BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perbedaan Pengaruh Pemberian Bahan Remineralisasi Yang Mengandung Flour Dengan Casein Phosphopeptide-Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) Terhadap Kekerasan Permukaan Enamel Gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Jaringan keras gigi terdiri dari enamel, dentin dan sementum. Jaringan keras

  tersebut pada dasarnya sama dengan jaringan tulang yang sebagian besar terdiri atas zat anorganik. Enamel mengandung zat anorganik yang terbesar sehingga merupakan bagian yang terkeras pada tubuh manusia. Namun karena letaknya paling luar, maka enamel dipengaruhi oleh faktor positif dan negatif dalam rongga mulut. Faktor positif yang mempengaruhi enamel yaitu dengan tersedianya kalsium dan fosfat yang cukup pada saliva dan juga didukung dengan adanya fluor yang berasal dari pasta gigi. Faktor negatif yang berpengaruh pada kerusakan enamel salah satunya adalah keasaman makanan dan minuman yang akan menyebabkan keausan enamel yang

  1-3 disebut erosi gigi.

2.1 Enamel

  Enamel merupakan jaringan terluar gigi yang menutupi anatomis mahkota gigi dan memiliki ketebalan yang berbeda pada setiap area gigi. Komposisi kimia enamel terdiri dari 95-98% bahan anorganik, 1% bahan organik dan air sekitar 4% yang diukur dari beratnya. Secara rinci William dan Elliot menyusun komposisi mineral enamel normal dalam jumlah terbesar yaitu Ca, P, CO2, Na, Mg, Cl dan K sedangkan dalam jumlah kecil yaitu F, Fe, Zn, Sr, Cu, Mn, Ag. Kalsium dan fosfat merupakan komponen-komponen anorganik yang penting, yang tersusun dalam

  16

  hidroksiapatit (Ca

  10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ). Apatit adalah golongan mineral yang terdiri dari

  (D

  3 T

  3 M) D merupakan kation divalent, T merupakan trivalent, M merupakan

  monovalent anion. Apatit merupakan nama generik dari kelas mineral dengan karakteristik kristal yang membentuk suatu susunan. Zat anorganik ini mudah berikatan dengan ion bebas lainnya. Ruangan yang berada diantara kristal hidroksiapatit diisi oleh suatu material organik berupa protein bermolekul tinggi yang

  17 terdiri dari asam aspartat, serin, glisin, prolin, dan asam glutamat. Kristalit dalam gambaran x-ray enamel dikarakteristikkan dengan struktur apatit. Komponen mineral dari enamel dan tulang sering digambarkan dalam bentuk hidroksiapatit (Ca

  10 (PO 4 ) 6 (OH)

2. Hidroksiapatit adalah salah satu contoh dari kelas

  mineral apatit. Tabel 1 menggambarkan beberapa contoh lain dari apatit, beberapa diantaranya terbentuk secara alami dan sintetis. Contoh apatit biologis sering dikarakteristikkan oleh rasio molar kalsium/fosfor. Untuk hidroksiapatit murni yang terlihat pada urutan satu memiliki rasio molar Ca/P 1,67. Urutan kedua menunjukkan formula fluorapatit dimana dua kelompok hidroksil dari hidroksiapatit digantikan oleh ion fluor. Urutan ketiga merupakan fluoroapatit murni dimana ion klor menempati kelompok hidroksil. Contoh dari tipe ini digambarkan pada urutan keempat dimana apatit memiliki berbagai komposisi anion monovalen.

  Tabel 1. Contoh Apatit berdasarkan komposisi dan perbandingan rasio kalsium dan

  1

  fosfat pada molar No. Komposisi Ca/P Molar Rasio 1 (Ca (PO ) (OH) 1,67

  10

  4

  6

  2

  2 (Ca

  10 (PO 4 )

6 (F)

2 1,67

  3 (Ca

  10 (PO 4 )

6 (Cl)

2 1,67

  4 (Ca

  10 (PO 4 ) 6 [(OH) 2 (F) 2-X 1,67

  ], 0 ≤ x ≤ 2 5 (Ca Mg(PO ) (OH) 1,5

  9

  4

  

6

  2

  6 (Ca K(PO ) (HPO ) (OH) 1,5

  9

  4

  5

  4

  2

  2

  7 (Ca

  9 Na(PO 4 ) 5 (CO 3 )(OH) 2 1,8

  8 (Ca

  9 Al 4 (PO 4 )

4 (AlO

4 ) 2 (F) 2 1,5

  9 (Ca

  10 (SiO 4 ) 4 (SO

4 )

3 (OH)

  2

  ∞ Dilihat dari sifat fisiknya, enamel memiliki sifat yang sangat keras karena bahan mineralnya. Meskipun demikian, enamel memiliki kelenturan yang rendah, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya retakan enamel (enamel crack) pada permukaan enamel. Enamel tembus cahaya dan memiliki variasi warna karena adanya variasi ketebalan yang mempengaruhi refleksi warna dentin yang berada di bawahnya. Ketebalan lapisan enamel bervariasi dari 0,5 mm pada daerah servikal

  17-18 hingga 2,5 mm pada puncak cusp gigi.

  2 Gambar 1. Struktur prisma kristalit apatit

  Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kristalit-kristalit struktur hidroksiapatit, mengandung ion kalsium, ion fosfat dan ion OH, tersusun dengan cara yang sangat khusus. Ion OH tidak terletak pada bidang sentral, sehingga kristal dalam sentrum ini tidak stabil dan lebih mudah larut. Struktur enamel mengandung jutaan

  

enamel rod atau prisma enamel yang memanjang dari arah perbatasan enamel dan

dentin ke permukaan enamel, serta satu dengan lainnya saling mengikat.

  Pada potongan melintang nampak seperti ‘keyhole’ yang teridiri atas kepala dan ekor. Arah prisma ke permukaan tidak lurus melainkan bergelombang untuk mempertinggi ketahanan terhadap gaya yang datang. Di bagian kepala prisma terdapat selubung prisma (prisma sheath) yang didalamnya terdapat kristal hidroksiapatit. Diantara kristal terdapat celah yang terisi oleh matriks yang sukar diamati sebab terdiri dari zat berupa gel yang tidak berstruktur. Di antara kristal juga

  16 terdapat cross striations yang dibagian terluarnya terdapat striae of retzius.

2.2 Demineralisasi dan Remineralisasi

  2.2.1 Demineralisasi Demineralisasi adalah hilangnya sebagian atau seluruh mineral enamel karena larut dalam asam. Semakin rendah pH maka akan meningkatkan ion hidrogen yang akan merusak hidoksiapatit enamel. Demineralisasi dapat disebabkan oleh karies dan non-karies. Demineralisasi non karies terdiri dari atrisi, abrasi dan erosi. Erosi gigi dan karies gigi mempunyai kesamaan dari jenis kerusakannya, yaitu merupakan demineralisasi jaringan keras gigi yang disebabkan asam. Namun asal asam penyebab erosi berbeda dengan karies. Pada erosi yang menjadi penyebab asam adalah asam dari makanan-minuman, uap asam yang berasal dari industri serta asam lambung yang secara langsung berkontak dengan gigi tanpa aktivitas bakteri. Sedangkan karies berasal dari asam yang merupakan hasil fermentasi karbohidrat sisa-sisa makanan

  1 oleh bakteri.

  Perbedaan lainnya juga dapat dilihat dari morfologi dan proses terjadinya erosi dan karies. Erosi terjadi secara merata dipermukaan gigi sedangkan karies lebih terlokalisasi, dengan arah kerusakan ke dalam dan memerlukan waktu yang lebih lama. Pada tahap awal, erosi kurang disadari oleh penderita karena tidak terjadi perubahan warna dan tidak berbentuk lubang. Gejala awal erosi adalah suatu bercak putih yang secara mikroanatomi terlihat bulat, licin, mengkilap. Pada tahap lanjut, enamel akan semakin banyak hilang, permukaan gigi semakin licin dan mengkilat

  2 serta permukaan yang membulat pada elemen gigi menjadi rata.

  Kristal hidroksiapatit yang terdiri dari (Ca (PO ) (OH) ) pada lingkungan

  10

  4

  6

  2

  netral, kondisi kristal tersebut seimbang dengan lingkungan saliva yang tersaturasi

  2+ 3- 16-17

  dengan ion Ca dan PO

  4 . Hidroksiapatit reaktif terhadap ion hidrogen pada pH

  • sama dengan atau di bawah 5,5 yang diketahui sebagai pH kritis untuk HA. H bereaksi dengan kelompok fosfat dalam lingkungan saliva yang berdekatan dengan

  1,18 permukaan kristal secara cepat.

  Proses demineralisasi yang terjadi pada kristal apatit dapat dideskripsikan

  • 3- 2-

  sebagai penggantian ion PO menjadi ion HPO dengan tambahan H dan pada

  4

  4

  • waktu yang sama, H mengalami penetralan (buffering). Akibat konversi tersebut, ion

  2-

  HPO

  4 tidak dapat berkontribusi kepada keseimbangan kristal hidroksiapatit normal 3-

  2

  karena mengandung PO lebih banyak dibandingkan HPO sehingga kristal

  4

  4

  hidroksiapatit larut. Hal ini yang disebut dengan demineralisasi. Reaksi

  • demineralisasi dapat diuraikan sebagai berikut: 8H + (Ca

  10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 )  2+ 1,16

  6(HPO

  4 ) + 10Ca + 2H 2 O.

  Asam methanoik, asam fornik, asam laktat, asam asetat merupakan asam organik. Asam organik tersebut banyak terdapat diberbagai makanan dan minuman. Jika enamel terpapar oleh asam tersebut dapat menyebabkan permukaan enamel yang terdemineralisasi. Enamel yang terpapar langsung oleh asam dengan pH dibawah 5,5 diatas 12jam, dapat menimbulkan lesi demineralisasi. Akibat demineralisasi ini terjadi pada lapisan bawah enamel (sub-surface) dan dapat terlihat secara visual dengan berkurangnya translusensi enamel dan perubahan warna pada enamel menjadi

  18 lebih putih/opaque.

  2.2.2 Remineralisasi Proses demineralisasi dapat dikembalikan jika pH dinetralkan dan terdapat ion

  2+ 3-

  Ca dan PO

  4 yang cukup pada lingkungan rongga mulut. Penguraian produk apatit 2+ 3-

  dapat mencapai kondisi netral jika terjadi buffering. Ion Ca dan PO

  4 pada saliva

  dapat menghambat proses penguraian melalui common ion effect. Hal ini menyebabkan rebuilding atau pembangunan kembali partikel apatit yang telah larut.

  2+ 3-

  Keberadaan ion Ca dan PO

  4 akan mengisi kembali ruangan dari kristal yang telah

  terdemineralisasi. Proses tersebut dinamakan remineralisasi. Interaksi ini dapat ditingkatkan dengan keberadaan fluor pada lingkungan tempat bereaksinya ion-ion tersebut. Dasar kimiawi dari proses demineralisasi atau remineralisasi ini sama pada

  16 enamel, dentin, dan sementum akar.

  Remineralisasi secara in vitro dapat dilakukan dengan membuat agen

  5,17-19

  reminerlisasi. remineralisasi buatan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu: 1.

  Hidrofilik.

2. Memiliki viskositas yang rendah sehingga dapat melakukan penetrasi sampai lapisan subsurface.

  3. Antibakteri.

  4. Bereaksi cepat. Elemen yang paling sering digunakan untuk formula remineralisasi antara lain kalsium, fosfat, fluor, Casein Phospopeptide- Amorphous Calsium Phosphate (CPP-

  ACP), xylitol, mikro/nano hidroksiapatit dan glass bioaktif. Natrium klorida juga sering ditambahkan untuk menstabilkan larutan dan mencegah pengendapan spontan dari kalsium dan fosfat. Remineralisasi yang terjadi bergantung kepada waktu perendaman, reaktan, perluasan supersaturation dari larutan terhadap gigi, laju pengendapan reaktan dan pH larutan. Penggunaan bahan remineralisasi pada permukaan enamel pada waktu yang adekuat akan membantu mengembalikan mineral yang hilang dan akan menambah kekerasan permukaan enamel.

  18 Tabel 2. Siklus demineralisasi dan remineralisasi pada pembentukkan karies gigi

  Critical Ph oh HA Critical Ph oh FA pH

  6.8

  6.0

  5.5

  5.0

  4.5

  4.0

  3.5

  3.0

  • H reacts mainly with Demineralisation FA and HA dissolve PO

  4 ions in saliva and

  • plaque HA dissolves If H exhausted and/or

  FA form in presence of F neutralized and all ions HA and FA form retained

  Remineralisation FA reforms

  8.0

  6.8

  6.0

  5.5

  5.0

  4.5

  4.0

  3.5

  3.0 Berdasarkan tabel diatas demineralisasi terjadi pada saat gigi terpapar oleh asam sehingga hidroksiapatit bereaksi dengan ion hidrogen. Pada tahap ini dapat terbentuk plak dan kalkulus. Jika demineralisasi berlasung terus-menerus hingga menjapai pH 5,5 yang merupakan pH kritis hidroksiapatit maka akan terjadi kelarutan struktur anorganik enamel gigi. Pada tahap ini dapat terjadi bercak putih atau white

  

spot pada permukaan enamel gigi. Remineralisasi dapat terjadi dengan pembentukkan

fluorapatit. Fluorapatit lebih tahan asam jika dibandingkan dengan hidroksiapatit.

  Jika terjadi demineralisasi terus-menerus tanpa diimbangi oleh proses remineralisasi maka akan terjadi erosi pada struktur enamel gigi.

  2.2.3 Reaksi Progresif Ion Asam dengan Apatit Pada proses demineralisasi, seiring dengan penurunan pH, ion hidrogen atau asam bereaksi dengan ion fosfat pada saliva, plak atau kalkulus. Penurunan hingga

  5,5 yang merupakan pH kritis hidroksiapatit dapat melarutkan mineral yang menyusun struktur hidroksiapatit. Penurunan pH lebih lanjut akan menghasilkan interaksi progresif dari ion asam dengan kelompok fosfat dari hidroksiapatit yang menghasilkan penguraian sebagian atau keseluruhan dari kristal permukaan

  1,16,18 enamel.

  Fluor yang disimpan kemudian dilepaskan dan bereaksi dengan produk

  2+ 2-

  penguraian ion Ca dan HPO

  4 membentuk fluoride enriched apatite. Jika pH turun

  dibawah 4,5 yang merupakan pH kritis untuk penguraian fluorapatit, fluorapatit akan

  2+

  2

  terurai. Jika ion asam dinetralisasi dan ion Ca serta HPO dikembalikan, proses

  4

  18 pengembalian (reverse) mineral atau remineralisasi dapat terjadi.

2.3 Fluor

  Fluor merupakan bahan remineralisasi yang paling sering digunakan sebagai bahan aktif dalam agen remineralisasi. Fluor yang beredar di pasaran tersedia dalam bentuk sodium fluoride, sodium monofluoro-phosphate dan stannous fluoride yang digunakan sebagai agen anti karies. Di Eropa, amine fluoride juga digunakan dibeberapa negara. Fluor bekerja untuk mengontrol karies dini dengan beberapa cara.

  6 Fluor dapat menghambat demineralisasi enamel dan meningkatkan remineralisasi.

  Fluor sebenarnya adalah bahan yang terdapat dalam beberapa makanan atau air minum karena fluor termasuk bahan mineral, artinya bahan yang terdapat dalam tanah. Efek fluor alami yang terdapat dalam air minum umum telah diperkenalkan pertama kali oleh Trendley dkk di layanan kesehatan Amerika Serikat tahun 1930-an

  22

  dan 1940-an. Flour tersedia dalam berbagai sediaan seperti pasta gigi, obat kumur, topikal aplikasi, dan lain-lain. Pemberian fluor harus sesuai dengan batas normal yang

  1,23

  telah ditentukan. Kadar fluor yang dibutuhkan untuk keperluan memperkuat email hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil. Bila dicampurkan dalam air, hanya sekitar 1 mg per liter. Dengan istilah ilmiah disebutkan 1 ppm (part permillion), karena jika kadar fluor tersebar terlalu banyak maka akan menimbulkan kerusakan. Kerusakan yang terjadi dapat terlihat dari perubahan warna gigi menjadi bercak dan terjadi hipoflasi yang menyebabkan bentuk estetis yang kurang baik dengan warnanya yang buruk. Penambahan fluor sampai mencapai 1 ppm (part per million) dilaporkan dapat menurunkan prevalensi karies sebanyak 60%. Fluoridasi air minum masyarakat terbukti dapat mengurangi prevalensi karies gigi masyarakat sampai dengan 50-65%, sedangkan fluoridasi air minum sekolah 40%. Apabila sumber air minum mengandung fluor rendah misalnya 0,1-0,3 ppm, maka dianjurkan untuk

  1-2,19 menggunakan tablet fluor.

  Sebagian besar pasta gigi di Amerika mengandung 1,100 ppm fluor. Fluor yang terkandung dalam obat kumur menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi fluor pada saliva setelah beberapa jam setelah penggunaan. Penggunakan obat kumur yang mengandung 0,05% sodium fluoride menunjukkan peningkatan konsentrasi fluor pada saliva lebih baik daripada penyikatan gigi dengan menggunakan fluor

  20 konvensional.

  Fluor yang terkandung dalam sediaan topikal aplikasi biasanya diindikasikan untuk perawatan pasien dengan risiko karies tinggi. Istilah topikal aplikasi diartikan sebagai suatu sistem pelapisan fluor pada permukaan gigi secara lokal atau topikal pada permukaan gigi yang sedang erupsi untuk mencegah terjadinya karies. Sampai sekarang, ada 3 jenis fluor yang digunakan yaitu sodium atau natrium fluorida (NaF),

  

stannous fluorida (SnF) dan acidulated phosphate flourida (APF). Stannous dan

sodium flourida tersedia dalam bentuk tepung, gel dan cairan. Konsentrasi NaF yang

  dianjurkan untuk digunakan adalah 2%, yaitu dengan melarutkan 0,2 gram tepung

  NaF dalam 10mL air murni (distilled water). Larutan ini mempunyai pH dasar sehingga cukup stabil bila disimpan dalam wadah plastik. Gel fluor yang digunakan di klinik berisi 5,000

  • – 12,300 ppm ion fluor dan pada sediaan varnish berisi 22,600

  2,19-20 ppm ion fluor.

  2 Tabel 3. Bentuk Sediaan dan Konsentrasi Topikal Aplikasi Yang Biasa Digunakan

Sediaan Konsentrasi

  Larutan NaF 2,0 % NaF Larutan SnF 8,0 % SnF2

  Larutan/gel APF 1,29 % F Pernis NaF 2,26 % F

  Pasta profilaktik 0,64-1,2% F Ada beberapa kekurangan fluor:

  • digunakan berlebihan akan terjadi bercak putih pada gigi atau fluorosis. Fluor terakumulasi pada gigi, terutama gigi permanen. Pada permukaan enamel gigi tampak bercak tidak beraturan yang berwarna putih-kapur, yang pada akhirnya berubah menjadi kuning atau coklat, menyebabkan enamel tampak berbintik-bintik.

  Penggunaan fluor harus sesuai dosis yang telah ditentukan. Jika fluor

  • gigi yang dapat merusak estetis gigi.

  Penggunaan fluor yang berlebih juga dapat menyebabkan hipoplasia pada

  • Lebih lanjut jika akumulasi fluor meningkat terus-menerus akan menyebabkan gangguan fisik yaitu banyak mengeluarkan saliva, gangguan indra perasa, badan gemetar, gangguan pernapasan dan mudah lelah. Ini biasanya berkemungkinan terjadi pada anak-anak yang sering tertelan pasta gigi.

  Jika fluor tertelan berlebihan dapat menyebabkan gangguan pencernaan.

  2.3.1 Remineralisasi Fluor Ion fluor sangat esensial pada pembentukan dan perkembangan enamel karena dapat menggantikan gugus hidroksil sehingga membentuk ikatan fluorapatit (Ca

  10

  (PO

  4 ) 6 (F) 2 ). Fluor tersebut berasal dari lingkungan mulut misalnya saliva sehingga

  fluorisasi paling banyak terjadi di enamel bagian luar. Hal ini sangat penting untuk mempertahankan keutuhan enamel karena fluorapatit lebih sukar larut dibandingkan dengan hidroksiapatit. Pada hidroksiapatit struktur OH tidak berada pada bidang sentral sehingga tidak stabil. Ketika ion OH digantikan oleh ion-ion F pada fluor, struktur kristal menjadi lebih stabil karena mamiliki kristalit-kristalit yang memiliki

  2- + - - 2+ 16,20-21 mantol air yang berisi HPO 4, Ca2 , MG , OH , F yang berdiri seimbang.

  17 Gambar 2. Struktur enamel yang terdiri dari prisma kristalit

  Berdasarkan gambar diatas, pada kalsifikasi terlihat bahwa ameloblas yang bersegi enam miring berpindah dari dentin ke batas enamel-dentin. Karena komponen gerak ameloblas, tegak lurus pada sumbu panjang, terjadi suatu bentuk lubang kunci dari prisma enamel yang dapat meluas dari permukaan enamel sampai batas enamel- dentin. Bentuk lubang kunci ameloblas ini adalah akibat kristalit yang terbentuk. Pada lubang kunci ini juga terdapat mantol air yang terdiri dari Ca, P, CO2, Na, Mg, Cl dan K.

  Mineral yang terdapat pada gigi sebagian besar terdiri dari kalsium hidroksiapatit yang berkarbonasi. Perbedaannya dengan kalsium hidroksiapatit konvensional adalah jumlah fosfat yang terdapat didalamnya. Dengan adanya porsi karbonasi menjadikan hidroksiapatit lebih mudah larut dan membuat jaringan rentan

  6 terhadap kerusakan dari luar.

  Makanan dan debris yang bercampur dengan saliva akan menyebabkan pH turun karena asam yang dihasilkan dari fermentasi bakteri dalam rongga mulut. pH kritis untuk hidroksiapatit adalah ≤ 5,5. Jika rongga mulut telah mencapai pH 5,5 akan terjadi demineralisasi yang menyebabkan ion kalsium dan fosfor terurai dari permukaan enamel. Remineralisasi oleh fluor akan terjadi jika fluor tersedia dalam jumlah cukup. Ada dua aktivitas fluor yang sangat penting yaitu dengan adanya fluor dalam asam membantu menghambat demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi

  1-2,16,18-20 sehingga merangsang perbaikan atau penghentian lesi karies awal.

  Remineralisasi oleh fluor ini dimulai dengan bergabung ion fluor dengan kalsium yang akan membentuk fluoroapatit. Ion fluor menggantikan ion-ion hidroksil yang ada dalam hidroksiapatit, yang selanjutnya menyebabkan enamel kurang larut.

  2+

  Fluor yang tersimpan dilepaskan pada proses ini dan bereaksi dengan Ca dan

  2-

  HPO

  4 membentuk FA (Flouro Apatit). Jika pH turun sampai dibawah 4,5 yang

  merupakan pH kritis untuk kelarutan fluorapatit, maka fluoroapatit akan larut. Jika

  2+

  

2

  ion asam dinetralkan dan Ca dan HPO

  4 dapat pertahankan, maka remineralisasi

  dapat terjadi. Ikatan ini lebih stabil dan lebih tahan terhadap serangan dari asam karena kompleksnya struktur ikatan yang dibentuk. Dengan penggunaan fluor langsung pada rongga mulut dapat meningkatkan pengendapan kalsium dan fosfat karena fluor akan menghambat pembentukan asam oleh bakteri rongga mulut. Kepadatan yang terbentuk akan menjadikan gigi tiga kali lebih tahan terhadap timbulnya karies daripada gigi tanpa fluor. Perbandingan konstanta hasil kali kelarutan (Ksp) hidroksiapatit dengan Ksp fluorapatit, Ksp hidroksiapatit

  • 51
  • 60

  Ca

  5 (PO 4 ) 3 (OH) sekitar 10 , sedangkan Ksp fluorapatit Ca 5 (PO 4 ) 3 F sekitar 10 .

  22 Artinya, senyawa fluoroapatit lebih kompleks daripada hidroksiapatit.

2.4 Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) Karies gigi merupakan suatu penyakit gigi yang umum pada masyarakat.

  Karies menunjukkan penurunan yang signifikan selama beberapa dekade terakhir. Penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh penggunaan fluor pada pasta gigi dan beberapa agen anti karies yang banyak diperkenalkan pada masyarakat umum sekarang ini. Produk susu (susu, susu konsentrat, dan keju) telah terbukti menjadi agen anti-kariogenik pada hewan dan manusia dalam model karies in situ. Sebuah teknologi baru yang melibatkan phosphopeptides yang diisolasi dari kasein pada protein susu, dikomplekskan dengan kalsium fosfat yang disebut dengan Casein-

  23 Phosphopeptide - Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP).

  Casein-Phosphopeptide - Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) adalah

  agen bioaktif dengan bahan dasar produk susu yang terbentuk dari dua bagian yaitu CPP dan ACP. CPP dihasilkan dari kasein protein susu dan memiliki kemampuan untuk menstabilkan kalsium fosfat dalam larutan dan secara substansial meningkatkan tingkat kalsium fosfat dalam plak gigi. CPP-ACP telah terbukti baik untuk pencegahan dan perbaikan lesi bawah permukaan enamel yang mengalami karies. Penelitian lebih lanjut pada manusia dalam karies model in situ telah menunjukkan bahwa CPP-ACP nanokompleks dapat mencegah demineralisasi

  9,23-4 enamel dan sebagai promotor remineralisasi enamel.

  Produk CPP-ACP tidak mengandung laktosa yang merupakan karbohidrat dalam susu yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti produk lainnya yang berbasis susu. Oleh karena itu, meskipun berasal dari susu, tidak terlihat gejala gastrointestinal pada penggunaan CPP-ACP. Namun, pasien yang memiliki alergi dengan protein susu tidak dianjurkan menggunakan agen tersebut. Produk yang mengandung CPP-ACP tersedia dalam berbagai bentuk seperti pasta gigi, obat

  25 kumur, permen karet dan lain-lain.

2.4.1 Remineralisasi Enamel oleh CPP-ACP

  Casein phosphopeptide (CPP) mengandung urutan-Ser (P)-Ser (P)-Ser(P)-

  Glu-Glu-. Remineralisasi oleh CPP-ACP pada permukaan enamel dapat berlangsung dengan beberapa cara:

  1. CPP-ACP dapat menstabilkan kalsium fosfat yang terdapat dalam permukaan gigi. Jumlah kalsium fosfat yang stabil dapat mencegah transformasi permukaan gigi ke fase larut atau demineralisasi.

  2. Dengan adanya CPP-ACP, CPP nanocluster akan membentuk ion kalsium dan fosfat pada permukaan enamel gigi. Pembentukan yang terjadi berupa ikatan yang sangat nanocompleks.

  3. Kalsium dan fosfat yang dihasilkan oleh CPP-ACP akan terikat pada protein plak gigi sehingga dapat mengurangi kondisi asam dalam rongga mulut. CPP- ACP dapat menghambat enzim pada bakteri yang mengubah glukosa menjadi asam. Penghambatan itu dapat mengurangi demineralisasi.

  4. Kemampuan dari CPP tidak hanya untuk menstabilkan kalsium dan fosfat sebagai ion bioavailable, tetapi juga untuk melokalisasi ion kalsium dan fosfat di permukaan gigi. Ini didukung oleh bentuk amorphous pada struktur ACP sehingga kalsium dan fosfat bebas dapat menghasilkan gradien konsentrasi efektif untuk terjadinya remineralisasi.

  5. CPP-ACP juga dapat membentuk ikatan dengan fluor yang terdapat pada gigi yaitu CPP-ACFP. Bergabungnya CPP-ACP dengan fluor ini akan menghasilkan struktur yang lebih baik untuk membantu dalam proses remineralisasi enamel.

6. CPP-ACFP dapat meningkatkan pH yang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan CPP-ACP tanpa fluor. Sehingga fase demineralisasi dapat dicegah.

  Pada penelitian remineralisasi enamel pada manusia, Shen dkk menguji pemberian CPP-ACP pada permen karet dan hasilnya menunjukkan bahwa CPP-ACP

  9,23-25 berpengaruh terhadap terjadinya remineralisasi lesi bawah enamel.

2.5 Uji Kekerasan Permukaan Kekerasan merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tekan.

  Deformasi ini dapat berupa kombinasi perilaku elastik dan plastis. Deformasi elastik terjadi pada permukaan yang keras, sedangkan deformasi plastis terjadi pada permukaan yang lunak. Efek deformasi tergantung pada kekerasan permukaan

  15 material.

  Ada beberapa cara pengukuran kekerasan yang cukup dikenal dibidang material, diantaranya adalah uji kekerasan gores, uji kekerasan pantul (dinamis) dan uji kekerasan indentasi. Uji kekerasan gores tergantung pada kemampuan gores material yang satu terhadap yang lain. Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan material lanjut, tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki

  26 oleh intan.

  Uji kekerasan pantul mencakup deformasi dinamis dari permukaan material yang dinyatakan dalam jumlah energi impak yang diserap permukaan logam pada saat penekan jatuh. Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat

  

Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat

  tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi. Uji kekerasan indentasi berupa penjajakan oleh

  26 sebuah indentor yang keras ditekankan ke permukaan logam/bahan yang diuji.

  Untuk sampel berupa gigi, pengukuran kekerasan dapat dilakukan dengan uji kekerasan pantul dan uji kekerasan intendensi. Leeb Hardness Tester TH160 dan Vickers menurut ADA (America Dental Association) digunakan untuk logam emas tuang (dental casting gold) dan juga untuk bahan-bahan yang mempunyai sifat mudah pecah (brittle) sehingga dapat digunakan untuk mengukur kekerasan permukaan enamel gigi. Leeb Hardness Tester TH160 adalah pengukuran kekerasan suatu material dengan nilai kekerasan yang kecil dengan penekan atau impact yang lebih kecil. Beban yang digunakan adalah antara 170- 960 mg. Leeb Hardness Tester terbagi 3 bagian secara umum yaitu Main Body, Impact device cable dan Impact

  

26

device sesuai dengan gamabar dibawah ini.

  26 Gambar 3. Bagian-Bagian Alat Leeb Hardness Tester

  Gigi dapat diukur kekerasannya karena garam-garam mineral, hidroksiapatit yang bergabung dengan karbonat dan berbagai kation akan terikat bersama-sama dengan bahan krisal yang keras. Mineral-mineral yang bergabung akan mengalami pengendapan. Sehingga dengan bergabungnya ion dan mengalami pengendapan akan menambah kepadatan struktur enamel. Kepadatan tersebut dapat dinilai melalui pengukuran kekerasan permukaan enamel gigi.

  Sebelum uji kekerasan enamel dengan alat Leeb Hardness Tester TH160, permukaan sampel harus dipersiapkan. Permukaan yang rata akan membantu dalam pengukuran. Permukaan yang rata akan mendapatkan hasil pengukuran yang akurat. Sampel uji yang berukuran kecil harus didukung oleh dasar atau basis agar tetap berada pada posisi yang tetap. Sampel harus memiliki tebal minimum sesuai

  26 ketentuan tergantung jenis sampel.

2.6 Kerangka Konsep

  Permukaan enamel terpapar Demineralisasi gigi/ permukaan enamel larut oleh asam dari makanan dan

  2+ - 3-

  Ca

  10 (PO 4 ) 6 (OH) 2  10Ca +6PO 4 + 2OH

  minuman, terjadi penurunan pH rongga mulut Padat  Larut

  Agen Remineralisasi

  Fluor CPP-ACP

  Fluor mengikat kalsium dan CPP menstabilkan ion kalsium fosfat dan menggantikan ion dan fosfat serta hidroksil yang larut dalam melokalisasikannya pada asam sehingga membentuk permukaan gigi, dapat flouroapatit yang lebih stabil bergabung dengan fluor dari hidroksiapatit. membentuk CPP-ACFP.

  Memacu proses remineralisasi permukaan enamel Struktur enamel lebih padat, menambah kekerasan enamel

  Perbedaan pengaruh agen remineralisasi terhadap kekerasan permukaan gigi?

Dokumen yang terkait

Perbedaan Kekasaran Permukaan Enamel Gigi Pada Penggunaan Karbamid Peroksida 16% Dan Jus Buah Stroberi (Fragaria x ananassa) sebagai Bahan Pemutih Gigi

7 89 63

Perbedaan Pengaruh Pemberian Bahan Remineralisasi Yang Mengandung Flour Dengan Casein Phosphopeptide-Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) Terhadap Kekerasan Permukaan Enamel Gigi

8 136 75

Pengaruh Penambahan Kitosan Nanopartikel Pada Casein Phosphopeptid-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) Terhadap Remineralisasi Gigi

11 106 98

Perbedaan Kekerasan Permukaan Enamel Gigi setelah Direndam dalam Jus Buah dan Larutan Vitamin C (In Vitro)

6 70 80

Pengaruh Teh Kombucha Terhadap Kekerasan Enamel dan Adhesi Streptokokus mutans pada Permukaan Enamel

10 85 84

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Efek Aplikasi Pasta CPP-ACP Pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Setelah Bleaching

0 4 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Jus Buah Stroberi (Fragaria X Ananassa) Terhadap Diskolorasi Gigi Yang Disebabkan Oleh Kopi

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perbedaan Kekasaran Permukaan Enamel Gigi Pada Penggunaan Karbamid Peroksida 16% Dan Jus Buah Stroberi (Fragaria x ananassa) sebagai Bahan Pemutih Gigi

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perbedaan Rerata Karies Gigi Spesifik Antara Tukang Becak Dan Supir Angkot Dihubungkan Dengan Kebiasaan Merokok

0 0 9

Perbedaan Pengaruh Pemberian Bahan Remineralisasi Yang Mengandung Flour Dengan Casein Phosphopeptide-Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) Terhadap Kekerasan Permukaan Enamel Gigi

0 0 14