Contoh Kasus Ekonomi Internasional di In

Contoh Kasus Ekonomi Internasional di
Indonesia
KASUS DUGAAN DUMPING TERHADAP EKSPOR PRODUK KERTAS INDONESIA KE
KOREA
Pengertian dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional
adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga
lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri,
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut.
Sedangkan menurut kamus hukum ekonomi dumping adalah praktik
dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di pasaran
internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah
daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual
kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat
merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimport.
Menurut Robert Willig ada 5 tipe dumping yang dilihat dari tujuan
eksportir, kekuaran pasar dan struktur pasar import, antara lain : Market
Expansion Dumping, Cyclical Dumping, State Trading Dumping, Strategic
Dumping, Predatory Dumping. Praktek dumping merupakan praktek dagang
yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, praktek dumping akan
menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam

negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya
jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang
sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang
sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti
pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri
barang sejenis dalam negeri. Praktek anti-dumping adalah salah satu isu penting
dalam menjalankan perdagangan internasional agar terciptanyafair trade.
Mengenai hal ini telah diatur dalam Persetujuan Anti-Dumping (AntiDumping Agreement atau Agreement on the Implementation of Article VI of GATT
1994). Tarif yang diikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara sama
kepada semua mitra dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran
arus perdagangan barang. Studi Kasus : “Tuduhan Praktek Dumping yang
dilakukan oleh Indonesia : Pada Sengketa Anti-Dumping Produk Kertas dengan
Korea Selatan” Indonesia sebagai negara yang melakukan perdagangan
internasional dan juga anggota dari WTO, pernah mengalami tuduhan praktek
dumping pada produk kertas yang diekspor ke Korea Selatan. Kasus ini bermula
ketika industri kertas Korea Selatan mengajukan petisi anti-dumping terhadap
produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30
September 2002. Perusahaan yang dikenakan tuduhan dumping adalah PT. Indah
Kiat Pulp & Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp & Mills, PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
dan April Pine Paper Trading Pte Ltd. Produk kertas Indonesia yang dikenai


tuduhan
dumping
mencakup
16
jenis
produk,
tergolong
dalam
kelompokuncoated paper and paper board used for writing, printing, or other
graphic purpose serta carbon paper, self copy paper and other copying atau
transfer paper. Indonesia untuk pertama kalinya memperoleh manfaat dari
mekanisme penyelesaian sengketa atau Dispute SettlementMechanism (DSM)
sebagai pihak penggugat utama (main complainant) yang merasa dirugikan atas
penerapan peraturan perdagangan yang diterapkan oleh negara anggota WTO
lain. Indonesia mengajukan keberatan atas pemberlakuan kebijakan antidumping Korea ke DSM dalam kasus Anti-Dumping untuk Korea-Certain Paper
Products. Indonesia berhasil memenangkan sengketa anti-dumping ini. Indonesia
telah menggunakan haknya dan kemanfaatan dari mekanisme dan prinsipprinsip multilateralisme sistem perdagangan WTO terutama prinsip transparansi.
Investigasi anti-dumping juga harus dihentikan jika fakta dilapangan
membuktikan bahwa marjin dumping dianggap tidak signifikan (dibawah 2% dari

harga ekspor) .Dan jika volume impor dari suatu produk dumping sangat kecil
volume impor kurang dari 3% dari jumlah ekspor negara tersebut ke negara
pengimpor, tapi investigasi juga akan tetap berlaku jika produk dumping impor
dari beberapa negara pengekspor secara bersamaan diperhitungkan berjumlah
7% atau lebih.
Penyelesaian Kasus
Dalam kasus ini, dengan melibatkan beberapa subyek hukum
internasional secara jelas menggambarkan bahwa kasus ini berada dalam
cakupan internasional yakni dua negara di Asia dan merupakan anggota badan
internasional WTO mengingat keduanya merupakan negara yang berdaulat. Dan
kasus dumping yang terjadi menjadi unsur ekonomi yang terbungkus dalam
hubungan dagang internasional kedua Negara dengan melibatkan unsur aktoraktor non negara yang berasal dari dalam negeri masing-masing negara yaitu
perusahaan-perusahaan yang disubsidi oleh pemerintah untuk memproduksi
produk ekspor. Dumping merupakan suatu tindakan menjual produk-produk
impor dengan harga yang lebih murah dari harga dan ini merupakan
pelanggaran terhadap kesepakatan WTO. Indonesia meminta bantuan DSB WTO
dan melalui panel meminta agar kebijakan anti dumping yang dilakukan korea
ditinjau kembali karena tidak konsisten dengan beberapa point artikel
kesepakatan seperti artikel 6.8 yang paling banyak diabaikandan artikel lainnya
dan Indonesia juga meminta Panel terkait dengan artikel 19.1 dari Understanding

on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU) untuk
meminta Korea bertindak sesuai dengan kesepakatan GATT dan membatalkan
kebijakan anti dumping impor kertas yang dikeluarkan oleh mentri keuangan dan
ekonominya pada tanggal 7 november 2003.
Yang menjadi aspek legal disini adalah adanya pelanggaran terhadap
artikel kesepakatan WTO khususnya dalam kesepakatan perdagangan dan
penentuan tariff seperti yang tercakup dalam GATT dan dengan adanya
keterlibatan DSB WTO yang merupakan suatu badan peradilan bagi
permasalahan-permasalahan di bidang perdagangan. Ini menegaskan bahwa

masalah ini adalah masalah yang berada di cakupan Internasional, bersifat legal
dan bergerak dalam bidang ekonomi. Sifat legal atau hukumnya terlihat juga
dengan adanya tindakan Retaliasi oleh pemerintah Indonesia karena Korea dinilai
telah bertindak ‘curang’ dengan tidak melaksanakan keputusan Panel Sementara
DSB sebelumnya atas kasus dumping kertas tersebut yang memenangkan
Indonesia dimana retaliasi diijinkan dalam WTO. Sekretaris Direktorat Jenderal
Kerja Sama Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan mengatakan
dalam putusan Panel DSB pada November 2005 menyatakan Korsel harus
melakukan rekalkulasi atau menghitung ulang margin dumping untuk produk
kertas asal Indonesia. Untuk itu, Korsel diberikan waktu untuk melaksanakan

paling lama delapan bulan setelah keluarnya putusan atau berakhir pada Juli
2006. Panel DSB menilai Korsel telah melakukan kesalahan dalam upaya
membuktikan adanya praktik dumping kertas dari Indonesia. Pengenaan tuduhan
dumping kertas melanggar ketentuan antidumping WTO. Korea harus
menghitung ulang margin dumping sesuai dengan hasil panel maka ekspor
kertas Indonesia ke Korsel kurang dari dua persen atau deminimis sehingga tidak
bisa dikenakan bea masuk antidumping.
Panel Permanen merupakan panel tertinggi di WTO jika putusan Panel
Permanen juga tidak ditaati oleh Korsel, Indonesia dapat melakukan retaliasi,
yaitu upaya pembalasan atas kerugian yang diderita. Dalam retaliasi, Indonesia
dapat mengenakan bea masuk atas produk tertentu dari Korsel dengan nilai
kerugian yang sama selama pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).
Korean Trade Commision yang merupakan otoritas dumping Korsel mengenakan
BMAD 2,8-8,22 persen terhadap empat perusahaan kertas, seperti yang telah
disebutkan diatas yaitu PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, PT Pindo Deli Pulp & Paper
Mills, PT Indah Kiat Pulp & Paper, dan PT April Fine sejak 7 November 2003.
Dalam membuat tuduhan dumping, KTC menetapkan margin dumping kertas dari
Indonesia mencapai 47,7 persen. Produk kertas yang dikenakan BMAD adalah
plain paper copier dan undercoated wood free printing paper dengan nomor HS
4802.20.000; 4802.55; 4802.56; 4802.57; dan 4809.4816.

Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai
prosedur terhadap Korsel. Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga mengirim surat
pengajuan konsultasi. Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15 November 2006
namun gagal. Korea masih belum melaksanakan rekalkulasi dan dalam
pertemuan Korea mengulur-ulur waktu. Tindakan Korsel tersebut sangat
merugikan industri kertas Indonesia. Ekspor kertas ke Korsel anjlok hingga 50
persen dari US$ 120 juta. Kerugian tersebut akan berkepanjangan sebab Panel
juga menyita waktu cukup lama, paling cepat tiga bulan dan paling lama enam
bulan.
Kasus dumping Korea-Indonesia pada akhirnya dimenangkan oleh
Indonesia. Namun untuk menghadapi kasus-kasus dumping yang belum
terselesaikan sekarang maka indonesia perlu melakukkan antisipasi dengan
pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping untuk melindungi industri dalam
negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang impor. Selain itu, diperlukan
penetapkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dalam rangka proses

investigasi praktek dumping (ekspor dengan harga lebih murah dari harga di
dalam negeri) yang diajukan industri dalam negeri. selama ini, Indonesia belum
pernah menerapkan BMADS dalam proses penyelidikan dumping apapun padahal
negara lain telah menerapkannya pada tuduhan dumping yang sedang diproses

termasuk kepada Indonesia. Padahal hal ini sangat diperlukan seperti dalam
rangka penyelidikan, negara yang mengajukan petisi boleh mengenakan BMADS
sesuai perhitungan injury (kerugian) sementara. Jika negara eksportir terbukti
melakukan dumping, maka dapat dikenakan sanksi berupa BMAD sesuai hasil
penyelidikan. Karenannya, pemerintah harus mengefektifkan Komite Anti
Dumping Indonesia (KADI) yang merupakan institusi yang bertugas
melaksanakan penyelidikan, pengumpulan bukti, penelitian dan pengolahan
bukti dan informasi mengenai barang impor dumping, barang impor bersubsidi
dan lonjakan impor.
Analisis Kasus
Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus antara Korea dan
Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping woodfree copy
paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar.
Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti
dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November
2003. dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami
kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002
mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
Karenanya, Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk menghadapi
kasus dumping ini, kasus ini bermual ketika industri kertas Korea mengajukan

petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara lain yang
tergolong dalam uncoated paper and paperboard used for writing dan printing or
other grafic purpose produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commision
(KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai Bea
Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas
Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April
Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC
menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel
dengan ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah
Kiat diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan
Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta
diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004
gagal mencapai kesepakatan.
Karenanya, Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute
Settlement Body/DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel
dan setelah melalui proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan
dan menyetujui gugatan Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan
agreement on antidumping WTO dalam mengenakan tindakan antidumping
terhadap produk kertas Indonesia. Panel DSB menilai Korea telah melakukan
kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktek dumping produk kertas


dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan kesalahan dalam menentukan
bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian akibat praktek dumping dari
produk kertas Indonesia

Sumber:
http://inggritnp.blogspot.co.id/2015/05/kasus-yang-berkaitan-dengan.html
https://bebellarizki.wordpress.com/2015/05/24/ekonomi-internasional-contohkasus-dalam-ekonomi-internasional-kasus-dugaan-dumping-terhadap-eksporproduk-kertas-indonesia-ke-korea/