Perbedaan perencanaan tebal perkerasan S

Perbedaan perencanaan tebal perkerasan SKBI 1987 dengan Pt
T-01-2002-B dari sisi parameter yang digunakan dan
kemudahan pengerjaan.

A. Parameter
1. Lalu Lintas
a. Angka Ekivalen (E)
Pada SKBI 1987, angka ekivalen beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus
daftar yang mencakup sumbu tunggal dan sumbu ganda, sedangkan pada Pt T-01-2002-B,
angka ekivalen beban gandar sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut tabel, dimana
tabel ini hanya berlaku untuk roda ganda. Untuk roda tunggal ditentukan dengan
menggunakan rumus.
b. Jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan ( C )
Pada SKBI 1987, jumlah jalur dan lajur ditentukan dari lebar perkerasan, berdasarkan pada
daftar/tabel. Dan koefisien distribusi kendaraan ( C ) untuk kendaraan ringan ( berat total < 5
ton ) dan kendaraan berat (berat total > 5 ton ) yang lewat pada jalur rencana ditentukan
menurut daftar/tabel, ditentukan berdasarkan jumlah lajur dan jumlah arah, sedangkan pada
Pt T-01-2002-B, tidak terdapat rumusan atau tabel yang dapat digunakan untuk menentukan
jumlah jalur dan lajur. Dan lalu lintas pada lajur rencana diberikan dalam kumulatif beban
gandar standar, yang diperoleh dengan menggunakan rumus, yaitu perkalian antara factor
distribusi arah, factor distribusi lajur dan beban gandar standar kumulatif untuk 2 arah. Lalulintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam pedoman ini adalah

lalu-lintas kumulatif selama umur rencana, yang diperoleh dengan menggunakan rumus,
yaitu perkalian antara beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana selama setahun
dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth).
c. Pada SKBI 1987, terdapat parameter Lalu lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus
Lintas Ekivalen, yaitu :

-

Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan yang ditentukan pada awal
umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing

-

arah pada jalan dengan median.
Lintas Ekivalen Permulaan (LEP), Lintas Ekivalen Akhir (LEA), Lintas Ekivalen Tengah

(LET), Lintas Ekivalen Rencana (LER) yang diperoleh dengan menggunakan rumus.
Sedangkan pada Pt T-01-2002-B tidak terdapat parameter- parameter tersebut
d. Pada Pt T-01-2002-B terdapat parameter Reliabilitas
Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian ke dalam proses

perencanaan untuk menjamin bermacam-macam alternatif perencanaan akan bertahan selama
selang waktu yang direncanakan (umur rencana). Sedangkan pada SKBI 1987 tidak terdapat
parameter tersebut.
2. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR
Pada SKBI 1987 terdapat parameter DDT dan CBR, DDT ditetapkan berdasarkan grafik
korelasi, dan harga CBR diperoleh dari hasil pengujian CBR lapangan atau CBR
laboratorium. Sedangkan pada Pt T-01-2002-B tidak terdapat parameter tersebut.
3. Koefisien Drainase
Pada Pt T-01-2002-B diperkenalkan koefisien drainase untuk mengakomodasi kualitas sistem
drainase yang dimiliki perkerasan jalan. Nilai koefisien drainase dapat dilihat pada tabel yang
sudah ditetapkan. Sedangkan pada SKBI 1987 tidak terdapat parameter tersebut.
4. Faktor Regional
Pada SKBI 1987 terdapat parameter faktor regional (FR), dimana FR hanya dipengaruhi oleh
bentuk alinyemen, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim, yang ditentukan
menurut daftar/tabel. Sedangkan pada Pt T-01-2002-B tidak terdapat parameter tersebut.
5. Indeks Permukaan (IP)
Pada SKBI 1987, dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah LER, berdasarkan pada
daftar/tabel. Sedangkan pada Pt T-01-2002-B, yang perlu dipertimbangkan hanya faktorfaktor klasifikasi fungsional jalan saja.
Pada SKBI 1987, dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada awal umur rencana (IPo)

perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada

awal umur rencana menurut pada daftar. Alat pengukur roughness yang dipakai adalah
roughometer NAASRA. Dengan jenis lapis perkerasan yaitu LASTON,LASBUTAG, HRA,
BURDA, BURTU, LAPEN, LATASBUM, BURAS, LATASIR, JALAN TANAH, dan
JALAN KERIKIL.
Pada Pt T-01-2002-B dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada awal umur rencana
(IPo) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai
dengan tabel. Alat pengukur ketidakrataan yang dipergunakan dapat berupa roughometer
NAASRA, Bump Integrator, dll. Dengan jenis lapis perkerasan yaitu LASTON,
LASBUTAG, dan LAPEN
6. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Pada SKBI 1987, koefisien kekuatan relatif (a) ditentukan secara korelasi sesuai nilai
Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan
semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah). Jika Marshall Test tidak
tersedia, maka dapat diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field, dan Smith
Triaxial. Koefisien kekuatan relatif (a) ditentukan berdasarkan pada daftar/tabel yang sudah
ditetapkan. Sedangkan, pada Pt T-01-2002-B, pedoman ini memperkenalkan korelasi antara
koefisien kekuatan relative dengan nilai mekanistik, yaitu modulus resilien. Koefisien
kekuatan relatif untuk lapis permukaan beton aspal ditentukan berdasarkan grafik, lapis

pondasi granular berdasarkan grafik atau rumus, lapis pondasi bawah granular berdasarkan
grafik atau rumus, CTB berdasarkan grafik, dan ATB berdasarkan grafik.
Dengan kata lain, koefisien kekuatan relatif (a) pada SKBI 1987 ditentukan berdasarkan pada
daftar/tabel yang sudah ditetapkan, sedangkan koefisien kekuatan relatif (a) pada Pt T-012002-B ditentukan berdasarkan grafik dan rumus.

7. Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan
Pada SKBI 1987 Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan ditentukan berdasarkan
daftar atau tabel yang sudah ditetapkan, dengan mengkorelasikan nilai ITP dan jenis bahan.
Dan tebal lapis permukaan yang paling kecil adalah 5cm. Sedangkan pada Pt T-01-2002-B
ditentukan berdasarkan tabel dengan mengkorelasikan nilai Lalu-lintas (ESAL) dan jenis
bahan. Dan tebal lapis permukaan yang paling kecil adalah 2,5cm.
8. Pelapisan Tambahan

Pada SKBI 1987, untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan
lama (existing pavement) dinilai sesuai dengan daftar yang sudah ditentukan. Sedangkan Pt
T-01-2002-B untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kekuatan struktur
perkerasan jalan lama (existing pavement) diukur menggunakan alat FWD atau dinilai
dengan menggunakan tabel yang sudah ditetapkan.
B. PELAKSANAAN/PENGERJAAN/PERENCANAAN
1. Analisa Komponen Perkerasan

a. Pada SKBI 1987, perhitungan perencanaan didasarkan pada kekuatan relatif masing-masing
lapisan perkerasan jangka panjang, dimana penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP,
yang diperoleh dengan menggunakan rumus. Sedangkan pada Pt T-01-2002-B, perhitungan
perencanaan tebal perkerasan dalam pedoman ini didasarkan pada kekuatan relatif masingmasing lapisan perkerasan, yang dinyatakan oleh ITP yang dan disini kualitas drainase dapat
dipertimbangkan. Nilai ITP dapat diperoleh dengan menggunakan dua rumus yang berbeda,
tetapi salah satu diantaranya terlalu rumit karena banyak menggunakan parameter yang tidak
diketahui nilainya sehingga harus ditentukan dengan melihat gambar/nomogram.
b. Pada Pt T-01-2002-B terdapat nomogram untuk menentukan Struktural Number rencana yang
diperlukan, tetapi untuk menggunakan nomogram tersebut, ada beberapa kondisi yang harus
dipenuhi, sedangkan pada SKBI 1987 tidak terdapat komponen/parameter Struktural Number
rencana.
c. Pada Pt T-01-2002-B terdapat komponen Pelapisan Tambah. Perencanaan tebal lapis tambah
ini berdasarkan data lendutan yag diukur dengan alat FWD dan meliputi beberapa tahap
perencanaan, yaitu :
- Modulus resilien tanah dasar, yang diperoleh dengan menggunakan rumus, tetapi nilai ini
-

harus dikoreksi dulu sebelum digunakan dalam perencanaan.
Temperature perkerasan, yang diperoleh dengan cara diukur langsung atau diprediksi dari


-

temperatur udara.
Modulus efektif perkerasan (Ep), yang diperoleh dengan menggunakan rumus.
Modulus resilien tanah dasar untuk perencanaan, yang diperoleh dengan mengoreksi

-

modulus resilien tanah dasar hasil perhitungan balik.
Indeks tebal perkerasan masa datang (ITPf), dimana nilai ini diperoleh dengan

-

menggunakan grafik pada nomogram atau dengan menggunakan rumus.
Indeks tebal perkerasan efektif (ITPeff), dimana nilai ini diperoleh dengan menggunakan

-

rumus.
Perhitungan tebal lapis tambah, diperoleh dengan menggunakan rumus.


Sedangkan pada SKBI 1987, Perencanaan tebal lapis tambah ini berdasarkan beberapa tahap
perencanaan, yaitu :
-

LHR, yang diperoleh dengan menggunakan rumus
Angka Ekivalen (E), yang diperoleh dari tabel
LEP, yang diperoleh dengan menggunakan rumus
LEA, yang diperoleh dengan menggunakan rumus
LET, yang diperoleh dengan menggunakan rumus
ITP, yang diperoleh dari nomogram
Perhitungan tebal lapis tambah, diperoleh dengan menggunakan rumus.

2. Metoda Konstruksi Bertahap
Pada SKBI 1987 metoda perencanaan konstruksi bertahap didasarkan atas konsep “sisa
umur”. Perkerasan berikutnya direncanakan sebelum perkerasan pertama mencapai
keseluruhan “masa fatique”. Sedangkan pada Pt T-01-2002-B, untuk konstruksi bertahap
digunakan konsep berikut:
Rstage = (Roverall)1/n
Dengan, Roverall adalah reliability keseluruhan tahapan, Rstage adalah reliability masingmasing tahapan dan N adalah jumlah tahap.

3. Pada SKBI 1987 terdapat Hasil evaluasi dan Kesimpulan yang dapat dibuat tabel-tabel
yang sesuai dengan ruas jalan yang berisi data-data dan tebal perkerasan jalan, segmen tiap
seksi masing-masing, Peta-peta Ruas Jalan yang mencantumkan hasil dari analisa
komponen perkerasan dengan keterangan-keterangan lain yang lengkap menunjukkan tebal
perkerasan tiap segmen dari ruas jalan, dan Gambar-gambar Teknis yaitu gambar-gambar
susunan perkerasan yang dibuat dengan skala. Sedangkan pada Pt T-01-2002-B tidak terdapat
ketiga hal ini.

4. Langkah-langkah perencanaan
SKBI 1987
a. Perencanaan Perkerasan Jalan Baru
Pada SKBI 1987 Perencanaan Perkerasan Jalan Baru untuk lalu-lintas rendah dan tinggi
langkah-langkah perencanaannya adalah sebagai berikut :

-

Menghitung nilai LHR pada awal umur rencana serta akhir umur rencana dengan

-


menggunakan rumus
Menghitung angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan yang diperoleh dari

-

tabel/daftar
Menghitung LEP
Menghitung LEA
Menghitung LET
Menghitung LER
Mencari ITP dari grafik
Menetapkan tebal perkerasan berdasarkan koefisien kekuatan relatif (a) dan umur rencana
Membuat susunan perkerasan
Menggambar susunan perkerasan

b. Perencanaan Perkuatan Jalan Lama (Pelapisan Tambahan/Overlay)
Pada SKBI 1987, Perencanaan Perkuatan Jalan Lama (Pelapisan Tambahan/Overlay)
dikerjakan dengan langkah-langkah yang sama dengan Perencanaan Perkerasan Jalan Baru,
yang berbeda adalah pada Perencanaan Perkerasan Jalan Baru kita menetapkan tebal
perkerasan sedangkan pada Perencanaan Perkuatan Jalan Lama kita menetapkan tebal lapis

tambahan.
c. Perencanaan Konstruksi Bertahap
- Menghitung nilai LHR pada awal umur rencana serta pada akhir pentahapan dengan
-

menggunakan rumus
Dan langkah serta parameter yang akan dicari/dihitung sama saja dengan perhitungan
pada Perencanaan Perkerasan Jalan Baru

-

Pt T-01-2002-B
a. Perencanaan Perkerasan Jalan Baru dan Konstruksi Bertahap
- Mengasumsikan beberapa parameter yang belum diketahui, dengan cara melihat
-

gambar/nomogram yaitu : Roverall, Rstage, S0, ∆ PSI, dan SN rencana.
Mencari nilai w18 dan ∆ PSITR
Mencari nilai Mr, EAC, EBS, ESB
Menentukan koefisien kekuatan relative (a) untuk masing-masing lapis perkerasan dari


-

grafik/nomogram
Menentukan koefisien drainase (nilai mi) untuk masing-masing lapis pondasi berdasarkan

-

tabel
Menentukan SN yang diperlukan di atas material lapis pondasi dengan nomograf dengan
menggunakan modulus resilien material lapis pondasi atas, nilai EBS, R, w18, dan ∆ PSI

menghasilkan SN1. Sehingga tebal lapis permukaan aspal beton yang diperlukan
-

ditentukan dengan menggunakan rumus.
Seperti untuk lapis aspal beton, dengan menggunakan modulus lapis pondasi bawah (Esb)
sebagai modulus resilien tanah dasar, SN2, dan tebal material lapis pondasi atas yang

-

diperlukan ditentukan dengan menggunakan rumus.
Menentukan tebal material lapis pondasi bawah yang diperlukan

Untuk konstruksi tahap kedua, perencanaannya sama dengan perencanaan unutk pelapisan
tambah (overlay) dengan menggunaka Rstage. Akan tetapi, terlebih dahulu dilakukan survey
untuk mengumpulkan data-data kondisi perkerasan tahap pertama. Data-data tersebut
diperlukan untuk merencanakan tebal lapis tambah yang sama dengan tebal lapis perkerasan
untuk konstruksi tahap kedua.

b. Perhitungan Tebal Lapis Tambah
 Perhitungan tebal lapis tambah berdasarkan data lendutan :
- Menghitung modulus resilien tanah dasar
- Menghitung resilien tanah dasar rencana
- Menghitung modulus efektif lapisan perkerasan
- Menghitung ITPeff
- Menghitung ITPf
- Menghitung tebal lapis tambah dengan rumus
- Setelah itu dikontrol atau dicek
 Perhitungan tebal lapis tambah menggunakan metoda analisa komponen
- Menentukan nilai a1, a2, dan a3
- Menentukan nilai ITPf dari grafik
- Menentukan tebal lapis tambah yang diperlukan (Dol) dengan rumus
c. Perhitungan Beban Gandar Standar Kumulatif
- Mencari Faktor Ekivalen masing-masing kendaraan
- Mencari beban gandar standar untuk lajur rencana pertahun
- Menghitung beban gandar standar untuk lajur rencana selama umur rencana
Perhitungan beban gandar standar ini tidak terdapat pada SKBI 1987.
Kesimpulan kemudahan pengerjaan :
Pengerjaan SKBI 1987 lebih mudah dibanding pengerjaan Pt T-01-2002-B. Dapat dilihat dari
langkah-langkah pengerjaan atau perencanaannya. Dalam Pt T-01-2002-B langkah
pengerjaannya cukup rumit. Pada perencanaan konstruksi bertahap, harus dilakukan survey

terlebih dahulu untuk data-data kondisi perkerasan tahap pertama. Dalam Pt T-01-2002-B ini
terdapat banyak parameter yang belum diketahui sehingga harus diasumsikan dari
grafik/nomogram. Rumus-rumus yang digunakan juga rumit.. Dalam SKBI 1987, juga
menggunakan banyak rumus, tetapi tidak serumit dengan rumus yang diberikan oleh Pt T-012002-B, sehingga dalam proses pengerjaannya tidak memakan waktu yang cukup lama.
Grafik/nomogram yang digunakan hanya pada waktu menentukan ITP. Langkah perhitungan
untuk ketiga perencanaan juga sama.

PANDANGAN :
Saya lebih memilih SKBI 1987. Karena, pada SKBI 1987 nilai dari parameter yang digunakan
sudah ditetapkan dalam daftar/tabel, serta dari nomogram/grafik yang mudah dibaca. Ada
beberapa parameter yang harus dicari dengan menggunakan rumus, tetapi rumus yang digunakan
tidak rumit. Dari langkah-langkah perencanaan/pengerjaannya tidak begitu rumit. Hanya perlu
teliti dalam melihat tabel dan nomogram serta perhitungan dengan rumus-rumus. Kemudian
langkah-langkah serta parameter yang perlu dicari dan ditentukan pada perhitungan untuk
perencanaan jalan pun sama. Pada akhir perencanaan digambarkan susunan perkerasan yang
dilengkapi dengan tebal perkerasannya, yang merupakan hasil dari perencanaan yang sudah
dilakukan. Pada Pt T-01-2002-B, parameter yang digunakan cukup banyak, untuk menentukan
nilainya maka dilihat dari grafik/nomogram juga dapat ditentukan dengan menggunakan rumus.
Menurut saya pada Pt T-01-2002-B ini terlalu banyak menggunakan nomogram, sehingga butuh
ketelitian dalam menentukan setiap parameternya. Rumus yang digunakan pun cukup rumit,
karena di dalamnya terdapat banyak parameter sehingga rumusnya terlalu panjang, dan waktu
yang dibutuhkan untuk mengerjakannya pun cukup lama jika menghitungnya dengan cara
manual. Karena perhitungannya cukup sulit dan banyak memakai iterasi, maka untuk
perhitungan pada Pt T-01-2002-B ini sebaiknya dihitung dengan menggunakan program.

NAMA

: RENI YOHESER

NIM

: 1209025016

TEKNIK SIPIL 2012