Paper Kajian Risiko Bencana Gunung Api
KAJIAN RISIKO BENCANA GUNUNG API
Studi Kasus: Gunung Merapi
Dwi Agustin (251 12 003), Siska Rusdi Nengsih (251 12 012), Sitarani Safitri (251 12 013),
Rika Hernawati (251 12 022), Sesri Santurima (202 12 010)
Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika
Sekolah Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung
Abstrak. Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2980 meter dari permukaan
laut. Pada 26 Oktober 2010 Gunung Merapi mengalami erupsi pertama dan selanjutnya berturut-turut hingga
awal November 2010. Kejadian erupsi tersebut mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan harta, bencana yang
selanjutnya ditetapkan sebagai kejadian bencana alam. Sebagai upaya penindaklanjutan Perka Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, maka dibuatlah dokumen kajian risiko bencana
khususnya bencana gunung api dengan studi kasus Gunung Merapi. Dalam dokumen kajian risiko bencana ini
dihitung tingkat risiko bencana di suatu daerah. Perhitungan indeks masing-masing komponen dilakukan sesuai
dengan aturan yang ada didalam Perka Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko
Bencana. Komponen indeks yang menjadi bahan kajian risiko bencana adalah indeks ancaman, indeks
kerentanan, dan indeks kapasitas.
Keyword : gunung api, risiko bencana, indeks ancaman, indeks kerentanan, indeks kapasitas
1. Pendahuluan
Gunung Merapi merupakan gunung api tipe
strato, dengan ketinggian 2980 meter dari
permukaan laut. Secara geografis terletak pada
posisi 70 32.5’ Lintang Selatan dan 110 0 26.5’
Bujur Timur, secara administratif terletak pada
4 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Sleman
di Provinsi DI Yogyakarta, dan Kabupaten
Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten
Klaten di Provinsi Jawa Tengah (Jawa Tengah).
Lereng dan wilayah sekitar Gunung Merapi
terkenal dengan kesuburan tanahnya karena
guyuran abu vulkanis Gunung Merapi. Selain
itu, di lereng Gunung Merapi juga terdapat
beberapa
tempat
utuk
rekreasi
dan
peristirahatan, diantaranya adalah obyek-obyek
wisata di wilayah Kaliurang Yogyakarta dan
sekitarnya. Namun demikian, pada sisi yang
lain, Gunung Merapi memberikan ancaman
yang dapat menyebabkan bencana di wilayah
lerengnya
pada
waktu-waktu
tertentu.
Serangkaian erupsi Gunung Merapi yang
diawali pada tanggal 26 Oktober 2010 hingga
mencapai puncak letusan terbesar 5 November
2010 menyebabkan kerusakan dan kerugian
yang besar di empat kabupaten yaitu Magelang,
Boyolali, Klaten, dan Sleman. Untuk
mempertahankan dampak positif Gunung
Merapi dan menekan dampak negatif Gunung
Merapi, penanggulangan bencana dengan
pendekatan pengurangan risiko bencana harus
dilakukan secara sistematis agar tercapai hasil
yang maksimum. Perlu disusun sebuah
dokumen kajian risiko bencana di setiap daerah
untuk mengetahui tingkat risiko suatu bencana
serta mampu memberikan gambaran umum
tingkat risiko suatu daerah.
2. Kondisi Kebencanaan
Sesuai dengan UU RI No. 24/2007,
penanggulangan
bencana
di
Indonesia
berlandaskan pada Dasar Negara Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 45). Berasarkan
undang-undang
tentang
penanggulangan
bencana tersebut, tujuan penanggulangan
bencana
di
Indonesia
adalah
untuk
memberikan perlindungan kepada masyarakat
dari ancaman bencana, menyelaraskan
peraturan perundang-undangan yang sudah
ada,
menjamin
terselenggaranya
penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh,
menghargai budaya lokal, membangun
partisipasi dan kemitraan publik serta swasta,
mendorong
semangat
gotong
royong,
kesetiakawanan, dan kedermawanan, serta
menciptakan perdamaian dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
(Sarwidi, 2011). Serangkaian perundangan dan
peraturan sangat diperlukan dalam upaya
mewujudkan penanggulangan bencana yang
optimal, baik di tingkat nasional maupun
tingkat daerah. Kelengkapan legislasi yang
terkait dengan implementasi penanggulangan
bencana Gunung Merapi di tingkat daerah di
sekeliling Gunung Merapi akan menentukan
tingkat keberhasilan penanggulangan bencana
Gunung Merapi.
3. Sejarah Kebencanaan Daerah
Lingkungan sekitar gunung api dimana proses
vulkanisme terjadi, pada umumnya merupakan
daerah yang subur dengan sumberdaya alam
melimpah sehingga budaya dan peradaban
manusia berkembang. Bahaya letusan gunung
berapi dapat berpengaruh secara langsung
(primer) dan tidak langsung (sekunder). Bahaya
yang langsung oleh letusan gunung berapi
adalah lelehan lava, aliran piroklastik (awan
panas), jatuhan piroklastik, dan gas vulkanik
beracun. Bahaya sekunder adalah ancaman
yang terjadi setelah atau saat gunung berapi
aktif seperti lahar dingin, dan longsoran
material vulkanik. Gunung Merapi adalah salah
satu gunung berapi di perbatasan Jateng dan
DIY, termasuk di wilayah bagian hulu
Kabupaten Klaten yang masih sangat aktif
hingga saat ini. Sejak tahun 1548, gunung ini
sudah meletus sebanyak 69 kali. Letusan kecil
terjadi tiap 2-3 tahun dan letusan yang lebih
besar sekitar 5-7 tahun sekali. Letusan Merapi
yang dampaknya besar terjadi pada tahun 1006,
1786, 1822, 1872, 1930 dan 2010. Letusan
tahun 1006 mengakibatkan tertutupnya tengah
Pulau Jawa oleh abu Gunung Merapi. Letusan
tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan
menewaskan 1400 orang. Letusan tahun 1994
menyebabkan luncuran awan panas yang
menjangkau beberapa desa dan mengakibatkan
korban jiwa (Hendratno, 2010). Kerugian akibat
bencana primer dan sekunder Gunung Merapi
2010 mencapai beberapa triliun rupiah
(www.bnpb.go.id).
Tabel 1. Data Korban Erupsi Gunung Merapi di Provinsi
D.I. Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah
Sumber: BNPB, 12 Desember 2010
4. Potensi Bencana
Gunung berapi meletus akibat magma di dalam
perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang
bertekanan tinggi atau karena gerakan lempeng
bumi, tumpukan tekanan dan panas cairan
magma. Beberapa contoh potensi bencana yang
bisa ditimbulkan oleh gunung berapi adalah
letusan, gas vulkanik, aliran lahar panas dan
dingin, awan panas, dan abu letusan. .
Letusannya membawa abu dan batu yang
menyembur dengan keras, sedangkan lavanya
bisa membanjiri daerah sekitarnya. Akibat
letusan tersebut bisa menimbulkan korban jiwa
dan harta benda yang besar pada wilayah radius
ribuan
kilometer
dan
bahkan
bisa
mempengaruhi putaran iklim di bumi ini,
seperti yang terjadi pada Gunung Pinatubo di
Filipina dan Gunung Krakatau di Propinsi
Banten, Indonesia. Gas vulkanik adalah gas-gas
yang dikeluarkan saat terjadi letusan gunung
api antara lain Karbon Monoksida (CO),
Karbon Dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida
(H2S), Sulfur Dioksida (SO2) dan Nitrogen (N2)
yang membahayakan bagi manusia. Lahar juga
merupakan salah satu ancaman bagi masyarakat
sekitar Gunung Merapi. Awan panas (wedhus
gembel) adalah hasil letusan gunung api yang
paling berbahaya karena tidak ada cara untuk
menyelamatkan diri dari awan panas tersebut
kecuali melakukan evakuasi sebelum gunung
meletus.
Tabel 2. Komponen Indeks Ancaman Bencana Letusan
Gunung Api (Sumber: Perka No. 2 Tahun 2012)
Gambar 1. Awan Panas Merapi, 2010 (Sumber:
Gambar 2. Peta KRB Gunung Merapi (Sumber:
BNPB)
Internet).
5. Kajian Risiko Bencana
Pengkajian
Risiko
Bencana
disusun
berdasarkan
indeks-indeks
yang
telah
ditentukan. Indeks tersebut terdiri dari Indeks
Ancaman, Indeks Penduduk Terpapar, Indeks
Kerugian dan Indeks Kapasitas.
Indeks Ancaman
Indeks Ancaman Bencana disusun berdasarkan
dua komponen utama, yaitu kemungkinan
terjadi suatu ancaman dan besaran dampak
yang pernah tercatat untuk bencana yang terjadi
tersebut.
Gambar 3. Peta Ancaman Gunung Merapi untuk
Kec. Selo, Cepogo, Turi, Pakem, dan Cangkringan
Indeks Penduduk Terpapar
Penentuan Indeks Penduduk Terpapar dihitung
dari komponen sosial budaya di kawasan yang
diperkirakan terlanda bencana. Komponen ini
diperoleh dari indikator kepadatan penduduk
dan indikator kelompok rentan pada suatu
daerah bila terkena bencana.
Tabel 3. Komponen Indeks Penduduk Terpapar (Sumber:
Perka No. 2 Tahun 2012)
Tabel 4. Parameter Konversi Indeks Penduduk Terpapar
dan Persamaannya (Sumber: Perka No. 2 Tahun 2012)
Tabel 5. Data untuk Indeks Penduduk Terpapar
Kabupaten Boyolali (Kecamatan Selo dan Cepogo)
Tabel 8. Kelas Indeks untuk Kecamatan Turi, Pakem,
dan Cangkringan Berdasarkan Data
Tabel 9. Indeks Kerentanan Sosial untuk Kecamatan
Selo
Tabel 10. Indeks Kerentanan Sosial untuk Kecamatan
Cepogo
Tabel 11. Indeks Kerentanan Sosial untuk Kecamatan
Turi
Tabel 6. Data untuk Indeks Penduduk Terpapar
Kabupaten Sleman (Kecamatan Turi, Pakem, dan
Cangkringan)
Tabel 12. Indeks Kerentanan Sosial untuk Kecamatan
Pakem
Tabel 7. Kelas Indeks untuk Kecamatan Selo dan
Cepogo Berdasarkan Data
Tabel 13. Indeks Kerentanan Sosial untuk Kecamatan
Cangkringan
Tabel 17. Kelas Indeks untuk Kecamatan Selo dan
Cepogo untuk Kerentanan Ekonomi dan Fisik
Indeks Kerugian Ekonomi
Indeks Kerugian diperoleh dari komponen ekonomi,
fisik dan lingkungan. Komponen-komponen ini
dihitung berdasarkan indikator-indikator berbeda
tergantung pada jenis ancaman bencana.
Tabel 14. Komponen Indeks Kerugian untuk Bencana
Gunung Api (Sumber: Perka No. 2 Tahun 2012)
Tabel 15. Data Setiap Komponen untuk Kecamatan Selo
dan Cepogo
Tabel 16. Data Setiap Komponen untuk Kecamatan Turi,
Pakem, dan Cangkringan
Tabel 18. Kelas Indeks untuk Kecamatan Selo dan
Cepogo untuk Kerentanan Lingkungan
Tabel 19. Kelas Indeks untuk Kecamatan Turi, Pakem,
dan Cangkringan untuk Kerentanan Ekonomi dan Fisik
Tabel 20. Kelas Indeks untuk Kecamatan Turi, Pakem,
dan Cangkringan untuk Kerentanan Lingkungan
Kerentanan Ekonomi
Indikator yang digunakan untuk kerentanan
ekonomi adalah luas lahan produktif dalam rupiah
(sawah, perkebunan, lahan pertanian dan tambak)
dan PDRB.
Tabel 21. Parameter Konversi Indeks Kerentanan
Ekonomi untuk Bencana Gunung Api (Sumber: Perka
No. 2 Tahun 2012)
Tabel 22. Indeks Kerentanan Ekonomi untuk Kecamatan
Selo
Indikator yang digunakan untuk kerentanan fisik
adalah kepadatan rumah (permanen, semi permanen
dan non permanen), ketersediaan bangunan/fasilitas
umum dan ketersediaan fasilitas kritis. Kepadatan
rumah diperoleh dengan membagi mereka atas area
terbangun atau luas desa dan dibagi berdasarkan
wilayah (dalam ha) dan dikalikan dengan harga
satuan dari masing-masing parameter.
Tabel 27. Parameter Konversi Indeks Kerentanan Fisik
untuk Bencana Gunung Api (Sumber: Perka No. 2 Tahun
2012)
Tabel 23. Indeks Kerentanan Ekonomi untuk Kecamatan
Cepogo
Tabel 28. Indeks Kerentanan Fisik untuk Kecamatan
Selo
Tabel 24. Indeks Kerentanan Ekonomi untuk Kecamatan
Turi
Tabel 29. Indeks Kerentanan Fisik untuk Kecamatan
Cepogo
Tabel 25. Indeks Kerentanan Ekonomi untuk Kecamatan
Pakem
Tabel 30. Indeks Kerentanan Fisik untuk Kecamatan
Turi
Tabel 26. Indeks Kerentanan Ekonomi untuk Kecamatan
Cangkringan
Kerentanan Fisik
Tabel 31. Indeks Kerentanan Fisik untuk Kecamatan
Pakem
Tabel 32. Indeks Kerentanan Fisik untuk Kecamatan
Cangkringan
Kerentanan Lingkungan
Indikator yang digunakan untuk kerentanan
lingkungan adalah penutupan lahan (hutan lindung,
hutan alam, hutan bakau/mangrove, rawa dan
semak belukar). Indeks kerentanan fisik berbedabeda untuk masing-masing jenis ancaman dan
diperoleh dari rata-rata bobot jenis tutupan lahan.
Tabel 33. Parameter Konversi Indeks Kerentanan
Lingkungan untuk Bencana Gunung Api (Sumber: Perka
No. 2 Tahun 2012)
Tabel 34. Indeks Kerentanan Lingkungan untuk
Kecamatan Selo
Tabel 35. Indeks Kerentanan Lingkungan untuk
Kecamatan Cepogo
Tabel 36. Indeks Kerentanan Lingkungan untuk
Kecamatan Turi
Tabel 37. Indeks Kerentanan Lingkungan untuk
Kecamatan Pakem
Tabel 38. Indeks Kerentanan Lingkungan untuk
Kecamatan Cangkringan
Indeks Kerentanan Terhadap Ancaman Gunung
Api
Indeks kerentanan terhadap ancaman gunung api ini
merupakan penjumlahan dari indeks kerentanan
sosial (penduduk terpapar), indeks kerentanan
ekonomi, indeks kerentanan fisik, dan indeks
kerentanan lingkungan dikalikan dengan bobot dari
masing-masing indeks kerentanan tersebut dari
masing-masing kecamatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
Tabel 4. Parameter Konversi Indeks Kapasitasuntuk
Bencana Gunung Api (Sumber: Perka No. 2 Tahun 2012)
Tabel 39. Indeks Kerentanan Ancaman Gunung Api
Kabupaten
Indeks Kerentanan
Selo
0,65167
Cepogo
0,81167
Turi
0,705
Pakem
0,705
Cangkringan
0,705
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, maka
diperoleh pengklasifikasian level tingkat ketahanan
dan kelas indeks untuk setiap kecamatan, sebagai
berikut :
Tabel 5. Kelas Indeks Kapasitas untuk Setiap Kecamatan
Gambar 4. Peta Kerentanan Gunung Merapi Kec. Selo,
Cepogo, Turi, Pakem, dan Cangkringan
Indeks Kapasitas
Indeks Kapasitas diperoleh berdasarkan tingkat
ketahanan daerah pada suatu waktu. Indeks
Kapasitas diperoleh dengan melaksanakan diskusi
terfokus kepada beberapa pelaku penanggulangan
bencana pada suatu daerah.
Tabel 6. Indeks Kapasitas untuk Kecamatan Selo dan
Cepogo, Kabupaten Boyolali
Tabel 3. Komponen Indeks Kapasitas untuk Bencana
Gunung Api (Sumber: Perka No. 2 Tahun 2012
Tabel 7. Indeks Kapasitas untuk Kecamatan Turi,
Pakem, dan Cangkringan, Kabupaten Sleman
Gambar 9. Matriks Tingkat Ancaman Kecamatan Pakem
Kecamatan Cangkringan
Gambar 5. Peta Kapasitas Gunung Merapi untuk Kec.
Selo, Cepogo, Turi, Pakem, dan Cangkringan
Kajian Risiko Bencana
a) Penentuan Tingkat Ancaman
Tingkat ancaman dihitung dengan menggunakan
hasil indeks ancaman dan indeks penduduk
terpapar masing-masing kecamatan.
Gambar 10. Matriks Tingkat Ancaman Kecamatan
Cangkringan
b) Penentuan Tingkat Kerugian
Tingkat kerugian diperoleh dari penggabungan
tingkat ancaman dengan indeks kerugian.
Kecamatan Selo
Kecamatan Selo
Gambar 11. Matriks Tingkat Kerugian Kecamatan
Selo
Gambar 6. Matriks Tingkat Ancaman Kecamatan
Selo
Kecamatan Cepogo
Kecamatan Cepogo
Gambar 12. Matriks Tingkat Kerugian Kecamatan
Cepogo
Gambar 7. Matriks Tingkat Ancaman Kecamatan
Cepogo
Kecamatan Turi
Kecamatan Turi
Gambar 13. Matriks Tingkat Kerugian Kecamatan
Turi
Kecamatan Pakem
Gambar 8. Matriks Tingkat Ancaman Kecamatan
Turi
Kecamatan Pakem
Gambar 14. Matriks Tingkat Kerugian Kecamatan
Pakem
Kecamatan Cangkringan
Gambar 15. Matriks Tingkat Kerugian Kecamatan
Cangkringan
Gambar 19. Matriks Tingkat Kapasitas Kecamatan
Pakem
Kecamatan Cangkringan
Gambar 20. Matriks Tingkat Kapasitas Kecamatan
Cangkringan
Penentuan Tingkat Risiko Bencana
c) Penentuan Tingkat Kapasitas
Tingkat kapasitas diperoleh dari penggabungan
tingkat ancaman dan indeks kapasitas.
Kecamatan Selo
Gambar 16. Matriks Tingkat Kapasitas Kecamatan Selo
Kecamatan Cepogo
Tingkat risiko bencana ditentukan dengan
menggabungkan tingkat kerugian dengan tingkat
kapasitas.
Kecamatan Selo
Gambar 21. Matriks Tingkat Risiko Bencana
Kecamatan Selo
Kecamatan Cepogo
Gambar 17. Matriks Tingkat Kapasitas Kecamatan
Cepogo
Kecamatan Turi
Gambar 22. Matriks Tingkat Risiko Bencana
Kecamatan Cepogo
Kecamatan Turi
Gambar 18. Matriks Tingkat Kapasitas Kecamatan Turi
Kecamatan Pakem
Gambar 23. Matriks Tingkat Risiko Bencana
Kecamatan Turi
Kecamatan Pakem
Peta risiko bencana menggunakan sistem grid
indeks peta ancaman, kerentanan, dan kapasitas
dengan berdasarkan rumus:
Gambar 24. Matriks Tingkat Risiko Bencana
Kecamatan Pakem
Kecamatan Cangkringan
Dalam pembuatan sistem grid terdapat beberapa
aspek yang harus diperhatikan yakni:
- Datum geodetik dan sistem koordinat
- Ukuran grid
- Penomoran grid
- Agregasi grid
Gambar 25. Matriks Tingkat Risiko Bencana
Kecamatan Cangkringan
Peta Risiko Bencana
Peta Risiko Bencana merupakan penggabungan
(overlay) dari Peta Ancaman, Peta Kerentanan, dan
Peta Kapasitas. Peta-peta tersebut diperoleh dari
berbagai indeks yang sudah dihitung dari data dan
metode perhitungan tersendiri.
Gambar 27. Sistem Grid Untuk Wilayah Kab. Turi,
Pakem, Cangkringan
Gambar 28. Sistem Grid Untuk Wilayah Kab. Selo, dan
Cepogo
Gambar 26. Metodologi Penyusunan Peta Risiko
Gunung Api
Berdasarkan metodologi penyusunan Peta Risiko
gunung api, maka dapat disusun Peta Risiko
Bencana Gunung Merapi dengan menggunakan
sistem grid.
Sistem Grid
Peta Risiko Bencana Gunung Merapi
Perka No. 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum
Pengkajian Risiko Bencana. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB)
Kabupaten Sleman Dalam Angka. 2010. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Sleman.
Kabupaten Boyolali Dalam Angka. 2010. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Boyolali.
Gambar 29. Peta Risiko Bencana Untuk Wilayah
Kabupaten Sleman
Gambar 30. Peta Risiko Bencana Untuk Wilayah
Kabupaten Boyolali
6. Kesimpulan
Perhitungan indeks kajian risiko bencana dilakukan
untuk setiap kecamatan yang dijadikan daerah
kajian yakni Selo, Cepogo, Turi, Pakem, dan
Cangkringan. Terdapat beberapa daerah di Kec.
Turi, Pakem, dan Cangkringan yang memiliki
tingkat risiko bencana gunung berapi yang tinggi,
begitu pula terdapat beberapa wilayah pada Kec.
Cepogo yang memiliki tingkat risiko bencana
tinggi, dan sedikit wilayah di Kec. Selo yang
memiliki tingkat risiko bencana tinggi. Selebihnya
adalah yang memiliki tingkat risiko bencana sedang
dan rendah.
Daftar Pustaka
Studi Kasus: Gunung Merapi
Dwi Agustin (251 12 003), Siska Rusdi Nengsih (251 12 012), Sitarani Safitri (251 12 013),
Rika Hernawati (251 12 022), Sesri Santurima (202 12 010)
Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika
Sekolah Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung
Abstrak. Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2980 meter dari permukaan
laut. Pada 26 Oktober 2010 Gunung Merapi mengalami erupsi pertama dan selanjutnya berturut-turut hingga
awal November 2010. Kejadian erupsi tersebut mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan harta, bencana yang
selanjutnya ditetapkan sebagai kejadian bencana alam. Sebagai upaya penindaklanjutan Perka Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, maka dibuatlah dokumen kajian risiko bencana
khususnya bencana gunung api dengan studi kasus Gunung Merapi. Dalam dokumen kajian risiko bencana ini
dihitung tingkat risiko bencana di suatu daerah. Perhitungan indeks masing-masing komponen dilakukan sesuai
dengan aturan yang ada didalam Perka Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko
Bencana. Komponen indeks yang menjadi bahan kajian risiko bencana adalah indeks ancaman, indeks
kerentanan, dan indeks kapasitas.
Keyword : gunung api, risiko bencana, indeks ancaman, indeks kerentanan, indeks kapasitas
1. Pendahuluan
Gunung Merapi merupakan gunung api tipe
strato, dengan ketinggian 2980 meter dari
permukaan laut. Secara geografis terletak pada
posisi 70 32.5’ Lintang Selatan dan 110 0 26.5’
Bujur Timur, secara administratif terletak pada
4 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Sleman
di Provinsi DI Yogyakarta, dan Kabupaten
Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten
Klaten di Provinsi Jawa Tengah (Jawa Tengah).
Lereng dan wilayah sekitar Gunung Merapi
terkenal dengan kesuburan tanahnya karena
guyuran abu vulkanis Gunung Merapi. Selain
itu, di lereng Gunung Merapi juga terdapat
beberapa
tempat
utuk
rekreasi
dan
peristirahatan, diantaranya adalah obyek-obyek
wisata di wilayah Kaliurang Yogyakarta dan
sekitarnya. Namun demikian, pada sisi yang
lain, Gunung Merapi memberikan ancaman
yang dapat menyebabkan bencana di wilayah
lerengnya
pada
waktu-waktu
tertentu.
Serangkaian erupsi Gunung Merapi yang
diawali pada tanggal 26 Oktober 2010 hingga
mencapai puncak letusan terbesar 5 November
2010 menyebabkan kerusakan dan kerugian
yang besar di empat kabupaten yaitu Magelang,
Boyolali, Klaten, dan Sleman. Untuk
mempertahankan dampak positif Gunung
Merapi dan menekan dampak negatif Gunung
Merapi, penanggulangan bencana dengan
pendekatan pengurangan risiko bencana harus
dilakukan secara sistematis agar tercapai hasil
yang maksimum. Perlu disusun sebuah
dokumen kajian risiko bencana di setiap daerah
untuk mengetahui tingkat risiko suatu bencana
serta mampu memberikan gambaran umum
tingkat risiko suatu daerah.
2. Kondisi Kebencanaan
Sesuai dengan UU RI No. 24/2007,
penanggulangan
bencana
di
Indonesia
berlandaskan pada Dasar Negara Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 45). Berasarkan
undang-undang
tentang
penanggulangan
bencana tersebut, tujuan penanggulangan
bencana
di
Indonesia
adalah
untuk
memberikan perlindungan kepada masyarakat
dari ancaman bencana, menyelaraskan
peraturan perundang-undangan yang sudah
ada,
menjamin
terselenggaranya
penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh,
menghargai budaya lokal, membangun
partisipasi dan kemitraan publik serta swasta,
mendorong
semangat
gotong
royong,
kesetiakawanan, dan kedermawanan, serta
menciptakan perdamaian dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
(Sarwidi, 2011). Serangkaian perundangan dan
peraturan sangat diperlukan dalam upaya
mewujudkan penanggulangan bencana yang
optimal, baik di tingkat nasional maupun
tingkat daerah. Kelengkapan legislasi yang
terkait dengan implementasi penanggulangan
bencana Gunung Merapi di tingkat daerah di
sekeliling Gunung Merapi akan menentukan
tingkat keberhasilan penanggulangan bencana
Gunung Merapi.
3. Sejarah Kebencanaan Daerah
Lingkungan sekitar gunung api dimana proses
vulkanisme terjadi, pada umumnya merupakan
daerah yang subur dengan sumberdaya alam
melimpah sehingga budaya dan peradaban
manusia berkembang. Bahaya letusan gunung
berapi dapat berpengaruh secara langsung
(primer) dan tidak langsung (sekunder). Bahaya
yang langsung oleh letusan gunung berapi
adalah lelehan lava, aliran piroklastik (awan
panas), jatuhan piroklastik, dan gas vulkanik
beracun. Bahaya sekunder adalah ancaman
yang terjadi setelah atau saat gunung berapi
aktif seperti lahar dingin, dan longsoran
material vulkanik. Gunung Merapi adalah salah
satu gunung berapi di perbatasan Jateng dan
DIY, termasuk di wilayah bagian hulu
Kabupaten Klaten yang masih sangat aktif
hingga saat ini. Sejak tahun 1548, gunung ini
sudah meletus sebanyak 69 kali. Letusan kecil
terjadi tiap 2-3 tahun dan letusan yang lebih
besar sekitar 5-7 tahun sekali. Letusan Merapi
yang dampaknya besar terjadi pada tahun 1006,
1786, 1822, 1872, 1930 dan 2010. Letusan
tahun 1006 mengakibatkan tertutupnya tengah
Pulau Jawa oleh abu Gunung Merapi. Letusan
tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan
menewaskan 1400 orang. Letusan tahun 1994
menyebabkan luncuran awan panas yang
menjangkau beberapa desa dan mengakibatkan
korban jiwa (Hendratno, 2010). Kerugian akibat
bencana primer dan sekunder Gunung Merapi
2010 mencapai beberapa triliun rupiah
(www.bnpb.go.id).
Tabel 1. Data Korban Erupsi Gunung Merapi di Provinsi
D.I. Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah
Sumber: BNPB, 12 Desember 2010
4. Potensi Bencana
Gunung berapi meletus akibat magma di dalam
perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang
bertekanan tinggi atau karena gerakan lempeng
bumi, tumpukan tekanan dan panas cairan
magma. Beberapa contoh potensi bencana yang
bisa ditimbulkan oleh gunung berapi adalah
letusan, gas vulkanik, aliran lahar panas dan
dingin, awan panas, dan abu letusan. .
Letusannya membawa abu dan batu yang
menyembur dengan keras, sedangkan lavanya
bisa membanjiri daerah sekitarnya. Akibat
letusan tersebut bisa menimbulkan korban jiwa
dan harta benda yang besar pada wilayah radius
ribuan
kilometer
dan
bahkan
bisa
mempengaruhi putaran iklim di bumi ini,
seperti yang terjadi pada Gunung Pinatubo di
Filipina dan Gunung Krakatau di Propinsi
Banten, Indonesia. Gas vulkanik adalah gas-gas
yang dikeluarkan saat terjadi letusan gunung
api antara lain Karbon Monoksida (CO),
Karbon Dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida
(H2S), Sulfur Dioksida (SO2) dan Nitrogen (N2)
yang membahayakan bagi manusia. Lahar juga
merupakan salah satu ancaman bagi masyarakat
sekitar Gunung Merapi. Awan panas (wedhus
gembel) adalah hasil letusan gunung api yang
paling berbahaya karena tidak ada cara untuk
menyelamatkan diri dari awan panas tersebut
kecuali melakukan evakuasi sebelum gunung
meletus.
Tabel 2. Komponen Indeks Ancaman Bencana Letusan
Gunung Api (Sumber: Perka No. 2 Tahun 2012)
Gambar 1. Awan Panas Merapi, 2010 (Sumber:
Gambar 2. Peta KRB Gunung Merapi (Sumber:
BNPB)
Internet).
5. Kajian Risiko Bencana
Pengkajian
Risiko
Bencana
disusun
berdasarkan
indeks-indeks
yang
telah
ditentukan. Indeks tersebut terdiri dari Indeks
Ancaman, Indeks Penduduk Terpapar, Indeks
Kerugian dan Indeks Kapasitas.
Indeks Ancaman
Indeks Ancaman Bencana disusun berdasarkan
dua komponen utama, yaitu kemungkinan
terjadi suatu ancaman dan besaran dampak
yang pernah tercatat untuk bencana yang terjadi
tersebut.
Gambar 3. Peta Ancaman Gunung Merapi untuk
Kec. Selo, Cepogo, Turi, Pakem, dan Cangkringan
Indeks Penduduk Terpapar
Penentuan Indeks Penduduk Terpapar dihitung
dari komponen sosial budaya di kawasan yang
diperkirakan terlanda bencana. Komponen ini
diperoleh dari indikator kepadatan penduduk
dan indikator kelompok rentan pada suatu
daerah bila terkena bencana.
Tabel 3. Komponen Indeks Penduduk Terpapar (Sumber:
Perka No. 2 Tahun 2012)
Tabel 4. Parameter Konversi Indeks Penduduk Terpapar
dan Persamaannya (Sumber: Perka No. 2 Tahun 2012)
Tabel 5. Data untuk Indeks Penduduk Terpapar
Kabupaten Boyolali (Kecamatan Selo dan Cepogo)
Tabel 8. Kelas Indeks untuk Kecamatan Turi, Pakem,
dan Cangkringan Berdasarkan Data
Tabel 9. Indeks Kerentanan Sosial untuk Kecamatan
Selo
Tabel 10. Indeks Kerentanan Sosial untuk Kecamatan
Cepogo
Tabel 11. Indeks Kerentanan Sosial untuk Kecamatan
Turi
Tabel 6. Data untuk Indeks Penduduk Terpapar
Kabupaten Sleman (Kecamatan Turi, Pakem, dan
Cangkringan)
Tabel 12. Indeks Kerentanan Sosial untuk Kecamatan
Pakem
Tabel 7. Kelas Indeks untuk Kecamatan Selo dan
Cepogo Berdasarkan Data
Tabel 13. Indeks Kerentanan Sosial untuk Kecamatan
Cangkringan
Tabel 17. Kelas Indeks untuk Kecamatan Selo dan
Cepogo untuk Kerentanan Ekonomi dan Fisik
Indeks Kerugian Ekonomi
Indeks Kerugian diperoleh dari komponen ekonomi,
fisik dan lingkungan. Komponen-komponen ini
dihitung berdasarkan indikator-indikator berbeda
tergantung pada jenis ancaman bencana.
Tabel 14. Komponen Indeks Kerugian untuk Bencana
Gunung Api (Sumber: Perka No. 2 Tahun 2012)
Tabel 15. Data Setiap Komponen untuk Kecamatan Selo
dan Cepogo
Tabel 16. Data Setiap Komponen untuk Kecamatan Turi,
Pakem, dan Cangkringan
Tabel 18. Kelas Indeks untuk Kecamatan Selo dan
Cepogo untuk Kerentanan Lingkungan
Tabel 19. Kelas Indeks untuk Kecamatan Turi, Pakem,
dan Cangkringan untuk Kerentanan Ekonomi dan Fisik
Tabel 20. Kelas Indeks untuk Kecamatan Turi, Pakem,
dan Cangkringan untuk Kerentanan Lingkungan
Kerentanan Ekonomi
Indikator yang digunakan untuk kerentanan
ekonomi adalah luas lahan produktif dalam rupiah
(sawah, perkebunan, lahan pertanian dan tambak)
dan PDRB.
Tabel 21. Parameter Konversi Indeks Kerentanan
Ekonomi untuk Bencana Gunung Api (Sumber: Perka
No. 2 Tahun 2012)
Tabel 22. Indeks Kerentanan Ekonomi untuk Kecamatan
Selo
Indikator yang digunakan untuk kerentanan fisik
adalah kepadatan rumah (permanen, semi permanen
dan non permanen), ketersediaan bangunan/fasilitas
umum dan ketersediaan fasilitas kritis. Kepadatan
rumah diperoleh dengan membagi mereka atas area
terbangun atau luas desa dan dibagi berdasarkan
wilayah (dalam ha) dan dikalikan dengan harga
satuan dari masing-masing parameter.
Tabel 27. Parameter Konversi Indeks Kerentanan Fisik
untuk Bencana Gunung Api (Sumber: Perka No. 2 Tahun
2012)
Tabel 23. Indeks Kerentanan Ekonomi untuk Kecamatan
Cepogo
Tabel 28. Indeks Kerentanan Fisik untuk Kecamatan
Selo
Tabel 24. Indeks Kerentanan Ekonomi untuk Kecamatan
Turi
Tabel 29. Indeks Kerentanan Fisik untuk Kecamatan
Cepogo
Tabel 25. Indeks Kerentanan Ekonomi untuk Kecamatan
Pakem
Tabel 30. Indeks Kerentanan Fisik untuk Kecamatan
Turi
Tabel 26. Indeks Kerentanan Ekonomi untuk Kecamatan
Cangkringan
Kerentanan Fisik
Tabel 31. Indeks Kerentanan Fisik untuk Kecamatan
Pakem
Tabel 32. Indeks Kerentanan Fisik untuk Kecamatan
Cangkringan
Kerentanan Lingkungan
Indikator yang digunakan untuk kerentanan
lingkungan adalah penutupan lahan (hutan lindung,
hutan alam, hutan bakau/mangrove, rawa dan
semak belukar). Indeks kerentanan fisik berbedabeda untuk masing-masing jenis ancaman dan
diperoleh dari rata-rata bobot jenis tutupan lahan.
Tabel 33. Parameter Konversi Indeks Kerentanan
Lingkungan untuk Bencana Gunung Api (Sumber: Perka
No. 2 Tahun 2012)
Tabel 34. Indeks Kerentanan Lingkungan untuk
Kecamatan Selo
Tabel 35. Indeks Kerentanan Lingkungan untuk
Kecamatan Cepogo
Tabel 36. Indeks Kerentanan Lingkungan untuk
Kecamatan Turi
Tabel 37. Indeks Kerentanan Lingkungan untuk
Kecamatan Pakem
Tabel 38. Indeks Kerentanan Lingkungan untuk
Kecamatan Cangkringan
Indeks Kerentanan Terhadap Ancaman Gunung
Api
Indeks kerentanan terhadap ancaman gunung api ini
merupakan penjumlahan dari indeks kerentanan
sosial (penduduk terpapar), indeks kerentanan
ekonomi, indeks kerentanan fisik, dan indeks
kerentanan lingkungan dikalikan dengan bobot dari
masing-masing indeks kerentanan tersebut dari
masing-masing kecamatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
Tabel 4. Parameter Konversi Indeks Kapasitasuntuk
Bencana Gunung Api (Sumber: Perka No. 2 Tahun 2012)
Tabel 39. Indeks Kerentanan Ancaman Gunung Api
Kabupaten
Indeks Kerentanan
Selo
0,65167
Cepogo
0,81167
Turi
0,705
Pakem
0,705
Cangkringan
0,705
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, maka
diperoleh pengklasifikasian level tingkat ketahanan
dan kelas indeks untuk setiap kecamatan, sebagai
berikut :
Tabel 5. Kelas Indeks Kapasitas untuk Setiap Kecamatan
Gambar 4. Peta Kerentanan Gunung Merapi Kec. Selo,
Cepogo, Turi, Pakem, dan Cangkringan
Indeks Kapasitas
Indeks Kapasitas diperoleh berdasarkan tingkat
ketahanan daerah pada suatu waktu. Indeks
Kapasitas diperoleh dengan melaksanakan diskusi
terfokus kepada beberapa pelaku penanggulangan
bencana pada suatu daerah.
Tabel 6. Indeks Kapasitas untuk Kecamatan Selo dan
Cepogo, Kabupaten Boyolali
Tabel 3. Komponen Indeks Kapasitas untuk Bencana
Gunung Api (Sumber: Perka No. 2 Tahun 2012
Tabel 7. Indeks Kapasitas untuk Kecamatan Turi,
Pakem, dan Cangkringan, Kabupaten Sleman
Gambar 9. Matriks Tingkat Ancaman Kecamatan Pakem
Kecamatan Cangkringan
Gambar 5. Peta Kapasitas Gunung Merapi untuk Kec.
Selo, Cepogo, Turi, Pakem, dan Cangkringan
Kajian Risiko Bencana
a) Penentuan Tingkat Ancaman
Tingkat ancaman dihitung dengan menggunakan
hasil indeks ancaman dan indeks penduduk
terpapar masing-masing kecamatan.
Gambar 10. Matriks Tingkat Ancaman Kecamatan
Cangkringan
b) Penentuan Tingkat Kerugian
Tingkat kerugian diperoleh dari penggabungan
tingkat ancaman dengan indeks kerugian.
Kecamatan Selo
Kecamatan Selo
Gambar 11. Matriks Tingkat Kerugian Kecamatan
Selo
Gambar 6. Matriks Tingkat Ancaman Kecamatan
Selo
Kecamatan Cepogo
Kecamatan Cepogo
Gambar 12. Matriks Tingkat Kerugian Kecamatan
Cepogo
Gambar 7. Matriks Tingkat Ancaman Kecamatan
Cepogo
Kecamatan Turi
Kecamatan Turi
Gambar 13. Matriks Tingkat Kerugian Kecamatan
Turi
Kecamatan Pakem
Gambar 8. Matriks Tingkat Ancaman Kecamatan
Turi
Kecamatan Pakem
Gambar 14. Matriks Tingkat Kerugian Kecamatan
Pakem
Kecamatan Cangkringan
Gambar 15. Matriks Tingkat Kerugian Kecamatan
Cangkringan
Gambar 19. Matriks Tingkat Kapasitas Kecamatan
Pakem
Kecamatan Cangkringan
Gambar 20. Matriks Tingkat Kapasitas Kecamatan
Cangkringan
Penentuan Tingkat Risiko Bencana
c) Penentuan Tingkat Kapasitas
Tingkat kapasitas diperoleh dari penggabungan
tingkat ancaman dan indeks kapasitas.
Kecamatan Selo
Gambar 16. Matriks Tingkat Kapasitas Kecamatan Selo
Kecamatan Cepogo
Tingkat risiko bencana ditentukan dengan
menggabungkan tingkat kerugian dengan tingkat
kapasitas.
Kecamatan Selo
Gambar 21. Matriks Tingkat Risiko Bencana
Kecamatan Selo
Kecamatan Cepogo
Gambar 17. Matriks Tingkat Kapasitas Kecamatan
Cepogo
Kecamatan Turi
Gambar 22. Matriks Tingkat Risiko Bencana
Kecamatan Cepogo
Kecamatan Turi
Gambar 18. Matriks Tingkat Kapasitas Kecamatan Turi
Kecamatan Pakem
Gambar 23. Matriks Tingkat Risiko Bencana
Kecamatan Turi
Kecamatan Pakem
Peta risiko bencana menggunakan sistem grid
indeks peta ancaman, kerentanan, dan kapasitas
dengan berdasarkan rumus:
Gambar 24. Matriks Tingkat Risiko Bencana
Kecamatan Pakem
Kecamatan Cangkringan
Dalam pembuatan sistem grid terdapat beberapa
aspek yang harus diperhatikan yakni:
- Datum geodetik dan sistem koordinat
- Ukuran grid
- Penomoran grid
- Agregasi grid
Gambar 25. Matriks Tingkat Risiko Bencana
Kecamatan Cangkringan
Peta Risiko Bencana
Peta Risiko Bencana merupakan penggabungan
(overlay) dari Peta Ancaman, Peta Kerentanan, dan
Peta Kapasitas. Peta-peta tersebut diperoleh dari
berbagai indeks yang sudah dihitung dari data dan
metode perhitungan tersendiri.
Gambar 27. Sistem Grid Untuk Wilayah Kab. Turi,
Pakem, Cangkringan
Gambar 28. Sistem Grid Untuk Wilayah Kab. Selo, dan
Cepogo
Gambar 26. Metodologi Penyusunan Peta Risiko
Gunung Api
Berdasarkan metodologi penyusunan Peta Risiko
gunung api, maka dapat disusun Peta Risiko
Bencana Gunung Merapi dengan menggunakan
sistem grid.
Sistem Grid
Peta Risiko Bencana Gunung Merapi
Perka No. 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum
Pengkajian Risiko Bencana. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB)
Kabupaten Sleman Dalam Angka. 2010. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Sleman.
Kabupaten Boyolali Dalam Angka. 2010. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Boyolali.
Gambar 29. Peta Risiko Bencana Untuk Wilayah
Kabupaten Sleman
Gambar 30. Peta Risiko Bencana Untuk Wilayah
Kabupaten Boyolali
6. Kesimpulan
Perhitungan indeks kajian risiko bencana dilakukan
untuk setiap kecamatan yang dijadikan daerah
kajian yakni Selo, Cepogo, Turi, Pakem, dan
Cangkringan. Terdapat beberapa daerah di Kec.
Turi, Pakem, dan Cangkringan yang memiliki
tingkat risiko bencana gunung berapi yang tinggi,
begitu pula terdapat beberapa wilayah pada Kec.
Cepogo yang memiliki tingkat risiko bencana
tinggi, dan sedikit wilayah di Kec. Selo yang
memiliki tingkat risiko bencana tinggi. Selebihnya
adalah yang memiliki tingkat risiko bencana sedang
dan rendah.
Daftar Pustaka