Partai Politik dalam Kabinet Indonesia B

Partai Politik dalam Kabinet Pemerintahan Indonesia Bersatu II:
Nestapa Krisis Integritas dalam Kepemimpinan Nasional
Ravio Patra (170210110019)*
__________________________________________________________________

Hanya dalam hitungan waktu sekitar satu tahun ke depan, masa pemerintahan
presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan segera berakhir. Dengan kabinet
Indonesia Bersatu Jilid II yang diusungnya, periode kedua pemerintahan
Yudhoyono dapat dikatakan mengalami penurunan drastis baik dalam aspek
pelaksanaan administrasi pemerintahan maupun dari segi pencapaian yang
signifikan bagi kesejahteraan rakyat.
Buruknya kinerja kabinet pemerintahan Indonesia Bersatu II tentunya
sedikit banyak berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Tanpa
bermaksud hiperbolis, kemunduran dalam banyak aspek ini seakan-akan
membangkitkan kembali sejarah kelam rezim Orde Baru yang akrab dengan
penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah hingga kemudian
diakhiri oleh klimaks berupa krisis moneter besar-besaran pada medio 1998.

Kabinet Indonesia Bersatu II dan Berbagai Permasalahannya
Meskipun terkesan tendensius, namun tren yang ada menunjukkan bahwa hanya
dalam tiga tahun semenjak kabinet Indonesia Bersatu II dijalankan, terjadi

peningkatan praktik korupsi besar-besaran di kalangan pejabat pemerintah,
terutama di lingkup kementerian dan parlemen. Menurut data dari Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK (Ichsan, 2013), 43% anggota
legislatif hingga akhir tahun 2012 terindikasi terlibat berbagai kasus korupsi.
Di antara berbagai kasus yang berhasil dikuak, rentetan penahanan kader
Partai Demokrat terkait berbagai kasus korupsi tanpa diragukan lagi adalah yang
paling menarik perhatian. Sebagai partai besar pemenang Pemilihan Umum 2009,
wajar rasanya apabila kasus ini menjadi begitu high-profile di berbagai lapisan
*

Mahasiswa tahun kedua program sarjana Ilmu Hubungan Internasional, FISIP Universitas
Padjadjaran.

1

Ravio Patra

Lomba Karya Tulis Sosial Politik 2013

masyarakat. Bahkan baru-baru ini, ketua umum Partai Demokrat, Anas

Urbaningrum, juga ikut ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (Muhammad, 2013) sekenaan dengan kasus Hambalang yang juga telah
menyeret banyak kader lainnya, termasuk anggota parlemen Angelina Sondakh.
Bukan hanya Partai Demokrat, kasus korupsi di tubuh juga menimpa banyak
partai lainnya tanpa pandang bulu. Partai Keadilan Sejahtera, misalnya, meskipun
berhaluan Islamis, tak luput setelah pimpinan partainya ikut diciduk KPK akibat
ditengarai

terlibat

kasus

korupsi

daging

sapi

impor.


Meskipun

tidak

merepresentasikan masyarakat Islam keseluruhan, fenomena ini tentunya menjadi
wake-up call bahwa kemapanan partai-partai ‘dakwah’ selama ini tidak serta

merta menghindarkan kadernya dari praktik rasuah.
Eskalasi problematika rasuah ini tentunya memprihatinkan, sebab
menunjukkan bahwa permasalahan yang menjangkiti kabinet pemerintahan
Indonesia Bersatu II tidak dapat divonis sebagai sesuatu yang sistemis
sepenuhnya. Peran para aktor politik yang mengemban kekuasaan tentunya jauh
lebih krusial dalam praktik-praktik penyelewengan seperti ini. Dengan meratanya
pelaku korupsi dari hampir seluruh partai politik yang saat ini tergabung dalam
kabinet Indonesia Bersatu II, esensi yang dapat dipahami adalah bahwa
permasalahan ini semakin mengkhawatirkan karena menunjukkan adanya cacat
karakter di tengah-tengah percaturan politik nasional. Cacat yang berakar pada
krisis integritas dalam karakter para pemangku kekuasaan.

Partai Politik dan Krisis Integritas dalam Pemerintahan

Dalam studi etika (Lucaites 1999, h. 92), integritas dipahami sebagai konsistensi
yang memersonifikasikan kejujuran dan kebenaran. Indikasi pentingnya integritas
sebagai bagian dari karakter yang baik terlihat pada bagaimana integritas
membuat setiap tindakan yang diambil oleh seseorang selaras dengan pemikiran
dan nilai-nilai yang dipercayanya. Tanpa integritas, maka seseorang dapat dengan
mudah terpengaruh oleh lingkungannya sehingga rentan mengalami inkonsistensi
pola pikir maupun perilaku yang bisa menyebabkan hilangnya kesadaran akan
tanggung jawab yang diemban.

Partai Politik dalam Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II

2

Ravio Patra

Lomba Karya Tulis Sosial Politik 2013

Dalam pelaksanaan pemerintahan, integritas memainkan peran yang tak
dapat dikerdilkan sama sekali. Apabila para kader partai politik maupun pejabat
publik lainnya memiliki karakter yang berintegritas, maka semestinya berbagai

permasalahan yang akrab dengan kabinet pemerintahan Indonesia Bersatu II ini
dapat dihindari dengan metode-metode dalam dimensi preventif. Dengan
konsistensi pemikiran dan perilaku, setinggi atau sekuat apapun kewenangan yang
dipercayakan kepada seorang pejabat publik tidak akan mampu menggoyahkan
pendiriannya yang ditopang oleh pilar-pilar integritas.
Pun halnya dengan keberadaan partai politik di dalam tubuh kabinet
Indonesia Bersatu II ini. Sebagai platform di mana banyak pejabat publik
berafiliasi atau berpartisipasi sebagai simpatisan politis, peran partai politik
tentunya tak tergantikan terutama dalam membangun karakter serta idealisme para
kadernya sesuai dengan visi yang diusung oleh partai. Meskipun visi yang
diusung oleh setiap partai politik berbeda, tentunya semua mestilah bermuara
pada satu tujuan yang sama, yaitu untuk membangun negeri melalui pos-pos
pemerintahan strategis

dengan mengedepankan kepentingan negara dan

masyarakat di atas kepentingan partai. Melalui proses induksilah, integritas dapat
ditanamkan sebagai karakter utama para kader partai politik, terutama di tengahtengah badai krisis kepemimpinan nasional.
Dampak yang diakibatkan secara langsung oleh krisis integritas di dalam
percaturan politik nasional tentunya berpengaruh secara signifikan terhadap rakyat

Indonesia. Partai politik pun dalam hal ini memiliki peranan sebagai kelompok
kepentingan yang bertugas melakukan pendidikan dan indoktrinasi politis
terhadap masyarakat. Sayangnya, banyak partai politik di masa kabinet
pemerintahan Indonesia Bersatu II ini lupa akan tugas dan kewajibannya sehingga
malah berfokus pada perebutan kekuasaan di tingkat pemerintahan. Salah satu
bukti nyata perebutan kekuasaan ini terlihat dalam prosesi pembentukan koalisi
antarpartai pemenang pemilu dan oposisi di pihak lain yang semestinya tidak
perlu ada di dalam sistem pemerintahan presidensial yang digunakan Indonesia.
Pembagian kekuasaan di antara partai politik semakin nyata ketika dilihat di
tingkatan pejabat menteri kabinet. Sudah bukan rahasia lagi bahwa kabinet

Partai Politik dalam Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II

3

Ravio Patra

Lomba Karya Tulis Sosial Politik 2013

disusun oleh nama-nama yang terdiri atas para pakar di bidangnya masing-masing

serta para kader terpilih dari partai-partai yang mendapatkan ‘jatah’ kursi di
kementerian tertentu. Sayangnya, hal ini bukannya menjadi momentum kerjasama
bagi para partai politik, malah lebih cenderung menimbulkan tensi tersendiri
akibat tarik-ulur jabatan. Ditambah pula dengan ketidaktegasan presiden
Yudhoyono (Supriadin, 2011), adalah keniscayaan bahwa menteri-menteri yang
menjabat saat ini beberapa di antaranya bahkan tidak dapat dikatakan memiliki
kompetensi atau kelayakan untuk memangku jabatannya.
Di samping masalah relevansi antara kepakaran dan pos jabatan yang
diterima, prosesi bagi-bagi jabatan ini juga menimbulkan kecaman dalam
masyarakat akibat banyaknya kader partai yang menunjukkan ketidakpekaan
terhadap berbagai masalah sosial. Dalam pemberitaan oleh media massa beberapa
waktu yang lalu, misalnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero
Wacik, yang juga merupakan salah satu orang terdekat presiden Yudhoyono di
Partai Demokrat, mengeluarkan pernyataan (Benedictus, 2013) bahwa opsi
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak yang menajdi polemik harus segera
dilaksanakan. Apabila tidak, menurut Wacik, gaji para menteri dan anggota
parlemen tidak akan bisa dibayarkan.
Meskipun pernyataan ini tidak dapat dikatakan salah sepenuhnya, namun
tentu masyarakat berharap bahwa para negarawan yang memangku jabatan
memiliki kepedulian lebih terhadap masyarakat dibandingkan pada kesejahteraan

pribadi masing-masing. Bukan hanya Wacik sebenarnya, melainkan banyak kader
partai politik lain yang seakan-akan lupa bahwa alasan mereka menduduki
jabatannya masing-masing, pada prinsipnya, adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Pun pernyataan Wacik yang jauh dari kesan sensitif dan
peka hanya semakin mempertegas betapa nilai-nilai integritas sebagai karakter
ideal seorang pejabat publik telah tergadaikan oleh limpahan materi dan
kekuasaan yang lepas kendali. Oleh karena itulah, apabila ingin memperbaiki
kredibilitasnya yang kepalang hancur akibat berbagai kegagalan kabinet Indonesia
Bersatu II, partai politik perlu memperbaiki kualitas para kadernya.

Partai Politik dalam Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II

4

Ravio Patra

Lomba Karya Tulis Sosial Politik 2013

Kesimpulan
Terlepas dari berbagai sisi buruknya, keberadaan partai politik dalam sistem

pemerintahan negara manapun, termasuk di Indonesia, tidak dapat dipungkiri
begitu signifikan. Inilah yang membuat para pejabat publik dari tingkat tertinggi
hingga terendah perlu memahami bahwa kebijakan apapun sudah semestinya
dimaksudkan demi kebaikan masyarakat luas, bukan partai politik masing-masing
apalagi kebaikan diri sendiri. Meskipun terkesan tidak realistis bahkan cenderung
utopis, hanya dengan mewujudkan hal inilah keterlibatan partai politik dalam
sistem pemerintahan dapat menghasilkan keluaran yang ideal sesuai konsep yang
dimaksudkan sedari awal.
Memahami betapa peliknya posisi partai politik dalam pelaksanaan
pemerintahan, terutama di kabinet pemerintahan Indonesia Bersatu jilid II saat ini,
maka membangun karakter para kader partai politik agar memiliki perisai
integritas yang kuat sudah selayaknya menjadi prioritas bagi setiap partai politik
tanpa terkecuali. Dengan integritas yang termanifestasikan melalui konsistensi
sikap dan pemikiran para kadernya, maka partai politik dapat bekerjasama dalam
artian yang sebenarnya sebagai agen pembangunan negara.
Menjelang pelaksanaan pemilihan umum pada tahun 2014 nanti, tak ada
salahnya kalau kemudian partai-partai politik mulai benar-benar memperketat
proses penyaringan kadernya yang akan ditempatkan di pos-pos strategis
pemerintahan. Bukan berarti kalangan-kalangan seperti selebritis atau para politisi
dadakan kemudian menjadi kehilangan haknya berpartisipasi dalam pemerintahan,

namun lebih kepada pencarian kader yang tepat untuk tugas yang tepat pula.
Apabila kondisi pemerintahan yang miskin integritas terus berlanjut tanpa
adanya perbaikan signifikan, maka kabinet pemerintahan berikutnya bukan tidak
mungkin malah akan meneruskan estafet kegagalan kabinet Indonesia Bersatu II.
Nestapa krisis integritas dalam pentas kepemimpinan nasional yang melanda
bangsa ini bukan hanya bisa menggerogoti jalannya pemerintahan, tapi bisa pula
menjangkiti hingga ke bagian-bagian terkecil dalam masyarakat. Untuk itulah,
peran partai politik perlu direstorasi dengan memulai gerakan pembangunan
karakter pemimpin nasional yang kental dengan nila-nilai integritas.■

Partai Politik dalam Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II

5

Ravio Patra

Lomba Karya Tulis Sosial Politik 2013

REFERENSI


Benedictus, Hans Henricus (2013) Jero Wacik Sebut Jika BBM Tak Naik Gaji
Menteri & Anggota DPR Tak Bisa Dibayar [WWW] Detik Finance.
http://finance.detik.com/read/2013/04/30/205713/2234571/1034/jero-wacik-se
but-jika-bbm-tak-naik-gaji-menteri-anggota-dpr-tak-bisa-dibayar [10/05/2013].
Ichsan, A. Syalaby (2013) PPATK: Anggota DPR 2009-2014 Paling Sering
Korupsi [WWW] Republika . http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum
/13/01/02/ppatk-anggota-dpr-20092014-paling-sering-korupsi [10/05/2013].
Lucaites, John Louis; Condit, Celeste Michelle; dan Caudill, Sally (1999)
Contemporary Rhetorical Theory: A Reader . New York: Guilford Press.

Muhammad, Djibril (2013) Anas Jadi Tersangka, Wartawan KPK Tepuk Tangan
[WWW] http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/02/23/mimtzhanas-jadi-tersangka-wartawan-kpk-tepuk-tangan [10/05/2013].
Rozy, Firardy (2013) Bagi-Bagi Jabatan ala SBY [WWW] Rakyat Merdeka .
http://www.rmol.co/read/2013/04/20/107263/Bagi-Bagi-Jabatan-ala-SBY
[10/05/2013].
Sopyani, Yayan (2013) Proses Kaderisasi Partai Dirusak Politik Dinasti [WWW]
Republik Merdeka . http://www.rmol.co/read/2013/04/30/108468/Proses-Kaderi

sasi-Partai-Dirusak-Politik-Dinasti [10/05/2013].
Supriadin, Jayadi (2011) Menteri SBY Memble akibat Hasil Pembagian
Kekuasaan [WWW] Tempo. http://tempo.co/read/news/2011/07/08/07834479/
Menteri-SBY-Memble-Akibat-Hasil-Pembagian-Kekuasaan [10/05/2013].

Partai Politik dalam Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II

6

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Kekerasan rumah tangga terhadap anak dalam prespektif islam

7 74 74

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147