Perbedaan Pengaruh Pemberian Bahan Remineralisasi Yang Mengandung Flour Dengan Casein Phosphopeptide-Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) Terhadap Kekerasan Permukaan Enamel Gigi

(1)

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN BAHAN REMINERALISASI YANG MENGANDUNG FLUOR DENGAN CASEIN PHOSPHOPEPTIDE-

AMORPHOUS CALSIUM PHOSPHATE (CPP-ACP) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN ENAMEL GIGI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : FITRI MEDINA NIM : 090600121

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi Tahun 2013

Fitri Medina

Perbedaan Pengaruh Pemberian Bahan Remineralisasi Yang Mengandung Flour Dengan Casein Phosphopeptide-Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) Terhadap Kekerasan Permukaan Enamel Gigi

xiii+ 46 halaman

Fluor dan Casein Phosphopeptide - Amourphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) merupakan agen antikariogenik. Fluor merupakan bahan remineralisasi yang paling sering digunakan sebagai bahan aktif dalam agen remineralisasi. Efek samping yang sering ditimbulkan oleh pemakaian fluor antara lain, terjadi perubahan warna gigi menjadi bercak putih dan terjadi hipoflasi yang menyebabkan bentuk estetis yang kurang baik. Agen remineralisasi lain seperti CPP-ACP memiliki kelebihan yaitu dapat menstabilkan kalsium fosfat dan mencegah demineralisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan pengaruh bahan remineralisasi yang mengandung fluor dengan Casein Phosphopeptide - Amourphous Calsium Phosphate

(CPP-ACP) terhadap kekerasan permukaan enamel gigi.

Agen remineralisasi yang digunakan adalah saliva buatan, topikal aplikasi yang mengandung fluor dan CPP-ACP. Dua puluh lima gigi premolar atas dirandom dan dibagi ke dalam tiga kelompok. Sebelum sampel diremineralisasi, seluruh sampel direndam dalam larutan demineralisasi selama 2 hari. Kelompok pertama diaplikasikan dengan agen yang mengandung fluor dan kelompok kedua diaplikasikan dengan agen yang mengandung CPP-ACP. Agen remineralisasi pada masing-masing kelompok diaplikasian selama 4 menit, dibiarkan selama 30 menit


(3)

dan dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali. Kelompok ketiga merupakan kelompok kontrol yang direndam dalam saliva buatan selama 6 jam. Setiap sampel tiap kelompok dilakukan pengukuran kekerasan permukaan pada saat sebelum perlakuan, setelah perendaman dalam larutan demineralisasi dan setelah pemberian agen remineralisasi dengan menggunakan alat uji kekerasan Leeb Hardness Tester Th160

dengan satuan kekerasan Vickers Hardness Number (VHN).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan rata-rata kekerasan permukaan enamel gigi pada seluruh kelompok setelah perendaman dalam larutan demineralisasi (p < 0,05). Rata-rata ± SD kekerasan permukaan enamel sebelum perlakuan – setelah demineralisasi – setelah remineralisasi menggunakan analisis

one-way repeated ANOVA pada kelompok 1, 2 dan 3 masing-masing (341.80 ± 4.78 - 310.20 ± 3.01 - 327.90 ± 2.47), (340.30 ± 1.88 - 308.10 ± 3.17 - 331.90 ± 2.02), dan (343.20 ± 3.11 - 312.60 ± 2.40 - 313.00 ± 2.12).

Setelah pemberian agen remineralisasi, terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kekerasan permukaan enamel gigi menggunakan analisis one-way ANOVA dan LSD pada p<0,05. Rata-rata kekerasan permukaan enamel pada kelompok 1 dan 2 meningkat sebanyak 17,7 VHN dan 23,8 VHN. Sedangkan pada kelompok saliva buatan tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengaruh agen remineralisasi yang mengandung fluor dan CPP-ACP terhadap kekerasan permukaan enamel gigi.

Keywords: Fluor, CPP-ACP, Kekerasan Enamel Daftar Rujukan : 32 (1980-2012)


(4)

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN BAHAN REMINERALISASI YANG MENGANDUNG FLUOR DENGAN CASEIN PHOSPHOPEPTIDE-

AMORPHOUS CALSIUM PHOSPHATE (CPP-ACP) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN ENAMEL GIGI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : FITRI MEDINA NIM : 090600121

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, April 2013

Pembimbing I Tanda tangan

Bakri Soeyono.,drg

NIP: 19450702 197802 1 001 Pembimbing II

Fitri Yunita Batubara.,drg NIP: 19850626 200912 2 005


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada April 2013

TIM PENGUJI KETUA : Cut Nurliza.,drg. M .Kes

ANGGOTA : 1. Nevi Yanti., drg. M.kes 2. Darwis.,drg


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Uswatun hasanah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Ucapan terima kasih yang tiada henti penulis haturkan kepada Ayahanda Bobby Akmal dan Ibunda Mardiana Sirait S.SiT tercinta yang telah membesarkan,

mendidik, membimbing, mendo’akan serta memberikan dukungan moril maupun

materil kepada penulis, juga kepada kakak dan adik-adik tersayang, dr. Aldilla Hilma, M Yudha Imanullah dan Cut Rini Raudha atas bimbingan, motivasi, serta do’anya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan, dukungan, motivasi

serta do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg., M.kes selaku ketua Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi yang telah meluangkan waktu dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

3. Bakrie Soeyono, drg,. selaku dosen pembimbing I skripsi penulis yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya.

4. Fitri Yunita Batubara drg,. selaku dosen pembimbing II skripsi penulis yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya.


(8)

5. Seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi FKG USU terutama Departemen Ilmu Konservasi Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan yang berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Prof. Sondang Pintauli.,drg.,Ph.D selaku dosen pembimbing akademik penulis, yang telah membina dan mengarahkan penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya yang bermanfaat, semoga dapat menjadi amal jariyah.

8. Drs. M. Agus Zaenuri, MT selaku instruktur laboratorium Teknik Mesin Politeknik Medan yang telah memberi izin, bantuan, dan bimbingan yang begitu besar dalam penelitian.

9. Maya Fitria, SKM, M.Kes selaku dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah membantu mengolah data spss dalam penelitian ini.

10.Sahabat-sahabat terbaik penulis Asri, Tuti, Indah, Mai, Rezi, Ridwan, Mike, dan teman - teman angkatan 2009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kekompakan dan persahabatan yang telah tercipta, semoga persahabatan kita tak lekang termakan waktu.

Penulis menyadari bahwa penulis masih dalam proses pembelajaran sehinga skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk kedepannya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan fikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat dan diridhoi oleh Allah SWT.

Medan, April 2013 Penulis,

(FITRI MEDINA)


(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR………. vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enamel ... 5

2.2 Demineralisasi dan Remineralisasi... 8

2.2.1 Demineralisasi ... . 8

2.2.2 Remineralisasi ... 9

2.2.3 Reaksi Progresif Ion Asam dengan Apatit... 11

2.3 Fluor... ... 11

2.3.1 Remineralisasi Fluor... 14

2.4 Casein Phosphopeptide-Amourphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) ... ... 16

2.4.1 Remineralisasi Enamel oleh CPP-ACP ... 17

2.5 Uji Kekerasan Permukaan ... 18

2.6 Kerangka Konsep ... 20

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 21

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21


(10)

3.4 Variabel – Variabel Penelitian ... 23

3.5 Definisi Operasional ... 25

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 26

3.7 Prosedur Penelitian ... 28

3.7.1 Persiapan Gigi ... . 28

3.7.2 Pengelompokkan Sampel ... 29

3.7.3 Pembuatan dan Pengaplikasian Larutan Demineralisasi .... 29

3.7.4 Pengaplikasian Bahan Remineralisasi ... 32

3.7.4.1 Pengaplikasian Bahan Remineralisasi yang Mengandung Fluor... ... 32

3.7.4.2 Pengaplikasian Bahan Remineralisasi yang Mengandung CPP-ACP... ... 33

3.7.5 Uji Kekerasan Permukaan Enamel Gigi ... 33

3.8 Analisa data ... 35

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Uji Kekerasan Permukaan Enamel ... 36

BAB 5 PEMBAHASAN ... 41

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Contoh Apatit berdasarkan komposisi dan perbandingan rasio kalsium dan fosfat pada molar ... 6 2. Siklus demineralisasi dan remineralisasi pada pembentukkan karies gigi

…… ... 10 3. Bentuk Sediaan dan Konsentrasi Topikal Aplikasi Yang Biasa Digunakan

... 13 4. Nilai rata-rata kekerasan permukaan enamel setelah remineralisasi fluor,

remineralisasi CPP-ACP dan direndam dalam saliva buatan, (kg/mm2(VHN)) ………. ... 36 5. Uji one way repeated ANOVA perubahan kekerasan permukaan enamel

sebelum perlakuan, setelah demineralisasi dan setelah remineralisasi pada

kelompok 1,2,3 ………. ... 38 6. Hasil uji statistik dengan ANOVA perbandingan kekerasan permukaan

gigi setelah perendaman dalam saliva buatan, pengaplikasian remineralisasi yang mengandung fluor dan pengaplikasian remineralisasi yang mengandung CPP-ACP………. ... 39


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur prisma kristalit apatit ... 7

2. Struktur enamel yang terdiri dari prisma kristalit ... 14

3. Bagian-Bagian Alat Leeb Hardness Tester ... 19

4. Mikromotor dan Handpiece (Marathon Escort III) ... 27

5. Alat Leeb Hardness Tester TH160 ... 27

6. Sampel Gigi Premolar ... 29

7. Pengukuran pH larutan Demineralisasi ... 30

8. Perendaman Sampel dalam Larutan Demineralisasi ... 31

9. Perendaman sampel dalam Saliva Buatan ... 31

10. Pengaplikasian Fluor Topikal pada Permukaan Sampel ... 32

11. Pengaplikasian Pasta Topikal yang mengandung CPP-ACP ... 33

12. Pengukuran kekerasan dengan alat Leeb Hardness Tester TH160………….33

13. Grafik rata-rata kekerasan permukaan enamel setelah direndam dalam saliva buatan, remineralisai fluor dan CPP-ACP... 37


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Skema Alur Fikir Penelitian 2. Skema Alur Penelitian

3. Skema Penelitian Uji Kekerasan Enamel Dengan Leeb Hardness Tester 160 TH

4. Hasil Penelitian Kekerasan Permukaan Enamel Sampel 5. Data Deskripsi Dan Uji ANOVA


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Gigi secara fisiologis akan mengalami proses demineralisasi dan remineralisasi. Demineralisasi yaitu hilangnya ion-ion mineral pada enamel gigi karena larut dalam asam. Proses asam ini disebabkan oleh karies dan non-karies. Demineralisasi jaringan disertai dengan kerusakan jaringan organik yaitu jaringan interprismata dapat menyebabkan permukaan gigi larut sehingga terjadi perubahan pada struktur gigi, warna dan permukaan gigi. Remineralisasi yaitu pengembalian ion-ion mineral gigi kedalam struktur hidroksiapatit. Permukaan gigi dapat berada dalam keadaan dinamis jika proses demineralisasi dan remineralisasi seimbang dalam rongga mulut.1-3

Kandungan dari enamel, dentin dan sementum adalah kristal hidroksiapatit yang terdiri dari (Ca10 (PO4)6(OH)2). Pada lingkungan netral, kondisi kristal tersebut

seimbang dengan lingkungan saliva yang tersaturasi dengan ion Ca2+ dan PO43.

Hidroksiapatit reaktif terhadap ion hidrogen pada pH sama dengan atau di bawah 5,5 yang diketahui sebagai pH kritis untuk hidroksiapatit. Reaksi demineralisasi ini secara kimiawi dapat digambarkan pada reaksi berikut (Ca10 (PO4)6(OH)2) + ion H+

 10Ca2

+ 6H (PO4)3 +2H2O. Dampak klinis dari demineralisasi antara lain

terjadinya karies dan erosi gigi.4

Bahan remineralisasi sangat berguna untuk mencegah demineralisasi dan mempercepat remineralisasi dalam mengembalikan mineral gigi yang telah hilang sehingga tidak terjadi kerusakan lebih lanjut. Bahan remineralisasi yang dapat digunakan antara lain fluoride, Casein Phospopeptide- Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP), xylitol, mikro/nano hdroksiapatit atau glass bioaktif. Agen remineralisasi ini dijadikan sebagai bahan aktif pada produk-produk yang beredar di masyarakat. Produk-produk tersebut dapat tersedia dalam bentuk pasta gigi, obat kumur, pasta topikal, larutan dan tablet kunyah.5


(15)

Penggunaan fluor secara professional sebagai anti karies telah digunakan sejak tahun 1970-an. Remineralisasi oleh fluor ini dimulai dengan bergabung ion fluor dengan kalsium yang akan membentuk fluoroapatit. Ion fluor menggantikan ion-ion hidroksil pada struktur hidroksiapatit yang telah larut, yang selanjutnya menyebabkan enamel lebih tahan terhadap asam karena ikatan ini lebih stabil. Jika pH turun sampai dibawah 4,5 yang merupakan pH kritis untuk kelarutan fluorapatit, maka fluoroapatit akan larut. Namun jika ion asam dinetralkan ion Ca2+ dan HPO42

dapat dipertahankan, maka remineralisasi dapat terjadi.6

Christian S tahun 2012 melakukan penelitian yang menunjukkan hasil bahwa fluor dalam bentuk gel dapat mencegah terjadinya karies pada pasien ortodontik.7 Saporito RA 2005, melakukan penelitian terhadap kandungan dalam pasta gigi dan mendapatkan hasil bahwa fluor dalam bentuk sodium monoflorophosphat dan sodium fluoride aktif dalam menghambat karies.8 Telah banyak penelitian yang membandingkan fluor dalam berbagai bentuk yang dijadikan sebagai bahan aktif dalam pasta gigi dan hasilnya fluor berdampak signifikan dalam mencegah karies. Konsentrasi fluor yang terkandung dalam berbagai sediaan juga telah banyak dilakukan penelitian, sehingga didapatkan konsentrasi fluor yang efektif untuk dijadikan sebagai anti karies.1,5-7 Seiring dengan banyaknya penelitian mengenai fluor, fluor memiliki kekurangan yaitu dapat menyebabkan fluorosis dan jika tertelan dapat menyebabkan gangguan pencernaan.

Agen remineralisasi lain yang sering digunakan dalam kedokteran gigi adalah

Casein Phosphopeptide - Amorphous Calsium Phosphat (CPP-ACP). CPP-ACP

nanocomplex ditemukan dalam protein kasein susu sapi. Casein Phosphopeptides

(CPP) menstabilkan dan melokalisasikan ion kalsium, fosfat dan fluor pada permukaan gigi dengan cara mengikat pelikel dan mengahasilkan ikatan baru yang strukturnya lebih stabil. CPP-ACP jika bergabung dengan fluor dapat membentuk ikatan CPP-ACFP yang dapat meningkatkan pH lebih baik dan membentuk struktur yang lebih kompleks.9

Banyak penelitian yang telah dilaporkan mengenai CPP-ACP. Beberapa penelitian CPP-ACP pada hewan dan manusia dalam model karies in situ


(16)

menunjukkan bahwa CPP-ACP dapat digunakan sebagai agen antikariogenik. 8-9 Penelitian oleh Sukasaem tahun 2006 menyatakan bahwa CPP-ACP dapat mengurangi demineralisasi enamel akibat minuman bersoda.10 Menurut penelitian Sudjalim tahun 2006 melaporkan pengaplikasian CPP-ACP pada lesi putih (white spot) menunjukkan penurunan yang signifikan pada pasien ortodontik.11 Maki Oshiro tahun 2007 meneliti efek ACP pada pasta gigi dan menemukan bahwa CPP-ACP dapat menambah kepadatan struktur enamel yang dilihat menggunakan Field Emission Scanning Electron Microscope (FE-SEM) .12 Penelitian oleh Raghuwar D Singh dkk melaporkan pemberian CPP-ACP juga dapat menghambat absorpsi stain pada gigi yang baru dilakukan pemutihan (bleaching).13

Dengan penggunaan bahan remineralisasi, akan terjadi pengembalian ion-ion mineral gigi yang hilang karena proses demineralisasi. Peningkatan jumlah ikatan ion akan berdampak pada peningkatan terhadap kekerasan dan kekuatan enamel.14

Ada beberapa cara pengukuran kekerasan yang cukup dikenal dibidang material, diantaranya adalah uji kekerasan gores, uji kekerasan pantul (dinamis) dan uji kekerasan indentasi. Dalam penelitian ini pengukuran kekerasan enamel dilakukan dengan menggunakan uji kekerasan pantul (dinamis). Alat yang digunakan bernama

Leeb Hardness Tester TH160. Alat ini lebih mudah digunakan jika dibandingkan dengan alat pengukuran kekerasan yang lain. Harga alat ini lebih murah daripada alat pengukuran kekerasan yang lain, sehingga ketersediaan alat ini lebih banyak. Alat ini dalam proses pengukurannya tidak meninggalkan jejas pada sampel, sehingga tidak merusak sampel uji. Sampel yang tidak terjadi kerusakan atau perubahan setelah pengukuran akan membantu untuk mendapatkan hasil yang akurat pada saat pengulangan pengukuran.15

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti perbedaan pengaruh yang terjadi setelah pemberian agen remineralisasi yang mengandung fluor dengan CPP-ACP terhadap kekerasan permukaan enamel gigi. Peningkatan kekerasan enamel dengan agen remineralisasi dapat mencegah terjadinya demineralisasi oleh asam lebih lanjut.


(17)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

Apakah ada perbedaan pengaruh pemberian agen yang mengandung Fluor dengan CPP-ACP terhadap kekerasan permukaan enamel gigi.

1.3Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh pemberian agen yang mengandung Fluor dengan CPP-ACP terhadap kekerasan permukaan enamel gigi.

1.4Hipotesa Penelitian

Terdapat perbedaan pengaruh pemberian agen yang mengandung Fluor dengan CPP-ACP terhadap kekerasan permukaan enamel gigi.

1.5Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memberi informasi sehingga dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, dan diharapkan Fluor dan CPP-ACP dapat digunakan sebagai penunjang pemeliharaan kesehatan rongga mulut.

2. Sebagai dasar untuk penelitian lanjutan sehingga Fluor dan CPP-ACP dapat dikembangkan untuk digunakan sebagai penunjang pemeliharaan kesehatan rongga mulut.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Jaringan keras gigi terdiri dari enamel, dentin dan sementum. Jaringan keras tersebut pada dasarnya sama dengan jaringan tulang yang sebagian besar terdiri atas zat anorganik. Enamel mengandung zat anorganik yang terbesar sehingga merupakan bagian yang terkeras pada tubuh manusia. Namun karena letaknya paling luar, maka enamel dipengaruhi oleh faktor positif dan negatif dalam rongga mulut. Faktor positif yang mempengaruhi enamel yaitu dengan tersedianya kalsium dan fosfat yang cukup pada saliva dan juga didukung dengan adanya fluor yang berasal dari pasta gigi. Faktor negatif yang berpengaruh pada kerusakan enamel salah satunya adalah keasaman makanan dan minuman yang akan menyebabkan keausan enamel yang disebut erosi gigi.1-3

2.1 Enamel

Enamel merupakan jaringan terluar gigi yang menutupi anatomis mahkota gigi dan memiliki ketebalan yang berbeda pada setiap area gigi. Komposisi kimia enamel terdiri dari 95-98% bahan anorganik, 1% bahan organik dan air sekitar 4% yang diukur dari beratnya. Secara rinci William dan Elliot menyusun komposisi mineral enamel normal dalam jumlah terbesar yaitu Ca, P, CO2, Na, Mg, Cl dan K sedangkan dalam jumlah kecil yaitu F, Fe, Zn, Sr, Cu, Mn, Ag. Kalsium dan fosfat merupakan komponen-komponen anorganik yang penting, yang tersusun dalam hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2).16 Apatit adalah golongan mineral yang terdiri dari

(D3T3M) D merupakan kation divalent, T merupakan trivalent, M merupakan

monovalent anion. Apatit merupakan nama generik dari kelas mineral dengan karakteristik kristal yang membentuk suatu susunan. Zat anorganik ini mudah berikatan dengan ion bebas lainnya. Ruangan yang berada diantara kristal hidroksiapatit diisi oleh suatu material organik berupa protein bermolekul tinggi yang terdiri dari asam aspartat, serin, glisin, prolin, dan asam glutamat.17


(19)

Kristalit dalam gambaran x-ray enamel dikarakteristikkan dengan struktur apatit. Komponen mineral dari enamel dan tulang sering digambarkan dalam bentuk hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2. Hidroksiapatit adalah salah satu contoh dari kelas

mineral apatit. Tabel 1 menggambarkan beberapa contoh lain dari apatit, beberapa diantaranya terbentuk secara alami dan sintetis. Contoh apatit biologis sering dikarakteristikkan oleh rasio molar kalsium/fosfor. Untuk hidroksiapatit murni yang terlihat pada urutan satu memiliki rasio molar Ca/P 1,67. Urutan kedua menunjukkan formula fluorapatit dimana dua kelompok hidroksil dari hidroksiapatit digantikan oleh ion fluor. Urutan ketiga merupakan fluoroapatit murni dimana ion klor menempati kelompok hidroksil. Contoh dari tipe ini digambarkan pada urutan keempat dimana apatit memiliki berbagai komposisi anion monovalen.

Tabel 1. Contoh Apatit berdasarkan komposisi dan perbandingan rasio kalsium dan fosfat pada molar1

No. Komposisi Ca/P Molar Rasio

1 (Ca10(PO4)6(OH)2 1,67

2 (Ca10(PO4)6(F)2 1,67

3 (Ca10(PO4)6(Cl)2 1,67

4 (Ca10(PO4)6[(OH)2(F)2-X], 0 ≤ x ≤ 2 1,67

5 (Ca9Mg(PO4)6(OH)2 1,5

6 (Ca9K(PO4)5(HPO4)2(OH)2 1,5

7 (Ca9Na(PO4)5(CO3)(OH)2 1,8

8 (Ca9Al4(PO4)4(AlO4)2(F)2 1,5

9 (Ca10(SiO4)4(SO4)3(OH)2 ∞

Dilihat dari sifat fisiknya, enamel memiliki sifat yang sangat keras karena bahan mineralnya. Meskipun demikian, enamel memiliki kelenturan yang rendah, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya retakan enamel (enamel crack) pada permukaan enamel. Enamel tembus cahaya dan memiliki variasi warna karena adanya


(20)

variasi ketebalan yang mempengaruhi refleksi warna dentin yang berada di bawahnya. Ketebalan lapisan enamel bervariasi dari 0,5 mm pada daerah servikal hingga 2,5 mm pada puncak cusp gigi.17-18

Gambar 1. Struktur prisma kristalit apatit2

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kristalit-kristalit struktur hidroksiapatit, mengandung ion kalsium, ion fosfat dan ion OH, tersusun dengan cara yang sangat khusus. Ion OH tidak terletak pada bidang sentral, sehingga kristal dalam sentrum ini tidak stabil dan lebih mudah larut. Struktur enamel mengandung jutaan

enamel rod atau prisma enamel yang memanjang dari arah perbatasan enamel dan dentin ke permukaan enamel, serta satu dengan lainnya saling mengikat.

Pada potongan melintang nampak seperti ‘keyhole’ yang teridiri atas kepala

dan ekor. Arah prisma ke permukaan tidak lurus melainkan bergelombang untuk mempertinggi ketahanan terhadap gaya yang datang. Di bagian kepala prisma terdapat selubung prisma (prisma sheath) yang didalamnya terdapat kristal hidroksiapatit. Diantara kristal terdapat celah yang terisi oleh matriks yang sukar diamati sebab terdiri dari zat berupa gel yang tidak berstruktur. Di antara kristal juga terdapat cross striations yang dibagian terluarnya terdapat striae of retzius.16


(21)

2.2 Demineralisasi dan Remineralisasi 2.2.1 Demineralisasi

Demineralisasi adalah hilangnya sebagian atau seluruh mineral enamel karena larut dalam asam. Semakin rendah pH maka akan meningkatkan ion hidrogen yang akan merusak hidoksiapatit enamel. Demineralisasi dapat disebabkan oleh karies dan non-karies. Demineralisasi non karies terdiri dari atrisi, abrasi dan erosi. Erosi gigi dan karies gigi mempunyai kesamaan dari jenis kerusakannya, yaitu merupakan demineralisasi jaringan keras gigi yang disebabkan asam. Namun asal asam penyebab erosi berbeda dengan karies. Pada erosi yang menjadi penyebab asam adalah asam dari makanan-minuman, uap asam yang berasal dari industri serta asam lambung yang secara langsung berkontak dengan gigi tanpa aktivitas bakteri. Sedangkan karies berasal dari asam yang merupakan hasil fermentasi karbohidrat sisa-sisa makanan oleh bakteri.1

Perbedaan lainnya juga dapat dilihat dari morfologi dan proses terjadinya erosi dan karies. Erosi terjadi secara merata dipermukaan gigi sedangkan karies lebih terlokalisasi, dengan arah kerusakan ke dalam dan memerlukan waktu yang lebih lama. Pada tahap awal, erosi kurang disadari oleh penderita karena tidak terjadi perubahan warna dan tidak berbentuk lubang. Gejala awal erosi adalah suatu bercak putih yang secara mikroanatomi terlihat bulat, licin, mengkilap. Pada tahap lanjut, enamel akan semakin banyak hilang, permukaan gigi semakin licin dan mengkilat serta permukaan yang membulat pada elemen gigi menjadi rata.2

Kristal hidroksiapatit yang terdiri dari (Ca10 (PO4)6(OH)2) pada lingkungan

netral, kondisi kristal tersebut seimbang dengan lingkungan saliva yang tersaturasi dengan ion Ca2+ dan PO43-.16-17 Hidroksiapatit reaktif terhadap ion hidrogen pada pH

sama dengan atau di bawah 5,5 yang diketahui sebagai pH kritis untuk HA. H+ bereaksi dengan kelompok fosfat dalam lingkungan saliva yang berdekatan dengan permukaan kristal secara cepat.1,18

Proses demineralisasi yang terjadi pada kristal apatit dapat dideskripsikan sebagai penggantian ion PO43- menjadi ion HPO42- dengan tambahan H+ dan pada


(22)

HPO42- tidak dapat berkontribusi kepada keseimbangan kristal hidroksiapatit normal

karena mengandung PO43- lebih banyak dibandingkan HPO42 sehingga kristal

hidroksiapatit larut. Hal ini yang disebut dengan demineralisasi. Reaksi demineralisasi dapat diuraikan sebagai berikut: 8H+ + (Ca10 (PO4)6(OH)2) 

6(HPO4) + 10Ca2+ + 2H2O.1,16

Asam methanoik, asam fornik, asam laktat, asam asetat merupakan asam organik. Asam organik tersebut banyak terdapat diberbagai makanan dan minuman. Jika enamel terpapar oleh asam tersebut dapat menyebabkan permukaan enamel yang terdemineralisasi. Enamel yang terpapar langsung oleh asam dengan pH dibawah 5,5 diatas 12jam, dapat menimbulkan lesi demineralisasi. Akibat demineralisasi ini terjadi pada lapisan bawah enamel (sub-surface) dan dapat terlihat secara visual dengan berkurangnya translusensi enamel dan perubahan warna pada enamel menjadi lebih putih/opaque.18

2.2.2 Remineralisasi

Proses demineralisasi dapat dikembalikan jika pH dinetralkan dan terdapat ion Ca2+ dan PO43- yang cukup pada lingkungan rongga mulut. Penguraian produk apatit

dapat mencapai kondisi netral jika terjadi buffering. Ion Ca2+ dan PO43- pada saliva

dapat menghambat proses penguraian melalui common ion effect. Hal ini menyebabkan rebuilding atau pembangunan kembali partikel apatit yang telah larut. Keberadaan ion Ca2+ dan PO43- akan mengisi kembali ruangan dari kristal yang telah

terdemineralisasi. Proses tersebut dinamakan remineralisasi. Interaksi ini dapat ditingkatkan dengan keberadaan fluor pada lingkungan tempat bereaksinya ion-ion tersebut. Dasar kimiawi dari proses demineralisasi atau remineralisasi ini sama pada enamel, dentin, dan sementum akar.16

Remineralisasi secara in vitro dapat dilakukan dengan membuat agen reminerlisasi. remineralisasi buatan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:5,17-19

1. Hidrofilik.

2. Memiliki viskositas yang rendah sehingga dapat melakukan penetrasi sampai lapisan subsurface.


(23)

3. Antibakteri. 4. Bereaksi cepat.

Elemen yang paling sering digunakan untuk formula remineralisasi antara lain kalsium, fosfat, fluor, Casein Phospopeptide- Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP), xylitol, mikro/nano hidroksiapatit dan glass bioaktif. Natrium klorida juga sering ditambahkan untuk menstabilkan larutan dan mencegah pengendapan spontan dari kalsium dan fosfat. Remineralisasi yang terjadi bergantung kepada waktu perendaman, reaktan, perluasan supersaturation dari larutan terhadap gigi, laju pengendapan reaktan dan pH larutan. Penggunaan bahan remineralisasi pada permukaan enamel pada waktu yang adekuat akan membantu mengembalikan mineral yang hilang dan akan menambah kekerasan permukaan enamel.

Tabel 2. Siklus demineralisasi dan remineralisasi pada pembentukkan karies gigi18 Critical Ph oh HA Critical Ph oh FA

pH 6.8 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0

H+ reacts mainly with PO4ions in saliva and

plaque

HA and FA form

Demineralisation HA dissolves

FA form in presence of F Remineralisation

FA reforms

FA and HA dissolve If H+ exhausted and/or neutralized and all ions retained

8.0 6.8 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0

Berdasarkan tabel diatas demineralisasi terjadi pada saat gigi terpapar oleh asam sehingga hidroksiapatit bereaksi dengan ion hidrogen. Pada tahap ini dapat terbentuk plak dan kalkulus. Jika demineralisasi berlasung terus-menerus hingga


(24)

menjapai pH 5,5 yang merupakan pH kritis hidroksiapatit maka akan terjadi kelarutan struktur anorganik enamel gigi. Pada tahap ini dapat terjadi bercak putih atau white spot pada permukaan enamel gigi. Remineralisasi dapat terjadi dengan pembentukkan fluorapatit. Fluorapatit lebih tahan asam jika dibandingkan dengan hidroksiapatit. Jika terjadi demineralisasi terus-menerus tanpa diimbangi oleh proses remineralisasi maka akan terjadi erosi pada struktur enamel gigi.

2.2.3 Reaksi Progresif Ion Asam dengan Apatit

Pada proses demineralisasi, seiring dengan penurunan pH, ion hidrogen atau asam bereaksi dengan ion fosfat pada saliva, plak atau kalkulus. Penurunan hingga 5,5 yang merupakan pH kritis hidroksiapatit dapat melarutkan mineral yang menyusun struktur hidroksiapatit. Penurunan pH lebih lanjut akan menghasilkan interaksi progresif dari ion asam dengan kelompok fosfat dari hidroksiapatit yang menghasilkan penguraian sebagian atau keseluruhan dari kristal permukaan enamel.1,16,18

Fluor yang disimpan kemudian dilepaskan dan bereaksi dengan produk penguraian ion Ca2+ dan HPO42- membentuk fluoride enriched apatite. Jika pH turun

dibawah 4,5 yang merupakan pH kritis untuk penguraian fluorapatit, fluorapatit akan terurai. Jika ion asam dinetralisasi dan ion Ca2+ serta HPO42 dikembalikan, proses

pengembalian (reverse) mineral atau remineralisasi dapat terjadi.18 2.3 Fluor

Fluor merupakan bahan remineralisasi yang paling sering digunakan sebagai bahan aktif dalam agen remineralisasi. Fluor yang beredar di pasaran tersedia dalam bentuk sodium fluoride, sodium monofluoro-phosphate dan stannous fluoride yang digunakan sebagai agen anti karies. Di Eropa, amine fluoride juga digunakan dibeberapa negara. Fluor bekerja untuk mengontrol karies dini dengan beberapa cara. Fluor dapat menghambat demineralisasi enamel dan meningkatkan remineralisasi.6

Fluor sebenarnya adalah bahan yang terdapat dalam beberapa makanan atau air minum karena fluor termasuk bahan mineral, artinya bahan yang terdapat dalam


(25)

tanah. Efek fluor alami yang terdapat dalam air minum umum telah diperkenalkan pertama kali oleh Trendley dkk di layanan kesehatan Amerika Serikat tahun 1930-an dan 1940-an.22 Flour tersedia dalam berbagai sediaan seperti pasta gigi, obat kumur, topikal aplikasi, dan lain-lain. Pemberian fluor harus sesuai dengan batas normal yang telah ditentukan.1,23 Kadar fluor yang dibutuhkan untuk keperluan memperkuat email hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil. Bila dicampurkan dalam air, hanya sekitar 1 mg per liter. Dengan istilah ilmiah disebutkan 1 ppm (part permillion), karena jika kadar fluor tersebar terlalu banyak maka akan menimbulkan kerusakan. Kerusakan yang terjadi dapat terlihat dari perubahan warna gigi menjadi bercak dan terjadi hipoflasi yang menyebabkan bentuk estetis yang kurang baik dengan warnanya yang buruk. Penambahan fluor sampai mencapai 1 ppm (part per million) dilaporkan dapat menurunkan prevalensi karies sebanyak 60%. Fluoridasi air minum masyarakat terbukti dapat mengurangi prevalensi karies gigi masyarakat sampai dengan 50-65%, sedangkan fluoridasi air minum sekolah 40%. Apabila sumber air minum mengandung fluor rendah misalnya 0,1-0,3 ppm, maka dianjurkan untuk menggunakan tablet fluor.1-2,19

Sebagian besar pasta gigi di Amerika mengandung 1,100 ppm fluor. Fluor yang terkandung dalam obat kumur menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi fluor pada saliva setelah beberapa jam setelah penggunaan. Penggunakan obat kumur yang mengandung 0,05% sodium fluoride menunjukkan peningkatan konsentrasi fluor pada saliva lebih baik daripada penyikatan gigi dengan menggunakan fluor konvensional.20

Fluor yang terkandung dalam sediaan topikal aplikasi biasanya diindikasikan untuk perawatan pasien dengan risiko karies tinggi. Istilah topikal aplikasi diartikan sebagai suatu sistem pelapisan fluor pada permukaan gigi secara lokal atau topikal pada permukaan gigi yang sedang erupsi untuk mencegah terjadinya karies. Sampai sekarang, ada 3 jenis fluor yang digunakan yaitu sodium atau natrium fluorida (NaF),

stannous fluorida (SnF) dan acidulated phosphate flourida (APF). Stannous dan

sodium flourida tersedia dalam bentuk tepung, gel dan cairan. Konsentrasi NaF yang dianjurkan untuk digunakan adalah 2%, yaitu dengan melarutkan 0,2 gram tepung


(26)

NaF dalam 10mL air murni (distilled water). Larutan ini mempunyai pH dasar sehingga cukup stabil bila disimpan dalam wadah plastik. Gel fluor yang digunakan di klinik berisi 5,000 – 12,300 ppm ion fluor dan pada sediaan varnish berisi 22,600 ppm ion fluor.2,19-20

Tabel 3. Bentuk Sediaan dan Konsentrasi Topikal Aplikasi Yang Biasa Digunakan2

Sediaan Konsentrasi

Larutan NaF 2,0 % NaF

Larutan SnF 8,0 % SnF2

Larutan/gel APF 1,29 % F

Pernis NaF 2,26 % F

Pasta profilaktik 0,64-1,2% F

Ada beberapa kekurangan fluor:

- Penggunaan fluor harus sesuai dosis yang telah ditentukan. Jika fluor digunakan berlebihan akan terjadi bercak putih pada gigi atau fluorosis. Fluor terakumulasi pada gigi, terutama gigi permanen. Pada permukaan enamel gigi tampak bercak tidak beraturan yang berwarna putih-kapur, yang pada akhirnya berubah menjadi kuning atau coklat, menyebabkan enamel tampak berbintik-bintik.

- Penggunaan fluor yang berlebih juga dapat menyebabkan hipoplasia pada gigi yang dapat merusak estetis gigi.

- Jika fluor tertelan berlebihan dapat menyebabkan gangguan pencernaan. Lebih lanjut jika akumulasi fluor meningkat terus-menerus akan menyebabkan gangguan fisik yaitu banyak mengeluarkan saliva, gangguan indra perasa, badan gemetar, gangguan pernapasan dan mudah lelah. Ini biasanya berkemungkinan terjadi pada anak-anak yang sering tertelan pasta gigi.


(27)

2.3.1 Remineralisasi Fluor

Ion fluor sangat esensial pada pembentukan dan perkembangan enamel karena dapat menggantikan gugus hidroksil sehingga membentuk ikatan fluorapatit (Ca10

(PO4)6(F)2). Fluor tersebut berasal dari lingkungan mulut misalnya saliva sehingga

fluorisasi paling banyak terjadi di enamel bagian luar. Hal ini sangat penting untuk mempertahankan keutuhan enamel karena fluorapatit lebih sukar larut dibandingkan dengan hidroksiapatit. Pada hidroksiapatit struktur OH tidak berada pada bidang sentral sehingga tidak stabil. Ketika ion OH digantikan oleh ion-ion F pada fluor, struktur kristal menjadi lebih stabil karena mamiliki kristalit-kristalit yang memiliki mantol air yang berisi HPO2-4, Ca2+, MG2+, OH-, F- yang berdiri seimbang. 16,20-21

Gambar 2. Struktur enamel yang terdiri dari prisma kristalit17

Berdasarkan gambar diatas, pada kalsifikasi terlihat bahwa ameloblas yang bersegi enam miring berpindah dari dentin ke batas enamel-dentin. Karena komponen gerak ameloblas, tegak lurus pada sumbu panjang, terjadi suatu bentuk lubang kunci dari prisma enamel yang dapat meluas dari permukaan enamel sampai batas enamel-dentin. Bentuk lubang kunci ameloblas ini adalah akibat kristalit yang terbentuk. Pada lubang kunci ini juga terdapat mantol air yang terdiri dari Ca, P, CO2, Na, Mg, Cl dan K.


(28)

Mineral yang terdapat pada gigi sebagian besar terdiri dari kalsium hidroksiapatit yang berkarbonasi. Perbedaannya dengan kalsium hidroksiapatit konvensional adalah jumlah fosfat yang terdapat didalamnya. Dengan adanya porsi karbonasi menjadikan hidroksiapatit lebih mudah larut dan membuat jaringan rentan terhadap kerusakan dari luar.6

Makanan dan debris yang bercampur dengan saliva akan menyebabkan pH turun karena asam yang dihasilkan dari fermentasi bakteri dalam rongga mulut. pH

kritis untuk hidroksiapatit adalah ≤ 5,5. Jika rongga mulut telah mencapai pH 5,5

akan terjadi demineralisasi yang menyebabkan ion kalsium dan fosfor terurai dari permukaan enamel. Remineralisasi oleh fluor akan terjadi jika fluor tersedia dalam jumlah cukup. Ada dua aktivitas fluor yang sangat penting yaitu dengan adanya fluor dalam asam membantu menghambat demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi sehingga merangsang perbaikan atau penghentian lesi karies awal. 1-2,16,18-20

Remineralisasi oleh fluor ini dimulai dengan bergabung ion fluor dengan kalsium yang akan membentuk fluoroapatit. Ion fluor menggantikan ion-ion hidroksil yang ada dalam hidroksiapatit, yang selanjutnya menyebabkan enamel kurang larut. Fluor yang tersimpan dilepaskan pada proses ini dan bereaksi dengan Ca2+ dan HPO42- membentuk FA (Flouro Apatit). Jika pH turun sampai dibawah 4,5 yang

merupakan pH kritis untuk kelarutan fluorapatit, maka fluoroapatit akan larut. Jika ion asam dinetralkan dan Ca2+ dan HPO42 dapat pertahankan, maka remineralisasi

dapat terjadi. Ikatan ini lebih stabil dan lebih tahan terhadap serangan dari asam karena kompleksnya struktur ikatan yang dibentuk. Dengan penggunaan fluor langsung pada rongga mulut dapat meningkatkan pengendapan kalsium dan fosfat karena fluor akan menghambat pembentukan asam oleh bakteri rongga mulut. Kepadatan yang terbentuk akan menjadikan gigi tiga kali lebih tahan terhadap timbulnya karies daripada gigi tanpa fluor. Perbandingan konstanta hasil kali kelarutan (Ksp) hidroksiapatit dengan Ksp fluorapatit, Ksp hidroksiapatit Ca5(PO4)3(OH) sekitar 10-51, sedangkan Ksp fluorapatit Ca5(PO4)3F sekitar 10-60.


(29)

2.4 Casein Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP)

Karies gigi merupakan suatu penyakit gigi yang umum pada masyarakat. Karies menunjukkan penurunan yang signifikan selama beberapa dekade terakhir. Penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh penggunaan fluor pada pasta gigi dan beberapa agen anti karies yang banyak diperkenalkan pada masyarakat umum sekarang ini. Produk susu (susu, susu konsentrat, dan keju) telah terbukti menjadi agen anti-kariogenik pada hewan dan manusia dalam model karies in situ. Sebuah teknologi baru yang melibatkan phosphopeptides yang diisolasi dari kasein pada protein susu, dikomplekskan dengan kalsium fosfat yang disebut dengan Casein-Phosphopeptide - Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP).23

Casein-Phosphopeptide - Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) adalah agen bioaktif dengan bahan dasar produk susu yang terbentuk dari dua bagian yaitu CPP dan ACP. CPP dihasilkan dari kasein protein susu dan memiliki kemampuan untuk menstabilkan kalsium fosfat dalam larutan dan secara substansial meningkatkan tingkat kalsium fosfat dalam plak gigi. CPP-ACP telah terbukti baik untuk pencegahan dan perbaikan lesi bawah permukaan enamel yang mengalami karies. Penelitian lebih lanjut pada manusia dalam karies model in situ telah menunjukkan bahwa CPP-ACP nanokompleks dapat mencegah demineralisasi enamel dan sebagai promotor remineralisasi enamel.9,23-4

Produk CPP-ACP tidak mengandung laktosa yang merupakan karbohidrat dalam susu yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti produk lainnya yang berbasis susu. Oleh karena itu, meskipun berasal dari susu, tidak terlihat gejala gastrointestinal pada penggunaan CPP-ACP. Namun, pasien yang memiliki alergi dengan protein susu tidak dianjurkan menggunakan agen tersebut. Produk yang mengandung CPP-ACP tersedia dalam berbagai bentuk seperti pasta gigi, obat kumur, permen karet dan lain-lain.25


(30)

2.4.1 Remineralisasi Enamel oleh CPP-ACP

Casein phosphopeptide (CPP) mengandung urutan-Ser (P)-Ser (P)-Ser(P)-Glu-Glu-. Remineralisasi oleh CPP-ACP pada permukaan enamel dapat berlangsung dengan beberapa cara:

1. CPP-ACP dapat menstabilkan kalsium fosfat yang terdapat dalam permukaan gigi. Jumlah kalsium fosfat yang stabil dapat mencegah transformasi permukaan gigi ke fase larut atau demineralisasi.

2. Dengan adanya CPP-ACP, CPP nanocluster akan membentuk ion kalsium dan fosfat pada permukaan enamel gigi. Pembentukan yang terjadi berupa ikatan yang sangat nanocompleks.

3. Kalsium dan fosfat yang dihasilkan oleh CPP-ACP akan terikat pada protein plak gigi sehingga dapat mengurangi kondisi asam dalam rongga mulut. CPP-ACP dapat menghambat enzim pada bakteri yang mengubah glukosa menjadi asam. Penghambatan itu dapat mengurangi demineralisasi.

4. Kemampuan dari CPP tidak hanya untuk menstabilkan kalsium dan fosfat sebagai ion bioavailable, tetapi juga untuk melokalisasi ion kalsium dan fosfat di permukaan gigi. Ini didukung oleh bentuk amorphous pada struktur ACP sehingga kalsium dan fosfat bebas dapat menghasilkan gradien konsentrasi efektif untuk terjadinya remineralisasi.

5. CPP-ACP juga dapat membentuk ikatan dengan fluor yang terdapat pada gigi yaitu CPP-ACFP. Bergabungnya CPP-ACP dengan fluor ini akan menghasilkan struktur yang lebih baik untuk membantu dalam proses remineralisasi enamel.

6. CPP-ACFP dapat meningkatkan pH yang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan CPP-ACP tanpa fluor. Sehingga fase demineralisasi dapat dicegah. Pada penelitian remineralisasi enamel pada manusia, Shen dkk menguji pemberian CPP-ACP pada permen karet dan hasilnya menunjukkan bahwa CPP-ACP berpengaruh terhadap terjadinya remineralisasi lesi bawah enamel.9,23-25


(31)

2.5 Uji Kekerasan Permukaan

Kekerasan merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tekan. Deformasi ini dapat berupa kombinasi perilaku elastik dan plastis. Deformasi elastik terjadi pada permukaan yang keras, sedangkan deformasi plastis terjadi pada permukaan yang lunak. Efek deformasi tergantung pada kekerasan permukaan material. 15

Ada beberapa cara pengukuran kekerasan yang cukup dikenal dibidang material, diantaranya adalah uji kekerasan gores, uji kekerasan pantul (dinamis) dan uji kekerasan indentasi. Uji kekerasan gores tergantung pada kemampuan gores material yang satu terhadap yang lain. Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan material lanjut, tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan.26

Uji kekerasan pantul mencakup deformasi dinamis dari permukaan material yang dinyatakan dalam jumlah energi impak yang diserap permukaan logam pada saat penekan jatuh. Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat

Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi. Uji kekerasan indentasi berupa penjajakan oleh sebuah indentor yang keras ditekankan ke permukaan logam/bahan yang diuji. 26

Untuk sampel berupa gigi, pengukuran kekerasan dapat dilakukan dengan uji kekerasan pantul dan uji kekerasan intendensi. Leeb Hardness Tester TH160 dan Vickers menurut ADA (America Dental Association) digunakan untuk logam emas tuang (dental casting gold) dan juga untuk bahan-bahan yang mempunyai sifat mudah pecah (brittle) sehingga dapat digunakan untuk mengukur kekerasan


(32)

permukaan enamel gigi. Leeb Hardness Tester TH160 adalah pengukuran kekerasan suatu material dengan nilai kekerasan yang kecil dengan penekan atau impact yang lebih kecil. Beban yang digunakan adalah antara 170- 960 mg. Leeb Hardness Tester

terbagi 3 bagian secara umum yaitu Main Body, Impact device cable dan Impact device sesuai dengan gamabar dibawah ini.26

Gambar 3. Bagian-Bagian Alat Leeb Hardness Tester26

Gigi dapat diukur kekerasannya karena garam-garam mineral, hidroksiapatit yang bergabung dengan karbonat dan berbagai kation akan terikat bersama-sama dengan bahan krisal yang keras. Mineral-mineral yang bergabung akan mengalami pengendapan. Sehingga dengan bergabungnya ion dan mengalami pengendapan akan menambah kepadatan struktur enamel. Kepadatan tersebut dapat dinilai melalui pengukuran kekerasan permukaan enamel gigi.

Sebelum uji kekerasan enamel dengan alat Leeb Hardness Tester TH160, permukaan sampel harus dipersiapkan. Permukaan yang rata akan membantu dalam pengukuran. Permukaan yang rata akan mendapatkan hasil pengukuran yang akurat. Sampel uji yang berukuran kecil harus didukung oleh dasar atau basis agar tetap berada pada posisi yang tetap. Sampel harus memiliki tebal minimum sesuai ketentuan tergantung jenis sampel.26


(33)

2.6 Kerangka Konsep

CPP-ACP

Fluor

Permukaan enamel terpapar oleh asam dari makanan dan minuman, terjadi penurunan pH rongga mulut

Demineralisasi gigi/ permukaan enamel larut Ca10(PO4)6(OH)2  10Ca2++6PO43- + 2OH

Padat  Larut

Agen Remineralisasi

Fluor mengikat kalsium dan fosfat dan menggantikan ion hidroksil yang larut dalam asam sehingga membentuk flouroapatit yang lebih stabil

dari hidroksiapatit.

CPP menstabilkan ion kalsium dan fosfat serta

melokalisasikannya pada permukaan gigi, dapat bergabung dengan fluor membentuk CPP-ACFP.

Memacu proses remineralisasi permukaan enamel

Struktur enamel lebih padat, menambah kekerasan enamel

Perbedaan pengaruh agen remineralisasi terhadap


(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian : Eksperimental Laboratorium

Rancangan Penelitian : Time Series Group Design

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

1. Laboratorium Biologi Oral FKG USU

2. Laboratorium Teknik Mesin Politeknik Medan 3.2.2 Waktu Penelitian

Enam bulan

3.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Gigi premolar manusia yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti. 3.3.2 Sampel Penelitian

Gigi premolar manusia yang telah diektraksi yang diperoleh dari beberapa praktek dokter gigi di kota Medan, dengan kriteria inklusi sampel sebagai berikut :

1. Tidak ada karies

2. Tidak ada fraktur mahkota 3. Tidak ada lesi non-karies


(35)

3.3.3 Besar Sampel

Pada penelitian ini akan dibagi ke dalam 3 kelompok sampel. 1.Kelompok 1

Diaplikasikan dengan topikal aplikasi yang mengandung fluor. 2.Kelompok 2

Diaplikasikan dengan topikal aplikasi yang mengandung CPP-ACP. 3.Kelompok 3

Direndam dalam saliva buatan sebagai kelompok kontrol.

Jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan jumlah kelompok dalam penelitian utama. Karena terdapat 3 kelompok, maka berdasarkan rumus Federer jumlah sampel minimal adalah:

Rumus Frederer 1991: Keterangan :

n = jumlah sampel tiap kelompok perlakuan t = jumlah kelompok perlakuan

t = 3, maka didapatkan : (n-1)(3-1) ≥ 15

(n-1) 2 ≥ 15 (n-1) ≥ 7,5 n ≥ 7,5 + 1


(36)

n ≥ 8,5

Jumlah sampel minimal adalah 9.

Besar sampel untuk masing-masing kelompok menurut perhitungan di atas adalah 9. Namun, untuk menghindari terjadinya kesalahan pada saat penelitian berlangsung, peneliti menambahkan 10% dari jumlah sampel minimal. Maka jumlah sampel yang dipakai untuk setiap kelompok perlakuan adalah 10 sampel.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel bebas Agen Remineralisasi yang mengandung Fluor dan CPP-ACP

Variabel tergantung

Kekerasan Permukaan Enamel Menggunakan Alat Leeb Hardness Tester TH160

Variabel terkendali

1. Perendaman gigi dalam larutan saline

2. Spesimen gigi yang digunakan (gigi premolar)

3. Larutan demineralisasi (pengenceran asam asetat dengan aquadest hingga pH 4,0)

4. Alat ukur pH (pH digital Hanna meter) 5. Waktu Pengaplikasian Demineralisasi

(selama 2 hari, setiap hari larutan diganti)

6. Waktu Aplikasi Bahan Remineralisasi (4 menit, ditipiskan dan dibiarkan 30menit) 7. Teknik pengukuran kekerasan dan lokasi

pengukuran kekerasan (bagian sentral bukal sampel)

8. Alat pengukuran kekerasan : Leeb

Variabel tidak terkendali 1. Waktu pencabutan gigi sampel penelitian

2. Derajat perubahan warna yang terjadi setelah

demineralisasi.

3. Kandungan bahan lain dalam produk agen remineralisasi 4. Seberapa banyak penyerapan bahan remineralisasi yang terjadi pada permukaan enamel gigi

5. Penyerapan partikel gips ke dalam permukaan gigi

6. Suhu dan kelembaban ruangan penelitian


(37)

3.4.1 Variabel bebas

1. Topikal aplikasi yang mengandung Fluor

2. Pasta topikal aplikasi yang mengandung CPP-ACP 3.4.2 Variabel tergantung

1. Kekerasan Permukaan Enamel Menggunakan Alat Leeb Hardness Tester TH160

3.4.3 Variabel terkendali

1. Perendaman gigi dalam larutan saline

2. Spesimen gigi yang digunakan (gigi premolar)

3. Larutan demineralisasi (pengenceran asam asetat dengan aquadest hingga pH 4,0)

4. Alat ukur pH (pH digital Hanna meter)

5. Waktu Pengaplikasian Demineralisasi (selama 2 hari, setiap hari larutan diganti)

6. Waktu Aplikasi Bahan Remineralisasi (4 menit, ditipiskan dan dibiarkan 30menit)

7. Teknik pengukuran kekerasan dan lokasi pengukuran kekerasan (bagian sentral bukal sampel)

8. Alat pengukuran kekerasan : Leeb Hardness Tester TH160

9. Keterampilan operator 3.4.4 Variabel tidak terkendali

1. Waktu pencabutan gigi sampel penelitian

2. Derajat perubahan warna yang terjadi setelah demineralisasi. 3. Kandungan bahan lain dalam produk agen remineralisasi

4. Seberapa banyak penyerapan bahan remineralisasi yang terjadi pada permukaan enamel gigi


(38)

5. Penyerapan partikel gips ke dalam permukaan gigi 6. Suhu dan kelembaban ruangan penelitian

3.5 Defenisi Operasional

NO VARIABEL DEFENISI

OPERASIONAL CARA UKUR SKALA UKUR Variabel Bebas

1 Agen

Remineralisasi topikal yang

mengandung Fluor

Agen remineralisasi yang mengandung Fluor (Fluocal solute septodont)TM

Sesuai petunjuk pabrik.

Nominal

2 Agen

Remineralisasi topikal yang mengandung CPP-ACP

Agen remineralisasi yang mengandung CPP-ACP (GC tooth mousse,Recaldent)TM

Sesuai petunjuk pabrik

Nominal

NO VARIABEL DEFINISI

OPERASIONAL CARA UKUR ALAT UKUR SKALA UKUR Variabel Tergantung

1 Kekerasan Enamel gigi

Ketahanan permukaan

enamel gigi dalam menahan tekanan Dalam satuan kg/mm2 VHN (Vickers Leeb Hardness Tester TH160 Interval


(39)

(indentansi) Hardness Number ) 3.6Alat dan Bahan Penelitian

3.6.1 Alat Penelitian

1. Mikromotor dan Handpiece (Marathon Escort III, Korea) 2. Diamond disc (Dentorium International, USA)

3. pH meter (Hanna pH meter digital, USA)

4. Alat uji kekerasan (Leeb Hardness Tester TH160, China)

5. Stopwatch (Digitimer, China)

6. Tisu (Paseo)

7. Pinset (SMIC, China) 8. Kuas aplikasi topikal 9. Air Blower (pus-pus)

10.Wadah Plastik (Tupperware, China)


(40)

Gambar 5. Alat Leeb Hardness Tester TH160

3.6.2 Bahan Penelitian

1. Gigi Premolar 25 buah

2. Topikal aplikasi Fluor (Fluocal Gel Septodont, USA)

3. Pasta CPP-ACP (GC Tooth Mousse produksi recaldent, Tokyo) 4. Larutan Demineralisasi (Asam asetat )

5. Aquadest

6. Larutan Saline 0,9% 7. Plaster of paris 3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Persiapan Gigi

a) Gigi direndam dalam larutan normal saline 0,9%. Bersihkan permukaan mahkota gigi dari kalkulus dan kotoran lainnya.


(41)

b) Gigi dibilas dengan aquadest. Masukkan seluruh gigi ke dalam wadah yang berisi aquadest. Lakukan pengulangan sebanyak 2x, hingga permukaan gigi bersih.

c) Gigi dikeringkan. Ambil gigi satu persatu dengan pinset, lalu keringkan dengan tisu dan air blower (pus-pus).

d) Akar gigi dipotong menggunakan mikromotor low speed dengan

Carborundum Disc, hingga tersisa mahkota.

e) Sampel yang telah dipotong ditanam dalam balok gips dengan ukuran 2x2 cm. Permukaan bukal gigi menghadap ke atas. Permukaan sampel dibersihkan dengan pumice dengan brush mikromotor selama 3 menit, hingga mendapatkan permukaan yang bersih dari debris.

f) Bersihkan permukaan sampel dengan aquadest dan keringkan permukaan gigi dengai air blower (pus-pus).

Gambar 6. Sampel gigi premolar bagian bukal 3.7.2 Pengelompokan Sampel

Sampel dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Bagian tengah balok gips diberi tanda untuk memudahkan pengelompokkan.


(42)

3.7.3 Pembuatan dan Pengaplikasian Larutan Demineralisai

Larutan demineralisasi berasal dari asam asetat 0,01 M diencerkan dengan aquadest hingga mencapai pH 4,0. Sampel direndam dalam larutan demineralisasi selama 2 hari pada suhu ruangan suhu 370C, larutan setiap hari diganti. Gigi yang direndam dalam asam selama 25 jam akan mengalami lesi awal karies non-kavitas. Sehingga dalam penelitian ini, dilakukan perendaman selama 2 hari untuk mendapatkan gigi dengan lesi awal karies non-kavitas pada permukaan gigi basal (sub-surface) yang adekuat.

Kriteria demineralisasi: terlihat secara visual lesi permukaan gigi yang mengalami perubahan warna menjadi lebih putih / opaque dari sebelumnya dan dapat dilihat secara jelas setelah gigi dikeringkan.

Cara aplikasi larutan demineralisasi:

a) Sebelum perendaman, gigi dilakukan pengukuran kekerasan enamel dengan alat Leeb Hardness Tester TH160.

b) Seluruh sampel direndam dalam larutan demineralisasi selama 2 hari. Larutan setiap hari diganti. Perendaman dilakukan didalam wadah plastik yang dapat menampung seluruh sampel.

c) Sampel dibilas dengan aquadest dan permukaan gigi dikeringkan dengan

air blower (pus-pus).

d) Dilakukan pengukuran kekerasan enamel setelah perendaman dengan larutan demineralisasi menggunakan alat Leeb Hardness Tester TH160.

e) Seluruh sampel kontrol disimpan dalam saliva buatan selama 6 jam. Penyimpanan sampel dalam saliva buatan dilakukan secara terpisah antara satu sampel dengan sampel lainnya. Setelah perendaman dalam saliva buatan dilakukan pengujian kekerasan permukaan enamel.


(43)

Gambar 7. Pengukuran pH larutan demineralisasi dengan alat ukur pH meter Hanna

Gambar 8. Perendaman sampel

dalam larutan demineralisasi dengan pH 4 selama 2 hari


(44)

Gambar 9. Perendaman sampel

kontrol dalam saliva buatan

3.7.4 Pengaplikasian Bahan Remineralisasi

3.7.4.1 Pengaplikasian Bahan Remineralisasi Yang Mengandung Fluor

Aplikasikan bahan topikal pada permukaan sampel dengan menggunakan kuas atau alat yang telah disediakan pabrik. Aplikasi bahan secara rata pada permukaan gigi dan biarkan selama 4 menit. Tunggu hingga 30 menit agar interaksi fluor dan gigi berlangsung secara maksimal. Kemudian sampel di cuci dan keringkan. Lakukan hingga 2 kali pengulangan.

Fluor bereaksi optimal dengan waktu yang adekuat yaitu 3-4 menit dan dapat berlangsung selanjutnya selama 30 menit kemudian. Dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali untuk mendapatkan hasil yang akurat. Pengulangan pengukuran sebanyak 2 kali dipilih karena pengulangan sebanyak 2x tidak menimbulkan jejas yang berdampak kerusakan pada sampel.


(45)

Gambar 10. Pengaplikasian fluor topikal pada permukaan sampel

3.7.4.2 Pengaplikasian Bahan Remineralisasi Yang Mengandung CPP-ACP Aplikasikan pasta topikal pada permukaan sampel dengan menggunakan kuas. Setelah rata biarkan selama 4 menit kemudian tipiskan dan biarkan 30 menit. Kemudian sampel dicuci dan keringkan. Lakukan hingga 2 kali pengulangan.

CPP-ACP bereaksi optimal dengan waktu yang adekuat yaitu 3-5 menit dan dapat berlangsung selanjutnya selama 30 menit kemudian. Dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali untuk mendapatkan hasil yang akurat dan pengulangan pengukuran sebanyak 2 kali dipilih karena pengulangan sebanyak 2x tidak menimbulkan jejas yang berdampak kerusakan pada sampel.

Gambar 11. Pengaplikasian pasta topikal CPP-ACP pada permukaan bukal sampel gigi


(46)

3.7.5 Uji kekerasan permukaan enamel gigi

Pengukuran kekerasan dengan sampel berukuran kecil dapat dilakukan dengan beberapa cara salah satunya dengan alat yang menggunakan metode pantulan. Semakin tinggi pantulan yang terjadi, semakin keras permukaan sampel yang diuji kekerasannya. Alat yang menggunakan metode pantulan dikenal dengan nama Leeb Hardness Tester TH 160. Alat ini lebih mudah digunakan dan harga dari alat ini lebih murah dibandingkan alat pengukuran kekerasan yang lain. Karena alat ini mudah digunakan dan harganya relatif murah, ketersediaan alat ini lebih banyak dari alat pengukuran kekerasan yang lain. Leeb Hardness Tester TH160 adalah pengukuran kekerasan suatu material dengan nilai kekerasan yang kecil dengan intendensi yang lebih kecil. Beban yang digunakan adalah antara 170 - 960 mg.

Dilakukan pengukuran kekerasan permukaan dan dicatat, yang merupakan kekerasan awal sebelum perlakuan, setelah perendaman di larutan demineralisasi dan setelah pengaplikasian bahan remineralisasi. Penghitungan kekerasan permukaan dilakukan sebagai berikut:

1. Balok gips yang telah ditanam gigi dengan permukaan bukal gigi menghadap ke atas kemudian diletakkan diatas alat kalibrasi atau pada meja yang datar.

2. Kalibrasikan alat terlebih dahulu untuk mendapatkan standar pengukuran yang akurat.

3. Dorong selubung bawah pada alat sampai dirasakan kontak dan berbunyi

‘klik’. Lalu biarkan perlahan-lahan kembali ke posisi awal.

4. Tekan tombol pelepas untuk perlakuan (tombol impact) pada permukaan sampel dengan tegas, dan arah pemberian perlakuan harus tegak lurus atau vertikal terhadap permukaan sampel.

5. Perlakuan pada setiap sampel dilakukan sebanyak 5 kali, dan akan terlihat hasil rata-rata kekerasan permukaan pada monitor alat. Standart deviasi atau bias yang terjadi tidak lebih dari nilai ± 15HL.

6. Prinsip kerja alat ini juga dapat menggunakan rumus : HL = 1000 x VB/VA


(47)

Keterangan:

HL : Leeb Hardness Value

VB : Rebounding Velocity

VA : Impacting Veloucity

7. Hasil dari pengamatan dikonversikan dalam satuan VHN (Vickers Hardness Number).

8. Pengukuran dilakukan pada bagian tengah permukaan bukal gigi sampel.

Gambar 12. Pengukuran kekerasan dengan alat Leeb Hardness Tester TH160

3.8 Analisa Data

Data dari setiap pemeriksaan dianalisis dengan menggunakan uji statistik yaitu: 1. Uji analisis varians Oneway Repeated ANOVA untuk melihat perubahan pada

setiap kelompok pada saat sebelum perlakuan hingga selesai perlakuan dilakukan pada sampel.


(48)

2. Uji analisis varians satu arah atau Oneway ANOVA untuk melihat perbedaan kekerasan antar kelompok.


(49)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Uji Kekerasan Permukaan Enamel

Dilakukan prosedur pengujian kekerasan enamel pada 25 gigi premolar atas yang dibagi secara random menjadi tiga kelompok perlakuan. Kelompok 1 diaplikasikan dengan agen remineralisasi yang mengandung fluor, kelompok 2 diaplikasikan dengan agen remineralisasi yang mengandung CPP-ACP dan kelompok 3 direndam dalam saliva buatan selama 6 jam,. Seluruh sampel direndam dalam larutan demineralisasi sebelum pengaplikasian agen remineralisasi. Masing-masing kelompok perlakuan dilakukan pengujian kekerasan enamel pada sebelum perlakuan, setelah perendaman dalam larutan demineralisasi dan setelah pengaplikasian dengan agen remineralisasi dengan menggunakan alat Leeb Hardness Tester TH160. Data-data hasil penelitian yang diperoleh diuraikan di bawah ini:

Tabel 4. Nilai rata-rata kekerasan permukaan enamel setelah remineralisasi fluor, remineralisasi CPP-ACP dan direndam dalam saliva buatan, (kg/mm2 (VHN))

Jenis perlakuan (Remineralisasi Kelompok I Fluor) X±SD N Kelompok II (Remineralisasi CPP-ACP) X±SD

n (Saliva Buatan) Kelompok III X±SD

n

Sebelum Perlakuan

341.80 ± 4.780 10 340.30 ± 1.889 10 343.20 ± 3.114 5

Setelah Perendaman Lar.Deminerlisasi


(50)

Setelah

pemberian agen remineralisasi

327.90 ± 2.470 10 331.90 ± 2.025 10 313.00 ± 2.121 5

290 300 310 320 330 340 350

kelompok I kelompok II kelompok III

Sebelum perlakuan

setelah demineralisasi

setelah remineralisasi

Gambar 13. Grafik rata-rata kekerasan permukaan enamel remineralisasi fluor, remineralisasi CPP-ACP dan setelah direndam dalam saliva buatan (kg/mm2 (VHN))

Dari tabel 3 dan gambar 15 diatas, pada ketiga kelompok terlihat penurunan rata-rata kekerasan permukaan enamel setelah perendaman dalam larutan demineralisasi dibandingkan dengan rata-rata kekerasan permukaan enamel sebelum perlakuan. Kelompok yang direndam dalam saliva buatan menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan rata-rata kekerasan enamel sebelum perendaman dalam saliva buatan. Pada kelompok setelah pengaplikasian dengan agen remineralisasi yang mengandung fluor terjadi peningkatan kekerasan permukaan enamel. Pada kelompok dengan pengaplikasian agen remineralisasi yang mengandung CPP-ACP juga terjadi peningkatan kekerasan permukaan enamel. Hal ini dapat dilihat dengan naiknya nilai rata-rata kekerasan permukaan enamel setelah


(51)

pengaplikasian agen remineralisasi dibandingkan dengan rata-rata kekerasan sebelum pengaplikasian agen remineralisasi.

Hasil data kekerasan permukaan enamel pada masing-masing kelompok perlakuan baik sebelum perlakuan, setelah perendaman dalam larutan demineralisasi dan setelah pengaplikasian sampel dengan agen remineralisasi yang diperoleh dilakukan analisis dengan uji statistik ANOVA.

Tabel 5. Uji one way repeated ANOVA perubahan kekerasan permukaan enamel sebelum perlakuan, setelah demineralisasi dan setelah remineralisasi pada kelompo 1,2,3

PERLAKUAN KELOMPOK 1

Mean Sig.

Sebelum perlakuan – setelah demineralisasi

31.600* 0.000

Setelah Demineralisasi -Setelah Remineralisasi

Fluor

-17.700* 0.000

PERLAKUAN KELOMPOK 2

Mean Sig.

Sebelum perlakuan – setelah

demineralisasi

32.200* 0.000

Setelah Demineralisasi

-Setelah Remineralisasi CPP-ACP

-23.800* 0.000

PERLAKUAN KELOMPOK 3

Mean Sig.

Sebelum perlakuan – setelah demineralisasi

30.600* 0.000

Setelah demineralisasi -Setelah perendaman saliva buatan

- 0.400 0.178


(52)

Dari tabel 5 diatas terlihat penurunan yang signifikan pada kelompok 1 setelah dilakukan perendaman dengan larutan demineralisasi (p<0,05). Setelah pengaplikasian agen remineralisasi yang mengandung fluor, terlihat peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan kekerasan permukaan enamel sebelum remineralisasi. Pada kelompok 2, terlihat penurunan yang signifikan setelah dilakukan perendaman dengan larutan demineralisasi (p<0,05). Setelah pengaplikasian agen remineralisasi yang mengandung CPP-ACP, terlihat peningkatan kekerasan permukaan enamel yang signifikan dibandingkan dengan kekerasan permukaan enamel sebelum remineralisasi (p<0,05). Pada kelompok 3, terlihat penurunan yang signifikan setelah dilakukan perendaman dengan larutan demineralisasi (p<0,05), tetapi tidak terlihat perbedaan yang signifikan setelah perendaman dalam saliva buatan (p>0,05).

Tabel 6. Hasil uji statistik dengan ANOVA perbandingan kekerasan permukaan gigi setelah perendaman dalam saliva buatan, pengaplikasian remineralisasi yang mengandung fluor dan pengaplikasian remineralisasi yang mengandung CPP-ACP.

Bahan Coba Mean Sig.

Saliva Buatan 0.4000 0.178

Remineralisasi Fluor 17.7000 0.000

Remineralisasi CPP-ACP 23.8000 0.000

*terdapat perbedaan signifikan pada level p < 0,05

Dari tabel diatas menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada kekerasan permukaan enamel gigi antara kelompok perendaman dalam saliva buatan dengan kelompok remineralisasi fluor dan remineralisasi CPP-ACP (p>0,05). Pada kelompok setelah pengaplikasian dengan kedua agen remineralisasi menunjukkan ada perbedaan yang signifikan terhadap kekerasan enamel gigi pada kedua kelompok (p<


(53)

0,05). Hasil ini terlihat dari perubahan rata-rata kekerasan permukaan enamel antara setelah pemberian remineralisasi dengan fluor dan remineralisasi dengan CPP-ACP. Peningkatan kekerasan enamel yang lebih tinggi terlihat setelah pengaplikasian agen remineralisasi yang mengandung CPP-ACP dibandingkan dengan agen remineralisasi yang mengandung fluor 23,8 dan 17,7 VHN. Ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kekerasan yang dihasilkan pada setiap kelompok perlakuan. Nilai rata-rata kekerasan permukaan enamel setelah pengaplikasian agen remineralisasi yang mengandung CPP-ACP lebih tinggi dibandingkan setelah pengaplikasian dengan agen remineralisasi yang mengandung fluor.


(54)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian mengenai pengaruh pemberian agen remineralisasi yang mengandung fluor dengan Casein Phospho Peptide-Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) terhadap kekerasan permukaan enamel gigi. Untuk memudahkan melihat dan menganalisis pengaruh yang terjadi, gigi yang menjadi sampel penelitian direndam ke dalam larutan demineralisasi sebelum diaplikasikan agen remineralisasi. Pada penelitian ini larutan demineralisasi yang digunakan merupakan pengenceran larutan asam asetat hingga mencapai pH 4.0. 1,18

Secara visual, demineralisasi menyebabkan perubahan warna permukaan gigi menjadi lebih putih/opaque. Demineralisasi yang berlangsung secara terus-menerus akan mempengaruhi kekerasan permukaan enamel gigi. Untuk melihat perbandingannya, dilakukan pengukuran kekerasan sebelum perendaman dalam larutan demineralisasi dan kekerasan permukaan enamel setelah perendaman dalam larutan demineralisasi. Mineral yang terdapat pada gigi sebagian besar terdiri dari kalsium hidroksiapatit yang berkarbonasi. Perbedaannya dengan kalsium hidroksiapatit konvensional adalah jumlah fosfat yang terdapat didalamnya. Dengan adanya porsi karbonasi menjadikan hidroksiapatit lebih mudah larut dan membuat jaringan rentan terhadap kerusakan dari luar. Pada penelitian ini terlihat penurunan kekerasan permukaan enamel yang signifikan setelah perendaman dalam larutan demineralisasi. Hal ini didukung oleh penelitian Arif Prasetyo 2006 yang menunjukkan adanya penurunan kekerasan permukaan enamel gigi yang terpapar oleh minuman yang mengandung asam. Hal ini dapat terjadi akibat larutnya struktur anorganik enamel karena larut dalam asam. Larutnya struktur anorganik menyebabkan ikatan ion menjadi lemah yang berdampak kepada penurunan kekerasan permukaan enamel gigi. 1

Setelah perendaman dalam larutan demineralisasi, dilakukan pengaplikasian agen remineralisasi topikal pada permukaan gigi sampel. Agen remineralisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah agen yang mengandung Sodium Fluoride 2%,


(55)

agen remineralisasi yang mengandung CPP-ACP dan sebagai kontrol direndam pada saliva buatan dengan pH 6,5 selama 6 jam, untuk menciptakan keadaan yang menyerupai keadaan rongga mulut.27

Berdasarkan analisis uji statistik yang dilakukan, pada saliva buatan tidak terjadi peningkatan permukaan enamel gigi yang signifikan (p>0,05). Pada saliva buatan terdapat ion organik dan anorganik yang rata-rata terdapat pada saliva manusia. Formulasi dari saliva buatan dihasilkan berdasarkan Amaechi et al (1999).

Saliva buatan terdiri dari potassium chloride, magnesium chloride, calcium chloride, dipotassium hydrogen phosphate dan potassium dihydrogen phosphate yang dapat membantu remineralisasi permukaan enamel. Hal ini didukung oleh penelitian Devlin dkk (2006) dan Lussi dkk (2007) Meskipun saliva buatan dapat membantu remineralisasi enamel namun keefektivitasannya lebih rendah jika dibandingkan dengan agen remineralisasi lain. Saliva dalam rongga mulut lebih banyak berperan dalam menjaga pH rongga mulut atau sebagai buffer agar penurunan pH yang terjadi tidak memburuk. 27-29

Hasil uji statistik ANOVA pada penelitian ini menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kedua bahan remineralisasi topikal yang digunakan. Pada pemberian agen remineralisasi topikal yang mengandung Sodium Fluoride 2 % menunjukkan adanya peningkatan kekerasan yang signifikan pada permukaan enamel yang sebelumnya mengalami demineralisasi. Ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Magalhaes dkk (2008) bahwa penambahan fluoride 1,000 ppm dapat meningkatkan kekerasan permukaan enamel.30

Peningkatan kekerasan permukaan enamel yang terjadi setelah pemberian agen remineralisasi yang mengandung fluor dapat disebabkan oleh interaksi ion fluor dengan enamel yang terdemineralisasi sehingga membentuk ikatan fluoroapatit. Pada hidroksiapatit struktur OH tidak berada pada bidang sentral sehingga ikatan yang terbentuk tidak stabil. Ketika ion OH digantikan oleh ion-ion F pada fluor, struktur kristal menjadi lebih stabil karena mamiliki kristalit-kristalit yang memiliki mantol air yang berisi HPO2-4, Ca2+, MG2+, OH-, F- yang berdiri seimbang. Ikatan fluoroapatit lebih tahan terhadap asam daripada hidroksiapatit dan struktur


(56)

fluoroapatit ini lebih stabil sehingga ion-ion yang terurai akibat demineralisasi dapat terbentuk kembali yang berdampak pada peningkatan kepadatan enamel yang dapat dilihat melalui peningkatan kekerasan permukaan enamel. Dengan penggunaan fluor langsung pada rongga mulut dapat meningkatkan pengendapan kalsium dan fosfat karena fluor akan menghambat pembentukan asam oleh bakteri rongga mulut. Kepadatan yang terbentuk akan menjadikan gigi tiga kali lebih tahan terhadap timbulnya karies daripada gigi tanpa fluor. Perbandingan konstanta hasil kali kelarutan (Ksp) hidroksiapatit dengan Ksp fluorapatit, Ksp hidroksiapatit Ca5(PO4)3(OH) sekitar 10-51, sedangkan Ksp fluorapatit Ca5(PO4)3F sekitar 10-60.

Artinya, senyawa fluoroapatit lebih kompleks daripada hidroksiapatit.31

Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kekerasan permukaan enamel yang signifikan setelah pengaplikasian agen remineralisasi yang mengandung ACP. Pemberian agen yang mengandung CPP-ACP menunjukkan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan agen yang mengandung fluor dengan rata-rata peningkatan yang terjadi sebesar 23.8 dan 17.7 VHN.

Penelitian Reynolds dkk (2009) menyatakan bahwa CPP-ACP merupakan agen antikaries dan dapat melokalisasi ACP pada permukaan gigi sebagai buffer ion kalsium dan fosfat yang bebas. CPP-ACP juga membantu pada tahap supersaturasi enamel gigi sehingga dapat membantu dalam pembentukan struktur enamel kembali. CPP-ACP dapat menstabilkan kalsium fosfat yang terdapat dalam permukaan gigi. Jumlah kalsium fosfat yang stabil dapat mencegah transformasi permukaan gigi ke fase larut atau demineralisasi. Dengan adanya CPP-ACP, CPP nanocluster akan membentuk ion kalsium dan fosfat pada permukaan enamel gigi. Pembentukan yang terjadi berupa ikatan yang sangat nanocompleks. Kalsium dan fosfat yang dihasilkan oleh CPP-ACP akan terikat pada protein plak gigi sehingga dapat mengurangi kondisi asam dalam rongga mulut. CPP-ACP dapat menghambat enzim pada bakteri yang mengubah glukosa menjadi asam. Penghambatan itu dapat mengurangi demineralisasi permukaan gigi. Kemampuan dari CPP tidak hanya untuk menstabilkan kalsium dan fosfat sebagai ion bioavailable, tetapi juga untuk


(57)

melokalisasi ion kalsium dan fosfat di permukaan gigi sehingga menghasilkan gradien konsentrasi efektif untuk terjadinya remineralisasi. CPP-ACP juga dapat membentuk ikatan dengan fluor yang terdapat pada gigi yaitu CPP-ACFP. Bergabungnya CPP-ACP dengan fluor ini akan menghasilkan struktur yang lebih baik untuk membantu dalam proses remineralisasi enamel. CPP-ACFP dapat meningkatkan pH yang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan CPP-ACP tanpa fluor. Sehingga fase demineralisasi dapat dicegah. Fluor yang bergabung dengan CPP-ACP densitas mineralnya akan lebih meningkat dibandingkan dengan densitas fluor saja.32

Dalam pengukuran kekerasan dapat dipengaruhi oleh salah satu faktor yaitu variasi struktur enamel. Keterbatasan dari struktur permukaan enamel gigi yang dipakai dalam menyerap zat aktif dapat mempengaruhi kekerasan enamel. Variasi pada nilai kekerasan enamel pada berbagai penelitian mengenai kekerasan permukaan enamel juga dapat disebabkan oleh perbedaan dalam persiapan sampel, area gigi yang digunakan, jenis gigi yang digunakan dan juga metode penelitian yang digunakan sehingga penilaian melalui hasil uji statistik dapat memudahkan dalam menganalisis pengaruh agen remineralisasi terhadap kekerasan permukaan gigi.15-17


(58)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pemberian agen remineralisasi yang mengandung Fluor dengan Casein Phospho Peptide-Amorphous Calsium Phosphate

(CPP-ACP) terhadap kekerasan permukaan enamel gigi dapat disimpulkan bahwa : 1. Terdapat perbedaan pengaruh pemberian agen remineralisasi yang

mengandung fluor dan CPP-ACP terhadap kekerasan permukaan enamel gigi. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan rata-rata kekerasan permukaan enamel gigi dengan agen fluor dan CPP-ACP masing-masing yaitu 17,7 dan 23,8 (kg/m2(VHN)).

6.2 Saran

1. Perlu penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh kekerasan enamel menggunakan metode dan alat yang dapat menggambarkan struktur dan ikatan ion.

2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga hasil yang diperoleh lebih representatif.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetyo E.A. Keasaman minuman ringan menurunkan kekerasan permukaan gigi. 2, Surabaya : Maj Ked Gigi (Dent J), April-Juni 2006, 38: 60-3.

2. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi & mulut sehat. Medan: USU Press, 2008: 4-9.

3. Komala A. Paparan uap belerang sebagai faktor risiko terjadinya erosi gigi. Semarang; 2006: 4-5.

4. James P. Dental enamel formation and its impact on clinical dentistry. San Antonio : 2001, 65: 896-901.

5. Fiona M. Reflections On Dentifrice Ingredients. ADA CERP 2009 ; 1 : 2-6. 6. Winston AE et al. Caries Prevention In The 21st Century. JADA 1998; 129

No 1 : 1579-85.

7. Christian H et all. Caries-Preventive and Reminerelizing Effect of Flouride Gel In Orthodontic Patient After 2 Years. Clinnic Iss 2012 . 16 iss 5: 1395-9. 8. Saporito RA et all. Comparative anticaries efficacy of sodium fluoride and

sodium monoflourophosphate dentifrice. A two year caries clinical trial on children in New Jersey an Puerto Rico. Am J Dent 2000. 13 No 4:221-6. 9. Shen P, Cai F, Nowicki A, Vincent J, Reynold E C. Remineralization of

enamel subsurface lesions by sugar-free chewing gum containing casein phosphopeptide-amorphous calcium phosphate. J Dent Res 2001; 80 No 12: 2066-70.

10.Sukasaem H, Panich M, Poolthong S. Effect of CPP-ACP on hardness of enamel eroded by Cola-drink. Gen Ses 2006; Abstract 1673.

11.Sudjalim T R, Woods M G, Manton D J. Prevention of white spot lesions in orthodontic practice: a contemporary review. Aust Dent J 2006; 51 No 4: 284-9.

12.Ohiro M et al. Effect of CPP-ACP paste on tooth mineralization: an FE-SEM study. Oral Sci J 2007; 49 No 2: 115-20.


(1)

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

sebelum 10 338 344 340.30 1.889

Setelah perendaman 10 302 311 308.10 3.178 Setelah aplikasi

cppacp

10 330 336 331.90 2.025

Valid N (listwise) 10

Tests of Normality Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Sebelum Saliva buatan .199 5 .200* .941 5 .670

Remineralisasi Fluor .201 10 .200* .945 10 .613 Remineralisasi

CPP-ACP

.155 10 .200* .933 10 .478

Perendaman Saliva buatan .198 5 .200* .957 5 .787

Remineralisasi Fluor .145 10 .200* .967 10 .865 Remineralisasi

CPP-ACP

.225 10 .163 .856 10 .068

Sesudah Saliva buatan .227 5 .200* .910 5 .468

Remineralisasi Fluor .172 10 .200* .937 10 .522 Remineralisasi

CPP-ACP

.272 10 .035 .864 10 .085

Oneway Repeated Anova (Kelompok Saliva Buatan)

Faktor-faktor

Waktu

Dependent Variable


(2)

2 Perendaman 3 Sesudah

Perbandingan berdasarkan waktu

(I) Waktu

(J) Waktu

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 30.600* 1.536 .000 26.335 34.865

3 30.200* 1.530 .000 25.953 34.447

2 1 -30.600* 1.536 .000 -34.865 -26.335

3 -.400 .245 .178 -1.080 .280

3 1 -30.200* 1.530 .000 -34.447 -25.953

2 .400 .245 .178 -.280 1.080

Kelompok 2 Remineralisasi Fluor (Oneway Repeated ANOVA)

Faktor-faktor

Waktu

Dependent Variable 1 Sebelum 2 Perendaman 3 Sesudah

Waktu Mean Std. Error

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

1 341.800 1.511 338.381 345.219

2 310.200 .952 308.046 312.354


(3)

Perbandingan berdasarkan waktu

(I) Waktu

(J) Waktu

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 31.600* .763 .000 29.874 33.326

3 13.900* 1.100 .000 11.412 16.388

2 1 -31.600* .763 .000 -33.326 -29.874

3 -17.700* .578 .000 -19.008 -16.392

3 1 -13.900* 1.100 .000 -16.388 -11.412

2 17.700* .578 .000 16.392 19.008

Kelompok 3 Remineralisasi CPP-ACP (Oneway Repeated Anova)

Multivariate Testsb

Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.

Waktu Pillai's Trace .996 951.152a 2.000 8.000 .000 Wilks' Lambda .004 951.152a 2.000 8.000 .000 Hotelling's Trace 237.788 951.152a 2.000 8.000 .000 Roy's Largest

Root

237.788 951.152a 2.000 8.000 .000

Waktu Mean Std. Error

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

1 340.300 .597 338.949 341.651

2 308.100 1.005 305.827 310.373


(4)

Perbandingan berdasarkan waktu

(I) Waktu

(J) Waktu

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 32.200* .727 .000 30.555 33.845

3 8.400* .718 .000 6.776 10.024

2 1 -32.200* .727 .000 -33.845 -30.555

3 -23.800* 1.041 .000 -26.156 -21.444

3 1 -8.400* .718 .000 -10.024 -6.776

2 23.800* 1.041 .000 21.444 26.156

Oneway ANOVA

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maxim Lower Bound Upper Bound

Selisih1 Saliva buatan 5 -30.6000 3.43511 1.53623 -34.8653 -26.3347 -34.00 -2 Remineralisasi Fluor 10 -31.6000 2.41293 .76303 -33.3261 -29.8739 -36.00 -2 Remineralisasi CPP-ACP 10 -32.2000 2.29976 .72725 -33.8451 -30.5549 -37.00 -3

Total 25 -31.6400 2.54755 .50951 -32.6916 -30.5884 -37.00 -2

Selisih2 Saliva buatan 5 .4000 .54772 .24495 -.2801 1.0801 .00 Remineralisasi Fluor 10 17.7000 1.82878 .57831 16.3918 19.0082 15.00 2 Remineralisasi CPP-ACP 10 23.8000 3.29309 1.04137 21.4443 26.1557 19.00 2


(5)

Test of Homogeneity of Variances

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

selisih1 .401 2 22 .674

selisih2 5.139 2 22 .015

ANOVA

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

selisih1 Between Groups 8.560 2 4.280 .640 .537

Within Groups 147.200 22 6.691

Total 155.760 24

selisih2 Between Groups 1842.540 2 921.270 157.238 .000

Within Groups 128.900 22 5.859

Total 1971.440 24

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons LSD

Dependent

Variable (I) kelompok (J) kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound selisih1 Saliva buatan Remineralisasi Fluor 1.00000 1.41678 .488 -1.9382 3.9382

Remineralisasi CPP-ACP 1.60000 1.41678 .271 -1.3382 4.5382 Remineralisasi

Fluor

Saliva buatan -1.00000 1.41678 .488 -3.9382 1.9382

Remineralisasi CPP-ACP .60000 1.15680 .609 -1.7991 2.9991 Remineralisasi

CPP-ACP

Saliva buatan -1.60000 1.41678 .271 -4.5382 1.3382

Remineralisasi Fluor -.60000 1.15680 .609 -2.9991 1.7991 selisih2 Saliva buatan Remineralisasi Fluor -17.30000* 1.32579 .000 -20.0495 -14.5505


(6)

Remineralisasi Fluor

Saliva buatan 17.30000* 1.32579 .000 14.5505 20.0495

Remineralisasi CPP-ACP -6.10000* 1.08251 .000 -8.3450 -3.8550 Remineralisasi

CPP-ACP

Saliva buatan 23.40000* 1.32579 .000 20.6505 26.1495

Remineralisasi Fluor 6.10000* 1.08251 .000 3.8550 8.3450 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.


Dokumen yang terkait

Efek Aplikasi Pasta CPP-ACP Pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Setelah Bleaching

4 95 101

Pengaruh Penambahan Kitosan Nanopartikel Pada Casein Phosphopeptid-Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) Terhadap Remineralisasi Gigi

11 106 98

KADAR ION FOSFAT DALAM SALIVA BUATAN SETELAH APLIKASI CPP-ACP (Casein Phosphopeptide - Amorphous Calcium Phosphate)

2 42 16

Kadar Ion Fosfat dalam Saliva Buatan Setelah Aplikasi CPP-ACP (Casein Phosphopeptides-Amorphous Calcium Phosphate) (Phosphate Ion Level in Artificial Saliva After Aplication of CPP-ACP (Casein Phosphopeptides-Amorphous Calcium)

0 7 7

KADAR KALSIUM DALAM SALIVA BUATAN SETELAH APLIKASI CPP-ACP (Casein Phosphopeptides-Amorphous Calcium Phosphate)

2 38 19

Pengaruh aplikasi bahan remineralisasi casein phosphopeptide amorphous calcium phosphate fluoride (CPP-ACPF) terhadap kekerasan email | Wiryani | Majalah Kedokteran Gigi Indonesia 11250 53863 1 PB

1 2 6

Efek Aplikasi Pasta CPP-ACP Pada Mikrostruktur Permukaan Enamel Gigi Setelah Bleaching

0 0 17

Perbedaan Pengaruh Pemberian Bahan Remineralisasi Yang Mengandung Flour Dengan Casein Phosphopeptide-Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) Terhadap Kekerasan Permukaan Enamel Gigi

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perbedaan Pengaruh Pemberian Bahan Remineralisasi Yang Mengandung Flour Dengan Casein Phosphopeptide-Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) Terhadap Kekerasan Permukaan Enamel Gigi

0 2 16

Perbedaan Pengaruh Pemberian Bahan Remineralisasi Yang Mengandung Flour Dengan Casein Phosphopeptide-Amorphous Calsium Phosphate (CPP-ACP) Terhadap Kekerasan Permukaan Enamel Gigi

0 0 13