Pekerjaan Untuk Transgender sebagai alternatif

Pekerjaan untuk Transgender

Lesunya perekonomian dunia berdampak pada Indonesia. Menguatnya dollar terhadap rupiah sebagai
efek dari bangkitnya ekonomi Amerika dari keterpurukan sejak krisis 2008 dihantam lagi oleh ekonomi
Tiongkok yang melambat dan sengaja melakukan Devaluasi atas mata uangnya, Yuan. Jadilah ekonomi
kita mulai carut marut dan gelombang besar PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) akan menghantam
Indonesia sebagai efek dari krisis global ini. Mahasiswa sudah menyerukan aksi turun ke jalan dengan
judul, “Seruan Aksi 10 September Selamatkan Perekonomian Indonesia' dan 'Ekonomi Lemah Siapa yang
Kuat'” untuk memperlihatkan keberpihakan para mahasiswa ini pada rakyat yang perlu di bela. Tapi
apakah aksi itu saja cukup untuk mengubah krisis yang mengancam nyaris seluruh dunia ini? Saya rasa
tidak juga.
PHK dan pekerjaan, Kita semua bekerja untuk mendapatkan uang, begitu pula alasan saya menulis dan
bersekolah. Demi penghasilan dan pekerjaan baik yang disukai dan diinginkan. Semua dari kita butuh
bekerja tapi tidak semua dari kita bisa memiliki pekerjaan impian. Bagi seorang hetero seksual dan peran
gender yang linear dengan alat kelaminnya, mudah untuk memilih pekerjaan dan melamar kerja. Tapi
bagaimana dengan para transgender? Diskriminasi kepada mereka begitu besar sehingga seumur hidup
saja saya belum pernah melihat seorang transgender yang bekerja sebagai akuntan, pengacara, ataupun
dosen. kebanyakan transgender yang saya tau membuka usaha sendiri seperti salon, fashion, atau
bekerja di dunia hiburan. Apakah tidak ada transgender yang punya bakat berhitung , lobbying, atau
merancang bangunan? Saya rasa ada dan pasti ada. Tapi entah mengapa tidak pernah ada. Tulisan ini
berusaha melihat diskriminasi kepada para transgender sehingga mereka bahkan tidak bisa memilih

pekerjaan imipan mereka.
Nasib Transgender
Film Mangga Golek Matang di Pohon membuka mata saya pada nasib transgender di Indonesia. Saya
juga menonton animasi Upin dan Ipin dan melihat tokoh Sally yang bernama asli Soleh yang bertingkah
kemayu. Baik tokoh di film dokumenter Mangga Golek Matang di Pohon maupun Sally di Upin-Ipin
ditemukan kesamaan, mereka memiliki usaha sebagai perias atau penjahit. Saya rasa kedua pekerjaan ini
sangat lekat pada pilihan karier para transgender. seakan-akan jika anda menjadi transgender laki-laki ke
perempuan pilihan pekerjaan kamu hanya sekitar salon, rias pengantin, penjahit, atau designer.
Disatu sisi, memang menjadi mandiri dengan memiliki usaha sendiri atau berwiraswasta itu baik, tetapi
sebagai manusia dan warga Negara, Transgender memiliki hak untuk bisa memilih pekerjaan. Apakah
pilihan bekerja untuk transgender hanya wiraswasta? Mengapa transgender tidak bisa kerja kantoran?
Alasannya mudah terlihat. Kantor memiliki peraturan yang mengharuskan kita berpakaian rapi, rapi disini
merujuk dengan menggunakan pakaian yang bergender linear dengan seks. Manusia bervagina harus
menggunakan rok perempuan dan manusia berpenis harus memakai celana laki-laki. Peraturan ini ditulis
dan dipraktekan bertahun-tahun hingga menjadi sesuatu yang ajeg. Ketika kita tidak menurutinya kita
dianggap menyimpang.peraturan seperti itu tentu saja memberatkan bagi transgender. memakai pakaian
yang tidak diingikan hanya membuat dirinya tidak nyaman sehingga energi yang harusnya digunakan

untuk bekerja dan melakukan hal yang produktif terbuang hanya untuk membongkar apa yang sudah
tertanam dan menjadi satu nilai di masyarakat. Akibatnya, bakat dan potensi para transgender cuma

diketahui dirinya sendiri, bangsa kita kehilangan kesempatan untuk membangun dirinya menjadi lebih
baik karena ada diskriminasi gender.
Gender Hirarki
Nasib transgender waria lebih buruk dari transgender tomboi. Kini, beberapa pekerjaan kantor
memperbolehkan menggunakan celana. Dalam buku Tombois and Femmes: Defying Gender Labels

in Indonesia karya Evelyn Blackwood dipaparkan bahwa para tomboi masih diterima dalam pergaulan
para lelaki dan dianggap sebagai lelaki. tetapi , jangan harap jika manusia berpenis boleh menggunakan
rok. Satu-satunya pekerjaan dimana laki-laki boleh menggunakan rok adalah pemain band. Hal ini pernah
dilakukan oleh Andi /Rif. sebagai performing art. Tapi bagaimana jika laki-laki menggunakan rok setiap
hari dan menganggap dirinya perempuan? Mengapa sama-sama terjadi diskriminasi tetapi bisa melihat
ada kadar yang berbeda-beda?
Gender adalah maskulin-feminim. Bisa berupa peran ataupun identitas. Misal, saya bervagina tetapi saya
melakukan olahraga Parkour yang amat maskulin. Saya menggunakan identitas feminim tetapi
melakukan aktivitas/peran maskulin dengan melakukan olahraga ekstrim itu. Hirarki gender
menempatkan maskulinitas menjadi lebih tinggi setelah jenis kelamin. Jadi yang masyarakat lihat adalah
gender maskulinnya, baru identitas jenis kelaminnya yang bisa dilihat dalam bentuk berikut:

LPL aae kkr eii -- mLl a a kpk iui a n
Laki-laki sebagai identitas dengan peran yang maskulin mendapat tempat paling tinggi dan paling

dihargai. Seperti laki-laki sebagai presiden. Sedangkan perempuan bersikap maskulinmendapat tempat
yang dihargai seperti anggota DPR. Perempuan bersifat feminim dianggap normal sehingga lebih dihargai
seperti perempuan ibu rumah tangga. Sayangnya nasib laki-laki yang memilh peran gender feminim

mendapatkan diskriminasi paling besar karena berada pada tingkatan terbawah. apakah ini yang mau?
Kita tentunya ingin keadilan bagi semua orang untuk diperlakukan sama dan diberi kesempatan dan
pilihan untuk bekerja. Dengan menghapuskan diskriminasi, diharapkan bakar dan potensi para
transgender ini tidak senasib dengan jiwanya, terkekang pada tubuh saja.

Nadya Karima Melati
Mahasiswa Ilmu Sejarah dan Kordinator Fasilitas dan Keuangan untuk SGRC for Sexuality Studies
Universitas Indonesia.