Tips Mencari Sekolah yang Ideal

TIPS MENCARI SEKOLAH IDEAL
Oleh: Imam Subkhan
Pemerhati Pendidikan Tinggal di Karanganyar, Jawa Tengah
www.imamsubkhan.blogspot.com

Setiap menjelang tahun pelajaran baru, sebagian besar orangtua panik
dan bingung mencari sekolah yang tepat untuk putra-putrinya, baik untuk
jenjang PAUD, SD, SMP, maupun SMA. Sebagai orangtua yang bijak, tentu
mereka ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk masa depan
anak-anak. Namun kenyataannya, mereka justru dipusingkan untuk
mencari dan memilih sekolah yang baik untuk sang buah hati. Segudang
pertanyaan muncul dari benak mereka. Seperti apa bentuk sekolah yang
baik dan ideal? Apakah harga menjamin kualitas yang diberikan?
Bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan? Dan berbagai pertanyaan
lainnya.
Secara bahasa, ideal menurut kamus bahasa Indonesia berarti sesuai
dengan yang diharapkan. Tentunya orangtua berharap sekolah yang
dipilih akan bisa menjadi tempat mengembangkan kemampuan dan
kompetensi anak secara optimal. Berikut ini, penulis mencoba
memberikan tips bagaimana mencari sekolah yang ideal atau tepat bagi
anak-anak.

Pertama, Libatkan anak ketika memilih sekolah.
Seharusnya selalu disadari dan dipahami oleh orangtua, bahwa yang
nantinya sekolah adalah anak, bukan orangtua. Maka, melibatkan anak
dalam memilih sekolah merupakan langkah penting, meskipun usia
prasekolah. Orangtua jangan menganggap remeh kemampuan anak,
karena pada saat usia prasekolah anak mengalami perkembangan fisik
dan mental yang sangat pesat.
Dalam buku Magic Trees of Mind, Marianne Diamond menggambarkan,
perkembangan kemampuan matematika dan intelegensia ruang pada
anak diperkirakan dimulai pada usia satu tahun. Bahkan kemampuan
bahasa anak malah sudah dimulai sejak masih dalam kandungan. Ini
berarti, daya nalar dan logika anak pada saat akan memasuki sekolah
dasar (6 tahun) sudah berkembang baik.
Tinggal bagaimana orang tua merangsang kemampuan anaknya.
Kondisikan agar proses mencari sekolah dasar tidak menjadi beban berat
bagi si anak melainkan menjadi proses belajar yang menyenangkan.
Bagaimana jika ternyata pilihan anak jatuh pada sekolah yang menurut
orangtua kurang sesuai? Di sinilah peran orangtua diperlukan.

Pada saat orangtua telah membuat pilihan sekolah mana yang akan

dimasuki anak nanti, buatlah kesepakatan sukarela dengan anak bahwa
sekolah yang akan dimasuki adalah murni pilihan anak. Dengan demikian
anak akan merasa bangga karena diberi kesempatan melakukan hal yang
penting. Di sisi lain anak akan lebih bertanggung jawab karena merasa
sekolah yang dimasukinya adalah pilihannya sendiri.
Kedua, Ketahuilah visi dan misinya.
Banyak ahli yang mengingatkan tentang pentingnya aspek visi dan misi
pendidikan yang disandang suatu sekolah. Sekolah yang memiliki kualitas
baik tentu saja memiliki visi dan misi yang jelas, terukur dan realistis.
Untuk dapat mengetahui visi-misi sekolah yang diinginkan, dapat dilihat di
buku profil, brosur, papan nama atau media publikasi yang digunakan
oleh sekolah tersebut. Dari visi dan misi yang dipaparkan dapat terlihat
bagaimana orientasi tujuan dan profil output yang akan dihasilkan.
Pernyataan visi dan misi ini dapat dipotret dari beberapa aspek, antara
lain aspek keagamaan, akademis, karakter, perilaku, kecakapan hidup,
kemandirian dan kewirausahaan. Seperti yang sudah terungkap di muka,
orang tua saat ini masih memandang aspek akademis menjadi
pertimbangan pertama dalam memilih sekolah. Maka, tidak heran jika
banyak orang tua yang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan
sekolah dengan prestasi akademik tinggi.

Pihak sekolah pun akan melakukan seleksi ketat terhadap calon siswanya.
Hanya siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi (baca: IQ) yang
dapat diterima di sekolah yang bersangkutan. Dari kasus ini, Penulis jadi
tergelitik, sebenarnya yang unggul sekolah atau siswanya. Tentu sangat
masuk akal, jika sekolah yang hanya menerima input baik-baik saja,
kemudian out putnya juga baik.
Oleh sebab itu, orangtua seharusnya tidak lagi terjebak pada istilah-istilah
sekolah favorit, unggulan, plus, internasional dan label-label wah lainnya.
Padahal yang dikembangkan hanya pada aspek kognitif saja atau
academic minded. Sekolah yang baik adalah sekolah yang mampu
menggali, menemukan, mengembangkan dan mengoptimalkan seluruh
potensi (baca: kecerdasan majemuk) peserta didiknya.
Ketiga, porsi pendidikan agamanya.
Di era sekarang ini, di mana banyak kasus yang menimpa generasi
penerus kita termasuk para pelajar, mulai dari kasus tawuran, narkoba,
pergaulan bebas dan perbuatan menyimpang lainnya, maka peran
pendidikan agama menjadi sangat signifikan terutama dalam membentuk
karakter dan kepribadian siswa.
Penulis berpendapat bahwa, pendidikan moral tertinggi terletak di dalam


doktrin-doktrin agama yang diyakini seseorang. Melalui pendidikan agama
yang cukup, diharapkan para peserta didik akan muncul kesadaran dan
pemahaman yang benar mengenai tugas, peran dan tanggung jawabnya
sebagai hamba Tuhan, sebagai anak, sebagai siswa dan sebagai anggota
masyarakat. Dalam implementasinya, anak mampu menghargai orang
lain dengan segala perbedaan serta mampu memilah dan memilih
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat.
Oleh karena itu, porsi pendidikan agama yang diterapkan oleh suatu
sekolah hendaknya menjadi bahan pertimbangan penting orangtua dan
anak dalam memilih sekolah. Barangkali, jika kita ingin mendapatkan
pendidikan agama yang lebih di sekolah negeri, tampaknya sulit
diwujudkan. Pasalnya, sesuai aturan yang berlaku, sekolah-sekolah negeri
hanya menerapkan 2 (dua) jam pelajaran agama dalam sepekan, kecuali
inisiatif pihak sekolah untuk mengadakan jam tambahan.
Mungkin dari sini, sekolah-sekolah swasta yang berbasiskan agama dapat
menjadi solusinya. Sekolah ini jelas-jelas memberikan porsi lebih banyak
untuk pendidikan agama, bahkan sudah dipadukan dengan mata
pelajaran lain, sehingga terdapat internalisasi nilai-nilai agama di setiap
bahan ajar. Apalagi di jenjang pendidikan dasar, ibaratnya sebagai
momentum peletakan pondasi bangunan kepribadian dan pengoptimalan

seluruh potensi siswa. Maka, agama menjadi komponen paling penting
dalam membentuk dan membangun karakter anak didik.
Keempat, Kurikulum pembelajaran yang diterapkan.
Kurikulum bisa dikatakan sebagai jantungnya pendidikan. Dikarenakan di
dalamnya berisi tentang perencanaan pembelajaran yang menyangkut
semua kegiatan yang dilakukan dan dialami peserta didik dalam
perkembangan, baik akademis maupun non akademis, guna mencapai
tujuan pendidikan. Walaupun penerapan kurikulum ini sudah diatur dan
diseragamkan oleh pemerintah, tetapi pihak penyelenggara pendidikan
dapat melakukan modifikasi-modifikasi disesuaikan dengan kondisi
sekolah, lingkungan, dan kebutuhan masyarakat.
Dalam kebijakan kurikulum terbaru, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013, sangat memberikan keleluasaan
kepada pihak sekolah (negeri maupun swasta) untuk berkreasi dan
berinovasi selama masih mengacu kepada kompetensi inti dan
kompetensi dasar yang ditentukan.
Maka, sangat dimungkinkan akan terjadi kompetisi di antara sekolahsekolah, tentang bagaimana menampilkan profil sekolah dan keunggulankeunggulannya dalam hal muatan materi pembelajaran dan kegiatan
sekolah. Oleh karena itu, orang tua dan calon siswa harus benar-benar jeli
dan teliti dalam memilih sekolah terutama pertimbangan dari sisi


kurikulum yang diterapkan sekolah tersebut.
Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan sekolah juga
perlu dicermati, apakah dimungkinkan dapat mengoptimalkan bakat dan
potensi peserta didik.
Kelima, Teliti profil Pendidiknya.
Keberhasilan dari proses dan output pendidikan tidak dapat dilepaskan
dari andil guru. Boleh dikatakan guru sebagai ujung tombak pendidikan
untuk mencetak dan mengkader generasi penerus yang didambakan.
Apalah artinya kurikulum yang ideal jika tidak didukung oleh
pelaksananya, yaitu sumber daya manusia yang cakap.
Maka tidak heran, jika pemerintah terus-menerus berusaha meningkatkan
kompetensi guru melalui berbagai program, mulai dari penataranpenataran, beasiswa pendidikan dan program sertifikasi guru.
Raka Joni (1980) mengemukakan adanya tiga dimensi umum yang
menjadi kompetensi tenaga kependidikan, antara lain:
(1) Kompetensi personal atau pribadi, maksudnya seorang guru harus
memiliki kepribadian yang mantap yang patut diteladani. Dengan
demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang
menjalankan peran: ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut
wuri handayani.
(2) kompetensi profesional, maksudnya seorang guru harus memiliki

pengetahuan yang luas, mendalam dari bidang studi yang diajarkannya,
memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses
belajar mengajar yang diselenggarakannya.
(3) Kompetensi kemasyarakatan, artinya seorang guru harus mampu
berkomunikasi baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat
luas. Mungkin secara sederhana, ketika kita mengamati profil guru sebuah
sekolah, bisa dilihat dari riwayat pendidikan, pengalaman mengajar,
prestasi, penampilan, sikap dan gaya mengajar apabila dimungkinkan.
Keenam, Gedung dan fasilitas sekolah.
Komponen pendidikan yang tidak kalah pentingnya adalah sarana dan
prasarana yang mendukung. Mulai dari bangunan fisik, ruang kelas,
taman, perpustakaan, laboratorium, sarana olah raga dan kesenian, arena
bermain, kantin, perlengkapan kelas, sampai dengan alat peraga edukasi
yang dimiliki. Seiring dengan kemajuan bidang teknologi informasi,
tampaknya bukan hal yang baru sebuah sekolah memiliki fasilitas akses
jaringan internet dan website sendiri, dimana setiap stake holders dapat
berinteraksi dan berkomunikasi di dunia maya.

Hal ini, akan sangat membantu bagi orangtua untuk memantau
perkembangan putra-putrinya secara cepat tanpa harus secara fisik

datang ke sekolah. Dengan didukung sarana dan prasarana yang baik,
diharapkan semua peserta didik dapat belajar dengan senang, nyaman,
dan betah. Sekolah diibaratkan sebagai rumah kedua bagi anak-anak,
sehingga sekolah yang baik mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan
siswa. Hal yang perlu diperhatikan juga mengenai rasio jumlah siswa
dengan luas ruangan kelas serta fasilitas pembelajaran yang lain.
Ketujuh, Lokasi sekolah dan lingkungan.
Lokasi yang dimaksud dapat dipandang dari jarak sekolah ke rumah,
lingkungan sekitar dan sarana transportasinya. Bisa dibayangkan seorang
anak harus bangun pagi-pagi sekali karena letak sekolahnya jauh. Tentu ia
pulang dalam keadaan lelah karena jarak yang ditempuhnya memakan
waktu yang lama. Belum lagi jika terjadi kemacetan lalu lintas, bisa
dimungkinkan sering terlambat pulang maupun masuk sekolahnya.
Lalu kapan ia bisa belajar di rumah dengan nyaman? Bagaimana ia bisa
mengembangkan interaksi dengan anggota keluarga lain di rumahnya?
Maka, faktor lokasi dan lingkungan ini hendaknya diperhatikan oleh
orangtua dan anak itu sendiri dalam menentukan sekolah pilihannya.
Perlu dipikirkan juga mengenai sekolah yang berlokasi di pusat perkotaan
atau keramaian dan yang berada di pinggiran atau lebih dekat dengan
suasana alam, semua memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kedelapan, Keterjangkauan biaya pendidikan.
Barangkali bagi sebagian kalangan, faktor biaya ini menjadi pertimbangan
paling utama dalam memutuskan sekolah yang dipilih, terutama bagi
masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Biaya pendidikan yang
ditarik pihak sekolah secara umum terdiri iuran SPP, bantuan
pembangunan/gedung, seragam, buku, praktikum dan kegiatan
ekstrakurikuler. Sekolah-sekolah yang dianggap favorit, unggul maupun
plus biasanya juga akan memasang biaya pendidikan yang tidak murah.
Hal ini berkaitan dengan fasilitas pembelajaran dan program-program
unggulan yang ditawarkan. Namun yang perlu diingat bahwa, tingginya
biaya pendidikan yang diterapkan pihak sekolah hendaknya diikuti juga
dengan pelayanan pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, sebelum
menentukan pilihan sekolah, orangtua diharapkan sudah mampu
mengukur kemampuan secara ekonomi tentang biaya pendidikan yang
harus dikeluarkan termasuk anggaran lain di luar program sekolah, seperti
uang saku, transportasi, perlengkapan sekolah dan lain-lain.
Kesembilan, Ketertiban dan kebersihan sekolah.
Kondisi sekolah yang nyaman, teduh, tenang, tertib dan lingkungan yang

bersih tentu saja akan mendukung suasana proses pembelajaran. Berbeda

dengan suasana sekolah yang terkesan kumuh, gersang, gaduh,
penempatan perabot sekolah yang semrawut, dan tidak ada kedisiplinan
yang diterapkan, maka proses belajar mengajar akan banyak terganggu
dan kurang optimal hasilnya. Kata kuncinya, siswa di sekolah harus
merasa senang dan betah seperti ketika berada di rumahnya sendiri (feels
like second home).
Kesepuluh, Lihat prestasi dan keberhasilan alumninya.
Kriteria yang tidak boleh ditinggalkan dalam memilih sekolah yang ideal
adalah prestasi dan profil outputnya. Sekolah yang baik, selain unggul di
dalam proses, juga unggul pada hasilnya. Seperti telah diuraikan di muka,
yang disebut prestasi tidak hanya secara akademik, tetapi juga non
akademik, baik yang diraih siswa, guru maupun institusinya.
Termasuk tentang perkembangan bakat dan potensi siswa, pengetahuan,
sikap, perilaku, kemandirian, keterampilan dan keahlian lain yang
mendukung. Sedangkan Keberhasilan alumni dapat diukur dari lulusan
sekolah dapat diterima di sekolah lanjutan yang kualitasnya baik serta
memiliki life skill yang cukup untuk mampu eksis di tengah masyarakat.
Kesepuluh tips yang sudah penulis paparkan, semoga dapat menjadi
masukan dan bahan pertimbangan bagi orangtua dan anak di tengah
kebingungan dan kebimbangan dalam mencari sekolah yang ideal. Namun

perlu diingat, bahwa lingkungan pendidikan yang pertama dan utama
adalah keluarga atau di rumah. Maka, jadikanlah rumah-rumah kita,
sebagai tempat pendidikan terbaik untuk mencetak generasi emas
Indonesia. Semoga!