Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik Di Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara

(1)

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS

PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR PELAYANAN

PERIJINAN TERPADU KABUPATEN TAPANULI UTARA

TESIS

Oleh

ADE HARRY SITUMORANG

097024076/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS

PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR PELAYANAN

PERIJINAN TERPADU KABUPATEN TAPANULI UTARA

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

ADE HARRY SITUMORANG

097024076/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR PELAYANAN PERIJINAN TERPADU KABUPATEN TAPANULI UTARA

Nama Mahasiswa : ADE HARRY SITUMORANG Nomor Pokok : 09702476

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr Marlon Sihombing, MA) (Drs. M. Husni Thamrin N. M.Si Ketua

) Anggota

Ketua Program Studi Dekan


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 23 November 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA

Anggota : 1. Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si 2. Prof. Sublilhar, MA, Ph.D

3. Drs. Kariono, M.Si


(5)

ABSTRAK

Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka terjadi perubahan yang sangat besar dalam pelaksanaan pemerintahan khususnya di Kabupaten Tapanuli Utara. Perubahan tersebut salah satu didalamnya adalah pemberian wewenang yang lebih luas dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Salah satu tugas dari Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara adalah memberikan pelayanan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Kabupaten Tapanuli Utara dan usaha-usaha yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu dalam meningkatkan kualitas pelayanan di Kabupaten Tapanuli Utara dengan menggunakan metode kuantitatif melalui pengumpulan data primer dengan memberikan kuisoner dan pengumpulan data sekunder melelui kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini. Penarikan sampel dilakukan secara sederhana dengan menggunakan rumus Arikunto sebanyak 20% dari total populasi yaitu sebanyak 76 orang responden sejak Januari sampai dengan Agustus 2011.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan berpedoman kepada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat yang terdiri dari 14 unsur pelayanan, yaitu prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kejelasan petugas pelayanan, kedisiplinan petugas pelayanan, tanggungjawab petugas pelayanan, kemampuan petugas pelayanan, kecepatan pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas pelayanan, kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya pelayanan, kepastian jadwal pelayanan, kenyamanan lingkungan dan keamanan lingkungan. Dari jawaban yang diberikan oleh responden maka secara umum pelayanan publik yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara adalah baik.


(6)

ABSTRACT

In dealing with administering local autonomy administration noted resulted in distinct changes for implementing governance it as taking place on Tapanuli Utara Administration. The changes as noted such as conferring provided authority wide particularly in serving public.

One of duties in serving public by Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu-one stop services officially serving public maximally according to people demand. The objective of this study is determine factors influencing the quality of public service provided by the authority as one-stop service and whatever efforts done in execution in relating with improving quality of service to public. The research adopted quantitative method by collecting primary data, to provide them questionnaire, while for collecting the secondary data was done by library research with books related to the topic. In taking sample was made simply with using Arikunto formula of 20% total population that involved 76 respondents since January to August 2011.

For data analysis was completed in referring to Decision of Ministry Empowering of Governmental Employee No. 25 of 2004 on Guidance and Instruction for Arranging Index of public Satisfactory, comprising 14 points of serving such as procedure in serving, demand for serving, certain official for serving, discipline official of serving, accountability of official serving, capability official of serving, accurately of serving, fairly in having services, hospitality of official, fairness costing of serving, certainty of cost in serving, securing schedule in serving, environment comfortable and have safety by official. The respond they make in generally, the public service given by authority as one-stop service in the Tapanuli Utara Administration is quite good.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa yang memberikan berkat dan anugerahnya dari awal sampai dengan selesainya tesis ini. Tesis yang berjudul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu kabupaten Tapanuli Utara” ditulis sebagai salah satu sarat dalam menyelesaikan dan memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan di Universitas Sumatera Utara.

Peranan yang sangat besar yang diberikan oleh banyak pihak sejak dimulai dari testing masuk, perkuliahan, penyusunan proposal, pelaksanan penelitian, pengolahan data hingga selesainya menjadi sebuah tesis, maka pada kesempatan ini dan segala kerendahan hati, penulis menghanturkan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda D Situmorang, SP dan Ibunda T. Saragi S.Pd yang telah mendoakan dan mendukung penulis dalam setiap waktu dan memberikan semangat untuk keberhasilan penulis yang tidak ternilai harganya.

2. Bapak ProfDr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(8)

4. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Ketua Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr Marlon Sihombing, MA selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh keseabaran meluangkan waktu ditengah-tengah kesibukannya untuk memberikan masukan, motivasi, bimbingan dan arahannya bagi penulis dari awal hingga dengan selesainya tesis ini.

7. Bapak Drs. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Pembimbing Kedua yang juga telah banyak memberikan masukan dan dorongan serta mendukung penulis secara moril dalam upaya pencerahan intelektual sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Bapak Prof. Subhilhar, MA, Ph.D dan Bapak Drs. Kariono, M.Si selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan koreksinya demi penyempurnaan tesis ini.

9. Bapak dan Ibu Dosen pengajar di Program Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

10. Kakak dan Adik-adik yang selalu memberikan dorongan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

11. dr. Renisiska Panjaitan yang telah memberikan semangat dan suntikan moril kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.


(9)

12. Seluruh rekan-rekan seperjuangan, Mahasiswa/i MSP dan seluruh staff administrasi atas segala dukungan dan kerjasamanya.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu yang memberikan semangat dan dorongannya kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan dan kemampuan penulis. Untuk itu penulis berharap adanya masukan saran dan kritik yang membangun dengan penuh keiklasan demi kesempurnaan karya tulis ini. Akhir kata, semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, November 2011


(10)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

Nama : ADE HARRY SITUMORANG Tempat/Tgl. Lahir : BALIGE, 26 OKTOBER 1987 Alamat : Jl. Sadar Nomor 50 Siborongborong

Kabupaten Tapanuli Utara Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD N 1 SIBORONGBORONG TAMAT TAHUN 1999 2. SMP N 1 SIBORONGBORONG TAMAT TAHUN 2002 3. SMA N 1 SIBORONGBORONG TAMAT TAHUN 2005 4. STPDN BANDUNG TAMAT TAHUN 2009 5. Sekolah Pasca Sarjana USU TAMAT TAHUN 2011


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT . ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis ... 10

1.4.2 Manfaat Praktis ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kualitas ... 11


(12)

2.2 Konsep Pelayanan Publik ... 16

2.3 Konsep Kualitas Pelayanan Publik ... 33

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik ... 37

2.4.1 Faktor Organisasi ... 39

2.4.2 Faktor Aparat ... 43

2.4.3 Faktor Sistem Pelayanan ... 46

2.5 Hubungan Antara Organisasi, Kemampuan Aparat dan Sistem Pelayanan dengan Kualitas Pelayanan Publik ... 51

2.6 Dimensi-Dimensi Kualitas Pelayanan Publik ... 53

BAB III METODE PENELTIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 56

3.2 Lokasi Penelitian ... 56

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi ... 57

3.3.2 Sampel ... 57

3.4 Defenisi Konsep dan Operasional 3.4.1 Defenisi Konsep ... 58

3.4.2 Defenisi Operasional ... 60

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 63


(13)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara

4.1.1 Keadaan Geogarafi ... 66

4.1.2 Pemerintahan ... 66

4.1.3 Penduduk ... 67

4.1.4 Pendidikan ... 72

4.1.5 Kesehatan ... 75

4.1.6 Agama ... 79

4.1.7 Mata Pencaharian ... 80

4.2 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara ... 80

4.2.1 Susunan Organisasi ... 81

4.2.2 Struktur Organisasi ... 88

4.3 Hasil Kuesioner ... 89

4.3.1 Identitas Responden ... 90

4.3.2 Variabel Penelitian ... 96

4.4 Pembahasan ... 109

4.4.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik ... 110


(14)

4.4.2 Upaya-upaya yang Dilakukan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu dalam Rangka Peningkatan

Kualitas Pelayanan Publik ……….. 125

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 127 5.2 Saran ... 128


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal

1. Nilai Persepsi, Nilai Interval, Nilai Interval Konversi IKM, Mutu Pelayanan, Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit

Pelayanan ……... 65 2. Banyaknya Desa dan Kelurahan Menurut Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010 ... 67 3. Luas Wilayah, Rumah Tangga, Penduduk, dan Kepadatan

Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010 ... 68 4. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di

Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2010... 69 5. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur dan

Jenis Kelamin di Kabupaten Tapanuli Utara

Tahun 2010 ... 70 6. Jumlah Pencari Kerja yang Terdaftar Menurut

Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di

Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010 ... 71 7. Jumlah Pencari Kerja yang Belum Ditempatkan menurut

Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kabupaten

Tapanuli Utara Tahun 2010 ... 72 8. Jumlah Sekolah menurut Kecamatan

dan Jenjang Sekolah di Kabupaten Tapanuli

Utara Tahun 2010 …... 73 9. Jumlah Guru menurut Kecamatan dan

Jenjang Sekolah di Kabupaten Tapanuli


(16)

10. Jumlah RSU, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Pondok Bersalin, dan Posyandu Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara

Tahun 2010 …... 75

11. Jumlah Tenaga Kesehatan Medis, Paramedis Perawatan-Non Perawatan dan Non Kesehatan menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010 ... 76

12. Jumlah Tenaga Kesehatan menurut Tingkat Pendidikan Kecamatan dan Dinas Kesehatan Tapanuli Utara tahun 2010 ... 77

13. Jumlah Sarana Ibadah Menurut Jenis Rumah Ibadah di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010 ... 79

14. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 90

15. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 91

16. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 92

17. Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 92

18. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga ... 93

19. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Penghasilan ... 94

20. Distribusi Responden Berdasarkan Cara Pengurusannya ... 95

21. Distribusi Responden Berdasarkan Kejelasan Petugas Pelayanan ... 96


(17)

22. Distribusi Responden Berdasarkan Kedisiplinan

Petugas Pelayanan ... 97 23. Distribusi Responden Berdasarkan Tanggung

jawab Petugas Pelayanan ... 98 24. Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan

Petugas Pelayanan ... 99 25. Distribusi Responden Berdasarkan Kesopanan dan

Keramahan Petugas Pelayanan ... 100 26. Distribusi Responden Berdasarkan Prosedur

Pelayanan ...

101 27. Distribusi Responden Berdasarkan Persyaratan

Pelayanan ... 102 28. Distribusi Responden Berdasarkan Kecepatan

Pelayanan ... 104 29. Distribusi Responden Berdasarkan Keadilan

Mendapatkan Pelayanan ... 104 30. Distribusi Responden Berdasarkan Kewajaran

Biaya Pelayanan ... 105 31. Distribusi Responden Berdasarkan Kepastian

Biaya Pelayanan ... 106 32. Distribusi Responden Berdasarkan kepastian

Jadwal Pelayanan ... 107 33. Distribusi Responden Berdasarkan Kenyamanan

Lingkungan ... 108 34. Distribusi Responden Berdasarkan Keamanan


(18)

35. Nilai Unsur Kejelasan Petugas Pelayanan ... 110

36. Nilai Unsur Kedisiplinan Petugas Pelayanan ... 111

37. Nilai Unsur Tanggung jawab Petugas Pelayanan Publik ……... 111 38. Nilai Unsur Kemampuan Petugas Pelayanan Publik ... 112

39. Nilai Unsur Kesopanan dan Keramahan Petugas Pelayanan Publik ... 113

40. Nilai Unsur Prosedur Pelayanan Publik ... 113

41. Nilai Unsur Persyaratan Pelayanan Publik ... 114

42. Nilai Unsur Kecepatan Pelayanan Publik ... 115

43. Nilai Unsur Keadilan Mendapatkan Pelayanan ... 115

44. Nilai Unsur Kewajaran Biaya Pelayanan Publik ... 116

45. Nilai Unsur Kepastian Biaya Pelayanan Publik ... 117

46. Nilai Unsur Kepastian Jadwal Pelayanan Publik ... 117

47. Nilai Unsur Kenyamanan Lingkungan Pelayanan Publik ……... 118

48. Nilai Unsur Keamanan Pelayanan Publik ... 119

49. Nilai Unsur Pelayanan ... 119

50. Nilai Persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan Menurut KepMenPan No 25/M.PAN/2/2004 ... 122


(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Konsep Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kualitas Pelayanan Publik ... 52

2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu

Kabupaten Tapanuli Utara ... 88


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul

1. Kuesioner

2. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/M.PAN/2/2004

3. Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 22 Tahun 2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara

4. Peraturan Bupati Tapanuli Utara Nomor 07 Tahun 2007 Tentang Susunan Tugas Kepala Kantor, Kepala Sub Bagian Dan Kepala Seksi Pada Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara

5. Keputusan Bupati Tapanuli Utara Nomor 143 Tahun 2007 Tentang Pelimpahan Sebahagian Kewenangan Pengolahan, Penerbitan, Dan Penandatanganan Perijinan Kepada Kepala Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara


(21)

ABSTRAK

Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka terjadi perubahan yang sangat besar dalam pelaksanaan pemerintahan khususnya di Kabupaten Tapanuli Utara. Perubahan tersebut salah satu didalamnya adalah pemberian wewenang yang lebih luas dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Salah satu tugas dari Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara adalah memberikan pelayanan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di Kabupaten Tapanuli Utara dan usaha-usaha yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu dalam meningkatkan kualitas pelayanan di Kabupaten Tapanuli Utara dengan menggunakan metode kuantitatif melalui pengumpulan data primer dengan memberikan kuisoner dan pengumpulan data sekunder melelui kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini. Penarikan sampel dilakukan secara sederhana dengan menggunakan rumus Arikunto sebanyak 20% dari total populasi yaitu sebanyak 76 orang responden sejak Januari sampai dengan Agustus 2011.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan berpedoman kepada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat yang terdiri dari 14 unsur pelayanan, yaitu prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kejelasan petugas pelayanan, kedisiplinan petugas pelayanan, tanggungjawab petugas pelayanan, kemampuan petugas pelayanan, kecepatan pelayanan, keadilan mendapatkan pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas pelayanan, kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya pelayanan, kepastian jadwal pelayanan, kenyamanan lingkungan dan keamanan lingkungan. Dari jawaban yang diberikan oleh responden maka secara umum pelayanan publik yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara adalah baik.


(22)

ABSTRACT

In dealing with administering local autonomy administration noted resulted in distinct changes for implementing governance it as taking place on Tapanuli Utara Administration. The changes as noted such as conferring provided authority wide particularly in serving public.

One of duties in serving public by Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu-one stop services officially serving public maximally according to people demand. The objective of this study is determine factors influencing the quality of public service provided by the authority as one-stop service and whatever efforts done in execution in relating with improving quality of service to public. The research adopted quantitative method by collecting primary data, to provide them questionnaire, while for collecting the secondary data was done by library research with books related to the topic. In taking sample was made simply with using Arikunto formula of 20% total population that involved 76 respondents since January to August 2011.

For data analysis was completed in referring to Decision of Ministry Empowering of Governmental Employee No. 25 of 2004 on Guidance and Instruction for Arranging Index of public Satisfactory, comprising 14 points of serving such as procedure in serving, demand for serving, certain official for serving, discipline official of serving, accountability of official serving, capability official of serving, accurately of serving, fairly in having services, hospitality of official, fairness costing of serving, certainty of cost in serving, securing schedule in serving, environment comfortable and have safety by official. The respond they make in generally, the public service given by authority as one-stop service in the Tapanuli Utara Administration is quite good.


(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah daerah sebagai daerah yang otonom mempunyai kebebasan yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas dan terus meningkat dari waktu ke waktu. Tuntutan tersebut semakin berkembang seirama dengan tumbuhnya kesadaran bahwa warga negara memiliki hak untuk dilayani dan kewajiban pemerintah untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan publik adalah bukan hanya menciptakan sebuah pelayanan yang efisien, tetapi juga bagaimana agar pelayanan dapat dilakukan dengan tidak membedakan status masyarakat dan menciptakan pelayanan yang adil dan demokratis.

Pelayanan publik pada umumnya diberikan melalui beberapa organisasi birokrasi pemerintah. Organisasi-organisasi tersebut juga bertanggung jawab dalam pelaksanaan-pelaksanaan kebijakan publik yang dirancang untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dan salah satunya adalah kebijakan dibidang perijinan. Perijinan sebagai salah satu bentuk layanan birokrasi selama ini dipandang sebagai salah satu layanan yang cukup besar pengaruhnya tanan yang cukup besar pengaruhnya terhadap kinerja dan lemahnya daya saing dunia usaha di Indonesia.


(24)

Untuk memenuhi tuntutan dari masyarakat akan pelayanan publik pemerintahan daerah dihadapkan pada kondisi yang kompleks. Pemerintah daerah diberikan kekuasaan untuk membentuk organisasi birokrasi pemerintahan sesuai kebutuhannya dengan merubah sistem yang selama ini dikenal dengan pelayanan yang sentralistik. Tujuan didirikannya organisasi birokrasi pemerintahan adalah untuk memotong alur pelayanan publik yang selama ini masih berjalan lamban menjadi tepat dan cepat.

Penyelenggaraan pelayanan publik di Kabupaten Tapanuli Utara dihadapkan pada kondisi dan fakta yang belum sesuai kebutuhan dan perubahan berbagai bidang kehidupan bermasyarakat. Persoalan strategis dan pentingnya pelayan publik dalam dunia pemerintahan merupakan kebutuhan yang mendasar, sehingga untuk menjalankan kebijakan dan program yang direncanakan organisasi pemerintah harus bekerja untuk mengemban misi yang diamanatkan masyarakat sekaligus mempertanggung jawabkannya kepada masyarakat tersebut.

Pembangunan aparatur pemerintah daerah seharusnya diarahkan pada peningkatan kualitas, efisiensi dan efektifitas seluruh tatanan administrasi pemerintahan termasuk peningkatan kemampuan dan disiplin, pengabdian, keteladanan dan kesejahteraan aparatnya sehingga mampu melaksanakan tugas pemerintahan dengan baik, khususnya dalam melayani dan menumbuhkan prakarsa, meningkatkan peran masyarakat serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat.


(25)

Pelayanan merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur pemerintah daerah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.

Ruang lingkup pelayanan publik (public services) meliputi aspek kehidupan masyarakat yang diberikan oleh pemerintah sangatlah banyak, namun kenyataannya masih sering ditemukan pelayanan yang masih kaku, biaya yang mahal dan masih berbelit-belit, sikap dan tindakan petugas yang kurang ramah dan arogan, fasilitas pelayanan yang tidak memenuhi persyaratan teknis, keindahan dan kesehatan yang merupakan fenomena yang sering kali mewarnai proses hubungan pelayan dan yang dilayani. Kondisi ini merupakan cerminan dari organisasi pelayanan publik yang belum mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dan merata kepada seluruh warga negara yang menerima pelayanan tersebut.

Pembentukan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu di Kabupaten Tapanuli Utara sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara yang sebagai badan publik dihadapkan kepada tuntutan yang serupa yaitu peningkatan kualitas layanan yang berorientasi pada kepuasan publik. Meski sudah diterapkan model pelayanan satu atap, pelayanan prima, pelayanan terpadu, dan sebagainya realitasnya masih sering terjadi masalah dan masih hanya sebatas slogan.

Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu sebagai institusi yang langsung berhubungan kepada masyarakat merupakan terobosan baru atau inovasi manajemen pemerintahan di daerah. Artinya, pembentukan organisasi ini secara empirik telah


(26)

memberikan perubahan berupa peningkatan produktivitas pelayanan umum minimal secara kuantitatif. Dalam konteks teori Reinventing Government, pembentukan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu ini telah menghayati makna community owned, mission driven, result oriented, costumer oriented, serta anticipatory government.

Jika diceramati secara seksama pada kondisi yang ada pada masyarakat, masalah yang muncul dalam memberikan pelayanan disebabkan oleh banyak faktor diantaranya ketidaksiapan aparatur pemerintah, organisasi, sistem pelayanan dan rendahnya kesadaran hukum pejabat publik yang sekaligus bagian dari masalah pembangunan. Sementara itu tatanan masyarakat dihadapkan pada suatu desakan serta tantangan global yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan, tehnologi, informasi, komunikasi, tranportasi, investasi, mobilitas masyarakat dan perdagangan. Kondisi dan perubahan yang cepat ini tidak diikuti secara bijak oleh para pelaku pelayan publik yang mengakibatkan masyarakat kecewa dalam pemenuhan kualitas pelayanan.

Sementara hambatan-hambatan yang terjadi dalam penjalanan usaha juga menimbulkan biaya yang sangat tinggi. Praktek-praktek pungli yang selama ini menjadi keluhan masyarakat dan pengusaha sangat jelas besar pengaruhnya. Hal tersebut diperjelas dengan adanya keterangan dari penerima jasa layanan yang merasa tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya, yang mengatakan bahwa:

Saya sudah datang kesini beberapa kali, namun pegawai yang saya jumpai sangat


(27)

penjelasan yang terperinci tentang bagaimana permohonan pemberkasan saya.... padahal saya sudah melunasi tanggungjawab saya,bahkan lebih dari jumlah yang seharusnya saya berikan kepada mereka asalkan urusan saya cepat diselesaikan.. namun pada kenyataannya tidak dan sekarang saya membutuhkan penjelasan dan tanggung jawab yang nyata dari mereka bukan asal minta uang saja kepada kami ini para penggunan jasa layanan....”

Kondisi yang diatas sering terjadi dilapangan dikarenakan kecenderungan penekanan orientasi selama ini yang masih menitikberatkan pada keberhasilan dalam mencapai target penerimaan pajak daerah, bukan pada kemampuan untuk melayani masyarakat mengingat peran dari Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara sebagai lembaga penerima dan sekaligus pelayan publik.

Selain itu masyarakat yang belum terlayani masih banyak apabila dibandingkan dengan masyarakat yang sudah terlayani, yang disebabkan karena faktor geografis yang menyebabkab lemahnya pelayanan baik administratif maupun secara teknis, sementara letak dari Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu berada pada Ibu Kota Kabupaten Tapanuli Utara yaitu di Kecamatan Tarutung. Hal tersebut membuat masyarakat yang mengaharapkan pelayanan secara cepat menjadi terhambat dan perlu adanya perhatian dari pemerintah daerah untuk memecahkan masalah tersebut.

Kenyataan tersebut tidak saja disebabkan oleh berbagai hambatan sebagaimana disebutkan di atas, melainkan masih ada hal lain yang menjadi


(28)

penyebabnya, seperti dalam memberikan pelayanan publik tidak diikuti oleh peningkatan kualitas birokrasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini sependapat dengan pernyataan dari pengguna jasa layanan lainnya yang mengeluh akan pelayanan, yang mengatakan :

pak...saya datang kesini untuk menagih janji pegawai kemarin yang menjanjikan

pengurusan berkas permohonan saya sudah selesai...eh yang dijumpai malah kabur ntah kemana padahal saya udah lama disini menunggu...mending jujur aja kalau memang belum selesai jangan buat saya capek karena rumah saya jauh dari sini... Kan gak lucu mereka taunya hanya minta uang pajak atau apalah...”

“sudah cukup kata-kata yang saya dengar disini....sekarang tolong berikan apa yang menjadi hak saya dan apabila tidak diberikan maka mereka dapat saya tuntut karena sudah sering membohongi saya tentang waktu pelayanan yang seharusnya saya dapatkan...”

Dari gambaran yang ada diatas, kita semua menyadari pelayanan publik selama ini bagaikan rimba raya bagi banyak orang. Masyarakat pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyak ketidakpastian ketika berhadapan dengan birokrasi. Sulit memperkirakan kapan pelayanan itu bisa diperolehnya, begitu pula dengan harga pelayanan. Sehingga penelitian tentang kualitas pelayanan publik ini penting untuk dilakukan, dikarenakan masyarakat sebagai customer service belum merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan baik dari segi waktu, biaya dan mutu pelayanan.


(29)

Hal lain yang selama ini yang menjadi keluhan dari masyarakat akan pelayanan yang diberikan adalah jumlah biaya yang harus mereka keluarkan. Permohonan yang mereka ajukan bermacam-macam nilai biaya yang harus dipenuhi tergantung pada penerbitan perijinan dan non perijinan sehingga masyarakat merasa sangat dirugikan dan dibohongi oleh petugas pelayanan. Salah seorang masyarakat penggunan jasa layanan mengatakan :

“ pak...apakah kantor ini tidak memiliki standart dalam biaya yang harus saya keluarkan...? sudah bosan saya dengan jumlah biaya dalam permohonan perijinan toko saya yang selalu berubah-ubah...bagaimana tidak begitu jumlah uang nya sudah tidak sedikit lagi yang diminta padahal berkas saya belum juga keluar dari sini...waktu saya habis kesini terus...”

Peranan pemerintah daerah sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk menyederhanakan proses penerbitan perijinan di Kabupaten Tapanuli Utara dengan usaha melalui pengembangan sistem penyelenggaraan pelayanan yang terpusat (satu atap) untuk menjawab keluhan yang ada dalam masyarakat tentang permasalahan birokrasi perijinan. Untuk itu pemerintah daerah seharusnya mendorong dan memprakarsai sebuah pusat layanan kepada masyarakat dalam berbentuk unit yang secara khusus dapat melakukan aktivitas dalam hal pelayanan publik dengan lebih efektif, cepat, transparan dan murah.

Berdasarkan fenomena yang ada di atas menggambarkan betapa buruknya kualitas pelayanan yang selama ini dinikmati oleh masyarakat. Sudah sejak lama


(30)

masyarakat mengeluh terhadap penyelenggaraan pelayanan publik yang jauh dari harapan. Tetapi sejauh ini tidak ada perbaikan dalam pelayanan publik yang dilakukan oleh perintah daerah dan semakin jauh dari kenyataan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis berkeinginan untuk menyuguhkan penelitian dan penulisan tesis dengan judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara. Dan untuk menghindari kesan yang negatif, maka Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara harus dapat bekerja secara profesional, dalam pengertian bahwa meskipun terjadi penambahan rantai birokrasi, namun proses penyelesaian jasa pelayanan dapat dilakukan secara lebih cepat dengan kualitas yang lebih baik pula.

1.2 Perumusan Masalah

Berbagai macam keluhan masyarakat dan masih belum juga merasa puas terhadap penyelengaraan pelayanan, hal ini mengindikasikan bahwa kualitas pelayanan masih sangat rendah. Dari uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi oleh Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara. Fungsi-fungsi yang seharusnya sudah dijalankan ternyata belum secara memuaskan dilaksanakan. Hal ini setidaknya dapat menjadi titik tolak bagi penyempurnaan sistem pelayanan yang selama ini dilakukan, adapun perumusan


(31)

masalah yaitu : “Faktor-Faktor Apakah Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik Di Kabupaten Tapanuli Utara”?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data, informasi, dan berbagai hal yang berkaitan dengan variabel penelitian . Selanjutnya data dan informasi yang diperoleh akan diolah, dianalisis dan diinterpretasikan sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai kualitas pelayanan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara melalui Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut seperti yang telah diuraikan di atas, penulis dalam mengadakan penelitian tersebut memiliki tujuan yaitu “ Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik Di Kantor Pelayanan Perijinan dan Upaya-upaya yang Dilakukan oleh Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu dalam Meningkatkan Kualiatas Pelayanan di Kabupaten Tapanuli Utara.”


(32)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

Adapun yang menjadi kegunaan teoris dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi dunia ilmu pengetahuan, yaitu sebagai sumbangan pemikiran yang dapat memperkaya khasanah dalam bidang administrasi kepegawaian daerah maupun bidang manajemen sumber daya manusia

2. Bagi peneliti lain/selanjutnya sebagai bahan referensi khusus yang berkaitan dengan bidang administrasi kepegawaian daerah maupun bidang manajemen sumber daya manusia.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk salah satu bahan atau kerangka acuan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam merumuskan kebijakan dan strategi untuk mengupayakan peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat sebagai kebutuhan yang mendasar yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kualitas

Sebelum membahas konsep kualitas pelayan publik secara lengkap, terlebih dahulu akan dibahas konsep kualitas. Konsep kualitas banyak dibahas dalam studi-studi manajemen, pengertian atau makna atas konsep kualitas sendiri telah diberikan oleh banyak pakar manajemen dengan berbagai sudut pandang, sehingga menghasilkan defenisi-defenisi yang beragam. Tjiptono (1995 : 51) berkaitan dengan konsep kualitas mengemukakan bahwa konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan sebuah produk barang atau jasa yang terdiri dari kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran tentang seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan.

Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono, 1995 : 51) mendefenisikan kualitas sebagai: ”Suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Mengamati kedua defenisi tersebut terlihat bahwa walaupun tedapat perbedaan, namun secara implicit juga terdapat kesamaan. Kesamaan tersebut terletak pada konsepsi kualitas sebagai kondisis yang dapat memenuhi apa yang seharusnya. Hanya saja, oleh Tjiptono apa yang seharusnya tersebut disebut sebagai memenuhi persyaratan atau spesifikasi


(34)

tertentu. Pendapat lain mengenai pengertian konsep kualitas dikemukakan oleh Triguno (1997 : 76) yang mengatakan bahwa kualitas adalah suatu standart yang harus dicapai oleh seseorang atau sekelompok atau lembaga atau organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dah hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Dengan demikian, berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal, dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan atau persyaratan pelanggan atau masyarakat.

Pengertian yang dikemukakan Triguno menunjukkan bahwa konsep kualitas berkaitan erat dengan pencapaian standart atau target yang diharapkan atau tuntutan dari pihak pelanggan yang dilayani. Dalam kaitan ini terlihat bahwa konsep kualitas terkait erat dengan pelanggan atau masyarakat yang dilayani. Sebagian ahli membahas konsep kualitas dalam kaitannya dengan pelanggan atau yang lazim disebut juga dengan istilah konsep kualitas berfokus pada pelanggan modern.

Pengertian kualitas menurut J. Supranto (2001) adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Keunggulan suatu produk jasa sangat tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut apakah sudah sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan.

Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Berkaitan dengan konsep kualitas, yang akan dikemukakan pandangan Tjiptono (1996 : 21), yang setelah melakukan evaluasi terhadap banyak defenisi konsep


(35)

kualitas, kemudian menarik 7 (tujuh) defenisi yang paling sering dikemukakan tentang konsep kualitas, yaitu:

a. Kesesuaian dengan persyaratan dan tuntutan; b. Kecocokan untuk pemakaian;

c. Perbaikan atau penyempurnaan yang berkelanjutan; d. Bebas dari kerusakan atau cacat;

e. Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat f. Melakukan sesuatu secara benar semenjak awal;

g. Sesuatu yang membahagiakan pelanggan.

Pada prinsipnya pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diterima. Yang menjadi pertanyaan adalah ciri-ciri atau atribut-atribut apakah yang ikut menentukan kualitas pelayanan publik tersebut. Ciri-ciri atau atribut-atribut tersebut yaitu antara lain :

1. Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses; 2. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan;

3. Kesopanan, keramahan, perhatian dan persahabatan dalam memberikan pelayanan;

4. Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer;

5. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain;


(36)

6. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC, kebersihan dan lain-lain.

Sebagai sebuah sistem, maka tentu saja masalah kualitas mencakup berbagai unsur atau elemen yang satu sama lain saling tergantung dan saling mempengaruhi sehingga apa yang terjadi pada salah satu elemen atau unsur akan mempengaruhi kondisi atau keadaan pada elemen atau unsur lainnya. Hal ini karena, sebuah sistem pada dasarnya adalah sebuah kesatuan yang terdiri dari berbagai macam elemen atau unsur, yang satu sama lain saling berhubugan, bergantung dan pengaruh mempengaruhi. Lebih lanjut, Gasperzs (dalam Sampara Lukman, 1999 : 107) menjelaskan 5 (lima) karakteristik dasar dari sistem kualitas modern, sebagai berikut:

1. Sistem kualitas modern berorientasi pada pelanggan. Produk-produk didesain sesuai dengan keinginan pelanggan melalui suatu riset pasar, kemudian diproduksi dengan cara-cara yang baik dan benar sehingga produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi desain (memiliki konformasi yang tinggi), serta pada akhirnya memberikan pelayanan purna jual kepada pelanggan.

2. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya partisipasi aktif yang dipimpim oleh manajemen puncak (top management) dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus.

3. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya pemahaman dari setiap orang terhadap tangguna jawab spesifik untuk kualitas.


(37)

4. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya aktivitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan, bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja.

5. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya filosofi yang menganggap bahwa kualitas merupakan ”jalan hidup” (way of life).

Penjelasan mengenai 5 (lima) karakteristik atau ciri dari sistem kualitas itu makin menegaskan pengertian bahwa konsep kualitas itu merupakan sebuah sebuah sistem yang terdiri dari dan ditentukan oleh banyak elemen atau unsur, seperti partisipasi aktif semua pihak, adanya filosofi kualitas, orientasi kepada pelanggan, tindakan pencegahan dan lain-lain, yang kesemuanya apabila dilakukan dengan baik akan menuju pada suatu bentuk kualitas atau sistem kualitas modern. Konsepsi kualitas sebagai sebuah sistem ini sekaligus menegaskan bahwa masalah kualitas dalam penyelenggaraan pelayanan umum kepada masyarakat ditentukan oleh banyak faktor yang satu sama lain saling berhubungan, sehingga upaya untuk meningkatkan kualitas juga membutuhkan perbaikan pada berbagai faktor tersebut secara simultan.

Adapun dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini tidak mustahil dianggap sebagai sesuatu yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai. Dalam hal ini yang dijadikan pertimbangan adalah kesulitan atau kemudahan konsumen dan produsen di


(38)

dalam menilai kualitas pelayanan, oleh karena itu dalam kualitas pelayanan harus mengandung unsur-unsur dasar sebagai berikut :

1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun pelayanan umum harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak;

2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang teguh pada efisiensi dan efektivitas;

3. Kualitas, proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar dapat memberi keamanan, kenyamanan, kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan;

4. Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya.

2.2 Konsep Pelayanan Publik

Setelah dipahami konsep kualitas yang ada diatas selanjutnya akan dikemukakan pemahaman terhadap konsep pelayanan publik (public service). Pelayanan menurut Moenir (1992) adalah serangkaian kegiatan karena merupakan suatu proses, sebagai proses pelayanan langsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat. Dari defenisi yang telah


(39)

diuraikan, maka ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan merupakan serangkaian proses meliputi kebutuhan masyarakat yang dilayani secara berkesinambungan.

Dilihat dari ilmunya, administrasi merupakan pelayanan dan memang salah satu fungsi pemerintah dalam pembangunan adalah menyelenggarakan pelayanan publik. Sondang P. Siagian mengatakan teori klasik ilmu administrasi Negara mengajarkan bahwa pemerintahan negara pada hakikatnya menyelenggarakan dua jenis fungsi utama, yaitu fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan. Fungsi pengaturan biasanya dikaitkan dengan hakikat negara modern sebagai suatu negara hukum (legal

state) sedangkan fungsi pelayanan dikaitkan dengan hakikat negara sebagai suatu

negara kesejahteraan (welfare state). Baik fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan menyangkut semua segi kehidupan dan penghidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan pelaksanaanya dipercayakan kepada aparatur pemerintah tertentu yang secara fungsional bertanggung jawab atas bidang-bidang tertentu kedua fungsi tersebut (Sondang P. Siagian, 1992: 128-129). Istilah lain yang sejenis dengan pelayanan itu adalah pengabdian dan pengayoman. Dari seorang administrator diharapkan akan tercermin sifat-sifat memberikan pelayanan publik, pengabdian kepada kepentingan umum dan memberikan pengayoman kepada masyarakat lemah dan kecil. Administrator lebih menekankan pada mendahulukan kepentingan masyarakat/umum dan memberikan service kepada masyarakat ketimbang kepentingan sendiri (Thoha, 1991: 176-177).


(40)

Kebijakan publik dasarnya adalah untuk menjelaskan hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau apa yang riil diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat tersebut. Hal tersebut didukung oleh pendapat Thomas R Dye (dalam Drs. Bernadus Luankali, hal: 2007; 145) yang mengatakan apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan merupakan kebijakan atau analisis yang dibuat oleh pemerintah yang artinya bahwa analisis kebijakan tersebut sebagai cara atau proses maupun tindakan dan terapan dari pemerintah bermanfaat untuk memperbaiki proses pembuatan kebijakan, kinerja atau hasil kebijakan yang akan datang atau telah dilaksanakan. Sehingga kebijakan publik merupakan suatu pedoman

untuk melaksanakan suatu perencanaan dan bagaimana untuk bertindak. Carl Friedrich (dalam Drs. Bernadus Luankali 2007 ; 183) yang mengatakan

kebijaksanaan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan.

Pada prinsipnya setiap pelayanan umum ini, senantiasa harus selalu ditingkatkan kinerjanyanya sesuai dengan keinginan klien atau masyarakat pengguna jasa. Akan tetapi kenyataannya untuk mengadakan perbaikan terhadap kinerja pelayanan publik bukanlah sesuatu yang mudah. Banyaknya jenis pelayanan umum di negeri ini dengan macam-macam persoalan dan penyebab yang sangat bervariasi antara satu dengan yang lainnya, sehingga perlu dicari suatu metode yang mampu


(41)

menjawab persoalan tadi, guna menentukan prioritas pemerintah. (Harry P. Hatry, 1980 : 41).

Guna menemukan formula dan metode yang tepat dalam upaya melakukan perbaikan dan meningkatkan kinerja pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi publik, maka dibutuhkan penilaian terhadap kinerjanya sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi publik dalam mencapai misinya. Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Selain itu, penilaian terhadap kinerja pelayanan juga penting untuk memberikan tekanan kepada pejabat yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan tersebut.

Supriatna ( 2000 : 140 ) menjelaskan bahwa pelayanan publik adalah Setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang dilakukan guna memenuhi kepentingan orang banyak. Pihak lain disini merupakan suatu organisasi yang memiliki kewajiban dalam suatu proses penyelenggaraan kegiatan pelayanan. Kepentingan orang banyak atau kepentingan umum adalah himpunan kepentingan pribadi yang telah disublimasikan dan tidak bertentangan dengan norma masyarakat serta aturan yang berlaku.

Kemudian Sadu Wasistiono ( 2001 :51 ) mengemukakan bahwa pelayanan umum adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta, atas nama


(42)

pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan masyarakat.

Pamudji (1994 : 21) mendefenisikan konsep pelayanan publik (public

service) yaitu berbagai kegiatan pemerintah yang bertujuan memenuhi kebutuhan

masyarakat akan barang dan jasa. Penjelasan yang diberikan Pamudji ini menegaskan bahwa konsepsi pelayanan publik tidak dapat dilepaskan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Konsep pelayanan publik berkaitan dengan kebutuhan masyarakat, dalam kaitannya dengan kebutuhan masyarakat, Ndraha (1997 : 60) menyatakan bahwa produk yang dibutuhkan masyarakat berkisar pada barang (barang modal dan barang pakai) sampai pada jasa (jasa pasar dan jasa publik) dan pelayanan sipil.

Pendapat lain mengenai konsep pelayanan publik dikemukakan oleh Saefullah (1995 : 5) yang berpendapat bahwa pelayanan umum (public service) merupakan pelayanan yang diberikan pada masyarakat umum yang menjadi warga negara atau yang secara sah menjadi penduduk yang bersangkutan. Pengertian yang diberikan oleh Saefullah ini menegaskan bahwa pada dasarnya pelayanan publik

merupakan sebuah proses interaksi antara pihak yang memberi pelayanan (pemerintah) dengan pihak yang diberi pelayanan (masyarakat). Secara lebih spesifik,

Soetopo dan Sugiyanti (1998 : 19) pelayanan publik didefenisikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang


(43)

atau jasa, baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan Undang - undang.

Pelayanan publik pada hakekatnya adalah pelayanan kepada diberikan kepada masyarakat. Pelayanan tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan professional dan dengan adanya tujuan dari suatu program yang dilaksanakan maka pencapaian terhadap pelayanan kepada masyarakat dapat terlaksana dengan baik dan dengan pengawasan dari masyarakat.

Thomas R. Dye (dalam Bernandus 2007 : 2) kebijakan publik diartikan sebagai apa saja yang menjadi pilihan pemerintah untuk berbuat ataupun tidak berbuat. Lebih lanjut, kebijakan publik menurut Dye kurang menekankan pada keharusan adanya tujuan atau sasaran, hal ini dapat kita tarik dari pengertian yang ada di atas, bahwa apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu kegiatan pastilah ada tujuannya sementara dari penjelasan yang diberikan oleh Dye pemerintah hanya memilliki peranan yang minim terhadap pencapaian tujuan dan sasaran dari program yang diberikan oleh pemerintah baik yang dilaksanakan oleh pusat maupun daerah dalam konteks pelaksanaannya.


(44)

David Easton (dalam Bernandus 2007 : 2) menjelaskan pengertian kebijakan publik adalah alokasi nilai-nilai secara otoritatif untuk keseluruhan masyarakat. Hal ini didasarkan pada argumentasi Easton bahwa hanya pemerintah sajalah yang dapat bertindak secara otoritatif terhadap masyarakat secara keseluruhan, karena tindakan pemerintah itu merupakan hasil pilihan untuk berbuat sesuatu dan merupakan konsekuensi yang harus dimiliki oleh masyarakat sebagai bagian dari pelaksanaan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintahannya.

Harold Lasswell dan Kaplan (dalam Bernandus 2007 : 2) menjelaskan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dan berisikan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek pelaksanaan kegiatan. Teori ini didukung oleh Carl Friedrich yang mengatakan bahwa kebijakan publik sebagai keseluruhan rumusan kegiatan yang berisikan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai sehingga memiliki rancangan kegiatan pelayanan publik yang jelas dan merata kepada seluruh anggota masyarakat yang ada dalam lingkup wilayahnya.

Sementara James E. Anderson (dalam Bernandus 2007 : 2) pengertian kebijakan publik adalah hasil hubungan timbal balik antara suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Lingkungan disini dapat ditafsirkan dalam dua jenis yaitu lingkungan sosial budaya dan lingkungan fisik geografis. Dengan demikian menurut Anderson, tugas utama dari seseorang pemerintah adalah membina dan mengatur kedua jenis lingkungan tersebut agar tetap harmonis dan mengarahkannya pada


(45)

tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian pemerintah harus berupaya untuk mempertimbangkan berbagai hambatan dan peluang dalam rangka pencapaian tujuan.

Robert Salisbury (dalam Bernandus 2007 : 2) kebijakan publik terdiri dari keputusan-keputusan yang bersifat otoritatif atau mengandung sanksi dari aktor-aktor pemerintah, sebagai outcomes atau output dari proses-proses pemerintahan. Salisbury juga membedakan antara outputs dan outcomes dimana menurutnya outcome

mengacu pada keputusan-keputusan sebagai hasil dari kebijakan publik dan akibat-akibat dari hasil yang ingin dicapai. Dengan demikian, output merupakan keputusan-keputusan yang secara formal diumumkan serta konsekuensinya yang ingin dicapai oleh tindakan-tindakan pemerintah. Sedangkan outcomes, mengacu kepada outputs

politik yang sifatnya sekuder, tersier dan seringkali mengacu kepada konsekuensi-konsekuensi yang tidak terduga dari suatu output. Dengan demikian outcomes

merupakan akibat nyata dari suatu outputs dalam dunia nyata yang tidak terduga sebelumnya.

Salisbury juga membedakan output dalam dua jenis yaitu : authoritative

output, yang berkaitan dengan keputusan publik atau kebijakan publik yang

dipandang oleh masyarakat, suka atau tidak, bersifat mengikat, memaksa dan menuntut ketaatan agar pemerintah memperolah dukungan dari masyarakat tersebut dalam menyelenggarakan pemerintahannya sedangkan yang kedua adalah associated

output yang berkaitan dengan keputusan publik yang merupakan hasil kewenangan


(46)

sebgai pengguna dan penerima pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah tersebut.

Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell mengatakan bahwa kebijakan publik dapat diklasifikasikan dalam 4 (empat) kategori, yaitu:

1. Kebijakan publik dalam hal penarikan sumber daya manusia (extractions) mengacu pada sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang ditarik dari sistem politik dari masyarakat dalam bentuk pajak, retribusi, wajib militer dan sebagainya. Penarikan sumber daya ini adalah biaya yang dipikul oleh masyarakat dalam rangka menhidupkan negaranya.

2. Kebijakan publik dalam hal pengaturan (regulations), mengacu pada berbagai bentuk pengaturan pemerintah agar tata kehidupan pemerintah dengan masyarakat mencapai tingkat harmonisasi. Hanya dengan cara demikian, maka baik pemerintah maupun masyarakat dapat melakukan berbagai aktivitas dengan aman dan tertib.

3. Kebijakan publik dalm hal pembagian (allocations) artinya pemerintah mengeluarkan berbagai macam kebijakan publik untuk melakukan distribusi biaya, barang, pelayanan, kehormatan, status pengahrgaan, pelayanan, kehormatan, status penghargaan, dan kesempatan kepada masyarakat. Dalam kegiatan alokasi ini, masyarakat dapat ikut berpatisipasi dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan.


(47)

4. Kebijakan publik dalam hal pengaturan lambang (symbol) artinya pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan yang mengatur secara khusus tentang penetapan symbol dan lambang sebagai kesetiaan kepada Negara.

Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan dalam mensejahterakan masyarakat dari suatu negara kesejahteraan (welfare state).

Pelayanan publik oleh birokrasi pelayanan publik tadi merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara yang dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat. Dengan demikian birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik. Menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatanan Mutu Pelayanan, dinyatakan bahwa hakekat pelayanan umum adalah:

1. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.

2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara berdaya guna dan berhasil guna. 3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam


(48)

Menurut Mahmudi (2005;229) bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayan publik (aparatur negara) sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Mahmudi juga mengklasifikasikan pelayanan publik kedalam 2 (dua) klasifikasi, yaitu:

1. Pelayanan Kebutuhan Dasar, terdiri dari: a. Kesehatan

b. Pendidikan dasar

c. Bahan kebutuhan pokok masyarakat 2. Pelayanann Umum, terdiri dari:

a. Pelayanan administrasi. b. Pelayanan Barang.

Selain itu pelayanan publik juga dipandang dari dua sisi yang berbeda dalam mencapai tujuannya, yaitu:

1. Orientasi pada proses yang menyangkut pada masalah responsibilitas, responsivitas, akuntabilitas dan keterbukaan.

2. Orientasi pada hasil yang menyangkut pada masalah efektivitas, efisiensi, produktivitas dan kepuasan.

Penyelenggaraan pelayanan umum menurut Lembaga Administrasi Negara (1998), dapat dilakukan dengan berbagai pola antara lain :


(49)

1. Pola Pelayanan Fungsional yaitu pola pelayanan umum yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya. Pola ini mengakomodir kondisi daerah dengan beban tugas, volume dan intensitas kegiatan pelayanan publik sehingga sangat realistis apabila dibawahi oleh Organisasi yang membidanginya.

2. Pola Pelayan Terpusat yaitu pola pelayanan publik yang diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan terkait yang bersangkutan. Pola pelayanan terpusat atau lembaga independen (unit pelayanan) yang dibentuk oleh pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pelayanan tertentu. Organsisasi birokrasi atau lembaga independen diberi tugas, fungsi, wewenang, tanggungjawab dan kewajiban untuk meyelenggarakan pelayanan publik secara terpusat. Pelayanan publik yang memiliki proses keterkaitan, proses pengajuan permohonan dan proses penyelesaiannya dilakukan dalam waktu yang bersamaan atau parallel di suatu tempat yang terpusat pada organisasi birokrasi peyelenggara pelayanan. Tujuan dari pola pelayanan terpusat adalah memberikan kemudahan kepada masyarakat pengguna dan penerima jasa layanan yang secara efisien dan efektif dilihat dari sisi waktu dan masyarakat pengguna pelayanan cukup datang kesatu tempat dan berhadapan dengan satu penyelenggara dan tidak perlu mendatangi organisasi publik yang terikat namun berada pada lokasi yang berbeda juga.


(50)

3. Pola Pelayanan Terpadu.

a. Pola Pelayanan Satu Pintu yaitu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani satu pintu. Pola ini hakekatnya hamper sama dengan pola pelaynan terpusat yaitu penyelenggaraannya dilakukan pada satu lokasi tertentu dan dilayani melalui satu pintu. Asumsinya peyelenggaraan pelayanan dilakukan secara tunggal oleh organisasi birokrasi publik tertentu.

b. Pola Pelayanan Satu Atap yaitu penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui berbagai pintu. Jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatu atapkan. Pola pelayanan Terpadu Satu Atap ditujukan untuk memberikan kemudahan layanan kepada masyarakat dan masyarakat tersebut cukup datang kesatu tempat untuk mendapatkan layanan dan tidak perlu mendatangi organisasi publik yang lainnya. Pola pelayanan satu atap memiliki persamaan dengan pola pelayanan fungsional, yaitu prinsipnya kewenangan proses dan penyelesaian layanan tetap dilakukan oleh organisasi birokrasi publik sedangkan perbedaannya adalah pelayanan terpadu satu atap membentuk loket-loket atau counter masing-masing jenis pelayanan publik yang akan diberikan dan menempatkan staff dan kepala yang membawahi bidang tugasnya.


(51)

Bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) dapat dibedakan kedalam berbagai jenis pelayanan, yaitu:

1. Pelayanan Pemerintah, yaitu merupakan pelayanan masyarakat yang erat dalam tugas-tugas umum pemerintah seperti Pelayanan Kartu Keluarga/KTP, IMB, Pajak/Retribusi Daerah dan Imigrasi.

2. Pelayanan Pembangunan merupakan pelayanan masyarakat yang terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam aktivitas warga masyarakat seperti penyediaan jalan, jembatan, pelabuhan dan lain sebagainya.

3. Pelayanan Utilitas merupakan penyediaan utilitas seperti listrik, air, telepon dan transportasi.

4. Pelayanan kebutuhan pokok merupakan pelayanan yang menyediakan bahan-bahan kebutuhan poko masyarakat dan kebutuhan perumahan seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil, dan perumahan yang murah.

5. Pelayanan kemasyarakatan merupakan pelayanan yang berhubungan dengan sifat dan kepentingan yang lebih ditekankan kepada kagiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, penjara, rumah yatim piatu, dan lainnya.

Nurmadi (1994:4) menjelaskan bahwa pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dapat dicirikan kedalam bentuk : tidak dapat untuk memilih


(52)

konsumen, peranannya tidak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, politik yang mengistitusionalkan konfilk, pertanggungjawaban yang kompleks, sangat sering diteliti, semua tindakan harus mendapatkan justifikasi, memiliki tujuan dan output yang sangat sulit untuk diukur atau ditentukan.

Thery (dalam Thoha, 2002) menjelaskan bahwa lima unsur pelayanan yang memuaskan adalah : merata dan sama, diberikan tepat pada waktunya, memenuhi jumlah yang dibutuhkan, berkesinambungan, san selalu meningkatkan kualitas serta pelayanan (progressive service). Setiap orang mengharapkan pelayanan yang unggul yaitu sikap atau cara pegawai dalam melayani pelanggan secara memuaskan.

Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo, 2001). Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya.

Birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya


(53)

sendiri ( Effendi dalam Widodo, 2001 ). Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut :

1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran;

2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan;

3. Kejelasan dan kepastian (transparans), mengandung akan arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai :

a. Prosedur/tata cara pelayanan;

b. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif;

c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan;

d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.

4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib


(54)

diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta;

5. Efisiensi, mengandung arti :

a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan;

b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan kerja pemerintah lain yang terkait.

6. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan;

7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayani;

8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh kembang.

Selain itu, birokrasi publik dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran

(revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan

memerintah berubah menjadi suka melayanai, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha dalam Widodo, 2001). Dengan revitalitas


(55)

birokrasi publik (terutama aparatur pemerintah daerah) ini, pelayanan publik yang lebih baik dan profesional dalam menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewenagan yang diberikan kepadanya dapat terwujud.

Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public

service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi

perlindungan (protection function).

Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tadi. Artinya pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Meskipun pemerintah mempunyai fungsi-fungsi sebagaimana di atas, namun tidak berarti bahwa pemerintah harus berperan sebagai monopolist dalam pelaksanaan seluruh fungsi-fungsi tadi. Beberapa bagian dari fungsi tadi bisa menjadi bidang tugas yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak swasta ataupun dengan menggunakan pola kemitraan (partnership), antara pemerintah dengan swasta untuk mengadakannya. Pola kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam


(56)

memberikan berbagai pelayanan kepada masyarakat tersebut sejalan dengan gagasan

reinventing government yang dikembangkan Osborne dan Gaebler (1992).

Tujuan pelayanan publik pada umumnya adalah bagaimana mempersiapkan pelayanan publik tersebut yang dikehendaki atau dibutuhkan oleh publik, dan bagaimana menyatakan dengan tepat kepada publik mengenai pilihannya dan cara mengaksesnya yang direncanakan dan disediakan oleh pemerintah. Kemudian, untuk tujuan tersebut diperinci sebagai berikut :

1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya; 2. Memperlakukan pengguna pelayanan, sebagai customers;

3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan, sesuai dengan yang diinginkan mereka;

4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas; 5. Menyediakan cara-cara, bila pengguna pelayanan tidak ada pilihan lain.

Dari beberapa pengertian dan penjelasan tentang pelayanan publik yang ada di atas, dalam konteks pemerintahan daerah pelayanan publik dapat disimpulkan sebagai pemberian layanan atau yang melayani keperluan orang lain atau masyarakat serta organisasi yang memiliki kepentingan terhadap organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok atau tata cara yang ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan. Dengan demikian terdapat 3 (tiga) unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu:


(57)

Unsur yang pertama, organisasi penyelenggara (pemberi) palayanan yaitu: Pemerintah Daerah, unsur ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki posisi kuat sebagai (regulator) dan sebagai pemegang monopoli layanan, dan menjadikan pemerintah daerah bersikap statis dalam memberikan layanan, karena memang layanan dibutuhkan dan diperlukan oleh orang atau masyarakat/organisasi yang berkenpentingan.

Unsur yang kedua, adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat/organisasi yang berkepentingan.

Unsur yang ketiga, adalah kepuasan pelanggan yang menerima pelayanan, unsur kepuasan pelanggan harus menjadi perhatian penyelenggara pelayanan dalam hal ini pemerintah daerah dan untuk menetapkan arah kebijakan pelayanan publik yang berorientasi pada kepuasan pelanggan, dan dilakukan upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja menajemen pemerintahan daerah.

2.3 Konsep Kualitas Pelayanan Publik

Setelah memahami secara singkat, pengertian konsep kualitas (quality) dan pengertian konsep pelayanan umum (public service) secara umum, berikutnya akan coba dibahas secara mendalam tentang pengertian konsep kualitas pelayanan publik. Wykcof sebagaimana dikutip Tjiptono (1996 : 59), memberikan pengertian kualitas pelayanan sebagai: ”Tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan”. Ini berarti


(58)

apabila jasa atau pelayanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa atau pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Sebaliknya, apabila jasa atau pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas jasa atau pelayanan akan dipersepsikan buruk.

Inti dari penjelasan Wyckof ini adalah bahwa konsep kualitas pelayanan umum terkait dengan upaya untuk memenuhi atau bahkan melebihi harapan yang dituntut atau yang diinginkan oleh peminta layanan atau masyarakat atau pelanggan. Semakin tinggi tingkat pemenuhan harapan tersebut, semakin tinggi pula tingkat kualitas pelayanan yang diberikan, dan sebaliknya semakin tidak memenuhi harapan pelanggan atau pemohon layanan, berarti semakin tidak berkualitas pelayanan yang diselenggarakan oleh pemberi layanan tersebut.

Menurut Triguno (1997 : 58) kualitas pelayanan menunjuk pada pengertian melayani setiap saat secara cepat dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan menolong serta professional dan mampu. Mengikuti penjelasan dari Triguno ini terlihat bahwa suatu pelayanan dapat dikatakan berkualitas apabila menunjukkan sejumlah ciri atau karakter, seperti cepat, memuaskan, sopan, ramah dan professional. Kombinasi dari berbagai ciri pelayanan ini secara simultan yang oleh Triguno dikatakan sebagai pelayanan yang berkualitas.

Pelayanan publik yang berkualitas diharapkan dapat memberikan manfaat, bukan saja bagi masyarakat yang menerima pelayanan, tetapi juga bagi organisasi atau pemerintah yang menyelenggarakan layanan. Berkaitan dengan hal tersebut


(59)

Rasyid (1997: 3-4) mengemukakan manfaat yang diperoleh dari optimalisasi pelayanan yang efisien dan adi adalah: ”Secara langsung dapat merangsang lahirnya respek masyarakat atas sikap professional para birokrat sebagai abdi masyarakat (servant leaders). Pada tingkat tertentu kehadiaran birokrat yang melayani masyarakat secara tulus akan mendorong terpeliharanya iklim kerja keras, disiplin dan kompetitif”.

Selanjutnya Tjiptono (1996 : 79) mengemukakan sejumlah manfaat yang diperoleh organisasi penyedia layanan, apabila mampu menyelenggarakan layanan secara berkualitas, sebagai berikut:

1. Hubungan perusahaan (organisasi) dengan para pelanggannya menjadi harmonis.

2. Memberikan dasar yang baik bagi pelanggan bagi pembelian ulang. 3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas.

4. Membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mounth) yang menguntungkan perusahaan atau organisasi.

5. Laba yang diperoleh dapat meningkat.

Dari paparan Tjiptono terlihat bahwa penyelenggaraan layanan yang berkualitas mempunyai peranan strategis dalam menciptakan komunikasi dan kepercayaan dari masyarakat sebagai penerima layanan, bahkan melalui layanan yang berkualitas, masyarakat penerima layanan dengan sukarela akan melakukan kampanye positif terhadap warga masyarakat lainnya.


(60)

Thoha (2002) berpendapat bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, organisasi publik (birokrasi publik) harus mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka mendorong menuju kearah yang sesuai, kolaboralitas dan dialogis dan dari cara-cara sloganis menuju cara kerja realistik pragmatik.

Untuk dapat menilai sejauh mana kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan publik yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk. Zeithaml (1990) mengemukakan dalam mendukung hal tersebut, ada 10 (sepuluh) dimensi yang harus diperhatikan dalam melihat tolak ukur kualitas pelayanan publik, yaitu sebagai berikut :

1. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi;

2. Realiability, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan

pelayanan yang dijanjikan dengan tepat;

3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab

terhadap kualitas pelayanan yang diberikan;

4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan ketrampilan yang baik


(61)

5. Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi;

6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan

masyarakat;

7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai bahaya dan

resiko;

8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan;

9. Communication, kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara,

keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat;

10. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui

kebutuhan pelanggan.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik

Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dipengaruhi oleh banyaknya faktor, baik faktor-faktor yang ada dalam pihak pemerintah sebagai penyelenggara layanan, maupun faktor-faktor pada pihak masyarakat sebagai penerima layanan. Berikut akan dikemukakan pandangan para ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik.

Thoha (1995 : 181) mengemukakan 2 (dua) faktor penting yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah, yaitu:


(62)

1. Faktor Individual menunjuk pada sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Semakin tinggi kemampuan sumber daya manusia dalam organisasi tentu semakin besar kemungkinan organisasi yang bersangkutan untuk menyelenggarakan pelayanan yang berkualitas.

2. Faktor Sistem yang digunakan untuk menunjuk pada mekanisme dan prosedur pelayanan yang digunakan. Dalam hal ini pada umumnya semakin rumit dan berbelit-belit prosedur mekanisme penyelenggaraan pelayanan publik (public service), justru semakin sulit mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas. Sebaliknya, semakin sederhana dan transparan mekanisme prosedur yang digunakan, maka semakin besar kemungkinan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Strategisnya faktor sumber daya manusia dalam organisasi sebagai salah determinan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik. Hal demikian pada dasarnya menegaskan apa yang dikemukakan oleh Supriyatna (1999 : 48) bahwa: ”Sumber-sumber lain seperti uang, material, mesin dan lain-lain tidak banyak artinya bila mana unsur sumber daya manusia yang mengelolanya kurang memiliki propesionalisme yang tinggi”. Pandangan demikian pada umumnya dikaitkan dengan kenyataan bahwa seberapapun tersedia berbagai sumber daya lain dalam organisasi, seperti sumber daya keuangan, dan teknologi, pada akhirnya berfungsi atau tidaknya kesemua sumber daya tersebut akan ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia dalam mengoptimalkan berbagai sumber daya tersebut.


(63)

Sementara itu, menurut Djaenuri (2002 : 115-116) terdapat empat aspek penting yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah, yaitu:

1. Aspek organisasi; 2. Aspek personil; 3. Aspek keuangan; dan

4. Aspek sarana dan prasarana pelayanan.

Kristiadi (1998 : 135) mengemukakan 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik, yaitu:

1. Faktor Organisasi; 2. Faktor Aparat, dan 3. Faktor Sistem Pelayanan.

2.4.1 Faktor Organisasi

Menurut Anderson (1972) (dalam Bernandus 2007 : 2), struktur adalah susunan berupa kerangka yang memberikan bentuk dan wujud, dengan demikian akan terlihat prosedur kerjanya. Dalam organisasi pemerintahan, prosedur merupakan sesuatu rangkaian tindakan yang ditetapkan lebih dulu, yang harus dilalui untuk mengerjakan sesuatu tugas.

Sementara konsep mengatakan bahwa struktur organisasi diartikan sebagai suatu hubungan karakteristik-karakteristik, norma-norma dan pola-pola hubungan


(64)

yang terjadi di dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial atau nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijaksanaan (Van Meter dan Van Horn dalam Winarno 1997). Pengertian sejalan dengan Robbins (1995) bahwa struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas dibagi, kepada siapa melapor, mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti. Robbins juga mengatakan bahwa struktur organisasi mempunyai 3 (tiga) komponen, yaitu :

a. Kompleksitas berarti bahwa dalam struktur organisasi mempertimbangkan tingkat differensiasi yang ada dalam organisasi termasuk didalamnya tingkat spesialisasi atau pembangian unit kerja, jumlah tingkatan dalam organisasi serta tingkat sejauh mana unit-unit organisasi tersebar secara geografis.

b. Formalisasi berarti bahwa dalam struktur organisasi memuat tentang tata cara atau prosedur bagaimana suatu kegiatan itu dilaksanakan (standart Operating Prosedures), apa yang boleh dan tidak dapat dilakukan.

c. sentralisasi berarti dalam struktur organisasi memuat tentang kewenangan pengambilan keputusan, apakah disentralisasi atau didesentralisasi.

Berdasarkan pengertian organisasi tersebut bahwa struktur organisasi mempunyai peranan yang penting dalam organisasi sehingga berpengaruh juga terhadap kualitas pelayanan. Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public

accuntability yang artinya setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi


(65)

pelayanan tanpa adanya pertimbangan dan peran dari masyarakat. Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan, merupakan elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau setelah pelayanan itu diberikan.

Price maupun Mott dalam Juvintarto (1998,30-31) melihat konsep efektivitas organisasi dari lima kriteria, yaitu produktivitas, moral, konformitas,daya adaptasi dan pelembagaan. Sedangkan Steers (1985,192) memandang konsep keefektifan organisasi dari lima kriteria yakni kemampuan menyesuaikan diri (keluesan), produktivitas, kepuasan kerja, kemampuan berlaba dan pencarian sumber daya. Syamsi (1988,2) menekankan keefektifan organisasi pada efeknya dan hasil gunanya, tanpa atau kurang memperdulikan pengorbanan yang diberikan untuk memperoleh hasil tersebut. Sementara itu Indra Wijaya (1986,215) memandang konsep keefektifan organisasi dari lima kriteria yaitu efisiensi, adaptabilitas, kepuasan, fleksibilitas dan produktifitas.

Secara umum asas penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh organisasi pelayan publik menurut Mahmudi (2005;234) adalah:

1. Transparan, yaitu bersikap terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. 2. Akuntabilitas, yaitu dapat untuk dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan


(66)

3. Kondisional yaitu sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.

4. Partisipatif, yaitu mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan Hak, yaitu tidak diskrimatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban, yaitu pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Secara konseptual menurut Moenir (1998 : 88) dalam tulisan Menajemen Pelayanan Publik Umum di Indonesia lebih rinci mengidentifikasi adanya lima faktor yang dianggap mempunyai bobot pengaruh relatif yang sangat besar untuk mendukung pelayanan umum dari organisasi-organisasi kedinasan sebagai berikut: 1. Faktor kesadaran yang menjiwai perilaku yang memandu kehendak dalam

lingkungan organisasi kerja yang baik dan tidak menganggap sepele, melayani dengan penuh keiklasan, kesungguhan dan disiplin.

2. Faktor aturan dalam arti ketaatan dan penggunaan kewenangan bagi penggunaan hak, kewajiban dan tanggungjawab. Adanya pengetahuan dan pengalaman yang memadai serta kemampuan berbahasa yang baik dengan pemahaman pelaksanaan tugas yang cukup. Adanya kedisiplinan (disiplin waktu dan disiplin kerja), dan bertindak adil.


(1)

Berdasarkan unsur-unsur yang ada di atas, pelayanan publik yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara berdasarkan hasil jawaban kuesioner yang diberikan kepada responden adalah dalam kategori Baik. b. Unsur Kepastian Jadwal Pelayanan perlu mendapatkan perhatian yang khusus

dari instansi pemerintah untuk segera diperbaiki karena merupakan unsur yang mendapatkan penilaian terendah dari responden. Kepastian jadwal pelayanan sangat dikeluhkan oleh masyarakat karena dianggap memperlambat pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk membuka usaha atau keperluan yang lainnya.

c. Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada responden unsur lain yang juga perlu untuk diperhatikan oleh penyedia jasa layanan publik adalah kepastian biaya pelayanan yang dianggap sangat memberatkan masyarakat pengguna jasa pelayanan publik terlebih lagi bagi kalangan Usaha Makro, Kecil dan Menengah dan masyarakat lain yang baru akan memulai usahanya.


(2)

5.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang ada diatas, maka peneliti menyimpulkan saran sebagai berikut :

a. Upaya yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik hendaknya : 1. Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penerapan dan pemanfaatan

sistem informasi secara optimal dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik.

2. Melakukan sosialisasi tentang bagaimana dan keberadaan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara dengan pola pelayanan satu pintu, informasi mengenai pelayanan perijinan, mekanisme pengurusan ijin dan biaya yang akan dikeluarkan untuk setiap tingkat perijinan yang berlaku kepada masyarakat.

3. Penyempurnaan sistem pelayanan secara terus menerus melalui pengukuran tingkat kepuasan masyarakat tentang sejauh mana pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.

b. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu penghambat masyarakat dalam menggunakan jasa pelayanan publik, maka perlu adanya pelimpahan kewenangan kepada kecamatan dalam memberikan pelayanan agar dapat lebih mudah dijangkau oleh masyarakat.


(3)

c. Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara perlu melakukan inovasi dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat dalam mengatasi faktor-faktor yang menjadi penghambat pelayanan.

d. Peningkatan kualitas sumber daya aparatur yang dimilikinya sehingga mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat melalui pendidikan formal maupun informal agar lebih profesional.

e. Meningkatkan partisipasi dari masyarakat dalam membangun dan mengembangkan pelayanan publik dalam rangka mewujudkan good governance di Kabupaten Tapanuli Utara.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustino Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta

Arikunto, Suharsimi, 2003, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Dwiyanto, Agus. 2005. Budaya Paternalisme dalam Birokrasi Pelayanan Publik; Center for Population Policy Studies, UGM, Yogyakarta.

Dunn, N. William. 2000, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, edisi II. Jogjakarta: Gajah Mada University Press.

Gaspersz, Vincent, 1994, Manajemen Kualitas, Gramedia, Jakarta.

Gibson, dkk 1992. Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses, Jakarta : Erlangga Kaloh Johanis. 2009. Kepemimpinan Kepala Daerah. Jakarta: Sinar Grafika

Keban, Yeremias. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori dan Issu. Jogjakarta : Grava Media

Kumorotomo, Wahyudi. 2005. Akuntabilitas Birokrasi Publik, Sketa Pada Masa Transisi. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.

Luankali Bernandus. 2007. Analisis Kebijakan Publik Dalam Proses Pengambilan Keputusan. Jakarta: Amelia Press

Moenir, H.A.S., 1992, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta.

Moerdiono, 1992, Birokrasi dan Administrasi Pembangunan : Beberapa Pemikiran Pemecahan, Sinar Grafika, Jakarta.

Moleong, Lexi J., 2000, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung. Nurcholis Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.

Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Osborne, David, dan Ted Gaebler, dalam Roshid 1992, Reinventing Government : How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector, Addison-Wesley.


(5)

Osborne, David dan P. Plastrik, 1997, Banishing Bureaucracy : The Five Strategies for Reinventing Government, New York, Addison–Wesley.

Siagian, Sondang P., 1994, Patologi Birokrasi, Ghalia Indonesia, Jakarta. Soetopo, 1999, Pelayanan Prima, LAN RI, Jakarta.

Sugiyono, 1998, Metode Penelitian Administratif, Rineka Cipta, Jakarta.

Supriatna, Tjahya, 2000, Administrasi Birokrasi dan Pelayanan Publik, Nimas Multima, Jakarta.

Thoha, Miftah, 1996, Deregulasi dan Debirokratisasi dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Masyarakat : dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia, LP3ES, Jakarta.

Tjiptono, Fandy, 1995, Strategi Pemasaran, Andi Offset, Jogjakarta.

Warassih Esmi. 2005. Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang: Suryandaru Utama.

Widodo, Joko, 2001, Good Governance : Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Insan Cendekia, Surabaya.


(6)

Peraturan-peraturan :

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum.

Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 22 Tahun 2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara

Peraturan Bupati Tapanuli Utara Nomor 07 Tahun 2007 Tentang Susunan Tugas Kepala Kantor, Kepala Sub Bagian Dan Kepala Seksi Pada Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara

Keputusan Bupati Tapanuli Utara Nomor 143 Tahun 2007 Tentang Pelimpahan Sebahagian Kewenangan Pengolahan, Penerbitan, Dan Penandatanganan Perijinan Kepada Kepala Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara