Filsafat Dan Ilmu dalam pengembangan

Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala
yang ada.

Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki
sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum
sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat
dengan ilmu.
Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the
mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni
kehidupan )
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre
(ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu
membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan
seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh
kenyataan.
Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar
hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan
dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange
menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya
tercakup empat persoalan.

Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
Notonegoro : Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak,
yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan
berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang
penghabisan “.
Sidi Gazalba : Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala
sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
Harold H. Titus (1979 ) : (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan
dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau
pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha
untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan
penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang
mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.

Hasbullah Bakry : Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan

tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Robert Ackermann
Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah
dewasa ini dengan perbandingn terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau
dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi
filsafat ilmu demikian bukan suatu cabang yang bebas dari praktek ilmiah senyatanya.
2.
Peter Caws
Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat
seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia.
3.
Lewis White Beck
Filsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba
menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
4.
John Macmurray
Filsafat ilmu terutama bersangkutan dengan pemeriksaan kritis terhadap pandangan-pandangan
umum, prasangka-prasangka alamiah yang terkandung dalam asumsi-asumsi ilmu atau yang berasal
dari keasyikan dengan ilmu.


1.2 Pengertian Filsafat
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan segala sesuatu
secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat yang sebenarnya. Kata filsafat yang terambil dari Bahasa
Yunani, yaitu philosophia yang berarti kebijaksanaan atau mencintai kebijaksanaan. Objek filsafat terdiri dari dua
objek yaitu objek materi dan objek formal. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa yang menjadi objek filsafat
adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
Menurut Poedjawijatna, filsafat itu juga dapat dikatakan adalah
suatu ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Selanjutnya beliau mengkategorikan filasafat itu kedalam golongan ilmu, maka oleh karena itu filsafat harus bersifat
ilmiah, yaitu menuntut kebenaran, memilki metode, bersistem dan harus berlaku umum.
2.1.3 Pengertian Agama
Kata agama berasal dari Bahasa Sansekerta berasal dari kata a dan gama. A berarti “tidak” dan gama berarti
“kacau”. Jadi kata agama diartikan tidak kacau, tidak semrawut hidup menjdi lurus dan benar.
Pengertian agama menunjukkan kepada jalan atau cara yang ditempuh untuk mencari keridhoan Allah.
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga
disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian
dengan kepercayaan tersebut.
Agama pada umumnya dipahami sebagai :

1.


Satu sistem credo ( tata keimanan atau tata keyakinan ) atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia.

2.

Satu sistem siyus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu.

3.

Satu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya,
sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaksud diatas.

2.2 Hubungan antara Ilmu, Filsafat, dan Agama
Anshari (dalam Kompasiana 2012) menyatakan, baik ilmu maupun filsafat atau agama, bertujuan (sekurangkurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri
mencari kebenaran tentang alam dan manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran, baik
tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula agama, dengan karakteristiknya pula memberikan jawaban atas

segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia tentang alam, manusia dan Tuhan. Masih menurutnya, baik ilmu
maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu manusia.
Sebenarnya hakikat manusia itu adalah mahkluk pencari kebenaran, karena ia dibekalikan oleh Allah Swt dengan

akal pikiran, akan tetapi akal pikiran yang suci yang tidak terkontaminasi dengan yang lain, yang dibimbing oleh nilainilai agama, karena dengan akal pikiran yang dibimbing oleh nilai-nilai agama itulah yang bisa mencapai kebenaran.
Paling tidak ada tiga sarana atau jalan untuk mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran itu, yaitu: melalui
filsafat, melalui ilmu pengetahuan dan melalui agama, yaitu melalui wahyu dari Sang Pencipta Kebenaran yang
Mutlak dan Abadi. Ketiga sarana atau jalan itu masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri di dalam mencari,
menghampiri dan menemukan kebenaran itu. Ketiga sarana tersebut juga mempunyai titik persamaan, titik
perbedaan dan titik singgung (hubungan) antara yang satu dengan yang lainnya
2.2.1 Jalinan Fisafat dengan Agama

1.

Agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan, sedangkan filsafat adalah salah satu
unsurkebudayaan.

2.

Agama adalah ciptaannya Tuhan, sedangkan filsafat hasil spekulasi manusia.

3.

Agam adalah sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan (science), dengan filsafat menguji

asumsi-asumsi science.

4.

Agamamendahulukan kepercayaan daripada pemikiran, sedangkan filsafat mempercayakan sepenuhnya
kekuatan daya pikiran.

5.

Agama mempercayai akan adanya kebenaran dan yang kenyataan dogma-dogma agama, sedangkan
filsafat tidak mengakui dogma-dogma sebagai kenyataan tentang kebenaran.

Dengan demikian, terlihat jelas bahwa peran agama terhadap filsafat ialah meluruskan filsafat yang spekulatif
kepada kebenaran mutlak yang ada pada agama. Sedangkan peran filsafat terhadap agama ialah membantu
keyakinan manusia terhadap kebenaran mutlak itu dengan pemikiran yang kritis dan logis. Hal ini di dukung
pernyataan yang menyatakan bahwa filsafat yang sejati haruslah berdasarkan agama, malahan filsafat yang sejati itu
adalah terkandug dalam agama (Hamzah Abbas, 1981:29).
2.2.2 Jalinan Filsafat dengan Ilmu
Filsafat berbicara tentang ilmu, begitulah Kattsoff (1996:1905) mengutarakan jalinan filsafat dengan ilmu. Bahasa
yang dipakai dalam filsafat berusaha untuk berbicara mengenai ilmu dan bukannya di dalamnya ilmu. Antara filsafat

dan ilmu memiliki persamaan, dalam hal bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu
berpikir filosofis, spekulatif, dan empiris ilmiah. Perbedaaan antara keduanya, terutama untuk filsafat menentukan
tujuan hidup dan ilmu menentukan sarana untuk hidup. Karenanya, filsafat inilah kemudian disebut sebagai induknya
ilmu pengetahuan.
2.2.3 Persamaan Ilmu, Filsafat, dan Agama
Yang paling pokok persamaan dari ketiga bagian ini adalah sama-sama bertujuan untuk mencari kebenaran. Ilmu
pengetahuan dengan metodenya sendiri, mencari kebenaran tentang alam dan termasuk di dalamnya manusia.
Filsafat dengan wataknya sendiri pula, menghampiri kebenaran, baik tentang alam, maupun tentang manusia, yang

belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar atau diatas jangkauannya, ataupun tentang Tuhan. Agama
dengan karakteristiknya sendiri pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia,
baik tentang alam, manusia, atau tentang Tuhan.
2.2.4 Perbedaan Ilmu, Filsafat, dan Agama
Terdapat perbedaan yang mencolok antara ketiga aspek tersebut, dimana ilmu dan filsafat bersumber dari akal budi
atau rasio manusia. Sedangkan agama bersumber wahyu dari Tuhan.
Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan cara penyelidikan (riset), pengalaman (empiri), dan percobaan
(eksperimen). Filsafat menemukan kebenaran atau kebijakan dengan cara penggunaan akal budi atau rasio yang
dilakukan dengan cara mendalam, menyeluruh, dan universal. Kebenaran yang diperoleh atau ditemukan oleh
filsafat adalah murni hasil pemikiran (logika) manusia, dengan cara perenungan (berpikir) yang mendalam (radikal)
tentang hakikat segala seuatu (metafisika). Sedangkan agama mengajarkankebenaran atau memberi jawaban

tentang berbagai masalah asasi melalui wahyu atau kitab suci yang berupa firman Tuhan.
Kebenaran yang diperoleh melalui ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif yaitu kebenaran yang masih berlaku
sampai dengan ditemukan kebenaran atau teori yang lebih kuat dalilnya atau alasannya. Kebenaran filsafat adalah
kebenaran spekulatif, berupa dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, riset, dan eksperimen. Baik
kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat keduanya nisbi (relatif). Sedangkan kebenaran agamabersifat mutlak
(absolut), karena ajaran agama adalah wahyu yang diturunkan oleh yang Maha Benar, yang Maha Mutlak.
2.2.5 Titik Singgung
Tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat dijawab secara positif oleh ilmu pengetahuan, karena ilmu
terbatas, terutama oleh subjeknya (sang penyelidik), oleh objeknya (baik objek material maupun objek formalnya)
dan juga oleh metodologinya.
Agama memberikan jawaban tentang banyak (pelbagai) soal asasi yang sama sekali tidak terjawab oleh ilmu yang di
pertanyakan, namun tidak terjawab secara bulat oleh filsafat. Allah telah menganugerahkan kepada manusia : alam,
akal budi, dan wahyu. Dengan akal budi manusia dapat lebih memahami, baik ayat qur’aniyah (wahyu) maupun ayat
kauniyah (alam) untuk kebahagiaan mereka yang hakiki.
Selain itu, masih dalam kaitan antara ilmu, filsafat, dan agama, bahwa filsafat mengkaji tentang kebijaksanaan.
Manusia berusaha untuk mencari kebijaksanaan, dengan cara yang ilmiah tentang kebenaran akan tetapi manusia
tidak akan sampai derajat bijaksana, karena hanya Tuhanlah yang bersifat bijaksana. Filsafat sama halnya dengan
agama, sama-sama mengkaji tentang kebajikan, tentang Tuhan, baik dan buruk dan lain-lain. Itulah sebabnya maka
filsafat mempunyai hubungan yang dekat dengan agama di satu sisi dan ilmu pengetahuan di sisi lain.
Hubungan yang lebih dekat lagi, dapat disaksikan bahwa hal-hal yang tidak terjangkau oleh akal pikiran (filsafat)

akan terjawab melalui wahyu atau agama. Begitu juga dengan filsafat, membahas persoalan-persoalan yang tidak
terjawab oleh ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, antara ilmu, filsafat, dan agama dapat saling mengisi dan saling melengkapi. Sehingga menjadi
lengkaplah sudah kebutuhan manusia untuk memahami keberadaan alam, manusia, dan Tuhan.