BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Limbah Cangkang Kerang Bulu (Anadara antiquata)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerang Kerang adalah salah satu hewan lunak (Mollusca) kelas Bivalvia atau Pelecypoda.

  Secara umum bagian tubuh kerang dibagi menjadi lima, yaitu (1) kaki (foot byssus), (2) kepala (head), (3) bagian alat pencernaan dan reproduksi (visceral mass), (4) selaput (mantle) dan cangkang (shell). Pada bagian kepala terdapat organ-organ syaraf sensorik dan mulut. Warna dan bentuk cangkang sangat bervariasi tergantung pada jenis, habitat dan makanannya.

  Kerang biasanya simetri bilateral, mempunyai sebuah mantel yang berupa daun telinga atau cuping dan cangkang setangkup. Mantel dilekatkan ke cangkang oleh sederetan otot yang meninggalkan bekas melengkung yang disebut garis mantel. Fungsi dari permukaan luar mantel adalah mensekresi zat organik cangkang dan menimbun kristal-kristal kalsit atau kapur. Cangkang terdiri dari tiga lapisan, yakni (Rina Hudaya, 2010): a.

  Lapisan luar tipis, hampir berupa kulit dan disebut periostracum, yang melindungi.

  b.

  Lapisan kedua yang tebal, terbuat dari kalsium karbonat; dan c. Lapisan dalam terdiri dari mother of pearl, dibentuk oleh selaput mantel dalam bentuk lapisan tipis. Lapisan tipis ini yang membuat cangkang menebal saat hewannya bertambah tua.

2.1.1 Kandungan Cangkang Kerang

  Menurut (Setyaningrum, 2009) Kulit kerang merupakan bahan sumber mineral yang pada umumnya berasal dari hewan laut berupa kerang yang telah mengalami penggilingan dan mempunyai karbonat tinggi. Kandungan kalsium dalam cangkang kerang adalah 38%.

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Serbuk Cangkang Kerang

  Komponen Kadar (% berat)

  CaO 66,70

2 SiO 7,88

  Fe

  2 O 3 0,03

  MgO 22,28 Al

  2 O 3 1,25

  Sumber : Shinta Marito Siregar 2009

2.1.2 Jenis-Jenis Kerang

  Rina Hudaya (2010) mengemukakan bahwa kerang merupakan sumber bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena mengandung protein dan lemak. Jenis kerang yang sering menjadi konsumsi masyarakat, yaitu kerang hijau

  

(Mytilus viridis) , kerang darah (Anadara granosa), dan kerang bulu (Anadara

antiquata) .

2.1.2.1 Kerang Bulu (Anadara antiquata)

  Kerang darah (Anadara granosa) dan kerang Bulu (Anadara antiquata) adalah family arcidae dan genus Anadara. Secara umum kedua kerang ini memiliki ciri morfologi yang hampir sama. Cangkang memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada batas cangkang. Perbedaan dari kedua kerang ini adalah morfologi cangkangnya. Kerang bulu (Anadara antiquata) memiliki cangkang yang ditutupi oleh rambut-rambut serta cangkang tersebut lebih tipis daripada kerang darah

  (Anadara granosa) .

Gambar 2.1 Kerang Bulu Kerang darah memiliki cangkang yang lebih tebal, lebih kasar, lebih bulat, dan bergerigi dibagian puncaknya serta tidak ditumbuhi oleh rambut-rambut. Kerang bulu pada umumnya hidup di perairan berlumpur dengan tingkat kekeruhan tinggi. Klasifikasi kerang bulu adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Arcioda Family : Arcidae Genus : Anadara Spesies : Anadara antiquate

2.1.2.2 Kerang Hijau (Mytilus viridis)

  Kerang hijau hidup di laut tropis seperti Indonesia, terutama di perairan pantai dan melekatkan diri secara tetap pada benda-benda keras yang ada disekelilingnya. Kerang ini tidak mati walaupun tidak terendam selama air laut surut. Kerang hijau termasuk binatang lunak, mempunyai dua cangkang yang simetris, kakinya berbentuk kapak, insangnya berlapis-lapis satu dengan lainnya dihubungkan dengan cilia.

Gambar 2.2 Kerang Hijau Klasifikasi kerang hijau adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Filibranchia Family : Mytilidae Genus : Mytilus Spesies : Mytilus viridis

  Habitat kerang hijau belum diketahui secara merata di perairan Indonesia, namun dapat dicatat karakteristik perairan yang sesuai bagi budidaya kerang hijau

  o o

  antara lain suhu perairan berkisar antara 27 C

  C, pH air antara 3

  • – 37 – 4 , arus air dan angin tidak terlalu kuat dan umumnya pada kedalaman air antara 10 m-20 m. Laju pertumbuhan kerang hijau berkisar 0,7-1,0 cm/ bulan. Ukuran konsumsi yang panjangnya sekitar 6 cm dicapai dalam waktu 6-7 bulan.

2.1.2.3 Kerang Darah (Anadara granosa)

  Cangkang kerang darah memiliki belahan yang sama melekat satu sama lain pada batas cangkang. Rusuk pada kedua belahan cangkangnya sangat menonjol. Cangkang berukuran sedikit lebih panjang dibanding tingginya tonjolan (umbone). Setiap belahan Cangkang memiliki 19-23 rusuk.

  Dibanding kerang hijau, laju pertumbuhan kerang darah relatif lebih lambat. Laju pertumbuhan 0,098 mm/hari. Untuk tumbuh sepanjang 4-5 mm, kerang darah memerlukan waktu sekitar 6 bulan. Presentase daging terbesar dimiliki oleh A. granola, yaitu sebesar 24,3%. Kerang darah memijah sepanjang tahun dengan puncaknya terjadi pada bulan Agustus/September. Hewan ini termasuk hewan berumah dua (diocis). Kematangan gonad terjadi pada saat kerang darah mencapai ukuran panjang 18-20 mm dan berumur kurang dari satu tahun. Adapun pemijahan mulai terjadi pada ukuran 20 mm.

Gambar 2.3 Kerang Darah

  Kerang ini hidup dalam cekungan-cekungan di dasar perairan di wilayah pantai pasir berlumpur. Jenis kekerangan ini menghendaki kadar garam antara 13-28 g/kg, kecerahan 0,5-2,5 m, dan pH 7,5-8,4. Klasifikasi kerang darah adalah sebagai berikut Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Arcioda Family : Arcidae Genus : Anadara Spesies : Anadara granosa

2.2 Hidroksiapatit

2.2.1 Deskripsi Hidroksiapatit

  Hidroksiapatit merupakan jenis biomaterial keramik yang mampu menggantikan mineral jaringan tulang. Hal ini karena hdroksiapatit mempunyai komposisi yang hampir mirip dengan tulang manusia yaitu tersusun dari mineral kalsium dan fosfat. Sebagai bahan rehabilitasi jaringan tulang hidroksiapatit dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan memperbaiki fungsi daur kehidupan jaringan yang digantikan (Nanang, 2012).

  Pada umumnya berat hidroksiapatit dapat mencapai 69% dari berat tulang alami. Hidroksiapatit memiliki struktur heksagonal dan merupakan senyawa yang paling stabil diantara berbagai kalsium. Hidroksiapatit juga sangat stabil dalam cairan

  o

  tubuh serta diudara kering atau lembab hingga 1200

  C. Kesamaan hidroksiapatit dengan komposisi mineral pada tulang dan gigi manusia membuat hidroksiapatit ini cocok untuk pengganti segmen yang rusak pada sistem kerangka manusia (Mahreni, 2012).

  Menurut Sopyan et al. (2002) Biokeramik hidroksiapatit adalah keramik berbasis kalsiumfosfat dengan rumus kimia Ca

  10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 yang merupakan

  paduan dua senyawa garam trikalsiumfosfat dan kalsiumhidroksida dengan persen berat ideal 39,9% Ca, 18,5%P dan 3,38% OH dan rasio ideal antara Ca/P sebesar 1,67

2.2.2 Sifat-Sifat Hidroksiapatit

  Pane (2004) mengemukakan bahwa sifat-sifat hidroksiapatit adalah sebagai berikut:

  2.2.2.1 Sifat Fisis

  Hidroksiapatit merupakan contoh biokeramik bioaktif. Biokeramik ialah keramik yang secara inovatif dimanfaatkan secara khusus yang dipergunakan untuk memperbaiki dan merekonstruksi bagian tubuh yang terkena penyakit atau cacat. Bioaktif berarti kemampuan suatu bahan untuk merangsang pertumbuhan tulang baru disekitar implan.

  Permukaan bahan biokeramik bioaktif melekat pada jaringan sehingga mampu menahan beban gaya mekanis diatasnya. Sering terjadi adhesi dipermukaan lebih besar daripada kohesi tulang atau implan, bila terjadi keretakan mekanis. Hal ini terjadinya tidak pada permukaan melainkan pada tulang atau implan.

  2.2.2.2 Sifat Kimia

  Pada suhu tubuh, ada dua jenis kalsium phospat yaitu dikalsium phospat atau brushit dan hidroksiapatit yang dapat berkonta dengan stabil pada media berair misalnya cairan tubuh. Dikalsium phospat (CaHPO

  

4 .H

  2 O) atau brushit (C

  2 P) stabil pada pH dibawah 4,2 sedangkan hidroksiapatit stabil pada pH diatas 4,2. o

  Pemadatan keramik kalsium phospat terjadi pada suhu antara 1000-1500 C. perubahan bentuk yang terjadi pada keramik phospat yang terjadi pada suhu tinggi tidak hanya tergantung pada suhu tetapi juga pada tekanan persisi air dalam atmosfer.

  Bila ada air, maka kalsium phospat dapat terbentuk menjadi hidroksiapatit stabil

  o

  sampai suhu 1350

  C. Stabilitas suhu hidroksiapatit meningkat sesuai dengan tekanan parsial.

  2.2.2.3 Sifat Mekanis

  Perbandingan dari pengamatan sifat mekanis hidroksiapatit dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Kuat Tekan dan Kuat Tarik dari Jaringan Keras dan Hidroksiapatit

  Kuat Tekan Kuat Tarik Keramik/Jaringan Keras (MPa) (MPa)

  Tulang Kortikal 135-160 69-110 Dentin 295 51,7

  Enamel 270

  70 Hidroksiapatit porus (tipis) 30-170 4,8 Hidroksiapatit non porus (padat) 917 78-196

  Sumber: Mai Sarah Pane 2004 Ukuran porousitas dari partikel hidroksiapatit tampaknya memegang peranan penting pda proses pertumbuhan jaringan tulang, melalui lubang porousitas ini cairan dari jaringan ikat masuk kepermukaan.

  2.2.2.4 Sifat Biologis

  Hidroksiapatit memiliki kemampuan bertahan terhadap korosi, terhadap efek toksis yang dihasilkan korosi dan kemampuan bertahan terhadap perubahan selama pemakaian bahan dilingkungan tubuh, dan tidak menimbulkan reaksi penolakan dari jaringan tubuh, sehingga dikatakan bahwa hidroksiapatit memiliki sifat biokompatibilitas yang tinggi.

  Hidroksiapatit yang digunakan sebagai pelapis pada logam berpori dapat mempercepat laju pembentukan tulang dalam pori-porinya. Tetapi besarnya pori-pori dapat mengurangi kekuatan bahan.

2.2.3 Sintesis Hidroksiapatit

  Sintesis hidroksiapatit dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya: 1.

  Metode basah, menggunakan reaksi cairan (dari larutan menjadi padatan), merupakan metode yang umum digunakan karena sederhana dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan sedikit Kristal atau amorf.

  2. Metode kering, menggunakan reaksi padat (dari padatan menjadi padatan) dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan butir halus dan derajat kristalinitasnya tinggi.

3. Metode hidrotermal, menggunakan reaksi hidrotermal (dari larutan menjadi padatan) dan menghasilkan hidroksiapatit dengan Kristal tunggal.

  4. Metode alkoksida, menggunakan reaksi hidrolisa (dari larutan menjadi padatan) dan biasanya digunakan untuk membuat lapisan tipis dan hidroksiapatit yang dihasilkan mempunyai derajat kristalinitas tinggi.

  5. Metode fluks, menggunakan reaksi peleburan garam (dari pelelehan menjadi padatan), menghasilkan hidroksiapatit Kristal tunggal yang mengandung unsure lain seperti boron apatit, fluorapatit dan kloroa

  Sintesis hidroksiapatit dengan metode basah yaitu dengan menggunakan larutan dan akan dihasilkan padatan. Pada metode basah ini melalui proses presipitasi. Kristal apatit banyak mengandung gugus karbon dalam bentuk karbonat.

  • Pada struktur hidroksiapatit, dapat menggantikan ion OH membentuk Kristal apatit

  3-

  karbonat tipe A, dan bila menggantikan ion PO

  4 membentuk Kristal apatit karbonat

  tipe B. Pada umumnya, presipitasi pada temperature rendah akan membentuk apatit karbonat tipe B, sedangkan apatit hasil presipitasi dari reaksi pada suhu tinggi akan menghasilkan apatit karbonat tipe A.Proses sintesis dengan metode basah ada 2 macam, yaitu: dan garam Proses yang melibatkan reaksi antara kalsium hidroksida Ca(OH) posfat (NH

  2 1.

  4 )

2 HPO

  4 2.

  3 PO 4 ) dan basa (Ca(OH) 2 )

  Proses yang melibatkan reaksi antara asam (H Keuntungan utama sintesis dengan metode basah, adalah bahwa hasil samping sintesisnya air, kemungkinan kontaminasi selama pengolahan sangat rendah dan biaya pengolahan rendah. Reaksi ini sederhana, murah, cocok untuk produksi industry skala besar dan tidak menimbulkan polusi terhadap lingkungan. Sintesis dengan metode basah menghasilkan hidroksiapatit dengan tingkat kemurnian tinggi (Muntamah, 2011).

2.2.4 Aplikasi Hidroksiapatit

  Hidroksiapatit banyak diaplikasikan pada dunia medis karena sifatnya yang sangat mirip dengan komponen pada organ-organ tertentu dari manusia. Salah satu aplikasi hidroksiapatit adalah sebagai bahan dasar implant tulang.

  Prasetyanti (2008) mengemukakan bahwa tulang terdiri atas matriks organik keras yang sangat diperkuat oleh endapan garam kalsium. Tulang padat rata-rata mengandung matriks 30% berat dan 70% garam. Garam kristal yang diendapkan di dalam matriks tulang terdiri atas kalsium dan fosfat. Garam kristal utama dikenal sebagai hidroksiapatit (HAp) dengan formula Ca (PO ) (OH) .

  10

  4

  6

  2 Garam kalsium yang pertama diendapkan dalam tulang adalah bukan kristal

  hidroksiapatit tetapi senyawa amorf seperti dikalsium fosfat dihidrat yang merupakan tahap awal proses pertumbuhan kristal hidroksiapatit. Dikalsium fosfat dihidrat ukurannya kecil sehingga dalam profil XRD masih tampak seperti amorf. Kalsium fosfat amorf memiliki rumus kimia bervariasi, rasio molar unsur Ca dan P rendah,

  2- dan kaya akan HPO . Strukturnya dapat terganggu dengan kedatangan ion asing.

4 Garam kalsium yang kedua, trikalsium fosfat. Peluang trikalsium fosfat kecil

  akan terbentuk kristal dalam salah satu komponen mineral jaringan keras. Garam yang ketiga, oktakalsium fosfat, strukturnya mirip dengan hidroksiapatit. Garam lainnya seperti apatit karbonat tipe A dan B. Proses substitusi dan penambahan atom- atom, atau melalui proses reabsorpsi dan pengendapan kembali, garam-garam ini diubah menjadi kristal hidroksiapatit dalam waktu beberapa minggu atau beberapa bulan. Jadi, garam kalsium dapat berada dalam berbagai fasa, yaitu fasa amorf dan fasa kristal. Hidroksiapatit ini merupakan fasa kristal yang paling stabil dengan grup ruang P6 /m, dan struktur kristal berbentuk heksagonal.

3 Ion magnesium, natrium, kalium dan karbon ditemukan di antara garam

  tulang ditunjukkan dalam Tabel 2.3. Karbonat juga terdapat pada tulang. Kombinasi yang demikian memberikan fungsi mekanik yang dibutuhkan oleh tulang untuk penyangga tubuh dan pendukung gerakan, karena hidroksiapatit yang tumbuh berada di dekat setiap segmen serat kolagen yang terikat kuat untuk menjaga kekuatan tulang.

Tabel 2.3 Kandungan elemen inorganik pada tulang

  Komposisi Kandungan Tulang (%berat)

  Ca, %

  34 P, %

  15 Mg, % 0,5 Na, % 0,8

  K, % 0,2

  C, % 1,6 Unsur lain, %

  47 Sumber: Fitriani Prasetyanti 2008

2.2.5 Karakterisasi Hidroksiapatit

2.2.5.1 Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

  FT-IR merupakan variasi instrumental dari spektroskopi IR yang menggunakan prinsip interferometri. Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spectrum yang cepat, dan arena instrument ini memiliki computer yang terdedikasi memiliki kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spectrum (Sopyan, 2001).

  Spektroskopi fourier Transform infrared merupakan salah satu teknik spektroskopi inframerah yang dapat mengidentifikasi kandungan gugus kompleks dalam senyawa kalsium fosfat, tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan unsur- unsur penyusunnya. Bahan yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan, dan gas. Dalam hal ini metode spektroskopi yang digunakan adalam metode spektroskopi absorpsi, yang didasarkan pada perbedaan penyerapan radiasi inframerah oleh molekul suatu materi. Pada spektroskopi inframerah, spectrum inframerah terletak pada daerah panjang gelombang yang dimulai dari 0.75 μm sampai 1000 μm atau

  • 1 -1

  bilangan gelombang dari 12800 cm sampai 1 cm . Dilihat dari segi aplikasi dan instrumentasi, spectrum infrared dibagi menjadi tiga jenis radiasi yaitu infrared dekat

  • 1

  (bilangan gelombang 12800-4000 cm ), infrared pertengahan (bilangan gelombang

  • 1
  • 1

  4000-200 cm ), dan infrared jauh (bilangan gelombang 200-10 cm ). FTIR termasuk dalam kategori radiasi infrared pertengahan.

Gambar 2.4 Prinsip Kerja FT-IR

  Absorpsi infrared oleh suatu materi dapat terjadi jika adanya kesesuaian antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel dan perubahan momen dipole selama bervibrasi. Pada FTIR terdapat komponen interferometer Michelson yang berfungsi untuk mengurai radiasi inframerah menjadi komponen-komponen frekuensi. Cara kerja FTIR yaitu dengan mengumpulkan data dan dikonversi dari pola interferensi menjadi spectrum (Selvia, 2012).

2.2.5.2 XRD (X-ray Difractometer)

  Teknik difraksi yang paling umum digunakan adalah metode serbuk. Dalam hal ini sampel ditumbuk hingga membentuk partikel dengan ukuran tertentu. Partikel- partikel tersebut akan berada pada orientasi tertentu yang memenuhi kondisi hokum Bragg. Analisis Kristal modern menggunakan difraktometer sinar X yang dilengkapi dengan sebuah pencacah radiasi (radiation counter). Untuk mencatat sudut dan intensitas difraksi, sebuah recorder mencatat berkas difraksi seiring dengan gerakan goniometer sinkron dengan gerakan sampel pada rentang 2θ.

Gambar 2.5 Prinsip Kerja XRD

  Panjang gelombang sinar-X untuk difraksi berada pada rentang 0.05 hingga 0.25 nm (panjang gelombang sinar tampak sekitar 600 nm). Sinar-X untuk tujuan difraksi diproduksi dengan tegangan antara katoda dan anoda sebesar 35 kV dalam kondisi vakum. Bila filament tungsten dipanaskan, electron terlepas dari katoda melalui proses emisi termionik dan dipercepat menuju target, dan sinar-X terlepas.

  Sebagian besar energi kinetik elektron dikonversi menjadi panas sehingga perlu didinginkan dari luar (Subaer, 2008).

  Berdasarkan pada hukum Bragg, suatu X-Ray dengan panjang gelombang tertentu dikenakan pada Kristal dengan sudut θ terhadap permukaan bidang Bragg yang berjarak d. interferensi konstruktif dari X-Ray dihamburkan hanya akan terjadi, jika beda lintasannya memenuhi persamaan (2.1) berikut: (2.1)

  = 2 sin Berdasarkan harga hkl yang yang diperoleh dapat dilakukan perhitungan parameter kisi untuk struktur heksagonal dengan menggunakan persamaan (2.2) berikut:

  2

  

2

  2

  1 4 ℎ +ℎ +

  (2.2)

  = ( ) +

  2

  2

  2

3 Untuk menentukan apakah sampel yang dihasilkan memiliki ukuran dalam

  daerah butir (grain) ataukah partikel, berdasarkan data hasil uji XRD dilakukan perhitungan diameter grain dengan menggunakan menggunakan persamaan Scherrer (Djamas, 2010) sebagai berikut:

  

0.9

  (2.3)

  =

cos

  Dimana: t : diameter grain (m) β : FWHM (rad) θ : Sudut Bragg (rad)

2.2.5.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)

  Prinsip kerja SEM adalah berkas electron yang dipergunakan untuk memindai specimen dihasilkan oleh electron gun yang tersusun atas tiga komponen yaitu :

  1. Filament katoda yang terbuat dari kawat tungsten, Kristal lanthanum hexaboride (LaB6) atau cerium hexaboride (CeB6),

2. Tudung bercelah (Wehnelt Cylinder) yang mengontrol aliran dari electron

  (bias), 3. Plat anoda bermuatan positif yang menarik dan mempercepat electron menuju specimen.

  Ketika electron dengan energi tinggi menumbuk specimen, electron tersebut akan dihamburkan oleh atom dari specimen. Hamburan electron menyebabkan perubahan arah rambatan electron dibawah permukaan specimen. Interaksi yang terjadi pada volum tertentu dibawah permukaan specimen. Dari interaksi tersebut dihasilkan apa yang disebut dengan Secondary Electron (SE) dan Backscattered

  

Electron (BSE) yang nantinya dipergunakan sebagai sumber sinyal untuk membentuk

  gambar. Zona ini biasa disebut dengan pears-head karena bentuknya yang mirip buah pir dan ukurannya bertambah dengan meningkatnya energi dari electron yang datang (Suryadi, 2011).

Gambar 2.6 Prinsip Kerja SEM

  Analisis mikrostruktur dengan SEM dapat dilakukan pada sampel yang telah dipoles atau sampel yang tidak dipoles atau sampel fraktur (fractured specimen). Sampel yang digunakan didalam penyelidikan SEM dipersiapkan dengan cara sebagai berikut: Sampel dipotong hingga berukuran tebal 2.00 mm dengan diameter 10 mm. Selanjutnya material tersebut dipoles hingga ukuran 1 μm dengan pasta intan. Sampel yang telah dibersihkan dan dikeringkan kemudian dilapisi dengan emas untuk imaging atau lapisan karbon untuk analisis elemental dengan EDX.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di : 1.

  Laboratorium SMK-SMAK Padang.

  2. Laboratorium Farmasi Universitas Andalas, Padang.

  3. Laboratorium Fisika Universitas Negeri Medan, Medan. Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Mei – 19 Juni 2014.

3.2 Peralatan dan Bahan

3.2.1 Peralatan 1.

X-Ray Diffractometer (XRD) Untuk mengetahui struktur Kristal dan susunan senyawa dari Hidroksiapatit.

  Untuk menghaluskan cangkang kerang 7. Pipet Tetes

  Untuk meneteskan larutan dengan kecepatan tertentu 8. Magnetic Stirrer

  Untuk mengaduk larutan dengan kecepatan tertentu

  Untuk mengukur pH dari suatu larutan 5. Tabung Erlenmenyer

  4. pH Universal

  3. Fourier Transform Infra Red (FT-IR) Untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada hidroksiapatit.

  2. Scanning Electron Microscopy EDX (SEM-EDX) Untuk melihat struktur permukaan Hidroksiapatit dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya.

  Sebagai wadah menampung filtrat 6. Mortar dan Pestle

  9. Timbangan Digital Untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan.

  10. Beaker Glass Sebagai wadah sintesis HA 11. Kertas Saring

  Untuk menyaring endapan HA dari larutan 12. Cawan keramik

  Sebagai wadah untuk mensintering sampel 13. Corong

  Untuk menyaring endapan 14. Furnace Untuk mensintering sampel dengan suhu yang telah di tentukan.

  15. Buret Untuk mentitrasi larutan 16. Standar dan Klem

  Sebagai penyanggah buret 17. Cawan Penguap

  Sebagai wadah untuk memanaskan sampel 18. Oven

  Untuk memanaskan sampel 19. Desikator

  Untuk mendinginkan sampel

3.2.2 Bahan 1.

  Cangkang kerang bulu 2. Aquades 3. HCL 36 %

  4

  4. OH NH 5.

  3 PO 4 85%

  H

3.3 Prosedur 3.3.1 Preparasi sampel.

  Cangkang kerang yang digunakan adalah cangkang kerang bulu yang dikumpulkan dari limbah masyarakat, dimana cangkang kerang bulu yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan air bersih lalu dikeringkan. Setelah dikeringkan, cangkang kerang bulu dihaluskan dengan mortar dan pestle lalu diayak dengan ukuran 200 mesh.

3.3.2 Pembuatan CaO 1.

  2. Dipanaskan pada suhu 900

  o C selama 2 jam.

  3. Didinginkan didalam desikator.

3.3.3 Pembuatan Ca(OH)

  2 1.

  Ditimbang CaO sebanyak 8 gr.

  2. Dimasukkan kedalam beaker glass lalu ditambahkan HCl 1 M sebanyak 200 ml.

  3. Diaduk dengan kecepatan 700 rpm hingga larut.

  4. Ditambahkan NH 4 OH hingga larutan basa pH 12.

  Ditimbang cangkang kerang yang telah dihaluskan sebanyak 20 gr.

3.3.4 Sintesis Hidroksiapatit 1.

  4. Diatur pH dengan menambahkan NH 4 OH agar larutan basa pH 10.

  5. Didiamkan selama 15 jam sampai terbentuk endapan HA.

  6. Disaring endapan yang dihasilkan.

  7. Dicuci endapan dengan aquades panas untuk menghilangkan ion Cl.

  8. Dikeringkan endapan HA didalam oven hingga berat konstan.

  3. Diaduk dengan kecepatan 700 rpm selama 6 jam.

  3 PO 4 0,3 M dengan kecepatan 1 ml/detik.

  Disediakan Ca(OH) 2 yang telah dihasilkan.

  2. Dititrasi larutan H o o o o o

  9. C , 800 C , 900

  C, 1000 C dan 1100 C selama Disinterring pada suhu 700 2 jam.

3.3.5 Karakterisasi Hidroksiapatit

  o o o o

  Sampel HA yang telah disinterring pada suhu 700 C , 800 C , 900

  C, 1000 C dan

  o

  1100 C diuji dengan FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada sampel HA tersebut. Setelah diuji dengan FT-IR, akan diambil tiga sampel yang karakteristiknya paling mendekati dengan HA murni. Selanjutnya ketiga sampel HA tersebut akan diuji dengan XRD untuk mengetahui tingkat kristalinitasnya.

  Setelah diuji dengan XRD, akan diambil satu sampel lagi yang karakteristiknya paling mendekati dengan HA murni dan selanjutnya akan diuji dengan SEM-EDX untuk mengetahui struktur permukaan dari sampel HA tersebut dan untuk mengetahui rasio perbandingan Ca/P.

3.4 Diagram Alir penelitian

  3.4.1 Preparasi Sampel

  Cangkang Kerang Bulu Dicuci dengan air bersih

  Dikeringkan Dihaluskan lalu diayak dengan ukuran 200 mesh

  Sampel

Gambar 3.1 Diagram Alir Preparasi Sampel

  3.4.2 Pembuatan CaO

  Sampel Ditimbang 20 gr

  o

  Dipanaskan T:900

  C, t:2 jam CaO

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan CaO

3.4.3 Pembuatan Ca(OH)2

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Ca(OH)2

  Ditimbang 8 gr Ca(OH)2

  Ditambah HCl 1 M 200 ml CaO

  Ditambah NH4OH hingga pH 12 Diaduk kec:700 rpm hingga larut

3.4.4 Sintesis Hidroksiapatit

  Ca(OH)2

  3

  

4

Dititrasi dengan H PO 0,3 M dan diaduk kec:

  700 rpm t:6 jam Ditambah NH

  4 OH

  hingga pH 10 Didiamkan 15 jam hingga terbentuk endapan HA

  Disaring endapan Dicuci dengan aquadest panas hingga ion Cl hilang

  Dikeringkan Disinterring dengan suhu yang ditentukan

  Dikarakterisasi

  XRD SEM - EDX FT-IR