Penciptaan Manusia Dalam al Quran

Konsep Penciptaan Alam menurut Al Quran
A. Istilah alam dalam Al quran
Istilah alam yang terpakai di sini dalam arti alam semesta, jagat raya, yang dalam
bahasa inggris diistilahkan dengan universe. Istilah ini dialihbahasakan ke dalam bahasa Arab
dengan alam (‫)عالم‬. Istilah alam dalam al-Quran hanya datang dalam bentuk jamak alamin (
‫)عاطين‬, disebut sebanyak 73 kali yang tergelar dalam 30 surat.1
Kata ‘alamin yang dimaksud dalam al-Quran, sebagai kumpulan yang sejenis dari
makhluk yang berakal. Arti ini didasarkan pada kata ‘alamin yang menunjukkan jamak almuzakkar yang berakal. Sebab itu dikenal alam malaikat, alam manusia, alam jin, alam
tumbuhan dan lainnya, tetapi tidak dikenal istilah alam batu dan alam tanah, karena alam batu
dan alam tanah tidak memenuhi kriteria di atas.2
Berdasarkan pendapat para ulama ternyata istilah al-‘alamin yang ada dalam alQuran tidak dapat dipakai kepada istilah alam semesta atau universe. Untuk membuktikan
tesa ini dapat dilacak kata-kata al-‘alamin yang terdapat dalam al-Quran. Sebagai contoh
dapat dikemukakan diantaranya sebagai berikut:3
1. Surah al-Baqarah : 47 dan 122

‫عنلى ال لنعال نممينن‬
‫نيا بنمني مإلسنرامئينل الذك ككروا منلعنممتني ال ض نمتي أ نن لنعلم ك‬
‫عل نيلك كلم نوأ نمضني نف ض نضل لتكك كلم ن‬
‫ت ن‬
Artinya: “Hai Bani Israel, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu
dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.”

Meneliti dari konteks ayat diatas, kata ‘alamin ynag terkandung di dalamnya tidak
dapat diartikan dengan alam semesta. Kalau diterima dengan arti demikian, apakah pantas
Allah menegaskan bahwa Bani Israil dilebih-Nya atas alam batu, tanah, besi dan lainnya.
Karean itu arti yang tepat dengan al-‘alamin di sini secara khusus adalah umat manusia
Memang Allah telah melebihkan nikmat kepada umat Israil dari umat-umat lain dengan
kebanyakan nabi-nabi lain. Menurut Abdul Abduh keistimewaan ini dimaksudkan atas
perorangan dari Bani Israil dan tidak pula meniadakan siksa atas mereka apabila mereka
menyimpang dari petunjuk para nabi mereka.4
1
2
3
4

Hlm
Hlm
Hlm
Hlm

19
20

22
22

Al-Razy ketika menafsirkan ayat dimaksudkan sama pendapatnya dengan
pernyataan diatas, namun ia menambahkan bahwa fadhdahltukum ‘ala al-‘alamin di situ
terbatas padaa masa Bani Israil dahulu kala ketika para nabi itu ada. Akan tetapi setelah para
nabi tersebut tiada, maka keistimewaan tersebut tidak berlaku lagi. Keterbatasan ini ia
kuatkan dengan firman Allah SAW dala surat Al-Maidah ayat 20 dan surat Al-Dukhan ayat
32.5
2. Surat ali-Imran : 96

‫ت كومضنع ملل ضننامس ل نل ض نمذي مببنك ض ننة كمنبانردكا نوكهددى لمل لنعال نممينن‬
‫مإ ض نن أ ن ضنونل بني ل ت‬
Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah)
manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi
semua manusia.”
Surat ali Imran diatas berbicara tentang ka’bah. Hal ini sebagai jawaban ats
keraguan atau ketidaksenangan Yahudi terhadap Islam di Makkah sebagai ganti kiblat mereka
ke Baitul Maqdis di Palastina. Informasi ini sekaligus mematahkan argumentasi Yahudi yang
menganggap Baitul Maqdis lebih baik dan lebih dahulu diciptakan Allah dari Ka’bah.

Peristiwa ini ditegaskan Allah sebagai memberi berkah dan petunjuk bagi al-‘alamin. Melihat
kepada konteks ayat, hal ini tidak mungkin memberi berkah bagi seluruh alam, seperti alam
tumbuhan batu dan lainnya. Karenanya al-‘amin di sini lebih tepat diartikan dengan manusia
dan tidak bisa diartikan dengan alam semesta.
3. Surat Yusuf : 104

‫وماَ تسأ نل ههم ع نل نيِه م ن‬
‫ن‬
‫ن ههون مإلِ ذ مك لرر ل مل لنعاَل ن م‬
‫جر ر إ م ل‬
‫نأ ل‬
‫ن ن ن ل ه ل‬
‫ميِ ن‬
‫ل م م ل‬
Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap seruanmu ini),
itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam.”
Istilah zikr li al-‘alamin dapat pula ditemukan dalam surat Shad/38:87, alQalam/68:52 dan Al-Takwir/81:27. Ayat ini menginformasikan bahwa Nabi Muhammad (juga
nabi-nabi lainnya) tidak menerima upah atas seruan yang ia sampaikan, dan kitab ketuhanan
(al-Quran) adalah peringatan (tazkirat) bagi al-‘alamin. Mengamati konteks seluruh ayat di
atas, maka al-‘alamin disitu lebih tepat diartikan dengan bangsa manusia dan jin.

5 Hlm 23

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa istilah al-‘alamin dalam alQuran tidak dapat dipakaikan kepada istilah alam semesta atau universe.namun dapat
dibenarkan bahwa kata ini menunjukkan banyaknya alam yang diciptakan dan dipelihara
Tuhan, sebagai darinya tidak diketahui oleh manusia (QS. An Nahl/16 : 8). Telah disebutkan
sebelumnya untuk istilah alam semesta atau universe, al-Quran mempergunakan istilah alsamawat wa al-ardh wa ma baynahuma. Dalam kumpulan wahyu Allah (al-Quran) Istilah ini
disebut sebanyak 20 kali yang tergelar dalam 15 surat. Salah satu contoh ayat yang
menyebutkan kata al-samawat wa al-ardh wa ma baynahuma seperti yang termaktub dalam
surat Maryam/19 : 65 yang berbunyi:

...‫ه‬
‫ماَنواَ م‬
‫نر ب‬
‫ب اَل س‬
‫ماَ نفاَع لب هد ل ه‬
‫ماَ ب نيِ لن نهه ن‬
‫ض ون ن‬
‫س ن‬
‫ت نواَللر م‬
Artinya: “Tuhanalam semesta, maka sembahlah Dia...”

Untuk mengetahui pengertian kata tersebut seutuhnya perlu dilihat dalam konteks
ayat sebelumnya, surat Maryam/19:64 artinya: Kepunyaan Allah apa-apa yang dihadapan
kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang dihadapan kita apa-apa yang ada di
belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya.
Jadi kata al-samawat wa al-ardh wa ma baynahuma dalam surat tersebut
memperkuat keterangan sebelumnya

yang bersifat parsial, yakni apa-apa yang ada di

hadapan kita, apa-apa yang ada dibelakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya.
Jadi secara umum atau keseluruhan, yakni al-samawat wa al-ardh wa ma baynahuma atau
alam semesta dalah kepunyaan Allah dan Dia yang mengaturnya sesuai dengan ketentuanNya
Dari uraian yang diberikan di atas dapat ditegaskan bahwa al-Quran memakaikan
kata al-samawat wa al-ardh wa ma baynahuma untuk istilah alam semesta. Kata ini mengacu
kepada alam pisik non pisik atau gaib, seperti alam malaikat, jin, roh dan lainnya.
A. Ayat-ayat tentang penciptaan alam
Pengungkapan penciptaan alam semesta dalam Al-Quran terdapat tiga bentuk kata di
antaranya, khalq (‫)خلق‬, bad’ (‫)بدع‬, dan fathr (‫ )فطر‬yang mengandung pembicaraan tentang
penciptaan alam semesta.
Berikut sebagian ini ayat-ayat yang mengandung kata tersebut:

1. Surat Hud/11:7

‫ست سةم أ نسياَم ر ون ن‬
‫ن‬
‫ذيِ ن‬
‫ض مفيِ م‬
‫ماَنواَ م‬
‫ونههون اَل س م‬
‫كاَ ن‬
‫خل نقن اَل س‬
‫س ن‬
‫ت نواَللر ن‬
‫شه ع ننلىَ اَل لماَمء ل ميِبل هوك هم أ نيك ه ن‬
‫ت‬
‫مأ ل‬
‫ح ن‬
‫ن قهل ل ن‬
‫ن عن ن‬
‫نل ن ل ب ل‬
‫ن‬

‫ع نلر ه ه‬
‫ملَ ونل نئ م ل‬
‫س ه‬
‫ن هن ن‬
َ‫ذا‬
‫ن كن ن‬
‫ت ل نيِ ن ه‬
‫ن اَل س م‬
‫مو ل م‬
‫ن م‬
‫فهرواَ إ م ل‬
‫مب لهعوهثو ن‬
‫ن ب نعلد م اَل ل ن‬
‫م ن‬
‫إ من سك ه ل‬
‫ذي ن‬
‫قول ن س‬
‫م ل‬
‫ن‬
‫مإلِ م‬

‫س ل‬
‫حرر ه‬
‫ممبيِ ر‬
Artinya: “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah
Arasy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya,
dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan
sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah
sihir yang nyata".”
Informasi yang diperoleh dalam surat Surat Hud/11:7 di atas berkenaan dengan
penciptaan alam semesta selama enam tahapan atau periode dan’arasy Allah ketika
berlangsungnya proses penciptaan alam semesta di atas zat alir atau sop kosmon (al-ma’).
Ungkapan tentang kana’arsyuh’ala al-ma’, singgasanaNya di atas zat alir atau sop kosmos,
merupakan kinayah atau kiasan, karena melukiskan Allah seperti halnya raja-raja atau
penguasa dunia yang mempunyai singgasana merupakan sikap yang tidak dapat ditorerir
Islam. Sebab itu singgasana si sini lebih tepat dipahami dengankekuasaan atau pemerintahan.
Kata al-sama’, yang lazim diartikan dengan langit harus dipahami sebagai ruang alam yang
didalamnya terdapat galaksi-galaksi, bintang-bintang dan lainnya. Ini dimaksudkan untuk
menghindarkan konsep keliru tentang langit yang dipahami sebagai bola super-raksasa yang
mewadahi seluruh ruang alam. Ia berputar mengelilingi sumbunya dan pada dindingnya
menempel bintang-bintang. Pemahaman seperti ini sudah jelas bertentangan dengan

kenyataan yang ditemukan para ilmuan. Sedangkan kata al-ardh yang biasa diartikan dengan
bumi di sini lebih tepat dipahami dengan materi, yakni bakal bumi, yang sudah ada sesaat
setelah Allah menciptakan jagat-raya. Karena, menurut penelitian ilmuwan, bumi baru
terbentuk sekitar 4,5 miliyar tahun lalu di sekitar matahari, dan tanah di bumi kita ini baru
terjadi sekitar tiga milyar tahun lalu sebagai kerak di atas magma. Begitu pula dengan kata alma’ yang termaktub dalam surat Hud/11:7 ini lebih tepat diartikan dengan zat air atau sop
kosmos ketimbang dengan air. Karena air yang terdiri dari atom oksigen dan taom-atom
hidrogen dalam fase penciptaan alam belum dapat terbentuk dan isi alam ketika itu
merupakan radiasi dan materi yang pada suhu yang sangat tinggi itu wujudnya lain daripada
air yang ada sekarang ini.

1. Surat al-Anbiya’/21:30

‫ن‬
‫ن‬
‫ض ن‬
َ‫قا‬
ْ‫كاَن ننتاَ نرت ل ق‬
‫ن كن ن‬
‫ماَنواَ م‬
‫م ي ننر اَل س م‬

‫فهرواَ أ س‬
‫ن اَل س‬
‫س ن‬
‫أونل ن ل‬
‫ت نواَللر ن‬
‫ذي ن‬
‫ن‬
‫ماَمء ك ه س‬
‫ل ن‬
‫ن‬
‫فت ن ل‬
‫فن ن‬
‫يِ أنفلَ ي هؤ ل م‬
‫جعنل لنناَ م‬
‫مهنو ن‬
‫يِرء ن‬
‫ماَون ن‬
‫ن اَل ل ن‬
‫قنناَهه ن‬
‫ح ي‬

‫ش ل‬
‫م ن‬

Artinya: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman?”
Dalam Surat al-Anbiya’/21:30 di atas disajikan informasi pokok-pokok tentang
ruang alam (al-sama’) dan materi (al-ardh) yang belum dipisahkan adalah sesuatu yang padu.
Kemudian dibicarakan pula tentang air (al-ma’) yang daripadanya dijadikan segal sesuatu
yang hidup. Ternyata al-Manar dan al-Mizan tidak dapat ditafsirkan kata ratq dengan sesuatu
materi. Karena ratq (sesuatu yang padu) kata sifat bukan kata benda, sedangkan materi adalah
kata benda.
Sebelumnya dalam surat Hud/11:7 telah dijelaskan tentang al-ma’ yang lebih tepat
diartikan dengan zat alir atau sop kosmos karena pembicaraannya diartikan dengan fase
penciptaan alam semesta. Sedangkan dalam surat ini pembicaraan tentang al-ma’ titik
tekannya pada sangat sentralnya ia perlukan oleh kehidupan. Ini berarti al-ma’ yang dimaksud
oleh surat al-Anbiya’/21:30 adalah yang terdiri dari atom oksigen dan atom-atom hidrogen.
Karenanya al-ma’ di sini, berbeda dengan al-ma’ dengan surat Hud/11:7 lebih tepat diartikan
dengan air. Hal ini sesuai dengan isyarat ayat yang menghubungkan pembicaraan al-ma’
dengan telah sempurnanya proses penciptaan alam semesta.
2. Surat al-Sajdat/32:4

‫ذيِ ن‬
‫ست سةم‬
‫ماَ مفيِ م‬
‫ماَنواَ م‬
‫ه اَل س م‬
‫خل نقن اَل س‬
‫ماَ ب نيِ لن نهه ن‬
‫ض ون ن‬
‫س ن‬
‫اَلل س ه‬
‫ت نواَللر ن‬
‫أن‬
‫وىَ ع ننلىَ اَل ل‬
‫ه‬
ِ‫يِ نول‬
‫ر‬
‫ع‬
‫ت‬
‫س‬
َ‫ما‬
‫ث‬
‫م‬
َ‫يا‬
‫ن هدون مهم م‬
‫م م‬
‫ن‬
‫ن‬
‫س‬
‫ل‬
‫ماَ ل نك ه ل‬
‫ش ن‬
‫س‬
‫ن ونل م ي‬
‫م ل‬
‫م ل‬
‫ل‬
‫ن‬
‫م‬
‫ر‬
‫ن‬
‫ن‬
‫ن‬
‫ش م‬
‫فيِرع أنفلَت نت نذ نك سهرو ن‬

Artinya: “Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy. Tidak ada bagi kamu
selain daripada-Nya seorang penolong pun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka
apakah kamu tidak memperhatikan?”

Informasi yang ditemukan Surat al-Sajdat/32:4 mempertegas dan memperjelas
informasi yang diketengahkan surat Hud/11:7 sebelumnya, yakni alam semesta
penciptaannya selama tahapan atau periode. Jadi enam tahapan atau periode keseluruhan
masa ciptaan. Selain itu ditemukan atau periode keseluruhan masa ciptaan. Selain ditemukan
pula informasi tambahan bahwa Allah bersemayam di ‘Arasy. Ungkapan ini dipandang
sebagai kiasan atau kinayah sama halnya dengan ungkapan kana ‘arsyuhu ‘ala al-ma’. Justru
itu untuk memahami harus diambil metaforanya atau tersirat, yakni Allah berkuasa atas
seluruh alam semesta beserta apa yang terandung didalamnya.
Jika dibandingkan dengan informasi yang disuguhkan Hud/11:7 dan surah alSajdat/32:4 tentangan tahapan atau periode penciptaan alam semesta seolah-olah terjadi
pengulangan. Dalam al-Quran tidak aatau perundang undanganda ditemukan pengulangan
tanpa ada pentujuk atau informasi tambahan. Dalam surat Hud/11:7 pembicaraan enam
tahapan atau periode penciptaan alam semesta dikaitkan dengan zat air atau sop kosmos (alma’) sebagai keadaan alam dalam fase penciptaannya. Sedangkan dalam surat al-Sajdah/32:4
pembicaraan enam tahapan atau periode penciptaan alam semesta dihubungkan dengan
kemahakuasaan Allah atas seluruh alam semesta beserta segala yang terkandung didalamnya.
Dengan istilah lain segala yang diciptakanNya harus tunduk dengan aturan undang-undang
yang telah ditetapkanNya.
3. Surat al-Zariyat/51:47

‫ن‬
‫ن‬
‫ماَءن ب نن نيِ لنناَ ن‬
‫مو م‬
‫سهعو ن‬
‫نواَل س‬
‫هاَ ب مأي لد ر ونإ مسناَ ل ن ه‬
‫س ن‬

Artinya: “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar meluaskannya.”
Informasi yang disajikan Surat al-Zariyat/51:47 menunjukkan bahwa ruang alam (alsama’) memuai atau berekspetasi. Pemuaian ini sesuai dengan kehendak dan undang-undang
yang telah ditetapkan Allah di alam ini.
4. Surat Fushshilat/41:9-12

‫قه ل ن‬
‫ن‬
‫م ل نت نك ل ه‬
‫ذيِ ن‬
‫ن مباَل س م‬
‫جعنهلو ن‬
‫ن ونت ن ل‬
‫فهرو ن‬
‫ض مفيِ ي نول ن‬
‫ل أئ من سك ه ل‬
‫خل نقن اَللر ن‬
‫ميِ ل م‬
‫لن ن‬
‫داَ ذ نل م ن‬
‫ن‬
‫ب اَل لنعاَل ن م‬
‫ك نر ب‬
ْ‫داَ ق‬
‫ه أن ل ن‬
‫ه‬
‫ميِ ن‬
‫ن‬
‫جع ن ن‬
َ‫ن فنولقمنهاَ وننباَنرك مفيِنهاَ ونقند سنر مفيِنها‬
‫يِ م‬
‫ل مفيِنهاَ نرنواَ م‬
‫ون ن‬
‫م ل‬
‫س ن‬
‫ن‬
‫ن‬
‫ن‬
‫ن‬
‫واَقْء ملل س‬
‫واَت ننهاَ مفيِ ألرب نعنةم أسياَم ر ن‬
‫ساَئ ممليِ ن‬
‫س ن‬
‫أقل ن‬

‫قاَ ن ن‬
َ‫ض اَ مئ لت منيِا‬
‫ن فن ن‬
‫يِ د ه ن‬
‫خاَ ر‬
‫وىَ إ منلىَ اَل س‬
‫م اَ ل‬
‫س ن‬
‫ثه س‬
‫ماَمء ونه م ن‬
‫ست ن ن‬
‫ل لنهاَ ونمللِلر م‬
‫هاَ نقاَل ننتاَ أ نت نيِ لنناَ ن‬
‫ن‬
ْ‫ط نول ق‬
ْ‫عاَ أ نول ك نلر ق‬
‫طاَئ ممعيِ ن‬
‫ن‬
‫حىَ مفيِ ك ه ل‬
‫ماَءر‬
‫فن ن‬
‫ماَنواَ ر‬
‫ن ونأول ن‬
‫ق ن‬
‫ل ن‬
‫سب لعن ن‬
‫ن ن‬
‫س ن‬
‫ت مفيِ ي نول ن‬
‫س ن‬
‫ضاَهه س‬
‫ميِ ل م‬
‫ن‬
ْ‫ف ق‬
‫ظاَ ذ نل م ن‬
‫ديهر‬
‫ك تن ل‬
‫ح ل‬
‫ح ون م‬
‫منر ن‬
‫ق م‬
‫صاَمبيِ ن‬
‫هاَ وننزي سسناَ اَل س‬
‫ماَنء اَلد بن لنيِاَ ب م ن‬
‫س ن‬
‫أ ل‬
‫م ن‬
‫ل‬
‫اَل لعن م‬
‫زيزم اَلعنمليِم م‬
Artinya: “Katakanlah, “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan materi
(al-ardh) dalam dua tahapan atau periode dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang
bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam”. Dan Dia menciptakan di materi (al-ardh) ini
tambatan yang kokoh diatasnya. Dia memberkahi dan Dia menentukan padanya sumber
kekuatan dalam empat tahapan atau periode (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orangorang yang bertanya. Kemudian Dia menuju penciptaan ruang alam (al-sama’) dan ruang
alam (al-sama’) ketika itu penuh embunan (dukhan), lalu Dia berkata kepada ruang alam
(al-sama’) dan kepada materi ()al-ardh: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku
dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
Maka Dia menjadikannya tujuh ruang alam (al-sama’) dalam dua tahap atau periode dan
Dia mewahyukan atau menetapkan hukum-hukum alam yang berlaku didalamnya. Dan Kami
hiasi ruang alam (al-sama’) dunia dengan pelita-pelita (bintang-bintang, bulan, matahari
dan sebagainya) dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan
Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”
Informasi yang dapat diraih dari Surat Fushshilat/41:9-12 di atas ialah bersifat
rincian tentang enam tahapan atau periode penciptaan alam semesta, yakni dua tahapan atau
periode penciptaan materi (al-ardh) dan empat tahapan tau periode penciptaan gaya-gayanya.
Sedangkan penciptaan ruang alam (al-sama’) termasuk dua dari enam tahapan atau periode
tersebut.
Ayat-ayat di atas lewat informasi tentang penciptaan alam semesta, Allah mengajak
orang-orang kafir supaya berakidah yang benar, mentauhidkanNya dan membersihkan diri
dari perbuatan syirik. Sedangkan bagi orang-orang mukmin informasi ini akan menambah
keyakinan dan ketakwaan mereka kepada Allah SWT.
B. Proses penciptaan alam

Dalam informasi pertama tentanng proses penciptaan alam semesta yang terdiri dari
tiga bentuk kata yang erat kaitannya dengan hal ini, yaitu khalq, bad’, dan fathr, tidak
ditemukan pada redaksinya penjelasan yang tegas, apakah alam semesta diciptakan dari
materi yang sudah ada atau dari ketiadaan? Jadi ketiga bentuk kata tersebut hanya
menjelaskan bahwa Allah Pencipta alam semesta tanpa menyebutkan dari ada tiadanya.
Kemudian proses berikutnya, seperti yang dideskripsikan surat al-Anbiya’/21:30,
ruang alam (al-sama’) dan materi (al-ardh) sebelum dipisahkan Allah adalah sesuatu yang
padu. Jadi ketika itu alam semesta ketika itu merupakan suatu kumpulan.
Rangkaian proses berikutnya, setelah terjadi pemisahan oleh Allah alam semesta
mengalami proses transisi fase membentuk dukhan. Hal ini ditangkap dari pernyataan surat
Fushilat/41:11 yang berbunyi: (artinya) Kemudian Allah menunjukan penciptaan ruang alam
(al-sama’)yang ketika itu penuh “embunan” kata ini menjelaskan tentang bentuk alam
semesta ketika berlangsungnya fase awal penciptaannya.
Sebagaimana dukhan, al-Quran juga menunjukkan bahwa zat air atau sop kosmos
(al-ma’) telah ada sebagai salah satu kondisi terwujudnya alam semesta. Dengan kata lain,
sebelum alamsemesta terbentuk seperti sekarang ia mengalami bentuk atau sifat semacam zat
alir atau kosmos.
Pembicaraan al-ma’ (zat air) dalam surat Hud/11:7 erat kaitannya dengan proses
penciptaan alam semesta, sedangkan surat al-Anbiya’/21:30 melukiskan al-ma’ (air) sangat
dibutuhkan dalam kehidupan atau dari air diciptakan sekalian makhluk hidup.
Proses penciptaan alam semesta selanjutnya sebagaimana yang dideskripsikan surat
al-Zariyat/51:47 bahwa ruang alam (al-sama’) bersifat meluas, melebar dan memuai. Hal ini
juga timbul setelah terjadinya pemisahan oleh Allah antara ruang alam (al-sama’) dan materi
(al-ardh). Jika dilihat dari sisi lafal yang terpakai dalam surat al-Zariyat/51:47, yakni musi’un
adalah ism al-fa’il (kata yang mengandung arti pelaku). ism al-fa’il dalm kaidah tafsir
menunjukkan kepada sesuatu yang bersifat tetap dan permanen. Dengan demikian sifat
meluas, melebar dan memuai ruang alam (al-asma’) bersifat tetap atau terus berlaku sampai
sekarang dan waktu lama di masa akan datang.
Kemudian dalam al-Quran berturut-turut disebutkan bahwa alam semesta diciptakan
selama enam tahap atau periode. Secara global disebutkan dalam surat Hud/11:7, selanjutnya
diulang kembali dalam surat al-Sajdat/32:4 dan surat Fushilat/41:12, didukung pula oleh

sejumlah ayat yakni surat al-A’raf/7:54, surat Yunus/10:3, surat al-Furqan/25:59, surat
Qaf/50:38 dan surat al-Hadid/57:4.
Kata yaum dengan jamaknya ayyam (tahapan atau periode) dalam al-Quran
bukanlah dimaksud batasan waktu antara terbenamnya matahari hingga terbenamnya lagi
keesokan harinya seperti hari di bumi. Jika diterjemahkan demikian tidak logis dan ia juga
bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran yang lain, karena hari sekarang ini baru ada setelah
sempurnanya penciptaan alam semesta. Alla Ta’ala berfirman:
1. Surat al-Hajj/22:47

‫جهلون ن ن‬
‫ك مباَل لعن ن‬
َ‫ما‬
‫ن يه ل‬
‫خل م ن‬
‫ه ونع لد نه ه ونإ م س‬
‫وني ن ل‬
ْ‫ن ي نول ق‬
‫ف اَلل س ه‬
‫ست نعل م‬
‫ذاَ م‬
‫ب ونل ن ل‬
‫عند رب ن ن‬
‫ن‬
‫سن نةر م‬
‫دو ن‬
‫ماَ ت نعه ب‬
‫ك ك نأل ل م‬
‫م ل ن ن ل‬
‫ف ن‬
‫م س‬

Artinya: “Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekalikali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti
seribu tahun menurut perhitunganmu.”
2. Surat al-Sajdat/35:5

‫م ي نعلهر ه ن‬
‫ن‬
‫منر م‬
‫ن اَل س‬
‫ض ثه س‬
‫س ن‬
‫ي هد نب لهر اَل ل‬
‫م ن‬
‫ج إ مليِ لهم مفيِ ي نولم ر‬
‫ماَمء إ ملىَ اَللر م‬
‫ن‬
‫ن‬
‫م ل‬
‫داَهره ه أ نل ل ن‬
‫سن نةر م‬
‫ن م‬
‫دو ن‬
‫ماَ ت نعه ب‬
‫ق ن‬
‫كاَ ن‬
‫ف ن‬
‫م س‬

Artinya: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya
dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”
3. Surat al-Ma’arij/70:4

‫ح إ مل نيِ لهم مفيِ ي نولم ر ن‬
‫ن‬
‫م ل‬
‫داَهره ه ن‬
‫ملَئ مك ن ه‬
‫م م‬
‫ن م‬
‫ق ن‬
‫كاَ ن‬
‫ة نواَلبرو ه‬
‫ت نعلهر ه‬
‫خ ل‬
‫ج اَل ل ن‬
‫سيِ ن‬
‫أ نل ل ن‬
‫سن نةر‬
‫ف ن‬

Artinya: “Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam
sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.”
Dalam ayat-ayat di atas dikatakn satu hari sama kadarnya dengan seribu tahun dan
lima puluh ribu tahun menurut perhitungan hari di bumi. Jadi kata seribu tahun dan lima
puluh ribu tahun di sini tidak menunjukkan batas waktu yang nyata, melainkan merupakan

suatu masa yang panjang. Oleh sebab itu yang dimaksud yaum dalam penciptaan alam
semesta adalah tahapan atau periode yang berjumlah enam.
Dalam banyak ayat al-Quran secara eksplisit menyebutkan ruang alam (al-sama’)
berjumlah tuuh. Sedangkan materi (al-ardh) sebagaimana dalam surat al-Thalaq/65:12 secara
implisit didsebutkan juga jumlahnya tujuh.
Kata ruang dalam al-Quran ada yang datang dalam bentuk mufrad (al-sama’) dan
ada pula yang datang dalam bentuk jamak (al-samawat). Sedangkan bumi (materi) dalam alQuran hanya disebutkan dalam bentuk mufrad (al-aradh) saja dan tidak pernah muncul dalam
bentuk jamaknya (al-aradhain).
Adapun proses penciptaan alam semesta selanjutnya, yaitu Allah melengkapinya
dengan menciptakan hukum-hukum tertentu, yang disebut dengan sunatullah. Hal ini
dipahami percakapan simbolis antara Allah di satu pihak dan ruang alam (al-sama’) dan
materi (al-ardh) di pihak lain. Penafsiran ini ditopang sejumlah ayat, seperti surat alIsra’/17:77, al-Ahzab/33:62, Fathir/35:43, al-Fath/48:23 , Yasin/36:40, dan al-‘An’am/6:96.
Hasil penelitian ayat-ayat ini seutuhnya menunjukkan bahwa hukum-hukum alam telah
ditetapkan Allah tersebut tidak akan pernah berubah dan menyimpang. Alam semesta tunduk
kepada hukum-hukum rancangan Allah tersebut. Dengan istilah lain, gerakan dan edaran
ruang alam (al-sama’) dan materi (al-ardh) serasi dan sejalan, tidak saling bertentangan.
Demikian proses penciptaan alam semesta yang dirangkai dari isyarat-isyarat yang
disinyalkan dalam al-Quran. Sebagaimana di singgung sebelumnya bahwa proses penciptaan
alam semesta sebagai hasil “bacaan” terhadap “kitab alam” dapat dilihat dari hasil observasi
sains kealaman.