadap perangkat
pembelajaran
berorientasi
multi
representasi umumnya memberikan respon
positif.
c. Kesalahan prakonsepsi peserta didik kelas
X IPA SMA Negeri 1 Majene setelah
diajar dengan menggunakan perangkat
pembelajaran
berorientasi
multi
representasi dapat direduksi.

SUB MATERI
Tekanan &
Tekanan
Hidrostatis
HK. Pascal

 Kesalahan

Persentase

18

64%

21

75%

HK. Archimedes
Viskositas, Teg.
Permukaan, &
Kapilaritas
Asas Kontinuitas

15

54%

16

57%

18

64%

Asas Bernoulli

23

82%

Tabel 4.2. Jumlah kesalahan konsep fisika peserta didik
pada akhir pembelajaran untuk setiap sub materi

Persentase kesalahan prakonsepsi peserta
didik pada sebelum dan setelah pembelajaran
dapat terlihat pada Tabel 4.1 & 4.2. Kedua
tabel
tersebut
memperlihatkan
bahwa
persentase kesalahan prakonsepsi peserta didik
pada data awal (sebelum pembelajaran) lebih
besar dibandingkan persentase kesalahan
prakonsepsi peserta didik pada akhir
pembelajaran.
Persebaran
kesalahan
prakonsepsi peserta didik pada setiap sub
materi dapat pula dideskripsikan dalam
diagram berikut;

6.

KESIMPULAN

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih dan penghargaan,
penulis sampaikan kepada :
a. Bapak Prof. Dr. H. Arismunandar, M.Pd,
Rektor UNM.

Gambar 4.2. Diagram persentase kesalahan
prakonsepsi fisika peserta didik sebelum dan
setelah pembelajaran setiap sub materi

617

SIMPOSIUM FISIKA NASIONAL 2014 (SFN XXVII), 16-17 Oktober 2014,Denpasar-Bali

4. Kohl, P.B and N.D Finkelstein, Patterns of
multiple representation use by expert and
novices during physics problem solving,
Physical Review Special Topics-Physica
Education Research 4,010111 (2008).
5. Ibrahim, Muslimin, Seri Pembelajaran
Inovatif, Konsep, Miskonsepsi, Dan Cara
Pembelajarannya,
Surabaya:
Unesa
University Press, 2012.
6. Prain, V and B.G. Waldrip, An Exploratory
Study of Teachers’ Prespectives about
Using Multi-Modal Representations of
Concept to Enhance Science Learning,
Canadian Journal of Science, Mathematics
and Technology Education, 2007.
7. Rochmad,
Model
Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Matematika,
FMIPA UNNES, 2011.
8. Sihite, Alexander, Penggunaan Model
Pembelajaran Kontrukstivisme dalam
Meminimalkan Miskonsepsi untuk Mata
Pelajaran
Fisika,
Makalah
tidak
diterbitkan, 2008.
9. Santrock, W John, Psikologi Pendidikan
Educational Psychology, Jakarta: Salemba
Humanik, 2009.
10. Thiagarajan, Sivasailam, Dorothy S.
Semmel, Melvin I. Semmel, Instructional
Development for Training Teachers of
Exceptional Children, Indiana: Indiana
University, 1974.
11. Trianto, Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif, Jakarta : Kencana, 2010.
12. Ulfarina, Loviza, Penerapan Representasi
Majemuk
Dalam
Meningkatkan
Konsistensi Respon Peserta didik, Tesis.
Bandung : Repository UPI, 2011.

b. Bapak Prof. Dr. Jasruddin, M.Si, Direktur
Program Pascasarjana UNM.
c. Bapak Prof. Dr. H. Muris, M.Si, Ketua
Program Studi Pendidikan Fisika Program
Pascasarjana UNM.
d. Bapak Dr. Muh. Tawil, M.Si, M.Pd dan
Bapak Khaeruddin, S.Pd M.Pd, selaku
validator
ahli
untuk
perangkat
pembelajaran dan instrumen.
e. Bapak Syarif, S.Pd.I, M.M, selaku
Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Majene,
Bapak Muliadi, S.Pd, M.Pd, Bapak Drs.
Hansyim Hammali, M.Pd serta Ibu Dra.
Rosdiana selaku guru mata pelajaran fisika
serta adik-adik peserta didik kelas XI IPA
1 SMA Negeri 1 Majene atas segala
pengertian dan kerjasamanya.
f. Saudari Nur Wahida, S.Pd dan Sri Aeni
Sunusi, S. Kep, Ns. selaku pengamat di
kelas selama penelitian beserta guru-guru
dan staf pegawai SMA Negeri 1 Majene
yang telah membantu penulis dengan baik
selama melaksanakan penelitian.
7.

REFERENSI

1. Ainsworth, S.E., DeFT: A Conceptual
Framework for Considering Learning with
Multiple Representations, School of
Psychology and Learning Science Research
Institute, Nottingham: University of
Nottingham, 2006.
2. Ainsworth, S.E., The Function of Multiple
Representations, Nottingham: University of
Nottingham, 1999.
3. Anderson, dkk., A Taxonomy For Learning
Teaching & Assesing, New York:
Longman. Ibrahim, Muslimin, 2012, Seri
Pembelajaran
Inovatif.
Konsep,
Miskonsepsi, Dan Cara Pembelajarannya,
Surabaya: Unesa University Press, 2001.

618