BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Efek Aplikasi Pasta CPP-ACP Pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Setelah Bleaching

TINJAUAN PUSTAKA

  Perubahan warna gigi akan terjadi tergantung dari gaya hidup seseorang dan hal ini akan memengaruhi penampilan dan kepercayaan diri seseorang pada saat bersosial dengan masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu, kebutuhan pelayanan kosmetik gigi semakin meningkat. Salah satu bentuk pelayanan kosmetik gigi adalah proses pemutihan gigi atau bleaching. Namun, telah dilaporkan bahwa penggunaan bahan bleaching dapat menimbulkan efek negatif terhadap enamel sehingga membutuhkan pengaplikasian bahan remineralisasi untuk mengurangi kerusakan pada

  9 enamel.

2.1 Enamel

  Enamel adalah jaringan yang hanya melapisi mahkota gigi dan merupakan jaringan yang paling keras yang terdapat pada tubuh manusia karena memiliki kandungan mineral yang tinggi. Enamel memiliki ketebalan yang berbeda disetiap bagian gigi. Pada permukaan insisal dan oklusal, ketebalan enamel mencapai ± 2,5 mm dan semakin menipis pada bagian servikal gigi. Perbedaan ketebalan dari enamel akan memengaruhi warna gigi seseorang, karena warna kuning pada dentin akan

  10,11

  terlihat pada bagian gigi yang memiliki enamel yang tipis. Enamel tidak memiliki pembuluh darah dan saraf sehingga tidak memiliki daya reparatif. Oleh karena itu, enamel akan rusak pada saat terjadi karies gigi, atrisi, abrasi, erosi akibat asam yang menyebabkan demineralisasi dan enamel hanya dapat diperbaiki atau diganti dengan

  11,12

  melakukan perawatan restoratif. Menurut penelitian yang dilakukan Dudea D dkk (2009) dengan menggunakan SEM, permukaan enamel gigi setelah dibersihkan menunjukkan gambaran yang halus walaupun terdapat alur/groove yang dangkal dan prisma enamel serta interprisma enamel tidak terlihat karena masih ditutupi oleh

  

13

lapisan aprismatik dengan baik (Gambar 1).

  13 Gambar 1. Gambaran SEM permukaan enamel gigi (2000x)

2.1.1 Komposisi Enamel

  Komposisi kimia enamel adalah 96% dari berat (88-90% dari volume) tersusun atas zat anorganik dalam bentuk kristal hidroksiapatit [Ca

  10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ],

  11 sekitar 3% dari berat (5-10% dari volume) adalah air dan 1% zat organik.

  Hidroksiapatit tersusun atas komponen-komponen kalsium dan fosfat yang ditemukan juga pada tulang, dentin dan sementum. Biasanya hidroksiapatit berbentuk sebuah kristal segi enam (heksagonal) dengan lebar 70 nm dan tebal 25 nm. Satu unit sel kristal terdiri dari satu gugus hidroksil yang dikelilingi oleh tiga ion kalsium. Ketiga ion kalsium ini dikelilingi oleh tiga ion fosfat.Sedangkan zat organik pada enamel gigi mengandung dua kelompok protein yaitu 90% sebagai non-amelogenin (seperti enamelin, tuftelin dan ameloblastin) dan sebagian kecil sebagai amelogenin. Enamelin mengelilingi dan mengisi ruangan yang ada diantara kristal hidroksiapatit

  11,14 serta berperan dalam permeabilitas atau daya serap enamel. Enamel terbagi menjadi dua bagian, yaitu (1) bagian luar yang disebut surface

  

enamel dan (2) bagian dalam yang disebut subsurface enamel. Permukaan enamel

  yang paling luar (surface enamel) merupakan tempat proses terjadinya karies dimulai, tempat bahan bleaching dan bahan remineralisasi diaplikasikan. Surface enamel memperlihatkan gambaran yang berbeda-beda, dimana menunjukkan adanya aprismatik enamel, perikymata, gambaran prisma enamel, retak, pit dan elevasi. Dibandingkan dengan bagian dalam (subsurface enamel), surface enamel lebih banyak mengandung fluor dan sedikit mengandung karbonat sehingga permukaannya

  11 lebih keras, porus lebih sedikit, tidak mudah larut dan lebih radiopak.

2.1.2.1 Prisma Enamel

  Enamel terdiri atas prisma enamel atau enamel rod mulai dari batas enamel dan dentin (Dentinoenamel Junction) sampai ke permukaan enamel paling luar. Prisma enamel merupakan struktur dasar dari enamel. Setiap prisma enamel terdiri dari empat ameloblast. Satu ameloblastmembentuk bagian kepala (head), dua

  

ameloblast membentuk bagian leher (neck) dan satu ameloblast membentuk bagian

  14

  ekor (tail). Pada potongan melintang dari enamel gigi manusia, prisma enamel biasanya berbentuk seperti lubang kunci atau key hole(Gambar 2a). Prisma enamel memiliki diameter yang bervariasi antara 5-6 µm dengan panjang dari kepala sampai

  11,15

  ekor sekitar 8-9 µm dan lebar bagian kepala sekitar 4-5 µm. Ukuran dari prisma enamel sama besar dengan ukuran sel darah merah. Prisma enamel terdiri dari kristal- kristal dan permukaannya dibungkus oleh selubung batang atau rod sheath serta memiliki inti pada bagian tengah yang sering disebut rod core. Rod sheath memiliki

  14 lebih banyak zat organik dibandingkan dengan rod core (Gambar 2b).

  Pada permukaan terluar dari enamel gigi permanen yang baru erupsi terdapat lapisan non-prismatik enamel atau aprismatik enamel. Lapisan ini menutupi bagian dari prisma-prisma enamel. Aprismatik enamel terbentuk akibat tidak adanya

  11 prosesus Tomes pada tahap akhir pembentukan enamel. b a Gambar 2. Prisma enamel berbentuk key hole. a) Gambaran struktural dari prisma enamel; b) Gambaran mikroskopik dari prisma

  14,15

  enamel

2.1.2.2 Incremental Lines

  Incremental lines merupakan garis yang terbentuk karena adanya aktivitas sel

  pembentuk enamel yang disebut ameloblast. Incremental lines terdiri dari dua tipe,

  16 yaitu (1) cross-striation (Gambar 3)dan (2) retzius lines (Gambar 4).

  Gambar 3. Cross-striation (panah hitam) dan prisma enamel (panah putih) pada gigi molar dua desidui

  16

  mandibula Gambar 4.Retzius lines (panah hitam) dan prisma enamel (panah merah) pada gigi molar dua desidui

  16

  mandibula Kedua garis ini dapat digunakan untuk menghitung lama dari proses pembentukan enamel (amelogenesis). Cross-striation terbentuk setiap 24 jam sedangkan retzius lines terbentuk setiap 6-12 hari. Retzius lines merupakan garis pertumbuhan enameldan menunjukkan jumlah lapisan dari enamel serta berakhir pada

  16 permukaan enamel yang disebut perikimata.

2.1.2.3 Dentinoenamel Junction

  Perbatasan antara enamel dan dentin dikenal dengan istilah dentinoenamel

  

junction . Bagian enamel yang dapat dilihat pada bagian dentinoenamel junction

  adalah (1) enamel spindle, (2) enamel tuft dan (3) enamel lamellae.Enamel spindle merupakan odontoblast yang tertanam pada enamel dengan panjang 25 µm. Pada potongan memanjang (longitudinal), enamel spindle dapat dilihat dengan jelas.

  

Enamel tuft merupakan enamel rods yang mengalami hipomineralisasi. Berbentuk

  seperti rumput dengan panjang sekitar 100 µm dan berjalan searah dengan prisma enamel.Enamel tuft dapat dilihat dengan jelas pada potongan melintang. Enamel

  

lamellae merupakan celah tipis sehingga saliva dan debris dapat masuk ke dalamnya.

  Panjang dari enamel lamellae tergantung dari ketebalan enamel seseorang. Pada saat

  11 potongan melintang, enamel lamellae dapat dilihat dengan jelas (Gambar 5).

  14 Gambar 5. Bagian-bagian dari dentino-enamel junction

2.1.2.4 Cementoenamel Junction (CEJ)

  Cementoenamel junction (CEJ) adalah perbatasan antara enamel yang

  melapisi mahkota gigi dengan sementum yang menutupi bagian akar gigi. CEJ merupakan tempat dimana serat-serat gingiva melekat pada gigi yang sehat.Pada orang dewasa muda, CEJ dilindungi oleh jaringan gingiva. Namun dengan meningkatnya usia dan terjadinya erupsi pasif yang terus menerus, terjadi pergeseran dari CEJ ke sulkus gingiva. Pergeseran ini akan menyebabkan CEJ menjadi tersingkap dan hal ini dapat membuat daerah CEJ menjadi rentan terhadap keadaan patologis seperti karies akar, erosi pada bagian servikal gigi, resorpsi akar dan

  17 abrasi.

  Ada tiga kemungkinan bentuk hubungan CEJ, yaitu (1) sekitar 60% enamel yang tumpang tindih dengan sementum (overlapped), (2) 30% enamel yang bertemu dengan sementum (edge-to-edge) dan (3) 10% enamel yang tidak bertemu dengan

  17 ada 55,1% gigi memiliki hubungan CEJ yang edge-to-edge dan 30,7% enamel yang tidak bertemu dengan sementum. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya enamel yang tidak bertemu dengan sementum lebih besar dari penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya. Oleh karena itu, hubungan CEJ harus selalu diperhatikan sebelum melakukan perawatan gigi seperti perawatan ortodonti, pemasangan stainless steel crown dan terutama dalam perawatan bleaching.

  17 Gambar 6.Morfologi Cementoenamel Junction

  (CEJ).I :Overlapped (sementum berada di atas enamel), II : Edge-to-

  edge , III : Enamel tidak bertemu

  dengan sementum, IV : Overlapped (enamel berada di atas sementum)

  17 Diskolorisasi pada gigi merupakan salah satu penyebab mengapa seseorang membutuhkan perawatan gigi.Hal ini disebabkan oleh karena diskolorisasi gigi dapat memengaruhi estetik dan psikologi seseorang. Berdasarkan dari letaknya, diskolorisasi gigi dapat diklasifikasikan menjadi (1) diskolorisasi pada bagian luar

  18 gigi (ekstrinsik) dan (2) diskolorisasi pada bagian dalam gigi (intrinsik).

2.2.1 Diskolorisasi pada Bagian Luar Gigi (Ekstrinsik)

  Diskolorisasi pada bagian luar gigi merupakan diskolorisasi yang terletak pada permukaan luar gigi dan disebabkan oleh faktor yang berasal dari luar gigi.Diskolorisasi ekstrinsik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu secara (1) langsung dan (2) tidak langsung. Dan diskolorisasi ekstrinsik juga dapat

  18 diklasifikasikan menjadi (1) non-metallic stains dan (2) metallic stains.

  Diskolorisasi ekstrinsik secara langsung biasanya diakibatkan oleh karena diet dan zat yang biasa dimasukkan ke dalam mulut.Faktor diet dapat menyebabkan diskolorisasi pada permukaan gigi yang berwarna coklat atau hitam tergantung dari makanan atau minuman yang dikonsumsi sehari-hari seperti teh, kopi, dan jenis minuman lainnya.Faktor kebersihan rongga mulut dapat memengaruhi akumulasi plak, kalkulus dan sisa-sisa makanan yang dapat menyebabkan diskolorisasi yang biasanya berwarna kuning atau coklat.Bakteri kromogenik yang ada di dalam rongga mulut dapat menyebabkan diskolorisasi pada gigi biasanya pada daerah margin gingiva.Faktor kebiasaan seperti merokok dan mengunyah tembakau dapat menyebabkan diskolorisasi berupa warna coklat tua atau hitam pada satu per tiga sampai setengah permukaan gigi.Faktor kebiasaan menggunakan obat-obatan dalam jangka panjang dapat menyebabkan diskolorisasi pada gigi seperti obat kumur

  18

  klorheksidin dapat menyebabkan gigi menjadi warna kuning kecoklatan. (Tabel 1) Diskolorisasi ekstrinsik secara tidak langsung diakibatkan oleh karena adanya reaksi kimia pada permukaan gigi.Faktor obat-obatan yang mengandung logam seperti larutan oral yang mengandung besi dapat menyebabkan diskolorisasi pada gigi

  18

  perak, dan lain-lain. (Tabel 1)

  18 Tabel 1.Penyebab diskolorisasi pada bagian luar gigi (ekstrinsik)

Klasifikasi Faktor Contoh Warna

Penyebab

  Diskolorisasi Diet Teh, kopi, dan makanan lainnya Coklat, hitam ekstrinsik Kebersihan Plak, kalkulus, dan sisa-sisa Kuning, secara mulut makanan coklat langsung (non- Bakteri kromogenik Coklat,

  metallic stains )

  hitam, hijau, oranye Kebiasaan Merokok, mengunyah tembakau Coklat tua, hitam

  Obat-obatan Klorheksidin Kuning kecoklatan Obat kumur yang mengandung Kuning fenolik Antibiotik : Minocycline Hijau, abu

  Diskolorisasi Obat-obatan Larutan oral yang mengandung Hitam ekstrinsik besi (iron) secara tidak Obat kumur yang mengandung Hijau langsung copper salt

  (metallic Obat kumur yang mengandung Ungu, hitam

  stains ) potassium permanganate Flouride Coklat

  keemasan

  Silver nitrate Abu-abu

  Pekerjaan dan Terpapar besi, mangan, dan perak Hitam lingkungan Terpapar merkuri Biru kehijauan

  Tembaga dan nikel Hijau Asap dari asam kromat Oranye tua

   Diskolorisasi pada Bagian Dalam Gigi (Intrinsik)

  Diskolorisasi pada bagian dalam gigi (intrinsik) dapat terjadi selama dan setelah proses odontogenesis. Selama proses odontogenesis (pre-eruptive), diskolorisasi gigi dapat terjadi akibat perubahan kualitas dan kuantitas dari enamel dan dentin. Faktor penyebab yang dapat memengaruhi diskolorisasi gigi selama proses odontogenesis adalah kelainan metabolisme, gangguan akibat kuman patogen pada gigi, kelainan genetik, obat-obatan, dan lingkungan (Tabel 2).

  

Tabel 2.Penyebab diskolorisasi pada bagian dalam gigi selama proses odontogenesis

  18

  (pre-eruptive)

  

Faktor Contoh Warna

Penyebab

  Kelainan Metabolisme Hyperbilirubinemia Kuning-hijau

  Prophyria Coklat kemerahan Alkaptonuria Coklat

  Gangguan akibat kuman Turner tooth , pada gigi Infeksi, Defisiensi nutrisi, Putih

  Hipomineralisasi gigi Kuning molar satu dan insisivus Coklat permanen

  Kelainan genetik Amelogenesis imperfect Kuning kecoklatan, biru kecoklatan

  Dentin dysplasia Kuning Epidermolysis bullosa Kuning

  Obat-obatan Tetracycline Kuning, coklat, biru atau keabuan

  Minocycline Biru-hijau Ciprofloxacin Kehijauan

  Suplemen flouride Putih-coklat, hitam Lingkungan Endemic Flourosis Putih-coklat, hitam

  Setelah proses odontogenesis (post-eruptive), diskolorisasi gigi dapat terjadi akibat zat yang dapat merubah warna gigi masuk ke dalam jaringan keras. Zat ini dapat berasal dari pulpa atau permukaan gigi.Faktor penyebabnya dapat berupa karies pada gigi, proses penuaan, trauma pada pulpa yang disertai dengan pendarahan, dimasukkan pada saluran akar (Tabel 3). Proses penuaan dapat menyebabkan diskolorisasi gigi oleh karena dipengaruhi kondisi enamel dan dentin. Pada proses penuaan, gigi akan mengalami perubahan secara fisiologis seperti penipisan enamel akibat pemakaian gigi dalam jangka lama yang dapat mengakibatkan erosi, abrasi, atrisi gigi secara fisiologis, dan terjadi perubahan pada strukturnya, serta terbentuknya dentin sekunder atau tersier. Oleh karena itu, warna gigi pada orang tua

  18 menjadi lebih gelap atau kekuningan.

  

Tabel 3.Penyebab diskolorisasi pada bagian dalam gigi setelah proses odontogenesis

  18

  (post-eruptive)

  Faktor Penyebab Contoh Warna

  Kondisi gigi Saat karies baru mulai Putih Karies aktif Coklat kekuningan

  Proses penuaan Kekuningan Pulpa Trauma pada pulpa Abu-abu-coklat disertai dengan pendarahan

  Resorpsi internal Merah jambu Bahan-bahan kedokteran Amalgam Biru-abu-abu gigi Komposit/ GIC Coklat kekuningan

  Obat yang dimasukkan Abu-abu kecoklatan pada saluran akar, seperti

  

iodoform , ledermix

  Bahan-bahan obturasi Keabu-abuan

2.3 Bleaching

  Bleaching merupakan perawatan kosmetik terhadap gigi yang telah

  mengalami perubahan warna dengan menggunakan larutan kimia yang dapat mengubah warna gigi menjadi lebih putih. Walaupun pasca perawatan bleaching dapat menimbulkan efek yang negatif, perawatan ini masih tergolong aman dan

  19 efektif untuk mengembalikan keindahan warna gigi seseorang. Bahan yang biasa digunakan dalam perawatan bleaching adalah (1) hidrogen peroksida, (2) karbamid peroksida, (3) sodium perborate dan (4) kalsium peroksida.Namun, hidrogen peroksida dan karbamid peroksida yang merupakan bahan utama untuk extra coronal bleaching pada gigi yang masih vital. Kedua bahan ini dapat membuat warna gigi menjadi lebih putih namun memiliki efek dan

  20 keamanan yang berbeda.

  2.3.1.1 Hidrogen Peroksida

  Hidrogen peroksida dikenal dengan sebutan dihidrogen dioksida, hidrogen dioksida, hidrogen oksida, oksidol dan peroksida.Rumus kimia dari hidrogen peroksida adalah H O .Hidrogen peroksida merupakan oksidator yang kuat,

  2

  2

  berbentuk cairan bening, tidak bewarna dan larut di dalam air. Pada teknik in-office biasanya menggunakan konsentrasi hidrogen peroksida yang tinggi yaitu 30-35%, sedangkan pada teknik home bleaching konsentrasi hidrogen peroksida yang

  21 digunakan adalah 10%.

  2.3.1.2 Karbamid Peroksida

  Karbamid peroksida dikenal dengan sebutan urea peroksida, hidrogen peroksida karbamid dan urea hidrogen peroksida. Rumus kimia dari karbamid peroksida adalah CO(NH

  2 ) 2 .H

  2 O 2 . Karbamid peroksida dapat berbentuk kristal putih

  atau bubuk kristal, dapat larut dalam air dan dapat terurai menjadi urea dan hidrogen peroksida. Karbamid peroksida dengan konsentrasi 35% sering digunakan sebagai bahan utama untuk pemutihan gigi pada teknik in-office, sedangkan karbamid peroksida yang memiliki konsentrasi 16% digunakan untuk pemutihan gigi pada

  21 teknik home bleahing.

2.3.2 Teknik Bleaching

  Bahan bleaching untuk gigi vital dapat diperoleh secara bebas (over the

  19,22

  lebih murah dan memiliki efek yang cukup memuaskan. Namun, bila seseorang menginginkan warna gigi yang lebih putih dari bahan over the counter, mereka dapat

  22 memilih teknik in-office atau home bleaching.

  2.3.2.1 Teknik In-officeBleaching

  Teknik in-office bleaching merupakan teknik pertama yang dilakukan untuk mengubah warna gigi menjadi lebih putih. Teknik in-office dapat mengubah warna

  23

  gigi secara cepat sehingga sering disebut dengan istilah ”one-hour bleaching”. Pada umumnya, teknik in-office memerlukan satu sampai enam kali kunjungan untuk mendapatkan efek yang memuaskan. Dan setiap satu kali kunjungan memerlukan waktu sekitar 30-60 menit. Namun, teknik in-office juga menyediakan perawatan

  19,23

  dengan satu kali kunjungan saja (1-1,5 jam). Kekurangan dari teknik ini adalah harganya lebih mahal dibandingkan dengan teknik home bleaching dan memiliki efek negatif yang lebih besar terhadap jaringan keras dan jaringan lunak di rongga mulut. Hal ini disebabkan oleh karena teknik in-office menggunakan konsentrasi peroksida

  22,23 yang tinggi.

  2.3.2.2 Teknik Home Bleaching

  Teknik home bleaching sering disebut juga dengan teknik night guard

  

bleaching . Teknik ini memerlukan suatu alat berupa tray dan dilakukan oleh pasien di

  rumah.Walupun demikian, home bleaching tetap berada dibawah pengawasan dokter gigi.Biasanya teknik ini memerlukan waktu sekitar 2-6 minggu untuk mendapatkan warna gigi yang lebih putih. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa teknik

  22,24

home bleaching cukup efektif, tahan lama dan aman untuk dilakukan. Pasien

  harus benar-benar memahami prosedur dari teknik home bleaching ini. Telah dilaporkan bahwa sensitivitas pada gigi akan langsung terjadi pada pasien yang mengganti bahan pemutih gigi lebih dari satu kali dalam sehari dan menimbulkan

  24 efek samping lainnya bila tidak mengganti bahan pemutih gigi. Teknik over the counter merupakan teknik yang menggunakan bahan pemutih gigi yang dijual secara bebas. Biasanya produk over the counter tersedia dalam bentuk pasta gigi, obat kumur, paint-on bleaching dan permen karet yang mengandung bahan pemutih gigi. Efektivitasnya tergantung dari produk yang digunakan dan warna gigi yang diinginkan. Penelitian Gerlach RW dkk (2004) membandingkan perubahan warna gigi pada saat menggunakan produk paint-on

  

bleachingColgate Simply White yang mengandung 18% karbamid peroksida pasta gigi

  yang mengandung bahan pemutih gigi (Crest Vivid White). Kedua produk tersebut memiliki efek yang sama dalam mengubah warna gigi. Gerlach RW dkk (2004) juga membandingkan efektivitas produk home bleaching dengan konsentrasi karbamid peroksida yang rendah yaitu 5% dengan produk OTC berupa paint-on bleaching dengan konsentrasi karbamid peroksida 18% dan pasta gigi dengan konsentrasi hidrogen peroksida 1%. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa

  24 produk OTC tidak efektif dibandingkan dengan home bleaching.

2.3.3 Mekanisme Bleaching

  Proses perubahan warna gigidengan menggunakan teknik bleaching apapun dan dengan konsentrasi peroksida yang berbeda merupakan proses reaksi kimia oksidasi dan reduksi. Pada proses ini terjadi reaksi antara zat pewarna pada gigi

  25 (sebagai pereduksi) dengan molekul bahan bleaching (sebagai oksidator).

  Bahan yang dapat menyebabkan diskolorisasi pada permukaan gigi merupakan senyawa organik yang memiliki rantai konjugasi yang panjang baik dalam bentuk ikatan tunggal maupun ikatan rangkap.Bahan tersebut mengandung heteroatom, karbonil, dan cincin fenil yang sering disebut kromofor. Proses diskolorisasi dan pemutihan kromofor dapat terjadi melalui perusakan satu atau lebih ikatan rangkap dalam rantai konjugasi, dengan memotong rantai konjugasi, atau

  26 dengan mengoksidasi molekul kimia lainnya dalam rantai konjugasi.

  Bahan pemutih gigi memiliki berat molekul yang sangat rendah sehingga struktur gigi melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Proses ini akan mengubah struktur substansi organik yang berinteraksi pada gigi sehingga menghasilkan perubahan warna.

  26 Gambar 7. Mekanisme bleaching oleh agen aktif peroksida. (a)

  H

  2

  2 O

  2 H

  2 NCONH

  H

  2 di dalam air

  2 N-CO-NH 2 .H

  karbamid peroksida 10% akan bereaksi membentuk 3% hidrogen peroksida dengan reaksi :

  Diskolorisasi yang disebabkan oleh kromofor ekstrinsik dan ekstrinsik, (b) peroksida berpenetrasi dengan mengoksidasi kromofor dan (c) terjadi diskolorisasi enamel dan dentin melalui pemecahan kromofor menjadi fragmen kecil oleh radikal bebas

  2 Karbamid peroksida mengandung 30% hidrogen peroksida. Artinya, larutan

  2 O

  2 H

  2 O ½ O

  H

  25 Air + Oksigen Hidrogen Peroksida

  perawatan pemutihan gigi dan dihasilkan dengan reaksi sebagai berikut :

  26 Hidrogen peroksida merupakan bahan utama yang digunakan dalam

25 Karbamid peroksida Urea + Hidrogen Peroksida

2 O

2.4 Pengaruh Bleaching terhadap Enamel

  Bahan peroksida yang digunakan pada saat perawatan bleaching memang masih tergolong aman.Namun ternyata bahan bleaching ini menimbulkan efek samping terhadap enamel. Beberapa penelitian menyatakan bahwa peroksida yang terkandung dalam bahan bleaching dapat menyebabkan pelepasan mineral enamel, perubahan kekerasan pada surface enamel dan subsurface enamel, serta perubahan

  27,28 morfologi pada surface enamel.

  2.4.1 Pelepasan Mineral Enamel

  Bahan bleaching yaitu karbamid peroksida dan hidrogen peroksida dapat mengakibatkan hilangnya zat organik dari permukaan enamel. Karbamid peroksida akan terurai bila berkontak dengan air atau saliva menjadi hidrogen peroksida dan urea, dimana hidrogen peroksida dan urea ini akan menghasilkan air, oksigen, karbon dioksida, dan ammonia. Hasil dari reaksi karbamid peroksida tersebut akan sedikit membuat pH bahan bleaching semakin asam sehingga akan berpengaruh terhadap larutnya mineral enamel. Hidrogen peroksida dalam proses bleaching akan menghasilkan radikal bebas dan ion perhydroxyl. Larutnya mineral enamel terjadi akibat adanya reaksi antara ion hidrogen dengan hidroksiapatit, dengan reaksi sebagai

  29

  berikut :

  

2+ 2- +

  Ca

  10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 + 8H

  10Ca + 6HPO

  4 + 2H

  2 O

  Jose P dkk (2010) menyatakan bahwa terjadi penurunan jumlah mineral pada sampel gigi setelah diaplikasikan 10% karbamid peroksida. Dan ditemukan adanya

  29 kehilangan seluruh fluoride dan fluorapatite pada beberapa sampel gigi.

  2.4.2 Penurunan Kekerasan Enamel (Microhardness) mineral pada permukaan enamel. Kamath U dkk (2013) meneliti tentang kekerasan

  ®

  enamel setelah bleaching dengan pengaplikasian Remin Pro melaporkan bahwa terjadi penurunan kekerasan enamel setelah diaplikasikan bahan bleaching dengan merek McInnes yang mengandung 1 ml asam hydrochloric 36%, 1 ml hidrogen peroksida 30% dan 0,2 ml bahan anestetik selama 5 menit. Kekerasan meningkat

  ®

  30 kembali setelah diaplikasikan bahan remineralisasi yaitu Remin Pro .

2.4.3 Perubahan Morfologi Permukaan Enamel

  Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan salah satu alat yang dapat

  digunakan untuk menganalisa kualitas dari morfologi permukaan enamel setelah

  

bleaching . Selain SEM, profilometry juga dapat digunakan untuk memastikan adanya

  28 perubahan kekasaran dan hilangnya zat organik dari permukaan enamel.

  Pada penelitian Kemaloglu H dkk (2014) dengan menggunakan SEM menunjukkan bahwa terjadi perubahan pada morfologi permukaan enamel setelah diaplikasikan bahan bleaching dengan konsentrasi yang berbeda. Pada sampel yang diaplikasikan karbamid peroksida 10% menunjukkan adanya porositas yang ringan pada permukaan enamel dibandingkan dengan sampel yang diaplikasikan hidrogen

  31 peroksida 38%.

2.5 Demineralisasi Enamel Demineralisasi merupakan proses hilangnya kandungan mineral pada enamel.

  Kandungan mineral yang tinggi pada enamel membuat enamel menjadi rentan terhadap proses demineralisasi oleh asam. Demineralisasi akan terjadi bila pH dari rongga mulut berada di bawah pH kritis hidroksiapatit (pH= 5,5). pH berperan pada proses demineralisasi karena pH yang rendah akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dan ion ini akan merusak hidroksiapatit enamel gigi yang menyebabkan terurainya ion kalsium dan fosfat. Selain dipengaruhi oleh pH, proses demineralisasi juga tergantung pada substansi gigi (enamel dan dentin), konsentrasi asam, frekuensi

  32,33 asam. Hidroksiapatit (Ca (PO ) (OH) ) dan Flouroapatit (Ca (PO ) F ) yang

  10

  4

  6

  2

  10

  4

  6

  2 2+ - - -9

  merupakan mineral dari enamel gigi akan larut menjadi Ca , PO 4 , dan F atau OH .

  • 9

  Ion H akan bereaksi dengan gugus PO

  4 , dan F atau OH yang akan membentuk

  HSO

  4 , H

  2 SO 4 , HF atau H

2 O, sedangkan yang kompleks terbentuk CaHSO 4, CaPO

  4

  33

  dan CaHPO 4 .

  Mengingat bahwa kalsium merupakan komponen utama dalam struktur gigi dan demineralisasi enamel terjadi akibat lepasnya ion kalsium dari enamel gigi, maka pengaruh asam pada enamel gigi merupakan reaksi penguraian. Demineralisasi yang terus-menerus akan membentuk porositas pada permukaan enamel yang sebelumnya tidak ada. Saliva yang mengandung kalsium dan fosfat dengan konsentrasi yang

  32,33 cukup dapat melindungi enamel dari proses demineralisasi.

2.6 Remineralisasi Enamel

  Remineralisasi merupakan proses penempatan kembali mineral-mineral yang telah larut setelah proses demineralisasi. Proses ini akan terjadi bila pH dari rongga mulut sudah kembali normal dan terdapat ion kalsium serta ion fosfat dengan konsentrasi yang tinggi dalam rongga mulut. Ion kalsium dan ion fosfatakan membentuk hidroksiapatit dan menutup kembali ruangan dari kristal yang sudah

  32,34 terdemineralisasi.

  Bahan yang paling sering digunakan untuk meningkatkan proses remineralisasi adalah flour, kalsium, bahan-bahan bioaktif seperti bioglass dan kalsium silikat. Remineralisasi oleh flour dimulai dengan bergabungnya ion flour dengan kalsium yang akan membentuk fluoroapatit. Pembentukan fluoroapatit dapat mengurangi kelarutan dari hidroksiapatit. Proses remineralisasi dapat terjadi bila terdapat ion kalsium dan fosfat dalam rongga mulut. Oleh karena itu, bahan yang mengandung kalsium juga sering digunakan sebagai bahan remineralisasi.Salah satu contoh bahan remineralisasi yang mengandung kalsium adalah CPP-ACP. Bahan- bahan bioaktifjuga dapat meningkatkan proses remineralisasi dengan cara

  35 enamel gigi.

  2.7 Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phospate (CPP-ACP)

  merupakan bahan remineralisasi yang berasal dari produk susu yang terdiri dari

  

Casein Phosphopeptide (CPP) dan Amorphous Calcium Phosphate (ACP). CPP

  berasal dari kasein protein susu yang mempunyai kemampuan untuk menjaga stabilitas kalsium dan fosfat. Sehingga pada saat proses demineralisasi terjadi, ion fosfat dan ion kalsium yang dihasilkan oleh CPP-ACP akan ditempatkan pada permukaan gigi, masuk ke dalam enamel rod dan akan berubah bentuk menjadi kristal apatit sehingga proses remineralisasi terjadi. Ion kalsium dan fosfat juga dapat berikatan dengan protein plak gigi sehingga mengurangi kondisi asam dalam rongga mulut. CPP-ACP menghambat enzim pada bakteri yang dapat mengubah glukosa menjadi asam dan proses ini dapat mengurangi demineralisasi enamel gigi. ACP pertama kali dijelaskan oleh Aaron S. Poner pada pertengahan tahun 1960-an. ACP merupakan endapan dari larutan kalsium fosfat yang jenuh. CPP-ACP berguna untuk menghambat pembentukan karies, perawatan white spot, hipomineralisasi enamel, fluorosis ringan, gigi yang sensitif, erosi gigi dan mencegah akumulasi plak pada pengguna pesawat ortodonti. CPP-ACP juga ternyata dapat mempertahankan warna

  36 gigi setelah proses bleaching dan dapat mencegah gigi menjadi sensitif.

  2.8 Saliva Buatan (Artificial Saliva)

  Saliva merupakan suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah mayor dan minor yang terdapat pada mukosa oral.Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur.Biasanya pada penelitian in vitro, saliva yang digunakan adalah saliva buatan yang dimodifikasi. Komposisi saliva buatan biasanya terdiri atas sodium bikarbonat (NaHCO ), sodium monohydrogen phosphate heptahydrate (Na HPO

  7H O),

  3 2 4.

  2

  37 magnesium sulfate heptahydrate (MgSO . 7H O).

  4

  2 Berikut ini adalah contoh komposisi dari saliva buatan (larutan Mc Dougal) :

  37 Tabel 4.Komposisi saliva buatan

Bahan Jumlah (gram)

  NaHCO

  58.8

  3 Na

  2 HPO 4.

  7H

  2 O

  42.0 NaCl

  2.82 KCl

  3.42 CaCl

  2

  0.24 MgSO

  4 . 7H

2 O

  0.74 pH = 6,8

2.9 Scanning Electron Microscope (SEM)

  Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop yang

  memanfaatkan elektron sebagai pengganti cahaya untuk membentuk sebuah tampilan gambar.Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya mampu mencapai resolusi 200 nm sedangkan elektron dapat mencapai 0,1-0,2 nm. SEM banyak digunakan dalam bidang ilmu kedokteran, karena SEM dapat membantu

  38,39 peneliti untuk melihat objek yang diteliti menjadi lebih jelas.

  Prinsip kerja SEM dimulai dari sebuah pistol elektron akan memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda. Lalu lensa elektron berupa lensa magnetik akan memfokuskan elektron kepada sampel. Sinar elektron yang terfokus akan memindai (scanning) sampel secara keseluruhan diarahkan oleh koil pemindai. Ketika elektron mengenai sampel, maka sampel akan menghasilkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan gambar dari sampel akan dikirim ke monitor

  39 (Gambar 8). menganalisa permukaan saja, resolusi lebih rendah dari Transmission Electron

  

Microscopy dan sampel harus bahan yang konduktif. Jika bahan bukan suatu

  40 konduktor maka harus dilapisi logam terlebih dahulu.

  Pelapisan sampel dengan bahan konduktif dikenal dengan istilah conductive

  

coating .Conductive coating dapat mencegah akumulasi statis dari muatan listrik pada

  spesimen selama irradiasi elektron dan meningkatkan emisi elektron sekunder (pelepasan elektron sekunder) sehingga gambar yang dihasilkan tidak mengalami distorsi. Bahan yang biasanya digunakan untuk melapisi spesimen adalah emas,

  40,41 palladium dan platina.

  39 Gambar 8. Prinsip kerja Scanning Electron Microscope Enamel merupakan lapisan terluar gigi yang hanya melapisi mahkota gigi dan merupakan jaringan yang paling keras yang terdapat pada tubuh manusia. Hal ini dapat terjadi karena enamel memiliki kandungan mineral yang tinggi. Komposisi dari enamel adalah 96% dari berat (88-90% dari volume) tersusun atas zat anorganik dalam bentuk kristal hidroksiapatit [Ca

  10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ], sekitar 3% dari berat (5-10%

  

11

dari volume) adalah air dan 1% zat organik.

  Enamel dapat mengalami diskolorisasi sehingga terjadilah perubahan pada warna gigi yang dapat memengaruhi estetik dan psikologi seseorang. Perubahan warna gigi dapat disebabkan oleh faktor ekstrinsik baik secara langsung (non-metallic

  

stains ) maupun tidak langsung (metallic stains) dan faktor intrinsik yang dapat terjadi

  18 sebelum erupsi gigi (pre-eruptive) atau setelah erupsi gigi (post-eruptive).

  Diskolorisasi gigi yang terjadi oleh karena faktor ekstrinsik secara langsung (non-metallic stains) dapat terjadi akibat kesalahan diet seperti mengkonsumsi makanan dan minuman yang berwarna, kebersihan rongga mulut dan penggunaan obat-obatan seperti klorheksidin. Sedangkan diskolorisasi yang terjadi oleh karena faktor ekstrinsik secara tidak langsung (metallic stains) dapat terjadi akibat penggunaan obat-obatan seperti penggunaan larutan oral yang mengandung besi dan

  18 pengaruh dari pekerjaan serta lingkungan.

  Diskolorisasi gigi yang terjadi karena faktor intrinsik sebelum gigi erupsi (pre-eruptive) dapat terjadi akibat kelainan metabolisme, gangguan akibat kuman patogen pada gigi, kelainan genetik, penggunaan obat-obatan seperti tetracycline dan lingkungan. Sedangkan diskolorisasi yang terjadi oleh karena faktor intrinsik setelah proses erupsi (post-eruptive) dapat terjadi akibat kondisi gigi dan pulpa serta bahan-

  18 bahan kedokteran gigi yang digunakan.

  Bleaching merupakan perawatan kosmetik terhadap gigi yang telah

  mengalami perubahan warna yang disebabkan oleh faktor ekstrinsik maupun faktor intrinsik dengan menggunakan larutan kimia yang dapat mengubah warna gigi

  19

  menjadi lebih putih. Bleaching dapat dilakukan pada gigi vital (external bleaching)

  

bleaching dilakukan pada gigi yang mengalami diskolorisasi oleh karena faktor

  intrinsik. Bahan bleaching untuk gigi vital dapat diperoleh secara bebas (teknik over

  

the counter ) atau dilakukan dibawah pengawasan dokter gigi (teknik in-office dan

19,20,22

home bleaching ). Bahan bleaching yang digunakan pada teknik in-office adalah

  hidrogen peroksida 30-35% atau karbamid peroksida 35%. Sedangkan bahan yang biasa digunakan pada home bleaching adalah hidrogen peroksida 10% atau karbamid

  24 peroksida 16%.

  Bahan peroksida yang digunakan pada saat perawatan bleaching memang masih tergolong aman untuk digunakan. Namun ternyata bahan peroksida dapat menimbulkan efek samping terhadap enamel gigi dan dapat meningkatkan proses demineralisasi pada gigi. Demineralisasi merupakan proses hilangnya kandungan mineral pada enamel. Beberapa penelitian mengatakan bahwa peroksida yang terdapat pada bahan bleaching dapat menyebabkan pelepasan mineral enamel,

  27,28,32 perubahan kekerasan pada enamel dan perubahan morfologi permukaan enamel.

  Pelepasan mineral enamel dapat terjadi diakibatkan adanya reaksi antara ion hidrogen dengan hidroksiapatit yang mengakibatkan hilangnya mineral dari permukaan enamel. Hilangnya mineral enamel akan berpengaruh terhadap kekerasan enamel dan morfologi dari permukaan gigi sehingga dapat terjadi perubahan pada

  29,30,31

  mikrostruktur enamel gigi. Oleh karena itu sangat diperlukan suatu bahan yang dapat meningkatkan proses remineralisasi agar ruangan dari kristal yang sudah

  34 terdemineralisasi dapat tertutup kembali.

  Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phospate (CPP-ACP)

  merupakan bahan remineralisasi yang berasal dari produk susu yang terdiri dari

  

Casein Phosphopeptide (CPP) dan Amorphous Calcium Phosphate (ACP). CPP

  berasal dari kasein protein susu yang dapat menstabilkan ion kalsium dan fosfat serta melokalisasikannya pada permukaan gigi, masuk ke dalam enamel rod dan akan berubah bentuk menjadi kristal apatit sedangkan ACP mengandung kalsium dan fosfat sehingga dapat menghasilkan konsentrasi ion kalsium dan fosfat yang

  36 penempatan kembali mineral-mineral enamel yang telah larut setelah proses demineralisasi. Proses ini dimulai dari ion kalsium dan fosfat yang akan membentuk kembali hidroksiapatit dan akan menutup kembali ruangan dari kristal yang sudah

  32,35

  terdemineralisasi. Ion kalsium dan fosfat juga dapat berikatan dengan protein plak gigi sehingga mengurangi kondisi asam dalam rongga mulut. CPP-ACP dapat menghambat enzim pada bakteri yang dapat mengubah glukosa menjadi asam dan

  36 proses ini tentunya dapat mengurangi proses demineralisasi enamel gigi.

  Kerangka Teori

  Diskolorisasi Enamel Gigi Ca

  10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 atau

  Ca

  10 (PO 4 )

  

6 F

  2 Bleaching In-office

  Over the Counter Home bleaching bleaching

  (OTC) Karbamid Peroksida atau

  Hidrogen Peroksida Terjadi pelepasan mineral enamel, perubahan

  Proses demineralisasi kekerasan pada surface

  enamel dan subsurface enamel , serta perubahan

  Terjadi perubahan pada bentuk morfologi pada surface prisma enamel dan interprisma

  enamel

  enamel serta kekasaran enamel Pengaplikasian pasta CPP-ACP

  CPP menstabilkan ion kalsium dan fosfat ACP mengandung kalsium dan fosfat serta melokalisasikannya pada permukaan sehingga dapat menghasilkan konsentrasi ion gigi kalsium dan fosfat yang optimal

  Proses remineralisasi

2.11 Kerangka Konsep

  • atau
    • 6 PO
    • 2 OH

  4

  Perbedaan mikrostruktur enamel gigi berupa bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi dengan pengaplikasian pasta CPP-ACP dan tanpa pengaplikasian pasta CPP-ACP setelah bleaching

  Memacu proses remineralisasi permukaan enamel gigi SEM

  4 3-

  2+

  10 Ca

  2

  6 F

  )

  (PO

  10

  Ca

  4 3-

  2+

  10 Ca

  2

  10 (PO 4 ) 6 (OH)

  Karbamid Peroksida 35% Ca

  Bleaching

  • Pengaplikasian pasta CPP-ACP
    • 6 PO
    • 2 F

  Terjadi perubahan pada bentuk prisma enamel dan interprisma enamel serta kekasaran permukaan enamel gigi

Dokumen yang terkait

Strategi Bisnis Usaha Jasa Doorsmeer Dalam Menarik Konsumen (Studi Pada Sabena Doorsmeer di Medan)

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Strategi Bisnis Usaha Jasa Doorsmeer Dalam Menarik Konsumen (Studi Pada Sabena Doorsmeer di Medan)

0 0 32

BAB II PENGATURAN PEMBERIAN JAMINAN PRODUK HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL A. Kewajiban Muslim untuk Mengkonsumsi Produk Halal berdasarkan Al- quran dan Hadist - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Kons

1 1 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 15

BAB II POLA PEMILIHANKEPALA DAERAH DI INDONESIA 2.1 Sejarah Pilkada di Indonesia - PenerapanElectronic Voting Sebagai Perwujudan Asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia

0 1 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - PenerapanElectronic Voting Sebagai Perwujudan Asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Indonesia

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kepuasan 2.1.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan - Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat Pada Pelayanan Publik Di Kecamatan Medan Deli, Medan Barat dan Medan Timur Kota Medan

0 1 33

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat Pada Pelayanan Publik Di Kecamatan Medan Deli, Medan Barat dan Medan Timur Kota Medan

0 0 9

Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat Pada Pelayanan Publik Di Kecamatan Medan Deli, Medan Barat dan Medan Timur Kota Medan

0 0 11

Efek Aplikasi Pasta CPP-ACP Pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Setelah Bleaching

0 0 17