Tanggapan tentang hukum selama zaman Yunani – Romawi dibahas

SEJARAH FILSAFAT

I.

ZAMAN YUNANI – ROMAWI

Tanggapan tentang hukum selama zaman Yunani – Romawi di bahas dalam empat pasal:
1. Alam Pikiran Kuno
2. Plato
3. Aristoteles
4. Hukum Romawi

1. ALAM PIKIRAN KUNO (abad VI dan V sebelum Masehi)

Filsuf – filsuf pertama pada alam fikiran kuno memandang manusia sebagai bagian dari
semesta alam dimana hal – hal muncul dan lenyap menurut suatu keharusan alam.

ANAIMANDER berpendapat bahwa keharusan alam dan hidup kurang dimengeti
manusia tapi mengerti bahwa keteraturan hidup bersama harus disesuaikan dengan
keharusan alamiah yang menimbulkan keadilan.


HERAKLEITOS mengatakan bahwa hidup manusia harus sesuai dengan keteraturan
alamiah.

PARMENIDES melangkah lebih jauh yang berpendapat bahwa logos membimbing arus
alam hingga alam dan hidup mendapat suatu keteraturan yang terang dan tetap.

Dengan demikian menurut filsuf – filsuf pertama hukum tidak terbatas pada masyarakat
manusia. Belum dibedakana antara hukum alam dan hukum positif. Keduanya dianggap
sebagai aturan ilahi.

Kaum Sofis
Di sini polis telah punya aturan hokum yang terang. Keharusan alamiah sudah menjadi
hokum yang tarang melalui undang – undang polis dan praktek hokum yang seuai.

Sokrates sama sekali tidak menyetujui pandangan kaum sofis. Ia berpendapat bahwa
kebenaran bersifat obyektif dan sebagai demikian merupakan pedoman yang tetap bagi
semua manusia.

2. PLATO ( 427 – 347 seb. Masehi)


Ajaran Plato tentang Negara dan hokum mengandung unsur – unsur yang baik bagi
perkembagan suatu Negara yang adil dan merdeka. Namun dapat dipertanyakan apakah
ideal Negara Plato tidak terlalu tinggi dan abstrak untuk diwujudkan dalam kenyataan.
Hamper tidak mungkin bahwa selalu orang bijaksana menjadi pemimpin Negara, dan
bahwa semua orang puas dengan kedudukan dan tugasnya.

3. ARISTOTELES (384 – 322 seb. Masehi)

Jasa Aristoteles sebagai pemukir tentang hokum cukup menyolok. Dia yang pertama
membedakan antara hokum alam dan hokum positif dan pertama kalinya megerjakan
suatu teori keadilan.

Beberapa pengertian hokum menurut Aristoteles:
1. Hukum alam: disamakan dengan kebebasan yang dinikmati seorang warga polis
yang ikut serta dalam kegiatan politik. Pribadi – pribadi lain yang hidup dalam
polis tidak punya hak yang sama. Dalam artian hokum alamdalam arti hak – hak
manusia belum ada.
2. Hukum Privat. Negara menguasai segala bidang kehidupan. Negara juga
merupakan satu – satunya instansi yang berwibawa untuk membentuk hokum.
Dalam artian hokum privat yang sesungguhnya belum ada.

3. Hukum positif. Adalah semua hokum yang ditentukan oleh penguasa Negara.
Harus selalu ditaati, sekalipun ada hokum yang tidak adil.

4. HUKUM ROMAWI (abad III seb. Mas – abad V ses. Masehi)

Aliran filsafat yang mempengaruhi pandangan orang romawi mengenai hokum adalah
aliran Stoa yang memiliki ide dasar bahwa semua yang ada merupaka satu kesatuan yang

teraturberkat suatu prinsip yang menjamin kesatuan itu yakni jiwa dulia (logos). Hidup
bersama manusia juga punya hubungan dengan logos melalui hokum universal yang
terdapat dalam segala – galanya. Aturan hokum terwujud dalam keluarga, dalam Negara,
dalam masyarakat umat manusia, akhirnya dalam masyarakat universal. Dan yang paling
penting adalah timbulnya hokum bangsa – bangsa. Menurut Sneca kekuasaan dalam
Negara tidak dibatsi oleh salah satu kekuasaan di luar Negara itu. Kepala Negara
memerintah secara mutlak.

II.

ABAD PERTENGAHAN


Tanggapan mengenai hokum selama Abad pertengahan dibagi dalam tiga fasal:
1. Augustinus
2. Thomas Aquinas
3. Hukum Islam

1. AUGUSTINUS (354 – 430)

Menurut pandangannya kebenaran tidak ditemukan pertama – tama dalam pikiran akal
budi teoretis sebagaimana diajarkan oleh filsuf – filsuf. Pandangannya mengenai hokum
positif kurang jelas. Kadang – kadang ia mengatakan bahwa hokum itu harus berdasrkan
pada hokum alam supaya mempunyai kekuatan hokum. Kadang ia mengatakan bahwa
hokum berlaku tergantung dari pengesahan dari Negara.hal ini menjadi dilema bagi
Augustinus yang akan timbul kembali dalam seluruh sejarah filsafat hokum: apakah

hokum harus adil supaya berlaku sebagai hokum atau cukuplah suatu aturan berasal dari
kekuasaan yang sah.

2. THOMAS AQUINAS (1225 – 1275)

Dalam membahas atri hokum Thomas mulai membedakan antara hokum yang berasal

dari wahyu dan hokum yang dijangkau oleh akal budi manusia sendiri. Thomas
memandang semesta alam sebagai suatu kesatuan substansi- substansi dengan wujud
yang berbeda-beda. Thomas membedakan antara keadilan distributive, keadilan tukar
menukar , dan keadilan legal :
1. keadilan distributive menyangkut hal – hal umum, seperti jabatan, pajak
dsb. Hal ini harus dibagi menurut kesamaan geometris.
2. keadilan tukar menukar menyangkut barang yang ditukar antara pribadi
seperti jual-beli dsb. Ukurannya bersifat aritmetis.
3. keadilan legal menyangkut keseluruhan hokum, sehingga dapat dikatakan
bahwa kedua keadilan tadi terkandung dalam keadilan legal ini.

3. HUKUM ISLAM

Bila ditinjau kembali pandangan – pandangan tentang hokum selama abad pertengahan
dapat disimpulkan bahwa pandangan – pandangan yang ada tidak terlepas dari keyakinan
orang-orang sebagai orang beragama. Baik Kristen maupun islam aturan hokum dianggap
sebagai perwujudan kehendak allah . namun ada perbedaan pendapat atau pandangan

orang terhadap hokum yakni mengenai hubungannya dengan wahyu allah. Dalam
kalangan umat islam aturan hokum dianggapi sebagai suatu gejala yang langsung

bertalian dengan wahyu. Menurut agustinus akal budi manusia dapat memikirkan gejala –
gejala hidup yang diantaranya juga aturan hokum. Namun wahyu dianggapnya mutlak
perlu untuk menunjukkan jalan bagi akal budi manusia yang mudah tersesat. Pada
Thomas Aquinas akal budi manusia sudah memperoleh peranannya sendiri, lepas dari
wahyu.wahyu hanya mempunyai suatu control atas hasil pemikiran manusia.

Dalam zaman modern peranan akal budi dalam memikirkan gejala-gejala hidup menjadi
makin besar sampai berfikir itu di pandang srbagai sumber kebenaran.

III.

ZAMAN RENAISSANCE

Dalam zaman Renaissance akan di bahas:
1. Pelopor – pelopor zaman baru
2. Abad XVI
3. Hugo Grotius
4. Thomas Hobbes

1. PELOPOR –PELOPOR ZAMAN BARU


WILLIAM DARI OCCAM (1290/1300 – 1350)
Menurut Occam ide – ide yang diperoleh manusia sebagai bahan pengetahuan, sama
sekali tidak dapat dipastikan kebenarannya. Ide –ide tersebut hanya nama – nama yang
digunakan manisia dalam praktek hidup. Berlaku sebagai suatu kebenaran sejauh mereka
itu menyatakan suatu hubungan logis satu sama lain. Tetapi kebenaran dalam arti yang
sebenarnya tidak ada dalam jangkauan fikiran manusia.

MARSILIUS DARI PADOVA (1270 -1340)
Mempunyai pandangan baru dalam bidang filasafat politik, yakni tentang Negara sebagai
masyarakat yang lengkap. Menurutnya Negara adalag rakyat, yang secara bebas
membangun hidup bersama melalui wakil – wakilnya demi kepentingan umum.

Massilius membela pendapat bahwa Gereja hanya mempunya fungsi rohani, dan tidak
memiliki wewenang dalam bidang duniawi. Di bidang duniawi gereja berada di bawah
kekuasaan Negara. Pun dalam bidang hokum gereja tidak berwenang.

2. ABAD XVI

DESIDERIUS ERAMUS (1469 – 1536)

Pendapatnya tentang hidup bermasyarakat dan tentang gereja disalurkannya dalam suatu
buku satritis yang termasyur yang berjudul laus stultitiae atau Moriae encomium (1509)

THOMAS MORE
Merupakan humanis inggris yang paling terkemuka yang menjabat fungsi tinggi
kehakiman dan politik.
Ia mengeritik situasi masyarakat pada zamannya. Dengan ini ikut diciptakannya
pandangan demokratis atas Negara.

PROTESTANTISME
Tahun 1517 bagian – bagian besar umat Kristiani, khususnya di Eropa Utara memisahkan
diri dari gereja Roma. Yang memprotes kewibawaan dan ajara paus di roma dan
mengikuti suara hati sendiri yang melahirkan gereja –gereja protestan.

3. HUGO GROTIUS

Pandangan hukum alam pada grotius berbeda dari panangan hokum alam dalam abad
pertengahan yang pada zaman itu menganggap hokum alam sebagai hokum yang menjadi
nampak dalam aturan alam sebagai pernyataan dari aturan yang direncanakan allah. Maka
hokum alam itu merupakan pencerminan dari hokum abadi yang ada dalam allah sendiri.


Hukum alam yang telah didapati dalam bentuk prinsip – prinsip obyektif, nampak juga
dalam hak – hak subyektif yang ada pada manusia, yakni dalam hak – hak alam.
Menurut grotuis hak – hak alam itu adalah:
-

hak untuk berkuasa atau atas diri sendiri, yakni hak atas kebebasan

-

hak untuk berkuasa atas orang lain, seperti kewibawaan orang tua kepada
anaknya

-

hak untuk berkuasa sebagai tuan atau majikan, seperti halanya dalam
hubungan dengan istri dan pelayan

-


ha untuk berkuasa atas milik dan barang – barang lain, yang berhubungan
dengan milik.

4. THOMAS HOBBES

Menurut Hobbes metoda yng tepat untuk mendapatkan kebenaran adalah metoda yang
digunakan dalam ilmu – ilmu pengtahuan positif, yakni dalam ilmu – ilmu pengeahuan
fisika dan matematika.

IV. ZAMAN RASIONALISME
Pada zaman rasionalisme akan di bahas dalam lima fasal:
1. Pufendorf dan Thomasius
2. Christian Wolff
3. John Locke
4. Aufklarung di Perancis
5. Immanuel Kant

1. PUFENDORF DAN THOMASIUS

Samuel Pufendorf menyatakan bahwa subyektivitas hokum dan persona hokum tidak

sama dengan realitas suatu individu atau dengan realitas suatu lembaga masyarakat.
Subyektivitas hokum dalam suatu bentuk dari suatu individu atau lembaga, yakni
keadaan normative yuridis daripadanya.

Menurut Pufendorf timbulnya Negara dilangsungkan melalui empat persetujuan:
-

persetujuan individu – individuuntuk membentuk hidup bersama

-

keputusan dari mayoritas tentang bentuk Negara

-

pemilihan seorang kepala Negara

-

persetjuan dari pihak para warganegara untuk tunduk kepada yang
berkuasa.

Thomasius mengetengahkan beberapa gagasan tentang hokum alam: hokum alam adalah
hokum ilahi yang tertanam dalam hati manusia yang mewajibkannya untuk berbuat apa
yang sesuai dengan hakekat manusia dan tidak berbuat apa yang melawanhakekat itu.

2. CHRISTIAN WOLF (1679 – 1754)

Ajaran Wolf tentang Negara bertolak dari prinsip bahwa masyarakat – masyarakat kecil
tidak dapat menjamin hidup sejahtera secara penuh. Untuk itu Negara diperlukan. Maka
Negara merupakan suatu ciptaan manusia, dengan menciptakan Negara manusia mau
menjamin kesejahteraan hidupnya.

3. JOHN LOCKE (1632 – 1704)

Locke secara prinsipial menolak ide staats rason. Menurutnya mustahillah manusia
menyerahkan hak – hak aslinya kepada instansi lain, oleh sebab hak – hak itu melekat
pada manusia sebagai pribadi. Hanya kalau orang telah melanggar undang – undang atau
dikalahkan dalam perang terdapat kemungkinan mencabut hak – hak pribadi itu.

4. AUFKLARUNG DI PERSACIS

Pada era ini terdapat bebarapa tokoh yang terkenal diantaranya Montesque yang terkenal
dengan ajarannya yaitu Trias Politica, dan Jean-Tacques Rousseau

5. IMMANUEL KANT
Pada abad ini kant menggabungkana antara teori empirisme dan rasionalisme yang ada
pada abad itu. Bersama empirisme kant menerima bahwa segala pengetahuan berasal dari
obyek: pengetahuan baru ada isinya, bila diisi oleh alam. Bersama rasionalisme kant
menerima bahwa pengetahuan hanya mungkin berkat daya subyek; pengaruh subyek itu
berlangsung melalui formen a priori tersebut.
Konsekuensi teori kant ini ialah bahwa tidak mungkin terdapat suatu pengetahuan
obyektif tentang apa yang ada. Kant berkata bahwa apa yang dikenal ialah fenomena,
tetapi hal sendiri tidak dapat di kenal. Apa yang di kenal ialah hal sebagaimana ditangkap
oleh manusia.