BAB II PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK BIDANG PERIZINAN SEBAGAI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN DELI SERDANG A. Pelayanan Publik - Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Pelayanan Publik Bidang Perijinan Di Kabupaten Deli Serdang

BAB II PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK BIDANG PERIZINAN SEBAGAI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN DELI SERDANG A. Pelayanan Publik Dalam konteks ke-Indonesia-an, penggunaan istilah pelayanan publik (public

  

service ) dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau

  pelayanan masyarakat. Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan secara interchangeable, dan dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar.

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan bahwa “pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan pengertian service dalam Oxford (2000) didefinisikan sebagai “a system that provides something that the public needs,

  

organized by the government or a private company” . Oleh karenanya, pelayanan

  berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

  Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris (public), terdapat beberapa pengertian, yang memiliki variasi arti dalam bahasa Indonesia, yaitu umum, masyarakat, dan negara. Public dalam pengertian umum atau masyarakat dapat kita temukan dalam istilah public offering (penawaran umum), public ownership (milik umum), dan public utility (perusahaan umum), public relations (hubungan masyarakat), public service (pelayanan masyarakat), public interest (kepentingan umum) dan lain-lain.

  Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities (otoritas negara), public building (bangunan negara), public revenue (penerimaan negara) dan public sector (sektor negara). Dalam hal ini, pelayanan publik merujukkan istilah publik lebih dekat pada pengertian masyarakat atau umum. Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan publik tidak sepenuhnya sama dan sebangun dengan pengertian masyarakat. Nurcholish (2005: 178) memberikan pengertian publik sebagai sejumlah orang yang mempunyai kebersamaa berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan.

  Fungsi pelayanan publik adalah salah satu fungsi fundamental yang harus diemban pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah. Fungsi ini juga diemban oleh BUMN/BUMD dalam memberikan dan menyediakan layanan jasa dan atau barang publik

  Dalam konsep pelayanan, dikenal dua jenis pelaku pelayanan, yaitu penyedia layanan dan penerima layanan. Penyedia layanan atau service provider adalah pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan da penyerahan barang (goods) atau jasa-jasa

  (services). Penerima layanan atau service receiver adalah pelanggan (customer) atau

   konsumen (consumer) yang menerima layanan dari para penyedia layanan.

  Adapun berdasarkan status keterlibatannya dengan pihak yang melayani terdapat 2 (dua) golongan pelanggan, yaitu: (a) pelanggan internal, yaitu orang-orang yang terlibat dalam proses penyediaan jasa atau proses produksi barang, sejak dari perencanaan, pencitaan jasa atau pembuatan barang, sampai dengan pemasaran barang, penjualan dan pengadministrasiannya, serta (b) pelanggan eksternal, yaitu semua orang yang berada di luar organisasi yang menerima layanan penyerahan barang atau jasa.

  Pada prinsipnya pelayanan publik berbeda dengan pelayanan swasta. Namun demikian terdapat persamaan di antara keduanya, yaitu: a. Keduanya berusaha memenuhi harapan pelanggan, dan mendapatkan kepercayaannya; b. Kepercayaan pelanggan adalah jaminan atas kelangsungan hidup organisasi.

  Sementara karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakannya dari pelayanan swasta adalah: a. Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata. Misalnya perizinan, sertifikat, peraturan, informasi keamanan, ketertiban, kebersihan, transportasi dan lain sebagainya.

  b. Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan yang bersaka regional, atau bahkan nasional. c. Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan organisasi pemerintah yang cenderung birokratis. Dalam dunia pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebih dari pelanggan internal. Namun situasi nyata dalam hal hubungan antar lembaga pemerintahan sering memojokkan petugas pelayanan agar mendahulukan pelanggan internal.

  d. Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta masyarakat dalam kegiatan pelayanan.

  e. Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak langsung, yang sangat berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan pelayanan.

  Desakan untuk memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh hanya pelanggan langsung (mereka yang pernah mengalami gangguan keamanan saja), akan tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat.

  f. Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing.

  Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.

  Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidakpastian untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia diharapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi,

   transportasi, investasi dan perdagangan.

B. Standar Pelayanan Publik

  Dalam upaya mencapai kualitas pelayanan yang baik, diperlukan penyusunan standar pelayanan publik yang dapat menjadi tolok ukur pelayanan yang berkualitas.

  Penetapan standar pelayanan publik merupakan fenomena yang berlaku baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, upaya untuk menetapkan standar pelayanan publik dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah lama dilakukan. Upaya tersebut antara lain ditunjukan dengan terbitnya berbagai kebijakan, diantaranya adalah UU RI No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Namun sejauh ini standar pelayanan publik sebagaimana yang dimaksud masih lebih banyak berada pada tingkat konsep, sedangkan implementasinya masih jauh dari harapan. Hal ini terbukti dari masih buruknya kualitas pelayanan yang diberikan oleh berbagai instansi pemerintah sebagai penyelenggara layanan publik.

  Adapun yang dimaksud dengan standar pelayanan adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Sedangkan yang dimaksud dengan pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung kesalahan, serta mengikuti proses dan prosedur yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Jadi pelayanan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pihak yang melayani, tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan ataupun dipenuhi kebutuhannya. Manfaat yang dapat diperoleh

  

  dengan adanya standar pelayanan antara lain adalah :

  1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan, memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan/masyarakat, menjadi alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya meningkatkan pelayanan, menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan.

  2. Melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja pelayanan publik mutlak harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan bernegara 45

  . Lembaga Administrasi Negara. Penyusunan Standar Pelayanan Publik. Jakarta (LAN, pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsi utama pemerintah adalah memberikan dan memfasilitasi berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, sosial dan lainnya.

  3. Meningkatkan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat membantu unit- unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pelanggannya. Dalam standar pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dalam memberikan pelayanan.

  Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan juga dapat mengetahui dengan pasti hak dan kewajiban apa yang harus mereka dapatkan dan lakukan untuk mendapatkan suatu jasa pelayanan. Standar pelayanan juga dapat membantu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kinerja suatu unit pelayanan. Dengan demikian, masyarakat dapat terbantu dalam membuat suatu pengaduan ataupun tuntutan apabila tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka standar pelayanan menjadi faktor kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran

C. Permasalahan Pelayanan Publik

1. Penyelenggaraan

  Dilihat dari sisi penyelenggaraannya, pelayanan publik di Indonesia umumnya masih memiliki beberapa kelemahan, diantaranya : a. Kurang responsive. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi, respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat sering kali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.

  b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya di sampaikan kepada masyarakat, lambat penyampaiannya, atau bahkan tidak sampai sama sekali kepada masyarakat.

  c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan tertelak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan.

  d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan tumpang kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.

  e. Terlalu birokratis. Pelayanan, khususnya pelayanan perijinan, pada umumnya di lakukan dengan melalui proses yang terdiri dari beberapa meja yang harus di lalui, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang peduli terhadap keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat.

  Akibatnya, pelayanan diberikan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu kewaktu.

  g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan, khususnya dalam pelayanan perijinan, sering kali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.

  2. Sumber Daya Manusia

  Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utama pelayanan publik oleh pemerintah adalah tentang kurangnya profesionalisme, kompetensi, empati dan etika. Salah satu unsur utama yang sangat perlu dipertimbangkan untuk perbaikan/ peningkatan mutu pelayanan publik adalah masalah sistem remunersi (penggajian) yang sesuai bagi birokrat dapat dikurangi, atau dibersihkan.

  3. Kelembagaan

  Kelemahan utama kelembagaan birokrasi pemerintah terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat yang efisien dan optimal, tetapi justru hirarkis, sehingga membuat pelayanan menjadi berbeli-belit (birokratis) dan tidak terkoordinasi dengan baik.

  Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat dominan dilakukan oleh pemerintah, sehingga pelayanan publik menjadi tidak efisien. Sebaiknya, kedua fungi tersebut dibagi secara seimbang antara pemerintah dan masyarakat, yaitu pemeritah sebagai masyarakan dilibatkan dalam fungsi penyelenggaraan, misalnya perencanaan dan pembangunan.

D. Pemecahan Masalah Pelayanan Publik

  Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

  Gambar 1. Langkah Penyusunan Standar Pelayanan Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah- masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penetapan Standar Pelayanan Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik.

  Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan.

  Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan.

  Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.

2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)

  Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:

  a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus; b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku; c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan; d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahanperubahan tertentu dalam prosedur pelayanan; e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan;

  f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas;

  3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan

  Untuk menjaga kepuasan pelanggan, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan pelanggan atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik;

  4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan

  Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan.

  

E. Hubungan Kebijakan Publik dan Hukum dalam Konteks Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah

  Pembuatan kebijakan publik harus didasarkan pada hukum karena dalam

  Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditentukan bahwa “ Negara Indonesia adalah negara hukum”. Menurut Immanuel Kant, negara hukum merupakan salah satu tujuan negara, maksudnya : Negara harus menjamin tata tertib dari perseorangan yang menjadi rakyatnya. Ketertiban hukum perseorangan ialah syarat utama dari tujuan suatu negara. Tujuan negara ialah pembentukan dan pemeliharaan hukum di samping dijamin daripada kebebasan dan hak-hak warganya. Rakyat harus mentaati undang-undang yang dibuat dengan persetujuannya sendiri. Lain daripada itu perseorangan dilihat oleh Kant sebagai pihak yang sama derajatnya dengan negara sendiri. Baik negara maupun perseorangan adalah subyek-subyek hukum, yang harus memandang satu dengan lain sebagai sesamanya, sebagai pihak-pihak yang memegang hak-hak dan kewajiban. Hal ini berarti bahwa negara tidak dapat memandang perseorangan sebagai obyek yang

  

  tak bernyawa dan tak mempunyai hak apa-apa”

  Dengan demikian, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah maka tindakan yang dilakukan baik oleh Pemerintah Daerah maupun warga masyarakatnya harus didasarkan pada hukum. Dasar hukum bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan tindakannya ini dapat dilihat dari dua sisi yakni pada satu sisi, memberikan keabsahan bagi tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang sekaligus memberikan perlindungan hukum jika terjadi gugatan yang dilakukan oleh warga masyarakat. Oleh karena itu, maka salah satu inti hakikat hukum administrasi

  

  adalah “melindungi administrasi negara itu sendiri. Maksudnya, kebijakan publik yang dibuat oleh Pemerintah Daerah akan mendapat perlindungan hukum jika kebijakan itu dibuat berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Pada sisi lain, melalui dasar hukum dilakukan pembatasan terhadap kekuasaan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pembatasan ini perlu dilakukan karena “sekecil apa pun kekuasaan yang digenggam satu lembaga atau seseorang, seperti yang sudah dibuktikan dalam keseharian kita, ia tetap

  

  problematik ketika tidak diatur” Seperti diketahui, hukum tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan keberadaannya bukan sebagai suatu lembaga yang berdiri sendiri namun sebagai lembaga yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan publik. Untuk menghindari terjadinya 47 Basah, Sjachran, Perlindungan Hukum terhadap sikap tindak Administrasi Negara, (Bandung : Alumni, 1992), hal. 6. 48 Lay, Cornelis, “Lembaga Kepresidenan di Indonesia”, dalam Tidak Tak Terbatas Kajian

  penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah maka hukum dapat dipergunakan sarana untuk mencapai tujuan tersebut karena secara teknis hukum dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :

  1. Hukum merupakan suatu sarana untuk menjamin kepastian dan memberikan prediktabilitas di dalam kehidupan masyarakat;

  2. Hukum merupakan sarana Pemerintah untuk menerapkan sanksi;

  3. Hukum sering dipakai oleh Pemerintah sebagai sarana untuk melindungi melawan kritik;

  4. Hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk mendistribusikan sumber-sumber

   daya.

  Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa hukum dapat digunakan sebagai sarana bagi kebijakan publik untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan melalui proses politik. Hasil utama dari sistem politik adalah hukum. Oleh karena itu, maka “constitution, statutes, administrative orders and executive orders

  

are indicators of policy. Law also sets the framework for public policy ”. Dengan

  demikian, dasar bagi suatu pembuatan kebijakan publik oleh Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah harus didasarkan pada hukum baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.

  Hukum tertulis sebagai hukum positif merupakan hukum yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Sehubungan dengan hukum positif ini, dalam Pasal 7 ayat 49 Sunggono, Bambang, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, (Jakarta : Sinar Grafika 1994), hal.

  76-77. 50 Sigler, Jay A., Beede and Rutgers, The Legal Sources of Public Policy, (Toronto: Lexington,

  (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditentukan “Jenis dan Hirarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

  c. Peraturan Pemerintah;

  d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah.

  Kemudian dalam ayat (2) pasal ini ditentukan bahwa “Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi : a. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur; b. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota; c. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

  Sehubungan dengan peraturan perundangundangan ini, dalam Pasal 7 ayat (4) ditentukan bahwa “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”. Dalam penjelasan pasal ini ditentukan bahwa :

  Jenis peraturan perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Menteri, kepala bidang, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

  Selain hukum tertulis, yang juga menjadi dasar pembuatan kebijakan publik adalah hukum tidak tertulis yakni asas-asas umum pemerintahan yang baik (general

  principle of good administration ). Asas-asas ini meliputi :

  1. Asas kepastian hukum (principle of legal security);

  2. Asas keseimbangan (principle of proportionality);

  3. Asas kesamaan dalam pengambilan keputusan pangreh (principle of equality);

  4. Asas bertindak cermat (principle of carefulness);

  5. Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation)

  6. Asas jangan mencampuradukan kewenangan (principle of non misuse of

  competence );

  7. Asas permainan yang layak (principle of fair play);

  8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or prohibition of

  arbitrariness );

  9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised

  expectation );

  10. Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing

  the consequences of an annulled decision );

  11. Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi (principle of

  protecting the personal way of life );

  12. Asas kebijaksanaan (sapientia);

   13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service).

  Asas kepastian hukum ( principle of legal security) mempunyai dua aspek yakni aspek material dan formal. Aspek material dari kepastian hukum berhubungan erat dengan asas kepercayaan. Dalam keadaan tertentu asas kepastian hukum dapat menghalangi badan pemerintah untuk menarik kembali suatu ketetapan atau mengubahnya untuk kerugian yang berkepentingan. Kemudian sisi formal dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa ketetapan yang memberatkan dan ketentuan yang terkait pada ketetapan yang menguntungkan harus disusun dengan kata-kata yang jelas. Asas ini memberi hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki daripadanya.

  Asas keseimbangan (principle of proportionality), artinya kepentingan- kepentingan yang mempunyai hubungan langsung dengan kebijakan publik harus 51 Syafrudin, A., “Asas-asas Pemerintahan Yang Layak Pegangan Bagi Pengabdian Kepala

  Daerah”, dalam Himpunan Makalah Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (A.A.U.P.B), dipertimbangkan secara seimbang. Akibat dari suatu kebijakan publik harus sebanding dengan tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan tersebut.

  Langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pembuatan kebijakan publik sehubungan dengan asas keseimbangan sebagai berikut :

  1. Kepentingan-kepentingan yang relevan harus dipersamakan;

  2. Harus ada beberapa nilai kepentingan bagi pelaksanaan keseimbangan;

  3. Beberapa pandangan harus diterima sebagai kepentingan tertentu yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan lain secara keseluruhan.

  4. Keputusan badan publik harus dibuat sungguh-sungguh seimbang;

  5. Pengadilan akan menentukan bagaimana menggunakan kriteria pengujian secara

   intensif.

  Asas kesamaan dalam pengambilan keputusan pangreh (principle of equality), maksudnya hal-hal yang sama harus diperlakukan sama. Asas kesamaan ini dipandang sebagai salah satu asas yang paling mendasar dan berakar di dalam kesadaran hukum warga masyarakat. Asas persamaan memaksa Pemerintah Daerah untuk membuat kebijakan publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat tidak diskriminatif. Asas bertindak cermat (principle of carefulness), mensyaratkan agar pemerintah sebelum membuat kebijakan publik meneliti semua fakta yang relevan dan memasukkan pula semua kepentingan yang relevan ke dalam pertimbangannya. 52 Craig, S. The New Corporate Philanthrophy, Harvard Business Review, May-June, 1994.

  Asas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation), maksudnya suatu kebijakan publik harus dapat didukung oleh alasan-alasan yang dijadikan dasarnya. Asas jangan mencampuradukkan kewenangan (principle of non

  

misuse of competence ), artinya kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah tidak

  boleh digunakan untuk tujuan lain selain dari tujuan yang ditentukan untuk kewenangan itu.

  Asas permainan yang layak (principle of fair play), maksudnya Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengajukan keberatan terhadap kebijakan publik yang dibuatnya. Asas keadilan atau kewajaran (principle of

  

reasonableness or prohibition of arbitrariness ), maksudnya Pemerintah Daerah

  dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak boleh membuat kebijakan yang sewenangwenang karena kebijakan demikian ini dapat menimbulkan kerugikan bagi warga masyarakat. Asas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting

  

raised expectation ), artinya harapan-harapan yang ditimbulkan oleh janji-janji

  Pemerintah terhadap warga masyarakat secara layak harus dihormati. Kebijakan publik yang dibuat oleh Pemerintah Daerah harus sesuai dengan harapan-harapan yang dijanjikannya karena kalau tidak maka dapat mengurangi kepercayaan warga masyarakat terhadap Pemerintah Daerah.

  Asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of

  

undoing the consequences of an annulled decision ), maksudnya dapat saja terjadi berwenang. Dengan demikian, Pemerintah wajib meniadakan kerugian-kerugian yang telah diderita oleh warga masyarakat.

  Asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi (principle of

  

protecting the personal way of life ), artinya sesuatu yang dianggap baik berupa

  pandangan hidup pribadi warga masyarakat wajib diperhatikan pada saat dibuatnya kebijakan publik.

  Asas kebijaksanaan (sapientia), artinya jika Pemerintah Daerah membuat kebijakan publik dalam penerapan asas kebijakasanaan wajib ditentukan kerangka hukumnya secara pasti untuk mencegah terjadinya penafsiran ambivalen yang dapat merugikan warga masyarakat.

  Asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service), artinya kepentingan umum menunjukkan kepentingan sebagian besar warga masyarakat yang sepatutnya didahulukan dari kepentingan pribadi dan golongan oleh Pemerintah Daerah dalam pembuatan kebijakan publik.

  Penggunaan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis (asas-asas umum pemerintahan yang baik) sebagai landasan bagi pembuatan kebijakan publik adalah penting dengan maksud agar penerapan hukum itu dapat menjamin adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.

  Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa pada dasarnya, kebijakan publik umumnya harus “dilegalisasikan dalam bentuk hukum, karena sebuah hukum adalah hasil dan kebijakan publik. Dari pemahaman dasar ini kita sesungguhnya antara hukum dan kebijakan publik itu pada tataran praktek tidak dapat dipisah-pisahkan. Keduanya berjalan seiring, sejalan dengan prinsip saling

  

  mengisi” . Jika dikaji berdasarkan logika, dapat dikatakan bahwa “sebuah produk hukum tanpa ada proses kebijakan publik di dalamnya maka produk hukum itu akan kehilangan makna substansinya. Demikian pula sebaliknya, sebuah proses kebijakan publik tanpa adanya legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi

   operasionalisasi dari kebijakan publik tersebut.

F. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah di Kabupaten Deli Serdang

  Salah satu bentuk kebijakan yang mencerminkan hubungan antara pusat dan daerah yang membawa dampak terhadap keleluasaan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan otonominya riil dan seluas-luasnya. Prinsip ini tidak dianutnya lagi oleh UU.No.5 Tahun 1974, melainkan dianutnya “prinsip otonomi nyata dan bertanggung jawab” karena prinsip otonomi riil dan seluas-luasnya dipandang akan menimbulkan disintegrasi dan membahayakan keutuhan negara kesatuan. Di dalam undang-undang ini tidak dijelaskan istilah seluas-luasnya itu. Apakah istilah tersebut diartikan secara kuantitatif atau mungkin karena sifat urusan yang diserahkan tersebut tidak bisa terlepas dari sifat dan kualitasnya. Banyaknya urusan yang diserahkan kepada daerah belum tentu akan mendorong pengembangan otonomi daerah. Bahkan mungkin akan menambah beban bagi daerah, kalau tidak memperhatikan batas wewenang, sifat, macam, dan kualitas urusan yang diserahkan. 53 Wibowo, Eddi, Hukum dan Kebijakan Publik, (Yogyakarta : Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004), hal. 32.

  Perubahan prinsip otonomi yang telah membawa implikasi terhadap penekanan tentang makna dan sifat otonomi daerah yang menyatakan bahwa otonomi daerah lebih merupakan kewajiban daripada hak, adalah pernyataan yang tidak lazim, terutama apabila dihubungkan dengan maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah sebagai perwujudan azas desentralisasi teritorial. Dalam pengertian otonomi, kewajiban adalah tidak disangkal. Akan tetapi, pengertian kewajiban adalah sebagai imbangan hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Konsekuensinya, pemerintah daerah wajib untuk mempertanggungjawabkannya. Kalau saja persepsi tentang makna otonomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak dipandang tepat, maka daerah sebagai penerima kewajiban berhak untuk memperoleh imbalannya sebagai perimbangan kekuasaan. Kalau imbalan ini tidak diperolehnya, akibatnya daerah selalu tergantung kepada pemerintah pusat karena tidak mempunyai diskresi untuk mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan daerahnya. Lebih jauh lagi akan mengakibatkan lemahnya kemandirian pemerintah daerah. Kenyataan ini menunjukkan betapa krusialnya hubungan kewenangan pusat dan daerah sehingga masalah perimbangan keuangan, subsidi, pembagian sumber-sumber keuangan sering menjadi isu yang berkepanjangan.

  Dengan demikian, bila merujuk pada paradigma demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat dan aparat, dapat ditafsirkan bahwa otonomi daerah sebagaimana kehendak UU.No.22 Tahun 1999 tidak diartikan untuk pemerintah daerah, tetapi lebih dimaksudkan kepada masyarakat daerah agar mempunyai daya untuk berinisiatif dan mengembangkan prakarsa aktifnya sendiri. Pemerintah daerah hanya bersifat fasilitatif dalam melaksanakan peran steering, sehingga peran rowing dihilangkan. Pengertian ini merupakan pengejawantahan dari makna paradigma pemberdayaan masyarakat dan aparat.

  Berkenaan dengan hubungan antara faktor sumber daya dengan hubungan antar organisasi, walaupun hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang rendah terhadap pelaksanaan otonomi daerah, namun mempunyai dampak signifikan terhadap luasnya kewenangan dalam melaksanakan aktifitas pembangunan, termasuk dalam penggalian sumber-sumber pembiayaan pembangunan.

  Perundang-undangan mengenai perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah yang tertuang dalam UU No. 25 Tahun 1999 bukan sekedar untuk memenuhi juridis-formal, tetapi secara substansial dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola sumber-sumber keuangan daerah, dengan berangsur-angsur menurunkan derajat hubungan antar organisasi secara vertikal atau ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.

  Pengurusan berbagai perizinan dilaksanakan di Kabupaten Deli Serdang masih dilakukan pada tempat terpisah-pisah (ada di beberapa kantor/instansi satuan kerja), dan pungutan liar yang dianggap wajar, terkesan sulit dan tidak transparan, serta tidak jelas pembiayaan dan waktu penyelesaian perizinannya. Birokrasi tersebut akan menciptakan mutu pelayanan yang buruk dan tentu saja mengakibatkan masyarakat dan kalangan usaha enggan untuk mengurus perizinan, terutama izin usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini berakibat pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Daerah, dan kalangan dunia usaha, investor akan ragu untuk melakukan investasi.

  Agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang lengkap, setiap perizinan dilengkapi dengan brosur/ leaflet mengenai informasi dasar hukum, persyaratan yang diperlukan, besarnya tarif retribusi terhadap perizinan, masa berlakunya retribusi perizinan dan waktu penerbitan izin yang dimaksud (transparansi informasi), dan setiap personil birokrasi pelayanan izin dituntut untuk melayani dan memberikan informasi kepada masyarakat dengan standar kepastian yang jelas.

  Bentuk transparansi dalam unit ini dilakukan dengan menerakan besarnya biaya retribusi yang dibayarkan oleh masyarakat pada Sertifikat Izin serta masyarakat dapat meminta penjelasan bagaimana tata cara penerapan besaran retribusi yang ditetapkan serta pembayaran retribusi dilakukan oleh pemohon langsung kepada bank yaitu BNI ’46.

  Bagi Pemerintah Daerah, kondisi pelayanan yang mudah, cepat, dan dengan biaya yang transparan berdampak positif pada meningkatnya kepuasan masyarakat dalam menerima pelayanan dari Pemerintah kabupaten Deli Serdang sehingga diharapkan mampu mendukung peningkatan iklim usaha (khususnya bagi UKM) dan berdampak positif pula bagi peningkatan pendapatan daerah.

G. Kajian Hukum terhadap Perizinan

  Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan.

  Sementara itu Ridwan HR, dengan merangkum serangkaian pendapat para sarjana menyimpulkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dengan mendasarkan pengertian seperti itu, maka unsur dalam perizinan meliputi instrumen yuridis, peraturan perundang-undangan, organ pemerintah, peristiwa konkret, prosedur dan persyaratan.

  Sebagai sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka izin dapat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu berupa keinginan untuk mengarahkan (mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu, mencega bahaya bagi lingkungan, keinginan melindungi obyek-obyek tertentu, hendak membagi benda-benda yang sedikit, dan juga dapat ditujukan untuk pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang

   dan aktivitas-aktivitas tertentu.

  Seperti diketahui dari luas wilayah yang begitu besar, jumlah penduduk yang banyak, maka pemekaran daerah dilakukan. Sebagai konsekuensi dari asas desentralisasi, maka berbagai urusan pemerintahan diserahkan ke daerah menjadi urusan daerah. Penyerahan kewenangan dalam kerangka desentralisasi tersebut dimaksudkan untuk menjembatani kebutuhan efisiensi dan efektivitas penanganan masalah, optimalisasi peran lokal, sekaligus akomodasi terhadap keanekaragaman daerah. Dengan kenyataan yang demikian maka penanganan terhadap masalah perizinan pun juga menjadi salah satu yang didistribusi, tidak hanya menjadi 55 Spelt, Mr. NM. & JBJM Ten Berge disunting Philipus M. Hadjon. Pengantar Hukum kewenangan pemerintah pusat akan tetapi juga menjadi kewenangan pemerintah daerah.

  Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, pemerintah yang sedang

  

  membangun memiliki beberapa fungsi yakni: memimpin warga masyarakat (leading), mengemudikan pemerintahan (governing), memberi petunjuk (instructing), menghimpun potensi (gathering), menggerakkan potensi (actuating), memberikan arah (directing), mengkoordinasi kegiatan (coordinating), memberi kesempatan dan kemudahan (facilitating), memantau dan menilai (evaluating), mengawasi (controlling), menunjang/mendukung (supporting), membina (developing), melayani (servicing), mendorong (motivating) dan melindungi (protecting).

  Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut pemerintah membuat perencanaan (het plan) baik untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

  Perencanaan yang dibuat oleh pemerintah tersebut seringkali digunakan sebagai pedoman bagi kegiatan masyarakat maupun pemerintah sendiri. Instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan masyarakat seperti itu antara lain menggunakan sarana perizinan.

  Melalui izin dapat pula pemerintah mengendalikan dan mengontrol kegiatan masyarakat. Hal seperti itu misalnya nampak dalam hal anggota masyarakat sebagai pemegang izin diwajibkan untuk mendaftar ulang ataupun mengajukan perpanjangan izinnya untuk setiap periode tertentu. Dalam hal seperti itu setiap kali pendaftaran 56 Ateng Syafrudin, 1994. Butir-butir Bahan Telaahan Tentang Asas-Asas Umum

  Pemerintahan yang Layak Untuk Indonesia , dalam Paulus Efendi Lotulung, Himpunan Makalah Asas- ulang atau perpanjangan dilakukan, maka akan dilihat pula dampak dari kegiatan yang diizinkan. Apabila kegiatan itu memberikan dampak positif bagi masyarakat di sekitarnya maupun bagi pemerintah sendiri, atau setidak-tidaknya tidak menimbulkan kerugian dan dampak negatif bagi pihak lain, maka perpanjangan atau pendaftaran dapat dilayani. Hal tersebut penting untuk diperhatikan, mengingat dalam Hukum Ekonomi, asas pengawasan publik dan asas campur tangan terhadap kegiatan

   ekonomi merupakan bagian dari asas utama dari Hukum Ekonomi.

  Izin dapat dipandang sebagai perdoman dan sekaligus jaminan bagi kegiatan usaha mereka. Masalah perizinan dewasa ini sering dikeluhkan oleh masyarakat luas.

  Tak jarang terdengar keluhan para investor yang mengatakan rumit dan panjangnya proses pengurusan perizinan. Hal yang seperti itu tentu perlu diantisipasi antara lain dengan mengadakan koordinasi dengan instansi-instansi terkait, sehingga birokrasi- birokrasi yang tidak begitu penting dapat ditiadakan untuk kemudian disatukan dalam bagian lainnya. Memang ada yang memandang izin sebenarnya dapat dikatakan sebagai sebuah insentif bagi kegiatan usaha, di mana dengan adanya berbagai kemudahan untuk pengurusan perizinan maka akan memberikan rangsangan bagi pengusaha untuk memulai investasi. Akan tetapi sebenarnya mengenai insentif itu

  

  sendiri tidak selamanya mendesak bagi dunia usaha. Mereka yang berpandangan 57 Redjeki Hartono, 1995. Perspektif Hukum Bisnis pada Era Teknologi. Pidato Pengukuhan

  

Peresmian Jabatan Guru Besar di dalam Hukum Dagang pada Fakultas Hukum Diponegoro, Semarang, hal. 18. 58 Menurut Kwik Kian Gie, Swasta itu tidak perlu diberikan kemudahan-kemudahan dalam

bentuk apapun. Sebaliknya kalau swasta diberikan kemungkinan untuk berusaha, mereka pasti akan

selalu tahu jalan untuk menjadi besar. Dihambatpun mereka akan selalu mengetahui bagaimana bahwa insentif bagi dunia usaha tidak selamanya diperlukan, melihat bahwa di dalam setiap usahawan selalu sudah tertanam sifat jiwa usaha (entrepeneurship).

  Untuk masalah perizinan sendiri kiranya cukup apabila birokrasi pengurusannya tidak cukup apabila birokrasi pengurusannya tidak terlalu panjang, dan sekaligus dapat digunakan sebagia pegangan sehingga ada kepastian usaha. Izin yang telah dipegang itu diharapkan dapat digunakan sebagai senjata (pengaman) apabila ada rintangan usaha berkait dengan berbagai hal, misalnya tuntutan dari pemerintah daerah, klaim pihak ke-3 dan sebagainya. Dengan demikian dari pihak yang berwenang mengeluarkan izin dituntut adanya tanggungjawab khususnya terhadap keputusan berupa izin yang telah dikeluarkannya. Pemegang izin baru dapat dituntut apabila melakukan pelanggaran dan penyimpanan dalam kegiatannya tidak seperti yang diizinkan. Izin tidak begitu saja mudahnya untuk dicabut, kecuali ada pelanggaran dalam penggunaannya. Untuk itu dalam proses penerbitan izin, senantiasa aparatur pemerintah yang menangani permohonan, mesti harus hati-hati dan cermat.

  Perizinan yang digunakan oleh pemerintah sebagai instrument mengintervensi kegiatan masyarakat, dilaksanakan oleh sejumlah instansi terkait. Dalam rangka penanganan kegiatan usaha, maka yang selama ini banyak diberikan peran adalah Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan. Di dalam prsoes mewujudkan visi pembangunan industri dan perdagangan, Departemen Perindustrian

  

memberi kesempatan kepada swasta untuk berusaha, kita harus langsung waspada bagaimana

melakukan redistribusi dari laba yang diperolehnya. Lebih lanjut lihat dalam Kiw Kian Gie, 1994, dan Perdagangan mengemban misi meningkatkan kegiatan industri dan perdagangan barang serta jasa yang ditunjang oleh penciptaan ilkim bisnis yang kondusif untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan memperhatikan aspek otonomi daerah, persaingan

   sehat, perlindungan konsumen dan pemberdayaan sistem ekonomi kerakyatan.

  Untuk melakukan kegiatan usaha di bidang perindustrian, maka pelaku kegiatan u saha mesti mendapatkan Izin Usaha Industri. Akan tetapi kegiatan usaha tidak selalu dalam bidang industri, apalagi semata-mata dalam hubungannya dengan manufaktur yang memproduksi sesuatu, melainkan juga dalam hubungannya dengan masalah perdagangan. Untuk mendapatkan Izin Usaha Industri pun juga dapat disyaratkan adanya jenis izin-izin yang lain. Yang diperlukan sebagai persyaratan dalam pengajuan permohonan izin Usaha Industri, misalnya Izin Mendirikan Bangunan, Izin Lokasi, Izin Ganggugan, dan juga AMDAL/UKL/UPL. Sementara itu untuk kegiatan usaha sendiri, memang dibedakan ke dalam jenis usaha yang diizinkan.

H. Pelayanan Publik Bidang Perizinan di Kabupaten Deli Serdang

  Pelayanan perizinan di suatu daerah sangat bervariasi dan tergantung pada kebutuhan masyarakat. Pengurusan izin yang dapat dilakukan dalam Satu Atap antara lain, Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB), pengurusan Kartu Tanda 59 LP3ES disunting oleh Arselan Harahap dan Maruto MD, 2000. Petunjuk Mengurus Izin Penduduk (KTP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), perizinan reklame, izin pemanfaatan Air Bawah Tanah (ABT), akta kelahiran, akta kematian dan izin gangguan (HO).

  Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu kabupaten terluas di Sumatera Utara, saat ini sangat pesat pembangunannya, daerah ini membutuhkan pelayanan perizinan yang cepat, efisien dan memiliki akuntabilitas. Melihat pesatnya pembangunan di Kabupaten Deli Serdang, maka perlu penataan agar terciptanya keindahan, kenyamanan, ketertiban dan bersih serta sesuai dengan perencanaan.

  Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan pengurusan IMB. Selain SIMB juga dapat memberingan sumbangan bagi pendapatan asli daerah.

Dokumen yang terkait

Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Pelayanan Publik Bidang Perijinan Di Kabupaten Deli Serdang

1 89 133

Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik Di Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara

4 100 164

Peran Badan Pertanahan Nasional Dalam Pelayanan Publik Di Era Otonomi Daerah (Study Kasus Kabupaten Deli Serdang)

7 81 79

Penataan Ulang Birokrasi Dan Kualitas Pelayanan Publik Di Era Otonomi Daerah

0 34 24

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK ( Studi Tentang Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Puskesmas Maritaing Terhadap Masyarakat di Wilayah Perbatasan Kabupaten Alor )

0 53 33

PELAYANAN SATU ATAP SEBAGAI STRATEGI PELAYANAN PRIMA DI ERA OTONOMI DAERAH (Studi Pada Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) Kota Batu)

0 4 2

Pengaruh Implementasi Kebijakan Electronic Ticketing Terhadap Pelayanan Publik Di PT. KAI (Persero Daop 2 Bandung)

0 11 1

Pengaruh Implementasi Kebijakan Electronic Ticketing Terhadap Pelayanan Publik Di PT. KAI (Persero Daop 2 Bandung)

0 2 1

BAB II PELAYANAN PUBLIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 A. Pengertian Pelayanan Publik - Kajian Hukum Administrasi Negara Terhadap Pelaksanaan Pelayanan Publik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 (Studi di Kecamatan Sibolga Kota)

0 0 29

BAB II RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DELI SERDANG A. Sejarah Ringkas RSUD Deli Serdang - Sistem Pengawasan Internal Aset Tetap Pada Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang

0 1 32