PENENTUAN TINGKAT KEPENTINGAN RASIO PROD

ISSN : 2407-7399
e-ISSN : 2443-2431

QUALITY MANAGEMENT REVIEW
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2016
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPERCAYAAN PASIEN :
EKSPLORASI FAKTOR ATTITUDE, SUBJECTIVE NORM, PERCEIVED BEHAVIORAL
CONTROL, DAN PERCEIVED RISK
I Gede Mahatma Yuda Bakti
JENIS KELAMIN SEBAGAI VARIABEL MODERASI DALAM HUBUNGAN KUALITAS
PELAYANAN PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS) DAN
KEPERCAYAAN PASIEN: SEBUAH MODEL KONSEPTUAL
Tri Rakhmawati
PERSEPSI PEGAWAI TERHADAP PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO
9001 DI SEBUAH INSTITUSI PENELITIAN: DAMPAKNYA TERHADAP EFEKTIVITAS
DAN PENINGKATAN KINERJA
Tri Widianti
PENENTUAN TINGKAT KEPENTINGAN RASIO PRODUKTIVITAS KELOMPOK
PENELITIAN MANAJEMEN MUTU PUSAT PENELITIAN X DENGAN METODE
ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
Sih Damayanti, Tri Rakhmawati

FAKTOR PENGGERAK ASPEK KEPEMIMPINAN DALAM HASIL PENERAPAN ISO
9001 : KERANGKA KONSEPTUAL
Muh Azwar Massijaya

www.qualityhouse.smtp.lipi.go.id

QMR Vol. 01 No. 01 Tahun 2016 Hal. 75-87

PENENTUAN TINGKAT KEPENTINGAN RASIO PRODUKTIVITAS
KELOMPOK PENELITIAN MANAJEMEN MUTU PUSAT
PENELITIAN X DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY
PROCESS (AHP)
1

2

Sih Damayanti, Tri Rakhmawati
Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian, LIPI
1
2

e-mail: sihdamayanti@gmail.com, rakhma_tri@yahoo.com
ABSTRAK
Dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas personelnya, Kelompok Penelitian
Manajemen Mutu di Pusat Penelitian X mengembangkan suatu sistem pengukuran
produktivitas personel. Dengan adanya sistem pengukuran produktivitas personel
dapat diketahui seberapa besar tingkat produktivitas setiap personel yang dinilai
berdasarkan besarnya indeks produktivitas yang dicapai. Salah satu faktor yang
mempengaruhi nilai indeks produktivitas personel adalah tingkat kepentingan
(bobot) pada setiap rasio produktivitas. Untuk dapat melakukan pengukuran
produktivitas, bobot pada setiap rasio produktivitas harus ditentukan terlebih dahulu.
Sayangnya, hingga saat ini, penelitian yang membahas pembobotan rasio
produktivitas untuk organisasi penelitian masih sangat terbatas. Berdasarkan hal
tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat kepentingan
(bobot) rasio produktivitas personel Kelompok Penelitian Manajemen Mutu di Pusat
Penelitian X. Metode pembobotan yang digunakan adalah metode Analytic
Hierarchy Process (AHP). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasio
produktivitas publikasi ilmiah terhadap waktu kerja memiliki tingkat kepentingan
(bobot) yang paling tinggi dan rasio produktivitas keikutsertaan dalam memberikan
pengajaran, narasumber dan bimbingan terhadap waktu kerja memiliki tingkat
kepentingan terendah. Lebih lanjut, nilai bobot rasio produktivitas dapat dijadikan

acuan dalam menentukan prioritas kebijakan terkait peningkatan produktivitas.
Kata kunci: Bobot, pengukuran produktivitas, Analytic Hierarchy Process (AHP).
ABSTRACT
In order to improve its personnel productivity, Research Group of Quality
Management at Research Center X developed a personnel productivity
measurement system.
The system provides a personnel productivity level
information based on the index productivity achieved. One of the factors that affect
the personnel productivity index value is a level of importance (weight) of each
productivity ratio. The weight of productivity ratios must be set before the
measurement. Unfortunately, until now, research that discusses weighting
productivity ratio for the research organization is still limited. Given that, the purpose
of this study is to determine the level of importance (weight) of the personnel
productivity ratios of Quality Management Research Group at Research Center X.
The weighting method used in this study was Analytic Hierarchy Process (AHP). The
results show that the productivity ratio of scientific publications to working time has

75

the highest weight and the productivity ratio of participation in teaching, as speaker

in seminars or other scientific activities, and participation in training to working times
have the lowest weight. Furthermore, the weight value of productivity ratios can be
used as a reference in determining policy priorities related to improve productivity.
Key words: weight, productivity measurement, Analytic Hierarchy Process (AHP)

1. Pendahuluan
Kelompok Penelitian Manajemen Mutu (Keltian MM) merupakan kelompok
penelitian yang berada di dalam Pusat Penelitian X. Keltian MM dibentuk
pada tahun 2014 yang didasarkan pada SK Kepala Pusat. Personel Keltian
MM berjumlah 7 orang yang terdiri atas 2 personel peneliti madya, 2
personel peneliti pertama dan 3 personel kandidat peneliti dengan bidang
kepakaran di bidang ilmu Manajemen Mutu.
Dalam upaya peningkatan produktivitas, Keltian MM menetapkan
sistem pengukuran dan monitoring produktivitas untuk mengukur dan
memantau produktivitas Keltian dari waktu ke waktu. Pengukuran
produktivitas tidak hanya dilakukan pada Keltian tetapi juga dilakukan pada
setiap personel Keltian. Sistem pengukuran dan monitoring produktivitas
Keltian MM telah dilakukan oleh Damayanti dan Widianti (2015), dimana
pengukuran dan monitoring produktivitas dilakukan secara berkala yaitu
setiap 3 bulan secara akumulatif. Sistem pengukuran dan monitoring

produktivitas tersebut telah dilvalidasi dengan melakukan FGD (Focus
Group Discussion) seluruh personel Keltian MM.
Pengukuran produktivitas Keltian dan personel Keltian dilakukan
dengan mengukur indeks produktivitas. Besarnya nilai indeks produktivitas
tersebut dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu nilai rasio produktivitas yang dicapai
oleh Keltian, nilai rasio produktivitas yang ditargetkan oleh Keltian dan
tingkat kepentingan (bobot) rasio produktivitas. Dalam Sistem pengukuran
dan monitoring produktivitas Keltian yang dikembangkan oleh Damayanti
dan Widianti (2015) telah diidentifikasi rasio-rasio yang digunakan dalam
pengukuran indeks produktivitas. Selain itu matriks atau rumus perhitungan
dalam pengukuran indeks produktivitas juga telah dikembangkan. Namun,
besarnya bobot pada setiap rasio belum ditentukan. Penentuan bobot rasio
produktivitas harus dilakukan sebelum melakukan pengukuran produktivitas.
Besarnya bobot rasio produktivitas selain berpengaruh dalam penentuan
nilai indeks produktivitas juga dapat digunakan dalam penentuan prioritas
penerapan kebijakan terkait peningkatan produktivitas.
Mengingat pentingnya penentuan bobot rasio produktivitas,
penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat kepentingan (bobot) rasio
produktivitas personel Kelompok Penelitian Manajemen Mutu. Tingkat


76

kepentingan (bobot) rasio produktivitas tersebut akan digunakan dalam
pengukuran produktivitas personel Keltian sebagai upaya monitoring dan
mendorong pencapaian target personel.
2. Landasan Teori
2.1 Produktivitas
Secara umum, produktivitas diartikan sebagai rasio atau perbandingan
antara output dengan input (Sudit, 1994, Lieberman dan Kang, 2008,
Tangen, 2002, Pekuri dkk., 2011, Teng, 2014). Faktor input pada
produktivitas meliputi sumber daya baik itu sumber daya manusia (pekerja)
atau sumber daya fisik lainnya yang digunakan dalam sebuah proses,
sedangkan faktor output merupakan hasil keluaran baik itu produk ataupun
jasa dari sebuah proses (Pekuri dkk., 2011).
Produktivitas mulai dikenal pada tahun 1766 (Sumanth, 1983 dan
Tangen, 2005). Pada tahun 1883 Littre´ mendefinisikan produktivitas
sebagai kemampuan untuk memproduksi (Sumanth, 1983 dan Tangen,
2005). Kemudian pada tahun 1950an Organization for European Economic
Cooperation (OEEC) membakukan pengertian produktivitas sebagai “hasil
bagi yang diperoleh dengan membagi output dengan salah satu dari faktorfaktor produksi” (Sumanth, 1983). Selain itu, terdapat beberapa tokoh

produktivitas bersama dengan pemikirannya yang juga perlu mendapat
perhatian. Paul Mali (1978) yang dikutip dalam Taiwo (2010) memandang
produktivitas sebagai ukuran seberapa baik sumber daya yang digunakan
dalam organisasi dan dimanfaatkan secara bersama-sama untuk
menghasilkan satu set hasil. Sumanth (1985) mengembangkan Model
Produktivitas Total dimana produktivitas total diperoleh dengan
membandingkan output tangible dengan input tangible. Konteks tangible
tersebut adalah input dan output harus dapat diukur dan bersifat kuantitatif
(Sumanth, 1985). Sink & Tuttle (1989) yang dikutip dalam Tangen (2005)
mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara output aktual
dengan ekspektasi sumber daya yang digunakan. Al-Darrab (2000)
menghubungkan antara produktivitas, efisiensi, utilitas dan kualitas dimana
produktivitas merupakan hasil kali antara efisiensi, utilitas dan kualitas.
Berdasarkan pendekatan produktivitas bisnis, Fisher (1990) mendefinisikan
produktivitas sebagai perbandingan antara total pendapatan dengan hasil
penjumlahan antara biaya dengan keuntungan yang diinginkan.
Produktivitas secara umum merupakan bagian terbesar dari kinerja
(Phusavat, 2009). Capaian produktivitas sebuah organisasi akan
menggambarkan secara garis besar pencapaian kinerja organisasi tersebut
(sumanth, 1985 dalam Phusavat, 2006)). Sebuah organisasi harus


77

meningkatkan produktivitasnya secara terus menerus agar dapat terus
berkembang (Herper,1984 dalam Phusavat, 2006). Sink dan Tuttle (1989)
dan Neely (2002) yang dikutip dalam Phusavat (2009) menyatakan bahwa
dengan meningkatkan produktivitas akan mengarahkan pada pertumbuhan
serta peningkatan profit organisasi dalam jangka waktu yang panjang.
Peningkatan produktivitas diartikan sebagai “peningkatan rasio terhadap
produk atau jasa yang dihasilkan terhadap sumber daya yang digunakan”
(Pekkuri dkk., 2011). Peningkatkan produktivitas dijelaskan dalam 2 hal,
menghasilkan output yang lebih banyak dengan menggunakan sumber daya
(input) yang sama, atau menghasilkan output yang sama dengan
menggunakan sumber daya (input) yang lebih sedikit (Pekkuri dkk., 2011,).
Dalam upaya peningkatan produktivitas, langkah awal yang harus
dilakukan adalah melakukan pengukuran produktivitas (Karlsson dkk.,
2004). Pengukuran produktivitas dibutuhkan untuk mengevaluasi dan
memonitor kinerja organisasi (Karlsson dkk., 2004). Lebih lanjut,
pengukuran produktivitas dapat dijadikan sebagai alat komunikasi yang
memberikan informasi terkait capaian kinerja organisasi saat ini dan

membandingkannya dengan target kinerja organisasi (Wong, 2015). Dalam
pengukuran produktivitas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu
terkait apa yang akan diukur, bagaimana mengukurnya dan dimana akan
dilakukan pengukuran (Phusavat, 2009). Ketepatan dalam pengukuran akan
berefek pada kualitas informasi yang diberikan (Phusavat, 2009). Lebih
lanjut, kualitas informasi akan mempengaruhi kualitas keputusan yang
dibuat yang akan diaplikasikan sebagai upaya peningkatan produktivitas
(Phusavat, 2009).
2.2 Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan metode pengambilan
keputusan dengan pendekatan multi kriteria yang diperkenalkan oleh Saaty
pada tahun 1977 (Gao dkk., 2009). Saaty (2008) menjelaskan AHP sebagai
sebuah teori pengukuran yang dilakukan dengan melakukan perbandingan
berpasangan dan bergantung pada penilaian ahli dalam mendapatkan skala
prioritas. AHP saat ini telah banyak digunakan pada berbagai bidang di
dunia (Šimunović dkk., 2009). Populernya penggunaan AHP tersebut
didasarkan pada sebuah fakta bahwa metode AHP mempunyai tingkat
utilitas yang lebih besar dibandingkan dengan metode lain (Cheng dan Li,
2001). Lebih lanjut, AHP dapat digunakan untuk menyelesaikan sebuah
permasalahan dalam pengambilan keputusan yang kompleks (Gao dkk.,

2009).

78

Pengambilan keputusan pada AHP dilakukan dengan menetapkan
nilai bobot pada setiap elemen (Cheng dan Li, 2001). Pembobotan elemen
berfungsi sebagai penentu prioritas (rangking) elemen dan sebagai alat
pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif misalnya pada pemilihan
strategi bisnis (Cheng dan Li, 2001).
Pada prosesnya, AHP mempertimbangkan 2 pendekatan, yaitu
pendekatan kualitatif dan kuantitatif (Cheng dan Li, 2001). Pendekatan
kualitatif digunakan dalam menguraikan permasalahan yang tidak terstruktur
menjadi hirarki keputusan yang terstruktur (Cheng dan Li, 2001).
Pendekatan kuantitatif digunakan dalam tes konsistensi perbandingan
berpasangan untuk memvalidasi konsistensi responden.
Dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan metode AHP
terdapat beberapa tahapan (Saaty, 2008). Tahap pertama adalah
mendefinisakan permasalahan. Tahap kedua adalah membuat struktur
hierarki keputusan. Tahap ketiga adalah membangun matriks perbandingan
berpasangan. Perbandingan berpasangan (pairwise comparisons)

digunakan untuk mendapatkan nilai bobot kepentingan dari kriteria-kriteria
keputusan (Gao dkk., 2009). Tahap yang keempat adalah menentukan
bobot kriteria berdasarkan hasil perbandingan.
3. Metodologi Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat kepentingan (bobot)
rasio produktivitas personel Kelompok Penelitian Manajemen Mutu (Keltian
MM) yang akan digunakan untuk mengukur produktivitas masing-masing
personel Keltian MM secara individu. Metode penentuan bobot rasio
produktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analytic
Hierarchy Process (AHP).
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah identifikasi
terhadap rasio produktivitas personel Keltian MM. Identifikasi terhadap rasio
produktivitas didasarkan pada hasil penelitian Damayanti dan Widianti
(2015) terkait sistem pengukuran dan monitoring produktivitas Keltian MM.
Tahap kedua adalah pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan kuesioner matriks perbandingan berpasangan AHP
rasio produktivitas. Responden kuesioner matriks perbandingan
berpasangan AHP rasio produktivitas personel Keltian terdiri dari 7 orang
anggota Keltian MM. Jumlah tersebut merupakan jumlah keseluruhan
anggota Keltian. Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah penentuan bobot
rasio produktivitas personel Keltian. Penentuan bobot rasio produktivitas
dilakukan dengan pengolahan data kuesioner pada tahap dua dengan

79

menggunakan software Expert Choice 2000. Rumus-rumus dasar
pengolahan data terkait AHP dapat dilihat pada Saaty (1980).
Validasi bobot rasio produktivitas dilakukan dengan melakukan
pengecekan terhadap nilai rasio inkonsistensi hasil perhitungan dengan
menggunakan software Expert Choice 2000. Bobot rasio produktivitas
dikatakan valid jika rasio inkonsistensi < 0,1. Nilai tersebut merupakan nilai
maksimum rasio inkonsistensi (Saaty, 1980). Jika nilai rasio inkonsistensi
yang didapatkan ≥ 0,1, maka bobot rasio produktivitas yang dihasilkan tidak
valid sehingga harus dilakukan pengumpulan data kuesioner kembali
sampai dihasilkan bobot rasio produktivitas dengan nilai rasio inkonsistensi
< 0,1.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Identifikasi Rasio Produktivitas Kelompok Penelitian Manajemen Mutu
Identifikasi terhadap rasio produktivitas Keltian MM telah dilakukan oleh
Damayanti dan Widianti (2015) dalam sebuah penelitian terkait penyusunan
sistem pegukuran produktivitas Keltian MM. Rasio produktivitas pada
penelitian tersebut dikembangkan berdasarkan analisis terhadap tugastugas dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh personel Keltian MM.
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 7 rasio produktivitas yang digunakan
dalam pengukuran produktivitas personel Keltian MM. Rasio produktivitas
personel Keltian MM dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rasio produktivitas personel Keltian MM
No
1
2

3

4

Rasio Produktivitas
Produktivitas publikasi ilmiah
terhadap waktu kerja
Produktivitas keikutsertaan
dalam konferensi dan
pertemuan ilmiah terhadap
waktu kerja
Produktivitas penulisan artikel
pada majalah semi populer
Keltian MM (Quality
Management Magazine)
terhadap waktu kerja
Produktivitas penulisan
makalah pada jurnal yang
dikelola Keltian MM (Quality
Management Review)
terhadap waktu kerja

Input

Output

Waktu
Kerja
Waktu
Kerja

Jumlah perolehan angka
kredit dari publikasi KTI
Jumlah konferensi dan
pertemuan ilmiah yang
diikuti

Waktu
Kerja

Jumlah artikel pada
majalah semi populer
Keltian MM (Quality
Management Magazine)
yang dihasilkan
Jumlah makalah pada
jurnal yang dikelola Keltian
MM (Quality Management
Review) yang telah
dinyatakan diterima

Waktu
Kerja

80

Tabel 1. Rasio produktivitas personel Keltian MM (Lanjutan)
No
5

6
7

Rasio Produktivitas
Produktivitas keikutsertaan
dalam memberikan
pengajaran, narasumber dan
bimbingan terhadap waktu
kerja
Produktivitas dalam
menghasilkan soft technology
terhadap waktu kerja
Produktivitas dalam
menghasilkan improvement
untuk internal Keltian terhadap
waktu kerja

Input

Output

Waktu
Kerja

Jumlah pengajaran,
narasumber dan bimbingan
yang dilakukan

Waktu
Kerja

Jumlah soft technology
(metode/toolkit/sistem)
yang dihasilkan
Jumlah improvement
(metode/toolkit/sistem)
yang digunakan oleh
internal

Waktu
Kerja

4.2 Penentuan Tingkat Kepentingan Indikator Produktivitas
Tingkat kepentingan rasio produktivitas personel Keltian MM diperoleh
melalui pengolahan data terhadap kuesioner matriks perbandingan
berpasangan AHP rasio produktivitas yang telah diisi oleh personel Keltian
MM. Pengolahan data dilakukan menggunakan software Expert Choice
2000. Tingkat kepentingan rasio produktivitas ditunjukkan oleh bobot tiap
rasio yang diperoleh dari metode AHP. Hasil pengolahan data
menggunakan software Expert Choice 2000 ditunjukkan oleh gambar 1 dan
tabel 2.

Gambar 1. Hasil Pembobotan Rasio Produktivitas Personel Keltian MM

Hasil pengolahan terhadap kuesioner matriks perbandingan
berpasangan AHP rasio produktivitas personel keltian menunjukkan bahwa
rasio produktivitas publikasi ilmiah terhadap waktu kerja memperoleh bobot
paling tinggi yaitu sebesar 0.393, disusul oleh rasio keikutsertaan dalam
konferensi dan pertemuan ilmiah terhadap waktu kerja (0.180), rasio
produktivitas penulisan makalah pada jurnal yang dikelola Keltian MM
(Quality Management Review) terhadap waktu kerja (0.135), rasio
produktivitas dalam menghasilkan soft technology terhadap waktu kerja
(0.098), rasio produktivitas penulisan artikel pada majalah semi populer

81

Keltian MM (Quality Management Magazine) terhadap waktu kerja (0.074),
rasio produktivitas dalam menghasilkan improvement untuk internal Keltian
terhadap waktu kerja (0.071), dan rasio produktivitas keikutsertaan dalam
memberikan pengajaran, narasumber dan bimbingan terhadap waktu kerja
(0.049). Pengolahan data juga menunjukkan nilai rasio inkonsistensi
sebesar 0.04. Nilai ini kurang dari 0.1 yang merupakan nilai maksimum rasio
inkonsistensi (Saaty, 1980). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa data
perbandingan berpasangan rasio produktivitas yang diperoleh dari
responden adalah konsisten. Dengan demikian, bobot rasio dapat
digunakan untuk analisis selanjutnya maupun untuk pengambilan
keputusan. Dalam konteks penelitian ini, bobot rasio dapat digunakan untuk
pengukuran produktivitas personel Keltian MM.
Tabel 2. Urutan Rasio Produktivitas Personel Keltian MM Berdasarkan Tingkat
Kepentingan
No
Rasio
Bobot
1
2
3
4
5
6
7

Produktivitas publikasi ilmiah terhadap waktu kerja

0.393

Produktivitas keikutsertaan dalam konferensi dan pertemuan
ilmiah terhadap waktu kerja
Produktivitas penulisan makalah pada jurnal yang dikelola
Keltian MM (Quality Management Review) terhadap waktu
kerja
Produktivitas dalam menghasilkan soft technology terhadap
waktu kerja
Produktivitas penulisan artikel pada majalah semi populer
Keltian MM (Quality Management Magazine) terhadap waktu
kerja
Produktivitas dalam menghasilkan improvement untuk internal
Keltian terhadap waktu kerja

0.098

Produktivitas keikutsertaan dalam memberikan pengajaran,
narasumber dan bimbingan terhadap waktu kerja

0.049

0.180
0.135

0.074
0.071

4.3 Pembahasan dan Implikasi
Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat kepentingan (bobot) rasio
produktivitas personel Keltian MM di Pusat Penelitian X. Tingkat
kepentingan (bobot) tersebut akan digunakan untuk mengukur produktivitas
personel. Metode yang digunakan dalam menentukan tingkat kepentingan
(bobot) rasio produktivitas adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP
merupakan metode yang populer digunakan untuk pengambilan keputusan
yang kompleks. Data penelitian diperoleh melalui kuesioner perbandingan
berpasangan rasio produktivitas personel yang dibagikan kepada seluruh
personel Keltian MM.

82

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio produktivitas personel
Keltian MM memiliki tingkat kepentingan yang berbeda-beda. Semakin
besar bobot rasio, maka menurut responden, rasio tersebut semakin penting
untuk mengukur produktivitas personel Keltian MM. Rasio produktivitas
publikasi ilmiah terhadap waktu kerja merupakan rasio produktivitas
personel dengan bobot tertinggi (0.393). Dengan demikian, rasio tersebut
merupakan rasio yang paling penting yang menentukan produktivitas
personel Keltian MM. Selanjutnya diikuti oleh rasio produktivitas
keikutsertaan dalam konferensi dan pertemuan ilmiah terhadap waktu kerja
(0.180), rasio produktivitas penulisan makalah pada jurnal yang dikelola
Keltian MM (Quality Management Review) terhadap waktu kerja (0.135),
rasio produktivitas dalam menghasilkan soft technology terhadap waktu
kerja (0.098), rasio produktivitas penulisan artikel pada majalah semi
populer Keltian MM (Quality Management Magazine) terhadap waktu kerja
(0.074), rasio produktivitas dalam menghasilkan improvement untuk internal
Keltian terhadap waktu kerja (0.071), dan rasio produktivitas keikutsertaan
dalam memberikan pengajaran, narasumber dan bimbingan terhadap waktu
kerja (0.049).
Rasio produktivitas publikasi ilmiah terhadap waktu kerja merupakan
rasio produktivitas personel dengan bobot tertinggi dikarenakan publikasi
ilmiah merupakan output utama dari kegiatan penelitian Keltian MM.
Kemudian, keikutsertaan dalam konferensi dan pertemuan ilmiah lainnya
merupakan sarana untuk mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil
penelitian. Oleh karena itu, keikutsertaan dalam konferensi dan pertemuan
ilmiah lainnya dianggap penting. Quality Management Review merupakan
jurnal yang dikelola oleh Keltian MM. Jurnal ini memuat publikasi bidang
manajemen mutu baik dari peneliti di dalam Pusat Penelitian X maupun dari
eksternal. Rasio produktivitas penulisan makalah pada jurnal Quality
Management Review (QMR) terhadap waktu kerja memiliki bobot terbesar
ketiga. Artinya, rasio ini dianggap penting untuk mengukur produktivitas.
Sama dengan dua rasio penting sebelumnya, partisipasi personel dalam
jurnal QMR juga merupakan sarana untuk mempublikasikan hasil penelitian
mereka. Oleh karena itu, rasio ini dianggap penting. Selanjutnya, rasio
produktivitas dalam menghasilkan soft technology terhadap waktu kerja
mendapatkan bobot tertinggi keempat. Hal ini disebabkan karena soft
technology dianggap sebagai output penelitian terpenting kedua setelah
publikasi ilmiah. Produktivitas personel dalam penulisan artikel pada majalah
semi populer Keltian MM (Quality Management Magazine) mendapatkan
bobot tertinggi selanjutnya. Artinya, tingkat kepentingan penulisan artikel
pada majalah semi populer Keltian MM (Quality Management Magazine)

83

lebih rendah dibandingkan empat rasio produktivitas sebelumnya. Hal ini
disebabkan karena penulisan artikel semi populer tidak diwajibkan bagi
peneliti. Selain itu, artikel semi populer memiliki nilai angka kredit yang lebih
rendah dibandingkan publikasi dalam bentuk makalah di jurnal maupun
prosiding. Lebih lanjut, produktivitas personel dalam menghasilkan
improvement untuk internal keltian memiliki tingkat kepentingan yang rendah
dikarenakan manfaat yang dirasakan dari improvement yang dilakukan
memiliki lingkup yang sempit yaitu hanya internal keltian. Yang terakhir,
rasio produktivitas keikutsertaan dalam memberikan pengajaran,
narasumber dan bimbingan terhadap waktu kerja adalah rasio dengan
tingkat kepentingan terendah. Hal ini dikarenakan memberikan pengajaran,
narasumber dan bimbingan merupakan tugas tambahan selain tugas
pokoknya melakukan penelitian bidang manajemen mutu.
Pengukuran produktivitas dengan menggunakan bobot untuk tiap
rasio produktivitas memiliki kelebihan dari segi kualitas. Hal ini karena
produktivitas tidak hanya dilihat dari nilai rasio produktivitas, tetapi juga
dilihat dari kualitas (yang diwakili dengan tingkat kepentingan) rasio
produktivitas. Dengan demikian pengukuran produktivitas menjadi lebih
komprehensif dan realistis. Selain itu, pemberian bobot pada rasio
produktivitas juga membantu manajemen dalam menentukan prioritas
kebijakan terkait peningkatan produktivitas.
Penelitian ini telah mengembangkan bobot rasio produktivitas dalam
konteks organisasi penelitian. Secara teoritis, penelitian ini memperkaya
literatur penentuan bobot rasio produktivitas dalam konteks organisasi
penelitian belum pernah ada sebelumnya. Disamping itu, penelitian ini
melengkapi model pengukuran produktivitas personel kelompok penelitian
yang telah dikembangkan Damayanti dan Widianti (2015) sebelumnya.
Dengan demikian model tersebut dapat diaplikasikan untuk mengukur
produktivitas personel. Secara praktis, adanya bobot (tingkat kepentingan)
rasio produktivitas membantu koordinator kelompok penelitian dalam
menentukan prioritas pengerjaan tugas masing-masing personel agar
pelaksanaannya menjadi lebih efektif dan efisien. Selain itu, hasil
pengukuran produktivitas dengan bobot rasio ini layak digunakan sebagai
dasar pemberian penghargaan bagi personel yang berprestasi mengingat
pengukuran produktivitas yang dilakukan memberikan gambaran yang lebih
komprehensif terkait kuantitas dan kualitas output personel.
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi organisasi lain
terutama organisasi penelitian dalam menentukan tingkat kepentingan pada
setiap tugas dan fungsinya. Lebih lanjut, organisasi lain juga dapat
mengadaptasi model pengukuran produktivitas dalam penelitian ini ke dalam

84

pengukuran produktivitas personel organisasinya dengan melakukan
penyesuaian terkait rasio produktivitas yang digunakan serta pemberian
bobot pada setiap rasio. Pemberian bobot untuk tiap rasio dapat dilakukan
dengan cara seperti yang disampaiakan pada penelitian ini.
5. Kesimpulan
Pengukuran produktivitas penting dilakukan oleh semua organisasi untuk
memantau dan mendorong tercapainya target. Sistem pengukuran
produktivitas yang tepat perlu dibangun untuk menjamin efektivitas
pengukuran yang dilakukan. Penelitian ini merupakan bagian dari proses
pengembangan sistem pengukuran produktivitas di Kelompok Penelitian
Manajemen Mutu (Keltian MM) yang merupakan kelanjutan dari penelitian
Damayanti dan Widianti (2015). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
tingkat kepentingan (bobot) rasio produktivitas personel Keltian MM.
Penentuan bobot rasio produktivitas ini penting dilakukan mengingat salah
satu faktor yang diperhitungkan dalam sistem pengukuran produktivitas
yang dikembangkan adalah nilai bobot rasio produktivitas. Bobot rasio
produktivitas hasil penelitian ini akan digunakan dalam melakukan
pengukuran produktivitas personel Keltian MM. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rasio produktivitas publikasi ilmiah terhadap waktu
kerja memiliki tingkat kepentingan (bobot) yang paling tinggi dan rasio
produktivitas keikutsertaan dalam memberikan pengajaran, narasumber dan
bimbingan terhadap waktu kerja memiliki tingkat kepentingan terendah.
Dengan adanya nilai bobot rasio produktivitas, selain digunakan dalam
proses pengukuran, juga dapat digunakan oleh manajemen dalam
menentukan prioritas kebijakan terkait peningkatan produktivitas.
Diharapkan kebijakan yang diterapkan tersebut tepat sasaran sehingga
dapat meningkatkan produktivitas personel Keltian secara signifikan.
Peningkatan produktivitas personel Keltian akan mengarahkan pada
peningkatan produktivitas dan kinerja Keltian dan Satuan Kerja.
Daftar Pustaka
Al-Darrab, I. A. 2000. Relationships between productivity, efficiency,
utilization, and quality. Work Study, 49(1): 97–104.
Cheng, E. W. L., & Li, H. 2001. Analytic hierarchy process: an approach to
determine measures for business performance. Measuring
Business Excellence, 5(3): 30–37.

85

Damayanti, S., & Widianti, T. 2015. Pengembangan Sistem Pengukuran
dan Monitoring Produktivitas Kelompok Penelitian (Studi
Kasus: Kelompok Penelitian Manajemen Mutu Pusat
Penelitian X). Makalah dipresentasikan dalam Prosiding Seminar
Nasional Technopreneurship dan Alih Teknologi, Cibinong.
Fisher, T.J. 1990. Business Productivity Measurement Using Standard Cost
Accounting Information. International Journal of Operations &
Production Management, 10(8): 61 –69.
Gao, S., Zhang, Z., & Cao, C. .2009. New Methods of Estimating Weights in
AHP. Proceedings of the 2009 International Symposium on
Information Processing (ISIP’09), Huangshan, P. R. China,
2009: 201-204.
Karlsson, M., Trygg, L., & Elfstro, B. O. 2004. Measuring R&D productivity:
complementing the picture by focusing on research activities.
Technovation, 24: 179–186.
Lieberman, M. B., & Kang, J. .2008. How to measure company productivity
using value-added: A focus on Pohang Steel (POSCO). Asia
Pacific J Manage, 25: 209–224.
Pekuri, A., Haapalaso, H., & Herrala, M. 2011. Productivity and Performance
Management – Managerial Practices in the Construction Industry,
International Journal of Performance Measurement, 1: 39-58.
Phusavat,

K., & Photaranon, W. 2006. Productivity/performance
measurement. Industrial Management & Data Systems, 106(9):
1272–1287.

Phusavat, K., et. al. 2009. When to measure productivity: lessons from
manufacturing and supplier-selection strategies. Industrial
Management & Data Systems, 109(3): 425–442.
Saaty, T. L. 1980. The Analytic Hierarchy Process. New York: McGrawHill.
Saaty, T. L. 2008. Decision making with the analytic hierarchy process. Int.
J. Services Sciences, 1(1): 83-98.

86

Šimunović, K., et. al. 2009. Applying of AHP Methodology and Weighted
Properties Method to The Selection of Optimum Alternative of
Stock Material. Acta Technica Corviniensis – Bulletin of
Engineering, 66: 65-70.
Sudit, E. F. 1994. Productivity measurement in industrial operations.
European Journal of Operational Research, 85: 435-453.
Sumanth, D.J. 1985. Productivity engineering and management:
productivity measurement, evaluation, planning, and
improvement in manufacturing and service organizations.
New York: McGraw-Hill.
Sumanth, D. J., & Yafuz, F. P. 1983. A Formalized Approach to Select
Productwity
Improvement
Techniques
in
Organizations.
Engineering Management International, 1: 259-273.
Taiwo,

A. S. 2010. The influence of work environment on
workersproductivity: A case of selected oil and gas industry in
Lagos, Nigeria. African Journal of Business Management, 4(3):
299-307.

Tangen, S. 2005. Demystifying productivity and performance. International
Journal of Productivity and Performance Management, 54(1):
34-46.
Tangen,

S. 2002. Understanding the concept of productivity.
Proceedings of the 7th Asia Pacific Industrial Engineering and
Management Systems Conference (APIEMS2002), Taipei.

Teng, H. S. S. 2014. Qualitative productivity analysis: does a non-financial
measurement model exist?. International Journal of Productivity
and Performance Management, 63(2): 250–256.
Wong, G. 2015. Handbook for SME Productivity Measurement and
Analysis for NPOs. Tokyo:Asian Productivity Organization.

87