BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Sintesis Biodiesel Sawit Melalui Reaksi Interesterifikasi menggunakan Katalis Enzim Lipase Terimobilisasi: Pengaruh Jumlah Biokatalis, Rasio Mol Reaktan, dan Temperatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 CRUDE PALM OIL (CPO)

  Diketahui bahwa Indonesia merupakan negara produsen utama minyak kelapa sawit. Share minyak kelapa sawit Indonesia terhadap total produksi dunia minyak kelapa sawit tahun 2005-2008 berkisar 41,64%-44,67% dan share terhadap total produksi dunia minyak hayati sekitar 10%-12,12%. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia memiliki tren meningkat sekitar 11,31%/tahun. Dari sisi peruntukannya, sekitar 25% dari total produksi minyak kelapa sawit Indonesia digunakan untuk konsumsi dan selebihnya ditujukan untuk pasar ekspor.

  Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit dan luas areal tanaman kelapa sawit menghasilkan Indonesia tahun 1980-2008 disajikan pada Gambar

  2.1. Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia tumbuh dengan cepat sejak 1980. Saat itu pemerintah Indonesia giat mengembangkan tanaman ekspor perkebunan, selain dilatarbelakangi oleh pencarian sumber minyak makan/minyak goreng pengganti minyak kelapa yang diprediksi tidak akan mencukupi kebutuhan dalam negeri di masa depan [21].

Gambar 2.1 Perkembangan Luas Areal Perkebunan dan Areal Tanaman Kelapa

  Sawit Menghasilkan di Indonesia, Tahun 1980-2008 [21]

  5 Minyak sawit mentah (CPO) menyumbang 21% dari minyak global dan pasokan lemak, dan 26% dari pasokan minyak nabati global. Kelapa sawit adalah tanaman yang menghasilkan minyak per hektar tertinggi. Satu hektar menghasilkan minyak sawit 15-30 ton buah segar, memberikan 2 sampai 7 ton CPO, serta PKO (Palm Kernel Oil) yang diekstrak dari biji.

  Trigliserida (Tg) adalah molekul yang sangat stabil tapi hanya selama itu terbatas dalam sel. Semua sel mesocarp, selain memiliki penyimpanan minyak, mengandung lipase (enzim hidrolitik). Enzim ini memiliki fungsi yang sangat spesifik, yaitu, memutus molekul trigliserida kembali ke asam lemak dan gliserol melalui proses yang disebut hidrolisis. Namun enzim ini akan rusak pada suhu di atas 80 ° C [22].

  Berikut ini adalah tabel dari komposisi trigliserida dan tabel komposisi asam lemak dari minyak kelapa sawit

Tabel 2.1. Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit [23]

  Trigliserida Jumlah (%) Tripalmitin 3 - 5

  Dipalmito - Stearine 1 - 3 Oleo - Miristopalmitin 0 - 5

  Oleo - Dipalmitin 21 - 43 Oleo - Palmitostearine 10 - 11

  Palmito - Diolein 32 - 48 Stearo - Diolein 0 - 6

  Linoleo - Dioelin 3 - 12

Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit [23]

  Asam Lemak Jumlah (%)

  • Asam Kaprilat - Asam Kaproat Asam Miristat 1,1
    • – 2,5 Asam Palmitat 40 - 46

  Asam Stearat 3,6

  • – 4,7 Asam Oleat

  30

  • – 45
    • Asam LAurat Asam Linoleat 7 - 11

  6

2.2 SINTESIS BIODIESEL

  Bahan bakar minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang banyak digunakan berbagai negara di dunia pada saat ini. Kebutuhan bahan bakar ini selalu meningkat, seiring dengan penggunaannya di bidang industri maupun transportasi. Ketersediaan bahan bakar minyak bumi terbatas dan sifatnya tidak terbarukan, sehingga diprediksikan akan ada kelangkaan bahan bakar minyak. Kelangkaaan inilah yang menimbulkan adanya krisis energi di dunia, sehingga membutuhkan sumber energi alternatif diantaranya biodiesel [1].

  Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, tidak mengandung sulfur dan tidak beraroma. Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan minyak tumbuhan dengan alkohol menggunakan basa sebagai katalis pada suhu dan komposisi tertentu [3].

  Lee, et al telah melakukan penelitian pembuatan metil ester dengan menggunakan bahan baku lemak babi dan minyak bekas restoran dengan menggunakan katalis basa dan katalis enzim sebanyak 10%. Konversi tertinggi diperoleh setelah 24 jam sebesar 96% [17]. Mata, et al juga telah melakukan penelitian biodiesel dengan menggunakan bahan baku berupa minyak jagung transgenik dengan enzim sebagai katalis dan etanol sebagai reaktan. Adapun perbandingan rasio mol rekatan yang divariasikan yaitu sebesar 1:3, 1:6, dan 1:9 dengan waktu reaksi 8 jam dan 12 jam. Yield tertinggi diperoleh sebesar 98,95 %

  o

  dengan rasio 1:6 dan temperature 35 C [18]. Penelitian transesterifikasi dari minyak lobak telah dilakukan oleh Kazanceva, et al dengan menggunakan n- butanol sebagai reaktan dan lipozyme TL IM dan lipozyme RM IM sebagai

  o o

  biokatalis pada temperatur 30 C C [19]. Du, et al melakukan penelitian

  • – 60 dengan menggunakan minyak kedelai sebagai bahan baku dan melakukan percobaan dengan berbagai penerima gugus asil yang berbeda. Katalis yang digunakan pada penelitian ini adalah Novozym 435 dan yield tertinggi yang diperoleh adalah 92 % selama 10 jam waktu reaksi [7]. Ognjanovic, et al melakukan penelitian dengan menggunakan Novozym 435 sebagai katalis untuk mensintesis minyak bunga matahari menjadi biodiesel dan methanol sebagai

  7 reaktan. Yield tertinggi sebesar > 99% diperoleh setelah 50 jam waktu reaksi, kecepatan pengadukan 150 rpm, dan perbandingan molar rasio 1:3 [20].

  Biodiesel (fatty acid methyl ester) telah diproduksi secara komersial melalui reaksi transesterifikasi minyak nabati dengan metanol menggunakan katalis alkali. Tetapi katalis alkali ini mempunyai beberapa kelemahan, seperti terjadinya reaksi pembentukan sabun akibat bereaksinya katalis (logam alkali) dengan asam lemak bebas. Selain itu katalis yang bercampur homogen juga mengakibatkan kesulitan dalam pemurnian produk. Proses pemurnian produk yang cukup sulit inilah yang pada akhirnya mengakibatkan harga biodiesel menjadi cukup mahal [4]. Oleh karena itu, penggunaan metil asetat sebagai katalis untuk sintesis biodiesel memiliki prospek yang menguntungkan karena dapat memperbaiki kelemahan katalis alkali yaitu tidak bercampur homogen sehingga pemisahannya mudah dan mampu mengarahkan reaksi secara spesifik tanpa adanya reaksi samping yang tidak diinginkan [24].

  Sintesis biodiesel melalui rute non alkohol ini termasuk ke dalam reaksi interesterifikasi, interesterifikasi dapat digambarkan sebagai pertukaran gugus antara dua buah ester, dimana hal ini hanya dapat terjadi apabila terdapat katalis [24].

2.3 REAKSI INTERESTERIFIKASI

  Proses interesterifikasi ada dua macam yaitu interesterifikasi kimia dan interesterifikasi enzimatik. Sebagai substrat dalam proses interesterifikasi adalah campuran minyak dan lemak dengan perbandingan tertentu. Proses interesterifikasi kimia tidak menghasilkan asam lemak trans dan sampai sekarang masih tetap dipergunakan untuk proses industri. Proses reaksi selama interesterifikasi kimia berlangsung secara random atau acak dalam penyusunan posisi asam lemak dalam trigrliserida, sehingga hasil interesterifikasi ini harus dilakukan pengendalian yang ketat yaitu dengan melakukan pengontrolan secara fisik dan waktu reaksi relatif singkat.

  Secara umum proses interesterifikasi kimia berlangsung dengan tiga macam reaksi sekaligus yaitu: 1) Alkoholisis, 2) Acidolisis, 3) Transesterifikasi. Proses interesterifikasi kimia tidak begitu ramah lingkungan apabila dibandingkan

  8 dengan interesterifikasi enzim, karena mempunyai limbah kimia yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak ditangani dengan baik.

  Selain proses Interesterifikasi kimia yang sudah lama berkembang maka kemudian dikembangkan teknologi dengan memakai enzim yang disebut proses interesterifikasi enzimatik. Interesterifikasi enzimatik ini mempunyai reaksi yang

  o o

  sangat spesifik dan stabil dalam suhu 55 C-75

  C. Sistem proses interesterifikasi enzimatik dapat dilakukan dengan sistem batch dan sistem continue. Enzim dapat digunakan secara berulang-ulang hingga 10-20 kali [2].

Gambar 2.2 Reaksi Interesterifikasi dengan Metil Asetat

  Rute reaksi non-alkohol bisa dilakukan dengan cara mengganti alkohol dengan alkil asetat yang sama-sama berfungsi sebagai pensuplai alkil. Reaksi trigliserida dari minyak sawit dengan alkil asetat akan menghasilkan biodiesel [4].

2.4 BIOKATALIS Reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologis selalu melibatkan katalis.

  Katalis ini dikenal sebagai katalis biologis (biokatalisator) yang digunakan sebagai alternatif katalis anorganik. Katalis biologis dapat dibagi dalam dua jenis yaitu yang berasal dari mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan khamir serta sejumlah enzim.

  Enzim merupakan biokatalisator yang sangat efektif yang akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik secara nyata. Sifat spesifisitas enzim berbeda satu sama lain sehingga dapat dimanfaatkan untuk tujuan reaksi atau jenis produk yang diharapkan. Enzim juga dapat bekerja pada kondisi yang ramah (mild), sehingga lebih efisien karena dapat menekan konsumsi energi proses (tekanan dan temperatur tinggi). Katalis enzim juga meminimalisir terikutnya senyawa-senyawa pengotor dalam produk suatu proses.

  9 Saat ini enzim sebagai biokatalis telah banyak diaplikasikan secara komersial untuk proses-proses industri, antara lain dalam industri pangan, medis, kimia dan farmasi. Pada tahun 2000, penjualan enzim merupakan peringkat yang tinggi dalam bidang bioteknologi dan diperkirakan mencapai US$ 1,6 milyar [5].

  Sejalan dengan perkembangan bioteknologi industri telah memacu perkembangan rekayasa enzim dalam pemanfaatan enzim pada skala industri. Penggunaan enzim secara konvensional kurang menguntungkan dan tidak efisien karena setiap pemakaian ataupun analisis harus menggunakan enzim yang baru. Untuk mengatasi kelemahan ini dikembangkan rekayasa enzim dengan teknik imobilisasi. Salah satu matriks digunakan adalah natrium alginat. Bila natrium alginat direaksikan dengan larutan kalsium klorida akan terbentuk gel. Dalam gel ini enzim akan terjerat di antara ikatan polimer kalsium alginate [16].

2.5 ENZIM LIPASE

  Lipase merupakan enzim yang memiliki peran yang penting dalam bioteknologi modern. Banyak industri yang telah mengaplikasikan penggunaan enzim sebagai biokatalis. Lipase terkenal memiliki aktivitas yang tinggi dalam reaksi hidrolisis dan dalam kimia sintesis. Lipase dapat berperan sebagai biokatalis untuk reaksi reaksi hidrolisis, esterifikasi, alkoholisis, asidolisis and aminolisis. Candida dan Rhizopus yang merupakan organisme yang paling sering dipakai sebagai sumber sintesis penghasil lipase [25].

  Lipase merupakan enzim yang dapat diproduksi oleh beberapa mikroorganisme diantaranya yaitu bakteri dan jamur. Meningkatnya ketertarikan terhadap lipase karena enzim ini dapat digunakan sebagai katalis dalam hidrolisis untuk mensintesis ester asam lemak [24].

  Lipase mewakili sekelompok enzim yang larut dalam air dan dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan ester substrat lemak yang tak larut dalam air, dan berperan sebagai lapisan antarmuka antara air dan fase organik. Aksi enzimatik lipase pada substrat adalah hasil dari serangan nukleofilik pada atom karbon karbonil dari gugus ester. Beberapa lipase juga mampu mengkatalisis proses esterifikasi, interesterifikasi, transesterifikasi, asidolis, aminolisis dan dapat menunjukkan sifat enantioselektivitas [26].

  10 Harga lipase komersial biasanya sangat tinggi karena proses produksinya yang sulit dan memakan waktu. Selain itu, dalam proses reaksi enzimatis, lipase tidak dapat digunakan kembali lagi karena terlarut dalam media reaksi. Hal ini menyebabkan biaya reaksi yang dikatalisis lipase meningkat. Perlu adanya penelitian tentang teknik penggunakan kembali lipase, salah satunya adalah teknik reaksi immobilisasi dengan bantuan support sebagai media pembantu yang dapat menahan enzim dalam struktur molekulnya. diharapkan enzim digunakan kembali sehingga biaya produksi reaksi enzimatis dapat ditekan [25].

  Untuk aplikasi industri, spesifitas lipase adalah faktor penting. Enzim ini dapat menyajikan spesifisitas mengenai substrat (asam lemak atau alkohol), termasuk diferensiasi isomer. Lipase dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan spesifitas mereka.

  a) Lipase nonspesifik (seperti yang dihasilkan oleh Candida rugosa,

  Staphylococcus aureus, Chromobacterium viscosum, Thermomyces

  dan Pseudomonas sp). Mereka membelah molekul

  lanuginosus,

  asilgliserol secara acak dan menghasilkan FFA dan gliserol, serta monogliserida dan digliserida sebagai produk samping. Dalam hal ini, produk ini mirip dengan yang dihasilkan oleh katalisis kimia, tetapi suhu yang lebih rendah digunakan untuk reaksi, bila dibandingkan dengan proses kimia.

  b) Lipase 1,3-spesifik (misalnya dari Aspergillus niger, Mucor javanicus,

  Rhizopus delemar, Rhizopus oryzae, Yarrowia lipolytica, Rhizopus niveus,

  dan Penicillium roquefortii). Mereka melepaskan asam lemak dari posisi 1 dan 3 dari gliserida dan untuk alasan ini, produk yang dihasilkan memiliki komposisi yang berbeda dari lipase nonregioselective, atau bahkan oleh katalis kimia.

  c) Fatty acid lipase spesifik: mereka bertindak secara khusus pada hidrolisis ester, yang memiliki asam lemak dengan rantai panjang dan ikatan ganda dalam posisi cis pada karbon 9. Jenis ini umumnya berbeda di antara lipase dan contoh yang paling sering digunakan adalah lipase dari

  [15].

  Geotrichum candidum

  11

2.6 LIPASE TERIMOBILISASI

  Penggunaan enzim secara bebas untuk hasil produksi biodiesel memiliki keterbatasan teknis, dan secara praktis tidak dapat diandalkan, karena ketidakmungkinan pemulihan dan penggunaan kembali, yang pada akhirnya dapat meningkatkan biaya produksi proses, serta dapat meningkatkan kontaminasi produk dengan enzim yang tersisa. Kesulitan-kesulitan tersebut mampu diatasi dengan penggunaan enzim dalam bentuk terimobilisasi sehingga memungkinkan penggunaan kembali biokatalis beberapa kali, mengurangi biaya, dan lebih meningkatkan kualitas produk.

  Enzim terimobilisasi adalah yang diperangkap dan dilekatkan pada suatu medium agar enzim dapat lebih tahan terhadap perubahan kondisi sepe dan memungkinkan untuk dipakai lagi di reaksi lain. Sistem ini memiliki keunggulan dalam hal efisiensi sehingga di banyak digunakan dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim.

  Ada beberapa teknik yang digunakan untuk lipase terimobilisasi, seperti ikatan kovalen, adsorpsi, cross-linking, penjebakan, dan enkapsulasi [27].

2.6.1 Imobilisasi dengan Ikatan Kovalen

  Imobilisasi enzim dengan ikatan kovalen sudah berkembang pada tahun 1950 dan itu masih penting karena ikatan kovalen biasanya menyediakan hubungan terkuat antara enzim dan carrier. Ikatan kovalen terbentuk antara kelompok kimia enzim dan kelompok kimia pada permukaan carrier. Ikatan kovalen demikian digunakan di dalam berbagai pH, kekuatan ionik dan kondisi variabel lainnya [27]. Gambar 2.3 adalah gambar dari imobilisasi enzim dengan ikatan kovalen.

Gambar 2.3 Imobilisasi Enzim dengan Ikatan Kovalen [27]

  12

  2.6.2 Imobilisasi dengan Adsorpsi

  Sebuah enzim tidak dapat bergerak karena ikatan dengan ikatan energi rendah (misalnya interaksi ionik, ikatan hidrogen, gaya van der Waals, dll) permukaan baik eksternal atau internal carrier atau support. Karena imobilisasi enzim pada permukaan luar, tidak ada batasan difusi pori ditemui [27]. Gambar 2.4 adalah gambar dari imobilisasi enzim dengan cara adsorpsi

Gambar 2.4 Imobilisasi Enzim dengan Adsorpsi [27]

  2.6.3 Imobilisasi dengan Cross-Linking Cross-linking ditandai dengan ikatan kovalen antara berbagai molekul dari

  enzim melalui reagen polifungsional. Kesalahan menggunakan reagen polifungsional adalah bahwa mereka dapat mengubah sifat enzim. Teknik ini murah dan sederhana tapi tidak sering digunakan dengan protein murni karena menghasilkan enzim amobil sangat sedikit yang memiliki aktivitas intrinsik yang sangat tinggi [27]. Gambar 2.5 adalah gambar dari imobilisasi enzim dengan cara cross-linking.

Gambar 2.5 Imobilisasi Enzim dengan Cross-Linking [27]

  2.6.4 Imobilisasi dengan Penjebakan

  Teknik penjebakan enzim adalah salah satu metode yang paling sederhana untuk mengimobilisasi enzim dan juga seluruh sel. Jebakan berarti bahwa molekul enzim atau olahan terbatas dalam matriks yang dibentuk dengan mendispersikan komponen katalitik dalam medium fluida (larutan polimer), diikuti dengan pembentukan matriks yang tidak larut. Jadi jebakan mengacu pada proses dimana enzim yang tertanam dalam matriks yang dibentuk oleh kimia atau cara fisik seperti cross-linking atau gelasi. Matriks umumnya terbentuk selama proses

  13 imobilisasi [27]. Penjebakannya didasarkan pada lokalisasi enzim dalam kisi matriks polimer atau membrane namun tetap mempertahankan kemampuan enzim untuk menerima substrat [44]. Gambar 2.6 adalah gambar dari imobilisasi enzim dengan cara penjebakan.

Gambar 2.6 Imobilisasi Enzim dengan Penjebakan [27]

2.6.5 Imobilisasi dengan Enkapsulasi

  Enkapsulasi berarti mengurung tetesan larutan enzim dalam kapsul membran semipermeabel. Enkapsulasi adalah pembentukan membran seperti penghalang fisik di sekitar enzim. Metode enkapsulasi murah dan sederhana namun efektivitasnya kebanyakan tergantung pada stabilitas enzim meskipun sangat efektif dipertahankan dalam kapsul sebagai katalis [27]. Gambar 2.7 adalah gambar dari imobilisasi enzim dengan cara enkapsulasi

Gambar 2.7 Imobilisasi Enzim dengan Enkapsulasi [27]

  Perilaku katalitik enzim dalam bentuk terimobilisasi mungkin berbeda dari enzim terlarut. Efek transportasi massa (pengangkutan substrat untuk katalis dan difusi produk reaksi dari matriks katalis) dapat mengakibatkan penurunan aktivitas secara keseluruhan. Efek transportasi massa biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu efek eksternal dan internal. Eksternal yang berasal dari peristiwa bahwa substrat harus diangkut dari larutan bulk ke permukaan enzim terimobilisasi. Keterbatasan internal terjadi ketika substrat menembus di dalam partikel enzim yang terimobilisasi [27].

  14 Aktivitas katalitik enzim dan fitur lainnya dapat berubah tergantung pada jenis teknik imobilisasi yang digunakan dan kekuatan interaksi antara enzim dan pendonor yang mungkin digunakan. Namun, aktivitas katalitik enzim dalam medium tertentu dapat diubah dengan meningkatkan atau menurunkan pengadukan. Dengan demikian, terdapat kemungkinan beberapa aktivitas lipase yang hilang selama reaksi transesterifikasi, bahkan ketika bergerak digunakan, dan ini lebih mungkin pada pemurnian enzim daripada inaktivasi enzim. Di sisi lain, jika seperti pencucian tidak terjadi dan enzim tetap terikat untuk mendukung, peningkatan permukaan kontak dapat membantu dalam meningkatkan perpindahan massa, sehingga meningkatkan efisiensi enzim sebagai katalis [15].

  Akhir-akhir ini mulai dikembangkan sintesis biodiesel menggunakan enzim lipase sebagai biokatalis. Lipase sebagai biokatalis mampu mengarahkan reaksi secara spesifik ke arah produk yang diinginkan tanpa terjadinya reaksi samping yang merugikan. Biokatalis ini merupakan katalis heterogen, sehingga pemisahannya dari produk setelah reaksi berakhir dapat dilakukan dengan mudah. Namun, enzim lipase mudah terdeaktivasi oleh alkohol yang merupakan reaktan dalam proses enzimatik sintesis biodiesel ini [4].

2.7 POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI CPO

  Indonesia merupakan salah satu produsen CPO terbesar di dunia dengan kapasitas produksi terakhir tahun 2013 sebesar 6.584.732 ton. Produksi CPO di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. CPO memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Karena memiliki potensi yang cukup besar, CPO diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40% dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut.

  15 Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari CPO. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Dalam hal ini, harga biodiesel mengacu pada harga komersial CPO dan biodiesel. Harga CPO = Rp 7500/ liter [43] Harga Biodiesel = Rp 8400/ liter [43]

  Dapat dilihat bahwa, harga jual CPO sebagai bahan baku hampir sama dengan harga jual biodiesel sebagai produk dimana biaya produksi belum termasuk dalam perhitungan. Tentu hal ini tidak membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biodiesel dari CPO. Namun, adanya kebijakan dari pemerintah mengenai penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar yaitu pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 sejak Agustus 2013 dimana memberikan dampak yang signifikan terhadap konsumsi biodiesel dalam negeri. Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa konsumsi biodiesel dalam negeri meningkat hingga 101%. Pada Agustus 2013 lalu, konsumsi nabati (fatty acid

  

methyl ester/ FAME) yang dicampurkan ke dalam solar sehingga menjadi

  biodiesel, masih 57.871 kiloliter. Sementara itu, bulan Oktober 2013 ini konsumsi telah mencapai 116.261 kiloliter.Mulai September 2013, perusahaan di sektor transportasi, industri, komersial, dan pembangkit listrik diwajibkan memakai FAME (fatty acid methyl ester) minimal 10% dalam campuran solar. Hal ini sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Biodiesel yang digunakan dalam campuran solar juga diwajibkan merupakan produk lokal, bukan produk impor.

  Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku CPO dapat tetap menguntungkan dan berpotensi untuk menjadi industri yang berkembang ke depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia.

  16

Dokumen yang terkait

Sintesis Biodiesel Sawit Melalui Reaksi Interesterifikasi menggunakan Katalis Enzim Lipase Terimobilisasi: Pengaruh Jumlah Biokatalis, Rasio Mol Reaktan, dan Temperatur

3 56 91

Sintesis Biodiesel Sawit Melalui Reaksi Interesterifikasi Menggunakan Katalis Enzim Lipase Terimobilisasi: Kajian Penggunaan Ulang (Recycle) Enzim Sebagai Katalis

1 37 104

Sintesis Selulosa Kaproat Melalui Reaksi Interesterifikasi Antara Selulosa Asetat Dengan Metil Kaproat

1 69 8

Analisis Pengaruh Temperatur Reaksi Dan Konsentrasi Katalis Naoh Dalam Media Etanol Terhadap Perubahan Karakteristik Fisika Biodiesel Sawit

3 58 79

Kajian Pengaruh Rasio Mol Reaktan, Suhu dan Lama Reaksi dalam Pembuatan Surfaktan Dietanolamida dari Metil Ester Dominan C12 Minyak Inti Sawit

2 30 101

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enzim Lipase - Pengaruh Salinitas Terhadap Aktivitas Enzim Lipase Dari Bacillus cereus DA 5.2.3 Dalam Degradasi Pakan Udang

0 0 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Biodiesel dari RBDPO dengan Katalis Limbah Cangkang Kepah

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Reaksi Transesterifikasi Degummed Palm Oil(DPO) untuk Menghasilkan Biodiesel Sawit Menggunakan Lipozyme TL IM sebagai Biokatalis

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Konsentrasi Li Yang Di-Doping Ke Dalam Katalis CaO Terhadap Reaksi Transesterifikasi Minyak Sawit

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Gliserolisis Enzimatis Minyak Inti Sawit Menggunakan Katalis Enzim Lipase Dari Candida Rugosa Serta Variasi Pelarut Etanol, 1-Propanol, 2-Propanol, N-Heptana Dan Isooktana

0 0 22