Jenis Jenis Gangguan Mental yang Biasa T

Jenis-Jenis Gangguan Mental yang Biasa
Terjadi pada Anak
Oleh: S. Gelmani Rabiah in Psikologi October 31, 2013 0 63 Views
Tidak seperti gangguan kesehatan fisik yang bisa langsung bisa dideteksi sehingga
penanganannya bisa lebih cepat, gangguan mental yang biasanya terjadi pada seorang anak
sulit untuk dideteksi pada awalnya. Sehingga nantinya anak tersebut nantinya akan
mengalami gangguan ini hingga dia dewasa.
Agar hal ini tidak terjadi pada buah hati Anda, sebaiknya Anda mulai mendeteksi gangguan
mental yang mungkin saja terjadi padanya. Dimana penjelasannya akan diuraikan dalam
artikel berikut ini.
Jenis gangguan mental yang sering terjadi pada seorang anak :
 Ansietas atau Kecemasan
Seorang anak yang memiliki gangguan ini akan memiliki ketakutan untuk menjalani
kehidupan sosial, selalu merasa cemas, mengalami trauma dan gangguan obsesif kompulsif.
Tentunya hal ini sangat mengganggu berbagai kegiatan yang harus dijalaninya setiap harinya.
 Attention Deficit / Hyperactivity Disorder atau ADHD
Seorang anak yang mengalami gangguan ini biasanya akan mengalami gangguan
perkembangan motorik sehingga aktifitasnya cenderung berlebihan. Anak yang mengalami
gangguan ini biasanya tidak bisa diam dan selalu gelisah. Selain itu, seorang anak yang
mengalami gangguan ini akan suka membuat keributan dan beraktifitas berlebihan. Beberapa
gejala dari gangguan ini adalah perilaku impulsif, sulit fokus dan hiperaktif.

 Autisme
Anda mungkin sering mendengarkan orang yang berkata “saya autis ketika sedang
melakukan ….” Pada dasarnya gangguan ini mengakibatkan seorang anak terlalu sibuk
dengan dunianya sendiri sehingga mereka tidak mampu melakukan interaksi dan komunikasi
dengan lingkungan sosialnya. Biasanya gangguan ini sudah bisa dilihat sebelum anak Anda
berusia 3 tahun.
 Gangguan Perubahan Suasana Hati
Mungkin Anda tahu bahwa seorang wantia yang akan mendapatkan menstruasi akan
mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem. Namun Anda tidak tahu bahwa hal ini juga
bisa terjadi pada buah hati Anda dan biasanya hal ini bisa menjadi sebuah gangguan mental.
Gejala dari gangguan perubahan suasana hati ini biasanya akan terjadi pada seorang anak
yang mengalami gangguan bipolar dan depresi. Selain perubahan suasana hati yang ekstrim,
biasanya mereka juga akan mengalami kesedihan secara terus menerus.

masalah-masalah psikologi pada anakyang sering terjadi
02.34 Rohmatul Ummah No comments

1.Attsoederention deficit/ Hiperactivity disorder (ADHD)
Attetion deficit/ Hiperactivity disorder (ADHA) atau dalam bahasa indonesianya adalah
Gangguan pemusatan perhatian / Hiperaktivity (GPPH).


Menurut Prof.Dr.Wirawan Sarwono seoprang psikolog senior, istilah GPPH tak dapat
dipukul rata .Perlu dibedakan antara penderita GPPH dengan anak yang nakal, kreatif, ingin
tahu, aktif dari usianya, dan anak yang ber IQ tinggi.
Untuk menentukkan apakah seseorang anak menderita GPPH, harus dipenuhi 6 syarat.Kalau
satu saja tidak terpenuhi, maka belum tentu si anak mengalami ggaguan tersebut.Adapun 6
syarat tersebut:
1. Sering bermain tangan dan tak bisa duduk diam.
2. Sering meninggalkan tempat duduk dalam kelasnya atau pada situasi lain
yang membutuhkan anak tetap duduk diam.
3. Berlari atau memanjat berlebihan pada situasi tidak tepat.
4. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam kegiatan yang
memerlukan diam
5. Selalu bergerak seperti dikendalikan suatu motor
6. Selalu bicara berlebihan.
Dulu,GPPH kerap dianggap sebagai kelainan psikologis atau psikiatrik semata
tanpa kelainan biologis atau organic.Namun penelitian terakhir menunjukkan
adanya kelainan di beberapa daerah otak pada anak-anak yang mengalami
GPPPH, berupa ukurannya yang lebih kecil dibanding anak-anak normal.Daerah
tersebut adalah korteks prefrontal, ganglia basalis, dan otak kecil.

Daerah korteks prefrontal berfungsi menentukkan perilaku dan konsentrasi,
ganglia basalis fungsi ini mengurangi respon otomatis dan mengkoordinasi
berbagai input yg diterima oleh korteks otak. Sedang otak kecil, mungkin
berfungsi dalam pengaturan motivasi. Selain itu, GPPH juga bisa dipicu oleh
gangguan
dalam
metabolisme
substansi
kimia
yg
bernama
neurotransmitter.Berbagai faktor diduga menyebabkan kelainan struktur dan
neurokimia otak tersebut, diantaranya faktor genetik, lingkungan, psikososial,
dan
factor
resiko
lainnya.
Anak yang karena berbagai faktor lingkungan seperti kekurangan oksigen dalam
rahim atau kelahiran, terauma lahir, infeksi virus intrauterine, meningitis, trauma
kepala, atau kekurangan gizi, juga berpeluang besar menderita gangguan ini.

Berbagai faktor sosial dapat juga dapat mencetuskan GPPH pada anak.Faktor itu

misalnya tidak mempunyai orang tua, korban perceraian, adanya saudara
bersifat anti sosial atau alkoholik,penyianyian dan penyiksaan.Faktor resiko
lainnya adalah retardasi mental, berat badan lahir rendah, kelainan fsik minor,
gangguan susunan saraf pusat, gangguan penglihatan dan pendengaran,
epilepsi, gejala sisa trauma kepala, penyakit kronik, dan kesulitan tidur.
GPPH harus ditangani sebaik mungkin,sebab 30 hingga 50 persen GPPH terbawa
sampai ke masa remaja dan dewasa.Karena GPPH di sebabkan oleh gangguan
psikologis/psikiatrik dan gangguan biologi/organik.Maka penangannya pun
dilakukan dengan 2 cara yaitu secara medik dan intervansi sosial.
Tindakan medik berupa pemberian obat dilakukkan bila gejala hiperaktivitas
cukup berat, hingga menyebabkan gangguan di sekolah, dirumah, atau
hubungan dengan teman.Pengobatan bertujuan untuk menghilangkan gejala dan
memudahkan
terapi
psikologi.
Beberapa tehnik intervensi itu adalah :
1. Progrresive Delayed Procedure, yakni anak-anak dengan GPPH dapat
dilatih dengan menunda ganjaran.

2. Intervansi secara sistematis dan terencana oleh guru.Guru tidak
menganggap anak GPPH adalah anak nakal.Guru harus tegas namun
dapat memberikan dukungan.Mis: anak sebaiknya didudukan didepan.
3. Memberikan pilihan tugas, murid yang menderita GPPH diberikan
kebebasan memilih format tugasnya.
4. Peer tutoring, yakni meningkatkan atau memperbaiki perilaku di kelas
dengan bantuan teman-teman sekelas.
Secara fsik ditemukan perbedaa bermakna dari hasil pemeriksaan otak pada
penderitaan GPPH dengan agak normal.Pada anak hiperaktif, otak karena persen
lebih kecil ketimbang otak kirinya.Sebanyak 35-50 persen kasus anak
penyandang GPPH, pada hasil pemeriksaan gelombang elektro ensefalograf
(EEG) nya menunjukkan ‘abnormalitas’ yaitu berupa peningkatan gelombang
lambat
yang
spesifk
.”Jadi,
masalahnya
diotak.”
Menurut berbagai penelitian mutakhir, GPPH jelas merupakan gangguan biologis,
jadi bukan gangguan psikologik semata, yaitu adanya defsiensi atau

kekurangan kepekaan terhadap penguat (reinforcement) atau faktor
motivasional.
2.Diseleksia
“ Kesulitan membaca bukan pertanda anak bodoh.Mungkin ia membutuhkan
cara
belajar
yang
tepat.”
Kesulitan membaca (Diseleksia) adalah adanya hambatan dalam perkembangan
kemampuan membaca pada seseorang namun, penyebabnya bukanlah tingkat
kecerdasan yang rendah, gangguan penglihatan/pendengaran , gangguan
neurologis
ataupun
kurangnya
kesempatan
berlatih.
Seperti pada kesulitan berhitung(Diskalkulia), kesulitan menulis ekspresif
(disgrafa), masalah penyandang diseleksia adalah pemrosesan di dalam
otaknya.Tak heran seringkali ada perbedaan nyata antara nilai IQ mereka
dengan

nilai
prestasi
akademik
sekolahnya.
Gangguan ini tampak pada tiga gejala pokok: tidak teliti dalam membaca,
membacanya dengan lambat, dan pemahaman yang buruk dalam membaca.

Kesulitan membaca itu bisa muncul dalam berbagai bentuk ada yang bisa
mengeja tapi tidak mampu membaca dalam kata, misalnya putih dibaca putu,
kaki dibaca kika.Ada juga yang membacanya terbalik, topi dibaca ipot, minum
dibaca munin.Sulit membedakan huruf b dan d, q dan p, khususnya akibatnya,
mereka dapak untuk bapak.Diluar aspek bahasa, pada anak diseleksia seringkali
terdapat gangguan perkembangan lain.Misalnya, konsentrasi yang buruk, kontrol
diri kurang, dan clumsy contoh konkretnya, terkadang anak mengalami kesulitan
melempar
tangkap
bola
atau
mengikat
tali

sepatu.
Bila tak segera mendapat penanganan yang baik, kesulitan belajar bisa
memberikan dampak negatif bagi anak.Label bodoh, ceroboh bisa membuat
mereka terganggu secara emosional.Gangguan ini bisa mempengaruhi keadaan
anak
selanjutnya.
Penelusuran penyebab kesulitan belajar itu sendiri, menurut Dr.Ika Widyawati,
pengajar
bagian
psikatri
FKUI,
dapat
dilakukkan
lewat
beberapa
pemeriksaan.Pemeriksaan fsik untuk memeriksa kemungkinan adanaya kelainan
organis pada anak, pemeriksaan psikiatrik dan psikososial untuk melihat konfik
kejiwaan, hubungan sosial atau cara pendidikan yang salah, dan pemeriksaan
psikometrik untuk mengetahui taraf kecerdasan
serta potensi anak.

Dari hasil pemeriksaan itu, pada anak dapat dilakukkan pengobatan di bidang
edukatif.Diantaranya
lewat
pendidikan
remedial
oleh
tenaga
professional.Penanganan itu dapat dikombinasikan dengan psikoterapi, terapi
obat, psikososial, terapi wicara, dan terapi okupasi untuk melatih ketrampilan
motorik
halusnya.
Tips membantu anak mengatasi Diseleksia:
1. Jangan memberikan stigma negatif seperti bodoh, bego, pemalas,
pengacau.
2. Jangan membanding-bandingkan dengan orang lain.
3. Jangan member tekanan berlebihan sehingga ia akan merasa takut gagal
atau mengecewakan.
4. Jangan (tanpa kesadarannya) menyuruh membaca keras-keras agar
terdengar orang lain.
5. Gunakan (kalau perlu) alat penunjuk/ penanda baca agar penglihatannya

mengikuti alur membacanya.
6. Sebaiknya ketrampilan tangan mereka dilatih dengan melempar tangkap
bola, memainkan wayang, bermain dengan bulir-bulir.
7. Berikan lingkungan yang kondusif serta guru yang kompeten.
3.Gangguan
artikulasi
Anak-anak yang bicaranya tak jelas atau sulit ditangkap dalam istilah
psikologi/psikiatri disebut mengalami gangguan artikulasi atau fonologis. Namun
gangguan ini wajar terjadi karena tergolong gangguan perkemb`ngan. Dengan
bertambah
usia,
diharapkan
gangguan
ini
bisa
diatasi.
Kendati begitu, gangguan ini ada yang ringan dan berat. Yang ringan, saat usia 3
tahun si kecil belum bisa menyebut bunyi L, R, atau S. Hingga, kata mobil
disebut mobing atau lari dibilang lali. “Biasanya gangguan ini akan hilang
dengan bertambah usia anak atau bila kita melatihnya dengan membiasakan

menggunakan bahasa yang baik dan benar,” jelas Dra. Mayke S. Tedjasaputra.
Hanya saja, untuk anak yang tergolong “pemberontak” atau negativistiknya

kuat, umumnya enggan dikoreksi. Sebaiknya kita tak memaksa meski tetap
memberitahu yang benar dengan mengulang kata yang dia ucapkan. Misal, “Ma,
yuk,
kita
lali-lali!”,
segera
timpali,
“Oh,
maksud
Adik,
lari-lari.”
Yang tergolong berat, anak menghilangkan huruf tertentu atau mengganti huruf
dan suku kata. Misal, toko jadi toto atau stasiun jadi tatun. “Pengucapan
semacam ini, kan, jadi sulit ditangkap orang lain,” ujar pengajar di Fakultas
Psikologi
UI
dan
konsultan
psikologi
di
LPT
UI
ini.
PENYEBAB
Gangguan fonologis bisa dikarenakan faktor usia yang mengakibatkan alat
bicara atau otot-otot yang digunakan untuk berbicara (speech motor) belum
lengkap atau belum berkembang sempurna; dari susunan gigi geligi, bentuk
rahang, sampai lidah yang mungkin masih kaku. Beberapa kasus gangguan ini
malah berkaitan dengan keterbelakangan mental. Anak yang kecerdasannya tak
begitu baik, perkembangan bicaranya umumnya juga akan terganggu. Bila
gangguan neurologis yang jadi penyebab, berarti ada fungsi susunan saraf yang
mengalami gangguan. Sebab lain, gangguan pendengaran. Bila anak tak bisa
mendengar dengan jelas, otomatis perkembangan bicaranya terganggu. Tak
kalah penting, faktor lingkungan, terutama bila anak tidak/kurang dilatih
berbicara
secara
benar.
TERAPI
BICARA
Bila penyebabnya kurang latihan atau stimulasi, akan lebih mudah dan relatif
lebih cepat penyembuhannya asal mendapat penanganan yang baik. Namun bila
dikarenakan gangguan neurologis, perlu dikonsultasikan ke ahli neurologi.
Sementara jika berhubungan dengan keterbelakangan mental, biasanya relatif
lebih sulit karena tergantung tingkat keterbelakangan mentalnya. “Kalau masuk
kategori terbelakang sedang, pengucapan kata-kata anak biasanya juga sulit
ditangkap. Akan tetapi dengan pemberian terapi bicara, pengucapannya bisa
agak jelas, meski ada juga beberapa yang masih sulit dicerna oleh orang yang
mendengarkannya,”
jelas
Mayke.
Yang jelas, jika gangguannya masuk dalam taraf sulit, dianjurkan membawa
anak berkonsultasi. Kriteria sulit: bila sudah mengganggu komunikasi atau
kontak dengan orang lain, bahkan orang serumah pun tak mengerti apa yang
dimaksudnya. Bila sudah ber”sekolah”, gangguan ini bisa mempengaruhi
prestasi. Misal, harus bernyanyi di depan kelas, tapi karena belum fasih
membuatnya tak berani tampil. Jikapun berani, pengucapannya yang tak jelas
akan
memancing
teman-teman
mengolok-oloknya.
Dibutuhkan bantuan ahli terapi bicara untuk mengatasinya. Biasanya terapis
akan menelaah kembali apakah si kecil mengalami gangguan speech motor.
Gangguan speech motor ada yang bisa dilatih seperti halnya meniup lilin. Tak
jarang perlu pula bantuan ahli THT untuk mengoreksi adanya gangguan pada
organ-organ yang berhubungan dengan bicara yang berada di daerah mulut.
Mungkin ada anak yang lidahnya tak terbentuk dengan baik, hingga terlalu
pendek dan mempengaruhi kemampuan bicaranya. Cacat bawaan seperti
sumbing juga bisa berpengaruh pada cara bicaranya, tapi gangguan ini bisa
diatasi
dengan
operasi
dan
terapi
bicara.
BAWA
BERKONSULTASI
Anak yang mengalami gangguan fonologis kriteria sedang hingga berat,

biasanya terlambat pula perkembangan bicaranya. Misal, baru bisa bicara di usia
3 tahun, atau usia 2,5 tahun baru bisa menyebut Mama/Papa. Kemungkinan lain,
meski sudah 2 tahun tapi kemampuan bicaranya masih tahap bubbling alias
tanpa arti, seperti “ma…mapa…pa”. Namun bahasa resetif atau penerimaannya
cukup baik, hingga bila ia disuruh atau diajak bicara akan mengerti.
Yang seperti ini pun, saran Mayke, sebaiknya dibawa berkonsultasi karena bila
dibiarkan berlanjut, kemungkinan anak akan mengalami gangguan fonologis
lebih parah. Itu sebab, bila sejak usia 10 bulan atau setahun, anak mulai dapat
menyebut “Mama/Papa”, tapi selepas 2 dua tahun tak bertambah, kita harus
curiga dan cepat minta bantuan ahli. Terlebih bila kita sudah cukup banyak
memberi stimulasi atau rangsangan. Bisa dengan membawanya ke
psikolog/psikiater lebih dulu untuk mengetahui apakah ia mengalami gangguan
fonologis karena keterbelakangan mental, gangguan neurologis, atau sebab lain.
Bila masalahnya menyangkut gangguan yang tak bisa dit`ngani psikolog,
sebaiknya anak dirujuk ke ahli lain, seperti neurolog atau ahli terapi bicara. Para
ahli terapi bicara bisa ditemui di berbagai institusi yang melakukan terapi untuk
anak autis atau anak yang mengalami gangguan perhatian. Mereka biasanya
juga menangani anak yang mengalami gangguan bicara. Sedangkan lama
penanganan tergantung beberapa hal. Seperti berat-ringan gangguan,
upaya/kesediaan orang tua untuk mengantar anaknya terapi secara teratur
maupun melatihnya di rumah, serta kerjasama dari anak. Jadi, saran Mayke, kita
jangan segan-segan menanyakan pada terapis apa yang perlu dilakukan di
rumah untuk menangani anak. Harusnya terapis-terapis pun cukup terbuka
untuk
memberi
saran
atau
masukan
seperti
itu.
Keahlian terapis juga mempengaruhi tenggang waktu yang dibutuhkan untuk
menangani gangguan anak. Begitu pula penguasaan/pendalaman terhadap
masing-masing bentuk gangguan, tingkat kesulitan, dan cara penanganan yang
tepat untuk tiap gangguan tadi. Selain, terapis juga harus bisa membina
hubungan baik dengan anak, hingga anak merasa senang mengikuti program
tersebut. Sebaliknya, akan jadi kendala bila si terapis kaku dan tak bisa
membujuk
anak
Sumber
:
tabloid
nakita
(KG
Group)
4.Autisme
AUTISME atau disebut dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD), hingga kini
belum diketahui secara pasti penyebabnya. Meski demikian, saat ini sudah ada
beberapa langkah tepat untuk penderita autis agar dapat memiliki kemampuan
bersosialisasi,
bertingkah
laku,
dan
berbicara.
Tanda – tanda Autisme
 - tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa

sehari-hari
- hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata
- mata yang tidak jernih atau tidak bersinar
- tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang lain
- hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu
saja yang dia mainkan)
 - serasa dia punya dunianya sendiri
 - tidak suka berbicara dengan orang lain





 - tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain

Berbagai hal yang dicurigai berpotensi untuk menyebabkan autisme :
1. Vaksin yang mengandung Thimerosal : Thimerosal adalah zat pengawet
yang digunakan di berbagai vaksin. Karena banyaknya kritikan, kini sudah
banyak vaksin yang tidak lagi menggunakan Thimerosal di negara maju.
Namun, entah bagaimana halnya di negara berkembang …
2. Televisi : Semakin maju suatu negara, biasanya interaksi antara anak –
orang tua semakin berkurang karena berbagai hal. Sebagai
kompensasinya, seringkali TV digunakan sebagai penghibur anak.
Ternyata ada kemungkinan bahwa TV bisa menjadi penyebab autisme
pada anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya.
Dampak TV tidak dapat dipungkiri memang sangat dahsyat, tidak hanya kepada
perorangan, namun bahkan kepada masyarakat dan/atau negara. Contoh paling
nyata adalah kasus pada negara terpencil Bhutan – begitu mereka mengizinkan
TV di negara mereka, jumlah dan jenis kejahatan meningkat dengan drastis.
Bisa kita bayangkan sendiri apa dampaknya kepada anak-anak kita yang masih
polos. Hiperaktif ? ADHD ? Autisme ? Sebuah penelitian akhirnya kini telah
mengakui kemungkinan tersebut.
1. Genetik : Ini adalah dugaan awal dari penyebab autisme; autisme telah
lama diketahui bisa diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya.
Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu
contohnya adalah bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut
memiliki kans lebih besar untuk menderita autisme. (walaupun sang ayah
normal / bukan autis)
1. Makanan : Pada tahun 1970-an, Dr. Feingold dan kolega-koleganya
menyaksikan peningkatan kasus ADHD dalam skala yang sangat besar.
Sebagai seseorang yang pernah hidup di era 20 / 30-an, dia masih ingat
bagaimana ADHD nyaris tidak ada sama sekali di zaman tersebut.
Dr. Feingold kebetulan telah mulai mengobati beberapa kasus kelainan mental
sejak tahun 1940 dengan memberlakukan diet khusus kepada pasiennya,
dengan hasil yang jelas dan cenderung dalam waktu yang singkat.
Terapi diet tersebut kemudian dikenal dengan nama The Feingold Program.
Pada intinya, berbagai zat kimia yang ada di makanan modern (pengawet,
pewarna, dll) dicurigai menjadi penyebab dari autisme pada beberapa kasus.
Ketika zat-zat tersebut dihilangkan dari makanan para penderita autisme,
banyak yang kemudian mengalami peningkatan situasi secara drastis.
Dr. Feingold membayar penemuannya ini dengan cukup mahal. Sekitar tahun
1970-an, beliau dikhianati oleh The Nutrition Foundation, dimana Coca cola, Kraft
foods, dll adalah anggotanya. Beliau tiba-tiba diasingkan oleh AMA, dan ditolak
untuk
menjadi
pembicara
dimana-mana.
Syukurlah kemudian berbagai buku beliau bisa terbit, dan hari ini kita jadi bisa
tahu berbagai temuan-temuannya seputar bahaya makanan modern.

1. Radiasi pada janin bayi : Sebuah riset dalam skala besar di Swedia
menunjukkan bahwa bayi yang terkena gelombang Ultrasonic berlebihan
akan cenderung menjadi kidal.
Dengan makin banyaknya radiasi di sekitar kita, ada kemungkinan radiasi
juga berperan menyebabkan autisme. Tapi bagaimana menghindarinya,
saya juga kurang tahu. Yang sudah jelas mudah untuk dihindari adalah
USG – hindari jika tidak perlu.
2. Folic Acid : Zat ini biasa diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah
cacat fsik pada janin. Dan hasilnya memang cukup nyata, tingkat cacat
pada janin turun sampai sebesar 30%. Namun di lain pihak, tingkat
autisme jadi meningkat.
Pada saat ini penelitian masih terus berlanjut mengenai ini. Sementara ini, yang
mungkin bisa dilakukan oleh para ibu hamil adalah tetap mengkonsumsi folic
acid – namun tidak dalam dosis yang sangat besar (normalnya wanita hamil
diberikan
dosis
folic
acid
4x
lipat
dari
dosis
normal).
Atau yang lebih baik – perbanyak makan buah-buahan yang kaya dengan folic
acid, karena alam bisa mencegah tanpa menyebabkan efek samping :
Nature is more precise; that’s why all man-made drugs have side efects
1. Sekolah lebih awal : Agak mengejutkan, namun ada beberapa penelitian
yang menunjukkan bahwa menyekolahkan anak lebih awal (pre school)
dapat memicu reaksi autisme.
Diperkirakan, bayi yang memiliki bakat autisme sebetulnya bisa sembuh /
membaik dengan berada dalam lingkupan orang tuanya. Namun, karena justru
dipindahkan ke lingkungan asing yang berbeda (sekolah playgroup / preschool),
maka beberapa anak jadi mengalami shock, dan bakat autismenya menjadi
muncul
dengan
sangat
jelas.
Untuk menghindari ini, para orang tua perlu memiliki kemampuan untuk
mendeteksi bakat autisme pada anaknya secara dini. Jika ternyata ada
terdeteksi, maka mungkin masa preschool-nya perlu dibimbing secara khusus
oleh orang tua sendiri. Hal ini agar ketika masuk masa kanak-kanak maka gejala
autismenya sudah hampir lenyap; dan sang anak jadi bisa menikmati masa
kecilnya
di
sekolah
dengan
bahagia.
Dan mungkin saja masih ada banyak lagi berbagai potensi penyebab autisme
yang akan ditemukan di masa depan, sejalan dengan terus berkembangnya
pengetahuan
di
bidang
ini.
Anak yang menderita autis sebenarnya dapat diketahui sejak usia dini. Karena
umumnya gangguan ini muncul sebelum anak berusia tiga tahun. Hanya
kebanyakan orangtua kurang aware dengan gejala yang timbul pada anaknya
hingga
usia
empat
tahun.
Padahal pada usia tersebut, anak sudah larut dengan dunianya sendiri sehingga
tidak bisa berkomunikasi dan berinterkasi dengan teman-teman dan
lingkungannya. Ketika kondisi tersebut terlambat diketahui, maka langkah
utama yang harus dilakukan ialah memfokuskan kelebihan anak di bidang
tertentu
yang
dikuasainya.
Nah, kunci sukses untuk membantu para orangtua atau keluarga agar penderita
autis dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, maka seluruh anggota

keluarga harus turut langsung membantu para penderita ini berusaha
melakukan
hal
itu.
Menurut dr Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K), pakar autis indonesia, beberapa
keganjalan yang sering dilakukan oleh penderita autis dapat dibantu dengan
melakukan empat macam terapi. Saat ini sudah terdapat beberapa terapi bagi
penderita autis, baik itu terapi perilaku – ABA, terapi sensori integrasi, terapi
okupasi, terapi wicara maupun terapi tambahan seperti terapi musik, AIT,
Dolphin
Assisted
Therapy.
“Terapi perilaku – ABA merupakan terapi gentak untuk memperbaiki perilaku
anak autis yang sering menyimpang. Salah satu hal yang dapat dilakukan ialah
bersuara keras saat memberikan perintah pada anak. Kalau anak tidak mau
melakukan apa yang diperintahkan, maka harus mengagetkan mereka,” kata dr
Irawan dalam seminar yang diselenggarakan di Kantor Pusat Sun Hope
Indonesia,
belum
lama
ini.
Terapi sensori integrasi, sambungnya, khusus ditujukan pada fungsi biologis
otak. Sehingga otak melakukan segala sesuatu dengan benar. Sementara itu,
terapi okupasi dilakukan untuk memperbaiki aktivitas penderita autis. Selain itu
ada juga terapi wicara yang dilakukan untuk membantu penderita autis yang
mengalami
gangguan
bicara
agar
bisa
berbicara
kembali.
Ternyata agar anak autis dapat kembali di tengah-tengah keluarganya, tak
hanya langkah terapi saja yang dilakukan. Pemberian nutrisi tepat bagi
penyandang autis juga harus diperhatikan. Karena pada beberapa studi
menunjukkan bahwa anak yang mengalami autisme ternyata juga alergi
terhadap
makanan
tertentu.
Menurut ahli gizi Sun Hope Indonesia, Fatimah Syarief, AMG, StiP, orang tua
perlu memerhatikan beberapa jenis makanan yang sebaiknya dihindari seperti
makanan yang mengandung gluten (tepung terigu), permen, sirip, dan
makanan siap saji yang mengandung pengawet, serta bahan tambahan
makanan.
“Penderita autis umumnya mengalami masalah pencernaan terutama makanan
yang mengandung casein (protein susu) dan gluten (protein tepung),”
Selain asupan makanan yang tepat, suplementasi pun perlu diberikan pada
pasien autis mengingat adanya gangguan metabolisme penyerapan zat gizi
(lactose intolerance) dan gangguan cerna yang diakibatkan karena konsumsi
antibiotik dengan pemberian sinbiotic (kombinasi Sun Hope probiotik dan
enzymes
sebagai
prebiotik).
“Meski suplemen penting diberikan pada penderita autis, hal yang paling tepat
dilakukan adalah memberikan pengaturan nutrisi yang tepat. Ketika makanan
tidak tepat masuk ke dalam tubuh, maka akan masuk ke usus halus dan tidak
tercerna dengan baik. Akhirnya makanan tersebut keluar melalui urin, karena
material tersebut sifatnya toxic (racun) sehingga terserap ke otak. Hal tersebut
menyebabkan anak autis semakin hiperaktif,” jelasnya panjang lebar.
Tak hanya itu saja, untuk membantu mengurangi gejala hiperaktif dan
membantu meningkatkan konsentrasi dan perbaikan perilaku, suplementasi
omega
3
5.GANGGUAN PENCERNAAN, PENYEBAB UTAMA

KESULITAN MAKAN

PADA
ANAK
Pemberian makan pada anak memang sering menjadi masalah buat orangtua
atau pengasuh anak. Keluhan tersebut sering dikeluhkan orang tua kepada
dokter yang merawat anaknya. Faktor kesulitan makan pada anak inilah yang
sering dialami oleh sekitar 25% pada usia anak, jumlah akan meningkat sekitar
40-70% pada anak yang lahir prematur atau dengan penyakit kronik. Hal ini
pulalah yang sering membuat masalah tersendiri bagi orang tua, bahkan dokter
yang merawatnya. Penelitian yang dilakukan di Jakarta menyebutkan pada anak
prasekolah usia 4-6 tahun, didapatkan prevalensi kesulitan makan sebesar
33,6%. Sebagian besar 79,2% telah berlangsung lebih dari 3 bulan
Kesulitan makan karena sering dan berlangsung lama sering dianggap biasa.
Sehingga akhirnya timbul komplikasi dan gangguan tumbuh kembang lainnya
pada anak. Salah satu keterlambatan penanganan masalah tersebut adalah
pemberian vitamin tanpa mencari penyebabnya sehingga kesulitan makan
tersebut terjadi berkepanjangan. Akhirnya orang tua berpindah-pindah dokter
dan berganti-ganti vitamin tapi tampak anak kesulitan makannya tidak
membaik. Sering juga terjadi bahwa kesulitan makan tersebut dianggap dan
diobati sebagai infeksi tuberkulosis yang belum tentu benar diderita anak.
Dengan penanganan kesulitan makan pada anak yang optimal diharapkan dapat
mencegah komplikasi yang ditimbulkan, sehingga dapat meningkatkan kualitas
anak Indonesia dalam menghadapi persaingan di era globalisasi mendatang
khususnya. Tumbuh kembang dalam usia anak sangat menentukan kualitas
seseorang
bila
sudah
dewasa
nantinya.
GEJALA
SUATU
PENYAKIT
Kesulitan makan bukanlah diagnosis atau penyakit, tetapi merupakan gejala
atau tanda adanya penyimpangan, kelainan dan penyakit yang sedang terjadi
pada tubuh anak. Pengertian kesulitan makan adalah jika anak tidak mau atau
menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi makanan atau
minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fsiologis (alamiah dan
wajar), yaitu mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan, mengunyah,
menelan hingga sampai terserap dipencernaan secara baik tanpa paksaan dan
tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu. Gejala kesulitan makan pada anak
(1). Kesulitan mengunyah, menghisap, menelan makanan atau hanya bisa
makanan lunak atau cair, (2) Memuntahkan atau menyembur-nyemburkan
makanan yang sudah masuk di mulut anak, (3).Makan berlama-lama dan
memainkan makanan, (4) Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke
dalam mulut atau menutup mulut rapat, (5) Memuntahkan atau menumpahkan
makanan, menepis suapan dari orangtua, (6). Tidak menyukai banyak variasi
makanan
dan
(7),
Kebiasaan
makan
yang
aneh
dan
ganjil.
PENYEBAB
UTAMA
KESULITAN
MAKAN
Penyebab kesulitan makanan itu sangatlah banyak. Semua gangguan fungsi
organ tubuh dan penyakit bisa berupa adanya kelainan fsik, maupun psikis
dapat dianggap sebagai penyebab kesulitan makan pada anak. Kelainan fsik
dapat berupa kelainan organ bawaan atau infeksi bawaan sejak lahir dan infeksi
didapat
dalam
usia
anak.

Secara umum penyebab umum kesulitan makan pada anak dibedakan dalam 3
faktor, diantaranya adalah hilang nafsu makan, gangguan proses makan di mulut
dan pengaruh psikologis. Beberapa faktor tersebut dapat berdiri sendiri tetapi
sering kali terjadi lebih dari 1 faktor. Penyebab paling sering adalah hilangnya
nafsu makan, diikuti gangguan proses makan. Sedangkan faktor psikologis yang
dulu dianggap sebagai penyebab utama, mungkin saat mulai ditinggalkan atau
sangat
jarang.
Pengaruh hilang atau berkurangnya nafsu makan tampaknya merupakan
penyebab utama masalah kesulitan makan pada anak. Pengaruh nafsu makan ini
bisa mulai dari yang ringan (berkurang nafsu makan) hingga berat (tidak ada
nafsu makan). Tampilan gangguan yang ringan berupa minum susu botol sering
sisa, waktu minum ASI berkurang (sebelumnya 20 menit menjadi 10 menit),
makan sering sisa atau hanya sedikit atau mengeluarkan dan menyemburnyemburkan makanan di mulut. Sedangkan gangguan yang lebih berat tampak
anak menutup rapat mulutnya atau tidak mau makan dan minum sama sekali.
Berkurang atau hilangnya nafsu makan ini sering diakibatkan karena gangguan
fungsi
saluran
cerna.
Gangguan fungsi pencernaan tersebut kadang tampak ringan seperti tidak ada
gangguan. Tanda dan gejala yang menunjukkan adanya gangguan tersebut
adalah perut kembung, sering “cegukan”, sering buang angin, sering muntah
atau seperti hendak muntah bila disuapin makan. Gampang timbul muntah
terutama bila menangis, berteriak, tertawa, berlari atau bila marah. Sering nyeri
perut sesasaat, bersifat hilang timbul. Sulit buang air besar (bila buang air besar
”ngeden”, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya buang air besar
sering (>2 kali/perhari). Kotoran tinja berwarna hitam atau hijau, berbentuk
keras, bulat (seperti kotoran kambing) atau cair disertai bentuk seperti biji
lombok, pernah ada riwayat berak darah. Gangguan tidur malam : malam rewel,
kolik, tiba-tiba mengigau atau menjerit, tidur bolak balik dari ujung ke ujung lain
tempat tidur. Lidah tampak kotor, berwarna putih serta air liur bertambah
banyak
atau
mulut
berbau
Gangguan saluran cerna biasanya disertai kulit yang sensitif. Sering timbul
bintik-bintik kemerahan seperti digigit nyamuk atau serangga, biang keringat,
kulit berwarna putih (seperti panu) di wajah atau di bagian badan lainnya. Saat
bayi sering timbul gangguan kulit di pipi, sekitar mulut, sekitar daerah popok dan
sebagainya.
Tanda dan gejala tersebut di atas sering dianggap biasa karena sering terjadi
pada banyak anak. Padahal bila di amati secara cermat tanda dan gejala
tersebut merupakan manifestasi adanya gangguan pencernaan, yang sangat
mungkin
berkaitan
dengan
kesulitan
makan
pada
anak.
GANGGUAN
PROSES
MAKAN
DI
MULUT
Proses makan terjadi mulai dari memasukkan makan dimulut, mengunyah dan
menelan. Ketrampilan dan kemampuan koordinasi pergerakan motorik kasar di
sekitar mulut sangat berperanan dalam proses makan tersebut. Pergerakan
morik tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah dan menelan
dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah dan banyak otot
lainnya di sekitar mulut. Gangguan proses makan di mulut tersebut seringkali

berupa
gangguan
mengunyah
makanan.
Tampilan klinis gangguan mengunyah adalah keterlambatan makanan kasar
tidak bisa makan nasi tim saat usia 9 bulan, belum bisa makan nasi saat usia 1
tahun, tidak bisa makan daging sapi (empal) atau sayur berserat seperti
kangkung. Bila anak sedang muntah dan akan terlihat tumpahannya terdapat
bentukan nasi yang masih utuh. Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah
nasi tersebut tidak sempurna. Tetapi kemampuan untuk makan bahan makanan
yang keras seperti krupuk atau biskuit tidak terganggu, karena hanya
memerlukan beberapa kunyahan. Gangguan koordinasi motorik mulut ini juga
mengakibatkani kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak
sengaja.
Kelainan lain yang berkaitan dengan koordinasi motorik mulut adalah
keterlambatan bicara dan gangguan bicara (cedal, gagap, bicara terlalu cepat
sehingga sulit dimengerti). Gangguan motorik proses makan ini biasanya disertai
oleh gangguan keseimbangan dan motorik kasar lainnya seperti tidak
mengalami proses perkembangan normal duduk, merangkak dan berdiri.
Sehingga terlambat bolak-balik (normal usia 4 bulan), terlambat duduk
merangkak (normal 6-8 bulan) atau tidak merangkak tetapi langsung berjalan,
keterlambatan kemampuan mengayuh sepeda (normal usia 2,5 tahun), jalan
jinjit, duduk bersimpuh leter “W”. Bila berjalan selalu cepat, terburu-buru seperti
berlari, sering jatuh atau menabrak, sehingga sering terlambat berjalan. Ciri
lainnya biasanya disertai gejala anak tidak bisa diam, mulai dari overaktif hingga
hiperaktif. Mudah marah serta sulit berkonsentrasi, gampang bosan dan selalu
terburu-buru.
Gangguan saluran pencernaan tampaknya merupakan faktor penyebab
terpenting dalam gangguan proses makan di mulut. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa dengan teori ”Gut Brain Axis”. Teori ini menunjukkan bahwa bila terdapat
gangguan saluran cerna maka mempengaruhi fungsi susunan saraf pusat atau
otak. Gangguan fungsi susunan saraf pusat tersebut berupa gangguan
neuroanatomis dan neurofungsional. Salah satu manifestasi klinis yang terjadi
adalah
gangguan
koordinasi
motorik
kasar
mulut.
Kelainan bawaan adalah gangguan fungsi organ tubuh atau kelainan anatomis
organ
tubuh
yang
terjadi
sejak
pembentukan
organ
dalam
kehamilan.Diantaranya adalah kelainan mulut, tenggorok, dan esofagus:
sumbing, lidah besar, tenggorok terbelah, fstula trakeoesofagus, atresia
esofagus, Laringomalasia, trakeomalasia, kista laring, tumor, tidak ada lubang
hidung, serebral palsi, kelainan paru, jantung, ginjal dan organ lainnya sejak lahir
atau
sejak
dalam
kandungan.
Bila fungsi otak tersebut terganggu maka kemampuan motorik untuk makan
akan terpengaruh. Gangguan fungsi otak tersebut dapat berupa infeksi, kelainan
bawaan atau gangguan lainnya seperti serebral palsi, miastenia gravis,
poliomielitis.. Bila kelainan susunan saraf pusat ini terjadi karena kelainan
bawaan sejak lahir biasanya disertai dengan gangguan motorik atau gangguan
perilaku
dan
perkembangan
lainnya.
GANGGUAN
PSIKOLOGIS
Gangguan psikologis dahulu dianggap sebagai penyebab utama kesulitan makan

pada anak. Tampaknya hal ini terjadi karena dahulu kalau kita kesulitan dalam
menemukan penyebab kesulitan makan pada anak maka gangguan psikologis
dianggap sebagai diagnosis keranjang sampah untuk mencari penyebab
kesulitan makan pada anak. Untuk memastikan gangguan psikologis sebagai
penyebab utama kesulitan makan pada anak harus dipastikan tidak adanya
kelainan organik pada anak. Kemungkinan lain yang sering terjadi, gangguan
psikologis memperberat masalah kesulitan makan yang memang sudah terjadi
sebelumnya.
Gangguan pskologis bisa dianggap sebagai penyebab bila kesulitan makan itu
waktunya bersamaan dengan masalah psikologis yang dihadapi. Bila faktor
psikologis tersebut membaik maka gangguan kesulitan makanpun akan
membaik. Untuk memastikannya kadang sulit, karena dibutuhkan pengamatan
yang cermat dari dekat dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Karenanya
hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang tua bekerjasama dengan
psikater
atau
psikolog.
Pakar psikologis menyebutkan sebab meliputi gangguan sikap negatifsme,
menarik perhatian, ketidak bahagian atau perasaan lain pada anak, kebiasaan
rewel pada anak digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan yang sangat
diinginkannya, sedang tertarik permainan atau benda lainya, meniru pola makan
orang
tua
atau
saudaranya
reaksi
anak
yang
manja.
Beberapa aspek psikologis dalam hubungan keluarga, baik antara anak dengan
orang tua, antara ayah dan ibu atau hubungan antara anggota keluarga lainnya
dapat mempengaruhi kondisi psikologis anak. Misalnya bila hubungan antara
orang tua yang tidak harmonis, hubungan antara anggota keluarga lainnya tidak
baik atau suasana keluarga yang penuh pertentangan, permusuhan atau emosi
yang tinggi akan mengakibatkan anak mengalami ketakutan, kecemasan, tidak
bahagia, sedih atau depresi. Hal itu mengakibatkan anak tidak aman dan
nyaman sehingga bisa membuat anak menarik diri dari kegiatan atau lingkungan
keluarga
termasuk
aktiftas
makannya
Sikap orang tua dalam hubungannya dengan anak sangat menentukan untuk
terjadinya gangguan psikologis yang dapat mengakibatkan gangguan makan.
Beberapa hal tersebut diantaranya adalah : perlindungan dan perhatian
berlebihan pada anak, orang tua yang pemarah, stress dan tegang terus
menerus, kurangnya kasih sayang baik secara kualitas dan kuantitas, urangnya
pengertian dan pemahaman orang tua terhadap kondisi psikologis anak,
hubungan antara orang tua yang tidak harmonis, sering ada pertengkaran dan
permusuhan.
KOMPLIKASI
KESULITAN
MAKAN
Peristiwa kesulitan makan yang terjadi pada penderita Autis biasanya
berlangsung lama. Komplikasi yang bisa ditimbulkan adalah gangguan asupan
gizi seperti kekurangan kalori, protein, vitamin, mineral dan anemia (kurang
darah). Defsiensi zat gizi ini ternyata juga akan memperberat masalah
gangguan metabolisme dan gangguan fungsi tubuh lainnya yang terjadi pada
penderita Autis. Keadaan ini tentunya akan menghambat beberapa upaya
penanganan
dan
terapi
yang
sudah
dilakukan
selama
ini.
Kekurangan kalori dan protein yang terjadi tentunya akan mengakibatkan

gangguan pertumbuhan pada penderita Autis. Tampilan klinis yang dapat dilihat
adalah kegagalan dalam peningkatan berat badan atau tinggi badan. Dalam
keadaan normal anak usia di atas 2 tahun seharusnya terjadi peningkatan berat
badan 2 kilogram dalam setahun. Pada penderita kesulitan makan sering terjadi
kenaikkan berat badan terjadi agak susah bahkan terjadi kecenderunagn tetap
dalam
keadaan
yang
cukup
lama.
PENANGANAN
KESULITAN
MAKAN
PADA
ANAK
Beberapa langkah yang dilakukan pada penatalaksanaan kesulitan makan pada
anak yang harus dilakukan adalah : (1). Pastikan apakah betul anak mengalami
kesulitan makan Cari penyebab kesulitan makanan pada anak, (2). Identifkasi
adakah komplikasi yang terjadi, (3) Pemberian pengobatan terhadap penyebab,
(4). Bila penyebabnya gangguan saluran cerna (seperti alergi, intoleransi atau
coeliac), hindari makanan tertentu yang menjadi penyebab gangguan.
Gangguan fungsi pencernaan kronis pada anak tampaknya sebagai penyebab
paling penting dalam kesulitan makan. Gangguan fungsi saluran cerna kronis
yang terjadi seperti alergi makanan, intoleransi makanan, penyakit coeliac dan
sebagainya. Reaksi simpang makanan tersebut tampaknya sebagai penyebab
utama gangguan-gangguan tersebut. Hal ini bisa dilihat dengan timbulnya
permasalahan kesulitan makan ini terbanyak saat usia di atas 6 bulan ketika
mulai diperkenalkannya variasi makanan tambahan baru. Penelitian yang
dilakukan di Picky Eater Clinic Jakarta menunjukkan, setelah dilakukan
penghindaran makanan tertentu pada 218 anak dengan kesulitan makan dengan
gangguan intoleransi makanan, alergi makanan, penyakit coeliac, Setelah
dilakukan penghindaran makanan selama 3 minggu, tampak perbaikan kesulitan
makan sejumlah 78% pada minggu pertama, 92% pada minggu ke dua dan 96%
pada minggu ketiga. Gangguan saluran cerna juga tampak membaik sekitar 84%
dan 94% penderita antara minggu pertama dan ketiga. Tetapi perbaikan
gangguan mengunyah dan menelan hanya bisa diperbaiki sekitar 30%. Mungkin
gangguan ini akan membaik maksimal seiring dengan pertambahan usia.
Penanganan dalam segi neuromotorik dapat melalui pencapaian tingkat
kesadaran yang optimal dengan stimulasi sistem multisensoris, stimulasi kontrol
gerak oral dan refeks menelan, teknik khusus untuk posisi yang baik.
Penggunaan sikat gigi listrik dan minum dengan sedotan kadang membantu
memperbaiki masalah ini. Aktiftas meniup balon atau harmonika dan senam
mulut dengan gerakan tertentu juga sering dianjurkan untuk gangguan ini.
Pemberian suplemen vitamin atau obat tertentu sering diberikan pada kasus
kesulitan makan pada anak. Tindakan ini bukanlah cara terbaik untuk
menyelesaikan masalah, bila tidak disertai dengan mencari penyebabnya.
Kadangkala pemberian vitamin atau obat-obatan justru menutupi penyebab
gangguan tersebut, kalau penyebabnya tidak tertangani tuntas maka keluhan
tersebut terus berulang. Bila penyebabnya tidak segera terdeteksi maka anak
akan tergantung dengan pemberian vitamin tersebut Bila kita tidak waspada
terdapat beberapa akibat dari pemberian obat-obatan dan vitamin dalam jangka
waktu
yang
lama.
Selain mengatasi penyebab kesulitan makan sesuai dengan penyebab, harus
ditunjang dengan cara pemberian makan yang sesuai untuk anak dengan

kesulitan makan pada anak. Karena anak dengan gangguan makan kebiasaan
dan perilaku makannya berbeda dengan anak yang sehat lainnya. Kesulitan
makan disertai gangguan fungsi saluran cerna biasanya terjadi jangka panjang,
dan sebagian akan berkurang pada usia tertentu. Gangguan alergi makanan
akan membaik setelah usia setelah usia 5-7 tahun. Tetapi pada kasus penyakit
coeliac atau intoleransi makanan terjadi dalam waktu yang lebih lama bahkan
tidak
sedikit
yang
terjadi
hingga
dewasa.

6.Depresi pada anak
Bukanlah hal aneh jika orang dewasa mengalami depresi. Seiring dengan
meningkatnya beban hidup di masa sekarang ini, meningkat pula
kecenderungan orang untuk menjadi depresi. Tapi, bagaimana jika ini terjadi
pada anak kecil yang dianggap belum mempunyai beban hidup? Apakah ada
kemungkinan mereka mengalami depresi? Jawabnya ternyata ADA!
Bagaimana cara mengetahui anak kita mengalami depresi? Apakah kesedihan
pada anak-anak dianggap tidak wajar? Bagaimana cara membedakan kesedihan
dengan depresi pada anak-anak? Semuanya akan dibahas di bawah ini.
Gangguan depresi pada anak sebelumnya tidak terlalu dikenali dan biasanya
dianggap sebagai gangguan mood yang normal pada fase perkembangan.
Keraguan ini disebabkan karena anak dan remaja dianggap belum matang
secara psikologis dan kognitif. Berdasarkan penelitian, anak perempuan memiliki
kecenderungan untuk menderita depresi lebih tinggi daripada anak laki-laki.
Depresi merupakan sekelompok penyakit gangguan alam perasaan dengan
dasar penyebab yang sama. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap
etiologi depresi, khususnya pada anak dan remaja adalah:
1. Faktor genetik
Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik
mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam
suatu keluarga tertentu. Bila pada suatu keluarga, salah satu orangtua
menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat untuk menderita depresi
dan apabila kedua orangtuanya menderita depresi maka risiko untuk mendapat
gangguan alam perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat.
Pada kembar monozigot, 76% akan mengalami gangguan afektif sedangkan bila
kembar dizigot hanya 19%. Pricer (1968) dan Bertelsen et al (1977) melaporkan
hasil yang hampir sama. Bagaimana proses gen diwariskan, belum diketahui
secara pasti. Bahwa kembar monozigot tidak 100% menunjukkan gangguan
afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik yang turut berperan.

2. Faktor Sosial
Dilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu
menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya
menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status
sosial keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau
struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada
anak.
Ibu yang menderita depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan
gangguan psikopatologi pada anak dibandingkan jika depresi terjadi pada ayah.
Beberapa peneliti melaporkan adanya hubungan yang signifkan antara riwayat
penganiayaan fsik atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya belum
diketahui secara pasti.
Diyakini bahwa faktor non-genetik seperti faktor fsik maupun lingkungan
merupakan pencetus kemungkinan terjadinya depresi pada anak dengan riwayat
genetik.
3. Faktor Biologis lainnya
Dua hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan
terfokus pada terganggunya regulator sistem monoamin-neurotransmiter,
termasuk norepinefrin dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis lain
menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat hubungannya dengan perubahan
keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya
kolinergik, sementara dopamin secara fungsional menurun.
Diduga ada kaitan antara depresi dengan adanya gangguan kesehatan lain,
seperti: infeksi virus, anemia, hipotiroid atau hipertiroid, dan epilepsi. Namun
penyebab yang pasti dari depresi ini masih belum dapat dipastikan. Diduga
kombinasi dari kerentanan genetik (biologi), pengalaman perkembangan yang
kurang optimal secara psikologi dan terpapar pada stresor sosial dapat
menyebabkan gangguan ini. 90% gejala depresi pada anak dan remaja didahului
oleh adanya pemicu.
Faktior risiko yang dapat memicu munculnya depresi:
- adanya riwayat depresi pada keluarga
- episode depresi sebelumnya
- konfik keluarga
- kelemahan dalam bidang akademik
- gangguan cemas atau penyalahgunaan zat
Tidak seperti bintik-bintik merah pada penyakit campak, atau hidung yang
memerah pada penyakit fu, gejala depresi tidaklah terlalu konkret, dan sebagai
konsekuensinya, seringkali hal ini tidak terdeteksi oleh orangtua. Berikut ini
adalah tanda-tanda depresi:
- Keluhan fsik seperti sakit kepala, sakit sendi dan otot, sakit perut, dan rasa
lelah
- Sering bolos sekolah atau sikapnya di sekolah tidak baik
- Adanya maksud dan usaha untuk lari dari rumah
- Berteriak tanpa kejelasan, sering menangis atau mengeluh terhadap segala
sesuatu
- Merasa cepat bosan

- Tidak ada minat untuk bermain dengan teman-temannya
- Penggunaan zat atau alkohol
- Tidak mau berkomunikasi dan berteman lagi
- Takut akan kematian
- Sangat sensitif terhadap penolakan dan kegagalan
- Sering menunjukkan rasa marah, bermusuhan, dan sikap yang mudah
tersinggung
- Perilaku yang membahayakan dan ceroboh
- Kesulitan dalam menjalin hubungan dengan teman atau orang lain
- Konsentrasi yang buruk yang dapat berhubungan dengan nilai sekolahnya
- Tangis terus menerus dan kesedihan persisten
- Kurangnya antusiasme atau motivasi
- Kelelahan kronis atau kekurangan energi
- Menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang tadinya disukai
- Perubahan kebiasaan makan dan tidur (adanya kenaikan atau penurunan berat
badan yang terlihat jelas, suka sekali tidur atau sulit tidur)
- Suka lupa
- Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan
- Perkembangan mayor yang tertunda (pada balita – tidak berjalan, berbicara
atau mengekspresikan diri)
- Bermain yang melibatkan kekerasan, baik terhadap diri sendiri maupun orang
lain, atau dengan tema yang sedih
- Seringnya muncul pembicaraan mengenai kematian atau bunuh diri.
Depresi harus dibedakan dengan kesedihan yang normal dan gangguan
psikiatris lainnya. Sebelum diagnosis psikiatris ditegakkan, kondisi organik yang
mirip ataupun yang menimbulkan gejala-gejala psikiatris harus disingkirkan
terlebih dahulu seperti gangguan organik, intoksikasi zat, ketergantungan dan
abstinensi, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung, serta
gangguan penyesuaian.
Keadaan seperti ini sangat bervariasi, sehingga pengetahuan tentang
perkembangan anak normal dan penyakit fsik dengan manifestasi psikiatris
sangat diperlukan untuk dapat menegakkan diagnosis yang akurat.
Bagaimana mengobati depresi anak?
Perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan sesuai dengan indikasi,
misalnya penderita cenderung mau bunuh diri, atau adanya penyalahgunaan
atau ketergantungan obat. Pada umumnya, penderita berhasil ditangani dengan
rawat jalan. Sekali diagnosis depresi berat ditegakkan pada anak, psikoterapi
dan medikasi merupakan terapi yang harus diberikan. Namun, pengobatan
selalu bersifat individual, tergantung pada hasil pertimbangan evaluasi anak dan
keluarganya, termasuk kombinasi terapi individu, terapi keluarga, serta
konsultasi dengan pihak sekolah.
Pengobatan populasi depresi pada umumnya bersifat multi modal, meliputi anak,
orangtua, dan sekolah untuk memperpendek episode depresi. Pada anak yang
mengalami depresi, pengembangan kognitif dan emosi merupakan intervensi
psikoterapetik yang harus dibangun. Beberapa pendekatan psikoterapi berbeda
yang digunakan telah menunjukkan hasil, seperti:
• Psikoterapi perorangan (individual psychotherapy)

• Terapi bermain (play therapy)
• Terapi berorientasi kesadaran (insight-oriented therapy)
• Terapi tingkah laku (behavioral therapy)
• Model stres hidup (life stress model)
• Psikoterapi kognitif (cognitive psychotherapy)
• Lain-lain, seperti terapi kelompok (group therapy), latihan orangtua (parent
training), terapi keluarga (family training), pendidikan remedial (remedial
education), dan penempatan di luar rumah (out of homeplacement).
Sedangkan, farmakoterapi yang sering digunakan:
1. Golongan antidepresi trisiklik: Amitriptilin, Imipramin, dan Desipramin.
Berbeda dengan orang dewasa, pada anak tidak menunjukkan perbedaan yang
berarti antara antidepresi golongan trisiklik dengan plasebo. Obat ini bersifat
kardiotoksik dan cenderung berakibat fatal bila melampaui dosis.
2. Golongan obat yang bekerja spesifk menghambat ambilan serotinin:
fuoksetin dan sertralin.
Obat ini memberikan harapan yang cerah dalam pengobatan depresi pada anak
dan remaja. Merupakan obat pilihan pertama pada anak dan remaja karena
dapat ditoleransi dengan baik dan efek yang merugikan lebih sedikit
dibandingkan dengan antidepresi golongan trisiklik. Sayangnya, sedikit sekali
penelitian tentang pengobatan rumatan (maintenance) pada anak dan remaja.
Dibandingkan dengan usia dewasa, pada masa remaja cenderung berkembang
untuk agitasi

Dokumen yang terkait

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Asas asas pemerintahan yang baik

0 38 8

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan

5 23 66