Karakter Peserta Didik Pendidikan Meneng

MAKALAH

KARAKTER PESERTA DIDIK REMAJA

Disusun Oleh:
Raden Ilham Karyawiguna (1503137)

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015

A. PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan, peserta didik atau siswa tentu menjadi bagian yang
sangat penting. Peserta didik merupakan individu yang mengembangkan bakat diri
melalui jalur pendidikan. Baik dalam pendidikan formal maupun nonformal dan
dalam berbagai jenjang pendidikan, peserta didik memiliki hak untuk dapat
meningkatkan berbagai potensi dalam dirinya, mulai dari aspek kognitif, psikomotor,
hingga afektif.
Untuk memenuhi ketiga kebutuhan tersebut, seorang pendidik yang baik harus
mengenal mengetahui lebih jauh setiap peserta didiknya. Hal ini diperlukan agar

pendidik dapat menyesuaikan pembelajaran dengan karakter peserta didik yang
berbeda-beda. Perkembangan karakter peserta didik perlu disertakan dalam proses
pembelajaran, sehingga pencapaian tujuan pendidikan pun dapat lebih efektif.
Pada pendidikan menengah, kebutuhan pendidikan harus disesuaikan dengan
karakter peserta didik yang sedang memasuki usia remaja. Tentu peserta didik remaja
berbeda dengan mereka yang duduk di bangku pendidikan dasar dan tinggi atau
universitas. Peserta didik remaja pada sekolah menengah merupakan kelompok siswa
yang memiliki karakter paling beragam. Pada usia remaja lah peserta didik
mengalami transisi atau perpindahan dalam berbagai hal. Dalam berbagai jenis dan
bidang, sekolah menengah harus mengembangkan program yang sesuai dengan
tujuan, kebutuhan, serta keinginan remaja. Program tersebut harus menjadi jembatan
yang dapat membantu peserta didik berkembang dari masa kanak-kanak menuju
dewasa.
Oleh karena itu, Wiles (2002, hlm. 288) berpendapat bahwa keberhasilan
pendidikan menengah bergantung pada kinerja pendidik serta para staf yang mengerti
dengan baik setiap peserta didik beserta pola perkembangannya.

B. ISI
1.


Perkembangan Fisik Remaja
Manusia merupakan makhluk hidup yang berkembang yang terjadi mulai dari

manusia dilahirkan hingga meninggal dunia. Perkembangan tersebut dibagi menjadi
beberapa tahap, mulai dari usia kanak-kanak, remaja hingga dewasa. Namun dari
ketiga masa tersebut, perkembangan manusia tidak merata. Justru pada usia remaja,
manusia mengalami perkembangan yang cukup banyak, pesat dan terlihat jelas.
Curtis (1977, hlm. 19) menuturkan: “The onset of puberty is accompanied by
tremendous changes within the body of each individual, whether male or female.”
Kutipan tersebut kurang lebih berarti, ‘Dimulainya masa pubertas disertai dengan
banyaknya perubahan pada tubuh setiap individu, baik laki-laki ataupun perempuan.’
Perubahan fisik individu pada usia remaja sangat terlihat jelas, seperti
bertambahnya tinggi serta berat badan, massa otot, dan lain sebagainya. Wiles (2002,
hlm. 289) berpendapat bahwa “Accelerated physical development begins in
transescence marked by increases in weight, height, muscular strength.” Kutipan
tersebut kurang lebih berarti ‘Percepatan perkembangan fisik dimulai pada masa
perubahan yang ditandai dengan bertambahnya, berat badan, tinggi badan, kekuatan
otot.’
Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi kapanpun antara usia 8 hingga 20
tahun. Namun terdapat perbedaan kecepatan pertumbuhan antara laki-laki dan

perempuan. Perempuan cenderung lebih dulu berkembang daripada laki-laki. Pada
awal memasuki usia remaja, perempuan terlihat lebih tinggi daripada laki-laki.
Umumnya, perempuan mulai berkembang pada usia 14 tahun, sementara laki-laki
mulai memasuki masa pubernya pada usia 15 tahun.
Pertumbuhan, baik laki-laki maupun perempuan, diawali oleh hormon yang
mulai disebar oleh kelenjar endokrin pada otak melalui aliran darah ke seluruh bagian

tubuh. Penyebaran hormon ini menyebabkan seluruh aktifitas organ tubuh meningkat
cukup pesat.
Adapun permasalahan yang terjadi pada perkembangan fisik remaja, baik
laki-laki atapun perempuan, adalah tulang yang tumbuh lebih cepat daripada
perkembangan otot. Ketidakseimbangan perkembangan tulang dan otot tersebut
menyebabkan tubuh menjadi lebih kaku. Sehingga dapat terlihat jelas individu pada
usia remaja cenderung melakukan kecerobohan, seperti menjatuhkan gelas yang
sedang dipegang, terjatuh saat berjalan atau berlari, dan lain sebagainya. Masalah
tersebut kemudian memicu individu mengalami gangguan psikosomatik. Selain itu,
ketidakseimbangan perkembangan pun terjadi pada kelenjar-kelenjar di seluruh
tubuh, seperti pada wajah yang menyebabkan munculnya jerawat, alergi di beberapa
bagian tubuh, pertumbuhan gigi yang tidak merata, rabun pada mata, dan lain
sebagainya.

Berikut merupakan daftar karakteristik remaja menurut Jon Wiles (2002, hlm.
289-291):
1) Pesatnya perkembengan fisik pada remaja mulai dengan tanda
bertambahnya berat badan, tinggi badan dan kekuatan otot. Laki-laki dan
perempuan tumbuh pada kecepatan yang beragam. Perempuan cenderung
lebih tinggi pada dua tahun pertama dan cenderung lebih maju secara
fisik. Pertumbuhan tulang lebih cepat daripada perkembangan otot dan
perkembangan otot/tulang yang tidak merata menyebabkan kurangnya
koordinasi dan kecanggungan. Tulang mungkin kurang perlindungan dari
otot yang menutupinya serta tendon-tendon yang menopangnya.
2) Pada tahap puber bagi perempuan, karakteristik gender sekunder terus
berkembang dengan membesarnya payudara serta mulainya menstruasi.
3) Beragam perbedaan individu di antara siswa mulai muncul pada tahap
perkembangan pra-puber dan puber. Walaupun urutan perkembangan

relatif konsisten pada setiap gender, laki-laki cenderung tertinggal satu
atau dua tahun dari perempuan. Ada tanda perbedaan individu pada
perkembangan fisik bagi laki-laki dan perempuan. Usia saat paling
beragamnya perekembangan psiologikal dan ukuran fisik adalah sekitar
usia 13 tahun.

4) Ketidakseimbangan glandular muncul dan menyebabkan timbulnya
jerawat, alergi, kerusakan pada gigi dan mata –beberapa gangguan
kesehatan terlihat nyata dan beberapa lainnya hanya imajinasi.
5) Perubahan penampilan pada kontur tubuh –hidung besar, telinga
menonjol, lengan panjang- memiliki masalah postur dan kesadaran diri
terhadap tubuh.
6) Lemak muncul di sekitar pinggang dan paha laki-laki pada awal masa
puber. Sedikit perkembangan jaringan di bawah kulit di sekitar puting
dada muncul dalam waktu yang singkat dan laki-laki akan takut bahwa
mereka berkembang dengan “cara yang salah”. Ketakutan yang patut
dipertimbangkan muncul selama tahap perkembangan alami ini yang
berlalu dengan cepat.
7) Siswa akan terganggu oleh perubahan tubuh. Para remaja perempuan
terutapa akan terganggu oleh perubahan tubuh yang disertai dengan
menstruasi.
8) Dahi mengecil, kuncir rambut, lesung pipi dan perubahan suara membuat
laki-laki mungkin merasa malu.
9) Remaja laki-laki dan perempuan cenderung lebih mudah lelah, namun
tidak mau mengakuinya.
10) Fluktuasi pada metabolisme dasar bisa menyebabkan siswa menjadi

sering sangat kurang beristirahat dan lesu.

11) Menunjukkan rasa lapar dan rasa yang aneh atau tidak biasa, bisa
melamahkan sistem pencernaan dengan sangat banyaknya makananmakanan yang tak layak.
2.

Perkembangan Sosio-Emosional Remaja
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja bisa memengaruhi perkembangan

sosial dan emosional mereka. Memang karakteristik emosional akan sangat berbeda
pada setiap individu. Namun dalam beberapa hal, terdapat kesamaan karakteristik
pada individu-individu di usia remaja. Curtis (1977, hlm. 33) berpendapat bahwa
‘Stereotip emosional tertentu tidak ada dalam kenyataan; setiap individu itu unik
dengan beragam karakteristik emosionalnya masing-masing.’ Walaupun setiap
individu memiliki keragaman perkembangan serta bervariasinya ekspresi mereka,
beberapa karakteristik yang umum terdapat pada hampir setiap remaja. Setiap
karakteristik umum ini dapat diketahui dalam hal aksi atau tindakan individu. Namun
saat mereka berinteraksi dengan lingkungan, setiap karakteristik ini juga memiliki
karakter alami dari individu tersebut. Berikut karakteristik yang telah diamati
menurut Curtis (1977, hlm. 33):

a.

Ketegangan Karena Perbedaan Perkembangan
Ketagangan yang dimaksud bukan perasaan yang disebabkan oleh naiknya

adrenalin seseorang karena suatu hal. Namun ketegangan ini mengacu pada situasi
yang membuat individu merasa tegang atau tidak nyaman. Situasi ini dipicu oleh
perbedaan kecepatan perkembangan di antara para remaja. Tidak hanya antara lakilaki dan perempuan, namun setiap individu mengalami masa puber bersama dengan
implikasi sosial dan emosional. Curtis (1977, hlm. 34) berpendapat bahwa
“Depending on the individual physical development of the youth involved, puberty
may be achieved at almost any age between 10 and 20.” Pada rentang usia ini lah
dampak emosional pada cepat atau lambatnya proses perkembangan individu tidak
dapat dihitung atau diperkirakan. Karakter emosional perempuan berusia 13 tahun
yang telah dua tahun memasuki masa puber akan sangat berbeda dengan perempuan

berusia 13 tahun juga yang belum memasuki masa puber. Hal tersebut juga berlaku
pada laki-laki. Berdasar pada kebanyakan penelitian, dibanding dengan remaja yang
terlambat memasuki masa puber, mereka yang lebih awal memasuki masa ini tidak
terlalu banyak mengalami derita karena merasa berbeda dengan teman-teman
sebayanya. Karena pada tahap ini pertumbuhan remaja berlangsung begitu pesat,

sehingga perbedaan antar individu beserta tanda-tandanya lebih terlihat jelas.
Walaupun kebanyakan remaja tidak mengalami derita tersebut saat melewati
masa pubernya, banyak juga individu yang mengalami ketakutan yang patut
dipertimbangkan terkait perkembangan fisiknya. Ketakutan tersebut berkaitan dengan
kurangnya kekuatan otot dan kurang idealnya berat badan atau proporsi tubuh yang
disebabkan oleh terlambat puber.
Pesatnya pertumbuhan yang tiba-tiba pada tulang-tulang dan otot-otot
menimbulkan kecanggungan, yang kemudian menyebabkan ketakutan bagi para
remaja. Kecanggungan tersebut seperti jatuh saat berjalan dan menjatuhkan sesuatu
yang menjadi sesuatu yang memalukan bagi para remaja.
Remaja perempuan yang puber lebih awal dan memiliki karakteristik
perkembangan yang rapi akan membuat laki-laki yang baru memasuki masa puber
merasa terganggu. Para remaja laki-laki ini akan merasa belum dewasa, lemah secara
fisik, dan sering menutup diri baik dari remaja perempuan maupun laki-laki yang
berkembang lebih awal, sehingga menyebabkan permasalahan pada emosional
individu remaja laki-laki serta hubungan sosial di antara para remaja.
b. Ambivalensi
Ambivelansi adalah suatu keadaan ketika seseorang memiliki dua perasaan
yang bertentangan dalam waktu yang sama. Seperti contoh, ketika seseorang
mencintai sekaligus membenci orang lain dalam satu waktu. Keadaan ini muncul juga

sebagai karakteristik yang umum muncul pada remaja yang sedang tumbuh
berkembang.

Remaja yang memasuki masa perubahan memiliki rasa ketidakamanan yang
disebabkan oleh transisi atau perpindahan dari masa kanak-kanak ke remaja. Menurut
Curtis (1977, hlm. 35), ‘para remaja mengalami berbagai macam tindakan dan
tahapan masa puber, bertindak seperti anak-anak pada satu waktu dan seperti orang
dewasa setelahnya.’ Para remaja ini ingin melakukan sesuatu yang berguna bagi
lingkungannya. Namun mereka melakukannya dengan cara kekanak-kanakkan.
Mereka ingin terlihat mandiri, namun masih membutuhkan bantuan orang-orang
dewasa di sekitarnya. Bersamaan dengan itu, para remaja menemukan pemikiran baru
mengenai hubungan teman sebaya dan pembenaran perilakunya dari teman-teman
sekelas dan kenalan lainnya. Konflik mulai muncul di sini ketika para remaja harus
memilih antara bergantung pada aturan yang diberikan orang-orang dewasa atau
membuat keputusan sendiri berdasar pada pengaruh hubungan teman sebayanya.
Pada tahap ini, ketertarikan dan tujuan yang tidak tentu arah menjadi
karakteristik umum. Para remaja akan membuat keputusan yang berbeda, hari ini dan
di lain hari.
c.


Konflik-konflik Peran Gender
Konflik ini disebabkan oleh perbedaan kecepatan pertumbuhan antara remaja

laki-laki dan perempuan. Semasa kanak-kanak, laki-laki cenderung lebih kuat dan
besar secara fisik dibandingkan dengan perempuan. Namun, saat memasuki usia
remaja, laki-laki usia 12-15 tahun mulai merasa terbebani karena mengetahui bahwa
mereka lebih lemah dan kecil dibandingkan dengan perempuan di usia yang sama.
Tidak hanya itu, ketertarikan di antara kedua gender ini mulai mengali
perbedaan. Dibandingkan dengan remaja laki-laki, remaja perempuan lebih tertarik
pada hal-hal yang lebih dewasa. Untuk memenuhi keinginan tersebut mereka harus
berbagi dengan para laki-laki. Namun para remaja laki-laki belum siap bergaul
dengan remaja perempuan.
d. Aktif

Dalam hal ini, keaktifan remaja menjadi suatu hal yang negatif. Bermula dari
perkembangan fisik, hormon dan metabolisme pada remaja yang membuat mereka
butuh untuk banyak bergerak, para remaja menjadi lebih sering kelelahan secara fisik,
yang kemudian akan memengaruhi perkembangan emosional mereka.
Ketika termotivasi, para remaja akan bekerja dengan sepenuh tenaga. Namun,
motivasi ini dapat bersifat positif ataupun negatif, bergantung pada ketertarikan

dirinya dan dorongan orang-orang dewasa di sekitarnya. Hasil akhirnya bahkan bisa
membuat para remaja sakit karena bekerja dengan memacu tenaga secara berlebih
tanpa tahu kapan mereka harus berhenti.
e.

Introspeksi
Pada usia remaja, individu akan mulai melihat ke dalam dirinya sendiri

sebagai sebuah entitas. Kemudian individu mulai mengubah pola pikirnya, dari
berpikir secara konkrit menjadi berkemampuan untuk berkonsep. Individu mulai
menilai dirinya sendiri serta dunia tempat dirinya berada. Penilaian ini bisa
menghasilkan sesuatu yang positif maupun negatif.
Curtis (1977, hlm. 38) berpendapat bahwa ‘kemampuan baru untuk berkonsep
membuat remaja menemukan banyak sekali permasalahan, baik yang tidak diketahui
maupun yang dikecilkan selama masa kanak-kanak.’ Mereka bisa menemukan
permasalahan yang telah dan akan muncul. Kemampuan menerka ini berkembang ke
meluasnya pandangan mereka terhadap dunia. Hal tersebut dapat menyebabkan
masalah pada remaja yang menemukan luasnya dunia dan pribadinya yang penuh
dengan ide-ide yang belum siap mereka hadapi. Pada pandangan seperti ini,
introspeksi dilakukan untuk mengevaluasi diri dan lingkungan untuk menemukan
tempatnya berpijak.
f.

Idealisme
Kemampuan para remaja untuk berkonsep dan membangun ide-ide membuat

mereka terfokus pada tindakan yang mungkin bisa mereka lakukan dalam segala

situasi. Tindakan ini tidak selamanya dapat dilakukan dengan mudah oleh para
remaja yang belum memiliki cukup pengalaman yang sesuai dengan ketertarikan
mereka terhadap dunia baru yang lebih luas. Keingingan memecahkan masalah
ditambah kurangnya kemampuan dan pengalaman membuat idealisme para remaja ini
menjadi masalah baik bagi mereka sendiri maupun orang-orang dewasa.
g.

Antusiasme
Idealisme yang telah disebutkan sebelumnya membuat para remaja selalu

mencari resolusi dari setiap permasalahannya. Karena ketidaktahuannya dan
kurangnya pengalaman di dunia mereka yang baru, mereka menjadi lebih
membutuhkan solusi atau pemecahan masalah, sehingga mereka akan terus mencari
jawaban dari setiap permasalahan yang ada. Keaktifan remaja pun membuat mereka
menginginkan hasil yang cepat. Dengan ini semua, individu di usia remaja akan
memiliki tingkat antusiasme yang tinggi dalam tindakan dan pergerakan mereka.
Namun, antusisasme remaja ini tidak selalu berfokus pada aspek-aspek
perkembangan yang menurut orang-orang dewasa paling penting. Maka dari itu,
masalah utamanya adalah menyalurkan dan memfokuskan antusiasme remaja sesuai
dengan apa yang mereka harapkan dan inginkan, namun tetap pada perkembangan
pendidikan remaja itu sendiri sesuai dengan bimbingan dari guru sebagai orang
dewasa. Karakteristik ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru sebagai orang yang
bertanggung jawab atas pertumbuhan perkembangan yang sehat bagi remaja.
h. Sikap-sikap Negatif
Akan ada banyak sekali kebiasaan-kebiasaan negatif dari para remaja yang
harus ditangani oleh orang dewasa yang dipengaruhi oleh fluktuasi pada keinginan,
harapan, serta kekecewaan pada remaja. Sikap negatif ini memicu perasaan stres
pada remaja sehingga mereka akan menarik diri dari teman-teman atau kelompok
sosialnya.

Kebiasaan-kebiasaan negatif remaja ini muncul dari kekhawatiran mereka
akan perbedaan perkembangan, konflik gender, ambivalensi, aktif, introspeksi dan
tantangan dari guru professional. Sementara antusiasme, idealism, dan hasrat remaja
untuk dewasa merupakan aspek-aspek positif yang memunginkan untuk membuat
pembelajaran menjadi lebih efektif dan memudahkan guru untuk memaksimalkan
perkembangan para siswa remajanya.
3.

Implikasi Bagi Sekolah Menengah
Gangguan psikosomatik pada remaja harus selalu diperhatikan oleh, dalam hal

ini, guru. Karena remaja yang mengalami gangguan psikosomatik cenderung bingung
terhadap apa yang terjadi pada dirinya dikarenakan pertumbuhan yang belum
sempurna. Berikut beberapa implikasi bagi sekolah menengah berkaitan dengan
perkembangan fisik siswa remaja:
1) Sediakan sebuah kurikulum yang meningkatkan pengertian diri sendiri berkaitan
dengan perubahan tubuh, seperti menyediakan program-program kesehatan
mengenai pertumbuhan.
2) Beberapa peralatan pada program pendidikan jasmani harus menunjang
perkembangan fisik siswa.
3) Hindari olahraga kontak fisik.
4) Adakan seminar-seminar kesehatan dan kebersihan.
5) Hindari situasi ketika perkembangan fisik satu siswa diperbandingkan dengan
yang lain.
6) Ujian fisik reguler harus diadakan untuk seluruh siswa sekolah menengah.
7) Pengertian dari guru dan orang tua dibutuhkan untuk membantu para siswa
mengerti bahwa tubuh berubah sementara secara alami.
8) Orang tua harus menyarankan agar siswa beristirahat dengan baik.
9) Sekolah harus menyediakan tempat bagi siswa untuk bermain seperti anak-anak
dalam beberapa waktu yang sedikit.

10) Siswa harus bergerak secara fisik di dalam kelas untuk menghindari
pembelajaran pasif.
11) Harus ada bimbingan mengenai nutrisi yang dibutuhkan bagi para remaja.
Selain berkaitan dengan perkembangan fisik remaja, sekolah menengah juga
harus memenuhi kebutuhan sosial dan emosional para siswa remaja agar tercapainya
tujuan pendidikan. Berikut beberapa saran yang dapat diterapkan pada sekolah
menengah:
1) Dorongan Keberanian pada Perbedaan
Baiknya guru memiliki pengetahuan serta strategi untuk menangani beragam
kebutuhan yang meliputi aspek-aspek psikologi pada masa kanak-kanak, awal remaja,
dan remaja. Adapun pada remaja perempuan yang puber lebih awal, guru harus
memberi dukungan, pengertian, serta empati untuk mengatasi trauma yang terkadang
muncul.
Remaja perempuan cenderung lebih kuat dan cepat dibanding laki-laki.
Sehingga remaja laki-laki ini merasa malu saat kalah dalam beberapa program atletik.
Maka dari itu, persaingan antara dua gender ini harus dihindari dengan memisahkan
ke dalam dua kelompok gender.
2) Perlakuan terhadap Ambivalensi
Permasalahan yang paling membingungkan pada ambivalensi remaja adalah
saat mereka membutuhkan dukungan guru seperti anak kecil dan ingin diperlakukan
seperti orang dewasa pada waktu yang sama. Maka dari itu, guru disarankan untuk
terus memberikan dorongan pada remaja yang masih kekanak-kanakan untuk
membuat keputusan sendiri, mengalami keputusan itu, dan melihat serta menyadari
hasilnya secara realistis. Namun, tugas ini akan menjadi sulit bagi guru ketika
siswanya lebih menganggap bahwa perlakuan guru mereka ini adalah sebuah
penolakan daripada sebuah pertolongan yang bagus untuk perkembangan mereka.

Oleh karena itu, guru pun harus bisa menerima kesulitan saat menangani para
remaja yang menginginkan kemandirian. Sehingga guru harus membuat para remaja
bisa melihat orang-orang dewasa pun memiliki kekurangan dan kelebihan. Ketika
remaja melihat orang dewasa yang bisa membuat kesalahan dan bertingkah seperti
anak-anak, mereka akan membuat landasan untuk mengembangkan ego mereka
sendiri.
3) Penerimaan Perubahan pada Tubuh
Perubahan pada tubuh bisa menjadi sesuatu yang sangat penting bagi setiap
orang. Beberapa orang akan menerima perubahan ini sebagai perkembangan alami,
namun sebagian lainnya akan merasa malu dan kecewa terhadap perubahan tersebut.
Guru bisa memberikan pengaruh positif pada sikap remaja dengan menunjukkan
pandangan terhadap perubahan pada tubuh siswanya.
Memberikan sikap yang dapat memengaruhi siswa akan lebih efektif daripada
memberikan komentar. Adapun mengadakan piknik atau kegiatan di luar ruangan
akan membuat remaja melihat betapa beragamnya individu yang juga membutuhkan
interaksi agar tidak ada rasa malu dan minder.
4) Pengaturan bagi Aktifitas Fisik
Guru disarankan untuk mengatur beberapa aktifitas di dalam kelas yang akan
mendorong siswa untuk terus bergerak secara aktif. Namun, aktifitas ini tidak
diharuskan membutuhkan tenaga yang banyak, karena remaja akan terus melakukan
aktifitas fisik melebihi batas optimalnya, sehingga mereka akan cepat merasa lelah
yang kemudian akan memberikan hasil buruk pada proses pembelajaran. Hal tersebut
harus dihindari dan diantisipasi oleh guru dengan terus memerhatikan siswanya
selama aktifitas berlangsung.
5) Memfokuskan Antusiasme Remaja
Guru pendidikan menengah harus mengembangkan pelajaran di dalam kelas
dengan membuat subjek sementara tentang hal yang membuat remaja antusias.

Antusias siswa tidak hanya harus difokuskan di dalam kelas, namun juga di seluruh
sekolah. Maka dari itu, peran perangkat sekolah juga penting untuk memfokuskan
antusiasme remaja pada sejumlah aspek kehidupan sekolah, seperti organisasi
kesiswaan, penghargaan akademik, olahraga, hobi, dan lain sebagainya.
C. PENUTUP
Perkembangan yang terjadi pada siswa yang menginjak usia remaja umumnya
berupa perubahan fisik, sosial dan emosional. Perubahan fisik pada remaja terjadi
begitu pesat antara usia 10 hingga 20 tahun. Perubahan fisik remaja, baik laki-laki
maupun perempuan, dimulai dari berkembangpesatnya hormon yang memicu
pertumbuhan seluruh organ di dalam tubuh, terutama tulang dan otot. Walaupun
begitu, tulang dan otot tumbuh dengan kecepatan yang berbeda, yaitu tulang tumbuh
lebih cepat daripada kekuatan otot. Perbedaan ini mengakibatkan kurangnya
koordinasi tubuh dan membuat individu selalu ingin bergerak untuk beradaptasi
dengan kondisi tubuhnya yang baru. Adapun terdapat perbedaan kecepatan
pertumbuhan antara remaja laki-laki dan perempuan. Remaja perempuan cenderung
lebih cepat berkembang pada usia antara 10 dan 14 tahun daripada laki-laki yang
mulai berkembang pada usia antara 13 dan 15 tahun.
Perbedaan tersebut kemudian memengaruhi perkembangan emosional remaja
yang mulai merasakan adanya perbedaan fisik, terutama antara remaja laki-laki yang
terlambat memasuki masa puber dengan remaja perempuan yang telah lebih dulu
berkembang. Secara emosional, remaja merasa malu dengan penampilannya yang
berbeda dengan teman sebayanya. Hal tersebut kemudian memicu adanya gangguan
psikosomatik pada remaja.
Dari permasalahan tersebut, muncul beberapa implikasi bagi sekolah
menengah, baik berkaitan dengan perkembangan fisik maupun sosial serta emosional
dari siswa usia remaja. Tidak hanya oleh guru, beberapa implikasi dapat dilakukan
oleh sejumlah perangkat sekolah yang terkait dengan permasalahan siswa. Dengan

ini, diharapkan perkembangan fisik, sosial, ataupun emosional siswa sekolah
menengah dapat maksimal, sehingga siswa remaja siap untuk kelak menjadi orang
dewasa yang matang.

D. DAFTAR PUSTAKA
Curtis, Thomas. E. 1977. Curriculum and Instruction for Emerging Adolescents.
Addison-Wesley Educational Publisher Inc: Boston
Wiles, Jon. Bondi, Joseph. 2002. Curriculum Development: A Guide to Practice.
Prentice Hall: New Jersey.