Makalah Pendidikan Agama Islam Perbedaan
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PERBEDAAN BANK SYARIAH
DAN BANK KONVENSIONAL
Oleh :
Muhammad Febi Muharam
H1H014008
Desita Rahmah Puteri
H1H014045
Satrio Haryu Wibowo
H1H014046
BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Perbedaan Bank Syariah dan Bank
Konvensional” dengan tepat waktu. Sholawat serta salam tak lupa penulis
sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafa’atnya kelak di yaumul kiamah.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, teman-teman, dan
dosen, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Universitas Jenderal Soedirman. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen mata kuliah agama
Bapak Wahyudin, penulis meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
makalah ini di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.
Purwokerto, 25 Juni 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1. Latar Belakang..............................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................4
1.3. Tujuan............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
2.1. Pengertian bank.............................................................................................5
2.2. Pengertian Bank Konvensional.....................................................................5
2.3. Bank Syari’ah..............................................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................25
3.1. Kesimpulan..................................................................................................25
3.2. Saran............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring berjalannya ekonomi yang terlihat mendesak untuk ditanggulangi
adalah interaksi umat Islam dengan bank. Bank-bank konvensional yang ada
sekarang ini menawarkan sistem bunga, yang dalam Islam identik dengan riba.
Islam melarang adanya riba, dan setiap pelanggaran atas ketentuan ini merupakan
perbuatan dosa kepada Allah. Oleh karena itu diperlukan lembaga-lembaga
perbankan yang Islami yang bebas dari praktek-praktek riba, sehingga umat Islam
dapat menyalurkan investasi sesuai syari’at Allah.
Dipungkiri atau tidak, ternyata kehidupan kita sehari-hari tidak akan bisa
terlepas dengan yang namanya bank. Baik berupa Bank Konvensional atau Bank
Syariah. Oleh karena itu, makalah ini kami sajikan guna mengupas transaksi Bank
Konvensional dan Bank Syariah.
1.2. Rumusan Masalah
a) Apakah Bank Konvensional dan Bank Syariah itu?
b) Apakah perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah?
c) Sejarah Bank Konvensional dan Bank Syariah?
1.3. Tujuan
a) Untuk mengetahui Bank Konvensional dan Bank Syariah
b) Untuk mengetahui perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah
c) Untuk Mengetahui sejarah dari bank Konvensional dan Bank Syariah
terutama di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian bank
Bank secara etimologis berasal dari bahasa Italia yaitu kata benda yang
berarti bangku /tempat duduk. Bank disebut demikian karena pada abad
pertengahan orang-orang yang memberikan pinjaman melakukan usahanya di atas
bangku-bangku. Bank atau Perbankan sebagai suatu lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran
dan peredaran uang, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kredit dengan
modal sendiri atau orang lain, selain itu juga mengedarkan alat tukar baru dalam
bentuk uang bank atau giral.
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang
perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Di Indonesia,
menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 disebutkan juga
bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.2.
Pengertian Bank Konvensional
Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank
umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan
menghilangkan kalimat “…dan atau berdasarkan prinsip syariah …”•, sehingga
definisi bank konvensional menjadi “bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran”.
Konvensional sebenarnya berasal dari bahasa Inggris “convention”, dalam
bahasa Indonesia berarti pertemuan, jadi bank konvensional adalah bank yang
mekanisme operasinya berdasarkan sistem yang disepakati bersama dalam suatu
pertemuan (kesepakatan). Namun secara realita, sistem perbankan yang
menggunakan bunga ini tidak pernah disepakati bersama dalam suatu konvensi
apapun. Hal inilah yang kemudian menyebabkan bunga yang diambil oleh Bank
konvensional menjadi riba. (konvensional) Bank Umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (untuk seterusnya penggunaan
istilah bank umum merujuk kepada bank konvensional).
2.2.1. Macam-Macam Bentuk Bank Konvensional
A. Bank pemerintah
Adalah bank dimana sebagian atau seluruh saham dimiliki oleh
pemerintah. Contoh bank pemerintah adalah bank mandiri dan bank negara
indonesia (BNI) serta bank rakyat indonesia (BRI).
B. Bank swasta
Adalah bank dimana sebagian besar sahamnya dimiliki swasta nasional
serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, pembagian keuntungannya juga
untuk swasta nasional. Bank swasta dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Bank swasta nasional devisa. Contoh dari bank swasta nasional devisa adalah
bang mega, bank bukopin serta bank central asia (BCA).
b. Bank swasta nasional nondevisa. Contoh dari bank swasta nasional non devisa
adalah bank mayora, bank bisnis internasional serta bank mitraniaga
C. Bank pembangunan daerah
Adalah bank yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh
Pemerintah Daerah Provinsi. contoh bank pembangunan rakyat antara lain bank
DKI, bank Jateng atau bank Jabar.
D. Bank campuran
Adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank
umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh WNI (dan/atau badan
hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh WNI), dengan satu atau lebih
bank yang berkedudukan di luar negeri. Contoh bank campuran adalah bank
commenwealth dan bank central indonesia.
E. Bank asing
Adalah bank yang seluruh saham dimiliki oleh negara lain tetapi didirikan
atau membuka cabang di indonesia. Contoh bank asing antara lain citybank dan
HSBC.
2.2.2. Fungsi bank konvensional
Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah
peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Seperti yang diuraikan di bawah ini
menunjukkan pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern
(Manurung dan Rahardja, 2004):
1) penciptaan uang,
2) mendukung kelancaran mekanisme pembayaran,
3) penghimpunan dana simpanan,
4) mendukung kelancaran transaksi internasional,
5) penyimpanan barang-barang dan surat-surat berharga,
6) pemberian jasa-jasa lainnya
Pada bank konvensional, prinsip yang digunakan adalah:
1) Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh bank tanpa
memperhitungkan apakah bank sedang mendapatkan keuntungan atau tidak.
2) Besarnya bunga adalah tetap, baik bank sedang rugi atau laba. Walaupun
ekonomi sedang baik dan bank sedang mendapatkan banyak laba, akan tetapi
tetap bunga yang diberikan kepada nasabah tidak bertambah.
Ada beberapa keunggulan pada bank konvensional, yaitu:
1) Metode bunga telah lama dikenal masyarakat, Bank Konvensional lebih
mudah menarik nasabah penyimpan dana sehingga lebih mudah mendapatkan
modal.
2) Bank Konvensional lebih kreatif dalam menciptakan produk-produk.
3) Nasabah terbiasa dengan metode bunga dibandingkan metode bagi hasil.
4) Persaingan antar bank lebih menggairahkan dapat memacu untuk bekerja
lebih baik.
5) Peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintahan yang lebih
mapan bagi bank konvensional, sehingga bank lebih leluasa untuk bergerak
lebih pasti.
Selain Keunggulan, Bank Konvensional juga mempunyai kelemahan, yaitu:
1) Faktor manajemen yang ditandai oleh inkonsistensi penyaluran kredit,
campur tangan pemilik yang berlebihan dan manager yang tidak profesional .
2) Kredit bermasalah karena prosedur pemberian kredit tidak potensi dan
penampakan pemberian kredit pada grup sendiri dan kalangan tertentu
3) Praktik curang seperti bank dalam bank dan transaksi fiktif
4) Praktik spekulasi yang terlalu ambisius dan tanpa perhitungan,
Selain itu ada beberapa alasan mengapa banyak orang memanfaatkan jasa
perbankan konvensional:
1) Pertimbangan kemudahan lokasi atau aksesibilitas: lokasi kantor yg
strategis, banyaknya ATM
2) Kredibiltas / kepercayaan / keamanan
3) Pelayanan yang cepat
4) Jaringan yang luas dan maju, didukung dengan promosi lewat media massa
sehingga mudah dikenal masyarakat.
Akan tetapi, penerapan metode bunga dalam bank konvensional tetap
menimbulkan resiko bagi masyarakat. Penerapan metode bunga, terutama bagi
masyarakat yang tingkat ekonominya rendah atau masih lemah, dirasakan berat.
2.2.3. Sejarah Bank Konvensional
Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan
Hindia Belanda. Pada masa itu De javasche Bank, NV didirikan di Batavia pada
tanggal 24 Januari 1828 kemudian menyusul Nederlandsche Indische Escompto
Maatschappij, NV pada tahun 1918 sebagai pemegang monopoli pembelian hasil
bumi dalam negeri dan penjualan ke luar negeriserta terdapat beberapa bank yang
memegang peranan penting di Hindia Belanda. Bank-bank yang ada itu antara
lain:
1.
De Javasce NV.
2.
De Post Poar Bank.
3.
Hulp en Spaar Bank.
4.
De Algemenevolks Crediet Bank.
5.
Nederland Handles Maatscappi (NHM).
6.
Nationale Handles Bank (NHB).
7.
De Escompto Bank NV.
8.
Nederlansche Indische Handelsbank
Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik orang Indonesia dan orang-
orang asing seperti dari Tiongkok, Jepang, dan Eropa. Bank-bank tersebut antara
lain :
1.
NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank
2.
Bank Nasional indonesia.
3.
Bank Abuan Saudagar.
4.
NV Bank Boemi.
5.
The Chartered Bank of India, Australia and China
6.
Hongkong & Shanghai Banking Corporation
7.
The Yokohama Species Bank.
8.
The Matsui Bank.
9.
The Bank of China.
10.
Batavia Bank.
Di zaman kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan
berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah
Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain :
1.
NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank
OCBCNISP), didirikan 4 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung.
2.
Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang
dikenal dengan BNI ’46.
3.
Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini
berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.
4.
Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo.
5.
Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
6.
Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
7.
Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian
menjadi Bank Amerta.
8.
NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
9.
Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger
dengan Bank Pasifik.
10. Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari.
Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok
pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum,
Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syariah, dan juga Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
2.3.
Bank Syari’ah
Bank syari’ah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba.
Bank Islam atau bank syari’ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut bank tanpa bunga
adalah lembaga keuangan atau perbankan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta edaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari’ah Islam. Berdasarkan
pengertian tersebut, Bank Islam berarti bank yang tata cara bermuamalat secara
Islami, yakni mengacu pada ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Atau dengan kata
lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan Syariat Islam.
Bank
Syari’ah
merupakan
lembaga
keuangan
yang
berfungsi
memperlancar ekonomi di sektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi,
jual beli atau lainnya) yang berdasarkan prinsip syari’ah, yaitu aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau
pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan nilai
syari’ah, baik yang bersifat makro maupun mikro.
2.3.1. Sejarah Bank Syari’ah
Islam di dalam suatu kota besar yang dianggap sebagai salah satu dari
tempat yang heterogen dan yang paling rumit di wilayah Arab. Masyarakat telah
tumbuh di luar pembatasan suku bangsa dan kaum untuk membangun
kompleksitas dalam hal ekonomi dan politik. Selama itu kota besar menjadi
makmur dengan bisnis di dalam pinjaman dengan jumlah beban biaya yang lebih
besar. Pada awalnya pembentukan bank islam banyak diragukan karena beberapa
alasan. Pertama, banyak orang yang beranggapan bahwa sistem perbankan bebas
bunga (interest free) adalah suatu yang tidak mungkin dan tidak lazim. Kedua,
keraguan tentang bagaimana bank islam akan membiayai operasionalnya.
Meskipun
begitu
terdapat
beberapa
bukti
yang
menunjukkan
bahwa
pengembangan dari sistem perbankan islam berjalan dan mulai ada dari zamanya
nabi dan sahabat, bani umayyah dan bani abbasiyah, dan di masa eropa.
A. Di Zaman Nabi Muhammad SAW dan Sahabat
Perbankan adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama,
yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa
pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan
yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi
umat Islam sejak jaman Rasulullah SAW. Praktek-praktek seperti menerima
titipan harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan
bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman
Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu
menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dan setelah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman
Rasulullah. Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan "Al-Amin, dipercaya
oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir
sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayyidina Ali RA untuk
mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya. Dalam konsep ini,
yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut. Seorang sahabat
Rasulullah, Zubair Bin Al-Awwam, memilih tidak menerima titipan harta. Beliau
lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini
menimbulkan implikasi yang berbeda; pertama, dengan mengambil uang itu
sebagai pinjaman, beliau mempunyai hak untuk memanfaatkannya; kedua, karena
bentuknya pinjaman, maka ia berkewajiban mengambalikannya utuh. Sahabat
lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman uang ke Kufah. Juga tercatat
Abdullahbin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang keadiknya Misab
bin Zubair yang tinggal di Irak. Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan
dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang
paling tidak berlangsung dua kali setahun. Bahkan di jaman Umar Bin Khattab
RA, beliau menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang
berhak. Dengan cek ini kemudian mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang
ketika itu diimpor dari Mesir. Pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi
hasil, seperti mudharabah, musyarakah, muzara’ah.
Musaqah, telah dikenal sejak awal diantara kaum Muhajirin dan kaum
Anshar. Jelaslah bahwa ada individu-individu yang telah melaksanakan fungsi
perbankan di zaman Rasulullah SAW, meskipun individu tersebut tidak
melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang melaksanakan fungsi
menerima titipan harta, ada sahabat yang melaksanakan fungsi pinjam-meminjam
uang, ada yang melaksanakan fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang
memberikan modal kerja. Fungsi-fungsi Bank sudah dipraktekkan oleh para
sahabat di zaman Nabi SAW: Menerima Simpanan Uang, Memberikan
Pembiayaan, dan Jasa Transfer Uang. Biasanya satu orang hanya melakukan satu
fungsi saja.
B. Di Zaman Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah
Jelas saja institusi bank tidak dikenal dalam kosa kata fikih Islam, karena
memang institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa Rasulullah,
Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah. Namun fungsifungsi perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan transfer dana
telah lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang sesuai syariah. Di jaman
Rasulullah SAW fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh perorangan, dan biasanya
satu orang hanya melakukan satu fungsi saja. Baru kemudian, di jaman Bani
Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi
perbankan yang dilakukan oleh satu individu, dalam sejarah Islam telah dikenal
sejak zaman Abbasiyah. Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar
banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk
membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Ini diperlukan
karena setiap mata uang mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan
sehingga mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian
khusus ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Hal ini merupakan cikal-bakal praktek
penukaran mata uang(money changer). Istilah jihbiz mulai dikenal sejak
zaman Muawiyah (661-680M)
Persia, kahbad atau kihbud.
yang
Pada
sebenarnya
masa
dipinjam
dari
pemerintahan Sassanid,
bahasa
istilah
ini
dipergunakan untuk orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah.
Peranan
banker
pada
zaman
Abbasiyah
mulai
populer
pada
pemerintahan Muqtadir (908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir mempunyai
bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu
wahab sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnu
Wahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga
orang banker sekaligus: dua Yahudi dan satu Kristen. Kemajuan praktek
perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas
sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir telah meliputi tiga aspek,
yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam hal yang
terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu
memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah mendirikan
kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media
transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam,
adalah Sayf Al-Dawlah Al-Hamdani yang tercatat sebagai orang pertama yang
menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan Aleppo
(Spanyol sekarang).
C. Di Zaman Eropa
Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan yang dilakukan oleh
perorangan jihbiz kemudian dilakukan oleh institusi yang saat ini dikenal sebagai
institusi bank. Ketika bangsa Eropa mulai menjalankan praktek perbankan,
persoalan mulai timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen
bunga yang dalam pandangan fikih adalah riba, dan oleh karenanya haram.
Transaksi berbasis bunga ini semakin merebak ketika Raja Henry VIII pada tahun
1545, membolehkan bunga (interest) meskipun tetap mengharamkan riba (usury)
dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda (excessive). Ketika Raja Henry
VIII wafat, ia digantikan oleh Raja Edward VI yang membatalkan kebolehan
bunga uang. Ini tidak berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan oleh Ratu
Elizabeth I yang kembali membolehkan bunga uang.
Selanjutnya, bangsa Eropa mulai bangkit dari keterbelakangannya dan
mengalami renaissance. Penjelajahan dan penjajahan mulai dilakukan ke seluruh
penjuru dunia, sehingga kegiatan perekonomian dunia mulai didominasi oleh
bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang sama, peradaban muslim mengalami
kemerosotan dan negara-negara muslim satu per satu jatuh ke dalam cengkeraman
penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya, institusi-institusi perekonomian
umat muslim runtuh dan digantikan oleh institusi ekonomi bangsa Eropa.
Keadaan ini berlangsung terus sampai zaman modern kini. Karena itu, institusi
perbankan yang ada sekarang di mayoritas negara-negara muslim merupakan
warisan dari bangsa Eropa, yang notabene berbasis bunga.
D. Di zaman Modern
Pemikiran untuk mendirikan bank yang menggunakan prinsip bagi hasil
sudah muncul dalam waktu yang cukup lama. Hal ini ditandai dengan munculnya
pemikiran muslim yang menulis tentang perlunya dibangun bank islam dengan
prinsip bagi hasil, antara lain Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) Dan
Mahmud Ahmad (1952). Kemudian pada 1960-an Al-Maududi menulis secara
perinci tentang perlunya dibangun bank islam untuk mengimbangi praktik-praktik
bank konvensional yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip islam. Pemikiran
beliau ini ditindak lanjuti oleh Muhammad Hamidullah dengan menulis beberapa
buku berturut-turut pada 1994, 1995, 1957, dan 1962 yang kesemuanya itu
dikategorikan sebagai penggagas awal tentang perbankan islam.
Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing dalam bentuk bank
syariah modern mencatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yaitu
adanya upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Rintisan
bank syariah lainya adalah berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank pada 1963 di
Mesir yang dibangun oleh Dr. Ahmad El-Najar. Permodalan bank ini dibantu oleh
Raja Faisal dari Arab Saudi. Bank ini beroperasi tanpa bunga dan sejalan dengan
prinsip-prinsip ajaran agama islam ini sangat populer dan pada mulanya tumbuh
dengan baik. Oleh karena itu ada persoalan politik di Mesir bank ini ditutup dan
diambil alih oleh National Bank Of Egypt Dan Central Bank Of Egypt yang
dioperasikan berdasarkan prinsip ribawi. Pada 1972 sistem bank tanpa riba
diperkenalkan lagi di Mesir dengan ditandai berdirinya Nasser Social Bank.
Berdirinya bank ini lebih bersifat sosial daripada komersial.
Kesukaan Mit Ghamr mengelola bank dengan sistem bagi hasil, memberi
inspirasi bagi umat islam diseluruh dunia untuk membentuk bank islam dengan
sistem bagi hasil. Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah ditingkat
internasional muncul dalam konferensi negara islam sedunia di Kuala Lumpur,
Malaysia pada tanggal 21 s/d 27 april 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta.
Salah satu keputusan dalam konferensi ini adalah perlu segera dibentuk sebuah
bank syariah yang bersih dari sistem riba. Kemudian pada desember 1970 dalam
pertemuan menteri luar negeri negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di
Karachi, Pakistan, delegasi mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan
bank syariah. Proposal tentang berdirinya bank islam ini kemuian dikaji dengan
seksama oleh para ahli dari 18 negara islam yang semuanya menyetujui dibentuk
bank islam.
Selanjutnya pada sidang luar negeri negara Organisasi Konferensi Islam
(OKI) di Baghazi, Libya pada maret 1973 usulan tentang perlunya didirikan bank
syariah diagendakan lagi. Sidang kemudian memutuskan agar OKI mempunyai
bidang khusus yang menangani tentang hal-hal yang berhubungan dengan
ekonomi dan keuangan. Bulan Juli 1973 komite ahli yang mewakili negara islam
penghasil minyak bertemu di Jeddah, Arab Saudi untuk membicarakan berdirinya
bank syariah, sekaligus dibahas tentang anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga. Selanjutnya pada 1974, diadakan pertemuan menteri keuangan negara
OKI di Jeddah dan dalam pertemuan ini disetujui rancangan pendirian Bank
Pembangunan Islam (Islamic Development Bank) dengan modal awal dua milyar
dinar.
Setelah Islamic Development Bank (IDB) didirikan pada oktober 1975
yang beranggota 22 negara islam sebagai pendiri. Tujuan dibentuk bank ini adalah
untuk membantu finansial dalam membangun negara anggotanya, usaha untuk
mendirikan bank islam menyebar ke banyak negara. Beberapa negara islam
seperti Pakistan, Sudan, dan Iran mengubah seluruh sistem keuangan yang ada di
negara tersebut menjadi bebas bunga, sehingga semua lembaga keuangan di
negara tersebut beroperasi berdampingan dengan bank-bank konvensional.
Sekarang, perbankan syariah sudah mengalami perkembangan yang cukup
pesat dan menyebar ke seluruh dunia. Di Eropa tercatat "The Islamic Bank
International Of Denmark" tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi
berdasarkan prinsip syariah, bank ini mulai beroperasi pada 1983 di Denmark.
Sekarang bank-bank besar di negara-negara Eropa seperti City Bank, ANZ Bank,
Chase Mahatam Bank, dan Jardine Fleming telah pula membuka Islamic Window
agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariat islam.
E. Di Indonesia
Ide untuk mendirikan Bank yang menggunakan prinsip bagi hasil sudah
muncul sejak 1970-an. Gagasan ini dibicarakan pada seminar nasional hubungan
Indonesia dengan Timur Tengah pada 1974 dan dalam seminar internasional yang
dilaksanakan oleh Lembaga Study Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan
Yayasan Bhinika Tunggal Ika pada 1976. Setelah diadakan penelitian yang
mendalam, usaha untuk mendirikan bank syariah sedikit ada kendala, yaitu tidak
ada payung hukum yang mengatur tentang bank yang operasionalnya yang
memakai prinsip bagi hasil. Kalau tetap dioperasikan bank syariah itu, maka tidak
sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok
perbangkan yang berlaku pada waktu itu. Selain hambatan ini lahirnya bank
syariah ini dianggap sementara oleh pihak ada keterkaitan dengan faktor ideologi
yang dianggapnya bagian dari konsep negara islam.
Pada 1998 gagasan mengenai bank syariah muncul lagi dengan gagasan ini
muncul karena pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (PAKTO)
yang berisi liberalisasi di Indonesia. Setelah adanya rekomendasi lokakarya ulama
tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor pada tanggal 19-22 Agustus
1990, hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah
Nasional IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlansung di Hotel Sahid
Jaya, Jakarta pada 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas MUI ini
dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia. Hasil
kerja dari kelompok ini adalah dibentuknya PT. Bank Muamalah Indonesia
dengan ditandatangani akta pendiriannya pada 1 November 1991 dengan total
modal awal sebesar Rp. 106.126.382.000,-. Dana ini berasal dari presiden dan
wakil presiden, juga dari 10 Menteri Kabinet Pembangunan V, Yayasan Amal
Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Yayasan Supersemar, Yayasan
Dharmais, Yayasan Purna Bhakti Pratiwi, PT PAL, dan PT Pindad. Pada 1 Mei
1992 Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi.
Pada awal berdirinya, keberadaan PT Bank Muamalat Indonesian belum
mendapatkan perhatian yang optimal dalam tataan industri perbankan nasional.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, dimana
perbankan bagi hasil diakomodasikan dan diakui keberadaannya, maka
perkembangan bank syariah mulai menunjukkan prospeknya yang sangat bagus.
Dalam menanggapi beberapa pasal yang tersebut dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72
Tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil pada 30 Oktober 1992,
LNRI Nomor 119 Tahun 1992. Dalam peraturan pemerintah ini ditegaskan bahwa
bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata
berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha
yang tidak berdasarkan prrinsip bagi hasil, demikian juga sebaliknya.
Oleh karena Bank Muamalat dan bank-bank perkreditan rakyat tidak
menjangkau masyarakat islam lapisan bawah, maka dibentuklah lembaga-lembaga
simpan pinjam yang disebut Baitul Maal Wattamwil (BMT). Kemudian bank
muamalat juga mensponsori berdirinya Syarikat Takaful Indonesia dan menjadi
salah satu pemegang sahamnya. Selanjutnya pada 1997, Bank Muamalat
mensponsori lokakarya ulama tentang reksadana syariah oleh PT. Danareksa
Investment Management. Kemudian juga lahirnya pasar modal syariah, obligasi
syariah membuat perkembangan lembaga keuangan syariah tumbuh dan
berkembang cepat dengan hasil yang sangat menggembirakan. Menurut riset yang
dilakukan oleh Karim Business Consulting pada 2005 yang lalu menunjukkan
bahwa total aset bank syariah di indonesia diperkirakan akan lebih besar daripada
apa yang diperkirakan oleh Bank Indonesia. Total aset bank syariah diperkirakan
akan mencapai antara 1,92% sampai 2,31% dari industri perbankan nasional.
Pertumbuhan yang cukup signifikan ini disebabkan karena semakin baiknya
kapasitas disisi regulasi serta perkembangannya pemikiran masyarakat tentang
keberadaan bank syariah.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1998 tentang perubahan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan dalam bentuk surat keputusan
direksi Bank Indonesia dan peraturan Bank Indonesia, telah memberikan landasan
hukum yang kuat bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Peraturan
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia ini telah memberikan kesempatan untuk
mengembangkan bank syariah dengan cara mempermudah memberi izin usaha
dan mempermudah pembukuan kantor cabang serta diperkenankan bank umum
dapat menjalankan dua kegiatan usaha, baik secara konvensional maupun
berdasarkan prinsip syariah.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan telah memberikan peluang yang
lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah. Dari peraturan perundangundangan ini dapat diketahui bahwa tujuan dikembangkan bank syariah adalah
untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima
konsep bunga. Dengan dual banking system, mobilitas dana masyarakat dapat
diserap secara luas, terutama daerah-daerah yang tidak bisa dijangkau oleh bank
konvensional. Disamping itu, dengan dibukanya izin operasional bank syariah,
maka membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan
prinsip kemitraan, bukan hubungan formal antara debitur dan kreditur
sebagaimana yang terdapat pada bank konvensional.
2.3.2. Fungsi dan Peranan Bank Syariah
Bank syari’ah mempunyai fungsi secara umum meliputi:
1. Bertanggung jawab terhadap penyimpanan dana nasabah
2. Mengelola investasi dari dana yang diperoleh
3. Penyedia transaksi keuangan
4. Pengelola zakat, infaq dan shadaqoh.
Agar berhasil menjadi pendorong terwujudnya pembangunan ekonomi
nasional maka bank Syari’ah memiliki peranan sebagai perekat nasionalisme yang
berpihak pada ekonomi kerakyatan, beroperasi secara transparan, berfungsi
sebagai pendorong penurunan investasi spekulatif, pendorong peningkatan
efisiensi, mobilisasi dana masyarakat serta menjadi uswatun hasanah bagi praktek
usaha berlandaskan moral dan etika Islam.
2.3.3. Karakteristik Bank Syari’ah
Karakteristik bank Syari’ah dapat bersifat fleksibel, yang meliputi:
a) Keadilan, melarang riba tetapi menggunakan bagi hasil.
Riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun
pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah
dalam Islam.21
b) Kemitraan, yaitu saling memberi manfaat.
Posisi nasabah, investor, pengguna dana dan bank berada dalam hubungan
sejajar sebagai mitra usaha yang saling menguntungkan dan bertanggung
jawab di mana tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
d) Universal, melarang transaksi yang bersifat tidak transparan (gharar).
Menghindari penggunaan sumber daya yang tidak efisien, dan terbuka
seluas-luasnya bagi masyarakat tanpa membedakan agama, suku, dan ras.
2.3.4. Prinsip Operasional Bank Syari’ah
Berdasarkan surat keputusan direksi Bank Indonesia No.32/34/KEP/DIR
tanggal 19 Mei 1999 tentang bank umum berdasarkan prinsip Syari’ah, prinsip
operasional bank Syari’ah meliputi:
1. Prinsip titipan atau simpanan.
2. Prinsip bagi hasil.
3. Prinsip jual beli.
4. Prinsip sewa.
5. Prinsip jasa.
Penjelasan dari kutipan di atas adalah sebagai berikut:
1. Prinsip titipan atau simpanan (depository atau Al Wadi’ah).
Adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai
uang atau barang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk
menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
Berdasarkan jenisnya wadi’ah terdiri atas:
a. Wadi’ah Yad Amanah, yaitu akad penitipan barang atau uang di mana
pihak penerima tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang yang
dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan
barang atau titipan yang bukan diakibatkan kelalaian penerima titipan.
b. Wadi’ah Yad Damanah, yaitu akad penitipan barang atau uang dimana
pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang
dapat memanfaatkan barang atau titipan dan harus bertanggung jawab
terhadap kerusakan atau kehilangan barang titipan. Semua manfaat dan
keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang atau uang tersebut
menjadi hak penerima titipan.
2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Suatu prinsip penetapan imbalan yang diberikan kepada masyarakat
sehubungan dengan penggunaan atau pemanfaatan dana masyarakat yang
dipercayakan kepada bank. Besarnya imbalan yang diberikan berdasarkan
kesepakatan bersama dalam perjanjian tertulis antara bank dan nasabahnya.
Berdasarkan jenisnya terdiri dari :
a. Al-Musyarakah: Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
(amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
b. Al-Mudharabah: Akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).
c. Al-Muzara’ah: Kerjasama pengelola pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada
penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(persentase) dari hasil panen.
d. Al-Musaqah: Bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Sebagai imbalan, penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
3. Prinsip Jual Beli (Sale and Purchase)
Suatu prinsip penetapan imbalan yang akan diterima bank sehubungan
dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan, baik
untuk keperluan investasi maupun modal kerja, juga termasuk kegiatan usaha jual
beli, dimana dilakukan pada waktu bersamaan baik antara penjual dengan bank
maupun antara bank dengan nasabah sebagai pembeli, sehingga bank tidak
memiliki persediaan barang yang dibiayainya. Berdasarkan jenisnya terdiri dari:
a. Al- Murabahah: Akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberi tahu harga produk
yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannya. Jual beli ini dapat dilakukan untuk pembelian secara
pesanan.
b. Al-Salam: Akad jual beli barang pesanan yang pembelian barangnya
diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di muka
secara penuh.
c. Al-Istishna: Akad jual beli barang antara pemesan dengan penerima
pesanan. Spesifikasi dan harga pesanan disepakati di awal akad dengan
pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan.
4. Prinsip Sewa (Operational Lease and Financial Lease)
Prinsip sewa ini didasarkan pada :
a. Al-Ijarah: Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.
b. Ijarah wa Iqtina: Akad sewa-menyewa barang antara bank (muaajir)
dengan penyewa (mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang
ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada mustajir.
5. Prinsip Jasa (Fee Based Services)
Suatu prinsip penetapan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha lain
bank Syari’ah yang lazim dilakukan terdiri dari:
a. Al-Kafalah: Akad pemberian jaminan (makful alaih) yang diberikan
suatu pihak kepada pihak lain sebagai pemberi jaminan (kafiil) yang
bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu utang yang menjadi
hak penerima jaminan (makful).
b. Al-Hiwalah: Akad pemindahan piutang nasabah (muhil) kepada bank
(muhal alaih) dari nasabah lain (muhal). Muhil meminta muhal alaih untuk
membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul dari jual beli. Pada saat
piutang tersebut jatuh tempo, muhal akan membayar kepada muhal alaih.
Muhal akan memperoleh imbalan sebagai jasa pemindahan piutang.
c. Al-Kafalah: Akad pemberian kuasa dari dari pemberi kuasa (muwakhil)
kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksankan tugas (taukil) atas
nama pemberi kuasa.
d. Ar-Rahn: Akad penyerahan barang harta (markun) dari nasabah (rahim)
kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang.
e. Al-Qardhul Al-Hasan: Akad pinjaman dari bank (murqidh) kepada pihak
tertentu (muqtaridh) untuk tujuan sosial yang wajib dikembalikan sesuai
dengan pinjaman.
f. Sharf: Akad jual beli suatu valuta asing dengan valuta lainnya sesuai
dengan prinsip Syari’ah.
g. Ujr: Imbalan yang diminta atau diberikan atas suatu pekerjaan yang
diberikan.
2.3.5. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syari’ah
Secara singkat perbedaan antara bunga dengan bagi hasil dapat terlihat
pada tabel berikut:
No
Bunga
Bagi Hasil
.
1.
Penentuan bunga dibuat sewaktu perjanjian Penentuan bagi hasil dibuat sewaktu
tanpa berdasarkan kepada untung/rugi.
perjanjian dengan berdasarkan kepada
2.
untung/rugi.
Jumlah persen bunga berdasarkan jumlah Jumlah nisbah bagi hasil berdasarkan
3.
uang (modal) yang ada.
jumlah keuntungan yang telah dicapai.
Pembayaran bunga tetap seperti perjanjian Bagi hasil tergantung pada hasil
tanpa diambil pertimbangan apakah proyek proyek. Jika proyek tidak mendapat
yang dilaksanakan pihak kedua untung atau keuntungan atau mengalami kerugian,
rugi.
4.
maka resikonya ditanggung kedua
belah pihak.
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat Jumlah pemberian hasil keuntungan
walaupun jumlah keuntungan berlipat ganda.
5.
Pengambilan/pembayaran
bunga
meningkat sesuai dengan peningkatan
keuntungan yang didapat.
adalah Penerimaan/pembagian
keuntungan
haram.
adalah halal
Perbedaan pokok antara sistem bank Konvensional dengan sistem bank Islam
secara ringkas dapat dilihat dari 4 (empat) aspek seperti terlihat pada tabel berikut
ini:
No
1
2
Perbedaan Aspek
Falsafah
Bank Islam (Bank Syariah)
Bank Konvensional
Tidak berdasarkan atas bunga, Berdasarkan atas bunga
Operasional
spekulasi dan ketidakjelasan
- Dana masyarakat berupa titipan - Dana masyarakat berupa
dan investasi yang baru akan simpanan
mendapatkan
hasil
jika dibayar
diusahakan terlebih dahulu
yang
harus
bunganya
pada
saat jatuh tempo
- Penyaluran pada sektor
- Penyaluran pada sektor usaha yang
yang halal dan menguntungkan
menguntungkan,
aspek halal tidak menjadi
pertimbangan utama
3
Sosial
Dinyatakan secara eksplisit dan Tidak tersirat secara tegas
tegas yang tertuang dalam Visi
4
5
Organisasi
dan Misi bank
Harus memiliki Dewan Pengawas Tidak
Fungsi
Syariah (DPS).
Bisnis dan Sosial
memiliki
Pengawas Syariah.
Bisnis
Dewan
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1. Bank Konvensional adalah bank yang mekanisme operasinya berdasarkan
sistem yang disepakati bersama dalam suatu pertemuan (kesepakatan).
Sedangkan Bank Syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoerasiannya disesuaikan
dengan Syariat Islam.
2. Perbedaan bank Konvensional dan bank Syari’ah ada 4 aspek, yaitu
falsafalah, operasional, sosial, organisasi dan fungsi. Bank Konvensional
menggunakan bunga sedangkan bank Syari’ah menerapkan prinsip bagi
hasil.
3. Bank Syari’ah sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang masih
menggunakan sistem simpan pinjam dan hanya berlaku 1 fungsi saja.
3.2.
Saran
Sebagai umat islam kita harus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.
Sebagai orang yang beriman dan bertaqwa, kita harus melaksanakan perintahperintah Allah dan menjahui segala apa yang dilarangNya. Marilah kita
mengaflikasikan perintah Allah yang maknanya "... Barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.. (memudahkan
jalannya untuk sukses)" Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangkasangkanya. (QS.65:2-3).
Dalam mengamalkan iman dan taqwa harus konsisten (istiqomah). Dalam
kehidupan yang moderen saat ini, kita harus menjaga keimanan dan ketaqwaan,
agar kita tidak terjerumus kedalam kesesatan. Dimuhun kepada pembaca apabila
dalam penulisan makalah ini ada kejanggalan / kesalahan dalam penulisan
maupun makna dalam bacaan, untuk memberi masukan kepada kami sebagai
penulis. Karena manusia tak ada yang sempurna dan kesempurnaan itu yang milik
Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Marwan Karim . 2004. Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada. h. 19.
Ascarya. 2008. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. h. 3.
Edward W. 1989. Bank Umum. Jakarta: Bumi Aksara. h. 185.
Herman Darmawi. 1994. Manajemen Resiko. Jakarta: Bumi Aksara. h 25.
https://wikipedia.org/wiki/daftar_bank_di_indonesia. (Diakses 20 Juni 2015).
Kasmir. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Ed Revisi 10, Jakarta:
Rajawali Press. h. 109-111.
Muhammad. 2004. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia UII. h.
1.
Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
h.13.
M. Syafi’i Antonio. 2001. Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktek. Jakarta: Gema
Insani Pers. h. 40.
Rivai dan Veithzal. 2008. Islamic Financial Management. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. h. 5.
Salim, A. Abas. 1993. Dasar-dasar Asuransi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Subasa,
A.
2012.
Bank
Konvensional.
www.aiisubasa.wordpress.com
/
2012/05/14/8/. (Diakses 20 Juni 2015).
Zainul Arifin. Dasar-dasar Manajemen Bank Syari’ah. Jakarta: Pustaka
Alvabet, Cet, 4, 2006, h. 226.
PERBEDAAN BANK SYARIAH
DAN BANK KONVENSIONAL
Oleh :
Muhammad Febi Muharam
H1H014008
Desita Rahmah Puteri
H1H014045
Satrio Haryu Wibowo
H1H014046
BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Perbedaan Bank Syariah dan Bank
Konvensional” dengan tepat waktu. Sholawat serta salam tak lupa penulis
sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafa’atnya kelak di yaumul kiamah.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, teman-teman, dan
dosen, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Universitas Jenderal Soedirman. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen mata kuliah agama
Bapak Wahyudin, penulis meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
makalah ini di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.
Purwokerto, 25 Juni 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1. Latar Belakang..............................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................4
1.3. Tujuan............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
2.1. Pengertian bank.............................................................................................5
2.2. Pengertian Bank Konvensional.....................................................................5
2.3. Bank Syari’ah..............................................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................25
3.1. Kesimpulan..................................................................................................25
3.2. Saran............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring berjalannya ekonomi yang terlihat mendesak untuk ditanggulangi
adalah interaksi umat Islam dengan bank. Bank-bank konvensional yang ada
sekarang ini menawarkan sistem bunga, yang dalam Islam identik dengan riba.
Islam melarang adanya riba, dan setiap pelanggaran atas ketentuan ini merupakan
perbuatan dosa kepada Allah. Oleh karena itu diperlukan lembaga-lembaga
perbankan yang Islami yang bebas dari praktek-praktek riba, sehingga umat Islam
dapat menyalurkan investasi sesuai syari’at Allah.
Dipungkiri atau tidak, ternyata kehidupan kita sehari-hari tidak akan bisa
terlepas dengan yang namanya bank. Baik berupa Bank Konvensional atau Bank
Syariah. Oleh karena itu, makalah ini kami sajikan guna mengupas transaksi Bank
Konvensional dan Bank Syariah.
1.2. Rumusan Masalah
a) Apakah Bank Konvensional dan Bank Syariah itu?
b) Apakah perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah?
c) Sejarah Bank Konvensional dan Bank Syariah?
1.3. Tujuan
a) Untuk mengetahui Bank Konvensional dan Bank Syariah
b) Untuk mengetahui perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah
c) Untuk Mengetahui sejarah dari bank Konvensional dan Bank Syariah
terutama di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian bank
Bank secara etimologis berasal dari bahasa Italia yaitu kata benda yang
berarti bangku /tempat duduk. Bank disebut demikian karena pada abad
pertengahan orang-orang yang memberikan pinjaman melakukan usahanya di atas
bangku-bangku. Bank atau Perbankan sebagai suatu lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran
dan peredaran uang, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kredit dengan
modal sendiri atau orang lain, selain itu juga mengedarkan alat tukar baru dalam
bentuk uang bank atau giral.
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang
perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Di Indonesia,
menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 disebutkan juga
bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.2.
Pengertian Bank Konvensional
Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank
umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan
menghilangkan kalimat “…dan atau berdasarkan prinsip syariah …”•, sehingga
definisi bank konvensional menjadi “bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran”.
Konvensional sebenarnya berasal dari bahasa Inggris “convention”, dalam
bahasa Indonesia berarti pertemuan, jadi bank konvensional adalah bank yang
mekanisme operasinya berdasarkan sistem yang disepakati bersama dalam suatu
pertemuan (kesepakatan). Namun secara realita, sistem perbankan yang
menggunakan bunga ini tidak pernah disepakati bersama dalam suatu konvensi
apapun. Hal inilah yang kemudian menyebabkan bunga yang diambil oleh Bank
konvensional menjadi riba. (konvensional) Bank Umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (untuk seterusnya penggunaan
istilah bank umum merujuk kepada bank konvensional).
2.2.1. Macam-Macam Bentuk Bank Konvensional
A. Bank pemerintah
Adalah bank dimana sebagian atau seluruh saham dimiliki oleh
pemerintah. Contoh bank pemerintah adalah bank mandiri dan bank negara
indonesia (BNI) serta bank rakyat indonesia (BRI).
B. Bank swasta
Adalah bank dimana sebagian besar sahamnya dimiliki swasta nasional
serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, pembagian keuntungannya juga
untuk swasta nasional. Bank swasta dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Bank swasta nasional devisa. Contoh dari bank swasta nasional devisa adalah
bang mega, bank bukopin serta bank central asia (BCA).
b. Bank swasta nasional nondevisa. Contoh dari bank swasta nasional non devisa
adalah bank mayora, bank bisnis internasional serta bank mitraniaga
C. Bank pembangunan daerah
Adalah bank yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh
Pemerintah Daerah Provinsi. contoh bank pembangunan rakyat antara lain bank
DKI, bank Jateng atau bank Jabar.
D. Bank campuran
Adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank
umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh WNI (dan/atau badan
hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh WNI), dengan satu atau lebih
bank yang berkedudukan di luar negeri. Contoh bank campuran adalah bank
commenwealth dan bank central indonesia.
E. Bank asing
Adalah bank yang seluruh saham dimiliki oleh negara lain tetapi didirikan
atau membuka cabang di indonesia. Contoh bank asing antara lain citybank dan
HSBC.
2.2.2. Fungsi bank konvensional
Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah
peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Seperti yang diuraikan di bawah ini
menunjukkan pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern
(Manurung dan Rahardja, 2004):
1) penciptaan uang,
2) mendukung kelancaran mekanisme pembayaran,
3) penghimpunan dana simpanan,
4) mendukung kelancaran transaksi internasional,
5) penyimpanan barang-barang dan surat-surat berharga,
6) pemberian jasa-jasa lainnya
Pada bank konvensional, prinsip yang digunakan adalah:
1) Bunga sudah ditentukan besarnya terlebih dahulu oleh bank tanpa
memperhitungkan apakah bank sedang mendapatkan keuntungan atau tidak.
2) Besarnya bunga adalah tetap, baik bank sedang rugi atau laba. Walaupun
ekonomi sedang baik dan bank sedang mendapatkan banyak laba, akan tetapi
tetap bunga yang diberikan kepada nasabah tidak bertambah.
Ada beberapa keunggulan pada bank konvensional, yaitu:
1) Metode bunga telah lama dikenal masyarakat, Bank Konvensional lebih
mudah menarik nasabah penyimpan dana sehingga lebih mudah mendapatkan
modal.
2) Bank Konvensional lebih kreatif dalam menciptakan produk-produk.
3) Nasabah terbiasa dengan metode bunga dibandingkan metode bagi hasil.
4) Persaingan antar bank lebih menggairahkan dapat memacu untuk bekerja
lebih baik.
5) Peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintahan yang lebih
mapan bagi bank konvensional, sehingga bank lebih leluasa untuk bergerak
lebih pasti.
Selain Keunggulan, Bank Konvensional juga mempunyai kelemahan, yaitu:
1) Faktor manajemen yang ditandai oleh inkonsistensi penyaluran kredit,
campur tangan pemilik yang berlebihan dan manager yang tidak profesional .
2) Kredit bermasalah karena prosedur pemberian kredit tidak potensi dan
penampakan pemberian kredit pada grup sendiri dan kalangan tertentu
3) Praktik curang seperti bank dalam bank dan transaksi fiktif
4) Praktik spekulasi yang terlalu ambisius dan tanpa perhitungan,
Selain itu ada beberapa alasan mengapa banyak orang memanfaatkan jasa
perbankan konvensional:
1) Pertimbangan kemudahan lokasi atau aksesibilitas: lokasi kantor yg
strategis, banyaknya ATM
2) Kredibiltas / kepercayaan / keamanan
3) Pelayanan yang cepat
4) Jaringan yang luas dan maju, didukung dengan promosi lewat media massa
sehingga mudah dikenal masyarakat.
Akan tetapi, penerapan metode bunga dalam bank konvensional tetap
menimbulkan resiko bagi masyarakat. Penerapan metode bunga, terutama bagi
masyarakat yang tingkat ekonominya rendah atau masih lemah, dirasakan berat.
2.2.3. Sejarah Bank Konvensional
Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan
Hindia Belanda. Pada masa itu De javasche Bank, NV didirikan di Batavia pada
tanggal 24 Januari 1828 kemudian menyusul Nederlandsche Indische Escompto
Maatschappij, NV pada tahun 1918 sebagai pemegang monopoli pembelian hasil
bumi dalam negeri dan penjualan ke luar negeriserta terdapat beberapa bank yang
memegang peranan penting di Hindia Belanda. Bank-bank yang ada itu antara
lain:
1.
De Javasce NV.
2.
De Post Poar Bank.
3.
Hulp en Spaar Bank.
4.
De Algemenevolks Crediet Bank.
5.
Nederland Handles Maatscappi (NHM).
6.
Nationale Handles Bank (NHB).
7.
De Escompto Bank NV.
8.
Nederlansche Indische Handelsbank
Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik orang Indonesia dan orang-
orang asing seperti dari Tiongkok, Jepang, dan Eropa. Bank-bank tersebut antara
lain :
1.
NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank
2.
Bank Nasional indonesia.
3.
Bank Abuan Saudagar.
4.
NV Bank Boemi.
5.
The Chartered Bank of India, Australia and China
6.
Hongkong & Shanghai Banking Corporation
7.
The Yokohama Species Bank.
8.
The Matsui Bank.
9.
The Bank of China.
10.
Batavia Bank.
Di zaman kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan
berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah
Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain :
1.
NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank
OCBCNISP), didirikan 4 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung.
2.
Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang
dikenal dengan BNI ’46.
3.
Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini
berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.
4.
Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo.
5.
Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
6.
Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
7.
Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian
menjadi Bank Amerta.
8.
NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
9.
Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger
dengan Bank Pasifik.
10. Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari.
Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok
pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum,
Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syariah, dan juga Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
2.3.
Bank Syari’ah
Bank syari’ah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba.
Bank Islam atau bank syari’ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut bank tanpa bunga
adalah lembaga keuangan atau perbankan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta edaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari’ah Islam. Berdasarkan
pengertian tersebut, Bank Islam berarti bank yang tata cara bermuamalat secara
Islami, yakni mengacu pada ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Atau dengan kata
lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan Syariat Islam.
Bank
Syari’ah
merupakan
lembaga
keuangan
yang
berfungsi
memperlancar ekonomi di sektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi,
jual beli atau lainnya) yang berdasarkan prinsip syari’ah, yaitu aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau
pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan nilai
syari’ah, baik yang bersifat makro maupun mikro.
2.3.1. Sejarah Bank Syari’ah
Islam di dalam suatu kota besar yang dianggap sebagai salah satu dari
tempat yang heterogen dan yang paling rumit di wilayah Arab. Masyarakat telah
tumbuh di luar pembatasan suku bangsa dan kaum untuk membangun
kompleksitas dalam hal ekonomi dan politik. Selama itu kota besar menjadi
makmur dengan bisnis di dalam pinjaman dengan jumlah beban biaya yang lebih
besar. Pada awalnya pembentukan bank islam banyak diragukan karena beberapa
alasan. Pertama, banyak orang yang beranggapan bahwa sistem perbankan bebas
bunga (interest free) adalah suatu yang tidak mungkin dan tidak lazim. Kedua,
keraguan tentang bagaimana bank islam akan membiayai operasionalnya.
Meskipun
begitu
terdapat
beberapa
bukti
yang
menunjukkan
bahwa
pengembangan dari sistem perbankan islam berjalan dan mulai ada dari zamanya
nabi dan sahabat, bani umayyah dan bani abbasiyah, dan di masa eropa.
A. Di Zaman Nabi Muhammad SAW dan Sahabat
Perbankan adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama,
yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa
pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan
yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi
umat Islam sejak jaman Rasulullah SAW. Praktek-praktek seperti menerima
titipan harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan
bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman
Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu
menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dan setelah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman
Rasulullah. Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan "Al-Amin, dipercaya
oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir
sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayyidina Ali RA untuk
mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya. Dalam konsep ini,
yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut. Seorang sahabat
Rasulullah, Zubair Bin Al-Awwam, memilih tidak menerima titipan harta. Beliau
lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini
menimbulkan implikasi yang berbeda; pertama, dengan mengambil uang itu
sebagai pinjaman, beliau mempunyai hak untuk memanfaatkannya; kedua, karena
bentuknya pinjaman, maka ia berkewajiban mengambalikannya utuh. Sahabat
lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman uang ke Kufah. Juga tercatat
Abdullahbin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang keadiknya Misab
bin Zubair yang tinggal di Irak. Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan
dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang
paling tidak berlangsung dua kali setahun. Bahkan di jaman Umar Bin Khattab
RA, beliau menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang
berhak. Dengan cek ini kemudian mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang
ketika itu diimpor dari Mesir. Pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi
hasil, seperti mudharabah, musyarakah, muzara’ah.
Musaqah, telah dikenal sejak awal diantara kaum Muhajirin dan kaum
Anshar. Jelaslah bahwa ada individu-individu yang telah melaksanakan fungsi
perbankan di zaman Rasulullah SAW, meskipun individu tersebut tidak
melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang melaksanakan fungsi
menerima titipan harta, ada sahabat yang melaksanakan fungsi pinjam-meminjam
uang, ada yang melaksanakan fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang
memberikan modal kerja. Fungsi-fungsi Bank sudah dipraktekkan oleh para
sahabat di zaman Nabi SAW: Menerima Simpanan Uang, Memberikan
Pembiayaan, dan Jasa Transfer Uang. Biasanya satu orang hanya melakukan satu
fungsi saja.
B. Di Zaman Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah
Jelas saja institusi bank tidak dikenal dalam kosa kata fikih Islam, karena
memang institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa Rasulullah,
Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah. Namun fungsifungsi perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan transfer dana
telah lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang sesuai syariah. Di jaman
Rasulullah SAW fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh perorangan, dan biasanya
satu orang hanya melakukan satu fungsi saja. Baru kemudian, di jaman Bani
Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi
perbankan yang dilakukan oleh satu individu, dalam sejarah Islam telah dikenal
sejak zaman Abbasiyah. Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar
banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk
membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Ini diperlukan
karena setiap mata uang mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan
sehingga mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian
khusus ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Hal ini merupakan cikal-bakal praktek
penukaran mata uang(money changer). Istilah jihbiz mulai dikenal sejak
zaman Muawiyah (661-680M)
Persia, kahbad atau kihbud.
yang
Pada
sebenarnya
masa
dipinjam
dari
pemerintahan Sassanid,
bahasa
istilah
ini
dipergunakan untuk orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah.
Peranan
banker
pada
zaman
Abbasiyah
mulai
populer
pada
pemerintahan Muqtadir (908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir mempunyai
bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu
wahab sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnu
Wahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga
orang banker sekaligus: dua Yahudi dan satu Kristen. Kemajuan praktek
perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas
sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir telah meliputi tiga aspek,
yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam hal yang
terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu
memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah mendirikan
kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media
transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam,
adalah Sayf Al-Dawlah Al-Hamdani yang tercatat sebagai orang pertama yang
menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan Aleppo
(Spanyol sekarang).
C. Di Zaman Eropa
Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan yang dilakukan oleh
perorangan jihbiz kemudian dilakukan oleh institusi yang saat ini dikenal sebagai
institusi bank. Ketika bangsa Eropa mulai menjalankan praktek perbankan,
persoalan mulai timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen
bunga yang dalam pandangan fikih adalah riba, dan oleh karenanya haram.
Transaksi berbasis bunga ini semakin merebak ketika Raja Henry VIII pada tahun
1545, membolehkan bunga (interest) meskipun tetap mengharamkan riba (usury)
dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda (excessive). Ketika Raja Henry
VIII wafat, ia digantikan oleh Raja Edward VI yang membatalkan kebolehan
bunga uang. Ini tidak berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan oleh Ratu
Elizabeth I yang kembali membolehkan bunga uang.
Selanjutnya, bangsa Eropa mulai bangkit dari keterbelakangannya dan
mengalami renaissance. Penjelajahan dan penjajahan mulai dilakukan ke seluruh
penjuru dunia, sehingga kegiatan perekonomian dunia mulai didominasi oleh
bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang sama, peradaban muslim mengalami
kemerosotan dan negara-negara muslim satu per satu jatuh ke dalam cengkeraman
penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya, institusi-institusi perekonomian
umat muslim runtuh dan digantikan oleh institusi ekonomi bangsa Eropa.
Keadaan ini berlangsung terus sampai zaman modern kini. Karena itu, institusi
perbankan yang ada sekarang di mayoritas negara-negara muslim merupakan
warisan dari bangsa Eropa, yang notabene berbasis bunga.
D. Di zaman Modern
Pemikiran untuk mendirikan bank yang menggunakan prinsip bagi hasil
sudah muncul dalam waktu yang cukup lama. Hal ini ditandai dengan munculnya
pemikiran muslim yang menulis tentang perlunya dibangun bank islam dengan
prinsip bagi hasil, antara lain Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) Dan
Mahmud Ahmad (1952). Kemudian pada 1960-an Al-Maududi menulis secara
perinci tentang perlunya dibangun bank islam untuk mengimbangi praktik-praktik
bank konvensional yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip islam. Pemikiran
beliau ini ditindak lanjuti oleh Muhammad Hamidullah dengan menulis beberapa
buku berturut-turut pada 1994, 1995, 1957, dan 1962 yang kesemuanya itu
dikategorikan sebagai penggagas awal tentang perbankan islam.
Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing dalam bentuk bank
syariah modern mencatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yaitu
adanya upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Rintisan
bank syariah lainya adalah berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank pada 1963 di
Mesir yang dibangun oleh Dr. Ahmad El-Najar. Permodalan bank ini dibantu oleh
Raja Faisal dari Arab Saudi. Bank ini beroperasi tanpa bunga dan sejalan dengan
prinsip-prinsip ajaran agama islam ini sangat populer dan pada mulanya tumbuh
dengan baik. Oleh karena itu ada persoalan politik di Mesir bank ini ditutup dan
diambil alih oleh National Bank Of Egypt Dan Central Bank Of Egypt yang
dioperasikan berdasarkan prinsip ribawi. Pada 1972 sistem bank tanpa riba
diperkenalkan lagi di Mesir dengan ditandai berdirinya Nasser Social Bank.
Berdirinya bank ini lebih bersifat sosial daripada komersial.
Kesukaan Mit Ghamr mengelola bank dengan sistem bagi hasil, memberi
inspirasi bagi umat islam diseluruh dunia untuk membentuk bank islam dengan
sistem bagi hasil. Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah ditingkat
internasional muncul dalam konferensi negara islam sedunia di Kuala Lumpur,
Malaysia pada tanggal 21 s/d 27 april 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta.
Salah satu keputusan dalam konferensi ini adalah perlu segera dibentuk sebuah
bank syariah yang bersih dari sistem riba. Kemudian pada desember 1970 dalam
pertemuan menteri luar negeri negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di
Karachi, Pakistan, delegasi mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan
bank syariah. Proposal tentang berdirinya bank islam ini kemuian dikaji dengan
seksama oleh para ahli dari 18 negara islam yang semuanya menyetujui dibentuk
bank islam.
Selanjutnya pada sidang luar negeri negara Organisasi Konferensi Islam
(OKI) di Baghazi, Libya pada maret 1973 usulan tentang perlunya didirikan bank
syariah diagendakan lagi. Sidang kemudian memutuskan agar OKI mempunyai
bidang khusus yang menangani tentang hal-hal yang berhubungan dengan
ekonomi dan keuangan. Bulan Juli 1973 komite ahli yang mewakili negara islam
penghasil minyak bertemu di Jeddah, Arab Saudi untuk membicarakan berdirinya
bank syariah, sekaligus dibahas tentang anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga. Selanjutnya pada 1974, diadakan pertemuan menteri keuangan negara
OKI di Jeddah dan dalam pertemuan ini disetujui rancangan pendirian Bank
Pembangunan Islam (Islamic Development Bank) dengan modal awal dua milyar
dinar.
Setelah Islamic Development Bank (IDB) didirikan pada oktober 1975
yang beranggota 22 negara islam sebagai pendiri. Tujuan dibentuk bank ini adalah
untuk membantu finansial dalam membangun negara anggotanya, usaha untuk
mendirikan bank islam menyebar ke banyak negara. Beberapa negara islam
seperti Pakistan, Sudan, dan Iran mengubah seluruh sistem keuangan yang ada di
negara tersebut menjadi bebas bunga, sehingga semua lembaga keuangan di
negara tersebut beroperasi berdampingan dengan bank-bank konvensional.
Sekarang, perbankan syariah sudah mengalami perkembangan yang cukup
pesat dan menyebar ke seluruh dunia. Di Eropa tercatat "The Islamic Bank
International Of Denmark" tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi
berdasarkan prinsip syariah, bank ini mulai beroperasi pada 1983 di Denmark.
Sekarang bank-bank besar di negara-negara Eropa seperti City Bank, ANZ Bank,
Chase Mahatam Bank, dan Jardine Fleming telah pula membuka Islamic Window
agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariat islam.
E. Di Indonesia
Ide untuk mendirikan Bank yang menggunakan prinsip bagi hasil sudah
muncul sejak 1970-an. Gagasan ini dibicarakan pada seminar nasional hubungan
Indonesia dengan Timur Tengah pada 1974 dan dalam seminar internasional yang
dilaksanakan oleh Lembaga Study Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan
Yayasan Bhinika Tunggal Ika pada 1976. Setelah diadakan penelitian yang
mendalam, usaha untuk mendirikan bank syariah sedikit ada kendala, yaitu tidak
ada payung hukum yang mengatur tentang bank yang operasionalnya yang
memakai prinsip bagi hasil. Kalau tetap dioperasikan bank syariah itu, maka tidak
sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok
perbangkan yang berlaku pada waktu itu. Selain hambatan ini lahirnya bank
syariah ini dianggap sementara oleh pihak ada keterkaitan dengan faktor ideologi
yang dianggapnya bagian dari konsep negara islam.
Pada 1998 gagasan mengenai bank syariah muncul lagi dengan gagasan ini
muncul karena pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (PAKTO)
yang berisi liberalisasi di Indonesia. Setelah adanya rekomendasi lokakarya ulama
tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor pada tanggal 19-22 Agustus
1990, hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah
Nasional IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlansung di Hotel Sahid
Jaya, Jakarta pada 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas MUI ini
dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia. Hasil
kerja dari kelompok ini adalah dibentuknya PT. Bank Muamalah Indonesia
dengan ditandatangani akta pendiriannya pada 1 November 1991 dengan total
modal awal sebesar Rp. 106.126.382.000,-. Dana ini berasal dari presiden dan
wakil presiden, juga dari 10 Menteri Kabinet Pembangunan V, Yayasan Amal
Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Yayasan Supersemar, Yayasan
Dharmais, Yayasan Purna Bhakti Pratiwi, PT PAL, dan PT Pindad. Pada 1 Mei
1992 Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi.
Pada awal berdirinya, keberadaan PT Bank Muamalat Indonesian belum
mendapatkan perhatian yang optimal dalam tataan industri perbankan nasional.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, dimana
perbankan bagi hasil diakomodasikan dan diakui keberadaannya, maka
perkembangan bank syariah mulai menunjukkan prospeknya yang sangat bagus.
Dalam menanggapi beberapa pasal yang tersebut dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72
Tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil pada 30 Oktober 1992,
LNRI Nomor 119 Tahun 1992. Dalam peraturan pemerintah ini ditegaskan bahwa
bank umum atau bank perkreditan rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata
berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha
yang tidak berdasarkan prrinsip bagi hasil, demikian juga sebaliknya.
Oleh karena Bank Muamalat dan bank-bank perkreditan rakyat tidak
menjangkau masyarakat islam lapisan bawah, maka dibentuklah lembaga-lembaga
simpan pinjam yang disebut Baitul Maal Wattamwil (BMT). Kemudian bank
muamalat juga mensponsori berdirinya Syarikat Takaful Indonesia dan menjadi
salah satu pemegang sahamnya. Selanjutnya pada 1997, Bank Muamalat
mensponsori lokakarya ulama tentang reksadana syariah oleh PT. Danareksa
Investment Management. Kemudian juga lahirnya pasar modal syariah, obligasi
syariah membuat perkembangan lembaga keuangan syariah tumbuh dan
berkembang cepat dengan hasil yang sangat menggembirakan. Menurut riset yang
dilakukan oleh Karim Business Consulting pada 2005 yang lalu menunjukkan
bahwa total aset bank syariah di indonesia diperkirakan akan lebih besar daripada
apa yang diperkirakan oleh Bank Indonesia. Total aset bank syariah diperkirakan
akan mencapai antara 1,92% sampai 2,31% dari industri perbankan nasional.
Pertumbuhan yang cukup signifikan ini disebabkan karena semakin baiknya
kapasitas disisi regulasi serta perkembangannya pemikiran masyarakat tentang
keberadaan bank syariah.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1998 tentang perubahan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan dalam bentuk surat keputusan
direksi Bank Indonesia dan peraturan Bank Indonesia, telah memberikan landasan
hukum yang kuat bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Peraturan
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia ini telah memberikan kesempatan untuk
mengembangkan bank syariah dengan cara mempermudah memberi izin usaha
dan mempermudah pembukuan kantor cabang serta diperkenankan bank umum
dapat menjalankan dua kegiatan usaha, baik secara konvensional maupun
berdasarkan prinsip syariah.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan telah memberikan peluang yang
lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah. Dari peraturan perundangundangan ini dapat diketahui bahwa tujuan dikembangkan bank syariah adalah
untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima
konsep bunga. Dengan dual banking system, mobilitas dana masyarakat dapat
diserap secara luas, terutama daerah-daerah yang tidak bisa dijangkau oleh bank
konvensional. Disamping itu, dengan dibukanya izin operasional bank syariah,
maka membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan
prinsip kemitraan, bukan hubungan formal antara debitur dan kreditur
sebagaimana yang terdapat pada bank konvensional.
2.3.2. Fungsi dan Peranan Bank Syariah
Bank syari’ah mempunyai fungsi secara umum meliputi:
1. Bertanggung jawab terhadap penyimpanan dana nasabah
2. Mengelola investasi dari dana yang diperoleh
3. Penyedia transaksi keuangan
4. Pengelola zakat, infaq dan shadaqoh.
Agar berhasil menjadi pendorong terwujudnya pembangunan ekonomi
nasional maka bank Syari’ah memiliki peranan sebagai perekat nasionalisme yang
berpihak pada ekonomi kerakyatan, beroperasi secara transparan, berfungsi
sebagai pendorong penurunan investasi spekulatif, pendorong peningkatan
efisiensi, mobilisasi dana masyarakat serta menjadi uswatun hasanah bagi praktek
usaha berlandaskan moral dan etika Islam.
2.3.3. Karakteristik Bank Syari’ah
Karakteristik bank Syari’ah dapat bersifat fleksibel, yang meliputi:
a) Keadilan, melarang riba tetapi menggunakan bagi hasil.
Riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun
pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah
dalam Islam.21
b) Kemitraan, yaitu saling memberi manfaat.
Posisi nasabah, investor, pengguna dana dan bank berada dalam hubungan
sejajar sebagai mitra usaha yang saling menguntungkan dan bertanggung
jawab di mana tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
d) Universal, melarang transaksi yang bersifat tidak transparan (gharar).
Menghindari penggunaan sumber daya yang tidak efisien, dan terbuka
seluas-luasnya bagi masyarakat tanpa membedakan agama, suku, dan ras.
2.3.4. Prinsip Operasional Bank Syari’ah
Berdasarkan surat keputusan direksi Bank Indonesia No.32/34/KEP/DIR
tanggal 19 Mei 1999 tentang bank umum berdasarkan prinsip Syari’ah, prinsip
operasional bank Syari’ah meliputi:
1. Prinsip titipan atau simpanan.
2. Prinsip bagi hasil.
3. Prinsip jual beli.
4. Prinsip sewa.
5. Prinsip jasa.
Penjelasan dari kutipan di atas adalah sebagai berikut:
1. Prinsip titipan atau simpanan (depository atau Al Wadi’ah).
Adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai
uang atau barang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk
menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
Berdasarkan jenisnya wadi’ah terdiri atas:
a. Wadi’ah Yad Amanah, yaitu akad penitipan barang atau uang di mana
pihak penerima tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang yang
dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan
barang atau titipan yang bukan diakibatkan kelalaian penerima titipan.
b. Wadi’ah Yad Damanah, yaitu akad penitipan barang atau uang dimana
pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang
dapat memanfaatkan barang atau titipan dan harus bertanggung jawab
terhadap kerusakan atau kehilangan barang titipan. Semua manfaat dan
keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang atau uang tersebut
menjadi hak penerima titipan.
2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Suatu prinsip penetapan imbalan yang diberikan kepada masyarakat
sehubungan dengan penggunaan atau pemanfaatan dana masyarakat yang
dipercayakan kepada bank. Besarnya imbalan yang diberikan berdasarkan
kesepakatan bersama dalam perjanjian tertulis antara bank dan nasabahnya.
Berdasarkan jenisnya terdiri dari :
a. Al-Musyarakah: Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
(amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
b. Al-Mudharabah: Akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).
c. Al-Muzara’ah: Kerjasama pengelola pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada
penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(persentase) dari hasil panen.
d. Al-Musaqah: Bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Sebagai imbalan, penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
3. Prinsip Jual Beli (Sale and Purchase)
Suatu prinsip penetapan imbalan yang akan diterima bank sehubungan
dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan, baik
untuk keperluan investasi maupun modal kerja, juga termasuk kegiatan usaha jual
beli, dimana dilakukan pada waktu bersamaan baik antara penjual dengan bank
maupun antara bank dengan nasabah sebagai pembeli, sehingga bank tidak
memiliki persediaan barang yang dibiayainya. Berdasarkan jenisnya terdiri dari:
a. Al- Murabahah: Akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberi tahu harga produk
yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannya. Jual beli ini dapat dilakukan untuk pembelian secara
pesanan.
b. Al-Salam: Akad jual beli barang pesanan yang pembelian barangnya
diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di muka
secara penuh.
c. Al-Istishna: Akad jual beli barang antara pemesan dengan penerima
pesanan. Spesifikasi dan harga pesanan disepakati di awal akad dengan
pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan.
4. Prinsip Sewa (Operational Lease and Financial Lease)
Prinsip sewa ini didasarkan pada :
a. Al-Ijarah: Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.
b. Ijarah wa Iqtina: Akad sewa-menyewa barang antara bank (muaajir)
dengan penyewa (mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang
ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada mustajir.
5. Prinsip Jasa (Fee Based Services)
Suatu prinsip penetapan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha lain
bank Syari’ah yang lazim dilakukan terdiri dari:
a. Al-Kafalah: Akad pemberian jaminan (makful alaih) yang diberikan
suatu pihak kepada pihak lain sebagai pemberi jaminan (kafiil) yang
bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu utang yang menjadi
hak penerima jaminan (makful).
b. Al-Hiwalah: Akad pemindahan piutang nasabah (muhil) kepada bank
(muhal alaih) dari nasabah lain (muhal). Muhil meminta muhal alaih untuk
membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul dari jual beli. Pada saat
piutang tersebut jatuh tempo, muhal akan membayar kepada muhal alaih.
Muhal akan memperoleh imbalan sebagai jasa pemindahan piutang.
c. Al-Kafalah: Akad pemberian kuasa dari dari pemberi kuasa (muwakhil)
kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksankan tugas (taukil) atas
nama pemberi kuasa.
d. Ar-Rahn: Akad penyerahan barang harta (markun) dari nasabah (rahim)
kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang.
e. Al-Qardhul Al-Hasan: Akad pinjaman dari bank (murqidh) kepada pihak
tertentu (muqtaridh) untuk tujuan sosial yang wajib dikembalikan sesuai
dengan pinjaman.
f. Sharf: Akad jual beli suatu valuta asing dengan valuta lainnya sesuai
dengan prinsip Syari’ah.
g. Ujr: Imbalan yang diminta atau diberikan atas suatu pekerjaan yang
diberikan.
2.3.5. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syari’ah
Secara singkat perbedaan antara bunga dengan bagi hasil dapat terlihat
pada tabel berikut:
No
Bunga
Bagi Hasil
.
1.
Penentuan bunga dibuat sewaktu perjanjian Penentuan bagi hasil dibuat sewaktu
tanpa berdasarkan kepada untung/rugi.
perjanjian dengan berdasarkan kepada
2.
untung/rugi.
Jumlah persen bunga berdasarkan jumlah Jumlah nisbah bagi hasil berdasarkan
3.
uang (modal) yang ada.
jumlah keuntungan yang telah dicapai.
Pembayaran bunga tetap seperti perjanjian Bagi hasil tergantung pada hasil
tanpa diambil pertimbangan apakah proyek proyek. Jika proyek tidak mendapat
yang dilaksanakan pihak kedua untung atau keuntungan atau mengalami kerugian,
rugi.
4.
maka resikonya ditanggung kedua
belah pihak.
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat Jumlah pemberian hasil keuntungan
walaupun jumlah keuntungan berlipat ganda.
5.
Pengambilan/pembayaran
bunga
meningkat sesuai dengan peningkatan
keuntungan yang didapat.
adalah Penerimaan/pembagian
keuntungan
haram.
adalah halal
Perbedaan pokok antara sistem bank Konvensional dengan sistem bank Islam
secara ringkas dapat dilihat dari 4 (empat) aspek seperti terlihat pada tabel berikut
ini:
No
1
2
Perbedaan Aspek
Falsafah
Bank Islam (Bank Syariah)
Bank Konvensional
Tidak berdasarkan atas bunga, Berdasarkan atas bunga
Operasional
spekulasi dan ketidakjelasan
- Dana masyarakat berupa titipan - Dana masyarakat berupa
dan investasi yang baru akan simpanan
mendapatkan
hasil
jika dibayar
diusahakan terlebih dahulu
yang
harus
bunganya
pada
saat jatuh tempo
- Penyaluran pada sektor
- Penyaluran pada sektor usaha yang
yang halal dan menguntungkan
menguntungkan,
aspek halal tidak menjadi
pertimbangan utama
3
Sosial
Dinyatakan secara eksplisit dan Tidak tersirat secara tegas
tegas yang tertuang dalam Visi
4
5
Organisasi
dan Misi bank
Harus memiliki Dewan Pengawas Tidak
Fungsi
Syariah (DPS).
Bisnis dan Sosial
memiliki
Pengawas Syariah.
Bisnis
Dewan
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1. Bank Konvensional adalah bank yang mekanisme operasinya berdasarkan
sistem yang disepakati bersama dalam suatu pertemuan (kesepakatan).
Sedangkan Bank Syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoerasiannya disesuaikan
dengan Syariat Islam.
2. Perbedaan bank Konvensional dan bank Syari’ah ada 4 aspek, yaitu
falsafalah, operasional, sosial, organisasi dan fungsi. Bank Konvensional
menggunakan bunga sedangkan bank Syari’ah menerapkan prinsip bagi
hasil.
3. Bank Syari’ah sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang masih
menggunakan sistem simpan pinjam dan hanya berlaku 1 fungsi saja.
3.2.
Saran
Sebagai umat islam kita harus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.
Sebagai orang yang beriman dan bertaqwa, kita harus melaksanakan perintahperintah Allah dan menjahui segala apa yang dilarangNya. Marilah kita
mengaflikasikan perintah Allah yang maknanya "... Barangsiapa yang bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.. (memudahkan
jalannya untuk sukses)" Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangkasangkanya. (QS.65:2-3).
Dalam mengamalkan iman dan taqwa harus konsisten (istiqomah). Dalam
kehidupan yang moderen saat ini, kita harus menjaga keimanan dan ketaqwaan,
agar kita tidak terjerumus kedalam kesesatan. Dimuhun kepada pembaca apabila
dalam penulisan makalah ini ada kejanggalan / kesalahan dalam penulisan
maupun makna dalam bacaan, untuk memberi masukan kepada kami sebagai
penulis. Karena manusia tak ada yang sempurna dan kesempurnaan itu yang milik
Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Marwan Karim . 2004. Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada. h. 19.
Ascarya. 2008. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. h. 3.
Edward W. 1989. Bank Umum. Jakarta: Bumi Aksara. h. 185.
Herman Darmawi. 1994. Manajemen Resiko. Jakarta: Bumi Aksara. h 25.
https://wikipedia.org/wiki/daftar_bank_di_indonesia. (Diakses 20 Juni 2015).
Kasmir. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Ed Revisi 10, Jakarta:
Rajawali Press. h. 109-111.
Muhammad. 2004. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia UII. h.
1.
Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
h.13.
M. Syafi’i Antonio. 2001. Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktek. Jakarta: Gema
Insani Pers. h. 40.
Rivai dan Veithzal. 2008. Islamic Financial Management. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. h. 5.
Salim, A. Abas. 1993. Dasar-dasar Asuransi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Subasa,
A.
2012.
Bank
Konvensional.
www.aiisubasa.wordpress.com
/
2012/05/14/8/. (Diakses 20 Juni 2015).
Zainul Arifin. Dasar-dasar Manajemen Bank Syari’ah. Jakarta: Pustaka
Alvabet, Cet, 4, 2006, h. 226.