AGAMA DUNIA MESIR KUNO KUNO

AGAMA MESIR KUNO
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Agama-agama di Dunia”
Dosen Pengampu :
Tasmin, MA
NIP: 19720615 200003 1 004

Disusun Oleh :
1. Amilatul Farihah
2. Elfreda Rasyid

(9331.102.13)
(9331.007.13)

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2015
1


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan Rahmat, Taufik dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Agama-agama di Dunia ini dengan judul
Agama Mesir Kuno, Meskipun dengan bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Shalawat
serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Rasulullah saw yang telah membimbing dan
mengarahkan umatnya kejalan kehidupan yang penuh dengan cahaya terang ini.
Semoga Makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Harapan
penulis semoga Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Namun dalam pembuatan Makalah ini tentu masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Maka
dari itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Tiada gading yang tak retak. Begitu pula dengan pembuatan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan karena
kurangnya pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis berharap kepada para
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Kediri, 11 Maret 2015

Penulis

2

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebudayaan Mesir adalah kebudayaan tertua di dunia dan sudah berkembang semenjak
± 4000 tahun SM.1 Hal ini bisa dibuktikan dari peninggalan-peninggalannya seperti piramidapiramida, sphinx, cara mengawetkan mayat dan sebagainya. Selama itu pula pasti sudah banyak
manusia berkembang dari peradabannya. Baik dari segi budaya, sosial maupun kepercayaannya.
Bangsa Mesir sangatlah kental dengan berbagai kepercayaannya tehadap hal-hal gaib yang
kemudian disebutnya sebagai pemujaan. Mereka mengenal dewa-dewi yang dalam sekian abad
mencari kebenaran kepercayaan mereka.
Secara naluriah, manusia memang membutuhkan sesuatu “Yang
Tunggal” untuk diibadahi. Namun, Tuhan tidak membiarkan manusia untuk
menyembah apa saja sesuai keinginannya sendiri. Lantas bagaimana dengan
penduduk Mesir Kuno yang “mengibadahi” roh nenek moyang atau
mengklaim Fir’aun sebagai sesuatu yang Tunggal itu? Apa konsekuensi yang
mereka dapat dari Dia Yang Tunggal sesungguhnya?


B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah perkembangan kepercayaan bangsa Mesir Kuno?
2. Ajaran apa saja yang dianut bangsa Mesir Kuno?
3. Kitab apa yang dipakai oleh bangsa Mesir Kuno sebagai pedoman?
4. Bagaimana pendapat mereka tentang jiwa?

BAB II
1

Rivai, Moh. Perbandingan Agama.Semarang: Wicaksana. Hal. 68

3

PEMBAHASAN
A. AJARAN AGAMA MESIR KUNO
Mesir terletak di lembah sungai Nil dan delta sungai itu. 2 Kebudayaan mesir adalah
kebudayaan yang tertua di dunia dan sudah berkembang semenjak ± 4000 tahun SM. Pemikiran
ketuhanan beraneka macam dan sangat berbelit-belit. Tuhan mereka dapat timbul tenggelam
dengan berubah dan berganti menurut situasi dalam negeri. Bangsa Mesir lama menyembah
beberapa Tuhan. Kita lihat di sana ada dewa peperangan, dewa perdamaian dan dewa

kecantikan.3
Pemujaan-pemujaan yang begitu banyak di Mesir dapat disimpulkan kepada4:
1. Pemujaan Hewan
Pemujaan hewan-hewan di Mesir pada zaman dahulu, berasal dari adat memberi makan
kepada hewan-hewan di samping mereka memuja manusia. Hewan-hewan itu ada yang
diberi makan untuk menghindari bahayanya seperti singa, abulhaul (Sphinx – singa berkepala
manusia) dan ada pula yang diberi makan karena banyak faedah dan gunanya seperti
kambing, lembu dan sebagainya.
Lama kelamaan keyakinan kepada manusia itu berubah dan terbitlah keyakinan baru
yaitu bahwa hewan-hewan itu dianggap penjelmaan dari dewa-dewa kalau mereka turun ke
bumi ini. Mereka mengatakan bahwa burung rajawali adalah penjelmaan dari Dewa Horus,
dan lembu dari Dewa Ptah.
Mula-mula mereka berkeyakinan bahwa hewan yang dijelmakan dewa atau Tuhan hanya
terbatas pada suatu hewan tertentu, tetapi kemudian meluas kepada jenis-jenis hewan
tersebut. Segala lembu jadinya dianggap suci, segala buaya dihormati, begitu juga segala
kucing. Para pendeta mereka berkeyakinan pula bahwa binatang-binatang itu mengetahui
rahasia-rahasia gaib, yang telah dan akan terjadi.

2


Abu Ahmadi. Perbandingan Agama. Jakarta: Rineka Cipta. 1990. Hal. 47
Moh. Rifai. Perbandingan ... hal. 68
4
Ibid. 69
3

4

Negeri-negeri diperintah oleh beberapa raja. Mereka satu sama lain sering berperang.
Yang menang lalu mengambil sebagai lambangnya binatang yang ganas-ganas dan garang
seperti singa dan sebaginya. Yang kalah dipaksa supaya mengambil lambangnya hewanhewan yang patuh sperti lembu, kambing dan sebagainya. Lama-lama pokok pangkal ini
dilupakan saja, sehingga kedua macam lambang ini dipuja bersama, sebab dianggap
mempunyai kekuatan gaib.5
2. Pemujaan Tenaga Alam
Orang Mesir kuno memandang matahari dan sungai Nil sebagai Tuhan mereka. Matahari
dipandang sebagai Tuhan bangsa Mesir yang pertama, sebelum adanya Tuhan yang lain.
Kemudian datanglah Tuhan lainnya dan disembah bersama-sama dengan Tuhan Matahari
dan Nil seperti penyembahan terhadap bumi, langit, bulan, bintang dan sebagainya. Tapi
Matahari adalah Tuhan mereka yang terbesar dan dibei nama dewa “Ra”.
Pengabdian kepada Nil, dasar pokonya adalah manfaat lahir yang dirasakan oleh

manusia, atau kerusakan-kerusakan yang ditakuti akan timbul daripadanya, kemudian Nil
dipujanya pula dengan dewanya Osiris.
3. Pemujaan Terhadap Manusia dan Arwah
Semenjak ± 3400 SM seluruh Mesir telah dikuasai oleh seorang Fir’aun atau Pharao. Ia
adalah raja yang terbesar dan dipuja sebagai dewa. Rakyatnya harus taat sepenuhnya
kepadanya dan diwajibkan membayar pajak yang seberat-beratnya serta menjalankan
kewajiban bagi dia. Di beberapa daerah diangkatnya pegawai-pegawai tinggi untuk
mewakilinya. Mereka merupakan kaum ningrat yang besar pengaruhnya.
Semenjak dia mendakwakan dirinya sebagai Tuhan, istrinya merasa senang karena
menganggap dirinya dapat bergaul dengan dewa. Para pendeta mendapat jabatan sebagai
perantara antara dewa dengan rakyat. Demikianlah penyembahan terhadap manusia
berlangsung.

5

Ibid.

5

Setelah Fir’aun meninggal, timbullah pertanyaan dalam hati mereka, mengapa Tuhan

Fir’aun mati juga seperti manusia biasa, padahal sebenarnya ia itu Tuhan. Dalam hal ini para
pendetalah yang menjadi sasaran. Pendeta-pendeta itu lalu memberi jawaban untuk
menenangkan mereka, bahwa Fir’aun itu sebenarnya bukan mati, hanya rohnya saja yang
berpindah tempat. Rohnya akan pindah ke tubuh anaknya dengan daya dan kekuatan yang
lebih dari pada sebelumnya. Jadi Horus tetapa ada dan tetap berkuasa6.
Keterangan yang diberikan pendeta itu tidak dapat menenangkan orang, rakyat belum
puas dan masih ragu-ragu. Keraguan mereka itu membuat pendeta memberikan keterangan
lain, yaitu fir’aun itu sebenarnya mempunyai tiga roh, yakni:
1. Rohnya menjelma menjadi Menes di dunia ini dan seterusnya akan pindah menjelma
kepada keturunannya.
2. Rohnya lebih tinggi yang naik ke alam. Osiris sesudah matinya yaitu ke alam akhirat.
3. Rohnya tetap bersama jasadnya sesudah ia meninggal.
Karena itulah sebenarnya Fir’aun tidak mati, dia selalu dapat membantu anaknya dengan
sesuatu yang tinggal padanya. Selama tubuh Fir’aun belum hancur, dia tetap bersama
anaknya. Untuk itu maka mayat Fir’aun diberi obat-obatan supaya jangan rusak hingga
menjadi mummi kemudian kuburan Fir’aun itu diberi lubang untuk tempat lalu lintas
rohnya, kuburan Fir’aun itulah yang berbentuk pyramide.
Kemudian mereka tahu juga bahwa mummi itu tidak akan tahan selama-lamanya, lalu
mereka buatlah patung Fir’aun yang sama betul dengan orangnya. Dan anggapan mereka
bahwa rohnya akan tetap menempati patung itu. Patung ini pun mereka sembah, seperti

menyembah Fir’aun waktu hidupnya. Dan karenanya maka timbullah penyembahan yang
lain, yaitu penyembahan berhala.
4. Pemujaan Terhadap Berhala.
Karena masih ragu-ragu, bahwa patung yang sudah dibuat itu tidak serupa betul dengan
Fir’aun, maka mereka membuat beberapa patung lagi, karena beranggapan bila tidak sama
betul dengan Fir’aun, maka rohnya tidak akan menempati patung itu. Kemudian mereka
melakukan ibadahnya terhadap patung-patung semuanya. Lama-lama timbul pula
6

Ibid. 70-71

6

kepercayaan bahwa Tuhan mereka selainnya Fir’aun, tentu bisa pula bertempat atau
menjelma pada patung-patung yang berbagai macam, ada yang berbentuk manusia dan ada
yang berbentuk binatang berkepala manusia seperti abulhaul dan sebagainya.
Macam-macam bentuk itu menurut khayalan mereka masing-masing, dan di antara
patung itu ada yang dipuja bersama dan ada yang dipuja khusus untuk masing-masing
kampung atau keluarga.
5. Dewa-dewa dalam Agama Mesir Kuno

Menurut mereka alam ini diperintah oleh beberapa dewa yang tergabung dalam satu
Pantheon Tanries (majlis dewa-dewa) yang terdiri dari sembilan dewa dan diketuai oleh
dewa Ra.
Dewa sembilan itu ialah:
a.
b.
c.
d.
e.

Ra: dewa matahari
Su: dewa angin
Tifnit: dewa udara
Jib: dewa bumi
Nut: dewa langit

f.
g.
h.
i.


Osiris: dewa Nil
Isis: dewa kesuburan
Sit: dewa kemarau
Niftis: dewa tanah tandus

Yang sembilan ini menurut mereka lahir-melahirkan, jadi tidak timbul sekaligus. Unsur
yang mula-mula ada dari azal ialah air. Dari air ini timbullah pertama-tama Ra dan
daripadanya terbit matahari. Dari matahari timbul Su dan Tifnit menimbulkan Jib dan Nut.
Dari keduanya lahirlah dua pasangan yang bertentangan yaitu Osiris dan Isis disatu pihak
serta Sit dan Niftis di lain pihak. Masing-masing dewa yang sembilan ini mengandung jiwa
yang disebut Mat yaitu putra Ra. Mat itu adalah dewa hakikat, dewa kebenaran dan
keadilan.7
Selain dari dewa-dewa pokok tersebut diatas, mereka juga menuju dewa-dewa kecil yang
bersifat individual atau bersifat lokal (setempat). Dewa-dewa kecil dipuja oleh kelompok
suku-suku, dinasti dari raja-raja tertentu pada masa tertentu, masyarakat Mesir tertentu dan
sebagainya. Dengan kepercayaan terhadap adanya dewa-dewa kecil itu maka muncullah 42
orang dewa-dewa yang terdiri dari 9 dewa besar dan 33 dewa kecil lainnya yang
mendapatkan pemujaan sepanjang masa.
7


Rifai, Moh. Perbandingan ... hal. 72

7

Dewa-dewa kecil ini merupakan lambang kekuatan alam dan juga terdiri dari binatangbinatang yang dipandang suci dan dipuja oleh mereka, seperti:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Dewa Aton
Dewa horus
Dewa Funix
Dewa Ibis
Dewa Hator
Dewa Apis

g. Anubis

: dewa matahari di ufuk timur ( pada waktu pagi hari)
: dewa di musim semi
: dewa burung bangau
: dewa ranggung (burung air)
: dewa sapi
: dewa lembu jantan yang sangat disucikan oleh pendeta-pendeta
Amon di kuil memphis8
: dewa untuk melindungi dari kematian dan

membawa mereka ke
alam baka.
h.
Sobek
:digambarkan sebagai buaya lengkap,
atau sebagai manusia berkepala buaya bersama
salibnya

yang

menggambarkan

kemampuannya

untuk membatalkan kejahatan dan menyembuhkan
i.

penyakit
Thoth

j.

Iblis dimana dia memimpin masyarakat setempat.
Sekhmet :Sekhmet digambarkan sebagai singa

:digambarkan dengan kepala dari suatu

betina, pemburu paling sengit yang diidentifikasi
sebagai
k.

pelindung

dari

Fir’aun

dan

memimpin

mereka dalam peperangan.
Khnum
:dianggap sebagai pencipta tubuh anakanak manusia, yang dilakukan di roda tembikar, dari
tanah liat, dan ditempatkan pada ibu mereka
(rahim)9

Binatang-binatang lain yang dipandang suci adalah kucing, anjing, buaya dan sebagainya.
Dalam hubungan inilah ada benarnya teori totemisme yang dikemukakan oleh Sigmund
freud dalam bukunya “The Future of An Illusion” p.41 bahwa totemisme mempunyai
hubungan yang erat dengan agama di kemudian hari. Totem merupakan jenis binatang suci
dari dewa-dewa. Pembatasan moral yang dalam, larangan membunuh, serta menyakiti rang
lain adalah berasal dari paham totemisme ini.
8

Arifin, M.M. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama besar. 1986. Jakarta: PT Golden Terayon Press. Hal. 12
http://gtheynova.wordpress.com/2012/06/26/agama-mesir-kuno-ilmu-perbandingan-agama
retrieved on saturday, 21st Feb 2015
9

8

Jika bangsa Mesir memuja binatang-binatang baik secara simbolis maupun secara
langsung, maka hal tersebut disebabkan oleh karena watak dan jalan pikirannya terpengaruh
oleh kesederhanaannya dalam memahami gejala alam sekitarnya. Watak primitif tersebut
berada dalam arti bahwa mereka banyak terpengaruh alam sekitar serta masih dalam taraf
berpikir pralogis (tingkat permulaan) dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana halnya
dengan suku-suku terasing di negara kita.10
6. Bertuhan Satu
Pada abad 16 SM, telah mulai ada gerakan untuk menghapuskan penyembahan terhadap
beberapa Tuhan atau dewa di Mesir. Pada pertengahan abad ini di waktu kebesaran Kota
Thebe, seorang raja bernama Amenhotep IV dari dinasti XVIII, mengadakan perubahan
dalam lapangan agama.11
Pertama-tama tindakannya sebagai raja yang berkuasa ialah menentang pengaruh para
pendeta. Dia ingin mengadakan pembaharuan dalam segala lapangan, termasuk lapangan
ketuhanan. Amon yang sekarang ini disembah oleh raja-raja dan rakyat sebelumnya,
digantinya dengan Aton (dewa matahari), kemudian nama raja itu sendiri digantinya pula
dengan nama Ekhnaton untuk menyesuaikan dirinya dengan dewa Aton.
Dihapuskannya segala Tuhan banyak, dan segala Tuhan binatang, kemudian
diharuskannya rakyat menyembah Aton, Tuhan alam semesta yang menjadikan alam ini
seluruhnya. Untuk mengagungkan kebesaran Aton, Ekhnaton mendirikan sebuah kota yang
dinamainya Arkhot Aton, khusus untuk menyembah dan memuja dewa Aton.
Sepeninggal Ekhnaton orang kembali bertumbuhan dewa-dewa lainnya lagi, seperti
Amon dan sebagainya. Ajaran-ajarannya tidak mendarah daging bagi rakyatnya. Hal ini
mungkin sekali disebabkan oleh:
a.

Paksaan yang dilakukan Ekhnaton untuk mengikuti pahamnya, bukan karena

b.

kesadaran mereka.
Maksud atau niat yang tidak bersih dari Ekhnaton sendiri, yaitu sekedar untuk
mendapatkan kebesaran duniawi saja. Ada di antar para ahli yang mengatakan,

10
11

Arifin, H.M. Menguak ... Hal. 12
Moh. Rifai. Perbandingan ... hal. 72

9

bahwa tujuan Ekhnaton menyatukan agama dan kepercayaan rakyat Mesir, hanya
untuk kepentingan siasat negara dan kedudukan saja.12
Agar mereka tidak terlarut-larut dalam jurang kesesatan, tahayul-tahayul serta hufarathufarat, maka Allah Swt. segera mengutus Nabi Musa pada masa Pharao Ramses II pada
abad ke 13 S.M. untuk meluruskan sistem kepercayaan mereka yang tidak benar itu.
Walaupun Pharao Ramses II saat itu tidak mau mengikuti ajaran Nabi Musa, namun
akhirnya ajaran Nabi Musa yang berdasarkan monotheisme mutlak dapat mendobrak
polytheisme bangsa tersebut termasuk tradisi-tradisi kepercayaan paganistis (keberhalaan)
mereka. Akhirnya riwayat paganisme dan polytheisme Mesir Kuno mengalami kehancuran
totalbersama dengan runtuhnya kerajaan Pharao pada abad ke 6 S.M.13
B. KITAB KEMATIAN BANGSA MESIR
Agama Mesir merupakan kepercayaan politeistik, ratusan dewa dan dewi disembah di
sepanjang lembah Nil. Para Dewa diyakini menampakkan diri dalam gambar tertentu dan
seniman menggambarkannya dalam bentuk patung.
Mereka menganggap akhirat sebagai bagian dari perjalanan untuk mencapai surga,
perjalanan yang berbahaya sehingga memerlukan magis sepanjang perjalanan. Mereka percaya
bahwa setiap orang memiliki, selain tubuh fisik, yang bersifat rohani ganda. Menganggap nama
dan bayangan seseorang sebagai entitas yang hidup, bagian dari eksistensi spiritual, bukan hanya
bahasa dan fenomena alam. Anggapan bahwa kematian hanya sebagai gangguan sementara,
bukan penghentian hidup yang lengkap, dan percaya bahwa setelah kematian mereka akan
menghadapi pengadilan di dunia bawah sebelum dewa Osiris dan 42 hakim di Aula Pengadilan.
Kitab Kematian biasanya menggunakan gulungan papyrus dengan berbagai mantra
tertulis di atasnya, dalam naskah hieroglif. Biasanya memiliki ilustrasi berwarna yang indah,
sangat mahal sehingga hanya digunakan bagi mereka yang kaya dan berstatus tinggi. Hal ini
bergantung pada pada kekayaan masing-masing, bisa membeli papirus yang sudah diisi mantra
atau bisa menghabiskan banyak uang untuk memilih mantra yang diinginkan.
Beberapa mantra memastikan mereka untuk mengontrol tubuh setelah kematian. Orang
Mesir kuno percaya bahwa seseorang terdiri dari elemen berbeda yaitu tubuh, roh, nama, hati,
12
13

Ibid. 73
Arifin, H.M. Menguak ... Hal. 14

10

semua itu perwujudan seseorang, dan mereka takut bahwa elemen-elemen tersebut akan
menghilang setelah kematian. Ada banyak mantra untuk memastikan mereka agar tidak
kehilangan kepala atau hati dan tidak membusuk, serta mantra lain tentang menjaga hidup
dengan menghirup udara, memiliki air minum dan makanan.
Ada juga mantra yang melindungi diri sendiri karena menurut orang Mesir kuno, mereka
akan diserang dalam perjalanan ke akhirat melalui berbagai media seperti binatang buas,
diserang oleh dewa atau setan yang melayani dewa. Dalam dunia berikutnya ada banyak dewa
yang menjaga gerbang yang harus dilewati, dan jika tidak memberikan jawaban yang benar atas
pertanyaan, dewa-dewa itu akan menyerang, mereka memiliki pisau dan ular di tangan. Hal ini
didasarkan pada ancaman yang mereka ketahui dalam kehidupan nyata, hanya jauh lebih
menakutkan dan jauh lebih berbahaya.
Tanpa mantra yang benar mereka bisa dihukum, seperti disimpan di blok pembantaian,
dipenggal kepalanya, atau bisa terbalik (proses pencernaan juga terbalik, sehingga harus makan
kotoran dan minum air kencing selamanya).14
C. PENDAPAT TENTANG JIWA
Orang mesir kuno mempunyai kepercayaan, bahwa ruh manusia itu kekal, tidak mati.
Apabila sudah mati, ruhnya masuk ke dalam perut bumi dan di situlah ia dihadapkan di muka
pengadilan yang beranggotakan 42 hakim, yang diketuai oleh dewa Osiris. Hatinya di timbang,
dan sudah selesai ditimbang lalu disiram dengan air hidup, kemudian ia melanjutkan perjalanan
ke surga. Pintu surga terbuka bila ia membaca mantra-mantra dari kitab kematian dan ruh jahat
pun menjauhkan diri.
Kekuatan dan pengetahuan selalu bertambah, akhirnya sampai pada lapangan
kebahagiaan, dimana dewa Ra bertahta. Jiwanya makin bersifat dewa, oleh karenanya dapatlah ia
berhadapan muka dengan dewa, dan akhirnya ia pun menjadi dewa juga.Jika timbangan hatinya
ringan, maka ia harus kembali ke dunia dengan jalan menjelma, masuk ke dalam badan orang
gila atau masuk neraka, dimana ia disiksa oleh setan-setan.

14

www.apakabardunia.com/2012/12/mengenal-kitab-kematian-bangsa-mesir.html retrieved on Saturday, 21st
February 2015

11

Orang mesir kuno, mempunyai kepercayaan, bahwa orang mati itu hanya sebagai orang
tidur, ia tetap hidup di alam yang dikuasai oleh dewa kematian. Mereka mempunyai kepercayaan
bahwa manusia itu terdiri dari ruh (badan halus) dan jasmani (tubuh besar). Jika manusia mati
maka ruhnys masih ada hubungan nya dengan tubuh kasar yang ia pakai waktu hidup. Jika tubuh
kasarnya rusak, maka mau tidak mau ruhnya menjelma kembali ke dunia ini. Itulah sebabnya
orang mesir kuno menjaga baik-baik tubuh orang mati, yakni di jadikan mummi, agar tidak
rusak. Karena itu mereka mempunyai cara istimewa dalam mengubur mayat mereka. Mayat
orang bisa di kubur dalam batu di pegunungan, mayat raja-raja dikubur dalam pyramide dan
disediakan perkakas rumah tangga dan lain sebagainya.15
Kepercayaan tentang kekalnya ruh manusia itu timbul dari filsafat yang mengandung
teori spekulatif yang didasarkan atas perhitungan yang rasional tentang kenyataan-kenyataan
hidup alam ini yaitu dihubungkan dengan adanya kekuatan yang berlawanan satu sama lain,
seperti adanya sakit disamping adanya sehat dan seterusnya. Oleh karena hidup adalah
perpaduan antara rohani dan jasmani, maka bila kedua unsur tersebut berpisah satu sama lain,
timbullah keadaan yang kontradiktif yaitu jasmani terdiri dari susunan zat-zat yang mudah
hancur, sedang rohani merupakan anasir yang bersifat kekal abadi.
Oleh karena itu, kita yakin bahwa segala macam teori tentang jiwa baikyang pernah atau
yang akan dikemukakan para ahli ilmu pengetahuan tidak lain hanyalah spekulatif belaka,
sedang hakikat kebenarannya belum dapat kita yakini; karena masing-masing teori hanyalah
meninjau dari satu aspek di antara beberapa aspek yang ada pada objek kebenaran itu sendiri.
Oleh karena itu hasilnya pun paling tinggi adalah hanya merupakan satu dari segi kebenaran
yang ada.16

15
16

Moh. Rifai. Perbandingan ... Hal. 73
Arifin, H.M. Menguak ... Hal. 16-17

12

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebudayaan mesir adalah kebudayaan yang tertua di dunia dan sudah berkembang
semenjak ± 4000 tahun SM. Pemikiran ketuhanan beraneka macam dan sangat berbelit-belit.
Tuhan mereka dapat timbul tenggelam dengan berubah dan berganti menurut situasi dalam
negeri. Bangsa Mesir lama menyembah beberapa Tuhan. Pemujaan yang mereka lakukan dapat
disimpulkan menjadi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pemujaan Hewan.
Pemujaan Pemujaan tenaga Alam
Pemujaan terhadap manusia dan arwah
Pemujaan terhadap berhala
Pemujaan kepada dewa-dewi yang banyak
Bertuhan satu
13

Kitab Kematian biasanya berisi berbagai mantra dalam naskah hieroglif. Beberapa
mantra memastikan mereka untuk mengontrol tubuh setelah kematian. Orang Mesir kuno
percaya bahwa seseorang terdiri dari elemen berbeda yaitu tubuh, roh, nama, hati, semua itu
perwujudan seseorang, dan mereka takut bahwa elemen-elemen tersebut akan menghilang
setelah kematian. Ada banyak mantra untuk memastikan mereka agar tidak kehilangan kepala
atau hati dan tidak membusuk, serta mantra lain tentang menjaga hidup dengan menghirup udara,
memiliki air minum dan makanan.
Orang mesir kuno mempunyai kepercayaan, bahwa ruh manusia itu kekal, tidak mati.
Apabila sudah mati, ruhnya masuk ke dalam perut bumi dan di situlah ia dihadapkan di muka
pengadilan yang beranggotakan 42 hakim, yang diketuai oleh dewa Osiris. Hatinya di timbang,
dan sudah selesai ditimbang lalu disiram dengan air hidup, kemudian ia melanjutkan perjalanan
ke surga. Pintu surga terbuka bila ia membaca mantra-mantra dari kitab kematian dan ruh jahat
pun menjauhkan diri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmadi, Abu. Perbandingan Agama. 1990. Jakarta: Rineka Cipta
2. Rivai, Moh. Perbandingan Agama.Semarang: Wicaksana
3. Arifin, M.M. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama besar. 1986. Jakarta: PT Golden
Terayon Press
4. www.apakabardunia.com/2012/12/mengenal-kitab-kematian-bangsa-mesir.html
5. gtheynova.wordpress.com/2012/06/26/agama-mesir-kuno-ilmu-perbandingan-agama

14